1. Dokumen ini membahas upaya Indonesia dan Amerika Serikat dalam meningkatkan kerjasama di bidang lingkungan hidup, khususnya selama era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
2. Kerjasama tersebut dilakukan melalui berbagai inisiatif seperti program Peace Corps, perjanjian kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dialog strategis antar menteri terkait lingkungan hidup.
3. Kerjasama diarahkan pada penangg
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Go ahead
1. TUGAS PLN AS
Upaya Indonesia - Amerika Serikat (United State Agency For International
Development (USAID)) dalam Meningkatkan Kerjasama Sipil dan Militer di
Bidang Lingkungan Hidup (Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono)
Yongki Arista (151070324)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora
dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang. Kita
telah mengetahui sebabnya yaitu manusia yang terus menerus menggunakan
bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi.
Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini yaitu
mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang
berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran,
coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa
yang akan terkena dampak paling besar Negara pesisir pantai, Negara kepulauan,
dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.
2. Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan
karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari
fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan
meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu
iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan.
Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah
kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat
mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan
penduduk yang tinggal didalamnya.
Sebagai sebuah organisasi global berskala internasional, Greenpeace
memusatkan perhatian kepada mempengaruhi kedua pihak yaitu masyarakat dan
para pemegang keputusan atas bahaya dibalik penambangan dan penggunaan
bahan bakar yang berasal dari fosil.
Dalam laporan PBB dikatakan sebanyak 90 persen pemanasan global
terjadi akibat perilaku manusia terutama telah membakar bahan bakar fosil yang
dikatakan menjadi penyebab utama adanya perubahan iklim yang berdampak
kepada sistem iklim yang akan lebih banyak menyebabkan terjadinya gelombang
panas, kemarau panjang dengan kekeringan, badai dan naiknya permukaan air
laut.
Kemitraan Komprehensif adalah komitmen jangka panjang dengan
Presiden Obama dan Yudhoyono untuk memperluas, memperdalam dan
meningkatkan hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia. Ia
mengakui pentingnya peningkatan kerjasama global antara negara demokrasi
kedua dan ketiga terbesar di dunia, kemungkinan luar biasa untuk kerjasama
ekonomi dan pembangunan, dan pentingnya membina pertukaran dan saling
pengertian antara dua negara di dunia yang paling beragam.
Pemerintah AS - Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan
sejak dimulainya Kemitraan pada pertengahan 2009 dan meluncurkan program
3. Peace Corps yang akan meningkatkan pemahaman antara masyarakat Indonesia
dan Amerika. Dengan menandatangani perjanjian untuk Sains dan Teknologi
Kerjasama dan Overseas Private Investment Corporation, yang akan mendukung
untuk memperdalam keterlibatan kedua negara dalam dua sektor yang paling
dinamis pada hubungan antar kedua negara. Departemen Pertahanan AS dan
Departemen Pertahanan Indonesia menandatangani Kerangka Pengaturan tentang
Kegiatan Kerjasama di Bidang Pertahanan yang akan meningkatkan kualitas
kerjasama keamanan. Baru-baru ini, Ex-Im Bank Ketua Hochberg diumumkan di
Jakarta pada tanggal 18 Juni fasilitas 1 Milyar Dolar kredit dalam kemitraan
dengan 11 bank Indonesia untuk memfasilitasi perdagangan bilateral.
Kita juga melihat belum pernah terjadi sebelumnya konsultasi tingkat
tinggi dan keterlibatan dalam isu-isu bilateral, regional, dan global. Ini adalah
pertemuan bilateral kedua antara kedua Presiden dalam delapan bulan terakhir.
Menteri Pertahanan Robert Gates bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia
Purnomo di Singapura pada 4 Juni, membahas cara-cara untuk mempererat
kerjasama keamanan yang sudah kuat antar kedua negara. Menteri Perdagangan
Gary Locke memimpin misi kabinet tingkat perdagangan pertama ke Indonesia
25 - 26 Mei, mempromosikan ekspor AS dalam berbagai teknologi energi bersih.
Environmental Protection Agency Administrator Lisa Jackson mengumumkan
“Breathe Easy Jakarta” inisiatif, bermitra dengan pemerintah daerah Jakarta
untuk menilai dan mengurangi sumber utama pencemaran udara perkotaan di
Jakarta. Ilmu Utusan Bruce Alberts dieksplorasi daerah baru untuk kerjasama
dalam Sains dan Teknologi saat berkunjung ke Indonesia pada bulan Mei. Di
bawah Sekretaris Negara untuk Urusan Politik William Burns dan Wakil Menteri
Luar Negeri untuk Urusan Demokrasi dan Global Maria Otero mengunjungi
Indonesia dan rekan - rekan Indonesia mereka terlibat dalam dialog strategis luas.
Menteri Luar Negeri AS dan Menteri Luar Negeri Indonesia akan duduk
bersama akhir tahun ini yang akan memastikan momentum lanjutan dan
4. kemajuan pada Kemitraan Komprehensif. Kedua Presiden akan meluncurkan
Kemitraan Komprehensif ketika Presiden Obama mengunjungi Indonesia. Dalam
semangat itu, pada hari kedua Presiden sepakat untuk memulai inisiatif utama
memajukan Pendidikan Tinggi dan menghadapi Perubahan Iklim.
Dalam Kemitraan Pendidikan Tinggi, Amerika Serikat akan
menginvestasikan $ 165.000.000 selama lima tahun dalam program memfasilitasi
pertukaran vital dari kepemimpinan dan pengalaman manajemen, keahlian ilmiah
dan teknis, dan pemahaman budaya antara Amerika dan Indonesia. Dukungan ini
meliputi:
Memperluas program pertukaran kita, termasuk Fulbright,
Komunitas College Initiative, dan pelatihan Departemen Luar
Negeri bahasa Inggris, pertukaran mahasiswa dan lainnya;
Peluncuran upaya lima-tahun utama untuk meningkatkan kualitas
pendidikan tinggi di Indonesia melalui program Kemitraan
Universitas mendukung kolaborasi antara US pilih dan institusi
pendidikan tinggi Indonesia;
Pemerintah AS juga mengundang Menteri Pendidikan Nasional
Indonesia untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat musim
panas mendatang untuk AS - Indonesia Pendidikan Tinggi KTT
untuk memajukan kerjasama kita di bidang pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu Apa
Upaya yang telah dilakukan Indonesia dan Amerika Serikat dalam
meningkatkan kerjasama sipil dan militer di bidang Lingkungan Hidup?
5. C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran serta menggunakan teori-
teori para ahli yang mendukung dalam permasalahan tersebut. Fungsi kerangka
pemikiran adalah untuk menentukan variabel-variabel mana saja yang terlibat
dalam penelitian tersebut.
Hubungan Internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur
politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam.
Hubungan internasional saat ini telah memasuki ruang lingkup yang sangat luas,
mencakup semua hal yang lintas batas nasional dari semua aspek kehidupan
manusia. Banyak pakar memberikan pengertian mengenai Hubungan
Internasional, setiap pakar memiliki pengertian yang berbeda. Di dalam buku
Pengantar Hubungan Internasional, Perwita & Yani menjelaskan tentang arti
hubungan internasional bahwa :
”Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau
anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat
lain yang melintasi batas-batas negara. Terjadinya hubungan
internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling
ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam
masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan
adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (2005: 3-
4).
