MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
PendidikanMasaDepan
1. GAMBARAN INDONESIA 15 TAHUN YANG AKAN DATANG
KHUSUSNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dibuat Oleh : YAYU MEGA DINI - 18210611
Program Study Ekonomi Manjemen
Jurusan Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
2. Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen : Sri Waluyo
Topik Tulisan
GAMBARAN INDONESIA 15 TAHUN YANG AKAN DATANG
KHUSUSNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Kelas : 2-EA32
Dateline Makalah : 31 Mei 2015
Tanggal Penyerahan Makalah : 31 Mei 2015
P E R N Y A T A A N
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam penyusunan
makalah ini saya buat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, saya siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai
1/100 untuk mata kuliah ini.
P e n y u s u n
N P M Nama Lengkap Tanda Tangan
18210611 Yayu Mega Dini
Program Sarjana Ekonomi Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
3. KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan saya
waktu, kesempatan dan juga ilmu dalam menyelesaikan tulisan ini, dengan judul : “Gambaran
Indonesia 15 Tahun Yang Akan Datang Khususnya Dalam Dunia Pendidikan” sebagai tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
menyusun tulisan ini, khususnya kepada dosen pengajar Pendidikan Kewarganegaraan yaitu
Bapak Sri Waluyo yang telah memberikan ilmu kepada saya dan juga kepada teman-teman
yang telah membantu.
Saya berusaha menyusun tulisan ini dengan segala kemampuan, namun saya menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
membangun sangat saya butuhkan untuk dapat menyempurnakannya di masa mendatang.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat serta menambah ilmu pengetahuan dan
semangat bagi Mahasiswa dan juga para pembaca untuk bersama-sama membuat pendidikan
Indonesia yang berkualitas dan memiliki kesetaraan, agar terciptanya generasi penerus yang
lebih baik dan lebih maju lagi di Negara kita tercinta Republik Indonesia.
Bekasi, 29 Mei 2015
Yayu Mega Dini
4. GAMBARAN INDONESIA 15 TAHUN YANG AKAN DATANG
KHUSUSNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Sebagaimana sudah diketahui dalam abad ke 21 ini sudah berubah total baik masyarakat
maupun dunia pendidikannya. Sekolah yang kami paham sampai saat ini sudah terbentuk
sejak abad ke 19 dalam rangka pengembangan pendidikan anak dan juga mendorong
industrialisasi.
Jadi awalnya sekolah itu dibentuk untuk mendukung pembentuk masyarakat madani dan juga
industrialisasi namun sejak tahun 1989 dimana sejak Jerman sudah bersatu tiba-tiba mulai era
globalisasi sampai saat ini. Dan sejak dimulainya globalisasi pasar di dunia itu mulai jadi satu
sejalan dengan kapitalisme yang berjalan dan sudah dimulai di Amerika Utara, Eropa dan
Amerika Timur sudah ada gejala-gejala seperti itu. Kalau negara-negara Asia belum menjadi
satu karena terjadi keanekaragaman budaya dan suku, namun pada suatu saat akan terjadi
seperti di negara barat. Jadi negara/pasar akan menjadi satu dan mungkin mata uang akan
menjadi satu. Jadi kalau jaman dulu pasar itu per negaranya tapi saat ini karena adanya
globalisasi, suatu kesatuan komunikasi akan menjadi luas.
Jadi prinsip/filosofi yang berlaku di sekolah harus ada perubahannya. Dan satu lagi prinsip
yang didasari dalam tuntutan sekolah jaman dulu yaitu industrialisasi sudah mengalami
perubahan.
Negara-negara maju seperti Jepang sudah tidak mengalami era indutrialisasi tapi sudah
mengalami paska industirialisasi. Saya sendiri lahir pada tahun 1951. Pada saat saya lahir,
pasar tenaga kerja kebanyakan masih petani.
Waktu saya masih menjadi siswa SD, SMP, SMA, Jepang sudah mengalami industrialisasi
seperti Indonesia alami saat ini. Pada saat itu sekitar 75% pasar kerja ditempati oleh pekerja
di pabrik. Sekarang bagaimana? Sekarang ini karyawan/buruh pabrik hanya sekitar 20% di
pasar tenaga kerja. Petani hanya 8% di pasar kerja. Masyarakat sudah berubah total.
Menurut analisa OECD, 10 tahun yang akan datang, Jepang mengalami pasar kerja yang
sangat berubah. Mungkin buruh di pabrik dibawah 8%. Dalam era industrialisasi pasar kerja
berupa bentuk yang mudah. Di puncak piramida hanya segelintir orang yang memiliki
intelektual yang tinggi. Sebagian besar merupakan buruh kasar atau yang kurang rapi. Namun
kalau sudah mengalami perubahan menjadi era paska industrialisasi, buruh kasar atau yang
kurang terampil sudah pindah ke pasar negara lain. Seperti negara-negara berkembang.
