Materi Pajak Untuk BOS tahun 2024 untuk madrasah MI,MTS, dan MA
Home visit dmt2 tidak terkontrol + pasca stroke
1. LAPORAN HOME VISIT
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG PINANG
KASUS :
DIABETES MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
Disusun Oleh:
Hanna Asmar G1A218086
Ghozi Fadlul Ramadhan G1A218087
Dosen Pembimbing:
dr. Hj. Rini Kartika, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
2. BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, penyakit tidak menular cenderung terus meningkat dan telah
mengancam sejak usia muda. Transisi epidemiologis telah terjadi secara
signifikan selama 2 dekade terakhir, yakni penyakit tidak menular telah menjadi
beban utama, sementara beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia
sedang mengalami double burden diseases, yaitu beban penyakit tidak menular
dan penyakit menular sekaligus. Penyakit tidak menular utama meliputi
hipertensi, diabetes melitus, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).1
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
berkembang secara menahun atau disebut dengan penyakit kronis. Penyakit ini
disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat yaitu cenderung sedentary. Dewasa
ini, penyakit tidak hanya terjadi pada kalangan lanjut usia, namun sudah mulai
didapatkan kasus DM pada usia produktif. Menurut Riskesdas Tahun 2018,
prevalensi diabetes melitus umur ≥15 tahun di Indonesia berdasarkan diagnosis
dokter telah mencapai angka 2,0%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari hasil
Riskesdas tahun 2013 yang hanya 1,5%.2
Home visit Puskesmas Tanjung Pinang dilakukan di Jl. Pakubuwono
RT.19 Kelurahan Tanjung Pinang Kota Jambi. Kami mengunjungi seorang pasien
dengan DM Tipe 2 yang tidak diobati dengan baik dan terjadi pada usia produktif.
Beberapa faktor risiko meningkatnya angka kejadian morbiditas dan mortalitas
DM Tipe 2 akibat komplikasi adalah ketidakpatuhan pasien dalam minum obat,
kurangnya aktifitas fisik dan tidak adanya pengaturan diet yang dianjurkan oleh
dokter. Selain itu, dukungan dan peran aktif keluarga juga dibutuhkan sebagai
kontrol dalam penatalaksanaan pasien.
Puskesmas sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang
mengedepankan upaya promotif dan preventif dalam upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.3 Salah satu implementasinya adalah
memberikan pemahaman kesehatan kepada masyarakat untuk mengembalikan
fungsi kesehatan keluarga dalam keadaan normal.
1
3. 2
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Pendekatan keluarga dilakukan oleh puskesmas dalam bentuk program home
visit.1 Tujuan akhir dari proses ini ialah terbentuknya keluarga dan lingkungan
yang mendukung pasien untuk sehat.
Berikut ini dilaporkan satu kasus DM Tipe 2 Tidak Terkontrol yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang. Dalam kunjungan rumah ini
dilakukan beberapa analisa terkait kasus tersebut. Berikut ini adalah hasil laporan
home visit.
2
4. BAB II
ISI LAPORAN HOME VISIT
2.1. Identitas Pasien
Nama : Ny.I
Umur : 55 tahun
Tempat, Tanggal lahir : Pariaman, 10 Desember 1963
BB/TB : 39 kg/146 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SD (Sekolah Dasar)
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jl. Pakubuwono RT.19 Kel. Tanjung Pinang
Kec. Jambi Timur Kota Jambi
Bangsa/Suku : Indonesia/Minang
Status : Janda
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sakit kepala dan badan lemas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke poli usila Puskesmas Tanjung Pinang bersama anaknya
dengan keluhan sakit kepala dan lemas sejak 1 minggu yang lalu. Os juga
mengeluhkan kadang-kadang mual dan muntah. Sebelum ke puskesmas,
Os dicek glukosa darah sewaktu dan didapatkan hasil tinggi. Karena
merasa glukosa darahnya tinggi, anak Os berinisiatif untuk berobat ke
puskesmas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
2 tahun yang lalu, Os pernah jatuh saat hendak berdiri dari duduknya, Os
merasa lemas, pandangannya kabur, dan mulutnya langsung merot ke
3
5. 4
kanan. Saat dibawa ke rumah sakit, Os didiagnosis terkena stroke pada
bagian kiri tubuhnya, Os kemudian pulang dan melakukan pengobatan
alternatif yaitu dengan cara diurut sebanyak lebih kurang 11 kali hingga
merasa lebih baik. Setahun setelah itu, Os memiliki 2 buah bisul di
belakang kepalanya yang tak kunjung sembuh, kemudian dibawa kerumah
sakit dan akhirnya diketahui bahwa Os memiliki kadar gula darah yang
tinggi yaitu 490 mg/dL sehingga Os diberikan insulin injeksi. Namun
hanya digunakan selama 1 bulan tidak rutin karena telah merasa tidak
pusing lagi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki
keluhan yang sama.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Os tinggal dirumahnya bersama anak perempuan yang sedang hamil,
menantu dan 2 orang cucunya. Suami Os adalah seorang tukang jahit, dan
sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sebelum sakit, Os biasa
berjualan kue di pasar Talang Banjar di dekat rumahnya, namun sejak Os
sakit dan sudah tidak mampu berjalan dengan baik, ia tidak bekerja lagi.
