1. 1
UNIVERSITY RESIDENCE - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARASIBAZHU
(Kajian Rabu Siang Ba’da Zhuhur)
Istighfâr dan Taubat sebagai Pintu Rezeki
Iftitâh
Setiap manusia berpotensi untuk melakukan kesalahan, dan sebaik-
baik orang-orang yang (pernah) berbuat salah adalah orang-orang yang
bertaubat. Inilah sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang berasal
dari sahabatnya – Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. – yang dikutip oleh Ibnu
Majah:
ُ
ّ ل
ُكُُ ِنَبَُُم
َ
آدُُاء َّط
َ
خ،ُُل ْي
َ
خَوَُُيِئا َّطَْ
اْلُُ
َ
ّونلابَّوَاّتل.
"Semua Bani Adam (manusia) pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik
orang yang salah adalah yang segera bertaubat." (HR Ibnu Majah, Sunan ibn
Mâjah, juz V, hal. 321, hadits no. 4251)
Pernyataan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ini selaras dengan
firman Allah:
ُِن
َ
أَوُُ
ْ
والرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرَُُم
ل
ثُُ
ْ
ّوالّوّب
ل
تُُِهْ َ
َلِإُُْم
ل
ك
ْ
ع
ِ
تَم
ل
يَُُت
َ
ّمًُاعُا
ً
ن َسَحُُ
َ
لِإُُلَج
َ
أُ
ُ ًّم َس
ّ
ّمُُِت
ْ
ؤليَوُُ
َ ل
ُكُيِذُُل
ْ
ض
َ
فُُ
ل
ه
َ
ل
ْ
ض
َ
فُنِإَوُُ
ْ
اّْو
َ
ّلَّو
َ
تَُُ ِ
ّنِإ
َ
فُُ
ل
اف
َ
خ
َ
أُُْم
ل
كْي
َ
لَعُ
َُاب
َ
ذَعُُمّْوَيُُيِب
َ
ك
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang
yang memunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS
Hûd/11: 3)
اَم
َ
ّنِإُُ
ل
ةَّبّْوَاّتلُُ
َ ََعُُِ
َ
اّللَُُينِ
َ
َّلِلُُ
َ
ّون
ل
لَم
ْ
ع
َ
يَُُءَّو ّالسُُة
َ
اّلَهَ
ِِبَُُم
ل
ثُُ
َ
ّونلّوّبلت
َ
يُنِّمُ
ُيبِر
َ
قُُ
َ
كِ
َ
َلْو
ل
أ
َ
فُُلّوبلت
َ
يُُل َ
اّللُُْمِهْي
َ
لَعُُ
َ
ن
َ
َكَوُاُل َ
ّللُُ
ً
يماِلَعُُ
ً
يماِكَح
2. 2
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang
mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan1, yang kemudian mereka bertaubat
dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS an-Nisâ’/4: 17)
Oleh karena itu, jangan sampai kita menunda taubat kita, dengan
memerbanyak istighfâr dan membuktikan taubat kita dengan tindakan nyata.
Membuka Pintu Rezeki dengan Istighfâr dan Taubat
Berkaitan dengan istighfâr dan taubat ini, banyak ulama yang
menyatakan bahwa di antara sebab terpenting diturunkannya rezeki adalah
istighfâr (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun
dan Maha Menutupi (kesalahan).
Untuk itu, pembahasan mengenai hal ini kami bagi menjadi dua
pembahasan. Pertama, hakikat istighfâr dan taubat. Kedua, dalil syar’i bahwa
istighfâr dan taubat termasuk miftâh ar-rizq (kunci rezeki).
Pertama : Hakikat Istighfâr dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfâr dan taubat
hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan: “Aku
mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya“. Tetapi kalimat-
kalimat di atas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam
perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfâr dan taubat jenis ini adalah
perbuatan orang-orang dusta.
Para ulama telah menjelaskan hakikat istighfâr dan taubat.
Imam Ar-Raghib al-Ashfihani menerangkan: “Dalam istilah syara’,
taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang
telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha
melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah
terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna”. (Al-Mufradât Fî Gharîbil
Qur’ân, hal. 76)
Sementara itu Imam an-Nawawi dengan menjelaskan: “Para ulama
berkata, bahwa bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika
maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya
dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia
menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.
