Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan psikologi, dimulai dari pandangan filsafat Yunani kuno tentang jiwa, psikologi sebagai bagian dari filsafat, hingga berkembang menjadi ilmu mandiri dengan pengembangan metode empiris. Dokumen ini juga membahas tokoh-tokoh penting dalam perkembangan awal psikologi.
2. i
Kata pengantar
Seandainya dalam semua segi, setiap orang sama, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang
dalam situasi tertentu berdasarkan pengalamn kita sendir. Akan tetapi, kenyataannya, dalam
banyak hal, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya, kita mengalami salah paham dengan teman
sejawat dikantor, dengan tetangga, atau bahkan dengan suami/istri serta anak- anak di rumah.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan semacam kerangka acuan untuk memahami dan
menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kita harus memahami definisi kepribadian
dan cara terbentuknya kepribadian itu. Kita juga membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku
dan kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Dengan demikian, gangguan-
gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Karena kepribadian merupakan organisasi dinamis dari system psikofisik dalam individu yang
turut menentukan cara-cara unik atau khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, sukar sekali membuat gambaran umum tentang
kepribadian. Hal yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan mengetahui
struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap
sejarah hidup, cita-cita, dan persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.
3. ii
Daftar isi
Bab1
Sejarah perkembangan psikologi................................................................................................2
A. Psikologi zaman yunani kuno.........................................................................................2
B. Psikologi bagian dari flsafat............................................................................................4
C. Psikologi sebagai ilmu mandiri.......................................................................................6
D. Pengembangan metode dalam psikologi.........................................................................6
E. Asumsi dasar tingkah laku manusia................................................................................7
5. 2
Bab 1
Sejarah perkembangan psikologi
A. Psikologi zaman yunani kuno
Psikologi berasal dari kata yunani, yang psyche yang berarti “jiwa” dan logos yang berarti
“ilmu pengetahuan”. Secara definitive, psikologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang perilaku dan proses mental1 artinya, psikologi adalah ilmu yang berusaha
menjelaskan gejala perilaku manusia.
Sejarah perkembangan psikologi dimulai saat psikologi masih bersatu dan menjadi bagian dari
filsafat. Banyak ahli yang menyebutkan bahwa sejarah perkembangan psikologi dimulai dengan
munculnya pandangan tentang jiwa dan manusia dari trio filsuf besar zaman yunani kuno, yaitu
Socrates, plato, dan aristoteles.
Sebelum 1879, psikologi dainggap sebagai bagaian dari filsafat atau ilmu faal. kemudian, para
ahli filsafat dari zaman yunani kuno mulai memikirkan gejala-gejala kejiwaaan. Saat itu belum
ada pembuktian secara empiris/ilmiah. Mereka mencoba menerangkan gejala-gejala kejiwaan
melalui mitologi. Cara pendekatan itu disebut sebagai cara pendekatan yang naturalistic.
Diantara sejarawan yunani yang menggunakan pendekatan naturalistic adalah Thales (624-548
SM) yang sering disebut sebagai bapak filsafat. Ia meyakini bahwa jiwa dan hal-hal supernatural
lainnya tidak ada karena sesuatu yang ada harus diterangkan dengan gejala alam (natural
phenomenon). Ia pun percaya bahwa segala sesuatu berasal dari air dan karena jiwa tidak
mungkin berasal dari air, jiwa dianggap tidak ada. Tokoh lainnya adalah Anaximander (611-546
SM) yang mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari sesuatu yang tidak tentu, sementara
Anaximenes (abad 6 SM) mengataka segala sesuatu berasal dari udara. Tokoh yang tidak kalah
pentingnya adalah Empedocles, Hippocrates, dan Democritos.
Empedocles (490-430 SM) mengatakan bahwa ada 4 elemen besar dalam alam semesta, yaitu
bumi/tanah, udara,api, dan air. Manusia berasal dari tulang, otot, dan usus yang merupakan unsur
dari tanah; cairan tubuh berasal dari air; fungsi rasio dan mental berasal dari api; sedangkan
pendukung elemen-elemen atau atau fungsi hidup adalah udara. Berdasarkan pandangan
Empedocles, Hippocrates (460-375 SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran,
menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat 4 cairan tubuh yang memiliki kesesuaian dengan
keempat elemen dasar tersebut.
