Solarisasi tanah merupakan salah satu metode pengelolaan penyakit tular tanah dengan cara memanaskan tanah di bawah plastik transparan untuk meningkatkan suhu tanah. Peningkatan suhu dapat mempengaruhi patogen secara fisik, kimia, atau biologis. Solarisasi efektif menurunkan inokulum patogen dan hama serta meningkatkan kualitas tanah.
1. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
PENGELOLAAN PENYAKIT TULAR TANAH MELALUI SOLARISASI
Cicu
Satker Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat, Jalam Martadinata No. 16 Mamuju
ABSTRAK
Faktor yang paling penting dalam pengelolaan penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen tular tanah adalah
mengurangi tingkat inokulumnya di bawah ambang ekonomi sebelum tanaman yang peka ditanam. Salah satu cara
untuk mengurangi inokulum awal patogen adalah perlakuan tanah dengan solarisasi. Solarisasi sebagai disinfestasi
tanah alternatif merupakan proses pemanasan tanah di bawah mulsa plastik transparan untuk meningkatkan suhu
tanah yang dapat mempengaruhi patogen baik dengan secara fisik, kimia atau biologi yang dilakukan sebelum tanam.
Dengan cara tersebut dapat mengendalikan patogen, hama, dan gulma. Metode ini tidak meninggalkan toksisitas
residu dan dapat digunakan dengan muda pada skala kecil atau skala luas, meperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, serta dapat dipadukan dengan metode pengelolaan penyakit tanaman lainnya.
Kata kunci: Solarisasi, Patogen tular tanah, Pengelolaan penyakit
ABSTRACT
The important factor in managing plant disease caused by soilborne pathogens is reduced their inoculum levels
below the economic threshol before the sensitive crops are planted. One of methods to decrease the initial
inoculum of pathogens is soil solarization treatment. Soil solarization, as an alternative soil disinfestation, is a
process of heating soil under transparent plastic tarps to improve soil temperature that may affect the
pathogens either by physical, chemical, or biological applied before planting, in this way controlling pathogens,
pests, and weeds. This method leaves no residual toxicity and may easily be applied on a small or large scale, may
improve physical, chemical, and biological properties of soil, and can be combined with other methods of plant
disease management.
Key words: soil solarization, soilborne pathogens, disease management
PENDAHULUAN
Patogen (penyebab penyakit) tular tanah menyebabkan kerusakan yang berat pada tanaman
pertanian pada umumnya dan menurunkan baik kuantitas maupun kualitas produksi.hal ini terjadi,
terutama pada areal yang ditanami tanaman yang sama secara terus menerus. Oleh karena itu
diperlukan metode pengelolaan penyakit yang efektif dan ekonomis untuk menjamin produksi yang tinggi
dan menguntungkan secara konsisten.
Kerusakan tanaman karena patogen tular tanah dapat diperkecil dengan memanipulasi satu atau
lebih komponen yang terlibat dalam timbulnya suatu penyakit, yaitu patogen, tanaman inang, dan
mikroorganisme tanah. Faktor yang paling penting dalam pengelolaan penyakit yang disebabkan oleh
patogen tular tanah ini adalah mengurangi tingkat inokulumnya di bawah ambang ekonomi sebelum
tanaman yang peka di tanam. Pada tahun 1950-an, untuk mengurangi inokulum awal patogen dilakukan
sterilisasi tanah dengan menggunakan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia dalam pengendalian patogen,
selain harganya cukup mahal, pengaruh negatif terhadap manusia, binatang, dan lingkungan, juga adanya
kecenderungan meningkatnya minat atau permintaan produk pertanian organik yang bebas dari bahan
29
2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011
kimia, dan akhir-akhir ini disinfestasi tanah (sterilisasi tanah) dengan bahan kimia diakui tidak sesuai
dengan pertanian berkelanjutan dan penggunaannya dibatasi.
Solarisasi adalah salah satu alternatif disinfestasi tanah nonkimia yang aman, simpel, dan
efektif pada berbagai kondisi yang kini banyak diupayakan untuk mengendalikan berbagai jenis patogen
tular tanah (DeVay et al. 1990; Stapleton et al. 1987); suatu metode pengendalian patogen tular tanah
dengan menggunakan lembaran plastik bening yang ditutupkan pada tanah selama periode suhu yang
tinggi, tidak meninggalkan toksisitas residu dan dapat digunakan dengan mudah pada skala kecil atau
skala luas, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan ketersediaan N dan nutrisi esensial tanaman
lainnya. Menurut Chen et al. (1991), solarisasi tanah merupakan salah satu teknik pengendalian patogen
tular tanah dengan memodifikasi lingkungan tumbuh patogen, yaitu untuk meningkatkan suhu tanah.