Satu-satunya orang yang bekerja dirumah saat ini adalah menantu laki-
lakinya, yaitu sebagai pedagang keliling di pasar.
f. Riwayat Makan dan Kebiasaan
Dulu sebelum mengalami serangan stroke, Os tidak pernah mengatur
jenis dan pola makannya, Os sering mengkonsumsi santan, makanan yang
berlemak ataupun gula yang tinggi.
Sekarang Os membatasi konsumsi makanan bersantan, sudah mulai
mengkonsumsi sayur dan buah, namun Os tidak pernah berolahraga
karena untuk berjalan pun Os kesulitan sehingga ia malas bergerak. Os
6. 5
tidak merokok. Os jarang bergerak, kebanyakan menghabiskan waktu
dengan berbaring. Os juga sering buang air kecil di tempat tidurnya.
2.2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Terlihat Sakit
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
Gizi (IMT) : 18,3 (Underweight)
Tanda vital
o Tekanan Darah : 140/60 mmHg
o Nadi : 84x/menit
o RR : 21x/menit
o Suhu : 36.8ºC
Status Generalisata
o Kepala : Normocepalik
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
o Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-)
o Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), laserasi (-)
o Leher : Pembesaran KGB (-)
o Thorak
Paru-paru
a. Inspeksi
Deviasi trakea (-), bentuk dada normal,sternum dan klavikula
tidak ada kelainan bentuk, pergerakan dinding dada simetris.
b. Palpasi
Posisi trakea normal, pergerakan dinding dada simetris, nyeri
tekan (-), krepitasi (-).
c. Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : Vesiculer
7. 6
Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea
midclavicularis sinistra dua jari ke medial
c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular
o Abdomen
a. Inspeksi : Sikatrik (-)
b. Palpasi : Soepel, nyeri tekan/lepas (-), organomegali (-)
c. Perkusi : Tympani (+), ascites (-)
d. Auskultasi : Bising usus (+)
o Ekstremitas Superior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
o Ekstremitas Inferior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
o Pemeriksaan Kekuatan Otot Motorik
a) Ekstremitas superior : Kiri : 3/5 , Kanan : 4/5
b) Ekstremitas Inferior : Kiri : 3/5, Kanan : 4/5
2.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di Puskesmas ialah Glukosa
Darah Sewaktu dan didapatkan hasil sebesar 298 mg/dL.
Seharusnya dilakukan pula pemeriksaan HbA1C dan pemeriksaan lain
terkait komplikasi DM seperti pemeriksaan Urin (Ur/Cr) untuk fungsi ginjal.
2.4. Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe 2 Tidak Terkontrol + Pasca Stroke
2.5. Terapi
Non Farmakologis
1. Modifikasi gaya hidup Os dengan mengganti asupan karbohidrat simpleks
menjadi karbohidrat kompleks.
8. 7
2. Menganjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein hewani seperti ayam
tanpa kulit, ikan, putih telur dan daging yang tidak berlemak.
3. Mengkonsumsi sumber protein nabati seperti tempe, tahu, kacang merah,
kacang tanah dan kacang kedelai.
4. Rutin mengkonsumsi sayuran yang tinggi serat seperti kangkung, daun
kacang, oyong, ketimun, tomat, lobak sawi, selada, seledri dan terong.
5. Mengkonsumsi buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, jambu air, salak
dan belimbing.
6. Rutin berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-
25 menit dengan frekuensi 3-5x per minggu. Penting juga untuk cukup
istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Membatasi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, mie, roti,
ketan.
2. Membatasi protein yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi seperti kornet,
sosis, sarden, otak, jeroan dan kuning telur.
3. Menghindari mengkonsumsi keju, abon, dan susu full cream.
4. Menghindari mengkonsumsi makanan yang digoreng dan yang
menggunakan santan kental, kecap dan saus tiram.
5. Menghindari mengkonsumsi gula pasir, manisan buah, cake, kue-kue
manis, dodol, sirup, selai, coklat, dan permen.4
Farmakologi
Metformin
Domperidone
Betahistine
9. 8
Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanationam : Dubia adMalam5
2.6. Pengamatan Rumah
a. Bangunan rumah
Bangunan rumah terlihat kokoh dan terbuat dari beton
Atap terbuat dari seng
Lokasi bangunan berdempetan (bedeng) dan padat penduduk.
b. Komponen dan penataan ruang rumah
i. Lantai
Lantai bagian dalam rumah terbuat dari keramik kecuali bagian
tempat mencuci dan kamar mandi yang hanya terbuat dari semen.
Gambar 2.1 Lantai Dalam Rumah Gambar 2.2 Lantai Kamar Mandi
ii. Dinding rumah
Dinding rumah pada bagian ruang tamu, kamar, dapur terbuat dari
beton dan dicat, namun tampak cat sudah pudar dan banyak noda kotor
pada dinding. Dinding ruang tamu dan kamar terlihat memiliki
ventilasi.
10. 9
iii. Langit-langit
Langit-langit rumah terbuat dari triplek, tampak berdebu, bersarang
laba-laba dan kotor pada bagian tepi, tampak bekas rembesan air pada
beberapa sudut.
iv. Tata ruang rumah
Ruang di dalam rumah Os terdiri atas 1 ruang tamu yang
bergabung dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1 dapur digabung
dengan ruang makan, dan 1 tempat mencuci yang berada diluar rumah
yang terdiri dari kamar mandi, jamban dan sumur.