1
Maksudnya ialah: (1) orang yang berbuat maksiat dengan tidak
mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu;
(2) orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak dan (3) orang
yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau
karena dorongan hawa nafsu.
3. 3
Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah
satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada
empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat, hendaknya ia membebaskan diri
(memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya
maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau
sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau
meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghîbah (menggunjing), maka ia harus
meminta maaf”. (An-Nawawi, Riyâdhush Shâlihîn, hal. 41-42)
Adapun istighfâr, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib al-
Asfahani adalah “Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan”,
berpijak pada firman Allah,
ُلت
ْ
ل
ل
ق
َ
فُوالرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرُُ
ل
ه
َ
ّنِإُُ
َ
ن
َ
َكُاًار
َ
ف
َ
غ
“Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
sesungguhnya Dia Maha Pengampun“. (QS Nûh/71: 10)
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya
dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga
dikatakan, memohon ampun (istighfâr) hanya dengan lisan saja tanpa disertai
perbuatan adalah pekerjaan para pendusta”. (Al-Mufradât fî Gharîil Qur’ân,
dari asal kata “ghafara” hal. 362)
Kedua: Istighfâr dan Taubat adalah Kunci Rezeki
Beberapa nash (teks) al-Qur’an dan al-Hadits menunjukkan bahwa
istighfâr dan taubat termasuk sebab-sebab rezeki dengan karunia Allah Ta’ala.
Di bawah ini kami tulis beberapa nash dimaksud :
Pertama, Apa yang disebutkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ tentang
Nuh alaihis salâm yang berkata kepada kaumnya.
ُلت
ْ
ل
ل
ق
َ
فُوالرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرُُ
ل
ه
َ
ّنِإُُ
َ
ن
َ
َكُاًار
َ
ف
َ
غ(٠١)
ُُِلِسْرليُاءَم َالسُم
ل
كْي
َ
لَعُ
ُ
ْ
د
ِ
ّماًارَر(٠٠)
ُُْم
ل
ك
ْ
دِدْمليَوُُالَّو
ْ
م
َ
أِبَُُيِنَّبَوُلَع
ْ َ
َيَوُُْم
ل
ك
َ
ّلُُات
َ
نَجُلَع
ْ َ
َيَوُ
ُْم
ل
ك
َ
ّلُاًارَه
ْ
ّن
َ
أ(٠١)
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu
4. 4
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai“. (QS Nûh/71: 10-12)
Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut ini
dengan istighfâr:
1. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firman-Nya:
...ُ
ل
ه
َ
ّنِإُُ
َ
ن
َ
َكُاًار
َ
ف
َ
غ
“Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun…“ (QS Nûh/71: 10)
2. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiyallâhu
‘anhumâ berkata “midrârâ” adalah (hujan) yang turun dengan deras.
(Shahîh al-Bukhâriy, Kitâb at-Tafsîr, Sûrat Nûh, juz VI, hal. 199)
3. Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan
ayat “wayumdid kum biamwâlin wabanîna” Atha’ berkata: “Niscaya
Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian”. (Tafsîr al-
Baghâwi, juz IV, hal. 398. Lihat pula, Tafsîr al-Khâzin, juz VII, hal.
154)
4. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun. (QS Nûh/71: 12)
لَع
ْ َ
َيَوُُْم
ل
ك
َ
ّلُُات
َ
نَج
5. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. (QS Nûh/71: 12)
لَع
ْ َ
َيَوُُْم
ل
ك
َ
ّلُاًارَه
ْ
ّن
َ
أ
Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm Qurân,
menyatakan: “Dalam ayat ini, juga yang disebutkan dalam QS Hûd/71:
3
ُِن
َ
أَوُُ
ْ
والرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرَُُم
ل
ثُُ
ْ
ّوالّوّب
ل
تُُِهْ َ
َلِإ...