Jadi kebutuhan di pasar kerja berubah total bentuknya. Dari puncaknya yang kecil menjadi
makin banyak dibutuhkan banyak pekerjaan seperti itu. Perubahan seperti itu sudah terjadi di
Jepang selama 1992-2002 (10 tahun).
Contohnya pada tahun 1992, lowongan lulusan SMA 1,65 juta. 10 tahun kemudian di 2002
lowongan lulusan SMA menjadi hanya 157 orang. Jadi sekitar 98% lowongan kerja atau
kesempatan kerja bagi mereka hilang. Jadi kalau hanya sekedar lulusan SMA saja sangat sulit
mendapatkan pekerjaan. Harus meningkatkan terus pendidikan selama-lamanya. Jadi
masyarakat sekarang ini berbasis dengan intelektual atau dengan pengetahuan tinggi yang
semakin rumit dan komplek.
5. Jadi masyarakat itu berdasarkan informasi intelektualitas mencakup dibidang
finance/keuangan atau bidang-bidang jasa seperti pendidikan, medis dan kesejahteraan. Jadi
bidang seperti ini yang semakin dibutuhkan. Fenomena seperti itu sudah terjadi di hampir
semua negara yang masuk di OECD yang terdiri dari 34 negara. Jadi masyarakat sangat
berubah tentunya sekolah harus diikuti perubahan tersebut. Jadi sekolah dijadikan suatu
tempat untuk belajar untuk kebutuhan selama-lamanya. Jadi kita harus belajar selama-
lamanya sepanjang hidup. Sekolah harus dijadikan suatu tempat mengajari dasar-dasar yang
dibutuhkan.
Sebagaimana diketahui Indonesia sedang mengalami pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia
saat ini. Pertumbuhan Indonesia sangat pesat dilihat dari angka tahun lalu yaitu sekitar 16,8%
pertumbuhan ekonominya. Bapak/Ibu tahu pertumbuhan ekonomi di Jepang tahun lalu berapa
persen? Minus 0.75%. Tapi itu bukan suatu fenomena yang aneh di dunia ini. Di negara-
negara maju pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, rata-rata 1-3%.
Jadi kalau sudah melewati masa industrialisasi, suatu negara itu pasti mengalami
pertumbuhan yang sangat rendah. Kalau melihat percepatan pertumbuhan Indonesia saat ini
bisa diperkirakan 10-15 tahun yang akan datang, Indonesia akan mengalami “Era Paska
Industrialisasi”. Jadi kita harus mengantisipasi masa yang akan datang. Siswa-siswa saat ini
pasti mengalami era paska industrialisasi.
Kalau begitu apa yang harus kita antisipasi dalam abad 21, ada 4 poin. Ini merupakan ciri
khas kurikulum pendidikan nasional yang ada di 34 negara anggota OCD. Negara-negara
OCD sudah menyusun kebijakan pendidikannya berdasarkan berikut ini.
Pertama, mengantisipasi masyarakat yang berbasis pengetahuan. Kita harus mendapatkan
kemampuan bagaimana memberdayakan kapasitas yang kita miliki. Maksudnya tidak hanya
mendapatkan pengetahuannya saja tapi memanfaatkan dan mengaplikasikan apa yang kita
dapat. Dalam hal ini setiap negara menitikberatkan beberapa poin. 1. Kreatifitas atau daya
eksplorasi atau kemampuan komunikasi dalam hal ini harus diutamakan.
Kedua, kita harus mengantisipasi masyarakat yang terdapat berbagai budaya atau
keanekaragaman yang harus kita hargai. Tapi menurut saya Indonesia sebetulnya dari dulu
merupakan masyarakat yang terdapat keanekaragaman budaya, suku, bahasa dan sebagainya.
Seperti yang kita ketahui, Eropa tidak seperti di Indonesia. Tidak terdapat berbagai budaya.
Tapi di negara-negara Eropa seperti itu sedang mengalami perubahan dimana terdapat
berbagai aneka budaya dan keanekaragaman.
Coba kita lihat ke London sekitar 75% penduduk ternyata dari luar. Italia atau Finlandia itu
tadinya hanya 1 suku saja tapi negara seperti itupun sekitar 15% itu imigran atau pendatang
dari luar. Beberapa negara sudah berhasil merespon perubahan seperti, Finlandia, Australia
dan sebagainya. Dan juga Canada, juga terdapat berbagai suku dan bangsa. Jadi kalau jaman
dulu keanekaragaman itu merupakan suatu kendala dalam mempromosikan/mengembangkan
pendidikan. Tapi justru jaman sekarang keanekaragaman bisa mendorong kualitas
pendidikan.
Ketiga, kita juga masih bisa mengantisipasi masyarakat yang terdapat kesenjangan.
Sebagaimana sudah diketahui globalisasi juga ada sisi negatifnya. Memperluas kesenjangan
sosial atau kesempatan pendidikan. Jadi di negara maju pun salah satu tantangannya adalah
bagaimana menjamin hak-hak anak untuk belajar. Contohnya apa yang terjadi di Jepang.