Peningkatan suhu tanah karena solarisasi dapat mempengaruhi patogen baik dengan secara fisik, kimia
atau biologi. Selain itu salah satu cara untuk merangsang aktivitas mikroorganisme antagonis indogeneus
(yang ada di dalam tanah) sehingga dapat menekan populasi patogen dalam tanah secara alami. Beberapa
keberhasilan solarisasi tanah dalam pengendalian patogen tular tanah telah dilaporkan pada berbagai
jenis tanaman (Katan et al. 1976; Gonzales-Torres et al. 1993; Widodo dan Suheri 1995; Cicu 2005).
Makalah ini menguraikan tentang patogen tular tanah dan kaitannya dengan solarisasi tanah.
OPERASIONALISASI PEKERJAAN DILAPANGAN
Lahan atau areal yang akan disolarisasi sebaiknya rata dan bebas dari bongkahan/gumpalan-
gumpalan dan puing-puing sisa-sisa tanaman yang besar. Gumpalan-gumpalan tanah yang besar
dihancurkan kemudian permukaan tanah dihaluskan. Batu besar, gulma, sisa-sisa tanaman, atau objek-
objek lain yang dapat menyebabkan kebocoran plastik sebaiknya dibuang. Pemanasan tanah maksimum
terjadi apabila plastik dekat dengan tanah karena itu kantong-kantong udara akibat gumpalan-gumpalan
tanah atau kerutan-kerutan plastik seharusnya dihindari (Stapleton et al. 1997; Strausbaugh;
http://www.aces.edu/pubs/ docs/A/ANR.0713). jika tanah kering sebaiknya diairi, tetapi tidak jenuh,
hanya lembab remah seperti tanah yang siap tanam.
Lembaran plastik dapat dipasang dengan tangan (Gambar 1) atau dengan mesin (Gambar 2).
Plastik dapat dipasang dengan cara penutupan penuh atau strip. Pada penutupan penuh, lembaran plastik
dibentangkan di atas permukaan tanah sampai menutupi seluruh areal yang akan ditanami. Lembaran
plastik dapat digabung dengan cara merekatkan satu sama lainnya dengan menggunakan lem yang tahan
UV, kemudian dipasang dengan cara membenamkan tepi plastik pada parit yang dangkal sedalam 1 kaki
(30 cm) (Strausbaugh, http://www.uiweb.uidaho.edu/ag/plantdisease/soilsol.htm) pada lahan solarisasi;
atau plastik tidak digabung, tetapi dipasang dengan cara membentangkan plastik strip secara
berdekatan atau bersebelahan dan membenamkan kedua pinggirnya di dalam tanah (Gambar 3).
Penutupan lahan penuh dianjurkan pada tanah yang terinfestasi berat dengan patogen atau gulma
tahunan karena dapat mengurangi reinfestasi tanah (Stapleton et al. 1997). Pada penutupan strip,
lembaran plastik hanya dipasang pada bedengan atau bagian areal tertentu, yang telah dibuat
sebelumnya (Gambar 4). Lebar strip/bedengan 0,75-1,5 m adalah ukuran yang disenangi karena dapat
ditanami beberapa baris tanaman dalam satu bedengan. Pada beberapa kasus strip lebih praktis dan
ekonomis dari pada penutupan penuh karena lebih sedikit plastik yang dibutuhkan dan tidak perlu
menggabung pinggiran plastik satu sama lain. Meskipun demikian untuk pengendalian jangka panjang,
tanah yang tidak kena solarisasi dapat mencemari dan menginfestasi kembali areal yang telah
disolarisasi.
30
3. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
Gambar 1. Lembaran plastik bening atau transparan yang dipasang dengan tangan
Gambar 2. Lembaran plastik bening atau transparan yang dipasang dengan
mesin pada bedengan yang berukuran 105 cm (Sumber: Stapleton
et al. 1997)
31
4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011
Gambar 3. Solarisasi tanah dengan penutupan penuh dengan memasang plastik
strip secara berdekatan atau bersebelahan dengan membenamkan
kedua penggirnya di dalam tanah (Sumber: Stapleton et al. 1997).
Gambar 4. Solarisasi tanah penutupan strip, lembaran plastik dipasang pada
bedengan (76 cm) dengan mesin (Sumber: Stapleton et al. 1997)
32
5. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
Untuk meningkatkan efektivitas solarisasi, tanah di bawah lembaran plastik sebaiknya dibasahi
hingga 70 % kapasitas lapang pada lapisan atas dan lembab hingga kedalaman 60 cm (Stapleton et al.
1997). Tanah dapat diairi sebelum atau setelah plastik dipasang. Lembaran plastik dibiarkan selama 4-
6 minggu untuk memberikan panas pada tanah sedalam mungkin. Untuk memperoleh suhu tanah yang
dibutuhkan untuk mengendalikan patogen tular tanah, hama, dan biji-biji gulma dibutuhkan hari-hari
yang panjang, cerah, dan panas. Lebih lama tanah dipanasi lebih baik dan memungkinkan efek
pengendalian pada lapisan tanah yang lebih dalam lebih besar. Solarisasi paling efektif dilakukan pada
bulan Juni dan Juli, meskipun demikian solarisasi juga efektif dilakukan pada bulan Mei, Agustus dan
September tergantung pada letak geografis (Strausbaugh,
http://www.uiweb.uidaho.edu/ag/plantdisease /soilsol.htm). pada areal dekat pantai, waktu yang paling
baik untuk solarisasi adalah bulan Agustus-September atau Mei-Juni, periode-periode transisi ketika
angin atau kabut kemungkinan sedikit (Stapleton et al. 1997).