Berdasarkan komposisi cairan yang ada didalam tubuh manusia tersebut, Hippocrates membagi
manusia dalam empat golongan, yaitu:
Sanguine, orang yang mempunyai kelebihan darah dalam tubuhnya mempunyai
tempramen penggembira
Melancholic, orang yang terlalu banyak sumsum hitam, bertempramen pemurung
Choleric, orang yang terlalu banyak sumsum kuning, bertempramen semangat dan
gesit
Plegmatic, orang yang terlalu banyak lender bertempramen lamban
1 Arkinson,Rita L., pengantar psikologi,I,(batam: interaksa,t.t.), hlm. 15.
6. 3
Democritus (406-370SM) berpendapat bahwa seluruh realitas yang ada dimuka bumi ini
terbagi atas partikel-partikel yang tidak dapat dibagi lagi yang kemudian oleh Einstein diberi
nama “atom”. Berates-ratus tahun sesudah masa Democritus, prinsip tersebut masih dikuti oleh
beberapa sarjana, antara lain I.P. Pavlov dan J.B Watson yang berpendapat bahwa “atom” dari
jiwa adalah refleks-refleks.
Tokoh-tokoh yunani tersebut pada dasarnya menganggap bahwa jiwa bersatu dengan badan.
Jiwa dan badan berasal dari unsur-unsur yang sama dan tunduk pada hokum yang sama
(pandangan monoisme). Selain pandangan monoisme, ada pula pandangan dualisme, yaitu
pandangan yang memisahkan jiwa dari badan, jiwa tidak sama dengan badan, dan masing-
masing tunduk pada peraturan atau hukum yang terpisah. Took-tokoh terkenal yang menganut
pandangan dualisme, antara lain Socrates, plato, aristoteles.
Adapun benjafiled (1996) dalam bukunya a history of psychology menulis bahwa sejarah
psikologi dimulai saat munculnya teori tentang jiwa yang ditinjau berdasarkan pandangan
matematis berdasarkan Pythagoras (572-497 SM). Masa-masa berikutnya, psikologi terus
berkembang hingga tahun 1879, resmi lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiridan terpisah dari
filsafat. Lahirnya ilmu ini dipelopori oleh wilhem wundt (1832-1920) yang mendirikan
laboratorium Leipzig di jerman, yang merupakan laboratorium pertama yang mempelajari ilmu
tingkah laku manusia.2
Dalam dunia islam, istilah “jiwa” disamakan dengan istilah an-nafs dan ar-ruh. Al Farabi
membedakan antara jiwa khalidah dan jiwa fana. Jiwa khalidah adalah fadilah, yaitu jiwa yang
mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa
ini tidak hancur dengan hancurnya badan, yang termasuk yang termasuk dalam kelompok ini
adalah jiwa yang telah berada dalam tingkat akal mustafad, sedangkan jiwa fana adalah jiwa
jahilah, tidak mencapai kesempurnaan karena belum dapat melepaskan diri dari ikatan materi,
ia akan hancur dengan hancunrnya badan.3
Ibnu sina berpendapat bahwa, jiwa terbagi dua, yaitu praktis dana teoritis, dan jiwa dapat
menggapai perkara-perkara universal melalui akal teoritis dari substansi-substansi yang tinggi.
karena jiwa menggunakan badan sebagai wadah atau tempat, diperoleh empat hal, yaitu:
Jiwa melepaskan perkara-perkara universal dari perkara-perkara particular denga car
a memurnikan maknanya
Jiwa menciptakan ikatan antara perkara-perkara universal dan cara negasi dan avernasi
Memperoleh premis-premis empiris
Berita-berita yang dipercaya karena banyaknya pemberitaan. 4
Oleh karena itu, jiwa terpecah pada yang universal, bukan pada hal-hal particular yang terindra
melalui pemurnian pembelajaran. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pengajaran itu
sampai pada pemilik intuisi. Syarat pemilik intuisi adalah mampu mengukuhkan jiwa dengan
kesucian dan memperkuat hubungan dengan prinsip-prinsip rasional yang membangkitkan
intuisi, yaitu menerima ilham dari akal aktif sehingga muncul bentuk-bentuk yang rasional,
bukan imitasi.5
2 Benson,N.C.&grove,s.,psikologi for beginner, (bandung:mizan,2001),hlm 25.
3 Hasyimsyah Nasution, filsafatislam, (Jakarta:gaya media pratama,1999),hlm.40
4 Ibnu sina,psikologi ibnu sina ,(bandung: pustaka hidayah,2009),hlm37-39.
5 Ibnu sina,psikologi ibnu sina,hlm. 40.
7. 4
Selain al farabi dan ibnu sina, filsuf muslim lainnya, seperti imam Al ghazaly, Ibnu’ Arabi
dan lain-lain, memiliki pendapat yang hamper serupa mengenai pembahasan tentang jiwa.