6. Jaman dulu tidak adanya kesenjangan sosial Namun berdasarkan hasil survey OCD pada
tahun 2005, kita diposisikan 5 terburuk dalam hal ada/tidak adanya kesenjangan sosial.
Berdasarkan OCD, perhitungan penduduk miskin itu hanya memiliki rata-rata penghasilan
penduduk.
Berdasarkan perhitungan tersebut yang terburuk, mulai dari Turki, Meksiko, Amerika dan
Jepang. Dengan demikian sekitar 15.7% dianggap penduduk miskin. Kalau melihat kota
besar seperti Tokyo dan Osaka, sekitar 30% dianggap miskin. Suatu wilayah tertentu di
Tokyo sekitar 60% penduduknya dianggap miskin. Kalau untuk orang seumur saya setiap
orang percaya namanya pasti manusia mendapatkan jodoh, punya pasangan, punya anak.
Yakin dalam pola seperti itu. Tapi kalau sekarang, umur 40 tahunan sepertiganya belum
kawin. Dan sepertiga berkali-kali menikah. Dan sisanya lagi hanya sekali. Jadi bentuk atau
pola berubah drastis. Dalam hal ini yang paling penting adalah siapa yang memperhatikan
anak-anak dan setiap yang menjamin hak-hak anak untuk belajar.
Keempat adalah kita harus mengantisipasi atau merespon masyarakat madani yang semakin
matang. Hal ini dikatakan sebagai peradaban. Semakin memasuki era globalisasi, setiap
negara memikirkan hal ini. Kalau jaman dulu, pendidikan hanya memikirkan rakyat secara
nasionalnya saja. Sekarang sudah tidak ada batas lagi. Masyarakat madani yang saya maksud
ada 3 arti.
1. Kita sebagai masyarakat global atau regional Asia misalnya.
2. Kita sebagai warga negaranya.
3. Sebagai masyarakat global atau setempat.
Kita mengikuti 3 definisi tersebut. Jadi globalisasi sudah menghapuskan berbagai batasan-
batasan yang ada di kita. Batasan negara atau lainnya. Kita harus memasuki masyarakat
madani. Dan dalam hal ini kita harus terbuka untuk semua pihak. Tadi kalau gejala/fenomena
ini dibiarkan begitu saja, individualism/ego saja yang bertemu. Kalau kita biarkan persaingan
egonya yang bertemu dan menimbulkan berbagai macam masalah.
Contohnya, Amerika banyak masalah. Apa-apa dituntut ke pengadilan. Kalau itu terjadi,
pengacara saja yang kaya raya. Karena kita harus bersaing terus dengan berbagai pihak dan
menjadi stres. Semakin lama harus bergantung dengan konselor. Dengan demikian moral
publik juga makin hancur. Demokrasi tidak berfungsi kalau terjadin fenomena seperti itu.
Dengan demikian kita hanya mau bergaul dengan sesamanya saja yang sepikiran atau
prinsipnya saja. Jadi banyak kelompok yang prinsipnya sama saja yang bergaul. Dalam
masyarakat seperti ini yang penting adalah : Pertama, moral umum/publik sangat penting.
Demokrasi harus kita jaga. Jangan selalu bergantung dengan konselor atau psikis. Tapi juga
saling mendukung atau bekerjasama melakukan kolaborasi. Memasuki abad 20, ilmuwan
mendefinisikan ulang istilah capital atau modal. Kalau modal ekonomi seperti yang
Bapak/Ibu tahu maksudnya adalah uang. Kalau human capital = sumber daya manusia. Ada
juga culture capital atau sumber daya yang berdasarkan pendidikan/kebudayaan. Tapi selain
sumber daya atau modal yang akan dimiliki negara-negara yang berhasil dalam ekonomi
sudah tahu/memperhatikan ada satu lagi capital yang harus kita punya, yaitu social capital
atau modal sosial.
7. Coba kita lihat negara-negara yang sukses dalam arti ekonomi saat ini semuanya memiliki
modal sosial tersebut. Maksudnya hubungan antar manusia atau interaksinya. Ada tidaknya
kerjasama/kolaborasi atau komunikasi seperti apa. Ada ilmuwan terkemuka dari Universitas
Harvard, Robert Pattimann mengemukakan bahwa negara-negara yang sukses itu memiliki
kunci yang mutlak yaitu modal sosial itu. Yaitu memiliki interaksi di masyarakat, ada
kerjasama dan kolaborasi di masyarakat. Saya rasa pendapat itu sangat tepat sekali. Namun
Amerika Serikat sendiri pada kenyataannya hancur juga ekonominya, karena
individualismenya atau terlalu masing-masing urusannya. Ada bukunya yang berjudul
“Bowling Alone”. Tapi kita coba membayangkan main bowling sendiri tidak lucu. Tapi kalau
kita melihat tempat bermain bowling di Amerika dibuat sedemikian rupa bisa main sendirian.