Ruang tamu
Ruang tamu tidak tertata dengan rapih, tampak banyak
tumpukan pakaian yang belum dilipat diatas kursi tamu, lantai
berdebu, pencahayaan dan sirkulasi buruk, ruangan gelap dan
pengap. Terdapat sebuah pintu keluar rumah dengan lebar 1 meter,
3 buah jendela dengan lebar 80 cm, 4 buah ventilasi yang masing-
masing berukuran 80x40 cm. Jendela dan gorden ruang tamu
jarang dibuka.
11. 10
Gambar 2.3 Kondisi Ruang Tamu
Ruang kamar
Terdapat dua kamar tidur didalam rumah. Pada bagian depan
merupakan kamar Os dan disebelahnya merupakan kamar anak
perempuannya beserta suami dan anaknya. Kamar tidur Os
berukuran 3x4 meter, memiliki 2 jendela yang berukuran 60 cm
yang jarang dibuka dan 2 buah ventilasi. Gorden kamar juga jarang
disingkapkan. Suasana pencahayaan alami kurang baik, kamar
terasa pengap serta bau pesing. Tempat tidur tidak tertata dengan
rapi, Os lebih sering berbaring di karpet (perlak) karena sering
buang air kecil di tempat tidur, perlak jarang dicuci dan kasur
jarang dijemur.
Kamar anak perempuannya berukuran 3x3 meter, memiliki 1
jendela berukuran 60 cm dan jarang dibuka, langit-langitnya bocor,
tampak bekas rembesan air dan sarang laba-laba. Pencahayaan
12. 11
alami dan sirkulasi udara buruk. Tampak alas kasur yang tidak
terpasang dengan benar, bantal dan pakaian berserakan di lantai
dan di kasur. Banyak pakaian bergantungan di dinding. Lantai
kamar kotor.
Gambar 2.4 Kondisi Kamar
Kamar mandi
o Tempat untuk mandi dan buang air terletak terpisah, berada
diluar rumah dan berlantai semen. Khusus jamban Os berbagi
dengan tetangga di sebelah rumahnya.
o Jamban menggunakan leher angsa namun pembuangan tidak
menggunakan septictank, tapi dialirkan ke parit besar
disamping rumah.
o Atap jamban terbuat dari seng dan bocor pada satu sisi.
o Tampak sabun pencuci tangan, sikat gigi tidak memiliki
penutup ataupun rak tertutup khusus untuk menyimpan sikat
gigi.
o Lantai kamar mandi dan WC agak licin karena jarang
dibersihkan.
o Tidak terdapat bak mandi didalam kamar mandi dan jamban,
hanya baskom penampung air. Air didalamnya bersih, jernih,
tidak ada jentik karena selalu diisi ulang setiap hari.
13. 12
o Ada genangan air di dalam kamar mandi karena struktur lantai
semen tidak rata.
o Sumur tidak memiliki penutup, air sumur berwarna jernih.
Tidak terdapat sampah didalam sumur.
o Terdapat tempat menjemur pakaian di sekeliling sumur dan
pakaian yang dijemur dibiarkan basah saat hujan turun.
14. 13
Gambar 2.5 Kondisi Kamar Mandi dan Tempat Mencuci
Ruang dapur dan ruang makan
o Luas dapur dan ruang makan berkisar 4x3 meter, tempat untuk
memasak hanya berukuran sekitar 1x3 meter.
o Tidak terdapat jendela pada bagian dapur untuk pembuangan
asap hasil memasak makanan, asap dibuang melalui pintu yang
mengarah ke tempat mencuci.
o Penyusunan alat masak tampak kurang rapi
o Terdapat rak penyimpanan peralatan makan namun tidak
tertutup
o Terdapat tempat pencucian peralatan masak dan makan, namun
terlihat kurang baik karena terdapat ember berisi air untuk
pencucian yang tidak tertutup
15. 14
o Keluarga Os memiliki kebiasaan membuang sampah bekas
memasak langsung di dapur tanpa mengumpulkannya di suatu
tempat.
o
Gambar 2.6 Kondisi Dapur
16. 15
c. Pencahayaan
Pencahayaan alami secara langsung kurang baik, karena tiap ruangan
di dalam rumah tersebut terlihat kekurangan cahaya matahari yang masuk
karena jendela dan gorden jarang dibuka.
Gambar 2.7 Kondisi Pencahayaan
d. Penyediaan air
Air untuk kegiatan mandi, cuci, kakus bersumber dari sumur.
Air minum bersumber dari air galon isi ulang.
e. Sarana penyimpanan makanan
Di dalam rumah tersedia lemari es sebagai tempat penyimpanan bahan
makanan.
Tersedianya lemari khusus untuk menyimpan makanan yang telah
diolah agar tetap higienis dan aman. Anak Os tampak mendinginkan
nasi untuk Os diatas kulkas dalam keadaan tidak tertutup.
17. 16
Gambar 2.8 Tempat Penyimpanan Makanan
f. Limbah
Limbah cair dibuang ke saluran yang langsung mengalir ke parit besar
disamping rumah.
