Pembangunan berwawasan kependudukan berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia daripada infrastruktur. Penduduk menjadi pusat kebijakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka secara fisik dan nonfisik. Keadaan demografi mempengaruhi dinamika pembangunan nasional.
3.
Secara sederhana pembangunan berwawasan
kependudukan
mengandung
dua
makna
sekaligus, yaitu :
Pembangunan yang disesuaikan dengan potensi
dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus
dijadikan
titik
sentral
dalam
proses
pembangunan. Penduduk harus dijadikan subjek
dan objek dalam pembangunan. Pembangunan
adalah oleh penduduk dan untuk penduduk.
Pembangunan
sumberdaya
manusia.
Pembangunan
lebih
menekankan
pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia
dibandingkan
dengan
pembangunan
infrastruktur semata-mata.
4.
Penduduk merupakan isu yg sangat strategis dalam
kerangka pembangunan nasional, karena:
Penduduk merupakan pusat seluruh kebijakan dan
program
pembangunan
yang
dilakukan.
Pembangunan dikatakan berhasil jika mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk baik kualitas
fisik maupun non fisik.
Keadaan penduduk sangat mempengaruhi dinamika
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar, jika
diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai,
akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar,
jika diikuti dengan tingkat kualitas rendah,
menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban
bagi pembangunan nasional.
5.
6.
Gender adalah bangunan "sosio-kultural" yg
membe-dakan karakteristik maskulin & feminim.
Berbeda dari seks atau jenis kelamin laki-laki &
perempuan yg bersifat biologis.
Ciri maskulin atau feminim tergantung dari
konteks sosial-budaya bukan semata pada
perbedaan jenis kelamin. Maskulin dalam satu
kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim
dalam budaya lain.
Gender
merupakan
landasan
bagi
berlangsungnya masyarakat. Melalui sistem
pengaturan gender, persepsi diri laki-laki &
perempuan, apa & siapa dirinya dlm masyarakat
itu ditentukan, alokasi pekerjaan diberikan, dan
pembagian wewenang atau kuasa dilakukan.
Ketidakseimbangan
berdasarkan
gender
mengacu
pada
ketidakseimbangan
akses
sumber-sumber yg langka dlm masyarakat.
7.
Tiga teori dasar dlm diferensiasi gender yaitu teori
neo-klasik, segmentasi pasar tenaga kerja &
feminist.
Teori neo-klasik: pembagian kerja seksual didasarkan perbedaan seksual dlm berbagai variabel
yg mempengaruhi produktivitas pekerja.
Perbedaan tsb meliputi pendidikan, ketram-pilan,
lamanya jam kerja, tanggung jawab RT, serta
kekuatan fisik. Ini didasari asumsi dlm pasar
persaingan sempurna, pekerja mempe-roleh upah
sebesar "marginal product" yg dihasilkannya.
Asumsi
lain:
keluarga
menga-lokasikan
sumberdaya secara rasional, se-hingga laki-laki
memperoleh investasi "human capital" yg lebih
tinggi dari perempuan.
8.
Dua kelemahan teori ini. (1) Asumsi perbe-daan
fisik sbg sumber "pekerjaan-pekerjaan khas
perempuan". Secara biologis hanya mengandung
& melahirkan pekerjaan khas perempuan. Selain
itu, tdk ada alasan biologis yg menjelaskan
mengapa
perem-puan
harus
mengasuh
anak/melakukan pekerjaan domestik lainnya. (2)
Asumsi laki-laki & perempuan memiliki akses
peluang
kerja
yg
sama,
tidak
mempertimbangkan segmentasi pasar tenaga
kerja yg tdk dpt dijelaskan berdasarkan
perbedaan seksual dlm "human capital".
Kelemahan
pertama
ditutupi
dgn
teori
gender/feminist, kelemahan kedua dikoreksi
dgn teori pasar tenaga kerja ganda.
9.
Teori segmentasi pasar tenaga kerja: laki-laki
pada usia prima terkonsentrasi dalam pekerjaan
berupah tinggi, stabil dan dengan latihan,
promosi dan prospek karier lebih baik (PRIMARY
JOBS). Sedangkan perempuan berada pada
SECONDARY JOBS, dengan karakteristik pekerjaan
sebaliknya.