Pembahasan tentang jiwa terus berkembang dan berlanjut, sehingga ilmu jiwa disebut juga
dengan psikologi. Akan tetapi, perkembangan selanjutnya dalam psikologi modern, tampaknya
pembahasan tentang jiwa tidak lagi relevan, jika tidak dikatakan pembahasan yang mustahil.6
sebab, konsep jiwa dalam ruang lingkup psikologi modern merupakan entitas yang sudah
disingkirkan semenjak psikologi melepaskan diri dari induk filsafat dan bergabung dalam
ranah sains modern.7 Hal ini merupakan konsekuensi logis, sekaligus pengorbanan yang harus
ditanggung psikologi ketika memasuki bidang sains yang empiris. Selanjutnya, psikologi
ditandai dengan hadirnya ilmuan-ilmuan psikologi dengan berbagai aliran serta teori yang
dihasilkannya, hingga psikologi mampu menjadi disiplin ilmu tersendiri.
B. PSIKOLOGI BAGIAN DARI FILSAFAT
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa psikologi masih bersatu dengan filsafat, dimulai
sejak zaman yunani kuno. Banyak filsuf yang telah mengemukakan pendapatnya mengenai
jiwa dan manusia. Dimulai dengan Pythagoras (572-497 SM) melalui pendapatnya bahwa
jiwa merupakan sesuatau yang berdiri sendiri dan tidak dapat mati.8 Selanjutnya
perkembangan psikologi dilanjutkan dengan hadirnya berbagai pandangan dari filsuf, yaitu
Socrates, plato, dan aristoteles.
1. Socrates (469-399 SM)
Socrates memandang bahwa jiwa sebagai intisari manusia.9 Menurutnya, pada
setiap manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan dalam dunia
nyata. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak menyadarinya. Oleh karena itu,
diperlukan orang lain semacam bidan yang membantu melahirkan sang “ide” dari
dalam kalbu manusia. Sacrotes mengembangkan metode Tanya jawab untuk
menggali jawaban-jwaban terpendam mengenai berbagai persoalan. Dengan
metode Tanya jawab yang disebut”socratic method”itu, timbul pengertian yang
disebut “maieutics” (menarik keluar seperti yang dilakukan oleh bidan). Pada tahun
1943, maieutics ini ditumbangkan oleh R. rogers menjadi teknik dalam psikoterapi
yang disebut “non directive technique”, teknik yang digunakan oleh psikolog atau
psikoterapis untuk menggali persoalan-persoalan dalam diri pasiensehingga ia
menyadari sendiri persoalan-persoalannya tanpa perlu diarahkan oleh psikolog atau
psikoterapisnya.
Ajaran Socrates menekankan pentingnya peneertian tentang diri sendiri atau
kesadaran bagi setiap manusia. Menurutnya, kewajiaban setiap orang adalah
mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ia ingin mengerti tentang hal-hal
diluar dirinya. Semboyannya yang terkenal adalah “kenalilah dirimu”, yaitu belajar
yang sesungguhnya pada manusia adalah belajar tentang manusia.
6 Robert Frager,hati,diri,dan jiwa,penerjemah: Hasmiyah Rauf,(Jakarta:serambi ilmu semesta,2005), hlm. 34.
7 James F Brennan, sejarah dan system psikologi, penerjemah: nurmala sari fajar,(Jakarta:rajagrafindo
persada,2006),hlm.230-231.
8 Harun Hadiwijono,sari sejarah filsafatbarat,(Yogyakarta:kanisius,1980),hlm.19.
9 Harun Hadiwijono, sari sejarah filsafat barat, hlm. 36.
8. 5
C. Psikologi sebagai ilmu mandiri
Perkembangan psikologi sebagai bagian dari ilmu filsafat, seperti yang telah diuraikan,
masih banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam. Hal ini tidak mengherankan karena
setelah memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan alam mengalami banyak kemajuan
pesat, sehingga menjadi contoh bagi perkembangan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi. Pada
masa tersebut jiwa masih dipandang sebagai objek yang harus tunduk pada hokum-hukum
alam. Pendekatan terhadap jiwa dan manusia didasarkan pada proses pemikiran secara
filsafati, yaitu berpikir tentang hakikat atau substansinya dan berdasarkan hasil abstraksi dari
pengalaman, bukan berdasarkan data-data empiris.dasar pendekatan empiris terhadap
psikologi baru berkembang setelah psikologi menjadi ilmu yang mandiri dan terlepas dari
filsafat.