Limbah padat dikumpulkan terlebih dahulu oleh Os. Apabila limbah
padat tersebut sudah cukup banyak maka akan dibuang ke tempat
pembuangan sampah yang berada di pasar.
18. 17
g. Binatang penular penyakit
Tampak adanya tikus didekat sumur dan jamban Os.
2.7. Pengamatan Lingkungan
Rumah Os terletak dikawasan padat penduduk, dan antara rumah Os
dengan rumah tetangga berdempetan satu sama lain. Jalan yang ada di sekitar
rumah pun sangat sempit, kira-kira hanya memiliki lebar 2 meter. Didepan
dan samping rumah Os tampak ada bungkusan yang berisi barang-barang
tidak terpakai.
Gambar 2.9 Tampilan Depan Rumah Gambar 2.10 Tampilan samping rumah
19. 18
Gambar 2.11 Jalan menuju rumah Os Gambar 2.12 Parit Tempat Membuang Limbah
dan menyalurkan Tinja
2.8. Hasil Wawancara dan Pengamatan Perilaku Kesehatan dengan Keluarga
1. Kenapa ibu selalu berbaring?
“Kepala pusing, dak enak duduk”
2. Apakah ibu sudah mencoba berjalan-jalan di dalam rumah?
“sudah, tapi susah jalan. Kepala pusing, tambah lagi harus dibantu jadi
malas.”
3. Mengapa ibu tidak menggunakan tongkat untuk membantu berjalan
“kalau berdiri, kepala pusing. Dak enak pakai tongkat.”
4. (Kepada anak Os) Apakah kakak sering membantu memapah ibu
berjalan?
“Sering, tapi cuma sebentar, ibu tidak mau lama”
5. (Kepada anak Os) Apakah kakak sering mengajak ibu berjalan keluar
pagi-pagi misalnya?
“Sering, kadang pagi-pagi disuruh berjemur di teras. Tapi baru sebentar,
ibu malah jalan sendiri, masuk ke dalam rumah.”
20. 19
“ibu jugo sering baring habis makan, disuruh duduk dakmau, kadang
langsung tetidur sehabis makan”
6. Mengapa ibu buang air kecil tidak pada tempatnya?
“kadang dak teraso kalau mau kencing, tau-tau sudah basah bae”
“malas jalan ke wc, jauh, susah jalan. Apolagi kalau sudah malam”
7. Apakah ibu mau menggunakan pispot/wadah baskom untuk menampung
air kecil ibu?
“dakmau, dak enak.”
8. (kepada anak Os) Apakah ibu tidak memanggil kakak waktu ingin
kencing?
“Idak, tau-tau sudah kencing bae. Kadang pun sudah dikasih pampers tapi
malah dibukanyo, dak enak katonyo”
Os tinggal dirumah bersama anak perempuannya yang sudah menikah dan
sedang mengandung anak ketiga. Suami Os sudah meninggal 2 tahun yang
lalu sebelum Os masuk rumah sakit karena stroke.
Perilaku kesehatan dalam keluarga Os, dapat dikatakan buruk, Adapun
perilaku kesehatan (PHBS) dalam keluarga dapat diniliai melalui 10 kriteria,
yaitu:
Tabel 2.1 Hasil Penilaian PHBS
Kriteria PHBS Penilaian
1. Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan
Anak Os melakukan persalinan di bidan
pada anak pertama dan keduanya
2. Memberi ASI ekslusif Anak Os memberi ASI eksklusif untuk
anak pertamanya saja
21. 20
3. Menimbang balita Anak Os jarang ke posyandu untuk
menimbang anaknya
4. Menggunakan air bersih Os dan keluarganya menggunakan
sumber air bersih berupa air sumur dan
air minum menggunakan air galon isi
ulang.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun
Keluarga Os memahami tentang budaya
mencuci tangan dengan air bersih namun
masih jarang menggunakan sabun, Os
hanya mencuci tangan dengan
menggunakan air saja.
6. Menggunakan jamban sehat Di keluarga ini menggunakan jamban
yang tidak sehat karena sistem
pembuangan langsung ke parit.
7. Memberantas jentik rumah sekali
seminggu
Keluarga tidak pernah memberantas
jentik, karena selalu membersihkan
penampungan bila mulai kotor.
8. Makan buah dan sayur setiap hari Keluarga Os cukup sering mengkonsumsi
sayur dan buah.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari Aktivitas fisik Os setiap hari sangat
minim, lebih banyak berbaring karena
mengeluh kepala pusing dan sakit
pinggang. Os sangat jarang berjalan,
karena kesulitan dan tidak mau
menggunakan tongkat. Keluarga ini juga
tidak memiliki jadwal tertentu untuk
berolahraga.
22. 21
10. Tidak merokok di dalam rumah Menantu Os merokok di dalam rumah.
Selain indikator tersebut yang dinilai, ada beberapa perilaku kurang baik
yang berkaitan tentang kesehatan yang terlihat seperti menggantungkan baju
sembarangan, letak dan tata barang yang berantakan pada ruang kamar, jarang
membuka jendela dan membuang sampah sembarangan di dalam rumah.