Setelah solarisasi tanah selesai lembaran plastik dapat dibuka sebelum tanam, atau plastik
dibiarkan di tanah sebagai mulsa. Plastk bening ini dapat dicat putih atau perak untuk mendinginkan
tanah dan menolak serangga-serangga hama yang terbang (Stapleton et al.1997).
PENGARUH SOLARISASI TANAH TERHADAP PENINGKATAN TEMPERATUR TANAH
Efek pemanasan pada tanah yang disolarisasi paling tinggi diperoleh pada permukaan tanah, dan
menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Temperatur tanah yang meningkat akibat solarisasi
tanah dapat menurunkan populasi gulma dan patogen tanaman, termasuk cendawan, bakteri, dan
nematoda serta mengendalikan berbagai penyakit tanaman (DeVay 1991;Katan 1981). Organisme sasaran
dari solarisasi tanah adalah organisme mesofilik, pada umumnya termasuk patogen dan hama tanaman,
tanpa merusak cendawan termofilik dan Bacillus spp. (Stapleton & DeVay 1982) Pengaruh langsung
temperatur terhadap patogen dalam proses solarisasi bervariasi tergantung pada warna dan struktur
tanah, suhu udara, panjang hari, lama perlakuan, letak patogen di dalam tanah, serta jenis patogen
(Katan 1981; DeVay & Katan 1991). Temperatur maksimum tanah yang disolarisasi pada kedalaman 5 cm,
yaitu 42-550 C dan pada kedalaman 45 cm adalah 32-370 C. Pengendalian yang baik terjadi pada
kedalaman 10-30 cm (Stapleton et al. 1997). Menurut DeVay dan Katan (1991), ambang temperatur yang
dapat mematikan beberapa cendawan mesofilik adalah 370 C selama 2-4 jam secara terus menerus.
Untuk mematikan 90 % Rhizoctonia solani diperlukan waktu sekitar 10 jam pada suhu 430 C. Dalam
percobaan Kartini dan Widodo (2000), sclerotia Sclerotium rolfsii yang diletakkan pada kedalaman 0,5
cm dari permukaan tanah dan diberi perlakuan solarisasi selama 3-4 minggu (temperatur rata-rata
43,6-44,50 C), daya kecambahnya menurun, masing-masing hanya 12,0 % dan 12,7 % dan
pertumbuhannya terhenti (mati); sedangkan yang diletakkan pada kedalaman 15 cm dan diberi perlakuan
solarisasi perkecambahannya tidak terganggu dan dapat tumbuh dengan baik. Cicu (2005) melaporkan
bahwa solarisasi tanah selama 6 minggu menyebabkan peningkatan temperatur tanah harian pada
kedalaman 15 cm, yaitu temperatur tertinggi yang dicapai 30,320 C atau 4,820 C lebih tinggi dari pada
tanah tanpa solarisasi. Meskipun temperatur maksimum yang dicapai pada penelitian tersebut
kemungkinan tidak berpengaruh langsung terhadap patogen, tetapi dapat meningkatkan kepadatan
populasi mikroba rizosfer bibit kubis yang diyakini dapat memproteksi akar dari infeksi patogen.
PENGARUH SOLARISASI TANAH TERHADAP PATOGEN TULAR TANAH
Efikasi solarisasi tanah untuk pengendalian patogen tular tanah dan hama adalah peran dari
hubungan antara waktu dan temperatur. Panas berpengaruh langsung atau berperan dalam mematikan
patogen dalam proses solarisasi, pengaruhnya bervariasi tergantung pada warna tanah dan struktur
tanah, temperatur udara, panjang hari, lama perlakuan, letak patogen di dalam tanah, serta jenis
patogen (Katan 1981; DeVay & Katan 1991). Misalnya suhu 37o C selama 2-4 minggu dibutuhkan untuk
33
6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011
membunuh 90 % populasi cendawan mesofilik (organisme yang tumbuh dengan baik pada temperatur
moderat, 25-40 oC) pada umunya, sedangkan untuk memperoleh hasil yang sama pada temperatur yang
tinggi (47o C) hanya diperlukan 1-6 jam pemanasan
(http://www.ext.colostate.edu/pubs/crops/00505.html). Menurut Pullman et al. (1981), untuk
mematikan 90 % Rhizoctonia solani diperlukan waktu sekitar 10 jam pada temperatur 43o C. Kemudian
Kartini dan Widodo (2000) melaporkan bahwa sclerotia Sclerotium rolfsii yang diletakkan pada
kedalaman 0,5 cm dari permukaan tanah dan diberi perlakuan solarisasi selama 3-4 minggu (temperatur
rata-rata 43,6-44,5o C), daya kecambahnya menurun, masing-masing hanya 12,0 % dan 12,7 % dan
pertumbuhannya terhenti (mati); sedangkan yang diletakkan pada kedalaman 15 cm dan diberi perlakuan
solarisasi perkecambahannya tidak terganggu dan dapat tumbuh dengan baik (Tabel 1).