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan
bertaubat kepada-Nya‘..” adalah dalil yang menunjukkan bahwa
istighfâr merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rezeki
dan hujan”. (Tafsîr al-Qurthubi (Al-Jâmi’ li Ahkâm Qurân), juz XVIII,
hal. 302. Lihat pula, As-Suyuthi, Al-Iklîl fî Istinbâth at-Tanzîl, hal. 274
dan Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, juz V, hal. 417)
5. 5
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata : “Maknanya, jika
kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian
senantiasa menaatiNya, niscaya Ia akan membanyakkan rezeki kalian,
menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk
kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian,
melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-
anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-
macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara
kebun-kebun itu (untuk kalian)”. (Tafsîr Ibnu Katsîr, juz IV, hal. 449)
Demikianlah, dan Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab
radhiyallâhu ‘anhu juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-
ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah Subhânahu Wa Ta’âla.
Mutharif meriwayatkan dari asy-Sya’bi: “Bahwasanya Umar
radhiyallâhu ‘anhu keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan
beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfâr (memohon ampun kepada Allah)
lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, ‘Aku tidak mendengar
Anda memohon hujan’. Maka ia menjawab, ‘Aku memohon diturunkannya
hujan dengan majâdih2, langit yang dengannya diharapkan bakal turun hujan.
Lalu beliau membaca ayat.
...والرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرُُ
ل
ه
َ
ّنِإُُ
َ
ن
َ
َكُاًار
َ
ف
َ
غُ(٠١ُ )ُِلِسْرليُاءَم َالسُم
ل
كْي
َ
لَعُ
اًارَر
ْ
د
ِ
ّم(٠٠)
“…mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat“.
(QS Nûh/71: 10-11). (‘Alâ ad-Dîn ‘Ali ibn Ibrâhîm al-Baghdâdiy, Tafsir al-
Khâzin, juz IV, hal. 345)
Imam al-Hasan al-Bashri juga menganjurkan istighfâr (memohon
ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang
kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.
Imam al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia
berkata : “Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan al-Bashri tentang
2
Majâdih bentuk tunggalnya adalah majdah yakni salah satu jenis bintang
yang menurut bangsa Arab merupakan bintang (yang jika muncul) menunjukkan
hujan akan turun. Maka Umar radhiyallâhu ‘anhu menjadikan istighfâr sama dengan
bintang-bintang tersebut, suatu bentuk komunikasi melalui apa yang mereka ketahui.
Dan sebelumnya mereka memang menganggap bahwa adanya bintang tersebut
pertanda akan turun hujan, dan bukan berarti Umar berpendapat bahwa turunnya
hujan karena bintang-bintang tersebut. (Bandingkan: HR Al-Baihaqi, Sunan al-Kubrâ,
juz III, hal. 351, hadits no. 6653)
6. 6
kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfâr-lah kepada
Allah!. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata
kepadanya, ‘Ber-istighfâr-lah kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya,
‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau
mengatakan kepadanya, ‘Ber-istighfâr-lah kepada Allah!. Dan yang lain lagi
mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan
(pula) kepadanya, ‘Ber-istighfâr-lah kepada Allah!”.
Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal
yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan : “Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata
kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan
Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfâr‘. (Tafsîr al-Khâzin, juz
VII, hal. 154. Lihat pula, Rûh al-Ma’ânî, juz XXIX, hal. 73). Maka Al-Hasan al-
Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi
sungguh Allah telah berfirman dalam QS Nuh,
...والرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرُُ
ل
ه
َ
ّنِإُُ
َ
ن
َ
َكُاًار
َ
ف
َ
غ(٠١)
ُُِلِسْرليُاءَم َالسُم
ل
كْي
َ
لَعُ
اًارَر
ْ
د
ِ
ّم(٠٠ُ )
ُْم
ل
ك
ْ
دِدْمليَوُُالَّو
ْ
م
َ
أِبَُُيِنَّبَوُلَع
ْ َ
َيَوُُْم
ل
ك
َ
ّلُُات
َ
نَجُلَع
ْ َ
َيَوُ
ُْم
ل
ك
َ
ّلُاًارَه
ْ
ّن
َ
أ(٠١)
“…mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai“.
(QS Nûh, 71: 10-12). (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurâan, juz XVIII,
hal. 302-303. Lihat pula Ibnu ‘Athiyyah, Al-Muharrar al-Wajîz, juz XVI, hal.
123)
Kedua, Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan tentang
seruan Hud ‘Alaihis Shalâtu was Salam kepada kaumnya agar ber-istighfâr.