Jadi sejalan dengan perubahan masyarakat, sekolah juga tentu mengalami perubahan. Sampai
sekarang saya sudah keliling dunia. Sudah menempuh 22 negara dan melihat lebih dari 500
sekolah di seluruh dunia. Apalagi bertambah menjadi 24 karena Indonesia. Dan saya sudah
mengamati banyak sekolah dan mendapat suatu kesimpulan kesuksesan sekolah di abad 21
itu seperti apa.
Kata kuncinya adalah kualitas dan kesetaraan. Jika 2 hal itu diwujudkan, bisa berhasil. Ada
juga sekolah yang mengikuti kualitasnya tapi tidak mengikuti kesetaraan. Contoh tipikalnya
di Jerman, Mereka mencetak siswa elitnya saja. Namun pendidikan di Jerman yang mengejar
elitnya itu masih kurang unggul dibandingkan dengan sekolah di Finlandia yang mengajar
kesetaraan. Contoh di Asia bisa kita lihat di Korea Selatan. Mereka mencetak sekolah elit
selama 20 tahun terakhir ini. Tapi gagal total.
Jadi seberat apapun kita mengejar kualitas kalau tidak diikuti kesetaraan, akhirnya gagal.
Begitu juga sebaliknya. Contohnya Italia, Spanyol dan Meksiko. Mereka memang mengajar
dengan tuntas kesetaraannya tapi sayangnya kualitas tidak diikuti. Begitu juga gagal. Jadi
pendidikan yang bisa meningkatkan kualitas kesetaraan secara bersamaan pasti berhasil. Jadi
salah satu filosofi dalam komunitas pembelajaran adalah 2 unsur tadi.
Kita harus memikirkan bagaimana menjamin pendidikan yang berkualitas untuk semua
orang, Kita melihat pendidikan pada abad ke 21, ada beberapa ciri khasnya. Salah satunya
program, yang tadinya berbasis program berubah menjadi berbasis proyek. Kalau kita melihat
pendidikan pada abad ke 19 dan 20 ibarat pabrik produksi yang lain produknya. Jadi produksi
massa yang mengajar efektivitas secara massal. Benar-benar sasaran atau target pendidikan,
obyektif pendidikan.
Dulu saya sempat cari tahu istilah obyektifitas pendidikan itu sejak kapan kita pakai? Pertama
kali digunakan pada tahun 1911 di Chicago. Pada saat itu Amerika Serikat sedang banyak
membangun pabrik yang besar-besar. Seperti perkiraan saya. Maksudnya educational
objective itu dipindah istilahnya dari pabrik yang ada sasaran target produksi yang dialihkan
ke dunia pendidikan.
Pertama pabrik itu ada target produksinya dan proses itu diefisiensikan, lalu melakukan
quality control. Kalau di dunia pendidikan artinya melakukan ujian. Mr. Bobbit yang
mengembangkan metode tersebut disana. Menyebut guru sebagai insinyur pendidikan dan
kepala sekolah disebut kepala pabrik. Dan kepala di bindang pendidikan disebut sebagai
direktur utama. Jadi mencetak sekolah seperti mencetak pabrik-pabrik pada saat itu. Mestinya
sekarang tidak seperti itu lagi.
8. Tapi pendidikan harus berdasarkan dengan proyek. Jadi kalau dulu berbasis program ibarat
naik tangga satu persatu. Tapi sekarang ibarat mendaki gunung, jalurnya tidak 1, tapi bisa
memutar-mutar atau membelok sambil melakukan eksplorasi dan untuk melihat hasil output
itu di jaman dulu, kita melakukan ujian. Jadi sekarang menilai dengan laporannya.
Yang lebih pentingnya lagi adalah pembelajaran bersifat kolaboratif. Jaman dulu siswa duduk
manis dikelas menghadap guru dan melihat papan tulis atau pegang buku. Pola pendidikan
seperti itu sudah dimuseumkan di negara-negara maju. Jadi dikelas sekarang melakukan
kolaborasi atau berkelompok. Tapi pola pendidikan di kelas itu tentu masih ada di negara-
negara berkembang.
Saya rasa Indonesia saat ini mengalami masa transisi. Jadi reformasi pendidikan di Indonesia
ini masih ada polanya dan semakin lama beralih ke bentuk kelompok. Sejalan dengan
perubahan tersebut, peran dan fungsi guru juga berubah. Guru juga tadinya sebagai ahli
mengajar menjadi ahli pembelajaran.
Coba kita lihat beberapa foto. Beberapa tahun ini memang sudah mengalami perubahan di
berbagai negara. Perubahan pertama terjadi di Kanada, dua gambar diatas di Kanada pada
akhir tahun 1980-an. Yang dikiri di Toronto. Kalau di kanan di Ontario, SD kelas 1. Coba
kita lihat perbedaan pola pendidikan yang konvensional. Coba lihat di gambar yang kanan.
Masih kecil duduknya bundar. Kalau SD kelas 1, karena masih kecil duduknya tidak
berkelompok. Tapi berpasangan. Jadi dimana-mana diseluruh dunia, SD kelas 1 duduk seperti
ini. Jadi mulai SD kelas 3 keatas sampai SMA, mulai berkelompok. Ber-empat campur cewek
cowok.