Dengan demikian Hubungan Internasional merupakan suatu bentuk
interaksi kekuatan, tekanan, proses dan cara berpikir dalam hubungan antar
bangsa dan perilaku baik antar Negara, kelompok, maupun individu dalam
berbagai macam karakteristik. Dalam suatu hubungan internasional diatas, maka
ada yang di sebut dengan interaksi internasional. Dimana interaksi membutuhkan
suatu bentuk respond dan kerjasama internasional.
6. Kerjasama internasional terbentuk sebagai solusi atas munculnya
berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang
tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama internasional
meliputi berbagai bidang seperti ideology, politik, ekonomi, lingkungan hidup,
kebudayaan, pertahanan dan keamanan (Perwita & Yani, 2006:33-34).
Melalui kerangka kerjasama antar negara diharapkan masing-masing
pihak dapat saling melengkapi atau bahkan saling menutupi kekuranganya.
Berdasarkan pegertian diatas maka suatu kerjasama membutuhkan kerjasama
yang saling melengkapi antara dua negara maupun lebih.
Pada saat ini kedua negara Indonesia dan Amerika Serikat ada dalam
konteks Kerjasama Internasional. dalam Kerjasama Internasional ada dua bentuk
kerjasama yaitu bilateral dan multirateral. Kerjasama bilateral ialah adanya
Kerjasama Internasional yang melibatkan dua negara dengan adanya kesepakatan
diantara dua negara tersebut. kerjasama multilateral ialah Kerjasama
Internasional yang dilakukan lebih dari dua negara. Indonesia dan Amerika
Serikat yang telah membina hubungan persahabatan yang sangat erat yang
berlandaskan hubungan kerjasama dan pertukaran di berbagai bidang seperti
politik, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Menurut T.May Rudi dalam
bukunya Study Strategis : Dalam Transformasi sistem Internasional pasca perang
dingin :
“Kerjasama bilateral adalah sebuah kerjasama yang terbentuk dari
berbagai komitmen individu untuk mencapai kesejahteraan secara
kolektif yang merupakan hasil dari adanya persamaan kepentingan”.
(2003:5)
7. Dalam Politik Luar Negeri, Secara otomatis suatu negara memiliki tujuan
dan cara mengelola sumber daya alam agar dapat bersaing dengan aktor-aktor
(negara) lain. Pengertian bantuan luar negeri adalah :
“Bantuan luar negri (foreign aid) dapat diartikan sebagai tindakan-
tindakan negara, masyarakat (penduduk), atau lembaga-lembaga
masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya yang berada pada suatu
negara tertentu di luar negri, memberikan bantuan berupa pinjaman,
memberikan hibah atau pula penanaman modal mereka terhadap pihak
tertentu di negara lainnya” (Ikbar, 2007 : 188).
Secara umum bantuan luar negeri dapat didefinisikan sebagai transfer
sumber daya dari satu pemerintah ke pemerintah lain yang dapat berbentuk
barang atau dana. Bantuan luar negeri umumnya tidak ditujukan untuk
kepentingan politik jangka pendek melainkan untuk prinsip-prinsip kemanusiaan
atau pembangunan ekonomi jangka panjang. Program bantuan luar negeri ini
biasanya menguntungkan kedua belah pihak.
Secara umum peranan dapat dilihat sebagai tugas atau kewajiban atas
suatu posisi sekaligus hak atas suatu posisi, peranan memiliki sifat saling
tergantung (Perwita&Yani, 2001; 30).
Sedangkan dalam pengertian lain konsep peranan dikemukakan sebagai berikut :
“Perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status
(Horton dan Hunt, 1987:132). Peranan dapat dilihat sebagai tugas atau
kewajiban atas suatu posisi sekaligus juga hak atas suatu posisi. Peranan
memiliki sifat saling tergantung dan berhubungan dengan harapan.
Harapan-harapan ini tidak terbatas hanya pada aksi (action), tetapi juga
termasuk harapan mengenai motivasi (motivation), kepercayaan (beliefs),
perasaan (feelings), sikap (attitudes) dan nilai-nilai (values)” (Perwita
dan Yani, 2005:30).
8. Lingkungan dalam konteks Hubungan Internasional adalah bahwa saat ini
isu lingkungan tidak lagi hanya menjadi isu-isu nasional melainkan sudah
menjadi isu internasional. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik
yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya,
mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan,
dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan
bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Dewasa ini sumber daya alam dan lingkungan telah menjadi barang
langka akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang
memperhatikan aspek keberlanjutan. Kendati secara ekonomi dapat
meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain juga bisa menimbulkan ancaman
kerugian ekologi yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan, langkanya air
bersih, banjir, longsor, dan sebagainya. Pengertian lingkungan hidup lainnya
menurut NHT. Siahaan, adalah:
”Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia beserta
mahluk hidup lainnya”
Dengan adanya bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat terutama
melalui United State Agency For International Development (USAID) kepada
Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan dan mengatasi masalah lingkungan
hidup yang terjadi di Indonesia, dengan adanya kerjasama ini, masyarakat di
didik untuk mandiri dalam pengelolaan Taman Nasional dan pengelolaan-
pengelolaan lingkungan lainnya.
Berdasarkan kajian Bryner, sedikitnya ada lima langkah yang terkait
dengan aktivitas pemerintah suatu negara pihak paska perundingan, yaitu: 1)
policy (re)formulation and enactment; 2) ratification; 3) implementation; 4)
monitoring compliance dan 5) evaluation. Dalam perumusannya, perlu
9. diperhatikan karakter isu lingkungan yang sangat unik dibandingkan dengan isu
sosial lainnya, yaitu:
1. Isu lingkungan merupakan barang publik (public goods). Berarti bahwa
masalah lingkungan hidup bukan hanya masalah satu pihak saja karena
itu perlunya peran serta aktif baik dari masyarakat maupun pemerintah
agar masalah perubahan iklim ini dapat segera di atasi bersama-sama.
2. Isu lingkungan hidup berskala global dan bersifat “global commons”
umumnya bersifat lintas batas yuridiksi nasional suatu negara
(transboundary problems). Berarti harus ada semacam lembaga khusus
yang menangani masalah lingkungan hidup karena ini bersifat lintas batas
yang berarti bahwa dapat mempengaruhi kedaulatan suatu negara secara
tidak langsung.
3. Adanya koordinasi yang kuat antara pemerintah selaku pengambil
keputusan dengan pihak-pihak lain yang memahami isu perubahan iklim
ini karena karakter alamiah dari lingkungan hidup sebagai sebuah
ekosistem dengan interkoneksi dari sub-sistemnya yang sangat kompleks
(complexity and uncertainty).
4. Kerusakan lingkungan merupakan salah satu akibat dari pembangunan
yang tidak terkendali sehingga kebanyakan kasus kerusakan lingkungan
sangat sulit atau bahkan sama sekali tidak dapat diperbaiki kembali ke
kondisi semula (irreversibility). Karena itu perlunya ketegasan dari
pemerintah agar ada suatu sistem kebijakan dan mekanisme yang lebih
mengutamakan keselamatan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk
yang ada di dalamnya.
5. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai kepentingan pihak yang
berkaitan dengan pembangunan karena masalah penanggulangan
kerusakan lingkungan akan mempengaruhi banyak kepentingan, baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi perekonomian suatu negara.
10. 6. Banyak masalah lingkungan bersifat lintas sektoral dan multidimensi
sehingga membutuhkan koordinasi yang transedental terhadap sekat-sekat
birokratis. Tantangannya adalah sistem pemerintahan yang terstruktur
berdasarkan tugas dan tanggung jawab (administrative fragmentation)
yang telah ditetapkan oleh Presiden sehingga perlu berkoordinasi dengan
departemen dan pihak-pihak terkait agar jangan sampai ada yang merasa
dirugikan akibat dari kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut.
7. Kerusakan lingkungan seringkali merupakan akibat langsung (by-
product) dari aktivitas yang absah secara legal (legitimate). Karena itu
diperlukan cmpur tangan dari pemerintah selaku pembuat kebijakan agar
aturannya dapat berjalan dengan baik dan perangkat hukum yang ada juga
dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
11. BAB II
KELOMPOK KERJASAMA AS – INDONESIA
Indonesia dan Amerika Serikat baru saja menyelesaikan pertemuan
bilateral kedua negara. Pertemuan yang diwakili Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Hillary Clinton dan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa itu
menghasilkan enam kesepakatan.
Kesepakatan tersebut diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja
untuk masing-masing bidang. Kelompok kerja itu di antaranya adalah:
1. Kelompok kerja tentang demokrasi dan masyarakat sipil
Kelompok kerja ini dibentuk sebagai hasil dari inisiatif bilateral mengenai
kerjasama penguatan keterlibatan masyarakat sipil, peningkatan kapasitas
pendidikan kewarganegaraan, dan dialog bilateral di masa mendatang. AS -
Indonesia sepakat untuk bekerja sama dalam demokrasi dan hak asasi manusia
sesuai inisiatif internasional, termasuk Dewan HAM PBB. Kerja sama dalam
demokrasi juga akan dilakukan melalui program bilateral.
2. Kelompok kerja tentang pendidikan
Kelompok kerja ini dibentuk untuk melaporkan kemajuan yang signifikan
dan inisiatif baru di bawah kemitraan pendidikan lima tahun yang lebih tinggi.
Dukungan kedua negara juga dilakukan untuk peningkatan pertukaran mahasiswa
dan sarjana.
Hal ini diarahkan sebagai upaya pengembangan untuk memperkuat
kapasitas pendidikan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesepakatan juga dijalin untuk meningkatkan pendidikan dan kualitas guru.
3. Kelompok kerja untuk perubahan iklim dan lingkungan hidup
AS dan Indonesia memandang kepemilikan tanah sebagai langkah maju
yang besar bagi masyarakat hutan dan mengakui pentingnya sistem pemetaan
hutan yang akurat.
12. Kelompok kerja juga akan mengidentifikasi tantangan utama dan rencana
aksi untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan-plus sesuai
program REDD+. Kemudian sepakat untuk memperkuat perubahan iklim
pengukuran, pelaporan dan sistem verifikasi, juga memajukan pembentukan pusat
perubahan iklim dan melindungi keanekaragaman hayati, termasuk habitat yang
penting bagi kelangsungan hidup Orangutan dan Harimau. Kedua negara juga
sepakat memerangi penebangan liar; dan mempromosikan pengelolaan hutan dan
ekosistem laut.
4. Kelompok kerja perdagangan dan investasi
Kedua negara sepakat untuk membentuk kelompok kerja ini lantaran
investasi keduanya saling membutuhkan. Angka perdagangan bilateral mencapai
US$23,4 miliar pada tahun 2010 dan melonjak tajam jika dibandingkan pada
tahun 2009 yang hanya sebesar US$ 18,0 miliar. Indonesia melaporkan bahwa
negara-negara besar menjadi sumber terbesar ketiga di bidang investasi untuk
Indonesia.
5. Kelompok kerja bidang keamanan
Ini ditujukan untuk meningkatkan kerjasama hubungan militer kedua
belah negara. Antara lain, pengamanan wilayah maritim, kejahatan trans-nasional,
kontra terorisme, bantuan kemanusiaan/bencana, perdamaian, dan peningkatan
profesionalisme dan reformasi sektor pertahanan.
6. Kelompok kerja energi
Kelompok kerja ini dibentuk untuk mengidentifikasi isu-isu kebijakan
krusial untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia di sektor energi.
13. Perubahan Iklim Sebagai Isu Pembangunan
Pentingnya pengembangan pendanaan perubahan iklim di negara-negara
berkembang tidak lagi dapat mengikuti cara yang sudah ada, dimana biaya yang
akan ditanggung akan menjadi lebih besar. Kebutuhan tambahan ini akan
menambah tantangan mendasar yang sudah ada dalam bidang kesehatan,
pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan. Tantangan dalam
melindungi dan memberdayakan masyarakat miskin akan menjadi lebih berat
karena ancaman dari perubahan iklim terhadap mata pencaharian, kesehatan dan
ketahanan masyarakat tersebut.
Perubahan iklim akan mempengaruhi pendekatan-pendekatan
pengelolaan makro ekonomi, pilihan kebijakan fiskal, alternatif peningkatan
pendapatan negara, pasar asuransi dan pilihan investasi jangka panjang.
Departemen Keuangan akan dilibatkan melalui pengelolaan prioritas anggaran,
kebijakan penetapan harga, dan aturan pasar uang. Instrumen kebijakan fiskal
dan finansial akan diperlukan untuk mengarahkan insentif, investasi, alur
pembangunan dan dampak distribusi pada masyarakat miskin.
Gambar 1. Instrumen Kebijakan Ekonomi untuk Mitigasi dan Adaptasi
(Sumber: Pertemuan Tingkat Tinggi Perubahan Iklim, Bali, 2007)
14. Pada tanggal 2 hingga 5 April 2012, kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia dan Komando Pasifik Amerika Serikat (USPACOM)
bersama-sama mensponsori acara Regional Environmental Security Conference
(RESC) kedua di Asia. Menyadari adanya kerjasama mendalam antara AS dan
Indonesia dalam naungan Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia, selain juga
besarnya pengaruh kerjasama militer dalam meningkatkan keamanan lingkungan
hidup, USPACOM dan Kementerian Lingkungan Hidup RI berkerjasama lewat
kegiatan RESC untuk meningkatkan kolaborasi antara kedua negara serta
mencari solusi-solusi lingkungan hidup di tingkat regional.