2.9. Hasil Wawancara dan Pengamatan Hubungan dalam Keluarga
Os merupakan seorang janda yang tinggal bersama anak, menantu dan kedua
cucunya. Os tinggal berdekatan dengan keluarga suaminya. Menurut ketua RT
setempat, Os memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar dan tidak
ditemukan adanya pertikaian di dalam rumah tangga Os. Os juga memiliki
hubungan yang baik dengan anaknya.
23. 22
Tabel 2.2 Hasil Home Visit
Tanggal Subjek Objek Kajian Planning Kemajuan
Kunjungan
ke-1
8/02/2019
Sakit
kepala dan
lemas
Keadaan umum
Kesadaran : Compos
Mentis
Tanda Vital
TD: 130/80 mmHg
N: 82x/menit
RR: 21x/menit
T: 36.2ºC
GDS: 322 mg/dL
Kondisi rumah
Keadaan kamar
terlihat sangat
tidak rapih.
Banyak pakaian
Kepatuhan Os
dalam minum obat
diabetes tidak baik.
Kebiasaan makan
dan minum Os
cukup baik.
Os suka buang air
kecil sembarangan
dan tidak
memanggil
anaknya. Os tidak
mau menggunakan
pispot atau baskom
untuk menampung
kencingnya.
Os tidak pernah
berolahraga.
Konseling dan edukasi kepatuhan
minum obat
Menjelaskan pentingnya kepatuhan
minum obat diabetes, baik ke Os
maupun ke anak Os.
Konseling kondisi rumah
Memberikan saran untuk
merapihkan dan membersihkan
kamar setiap hari, seperti
merapihkan pakaian yang
tergantung, merapihkan barang
yang berserakan, membersihkan
sprei tiap hari, mencuci perlak Os
yang kotor karena kencing,
menjemur bantal dan kasur.
Memberikan saran untuk
membersihkan dan merapihkan
-
24. 23
yang bergantungan
di dalam kamar
dan terlihat banyak
barang yang
berserakan di
dalam kamar.
Kamar pengap dan
bau pesing.
Keadaan ruang
tamu berantakan,
banyak sekali
pakaian di atas
sofa dan terdapat
bekas tulang ikan
di atas meja tamu.
Lantai kotor.
Keadaan dapur
terlihat kurang
bersih dan sempit.
Os cukup sering
makan sayur dan
buah.Os seringkali
langsung berbaring
dan tertidur setelah
makan.
Os jarang
melakukan
kegiatan cuci
tangan
menggunakan
sabun.
dapur seperti membersihkan kuali,
kompor dan dinding tempat
memasak, meletakkan alat-alat
masak ke tempat yang tertutup,
menutup kuali yang masih berisi
minyak, membuang barang-barang
bekas yang tidak terpakai, limbah
padat langsung dibuang dan tidak
ditumpuk, disediakan tempat
penampungan air pencucian alat
masak dan piring yang tertutup.
Memberikan edukasi mengenai
pencegahan vektor penyakit yaitu
selalu mencegah adanya genangan
air dan tumpukan sampah.
Konseling perilaku dan kebiasaan
Mengedukasi Os mengenai pola
makan yang baik dan menyarankan
Os untuk mengurangi asupan gula
25. 24
Tempat pencucian
peralatan alat
masak dan makan
terlihat kurang
baik.
Keadaan kamar
mandi cukup baik,
tempat
penampungan air
terlihat cukup
bersih, hanya saja
jamban tidak sehat,
tidak
menggunakan
septic tank.
dan memperbanyak makan sayur
dan buah.
Memberikan saran untuk lebih
sering bergerak dan berolahraga.
Minimal berjalan didalam rumah
atau duduk di teras.
Mengedukasi Os mengenai manfaat
penggunaan kelambu saat tidur dan
memberikan saran agar
menggunakannya.
Memberi pemahaman pada Os dan
anaknya bahwa kebersihan badan
itu sangat penting, terutama anak
Os sedang hamil. Menyarankan Os
untuk sering mandi dan tidak buang
air kecil sembarangan.
Menyarankan kepada Os untuk
tidak langsung berbaring maupun
tidur setelah makan.
26. 25
Kunjungan
ke-2
11/2/2019
Sakit lutut,
punggung,
sakit
kepala,
dan lemas
Keadaan umum
Kesadaran : Compos
Mentis
Tanda Vital
TD : 140/60 mmHg
N: 84x/ menit
RR : 21x/menit
T : 36,6 0C
GDS : 343 gr/dL
Kondisi rumah
Keadaan kamar
masih kurang rapih
dan pengap. Cukup
banyak pakaian
yang berserakan di
dalam kamar. Alas
tidur(perlak) Os
Kebiasaan
Osbuang air kecil
sembarangan
masih dilakukan.
Os tidak
berolahraga dan
masih sering
berbaring daripada
berjalan.
Os masih jarang
melakukan
kegiatan cuci
tangan
menggunakan
sabun.
Os dan anaknya
masih tidak
menggunakan
kelambu saat tidur.
Konseling dan edukasi kepatuhan
minum obat.
Menjelaskan kembali pentingnya
kepatuhan minum obat diabetes,
baik ke Os maupun ke anak Os.
Menjelaskan efek samping yang
mungkin ditimbulkan dari obat
yang dikonsumsi Os.
Konseling kondisi rumah
Memberikan saran untuk
merapihkan dan membersihkan
kamar setiap hari, menjemur bantal
dan kasur yang terkena kencing.