Pola ini sudah menular ke Amerika tahun 1980-an dan menular ke Eropa 1990-an. 2 gambar
dibawah ini di Amerika tahun 1989. Sebelah kiri di Boston, sebelah kanan diantara Boston
dan New York. Di kiri suasana keals 4 SD belajar Matematika. Bagian kanan SMA sedang
belajar IPA. Dan mereka berkelompok ber-empat dan campur. Mungkin tidak ada
perempuannya, yang penting ber-empat. Dan di Kanada tidak ada pola kelas konvensional
lagi. Jadi mulai SD sampai SMA suasana kelas seperti ini semua. Di Amerika masih ada ¼
atau 1/5 yang menetapkan kelas konvensional. Di daerah-daerah kumuh/miskin di Amerika
karena keterbatasan fasilitasnya masih melakukan kelas pleno.
Perubahan Sekolah di Dunia (Eropa)
Dan mulai tahun 1990-an mulai menular ke Eropa.
Kalau di kiri di SD, Paris sedang belajar Matematika. Kalau lihat negara-negara Eropa,
seperti Perancis memegang pola pendidikan yang sangat tradisional. Tapi pendidikan di
Perancis sudah menerapkan pola berkelompok. Ini 15 tahun yang lalu dan sudah mulai seperti
ini. Masih ada suasana kuno. Karena masih menggunakan papan tulis. Di Amerika atau
negara lainnya, papan tulis sudah tidak digunakan lagi. Kalau ini di Jerman, karena SD kelas
9. 1, duduknya seperti ini. Di kelas sebetulnya masih ada meja dan kursi dibelakangnya. Tapi
selalu berpasangan berdua. Di gambar belakang diambil di Finlandia. Dari setiap negara yang
saya amati, setiap sekolah yang dianggap unggul itu setiap komunitas itu penduduknya
sekitar 100 ribuan. Baik SD atau SMP yang saya amati saat itu penduduknya 100 ribuan. Jadi
dimana-mana daerah yang penduduknya sangat padat, mutu kualitas pendidikan kurang baik.
Begitu juga di Jepang, Tokyo dan Osaka juga kurang baik. Di Amerika, New York, LA dan
Chicago juga kurang baik. Begitu juga Inggris, London yang paling buruk. Perancis, Paris
yang paling buruk. Begitu juga dengan Jerman. Bagaimana dengan Indonesia?
Perubahan Pembelajaran di Dunia (Eropa)
Gambar yang dibawah itu suasana SD yang jumlah
siswanya 65 orang. Satu sekolah 65 orang. Dan jumlah rata-rata yang terjadi di Finlandia.
Tadi saya bilang beberapa negara yang sukses dalam pendidikan pola baru ini salah satunya
Finlandia, New Zealand, Canada dan Australia. Semuanya memiliki karakteristik yang sama.
Yaitu luas wilayahnya besar dan jumlah penduduk yang sedikit. Dan dengan kondisi negara
seperti ini rata-rata jumlah siswa di sekolah itu seperti itu. Ini juga tingkat kelas campur. Ada
kelas 3 dan 4 dalam satu kelas. Dan bagian kanan suasana SMP, kalau mereka sudah
berkelompok. Dan foto-foto berikutnya di Sweden dan Jerman. Belajar berpasangan.
Perubahan Pembelajaran di Dunia (Asia)
Dan kemudian fenomena menular ke negara-negara
Asia. Tahun 1998-2003, negara yang ada di Asia menitik beratkan pada kebijakan pendidikan
nasional. Semua negara-negara di Asia termasuk di Indonesia mencanangkan reformasi
pendidikan dengan pola pendidikan baru. Dengan demikian di negara-negara Asia pun ada
perubahan suasana di sekolah. Ada satu gambar yang di ambil di Indonesia, bagian kiri atas.
Yang lain saya ambil di Seoul, Korea Selatan. Di Korea Selatan menitikberatkan pendidikan
pola baru secara serentak. Dan bagian kanan, ada foto saya di Cina. Dan saya dapat undangan
yang terhormat. Jadi posisi yang setara dengan presiden Clinton.
Cina sudah mencanangkan reformasi pendidikan dengan pola yang baru ini. Dengan
demikian pola pendidikan di Cina sudah berubah drastis. Salah satunya saya ambil di
Harping. Anak-anak di Cina sudah terbiasa belajar berkelompok. Dan mereka sudah tidak
10. menggunakan papan tulis yang konvensional lagi. Dan ini suasana kelas 5 SD tapi mereka
sangat canggih mendidikkan kurikulum. Pelajaran kelas 2 SMP di Jepang sudah diajarkan di
kelas 5 SD. Dan bagian kanan suasana pelajaran bahasa Inggris kelas 3 SD. Mereka sudah
bisa menggunakan kata-kata yang lebih canggih dari semestinya seperti Who, With yang
dipelajari di pendidikan SMP.