Acara RESC ini diadakan bertepatan dengan pembukaan kampanye Earth
Month yang akan berlangsung sepanjang bulan April lewat berbagai kegiatan
yang ditujukan untuk menyoroti dan memperdalam kemitraan bilateral AS -
Indonesia di bidang lingkungan hidup. Dalam Kemitraan Komprehensif, AS
berkerjasama dengan Indonesia untuk merawat biodiversitas luar biasa yang
dimiliki Indonesia, menghentikan kerusakan lingkungan, dan menjaga
ketersediaan sumber-sumber daya alam bagi generasi di masa depan. Kerjasama
yang dipelopori oleh program-program seperti Green Prosperity Program senilai
$322 juta dari Millenneium Challenge Corporation, program-program
lingkungan hidup USAID dengan total dana sebesar $252 juta (termasuk $40 juta
lewat program Indonesia Forest and Climate Support - IFACS) dan program
konversi utang luar-negeri dengan pelestarian lingkungan hidup (debt-for-nature
swap) senilai $60 juta lewat Tropical Forest Conservation Act (TFCA).
Kerjasama yang dipelopori oleh program-program seperti Green
Prosperity Program senilai $322 juta dari Millenneium Challenge Corporation,
program-program lingkungan hidup USAID. Total dananya sebesar $252 juta
(termasuk $40 juta lewat program Indonesia Forest and Climate Support -
IFACS) dan program konversi utang luar-negeri dengan pelestarian lingkungan
15. hidup (debt-for-nature swap) senilai $60 juta lewat Tropical Forest Conservation
Act (TFCA).
Amerika Serikat juga bekerja pada tingkat regional melalui Perwakilan
AS untuk ASEAN dalam lingkup ASEAN dan KTT Asia Timur yang memiliki
tujuan untuk mendorong kesepakatan Tanggap Bencana Cepat yang
memungkinkan pengerahan Aset-Aset Pertahanan Sipil dan Militer secara cepat
untuk membantu upaya penanganan pasca bencana alam dalam skala yang luar
biasa besar.
Upaya yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
guna melindungi keanekaragaman hayati serta menjaga kelestarian sumber daya
ikan agar dapat menopang kepentingan ekonomi masyarakat khususnya para
nelayan. Dengan adanya Program Kawasan Konservasi laut (MPA), yang
merupakan program lanjutan dari Coral Triangle Support Program (CTSP) demi
tercapainya pengelolaan MPA secara efektif di Indonesia. Tak hanya itu,
Indonesia juga akan melibatkan unit teknis terkait guna melaksanakan program
kerja “Indonesia Marine and Climate Support” (IMACS) yang saat ini telah
memasuki tahap implementasi.
Dalam kerjasama ini, mencakup kerja sama mengatasi permasalahan
penyakit perikanan seperti udang vaname dengan mengembangkan benih yang
dinilai lebih tahan terhadap berbagai penyakit. Terkait hal ini, pihaknya juga
terus meningkatkan kemitraan antara Indonesia dengan Amerika Serikat terus
ditingkatkan untuk mengembangkan kawasan konservasi serta penguatan
industrialisasi kelautan dan perikanan.
Selain kerjasama yang dibangun, Indonesia mendapat bantuan dana hibah
dari Pemerintah AS melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat
ayau USAID senilai 800 ribu dolar AS guna memperkuat kerjasama penelitian
AS-Indonesia dalam rangka memelihara keanekaragaman hayati laut dan
lingkungan.
16. Sementara itu, Kerri Ann Jones (Perwakilan Kementerian Kelautan dan
Perikanan Amerika Serikat) mengatakan, pihaknya dalam kerja sama ini
menitikberatkan tentang keberlanjutan hasil perikanan dan perlindungan terhadap
wilayah kelautan. Kerja sama antara KKP dan National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) juga bertujuan antara lain untuk melihat
apakah terdapat unsur berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan dan kelautan
di kawasan perairan Indonesia.
Inisiatif hibah dari USAID yang dilaksanakan oleh National Academy of
Sciences (NAS) menerima 500 aplikasi dari 63 negara berkembang. Proses yang
berlangsung secara kompetitif tersebut memilih 41 proyek dari 25 negara, tujuh
diantaranya berasal dari Indonesia. Terpilihnya Indonesia dikarenakan prestasi
ilmiah dan menjanjikan prospek kerja sama yang kuat antara ilmuwan Indonesia
dan Amerika serikat .
17. BAB III
ISU LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERI
INDONESIA ERA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Pasca berakhirnya periode Perang Dingin beberapa tahun yang lalu,
upaya untuk memasukkan isu perubahan iklim dalam kebijakan luar negeri
(foreign policy) pada dasarnya telah dilakukan banyak pihak dalam kaitannya
dengan politik internasional, khususnya sejak penyelenggaraan United Nations
Conference on Environment and Development atau Earth Summit di Rio de
Janeiro pada tahun 1992. Isu perubahan iklim ini menjadi penting karena
beberapa tahun belakangan ini kerusakan akan ekosistem dunia semakin parah
yang berakibat pada banyak terjadi bencana alam dan peristiwa alam lainnya
dikarenakan lingkungan yang terus-menerus diganggu untuk kepentingan
pembangunan ekonomi. Menurut Nurul Isnaeni, isu perubahan iklim pada
hakekatnya merupakan refleksi atas pilihan yang dibuat oleh suatu negara dalam
kebijakan luar negerinya untuk menyikapi dinamika isu lingkungan di tingkat
global. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri suatu
negara adalah cermin dari kondisi di dalam negeri negara tersebut. Bab III akan
menguraikan tentang kebijakan luar negeri Indonesia pada era pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono dalam merespon isu lingkungan hidup khususnya
isu perubahan iklim dilanjutkan dengan penjelasan mengenai implikasi
berlakunya Protokol Kyoto bagi Indonesia. Juga akan dibahas mengenai proses
pengambilan keputusan (decision making process) mengenai isu lingkungan hidup,
hal-hal apa saja yang menjadi faktor eksternal dan faktor domestik sehingga
bermuara pada rumusan kebijakan luar negeri Indonesia dalam merespon isu
perubahan iklim global.
18. Penjelasan asumsi penelitian yang dapat dikemukakan berkaitan dengan
kebijakan luar negeri Indonesia dan isu lingkungan hidup global adalah sebagai
berikut:
1. Politik domestik merupakan variabel yang menentukan dalam
mempertajam kebijakan luar negeri dalam isu lingkungan hidup
khususnya isu perubahan iklim global.
2. Politik internasional dapat membentuk kebijakan domestik dan,
sekaligus, kebijakan luar negeri dalam isu lingkungan hidup khususnya
isu perubahan iklim global.
3. Jumlah dan tipe dari aktor-aktor yang membentuk sebagian besar
kebijakan luar negeri di bidang lingkungan hidup adalah tidak tunggal,
tetapi sangat beragam.
4. Kebijakan lingkungan luar negeri di bidang lingkungan hidup seringkali
bukan dilandasi kepentingan terhadap isu lingkungan hidup semata, tetapi
ada kepentingan-kepentingan lain yang mendorong proses formulasi
kebijakan luar negeri tersebut.