Selama solarisasi berlangsung, temperatur yang dapat dicapai 35-60o C tergantung pada tipe
tanah, musim, lokasi, kedalaman tanah dan faktor-faktor lain. Temperatur tinggi tersebut menyebabkan
perubahan senyawa volatil di dalam tanah yang bersifat toksik terhadap organisme patogen yang sudah
lemah karena pengaruh temperatur tinggi (http://www.ext.colostate.edu/ pubs/crops/00505.html;
Stapleton et al. 1997). Solarisasi tanah efektif mengendalikan cendawan patogen, seperti Verticillium
spp.(Wilt); Fusarium spp. (pada beberapa penyakit); dan Phytophthora cinnamomi (root rot), bakteri
patogen, seperti Streptomyces scabies (potato scab); Agrobacterium tumefaciens (crown gall); dan
Clavibacter michiganensis (tomato canker), nematoda parasitik, khususnya Meloidogyne spp. (root-knot)
dan Pratylenchus thornei (root lesion); and Xiphinema (dagger) (http://www.ext.colostate.edu/
pubs/crops/00505.html). Menurut Stapleton et al. (1997) meskipun pada umunya hama/patogen mati
pada kisaran temperatur di atas 30–33o C, patogen tanaman, gulma dan organisme tanah lainnya memiliki
kepekaan yang berbeda terhadap pemanasan tanah. Beberapa organisme tanah yang sulit dikendalikan
dengan fumigan tetapi dengan mudah dikendalikan dengan solarisasi tanah (Tabel 2), dan organisme-
organisme tanah lainnya ada yang tidak dapat diprediksi pengendaliannya (Tabel 3), sehingg memerlukan
pengendalian tambahan.
Tabel 1. Pengaruh solarisasi tanah terhadap perkecambahan dan pertumbuhan S. rolfsii
Perlakuan Perkecambahan (%) Diameter pertumbuhan (mm)
Faktor lama solarisasi
0 minggu (K) 100,0 b 42,5 a
3 minggu (S3) 56,0 a 41,3 a
4 minggu (S4) 56,3 a 40,6 a
Faktor letak
0,5 cm 41,6 a 11,9 a
15 cm 100,0 b 71,0 b
Kombinas 1)
K-0,5 100,0 b 35,7 ab
S3-0,5 12,0 a 0,0 a
S4-0,5 12,7 a 0,0 a
K-15 100,0 b 49,3 ab
S3-15 100,0 b 82,5 b
S4-15 100,0 b 81,2 b
Keterangan :
K: solarisasi 0 minggu, S3: solarisasi 3 minggu, S4: solarisasi 4 minggu, 0,5: seklerotia
diletakkan pada kedalaman 0,5 cm dari permukaan, 15: seklerotia diletakkan pada
kedalaman 15 cm dari permukaan. Angka dalam satu kolom dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada uji Turkey taraf 5 % (Sumber : Kartini dan Widodo, 2000).
34
7. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
Tabel 2. Patogen dan hama yang dikendalikan oleh solarisasi
Cendawan Penyakit yang disebabkan (tanaman)
Nama Ilmiah
Didymella lycopersici Didymello sterm rot (tomato)
Fusarium oxysporum f.sp.conglutinans Fusarium wilt (cucumber)
Fusarium oxysporum f.sp.lycopersici Fusarium wilt (strawbery)
Fusarium oxysporum f.sp.vasinfectum Fusarium wilt (tomato)
Plosmodiophora brassicae Fusarium wilt (cotton)
Phoma terrestris Club root (cruciferae)
Phytopthora cinnamomi Pink root (onion)
Pyrenochaeta lycopersici Phytopthora root rot (many crops)
Pythium ultimum, Pythium spp Croky root (tomato)
Pythium myrotehcium Seed rot or seedling disease (many crops)
Rhizoctonia solani Drop (lettuce)
Scletinia minor White rot (arlic and onions)
Sclerotium cepivorom Southem bight (many crops)
Sclerotium rollsii Black root rot (many crops)
Thielaviopsis basicola Verticulum wilt (many crops)
Verticillium dahliae
Bakteri Penyakit yang disebabkan (tanaman)
Nama Ilmiah
Agrobocterium tumefaciens Crown gall (many crops)
Clavibacter michiganensis Canker (tomato)
Streptomyces scabies Scap (potato)
Nematoda Nama umum
Nama Ilmiah
Criconemella xenoplax Ring nematoda
Ditylenchus dipsaci Stem and bulb nematoda