Sekolah Learning Society di Harbin City, Cina
Shanghai sudah mencanangkan learning society sebagai kebijakan di wilayahnya. Kalau di
Shanghai sudah 10 tahun mencoba pola ini dan ternyata prestasinya cukup tinggi dan
prestasinya melebihi Finlandia yang sudah sukses duluan. Pemerintah Shanghai
mencanangkan secara resmi pola ini menjadi pola pendidikan yang baru. Gambar ini suasana
kelas 1 SD dan berpasangan. Dan bagian kanan itu suasana kelas 1 SMP belajar Matematika
dan mempelajari hal-hal yang cukup canggih. Pelajaran SMA dipelajari di SMP. Yang terjadi
di Shanghai itu mereka bisa mewujudkan terjadinya 2 kunci tadi yaitu kualitas pendidikan
dan kesetaraan. Memang canggih karena hampir semua siswa yang memahami pelajaran
tingkat pelajaran yang tertentu. Tidak ada kesenjangan. Finlandia juga cukup baik.
11. Kondisi Belajar Mengajar di Indonesia saat ini masih terlihat timpang, kesejangan sosial
begitu sangat dirasakan. Apabila dalam 15 tahun ke depan masih dengan keadaan seperti ini,
maka Indonesia akan jauh terbelakang perkembangannya dari Negara – Negara lain.
Kita menyadari akan keterbatasan pengetahuan kita, dan juga umat manusia pada umumnya,
mengenai apa yang akan terjadi di masa depan. Salah satu faktor yang amat menentukan, dan
justru menjadi salah satu penyebab ketidakpastian adalah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sangat pesat. Banyak hal yang sekarang sudah diterima secara luas,
sepuluh tahun yang lalu belum terpikirkan atau baru jadi angan-angan.
Betapa pun kita sadari banyak variabel yang berada di luar kekuasaan kita dan
perkembangannya seringkali tidak dapat diduga, namun tidak berarti bahwa bangsa Indonesia
tidak memiliki visi masa depan. Artinya, kita tidak hanya menyerah kepada nasib atau
perkembangan keadaan. Paling tidak untuk 25 tahun ke depan kita sudah mempunyai
gambaran tentang wujud masa depan yang kita harapkan atas dasar perkiraan-perkiraan
berdasarkan pengetahuan yang ada pada kita sekarang.
Dalam upaya mewujudkan masyarakat baru masa depan itu, seperti negara-negara lain yang
telah lebih dahulu maju, kita menempatkan industrialisasi sebagai porosnya pembangunan.
Industrialisasi bukanlah hanya memperbanyak jumlah pabrik, tetapi menyangkutproses
pergeseran struktural dan kultural yang amat mendasar dari masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri, dari masyarakat tradisional menjadimasyarakat modern, dari masyarakat
perdesaan ke masyarakat perkotaan, dan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat
terbuka.
12. Dengan latar belakang pemikiran tersebut kita telah menyusun sasaran-sasaran PJP II yang
menunjukkan gambaran mengenai masa depan kita di sekitar tahun 2020. Beberapa pokoknya
adalah sebagai berikut.
1. Kesejahteraan masyarakat akan meningkat dengan nyata dan cukup berarti. Laju
pertumbuhan ekonomi diusahakan untuk tercapai dan terpelihara pada tingkat yang cukup
tinggi. Selama PJP II kita perkirakan rata-rata di atas 7 persen pertahun. Laju
pertumbuhan penduduk akan ditekan menjadi di bawah 1 persen. Dengan demikian,
dalam 25 tahun pendapatan per kapita bangsa Indonesia akan meningkat empat kali dalam
nilai riil atau sekitar US$3.800berdasarkan harga konstan tahun 1993.
Dengan tingkat pertumbuhan yang demikian, ekonomi Indonesia pada waktu itu
sudahakan berkembang menjadi ekonomi yang besar (sekitar US$980 miliar dengan
harga tahun 1993). Bahkan apabila disesuaikan daya beli relatifnya (purchasing power
parity) akan menjadi sekitar US$2,0 triliun.
Volume ekonomi yang meningkat demikian besar akan menghasilkan pasar yang
dinamis, dan dengan demikianmenjadi pendorong bagi pertumbuhan produksi dalam
negeri. Pasar ekspor yang diperkirakan juga akan berkembang, dengan perdagangan dunia
yang makin tanpa hambatan dimulai dengan kawasan kita sendiri (AFTA dan APEC),
masih tetap akan merupakan penunjang pertumbuhan industri.
2. Dengan dinamika ekonomi yang demikian, proses transformasi struktural akan terus
berlangsung. Peran sektor industri dalam perekonomian akan makin meningkat menjadi
sekitar sepertiga pada akhir PJP II dari sekitar seperlima pada akhir PJP I.
Dengan besaran produksi dan sifat-sifat struktural yang demikian, ekonomi Indonesia
pada akhir PJP II sudah akan tergolong ekonomi industri (industrialized economy).