Konseling perilaku dan kebiasaan
Mengedukasi Os mengenai pola
makan yang baik dan menyarankan
Os untuk mengurangi asupan gula
dan memperbanyak makan sayur
dan buah.
Keadaan rumah sudah
lumayan baik, jendela dan
gorden sudah mulai dibuka.
Lantai sudah lebih bersih.
Tumpukan pakaian di sofa
dan pakaian yang berserakan
sudah mulai berkurang.
Os dan keluarga sudah mulai
menyadari pentingnya
kepatuhan minum obat pada
DM Tipe 2, tampak dari obat
yang telah rutin dikonsumsi.
27. 26
sudah 2 hari tidak
dicuci dan dijemur,
alasan karena hari
terus hujan.
Keadaan ruang
tamu sudah mulai
membaik,
tumpukan pakaian
di sofa sudah
mulai berkurang.
Keadaan dapur
masih terlihat
kurang baik. Kuali
bekas memasak
masih tidak
ditutup.
Tempat pencucian
peralatan alat
masak dan makan
Memberikan saran untuk lebih
sering bergerak dan berolahraga.
Minimal berjalan didalam rumah
atau duduk di teras.
Menyarankan kepada Os untuk
tidak langsung berbaring maupun
tidur setelah makan.
Mengedukasi mengenai pentingnya
mencuci tangan pakai sabun dan
kapan harus melakukannya.
Mengedukasi mengenai 10 perilaku
hidup bersih dan sehat dan
implementasinya.
Meminta pasien untuk berpuasa
minimal 8 jam sebelum kunjungan
berikutnya pada hari yang telah
ditentukan.
Memberikan saran kepada keluarga
Os terkait pencegahan perilaku Os
28. 27
masih terlihat
kurang baik.
Keadaan kamar
mandi kurang baik,
penampungan air
terlihat cukup
bersih, lantai agak
licin. Belum
memberikan
penutup untuk
wadah sikat gigi.
yang sering Buang Air di tempat.
Saran : Diberikan bel untuk
memanggil jika ingin buang air atau
membuat pegangan di dinding
rumah hingga ke kamar mandi.
Kunjungan
ke-3
14/2/2019
Lemas dan
pusing
Keadaan umum
Kesadaran : Compos
Mentis
Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
N : 92x/ menit
RR : 20 x/ menit
Kebiasaan Os
buang air kecil
sembarangan dan
tidak memanggil
anaknya sudah
mulai
ditinggalkan, Os
sudah sering
Edukasi kepatuhan minum obat
Menyarankan agar tetap konsisten
dalam kepatuhan minum obat.
Konseling dan edukasi kondisi
rumah
Mengedukasi kembali mengenai
rumah sehat, agar adanya
perubahan terhadap kebersihan dan
Os semakin patuh dalam
minum obat karena sudah
mengetahui pentingnya
kepatuham dalam minum
obat dan selalu diingatkan
oleh anaknya.
Os sudah mulai rutin
bergerak, berjalan didalam
29. 28
T : 36,30C
GDP : 274 gr/dL
Kondisi rumah
Keadaan kamar
masih kurang
rapih. Jendela dan
gorden sudah
mulai dibuka.
Bantal Os dijemur.
Keadaan ruang
tamu sudah tidak
terlalu pengap,
jendela dan pintu
terbuka. Tidak ada
lagi tumpukan
pakaian di sofa.
Lantai bersih.
Keadaan dapur
meminta anaknya
menemani ke wc.
Namun saat malam
hari masih buang
air kecil di kasur.
Os masih tidak
berolahraga.Os
sudah sering
berjemur di teras
dan berjalan
didalam rumah
sambil
berpegangan di
dinding.
Os dan anaknya
masih tidak
menggunakan
kelambu saat tidur,
namun sudah
kesehatan rumah.
Konseling perilaku dan kebiasaan
Mengedukasi kembali Os mengenai
pola makan yang baik agar semakin
sering memakan sayur dan buah
serta mengontrol porsi nasi dan
mengurangi gula.
Mengedukasi pentingnya
berolahraga dan bergerak agar tidak
terjadi atrofi otot.
Mengedukasi Os mengenai manfaat
penggunaan kelambu saat tidur dan
memberikan saran agar
menggunakannya dan
menggunakan lotion anti nyamuk.
Mengedukasi kembali Os agar tidak
lagi buang air kecil sembarangan.
Mengedukasi Penyakit Berbasis
Lingkungan yang sedang
rumah, lalu duduk di teras.
Os sudah sering meminta
anaknya untuk menemani
buang air kecil ke wc.
Anak Os sudah lebih
memperhatikan kebersihan
badan Os.
Lantai rumah sudah lebih
bersih, sirkulasi udara dan
pencahayaan di ruang tamu
dan kamar sudah mulai baik.
Jendela dan gorden kamar
sudah sering dibuka.
30. 29
masih terlihat
kurang baik. Di
sekitar tempat
memasak masih
terdapat kotoran
yang lengket dan
sudah menghitam
di keramik.
Tempat pencucian
peralatan masak
dan makan masih
terlihat kurang
baik, masih
terdapat sampah
bekas memasak
yang berserakan.