Sebagai negara berkembang, Indonesia memandang penting terhadap
partisipasinya dalam proses negosiasi internasional mengenai masalah lingkungan
hidup atau multilateral environmental agreements (MEAs) karena dengan adanya
partisipasi Indonesia sebagai negara berkembang dalam mengatasi masalah
lingkungan hidup akan dapat memberikan kesempatan untuk mendapatkan akses ke
sumber-sumber pendanaan dan teknologi baru yang diperlukan bagi pengelolaan
lingkungan hidup. Jika pemerintah Indonesia tidak dapat memanfaatkan peluang ini
dengan baik, maka partisipasi Indonesia dalam masalah perubahan iklim akan
menjadi tidak ada artinya. Karena itu pemerintahan perlu menunjukkan
ketegasannya agar jangan sampai partisipasi Indonesia dalam masalah lingkungan
hidup dipandang tidak cukup berperan dalam mempengaruhi hasil perundingan.
19. Sebelum membahas seberapa penting isu lingkungan hidup dalam kebijakan
luar negeri Indonesia, perlu dilihat terlebih dahulu bagaimana negara-negara lain
menempatkan isu lingkungan hidup dalam kebijakan luar negerinya, khususnya di
negara-negara maju. Pada masa pemerintahan Presiden Clinton, Amerika Serikat
membentuk Deputi Khusus Kementerian Luar Negeri yang menangani masalah-
masalah global yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Pemerintah Amerika
Serikat juga telah memasukkan mekanisme environmental impact assessment (EIA)
ke dalam kebijakan luar negeri AS. Akan tetapi, persoalan tentang perubahan iklim
sangat tergantung pada kondisi politik dalam suatu negara yang bisa berubah dari
satu partai penguasa ke partai penguasa yang lain misalnya Presiden Clinton dari
Partai Demokrat menandatangani Protokol Kyoto, namun ketika George Walker
Bush yang menjadi Presiden, maka Protokol yang sudah ditandatangani tersebut,
akan dapat dimentahkan lagi. Karena adanya kepentingan-kepentingan dari para
pengusaha di Amerika Serikat yang memandang bahwa jika Protokol itu diratifikasi,
maka kelangsungan pertumbuhan ekonomi AS akan menjadi terbatas.
Proses Pengambilan Keputusan (Decision Making Process)
Secara teoritis, ada tiga elemen utama yang menentukan politik luar
negeri suatu negara: sistem internasional, sistem politik domestik, dan aktor
pengambil keputusan politik luar negeri. Ketiga elemen tersebut merupakan input
yang menentukan output (kebijakan) dan outcome (implementasi) politik luar
negeri. Dalam kasus Indonesia, dengan dukungan kapabilitas nasional (politik-
ekonomimiliter) yang relatif lemah, bargaining position Indonesia di dunia
internasional pun cenderung menurun. Dalam kondisi seperti ini, politik luar
negeri Indonesia sulit menyentuh, apalagi mempengaruhi sistem internasional.
Perubahan global yang terjadi sejak berakhirnya Perang Dingin,
mempengaruhi sistem domestik Indonesia: demokratisasi politik, meningkatnya
peran masyarakat sipil dalam mempengaruhi keputusan politik, liberalisasi ekonomi,
demiliterisasi peran politik TNI, masuknya isu HAM dan lingkungan hidup dalam
20. wilayah politik publik, dan lain sebagainya. Khususnya bidang politik luar negeri,
terjadi perubahan-perubahan mendasar; yang mencakup dua wilayah utama, normatif
dan struktural, yang berpengaruh langsung pada sistem pengambilan keputusan,
kebijakan dan implementasi politik luar negeri.
Pertama, sejak tahun 1999 setelah ditetapkannya UU Hubungan Luar Negeri
(UU No. 37 Tahun 1999), untuk pertama kali dalam sejarah, Indonesia memiliki
sebuah Undang-undang yang mengatur hubungan luar negeri3. Kedua, dengan adanya
UU Nomor 37 tersebut, praktis merubah struktur politik luar negeri Indonesia,
termasuk struktur pengambilan keputusan, pertanggungjawaban dan pembiayaan
politik luar negeri Indonesia. Apabila selama masa Orde Baru, struktur pengambilan
politik luar negeri didominasi oleh kelompok elit, yaitu Presiden (center of power),
militer (link keamanan), Departemen Luar Negeri (link diplomasi), dan Bapenas (link
ekonomi), dengan adanya UU nomor 37 peran lembaga perwakilan rakyat tidak bisa
diabaikan. DPR, melalui Komisi 1 yang membidangi masalah Luar Negeri, secara
aktif dan kontinyu berpeluang melakukan pengawasan (hak kontrol) dan penentuan
anggaran (hak budget) terhadap proses penyusunan, kebijakan dan implementasi
politik luar negeri.
Ketiga, sejalan dengan proses demokratisasi, terjadi pula demokratisasi
politik luar negeri Indonesia. Dengan meningkatnya peran DPR dalam penentuan
kebijakan dan kebebasan pers untuk meliput politik luar negeri di ruang parlemen,
membawa perubahan mendasar dalam hal relasi antara isu politik luar negeri dan
publik Indonesia. Sehingga, dalam beberapa tahun terakhir ini kita melihat adanya
angin perubahan; politik luar negeri yang sebelumnya merupakan wilayah elit politik,
kini menjadi isu publik. Perubahan tersebut, di satu pihak mendorong proses
demokratisasi politik luar negeri, di pihak lain bisa juga mengarah pada inefektifitas
dan inefisiensi pengambilan keputusan dan pelaksanaan politik luar negeri, apabila
kekuatan-kekuatan politik yang ada di DPR menggunakan isu politik luar negeri
lebih sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik, ketimbang bersama pemerintah
(eksekutif) menggolkan kepentingan nasional.
21. Banyaknya pengaruh yang bermain dalam faktor-faktor domestik tersebut
bila dikaitkan dengan teori menurut Daniel S. Papp, yang menyatakan bahwa proses
perumusan foreign policy mesti menempuh lika-liku yang panjang. Banyaknya
kepentingan yang diusung pihak-pihak membuat proses penyusunan kebijakan luar
negeri menjadi arena tarik menarik untuk memenangkan masingmasing
kepentingannya. Untuk menguraikan proses perumusan kebijakan luar negeri sebuah
negara, setidaknya dapat meminjam tahapan foreign policy decision making proces
yang dikemukakan Daniel S. Papp. Dalam penyusunan kebijakan luar negeri Papp
membagi tahapannya dalam : goal setting; intelligence gathering, reporting, and
interpreting; option formulation; planning and programming; decision making;
policy articulation; policy implementation; policy monitoring; policy appraisal;
policy modification; and memory storage and recall5.