Globodera rosthociensis Potato cyst nematoda
Helicotylenchus dogonicus Spiral nematoda
Heterodera schactii Sugarbeet cyst nematoda
Meliodogyne hapla Northem root knot nematoda
Meliodoghne javanica Javanese root knot nematoda
Paratylenchus hamatus Pin nematoda
Pratylencus penetrans Lesion nematoda
Pratylenhus thornei Lesion nematoda
Pratylenhus vulnus Lesion nematoda
Tylenchulus semipenetrans Citrus nematoda
Xiphinema spp Dagger nematoda
Sumber: Stapleton et al. (1997)
35
8. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011
Tabel 3. Patogen atau hama yang sulit dikendalikan oleh solarisasi
Cendawan Penyakit yang disebabkan (tanaman)
Nama Ilmiah
Fusarium oxysporum f.sp. pini Fusarium wilt (pines)
Macrophomina phaseolina Charcoal rot (many crops)
Bakteri Penyakit yang disebabkan (tanaman)
Nama Ilmiah
Pseudomonas solanacearum Bacterial wilt (several crops)
Nematoda Nama umum
Nama Ilmiah
Meloidogyne incognita Southem root knot nematoda
Sumber: Stapleton et al. (1997)
PENGARUH SOLARISASI TANAH TERHADAP GULMA
Solarisasi tanah selama 2-4 minggu dengan temperatur 370 C efektif mencegah munculnya gulma-gulma
tahunan khususnya pada lapisan tanah bagian atas karena peningkatan temperatur pada lapisan yang
lebih dalam lebih lambat. Solarisasi tanah efektif mengendalikan Orobanche spp dan gulma-gulma lain,
tetapi tidak efektif terhadap Cuscuta sp, Convolvulus arvensis (bindweed), Cyperus esculentus (yellow
nutsedge) (http://www.ext.colostate.edu/ pubs/crops/00505.html). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
efikasi solarisasi tanah untuk pengendalian gulma di lahan dapat ditingkatkan dengan perbaikan irigasi,
paling sedikit 2-3 minggu sebelum tanah disolarisasi, membiarkan gulma tumbuh dan membenamkan
gulma tersebut ke dalam tanah sebelum perlakuan solarisasi berlangsung. Beberapa spesies gulma
sangat peka terhadap solarisasi tanah, dan spesies lainnya resisten dan memerlukan kondisi optimum
(kelembabab tanah yang baik, plastik yang sesuai, radiasi matahari yang tinggi) untuk pengendaliannya
(Tabel 4) (Stapleton et al. 1997). Solarisasi tanah umumnya tidak dapat mengendalikan gulma-gulma
musiman seperti halnya dalam mengendalikan gulma tahunan dengan baik karena gulma musiman struktur
vegetatifnya terbenam dengan dalam di bawah permukaan tanah seperti akar, rizome yang kemungkinan
dapat tumbuh kembali.
PENGARUH SOLARISASI TANAH TERHADAP MIKROBA YANG BERMANFAAT
Peningkatan temperatur tanah subletal selama solarisasi tanah berlangsung sangat selektif terhadap
mikroba tanah yang termofilik dan termotoleran (di atas 450C), termasuk aktinomisetes.
Mikroorganisme tersebut dapat bertahan dan bahkan tumbuh dengan baik pada saat solarisasi
berlangsung, tetapi kompetitor-kompetitor tanah yang buruk seperti pada umumnya patogen terbunuh
karena solarisasi tanah. Pada mulanya solarisasi tanah dapat menurunkan populasi mikroorganisme yang
bermanfaat (bakteri dan cendawan rizosfer; dan bakeri dan cendawan antagonis), tetapi populasinya
dengan cepat mengolonisasi kembali tanah yang disolarisasi
(http://www.ext.colostate.edu/pubs/crops/00505.html; Stapleton et al. 1997). Bakteri Rhizobium yang
menfiksasi Nitrogen juga peka terhadap temperatur tanah yang tinggi dan bintil akar menurun pada
tanaman legum seperti tanaman pir atau tanaman kacang polong pada tanah yang disolarisasi adalah
juga bersifat sementara. Aplikasi inokulum pada legum yang ditanam pada tanah solarisasi dapat
bermanfaat.