D. Pengembangan metode dalam psikologi
Sebagai ilmu, psikologi terus berkembang siring dengan mazhab-mazhab dan teori-teori baru
yang bermunculan. Teori-teori ysng muncul biasanya kritik dari teori-teori sebelumnya.
Meskipun harus daikui bahwa titik pandang dalam psikologi tidak ada yang sempurna,
sehingga terbuka bagi siapapun untuk memberikan kritik dan masukan ataupun
penyempurnaan dari teori yang sudah ada. Karena psikologi terus bergerak seiringa dengan
perkembangan kebutuhan manusia. Oleh sebab itu, dalam sejarah psikologi mengalami
dinamika pemikiran yang menyesuaikan dengan problem yang dihadapi oleh manusia. Selain
itu, perkembangan psikologi juga disebabkan psikologi menyandarkan dirinya pada ilmu
positive murni yang empiris, rasional, dan kebenarannya dapat dibuktikan. Oleh karena itu,
sering terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli psikologi, sehingga melahirkan banyak
aliran dan metode dalam menyelesaikan masalah-masalah berkaitan dengan jiwa manusia.
E. Asumsi dasar tingkah laku manusia
dalam ilmu psikologi, banyak teori yang mengungkapkan cara manusia bertingkah laku,
terkadang teori satu dan lainnya bertentangan, tetapi ada juga yang saling melengkapi dalam
mengungkapkan sebuah kasus. Teori yang complement ini banyak diterapkan dalam praktik-
praktik psikoterapis saat ini.
9. 6
2. Plato
tidak dapat mati.10sebagai penganut dualisme yang sebenar-benarnya , plato
mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide yang berdiri sendiri, terlepas dari
pengalaman hidup sehari-hari. Pada orang dewasa dan itelektual, mereka dapat
membedakan jiwa dan badan. Akan tetapi, pada anak-anak, jiwa masih bercampur
dengan badan, belum bisa memisahkan dari benda-benda konkret.
Jiwa yang berisi ide-ide ini diberi nama “psyche”. Selain itu, plato juga meyakini
bahwa sejak lahir, setiap orang telah ditetapkan status dan kedudukannya pada
masyakrakat, yaitu sebagai seorang filsuf, prajurit, atau pekerja. Ia percaya bahwa
setiap orang dikhususkan tersendiri, tidak sama antara satu sama lain. Dengan
demikian, selain dianngap dengan penganut paham determinisme atau nativisme,
ia pun dianngap sebagai pemula dari paham”individual diffrences”. Dalam
perkembangan psikologi selanjutnya, paham ini membawa sarjana kearah
10 Harun Hadiwijono,sari sejarah filsafatberat,hlm. 42.
10. 7
penemuan alat-alat psikologi(psikotes). Mengenai kebenaran, kedua tokoh ini
percaya bahwa kebenaran dapat ditemukan dengan cara berfikir, bukan berbuat.11
3. Aristoteles (385-322 SM)
Aristoteles memahami jiwa dalam arti yang luas. Ia menganngap bahwa segala
sesuatu yang hidup, baik tumbuhan, hewan dan manusia mempunyai jiwa.12lebih
lanjut, aristoteles mengungkapan bahwa jiwa manusia mempunyai keududkan
istimewa karena manusia berkat jiwanya yang khas itu tidak hanya sanggup
mengamati dunia sekitarnya secara indriawi, tetapi juga sanggup mengerti dunia
dan dirinya.13 Akan tetapi aristoteles lebih menekankan kesatuan antara tubuh dan
jiwa, sehingga menurutnya, jiwa itu tidak otonom.14
11Benson,N.C & Groove, S.,psikologi for beginner
12 K. Bertens, sejarah filsafat yunani:dari thales sampai aristoteles. Hlm. 148.
13 Fx. Mudji sutrisno dan f. budi hariman, para filsuf penentu gerak zaman,(Yogyakarta: kanisius,1992),hlm.22.
14 J. ohoitimur,” metafisika th aquinas dan A.N. Whithead tentang realitas dan tuhan”, hlm. 40.