Keterbatasan ruang lingkup kerja perempuan
diakibatkan oleh karena perempuan tidak
mempunyai kapasitas untuk akses pada maledominated
jobs,
sehingga
perempuan
terkonsentrasi secara berlebih dalam suatu range
kesempatan kerja terbatas, yang menekan tingkat
upah perempuan.
10.
Teori segmentasi pasar tenaga kerja menunjukkan
bahwa pekerja laki-laki dan perempuan tidak
bersaing dgn landasan yang sama, karenanya tidak
mempunyai akses yang sama ke lapangan kerja.
Teori segmentasi pasar tenaga kerja tidak mampu
menjelaskan mengapa segmentasi pasar tenaga
kerja berdasarkan jenis kelamin terjadi. Menurut
teori gender/ feminist, kedudukan perempuan yg
relatif rendah dlm pasar tenaga kerja tidak dapat
dipisahkan dari sistem sosial yg menem-patkan
perempuan pada kedudukan yang lebih rendah
daripada laki-laki.
11.
Diskriminasi pasar TK adalah adanya segregasi okupasi
-- terdapat bagian besar dari pekerjaan untuk laki-laki
dan sisanya (dgn upah yg rendah) untuk perempuan.
Ada dua pola segregasi. Secara horizontal perempuan
tersegregasi pada jenis pekerjaan berstatus rendah.
Segregasi vertikal ditunjukkan dgn fungsi-fungsi
tertentu dimonopoli laki-laki, yaitu fungsi dengan
kewenangan yg luas, tingkat pengawasan yg tinggi
serta kondisi kerja yg lebih baik.
Segregasi vertikal maupun horizontal menyebabkan
rendahnya status perempuan dlm pekerjaan. Status
mencakup dua aspek sekaligus: yaitu "otonomi
perempuan" dan "kekuasaan sosial".
12.
13.
Perhatian pemerintah di negara-negara sedang
berkembang terhadap penduduk lanjut usia (lansia)
terus meningkat, karena pesatnya pertumbuhannya.
Lansia adalah mereka yang berusia 64 tahun ke atas
(PBB) atau 60 tahun keatas (Menko Kesra)
Lansia merupakan kelompok penduduk yg mempunyai resiko tinggi untuk sering sakit & menderita
sakit kronis, serta mengalami ketidakmampuan.
Hal-hal tsb membutuhkan pengobatan medis &
pera-watan yg intensif. Namun, biaya rumah sakit &
tekno-logi perawatan orang tua adalah mahal,
sedangkan kemampuan pemerintah relatif terbatas
dlm menyedi-akan dana. Oleh karenanya perlu
mengembalikan peran keluarga dalam perawatan
lansia.
14.
Tiga dampak negatif pembangunan terhadap kesejahteraan lansia: (1) peningkatan prevalensi migrasi
desa-kota, (2) meningkatnya aktivitas ekonomi
wani-ta dan (3) perubahan sistem perekonomian
tradisi-onal ke perekonomian modern.
Menyebabkan terjadinya pemisahan/keluarnya penduduk lansia dari struktur keluarga, dalam bentuk :
a. Spatial Separation
Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak lansia yg ditinggal keluarganya.
Meningkatnya mobilitas penduduk (umumnya usia
muda) menyebabkan lansia tidak dapat lagi menjadi
satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi ini
menyulitkan untuk tetap menyantuni orang tua
mereka pada usia lanjut.
15. b. Cultural Separation
Meningkatnya pendidikan wanita menyebabkan nilai
waktu wanita di luar rumah lebih tinggi. Menyebabkan
berkurangnya
alokasi
waktu
untuk
pekerjaan
kerumah-tanggaan, termasuk mengurus orang tua.
Peningkatan pendidikan generasi muda secara keseluruhan juga menyebabkan terjadi perbedaan nilai budaya penduduk usia muda dan lansia. Mengakibatkan
sulit menggabungkan keduanya dalam satu kehidupan.
c. Economic Separation
Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara
tradisional, akan berkurang dalam
masyarakat
modern. Penghasilan angkatan kerja muda yg lebih
tinggi dari orang tuanya menyebabkan rendahnya
ketergantungan pada orang tua. Menyebabkan
berkurangnya rasa tanggung jawab menyantuni
keluarga pada usia lanjut.