36
9. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
Tabel 4. Gulma yang dapat dan yang sulit dikendalikan oleh solarisasi tanah
Gulma yang dapat dikendalikan Nama umum
Nama Ilmiah
Abutilon theophrasti Velvetleaf
Amoranthus albus Tumble pigweed
Amoranthus retrotroflexus Redroot pigweed
Amsinckia douglasiana Fiddleneck
Avena fatua Wild oat
Brossica nigra Black mustard
Capsella bursa-pastoris Shepherd’s purse
Chenopodium album Lambsquarters
Claytonia perfoliata Minerslettuce
Convolvulus arvensis (seed) Field bindweed
Conyza canadensis Horseweed
Cynodon dactylon (seed) Bermudagrass
Digitaria sanguinalis Large crabgrass
Echinochloa crus-galli Barnyardgrass
Eleusine indica Goosegrass
Lamium amplexicaule Henbit
Malva palvillora Cheeseweed
Orobanche ramosa Brandched broomrape
Oxalis pes-caprae Bermuda buttercup
Poo annua Annual bluegrass
Portulaca oleraceae Purslane
Senecio vulgaris Common groundsel
Sida spinosa Rickly sida
Solarium nigrum Lack nightshade
Solarium sarrochoides Hairy nighthade
Sochus oleraceus Sowthistle
Sorghum halepense (seed) Johnsongross
Stelloria media Common chickeweed
Trianthema portulacastrum Horse purslane
Xanthium strumarium Common cocklebur
Gulma yang suli dikendalikan Nama umum
Nama Ilmiah
Convolvulus ar venis Field bindweed (plant)
Cynodon dactylon (plant) Bermudagrass (plant)
Cyperus esculentus Yellow nutsedge
Cyperus rotundus Purple nutsedge
Eragrostis sp Lovegrass
Malva niceansis Bull mallow
Melilotus alba White sweetdover
Sorghum halepense (plant) Johnsongrass (plant)
Sumber: Stapleton et al. (1997)
37
10. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011
Pinkerton et al. (2000) melaporkan bahwa kepadatan populasi Bacillus spp. dan Pseudomonas
flourescens menurn karena metil bromida, tetapi tidak berubah karena pengaruh solarisasi. Diantara
mikroba-mikroba penting yang bermanfaat adalah cendawan mikoriza, dan cendawan dan bakteri yang
memparasit patogen tanaman dan membantu pertumbuhan tanaman. Perubahan populasi mikroorganisme
tersebut pada tanah yang disolarisasi dapat membuat tanah-tanah yang diberi perlakuan solarisasi
resisten terhadap patogen dari pada tanah tanpa solarisasi atau tanah fumigasi.
Proses mikrobiologi yang diinduksi oleh solarisasi tanah telah diketahui memberikan peran yang
penting dalam pengendalian penyakit tanaman, disamping pengaruh fisik oleh panas yang ditimbulkannya
yang dapat merusak struktur istirahat patogen (Katan et al. 1976; Gamliel & Katan 1991). Cendawan
patogen yang sudah lemah karena temperatur tanah yang tinggi sangat peka terhadap antagonis, seperti
temperatur subletal yang dihasilkan oleh solarisasi tanah dapat menyebabkan retaknya kulit sklerotia
dari S. rolfsii sehingga meningkatkan bocornya beberapa senyawa, sklerotia yang dalam kondisi lemah
ini akhirnya mudah terserang oleh Trichoderma harzianum dan mikroorganisme lainnya (Lifahitz et al.
dalam DeVay 1991).
Solarisasi tanah selama 5-7 minggu sebelum tanam dapat menekan kejadian dan indeks penyakit
akar gada serta meningkatkan produksi tanaman kubis (Widodo & Suheri 1995). Penekanan penyakit
tersebut tidak disebabkan oleh pengaruh langsung dari peningkatan temperatur tanah, tetapi karena
efek kumulatif dari temperatur tanah harian selama solarisasi berlangsung. Efek temperatur ini
meningkatkan populasi mikroba rizosfer terutama aktinomisetes yang diyakini berperan langsung
menekan P. brassicae. hal yang sama dilaporkan oleh Cicu (2005), bahwa solarisasi tanah pembibitan
yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk kandang ayam 5 kg/m2 selama 6 minggu dapat
menurunkan indeks penyakit akar gada dan meningkatkan produksi kubis di lapangan. Dalam hal ini,
penurunan indeks penyakit diduga berkaitan dengan peningkatan mikroflora tanah (bakteri, cendawan,
dan aktinomisetes) akibat kumulatif dari peningkatan temperatur tanah (yang populasinya lebih tinggi
dari pada tanah tanpa solarisasi). Organisme tersebut mengolonisasi akar bibit kubis sebelum
dipindahkan di lapangan. Hal ini dapat mengurangi kontak antara tanaman kubis dengan P. brassicae di
dalam tanah, atau dengan kata lain penekanan P. brassicae oleh mikroflora tanah kemungkinan terjadi
secara alami melalui proteksi pada akar yang menyebabkan atau meningkatkan ketahanan tanaman inang
terhadap infeksi patogen dan selanjutnya meningkatkan produksi tanaman kubis di lapangan.
PENGARUH SOLARISASI TANAH TERHADAP PENINGKATAN PERTUMBUHAN TANAMAN
Solarisasi tanah memprakarsai perubahan sifat fisik dan kimia tanah yang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Solarisasi mempercepat perombakan bahan organik di dalam
tanah, yang melepaskan nutrisi yang dapat larut seperti Nitrogen (NO3-, NH4+); Kalsium (Cu++);
Magnesium (Mg++); Kalium (K+), dan asam sulfit sehingga tersedia untuk tanaman. Ketersediaan nutrisi
tanaman yang meningkat dan peningkatan populasi bakteri rizosfer seperti Bacillus spp. berperan
meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, dan hasi tanaman yang ditanam pada tanah solarisasi
merupakan komponen penting dari proses solarisasi
(http://www.ext.colostate.edu/pubs/crops/00505.html; Stapleton et al. 1997).