Dalam pengertian itu, tidak berarti sektor pertanian menjadi tidak penting. Sektor ini akan
tetap penting, tetapi ditangani dengan cara yang lebih efisien dalam penggunaan sumber
daya, dengan penerapan teknologi, dengan sumber daya manusia pertanian yang lebih
berkualitas sehingga menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dalam pengertian itu,
bidang pertanian sesungguhnya telah ditangani secara industri, atau kita sebut dengan
pertanian yang berkebudayaan industri.
Perubahan juga akan terjadi pada struktur ketenagakerjaan. Perpindahan tenaga kerja dari
sektor pertanian ke sektor nonpertanian, khususnya industri dan jasa akan makin cepat.
Angkatan kerja akan makin terdidik, sekurang-kurangnya sudah berpendidikan sembilan
tahun dan sebagian besar 12 tahun dengan keterampilan yang lebih baik.
3. Proses tersebut di atas akan mendorong terbentuknya lapisan menengah yang makin kuat,
yang akan menjadi tulang punggung perekonomian yang makin andal. Lapisan menengah
ini terdiri atas tenaga kerja profesional dan para pengusaha menengah yang mandiri.
Hal itu berkaitan erat dengan perbaikan dalam struktur dunia usaha. Dalam PJP II
diharapkan berkembang lapisan usaha menengah yang kukuh, yang akan saling
mendukung dengan lapisan usaha kecil yang makin kuat, dan dengan usaha besar yang
diharapkan juga makin luas basisnya. Kita akan dan harus mengusahakan agar dalam
dunia usaha tercipta keseimbangan yang adil antara usaha besar, menengah, dan kecil.
13. Konsentrasi kekuatan pasar pada usaha besar harus makin berkurang, yakni dengan cara
mendorong lapisan usaha menengah dan kecil agar tumbuh lebih cepat. Pada akhir PJP II
koperasi telah berkembang dan berperan cukup besar dalam perekonomian. Dengan
demikian, demokrasi ekonomi seperti yang didambakan para pendiri republik ini telah
menampakkan wujud yang makin nyata.
4. Dengan tingkat perkembangan yang demikian, sebagaimana halnya Negara industri
lainnya, Indonesia sudah akan makin kuat ketahanan ekonominya. Lembaga-lembaga
ekonomi yang penting bagi masyarakat sudah berfungsi dengan mantap dan bekerja
dengan efisien. Tata niaga sudah berjalan sesuai prinsip-prinsip pasar dan bersifat
transparan. Ketergantungan pada alam sudah sangat berkurang.
5. Kemandirian dalam pembiayaan pembangunan telah tercapai. Pada akhir PJP II Indonesia
sudah bukan lagi negara yang menerima pinjaman lunak. Neraca pembayaran sudah akan
mantap. Kita akan makin mengandalkan perolehan devisa, dan kesehatan neraca
pembayaran luar negeri dari perdagangan barang dan jasa, terutama pariwisata dan
termasuk jasa tenaga kerja, dan tidak lagi dari bantuan luar negeri. Hal ini sejalan dengan
kemampuan pembangunan yang makin mandiri.
6. Masalah kemiskinan telah terselesaikan. Bagaimana pun, kemajuan ekonomi hanya akan
ada artinya bagi kesejahteraan rakyat, apabila rakyat dapat menikmati dan merasakannya
sebagai perbaikan hidup yang nyata. Oleh karena itu, dalam PJP II, salah satu program
yang terpenting adalah penanggulangan kemiskinan. Kita mengharapkan, pada akhir
Repelita VII masalah kemiskinan absolut, artinya masalah penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan, sebagian besar sudah akan terselesaikan. Mungkin hanya tersisa di
kantung-kantung kemiskinan yang sulit terjangkau, yang upaya penanggulangannya akan
dilanjutkan sehingga sebelum PJP II berakhir masalah ini telah tuntas terselesaikan.
Setelah masalah kemiskinan terselesaikan dengan tuntas, upaya mengurangi kesenjangan
antargolongan pendapatan, menuju ke arah terpenuhinya cita-cita keadilan sosial akan
terus berlanjut.
7. Kesenjangan pembangunan antardaerah secara sistematis dan konsisten akan makin
berkurang. Meskipun dalam 25 tahun belum mungkin dapat dihilangkan sama sekali,
yang dapat diupayakan adalah mencegah agar jurang kesenjangan tidak makin melebar.
Kawasan tertinggal akan memperoleh perhatian khusus agar dapat melepaskan diri dari
perangkap ketertinggalan, dan dapat turut melaju dalam arus kemajuan ekonomi bersama
kawasan lainnya yang telah lebih dulu berkembang. Misalnya, kawasan Indonesia sebelah
timur akan dipercepat laju pertumbuhannya dengan berbagai inisiatif agar dapat mencapai
di atas rata-rata pertumbuhan kawasan sebelah barat.