اَيَوُُِمّْو
َ
قُُ
ْ
والرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرَُُم
ل
ثُُ
ْ
ّوالّوّب
ل
تُُِهْ َ
َلِإُُِلِسْرليُاءَم َالسُم
ل
كْي
َ
لَعُ
اًارَر
ْ
د
ِ
ّمُُْم
ل
ك
ْ
دِزَيَوُُ
ً
ةَّو
ل
قُُ
َ
لِإُُْم
ل
كِتَّو
ل
قُُ
َ
لَوُُ
ْ
اّْو
َ
ّلَّوَت
َ
تَُُيِّمِر
ْ ل
ُم
“Dan (Hud berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu
bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat
atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa“. (QS Hûd/11: 52)
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas
menyatakan: “Kemudian Hud ‘alaihis salâm memerintahkan kaumnya untuk
7. 7
ber-istighfâr yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan,
kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka
hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan
rezekinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah
berfirman,
ُِلِسْرليُاءَم َالسُم
ل
كْي
َ
لَعُاًارَر
ْ
د
ِ
ّم
“Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu.“ (QS Nûh/71: 11.
Lihat: Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz II, hal. 492. Lihat pula, Al-Qurthubi,
Tafsîr al-Qurthubiy (Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân), juz IX, hal. 51)
Ketiga, Ayat lain adalah firman Allah,
ُِن
َ
أَوُُ
ْ
والرِف
ْ
غَتْاسُُْم
ل
كَّبَرَُُم
ل
ثُُ
ْ
ّوالّوّب
ل
تُُِهْ َ
َلِإُُ
ِ
تَم
ل
يم
ل
ك
ْ
عًُُاعَت
َ
ّمُا
ً
ن َسَحُُ
َ
لِإُُلَج
َ
أُ
ُ ًّم َس
ّ
ّمُُِت
ْ
ؤليَوُُ
َ ل
ُكُيِذُُل
ْ
ض
َ
فُُ
ل
ه
َ
ل
ْ
ض
َ
فُنِإَوُُ
ْ
اّْو
َ
ّلَّو
َ
تَُُ ِ
ّنِإ
َ
فُُ
ل
اف
َ
خ
َ
أُُْم
ل
كْي
َ
لَعُ
َُاب
َ
ذَعُُمّْوَيُُيِب
َ
ك
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat“. (QS
Hûd/11: 3)
Pada ayat di atas terdapat janji-janji dari Allah Yang Maha Kuasa dan
Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-
istighfâr dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya,
َُم
ل
يم
ل
ك
ْ
ع
ِ
تًُُاعَت
َ
ّمُا
ً
ن َسَحُ
“Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu.“ (QS Hûd/11: 3) Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas
Radhiyallâhu ‘anhumâ adalah. “Ia akan menganugerahi rezeki dan kelapangan
kepada kalian.” (Ibn al-Jauzi, Zâd al-Masîr, juz IV, hal. 75)
Sedangkan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan: “Inilah
buah istighfâr dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada
kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rezeki dan kemakmuran
hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya
8. 8
terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.” (Tafsîr al-Qurthubi,
9/403. Lihat pula, Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, juz XV, hal. 229-230, Al-
Baghawi, Tafsîr al-Baghawi. Juz IV, hal. 373, Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, juz
II, hal. 695 dan Tafsîr al-Qâsimî (Mahâsin at-Ta’wîl), juz IX, hal. 63)
Dan janji Tuhan Yang Mahamulia itu diutarakan dalam bentuk
pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-
Syinqithi berkata : “Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa ber-
istighfâr dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga
Allah menganugrahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang
melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan
(yang baik) atas istighfâr dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat
yang ditetapkan”. (Adhwâ’ al- Bayân, juz III, hal. 9)
Keempat, Dalil lain bahwa istighfâr dan taubat adalah di antara
kunci-kunci rezeki yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud,
An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas radhiyallâhu
‘anhumâ ia berkata, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُْنَّمَُُ َ
ث
ْ
ك
َ
أَُُنِّمُُِار
َ
ف
ْ
غِتْسِلاُُ
َ
لَعَجُُل َ
اّللُُل َ
لُُْنِّمُُ
ِ ل
ُكُُّم
َ
هُاًجَر
َ
فُ،ُُْنِّمَوُُ
ِ ل
ُكُ
ُيق ِضُاًجَر
ْ َ
َمُ،ُُلزْرَيَوُ
ل
ه
ْ
قُُْنِّمُُ
ل
ثْيَحُُ
َ
لُُلب ِس
َ
ت
ْ َ
َي.ُ
“Barangsiapa memerbanyak istighfâr (mohon ampun kepada Allah3 niscaya
Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap
kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal)
dari arah yang tidak disangka-sangka4.)“ (HR an-Nasa-i dari Abdullah bin
Abbas, Sunan an-Nasâi, juz IX, hal. 171, hadits no. 10217)
3
“Barangsiapa menetapi -- dalam riwayat lain -- tidak meninggalkan istighfar“.