Menurut Papp, tahap goal setting di negara demokratis seringkali sulit
dicapai kesepakatan apa wujud kepentingan nasionalnya, lalu kebijakan luar negeri
seperti apa untuk mencapai kepentingan nasional tersebut. Saat kepentingan nasional
telah disepakati sekalipun, formula kebijakan luar negeri mesti menempuh proses
panjang untuk mencapai kata akhir sebagai kebijakan resmi negara. Bentuk kebijakan
luar negeri yang dihasilkan acapkali merupakan bentuk akomodasi dan kompromi
dari pihak-pihak yang berkepentingan. Adakalanya lanjut Papp, perlu tambahan
informasi dengan mencari tahu apa yang telah dilakukan, apa yang sedang dilakukan,
dan apa yang direncanakan negara lain serta apa dampaknya bila hal tersebut benar-
benar dijalankan. Dalam fase ini Papp menyebut tiga faktor penting intelligence
gathering yaitu : capabilities, intentions, and feedback. Decision making process
sebagaimana diuraikan Papp diharapkan mampu menghasilkan kebijakan luar negeri
sebuah negara yang optimal dalam rangka mencapai national interest. Papp sendiri
mengingatkan bahwa decision making process akan menjadi sangat fleksibel
penerapannya dalam merespon perubahan sistem internasional yang berkembang
demikian cepat. Sebab kebijakan luar negeri adakalanya mesti diputuskan dalam
waktu singkat untuk merespon peristiwa penting yang mendadak terjadi serta
mempengaruhi hubungan antar negara. Dalam keadaan demikian keterlibatan pihak-
22. pihak menjadi terbatas. Yang menonjol kemudian adalah interaksi politik sempit di
antara lingkaran kekuasaan, di mana situasi hubungan antara political leader dengan
anggota elit politik sangat mempengaruhi bentuk kebijakan luar negeri yang
dihasilkan. Dalam batas tertentu dukungan elit politik senantiasa mencerminkan
dukungan real dari konstituen. Kebijakan luar negeri yang didukung oleh elit politik
yang berpengaruh akan menghasilkan kebijakan dengan legitimasi kuat. Dengan
demikian kebijakan luar negeri sebagai refleksi politik domestik harus diputuskan
oleh political leader yang dipercaya oleh para elit poltik bahwa kebijakan yang
diambil sudah diputuskan secara tepat. Bila elit politik tidak percaya pada political
leader karena berasal dari kekuatan politik yang berbeda maka situasi akan menjadi
rumit. Maka elit politik pendukung ini mesti meyakini penuh bahwa political leader
mampu memerintah dan meyakinkan publik terhadap kebijakan luar negeri yang
diambil.
Kembali kepada hambatan dan tantangan Indonesia pada masa
pemerintahan sekarang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap
masyarakat dunia tidak kehilangan perhatian dengan masalah lingkungan hidup
meski saat ini krisis keuangan global kembali mengguncang.
Dalam pidato kunci pada Konferensi Hutan Indonesia bertema "Masa
Depan Alternatif untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan, Hutan, Bahan Bakar, dan
REDD+" di Jakarta, Selasa, Presiden menegaskan saat ini dunia masih
menghadapi tantangan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. "Pemanasan
global semakin mengancam keberlangsungan hidup. Untuk itu, karena saat ini
kita menghadapi lagi krisis keuangan global, saya berharap negara-negara di
dunia tidak kehilangan perhatian terhadap berbagai komitmen dalam bidang
lingkungan".
Dalam acara digagas oleh lembaga nirlaba internasional "Center for
International Forestry Research" (CIFOR) yang dihadiri oleh Menteri
Lingkungan Hidup Norwegia Erik Solheim dan Menteri Luar Negeri Inggris Jim
Paice itu, Presiden mengajak dunia untuk menyeimbangkan pembangunan
23. ekonomi dengan pelestarian lingkungan guna menjamin keberlangsungan
kehidupan umat manusia
Namun, Presiden memastikan pencapaian tujuan itu tanpa mengorbankan
hutan tropis Indonesia yang merupakan ketiga terluas di dunia. Dan Pemerintah
Indonesia harus mencapai tujuan pembangunan dan secara bersamaan dalam
mengelola kelestarian hutan, yang mana kelestarian hutan, sangat erat kaitannya
dengan ketahanan pangan, ketersediaan kayu serta bahan bakar.
Sebagai negara berpenduduk lebih dari 230 juta jiwa, Indonesia sangat
terpengaruh dengan kenaikan harga komoditi pangan. Untuk itu pemerintah
menjalankan program peningkatan pertanian dan produktivitas hutan terutama
melalui penanaman lahan kritis dan terlantar. Hutan merupakan sumber daya
alam sebagai penyedia sumber daya potensial energi terbarukan seperti
mikrohidro, gerotermal, dan bioenergi. Ekosistem hutan menyediakan
keuntungan kompetitif yang menggantikan bahan bakar konvensional dengan
sumber daya energi terbarukan.
Presiden SBY menjelaskan pemerintah Indonesia memasukkan perspektif
dan komitmen menjaga lingkungan hidup dalam agenda pembangunan. Upaya
yang dilakukan Indonesia dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup,
tercakup dalam rencana induk peningkatan dan perluasan pembangunan
Indonesia yang berjangka waktu 15 tauhun ke depan.
Indonesia telah menjalankan komitmen untuk mengurangi emisi karbon
hingga 26 persen. Langkah pengurangan emisi karbon ini, antara lain, berupa
pencegahan perusakan hutan, melaksanakan reforestasi, dan mencegah
kebakaran hutan, dan melawan pembalakan liar. Presiden SBY mengharapkan
adanya kerja sama yang kuat dengan Negara-negara sahabat dalam penyelesaian
masalah sindikat internasional yang menadah curian (illegal logging) dari
Indonesia. Indonesia juga menetapkan moratorium untuk penggunaan lahan
gambut karena merusak. Kemudian memperbaiki tata ruang daerah yang ada
24. kawasan hutannya, seperti Kalimantan dan Papua. Dan mengupayakan agar
Indonesia terus menggalakkan penanaman pohon melalui program Tanam Satu
Miliar Pohon, yang mana dalam 35 tahun lagi dengan satu tahun 1 milar pohon
lebih, Indonesia akan menjadi lebih bagus, lebih bersih, dan mampu
berkontribusi menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global pada tingkat
dunia.
Untuk Lingkungan Hidup dan Kerjasama Perubahan Iklim, Amerika
Serikat mengakui janji awal Presiden Yudhoyono di G-20 di Pittsburgh untuk
mengurangi rumah kaca di Indonesia emisi gas hingga 41% di bawah bisnis
seperti biasa pada tahun 2020, serta dukungan Indonesia untuk G-20 untuk
berjanji untuk menghilangkan subsidi bahan bakar fosil. Dalam rangka
mendukung janji, Copenhagen Accord, dan tujuan kita bersama tentang
perubahan iklim, Presiden Obama berkomitmen $ 136.000.000 selama tiga tahun
dalam berbagai program terhadap Lingkungan dan kerjasama Perubahan Iklim,
yang meliputi:
$119 juta SOLUSI kemitraan, yang merupakan wilayah utama
Lingkungan dan Iklim keterlibatan-Ilmu, Oceans, Penggunaan
Lahan, Masyarakat dan Inovasi – dan berarti “Solusi” dalam
bahasa Indonesia. Program mencakup bawah SOLUSI termasuk
Konservasi Hutan Tropis kedua perjanjian Undang-Undang,
Kehutanan dan Iklim Support Project (IFACS), Kelautan dan
Iklim Dukungan Program (IMACS), Pengembangan Energi
Bersih program, dan lain-lain.