8. Kesejahteraan rakyat yang makin meningkat juga akan tercermin pada tingkat pendidikan
yang makin baik, makin luas jangkauannya, dan makin tinggi kualitasnya. Selambat-
lambatnya pada Repelita VIII, pendidikan dasar sembilan tahun telah dituntaskan dan
telah mulai dilanjutkan dengan pendidikan universal 12 tahun, seperti halnya yang
berlaku di negara-negara industri pada umumnya. Pada akhir PJP II, 80 persen anak usia
pendidikan menengah atas mengikuti SLTA dan 25 persen usia mahasiswa mengikuti
pendidikan tinggi. Selain itu, kesejahteraan rakyat yang meningkat akan tercermin pula
pada derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang makin baik. Dalam PJP II, umur harapan
hidup diharapkan dapat meningkat menjadi 71 tahun. Dengan tingkat pendidikan dan
derajat kesehatan yang makin baik tersebut, produktivitas SDM juga akan meningkat.
14. 9. Pada akhir PJP II penduduk Indonesia sudah menjadi penduduk perkotaan. Artinya,
penduduk perkotaan yang pada tahun 1995 berjumlah sekitar 69,9 juta atau 35,9% dari
total penduduk, akan meningkat menjadi sekitar 155 juta atau sekitar 60% dari total
penduduk. Perkembangan tersebut sejalan dengan transformasi ekonomi yang berkaitan
erat dengan proses urbanisasi. Urbanisasi tidak hanya diartikan sebagai perpindahan
penduduk dari desa ke kota, tetapi adalah juga proses pembangunan wilayah perdesaan
menjadi wilayah perkotaan yang maju berkembang, dalam kehidupan modern.
10. Secara keseluruhan proses transformasi ekonomi, akan berjalan bergandengan
dengan transformasi budaya. Bangsa Indonesia, dengan tingkat pendidikan yang makin
tinggi, dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih, dan
dengan interaksi yang makin intensif dengan dunia internasional, akan cepat tumbuh
menjadi bangsa yang modern.
Manusia Indonesia pada akhir PJP II akan berpendidikan lebih tinggi, lebih sehat,
pengetahuan umumnya lebih luas, sehingga dengan demikian makin cerdas dan
pekerjaannya makin terspesialisasi. Ia akan senantiasa membandingkan dirinya dengan
bangsa lain. Ia tidak ingin jauh tertinggal, dan dirangsang untuk terus mengejar
ketertinggalan.
11. Pada akhir PJP II, kualitas demokrasi akan makin meningkat, sebagai hasil dari
peningkatan kualitas lembaga-lembaga sosial politik dan kualitas para pelakunya.
Kehidupan masyarakat yang makin transparan, akan tercermin bukan hanya di bidang
ekonomi, melainkan juga dalam kehidupan masyarakat pada umumnya termasuk di
bidang politik.
Semangat pembaharuan dan sikap kritis yang sekarang sedang berkembang, antara lain
berkat keterbukaan, akan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik. Berkembangnya lapisan menengah yang makin kuat juga akan memberi warna
kepada kehidupan demokrasi, dan mempengaruhi proses perubahan yang terus-menerus
akan berlangsung.
Bersamaan dengan itu, pada akhir PJP II, hukum telah makin mampu menjamin
kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum, yang berintikan keadilan dan
kebenaran.
12. Kita ditantang untuk menyerasikan kebutuhan akan ruang dan sumber daya
alam dengan pelestarian lingkungan, agar pembangunan kita berkelanjutan. Dengan
pengalaman yang panjang, dan kesadaran yang kuat akan artinya memelihara lingkungan,
dalam 25 tahun mendatang ini bangsa Indonesia akan menemukan formula keseimbangan
antara kebutuhan pemakaian dan pelestarian sumber alamnya. Semuanya itu menjurus
pada peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.
Demikianlah secara sangat ringkas gambaran masa depan yang ingin kita tuju dalam
beberapa segi pokoknya. Dengan wujud masa depan yang demikian, Indonesia sudah
akan menjadi bangsa industri yang maju dan modern, dan berdiri di atas landasan
kemandirian pada sekitar akhir PJP II. Kita akan mencapai tahap yang memungkinkan
bangsa ini untuk tumbuh selanjutnya dengan kekuatannya sendiri, dengan memanfaatkan
15. dinamika perkembangan ekonomi internasional yang terus didorong oleh keterbukaan dan
integrasi ekonomi secara global dan regional, serta kemajuan teknologi.
Semuanya itu jelas tidak akan terjadi dengan sendirinya. Kita menyadari betapa
banyaknya tantangan yang dihadapi dan rintangan yang harus diatasi, baik yang berasal
dari luar maupun dari dalam, untuk mewujudkan kemajuan yang kita inginkan itu.
Bahkan tanpa usaha yang sungguh-sungguh, tidak mungkin akan terjadi, malahan kita
dapat makin menjauh dari padanya. Untuk mewujudkannya, diperlukan kombinasi
komitmen politik yang kuat serta disiplin, dan kerja keras seluruh lapisan masyarakat.
Dan yang penting pula adalah kebijaksanaan pembangunan yang tepat. Salah satu aspek
yang pokok dalam kebijaksanaan pembangunan adalah pembangunan sumber daya
manusia.