Keadaan kamar
mandi masih
kurang baik,
menggunakan
lotion anti nyamuk
sebelum tidur.
meningkat di wilayah Tanjung
Pinang.
Identifikasi pelaksanaan 5 pilar
sanitasi total berbasis masyarakat
dan solusi akan permasalahan
tersebut.
Mengedukasi Os dan keluarga
terkait pengobatan yang diterima.
Disarankan untuk kembali ke
dokter untuk mendapatkan injeksi
insulin.
Mengedukasi Os akan kebutuhan
fisioterapi agar ke depannya Os
dapat lebih mandiri.
33. BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Diabetes Melitus
3.1.1 Definisi
Diabetes melitus dalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin,
gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang
dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta
pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis.6
3.1.2 Klasifikasi dan Etiologi
Menurut American Diabetes Mellitus Association tahun 2010,
diklasifikasikan yaitu:
a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut):
1) Autoimun: Infeksi virus. Contohnya: Coxacie virus B, rubela, dan
mononucleosis infeksiosa.
2) Idiopatik : Belum diketahui secara pasti. Contohnya: Genetik-herediter
(kromosom 6p21), tanpa sebab.
b. Diabetes tipe 2 (tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus
menghasilkan insulin, namun tubuh resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak
ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh):
1) Mutasi reseptor insulin.
2) Efek toxic akumulasi lipid di jaringan (akibat obesitas).
3) Faktor predisposisi lain:
- Peningkatan proses glukogeogenesis dan glukogenesis (sindrom cushing dan
kehamilan).
- Konsumsi makanan yang mengandung gula berelebih → sel-sel beta pankreas
lelah dan tidak optimal dalam memproduksi insulin.
29
34. 30
- Obat-obatan.
c. Diabetes tipe lain:
1) Cacat genetik fungsisel.
2) Cacat genetik fungsi insulin.
3) Endokrinopati (akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hiperthiroidisme).
4) Penyakit pankreas (pankreatitis, pankreatopati fibrokalkulus, tumor).
5) Obat atau induksi secarakimia.
6) Infeksi.
d. Diabetes melitus gestasional karena terjadi hiperglikemia saat kehamilan.7
3.1.3 Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
1) Ras dan etnik .
2) Riwayat keluarga dengan DM.
3) Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
yang lahir dengan BB normal.6
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
1) Berat badan lebih (IMT23 kg/m2).
2) Kurangnya aktivitas fisik.
3) Hipertensi (>140/90 mmHg).
4) Dislipidemia (HDL <35mg/dl dan/atau trigliserida >250mg/dl).
35. 31
5) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan
DMT2.6
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
2) Penderita sindrom metabolikyang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu(GDPT) sebelumnya.
3) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,
atau PAD(Peripheral Arterial Diseases).6
3.1.4 Epidemiologi
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami
pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur
turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih dipertanyakan dengan
timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B danAIDS, juga angka kesakitan TBC
yang tampaknya masih tinggidan akhir-akhir ini flu burung, demam berdarah dengue
(DBD), antraks dan polio melanda negara kitayang kita cintai ini. Di lain pihak
penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, di antaranyadiabetes
meningkat dengan tajam. Perubahan polapenyakit itu diduga ada hubungannya
dengan cara hidup yang berubah.8
Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk denganpekerjaan dari pagi
sampai sore bahkan kadang-kadangsampai malam hari duduk di belakang meja
menyebabkantidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola hidup
berisiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapanpenyakit jantung
koroner (PJK), hipertensi, diabetes ataupun hiperlipidemia. 8
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satudi antara penyakit
tidak menular yang akan meningkatjumlahnya di masa datang. Perserikatan Bangsa-
36. 32
Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlahpengidap diabetes
di atas umur 20 tahun berjumlah 150juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian,pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300juta orang. 8
Awalnya Diabetes Mellitus lazim terjadi pada Negara barat yang maju.
Namun akhir-akhir ini prevalensi diabetes melitus di beberapanegara berkembang
mengalami peningkatan akibat peningkatan kemakmurandi negara bersangkutan,
akhir-akhir ini banyak disoroti.Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahangaya
hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkanpeningkatan prevalensi penyakit
degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
hiperlipidemia,diabetes dan lain-lain. 8
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesiaberkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali
di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3%dan di Manado
6%. Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan didaerah itu banyak
perkawinan antara kerabat. Sedangkandi Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin
angkaitu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri dari orang-orang yang datang
dengan sukarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan
budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan bahwa prevalensi di
Manado memang tinggi, karena prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi yaitu
sekitar 8,4% sampai 12% di daerah urban dan 3,85 sampai 9,7%di daerah rural. 8
Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di
daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural
yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di JawaBarat tahun 1995, angka
itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban
dengandaerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidupmempengaruhi kejadian
diabetes. Tetapi di Jawa Timurangka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah
urbandan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkantingginya prevalensi
Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi(DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes
tipe laindi daerah rural di Jawa Timur,yaitu sebesar 21,2% dariseluruh diabetes di
daerah itu. 8
37. 33
Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian danPengembangan
Departemen Kesehatan melakukanSurveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-lakidan 951 wanita.