Penomena meningkatnya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat dan peningkatan kuantitas dan
kualitas hasil produksi yang diperoleh pada tanah solarisasi dibanding tanah tanpa solarisasi, dapat
dianggap sebagai suatu kombinasi mekanisme dari faktor-faktor yang terlibat; pertama, karena patogen
dan hama utama dikendalikan, dan kemungkinan hama dan patogen-patogen minor yang lain juga
dikendalikan; kedua, beberapa nutrisi yang larut seperti nitrogen (NO3- ; NH4+), kalsium (Ca++), dan
magnesium (Mg++) meningkat dan tersedia untuk tanaman pada tanah yang disolarisasi; ketiga,
mikroorganisme yang bermanfaat seperti cendawan mikoriza, Trichoderma sp., aktinomisetes dan
beberapa bakteri yang bermanfaat dapat bertahan hidup pada proses solarisasi atau dengan cepat
38
11. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
mengolonisasi tanah kembali. Hal ini memberikan kontribusi terhadap pengendalian hama dan patogen
secara biologi dan menstimulir pertumbuhan tanaman (Stapleton et al. 1997).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN SOLARISASI TANAH
Karakteristik tanah seperti warna, struktur, dan kedalaman tanah berpengaruh terhadap
efektivitas solarisasi. Tanah yang berwarna gelap cenderung mengasorbsi radiasi matahari lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang berwarna terang. Tanah-tanah yang remah memungkinkan panas
ditransmisi melalui tanah dan meneruskannya masuk ke lapisan tanah yang lebih dalam. Tingkat
pengendalian yang dapat dicapai tergantung pada kombinasi dari waktu pelaksanaan, lamanya proses
solarisasi berlangsung, temperatur tinggi yang dihasilkan, dan kepekaan spesies patogen, hama dan
gulma yang akan dikendalikan. Lebih lama tanah dipanasi lebih baik dan lebih dalam pengendalian akan
terjadi. Selama musim panas di Alabama, periode solarisasi 4-6 minggu efektif mengendalikan nematoda
dan patogen-patogen tular tanah lainnya, sedang untuk pengendalian gulma yang efektif hanya
dibutuhkan 2 minggu. Pada musim semi dan musim gugur, periode solarisasi tanah dibutuhkan 6-8
minggu untuk menjamin efektivitas pengendalian hama dan patogen tanaman (31 Januari 2008, ACES
Publication: ANR-0713). Menurut Stapleton et al. (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
solarisasi adalah lokasi, cuaca, waktu solarisasi, periode waktu solarisasi, persiapan tanah, kelembaban
tanah, warna tanah, dan orientasi bedengan yang disolarisasi.
KOMBINASI SOLARISASI TANAH DENGAN METODE PENGENDALIAN YANG LAIN
Solarisasi tanah yang dikombinasikan dengan aplikasi pestisida, pupuk organik, dan agens hayati
dapat meningkatkan efek jangka panjang dari solarisasi. Aplikasi fungisida, fumigan, atau herbisida
dosis rendah dengan solarisasi tanah dapat meningkatkan efektivitas pengendalian. Bahan kimia
tersebut dapat diaplikasikan baik sebelum atau setelah solarisasi. Meskipun demikian kemungkinan
kelemahan dari solarisasi tanah yang dikombinasi dengan aplikasi bahan kimia dapat juga mengurangi
efek jangka panjang solarisasi. Solarisasi juga dapat dikombinasi dengan aplikasi sisa-sisa tanaman,
pupuk hijau dan pupuk kandang, serta pupuk anorganik. Bahan-bahan organik seperti pupuk kandang
atau bahan organik lainnya yang diaplikasikan pada tanah sebelum disolarisasi dapat melepaskan senyawa
volatil di dalam tanah yang dapat membunuh patogen dan membantu menstimulir pertumbuhan
mikroorganisme bermanfaat. Aplikasi bahan organik yang dkombinasi dengan solarisasi tanah dapat
menurunkan populasi patogen seperti Fusarium oxysporum f.sp. asparagi, Risoctonia solani, dan
Verticillium dahliae dengan nyata dibanding dengan kontrol, dan aplikasi tunggal solarisasi atau bahan
organik penurunannya tidak berbeda nyata dengan kontrol (Blok et al. 2000). Hal yang sama dilaporkan
oleh Cicu (2005), bahwa solarisasi tanah pembibitan yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk
kandang ayam 5 kg/m2minggu selama 6 minggu dapat meningkatkan populasi mikroorganisme rizosfer,
menurunkan indeks penyakit akar gada dan meningkatkan produksi kubis di lapangan berbeda nyata
dengan kontrol.