Mendukung Indonesia dalam membentuk Pusat Perubahan Iklim
yang akan bekerja erat dengan para pemangku kepentingan
nasional, regional, dan lokal masuk dan keluar dari pemerintah,
menghubungkan ilmu pengetahuan dengan kebijakan pada
prioritas strategis di bidang perubahan iklim, dan berfokus
25. awalnya pada emisi dari lahan gambut. Amerika Serikat dengan
bangga mengumumkan $ 7 juta pada dukungan untuk Pusat dan $
10 juta untuk proyek-proyek terkait dan kemitraan, termasuk
kemitraan publik-swasta difokuskan pada mengatasi tantangan-
tantangan yang terkait iklim di Indonesia. Indonesia dan Amerika
Serikat menyambut kontribusi pencocokan Norwegia ke Pusat dan
mendorong negara-negara lain dan lembaga untuk bergabung
dalam perkembangannya.
26. BAB IV
PENERAPAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA – AMERIKA
SERIKAT DALAM MENANGANI ISU LINGKUNGAN HIDUP
Kebijakan luar negeri yang telah dirumuskan dan ditetapkan, diharapkan
dapat digunakan untuk memperjuangkan berbagai kepentingan nasional bangsa
Indonesia, salah satunya berupa kepentingan di bidang lingkungan hidup. Karena
lingkungan ini merupakan hal yang penting untuk diperhatikan berkaitan dengan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ekonomi dari negara itu sendiri. Perlunya
pemerintah menjaga lingkungan hidup karena lingkungan hidup merupakan
sumber daya alam yang sangat penting bagi pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan yang dilakukan secara berkesinambungan dan
berkelanjutan akan sangat erat kaitannya dengan persoalan lingkungan dan
berbagai bidang lainnya seperti masalah ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya.
Karena pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara haruslah memperhatikan
keselamatan lingkungan, melestarikan fungsi ekosistem yang mendukungnya,
serta memperhatikan manfaat kegiatan untuk berkembang secara bersama-sama
dan tentunya perlu mendapat dukungan yang luas dari masyarakat melalui peran
aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem baik di masa sekarang maupun
pada periode di masa datang.
Berdasarkan kajian Bryner, sedikitnya ada lima langkah yang terkait
dengan aktivitas pemerintah suatu negara pihak paska perundingan, yaitu: 1)
policy (re)formulation and enactment; 2) ratification; 3) implementation; 4)
monitoring compliance dan 5) evaluation. Dalam perumusannya, perlu
diperhatikan karakter isu lingkungan yang sangat unik dibandingkan dengan isu
sosial lainnya, yaitu:
27. 8. Isu lingkungan merupakan barang publik (public goods). Berarti bahwa
masalah lingkungan hidup bukan hanya masalah satu pihak saja karena
itu perlunya peran serta aktif baik dari masyarakat maupun pemerintah
agar masalah perubahan iklim ini dapat segera di atasi bersama-sama.
9. Isu lingkungan hidup berskala global dan bersifat “global commons”
umumnya bersifat lintas batas yuridiksi nasional suatu negara
(transboundary problems). Berarti harus ada semacam lembaga khusus
yang menangani masalah lingkungan hidup karena ini bersifat lintas batas
yang berarti bahwa dapat mempengaruhi kedaulatan suatu negara secara
tidak langsung.
10. Adanya koordinasi yang kuat antara pemerintah selaku pengambil
keputusan dengan pihak-pihak lain yang memahami isu perubahan iklim
ini karena karakter alamiah dari lingkungan hidup sebagai sebuah
ekosistem dengan interkoneksi dari sub-sistemnya yang sangat kompleks
(complexity and uncertainty).
11. Kerusakan lingkungan merupakan salah satu akibat dari pembangunan
yang tidak terkendali sehingga kebanyakan kasus kerusakan lingkungan
sangat sulit atau bahkan sama sekali tidak dapat diperbaiki kembali ke
kondisi semula (irreversibility). Karena itu perlunya ketegasan dari
pemerintah agar ada suatu sistem kebijakan dan mekanisme yang lebih
mengutamakan keselamatan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk
yang ada di dalamnya.
12. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai kepentingan pihak yang
berkaitan dengan pembangunan karena masalah penanggulangan
kerusakan lingkungan akan mempengaruhi banyak kepentingan, baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi perekonomian suatu negara.
13. Banyak masalah lingkungan bersifat lintas sektoral dan multidimensi
sehingga membutuhkan koordinasi yang transedental terhadap sekat-sekat
28. birokratis. Tantangannya adalah sistem pemerintahan yang terstruktur
berdasarkan tugas dan tanggung jawab (administrative fragmentation)
yang telah ditetapkan oleh Presiden sehingga perlu berkoordinasi dengan
departemen dan pihak-pihak terkait agar jangan sampai ada yang merasa
dirugikan akibat dari kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut.
14. Kerusakan lingkungan seringkali merupakan akibat langsung (by-
product) dari aktivitas yang absah secara legal (legitimate). Karena itu
diperlukan cmpur tangan dari pemerintah selaku pembuat kebijakan agar
aturannya dapat berjalan dengan baik dan perangkat hukum yang ada juga
dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Amerika Serikat dan Indonesia memaparkan kerjasama program Inisiatif
Lingkungan Indonesia-Amerika. Duta Besar Amerika untuk Indonesia Scot
Marciel mengatakan, program ini merupakan kerjasama dua negara dalam rangka
kerjasama menyeluruh (comprehensive partership). Tujuan dari program ini
adalah menuntaskan permasalahan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Bantuan Amerika sebesar hampir Rp 1,5 triliun ini tersebar di berbagai
kementerian untuk menuntaskan permasalahan perubahan iklim. Kementerian itu
antara lain kementerian kehutanan, lingkungan hidup serta Energi dan Sumber
Daya Mineral. Program kerjasama itu antara lain pengoptimalan energi
terbarukan dan ramah lingkungan, penyelamatan hutan dan perlindungan
kawasan konservasi laut daerah.
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan peran
militer juga penting dalam menjaga kualitas lingkungan hidup. Kekuatan militer
dapat dioptimalkan untuk mengatasi ancaman lingkungan. Selain melindungi
dari kriminal lingkungan seperti illegal logging dan illegal fishing, militer dapat
disalurkan dalam kegiatan-kegiatan pemulihan lingkungan. "Kekuatan militer
dapat dioptimalkan melalui pemulihan sumber daya air dan sungai yang
rusak,reboisasi lahan kritis,dan rehabilitasi terumbu karang yang rusak".
29. Isu lainnya yang akan diangkat adalah tentang evakuasi massal akibat
bencana. Masalah tersebut akan menimbulkan masalah lain seperti konflik
antarnegara dan keamanan sosial. Konflik yang dimaksud, misalnya dari
kebakaran hutan, penyelundupan limbah B3, dan illegal logging. Kementrian
Lingkungan Hidup sebelumnya sudah membuat MoU (Memorandum of
Understanding) dengan Kapolri pada Juni 2010. Tujuannya adalah percepatan
pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sebagai bagian dari Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia, Amerika
Serikat telah menjanjikan lebih dari $ 450 juta untuk kerjasama lingkungan dan
perubahan iklim. Amerika Serikat bekerja sama dengan Indonesia dalam
berbagai kegiatan dalam rangka menciptkaan pertumbuhan karbon yang rendah
serta meningkatkan kesadaran akan ancaman-ancaman utama bagi lingkungan,
diantaranya:
Mempromosikan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan Yang
Ramah Lingkungan: Melalui Millennium Challenge Corporation
(MCC) Compact untuk Indonesia, Pemerintah Indonesia akan
melaksanakan Proyek Kesejahteraan Hijau (Green Prosperity Project)
senilai 332,5 jutal dolar guna mendukung pertumbuhan ekonomi
lingkungan yang berkelanjutan melalui manajemen peningkatan hutan,
lahan gambut, dan sumber daya alam lainnya serta penyebaran energi
terbarukan.