Lihat, Sunan Abî Dâuwd, juz IV, hal. 267, Sunan ibn Mâjah, juz II, hal. 339. Dan
maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu ath-Thayyib al-Azhim Abadi,
yaitu: saat terjadinya maksiat atau adanya ujian atau ada orang yang penyakitnya terus
menerus, maka sungguh dalam setiap nafas ia membutuhkan kepadanya (istighfar dan
taubat). Karena itu Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Beruntunglah orang yang mendapati dalam shahifah (catatan amalnya) istighfar yang
banyak“. (Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Abdullah bin Busr, Sunan ibn Mâjah, juz V,
hal. 721, hadits no. 3818, dengan sanad hasan shahih). (Lihat juga Al-Mubarakfuri,
‘Aunul Ma’bûd, juz IV, hal. 381)
4
Al-Musnad, juz IV, hal. 55-56, hadits no. 2234, dan lafazh tersebut adalah
redaksi miliknya; Sunan Abî Dâwud, Abwâbu Qiyâm al-Lail, Tafîi’ Abwâb al-Witr, Bâb fî
al-Istighfâr, juz IV, hal. 267, hadits no. 1515,; Kitâb as-Sunan al-Kubrâ, Kitâb al-‘Amal
al-Yaum wa al-Lailah, juz VI, hal. 118, hadits no 10290/2; Sunan Ibni Mâjah, Abwâb al-
Adab, Bâb al-Istighfâr, juz II, hal. 339, hadits no. 3864; Al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhain,
9. 9
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang
jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, shallallâhu ‘alaihi
wa sallam mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang
memerbanyak istighfâr. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi
rezeki, Yang Memiliki kekuatan akan memberikan rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terbetik dalam
hatinya.
Khâtimah
Setelah kita kaji makna Istighfâr dan Taubat, kita bisa memahami
bahwa Allah menjamin untuk membukakan pintu rezeki bagi siapa pun yang
mau beristighfâr dan bertaubat.
Untuk itu, kepada orang yang mengharapkan rezeki hendaklah dia
bersegera untuk memerbanyak istighfâr (memohon ampun), baik dengan
ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada!
Sekali lagi hendaknya waspada dari kemungkinan beristighfâr hanya sebatas
ucapan lisan tanpa perbuatan. Sebab yang demikian itu, kata para ulama,
adalah pekerjaan para pendusta. Dan segeralah bertaubat dengan taubatan
nasûhâ.
Ibda’ bi nafsik!
Yogyakarta, 29 Juni 2016
(Dikutip dan diselaraskan dari buku Mafâtîh ar-Rizq fî Dhau’ al-Kitâb wa as-
Sunnah, karya Dr. Fadhl Ilahi Zhahir, Muassasah ar-Rayyâ, 2011)
Kitâb at-Taubah wa al-Inâbah, juz IV, hal. 292. Sebagian ahli hadits menyatakan hadits
ini dha’îf karena salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat, Al-Hafizh Adz-Dzahabi, At-
Talkhîsh, juz IV, hal. 262; ‘Aunul Ma’bûd, juz IV, hal. 267; Dha’îf as-Sunan Abî Dâwud,
Syaikh Al-Albani, hal. 149). Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan oleh Imam al-
Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, juz IV, hal. 262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad
Syakir berkata: “Sanad hadits ini shahih” (Hâmisy al-Musnad, juz IV, hal. 55).
Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang rawi
(periwayat)-nya. Wallâhu a’lamu bish-shawâb.