KESIMPULAN
Solarisasi tanah merupakan suatu metode disinfestasi tanah alternatif yang sederhana, aman,
efektif, tidak meninggalkan residu, dapat dengan mudah diaplikasikan pada skala kecil atau skala luas,
dan dapat dikombinasikan dengan metode pengendalian yang lain seperti aplikasi pestisida dosis rendah,
aplikasi pupuk (pupuk hijau, pupuk organik, atau pupuk buatan), dan agens hayati, serta mempunyai efek
pengendalian jangka panjang. Efektif mengontrol patogen-patogen tanaman tular tanah (nematoda
parasit, cendawan, dan beberapa bakteri) dan gulma, memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan
pertumbuhan tanaman meningkatkan ketersediaan nutrisi esensial di dalam tanah dan menstimulir
39
12. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011
pertumbuhan mikroflora tanah. Efektivitas pengendalian yang dapat dicapai dipengaruhi oleh lokasi;
cuaca; karakteristik tanah seperti warna, struktur, kelembaban, dan kedalaman tanah; persiapan tanah
dan orientasi bedengan; dan kombinasi dari waktu pelaksanaan, lamanya proses solarisasi berlangsung,
temperatur tinggi yang dihasilkan, dan kepekaan spesies patogen, hama dan gulma yang akan
dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Blok WJ., JG. Lamers, AJ. Termorshuizen, and GJ. Bollen. 2000. Control of soilborne plant pathogens
by incorporating fresh organic amendments followed by tarping. The American
Phytopathological Society 90(3):253-259.
Chen Y., A. Gamliel, JJ. Stapleton, and T. Aviad. 1991. Chemical, physical, and microbial changes related
to plant growth in disinfected soil. In Soil Solarization, J. Katan, JE. DeVay (editor). Boca
Ratoom: CRC Pr.
Cicu. 2005. Penekanan penyakit akar gada pada tanaman kubis melalui perlakuan tanah pembibitan.
Jurnal Hortikultura 15(1): 58-66.
DeVay JE., JJ. Stapleton, and CL. Elmore. 1990. Soil solarization. Food and Agricultural Organization,
United Nations. FAO Report # 109. Rome, Italy.
DeVay JE. 1991. Historical review and principles of soil solarization. Pages 1-15 In Soil Solarization,
DeVay JE, JJ. Stapleton, CL. Elmore, editor. FAO Plant Prot.Bull
DeVay JE., and J. Katan. 1991. Mechanisms of pathogen control in solarized soils. Pages 87-101. In J.
Katan and JE. DeVay (eds). Soil Solarization. Boca Raton, FL.CRC.Press.
Horiuchi S., M. Hori, S. Takahashi, and K. Shimizu. 1982. Factors responsible for development of
clubroot suppressing effect in soil solarization. Bull. Chugoku Natl. Agrric. 20: 25-48.
Kartini dan Widodo. 2000. Pengaruh Solarisasi Tanah terhadap Pertumbuhan Sclerotium rolfsii Sacc.
dan Patogenitasnya pada Kacang Tanah. Bull. HPT 12(2): 53-59.
Katan J. 1981. Solar heating (solarization) of soil for control of soilborne pests. Annu Rev Phytopathol
19: 211-236.
Katan J., A. Greenberger, H. Alon, and Grastein. 1976. Solar heating by polyethylene mulching for the
control of disease caused by soilborne pathogens. Phytopathology 66: 683-688.
Pinkerton JN., KL. Ivors, PW. Reeser, PR. Bristow, and GE. Windom. 2002. The use of soil solarization
for the management of soilborne plant pathogens in strawberry and red raspberry production.
Plant Disease 86(6): 645-651.
Pullman GS., JE. DeVay, RH. Garber, and AR. Weinhold. 1981. Soil solarization: effects on Verticillium
of cotton and soil borne populations of Verticillium dahliae, Pythium spp., Rhizoctonia solani, and
Thielaviopsis basicola. Phytopathology 71: 954-959.
Gamliel A., and J. Katan . 1991. Involvement of flourescent pseudomonas and other microorganisms in
increased growth response of plant in solarized soils. Phytopathology 81: 494-502.
Stapleton JJ., and J. Katan. 1982. Effct of soil solarization on populations of selected soilborne
microorganisms and growth of deciduous fruit tree seedlings. Phytopathology 72: 323-326.
Stapleton JJ., and JE. DeVay. 1984. Thermal components of soil solarization as related to changes in
soil and root microflora and increased growth response. Phytopathology 74: 255-259.
40
13. Cicu : Pengelolaan Penyakit Tular Tanah Melalui Solarisasi
Stapleton JJ., B. Lear and JE. DeVay. 1987. Effect of combining soil solarization with sertain
nematicides on target and non-target organisms and plant growth. Ann.Appl.Nematology 1: 107-
112.
Stapleton JJ., CE. Bell, and JE. DeVay. 1997. Soil solarization a nonpestisidal method for controlling
diseases, nematodes, and weeds. Publication 21377. Printed in the United States of America
1997 by the Regents of the University of California Division of Agriculture and natural
resources. 17 pp.
Widodo and Suheri. 1995. Suppression of clubroot disease of cabbage by soil solarization. Bull HPT
8(2):49-55.
41