Memperkuat Kebijakan Perubahan Iklim: Amerika Serikat
memberikan bantuan dana sebesar 6,9 juta dolar untuk mendukung –
bersama dengan dana dukungan dari Norwegia – guna membentuk Pusat
Perubahan Iklim atau Indonesian Climate Change Center (ICCC) yang
baru,yang akan fokus pada pemetaan dan pemantauan lahan gambut yang
kaya akan karbon dan hutan tropis dengan menggunakan keahlian dari
US Forest Service. Institusi ini akan membawa ilmu yang terbaik serta
30. analisis untuk para pembuat kebijakan Indonesia dan dunia internasional,
mengenai keputusan kunci dan strategis untuk mitigasi serta adaptasi
perubahan iklim.
Pelestarian Hutan Tropis: Amerika Serikat dan Indonesia
menandatangani Perjanjian Konservasi Hutan Tropis (TFCA) kedua pada
bulan September 2011 yang memungkinkan untuk pengalihan utang
untuk pemelihraan lingkungan sebesar 28,5 juta dolar guna mendukung
pelestarian hutan tropis.
Melindungi Masyarakat Pesisir dan Perikanan: Amerika Serikat
berencana untuk menyediakan paling sedikti 40 juta dolar untuk kurun
waktu lima tahun guna mendukung prakarsa Segitia Terumbu Karang
atau Coral Triangle Initiative (CTI) untuk terumbu karang, perikanan dan
ketahanan pangan, ICT merupakan kemitraan multilateral antara
Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Timor Leste, dan Kepulauan
Solomon untuk melindungi laut di Asia Tenggara dan sumber daya
hayati pesisir. Selain itu, dukungan bilateral senilai 35 juta dolar untuk
meningkatkan perikanan dan pengelolaan pesisir di Indonesia untuk
kurun waktu lima tahun.
Bergerak maju pada SOLUSI: Amerika Serikat telah memulai program
USAID baru senilai 58 juta dolar untuk pengelolaan hutan, sumber daya
kelautan, dan energi bersih, sebagai bagian dari 119 juta program
kemitran SOLUSI dengan Indonesia untuk pencapaian emisi rendah.
Meningkatkan Kualitas Udara: US Environmental Protection Agency
(EPA) dan Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia menandatangani
nota kesepahaman pada bulan Juni 2011, untuk memperluas kerjasama
lingkungan, dan meresmikan program "Breath Easy, Jakarta" dalam
rangka meningkatkan kualitas udara dan melindungi kesehatan
masyarakat.
31. BAB V
KESIMPULAN
Dalam beberapa tahun belakangan ini, isu global dunia banyak
memperhatikan isu lingkungan terutama pemanasan global dan kabut asap.
Pemanasan global merupakan akibat dari meningkatnya temperatur rata-rata
atmosfir, laut dan daratan yang di akibatkan penipisan lapisan ozon yang
merupakan dampak dari pemakaian emisi gas rumah kaca secara terus-menerus
yang dampak buruknya sudah dirasakan diberbagai wilayah didunia. Untuk
wilayah Indonesia kapasitas polusi kabut asap sangat besar dan telah banyak
mengancam kehidupan manusia khususnya di negara-negara sekitar teritori
Indonesia, sehingga dalam masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sangat banyak memperhatikan kepada masalh ini, hal ini
dikarenakan menyangkut nama baik Indonesia di dunia Internasional.
Untuk meminimalisir dampak buruk tersebutm, Pemerintahan RI
mengkampanyekan penanggulangan pemanasan global dan kabut asap dengan
aktif menjalankan berbagai kerjasama dengan negara lain baik bilateral maupun
multilateral, diantaranya dengan menjadi tuan rumah konferensi perubahan iklim
PBB yang di adakan di Nusa Dua Bali, Indonesia pada tanggal 3-14 Desember
2007. konferensi ini sebagai lanjutan dari Protokol Kyoto yang diadakan di
Jepang pada Desember 1997 untuk membahas pengurangan pemakaian emisi gas
rumah kaca di dunia.
Selain dari hal tersebut dengan adanya kerjasama yang dilakukan antar
kawasan regional dan bilateral, terutama kerjasama dengan Amerika Serikat
dalam menangani permasalahan Lingkungan hidup di Indonesia, membantu
proses pelaksananaan lebih mudah dan dapat menemukan solusi yang baik dari
kebijakan kerjasama kedua negara, akan tetapi jika semua keadaan ini tidak
dilanjutkan dan tidak adanya kesadaran dari setiap masyarakat hasil yang dicapai
tidak akan maksimal dan kerjasama yang dilakukan akan menjadi sia-sia.
32. DAFTAR PUSTAKA
Robert Chase, Hill & Kennedy, The Pivotal States: A New Framework for U.S.
Policy in the Developing World, New York: WW. Norton & Co, 1999, hal. 305-
306.
“Rencana Strategis Kementerian Negara Lingkungan Hidup Tahun 2005-2009”
PeraturanMenteri Negara Lingkungan Hidup No. 04/2005. Jakarta: Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, 2005.
Surya T. Djajadiningrat, “Industrialisasi dan Lingkungan Hidup : Mencari
Keseimbangan”, dalam Teologi Industri, Muhammadiyah University Press.
1996, hal. 121.
Jack C. Plano dan Roy Olton, KAMUS HUBUNGAN INTERNASIONAL
Held David, ”Democrazy at the Global Order”, Oxford: Oxford University
Press, London, 1995, hal. 64.
Sekretariat Negara RI, Lembaran Negara: UU Republik Indonesia No. 37/1999
tentang Hubungan Luar Negeri Indonesia, Departemen Luar Negeri, 2005.
Daniel S. Papp, Contemporary International Relations, 5th ed, Allyn & Bacon,
Boston. 1997. hal.
136-143.
Howard H. Lentner, Foreign Policy Analysis, A Comparative and Conceptual
Approach , A Bell & Howell Company, Columbus, Ohio, 1974. hal. 160-167.
34. - http://www.108csr.com/home/news.php?id=9740
- http://www.antaranews.com/berita/1317123817/presiden-harap-krisis-
keuangan-tidak-alihkan-isu-lingkungan
- http://www.mongabay.co.id/2012/05/23/kawasan-konservasi-laut-
indonesia-semakin-dekati-target/
- http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2012/02/15/7674.html
- http://www.fiscalpolicyforclimatechange.depkeu.go.id/index.php?pg0=2
- http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/prid_19112011_6.html
- http://www.deplu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=7&l=id
Sumber Data Jurnal Ilmiah:
- Andre H. Pareira, ”Tantangan Politik Luar Negeri Indonesia
Kontemporer”, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Vol. 1 No. 2,
Jakarta, Mei 2005, hal. 149-159.