Survei tersebut melaporkan prevalensiDM (unadjusted) di lima wilayah DKI Jakarta
sebesar12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DMyang tidak terdeteksi
sebesar 11,2%. Berdasarkan data inidiketahui bahwa kejadian DM yang belum
terdiagnosismasih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari Jumlah kasus DMyang sudah
terdeteksi. 8
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secaraglobal yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan olehkarena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, makadengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat ataulebih tepat lagi
dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yangakan datang kekerapan DM di Indonesia
akan meningkatdengan drastis.Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh
WHO bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah
pengidapdiabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025. 8
3.1.5 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui
bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi
glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini
memberikan konsep tentang:6
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya
untuk menurunkan HbA1c saja
38. 34
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan
toleransi glukosa.6
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan
sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2
tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet.
Gambar 3.1 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 (omnious octet)
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious
octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor. 6
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalamkeadaan basal oleh liver
39. 35
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis. 6
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi
glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion. 6
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion. 6
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-
glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darahsetelah makan. Obat
yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.6
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam
40. 36
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin. 6
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen
dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan
menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor.
Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya. 6
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.6
3.1.6 Manifestasi Klinis
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal
yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),
polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering
pula muncul keluhan penglihatan kabur,koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal- gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
41. 37
Gejala klasik umum dikeluhkan adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing
terutama malam hari, penurunan berat badan dengan cepat.
Gejala non klasik (keluhan lemah) : kesemutan pada jaringan tangan dan kaki, cepat
lapar, irritabilitas dan gatal gatal pada kulit, penglihatan kabur, gairah seks menurun,
luka sukar sembuh. 6
3.1.7 Penegakan Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaankonsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosisDM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambildan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosadengan cara enzimatik menggunakan bahan
darah plasma vena.Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosadarah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yangterpercaya (yang melakukan
program pemantauankendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuaidengan
kondisi setempat dapat juga dipakai bahandarah utuh (whole blood), vena ataupun
kapiler denganmemperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yangberbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa
darah kapiler. 6
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM danpemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan padamereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkanpemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasimereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai risiko DM. 6
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi duabagian besar berdasarkan
ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia,
polifagia danberat badan menurun tanpa sebab yang jelas , sedangkangejala tidak
khas DM diantaranya lemas, kesemutan, lukayang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria)dan pruritus vulva (wanita).
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali sajasudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabilatidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
42. 38
abnormal. Diagnosis DM jugadapat ditegakkan melalui cara pada tabel 3.1. Kriteria
Diagnosis DM.
Tabel3.1 Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 j am pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dengan dekompensasi metabolik berat,
seperti ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan
menurun cepat.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:
a) <140 mg/dL = normal
b) 140 - 200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu
c) > 200 mg/dL = diabetes
43. 39
Gambar 3.2 Langkah diagnostik DM dan TGT
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semuaindividu dewasa dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik kurang,
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative),
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native American,
Asian American, Pacific Islander),
4. Wanitadengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000gram atau riwayat
Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedangdalam terapi obat anti
hipertensi),
6. Kolesterol HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL,
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium,
8. Riwayat Toleransi glukosaterganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa terganggu
(GDPT),
44. 40
9. Keadaan lain yang berhubungan denganresistansi insulin (obesitas, akantosis
nigrikans),
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.6
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosadarah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun;
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukansetiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis
masing-masing pasien.6
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaringpasien DM, toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat
ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada
kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi
dan dislipidemia.6
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.6
Gambar 3.3 Tabel Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM
45. 41
3.1.8 Penatalaksanaan
Ada 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus:
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda atau gejala
hiperglikemia dan cara mengatasinya. 6
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. 6
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
46. 42
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang
relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan. 6
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan. 6
A. Obat Anti Hiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal). 6
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
47. 43
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. 6
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a) Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar
kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengangangguan
fungsi ginjal (GFR 3060ml/menit/1,73 m). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR <30mL/menit/1,73 m,
adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
renjatan, PPOK, gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang
mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala
dispepsia. 6
b) Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone. 6
3) Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
48. 44
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan GFR=30ml/min/1,73 m, gangguan faal hati yang berat, irritable
bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.6
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-
IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa
darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin
dan Linagliptin.6
5) Penghambat SGLT-2(Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes
oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa
SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Iragliflozin. Dapagliflozin baru saja
mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015. 6
B. Obat Anti Hiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
1) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
b) Penurunan berat badan yang cepat
49. 45
c) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d) Krisis Hiperglikemia
e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
g) Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi 6
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:
a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c) Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)
f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin).6
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga
terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat
badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.
Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi
menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek
samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
50. 46
muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide,
Albiglutide, dan Lixisenatide. Salah satu obat golongan agonis GLP-1
(Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18
mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg
setelah satu minggu untuk mendapatkan efek glikemik yang diharapkan.
Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg
tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan
sekali sehari secara subkutan. 6
5. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian
obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. 6
Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun
fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua
obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi
tiga obat antihiperglikemia oral. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan
insulin dimulai dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang
tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal
untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan
51. 47
(pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target.
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasiinsulin basal dan prandial,sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati. 6
Gambar 3.4 Algoritme Pengelolaan DMT2
3.1.9 Komplikasi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur
hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada suatu saat akan
menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-
52. 48
gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik
komplikasi akut maupun kronis.9
a. Komplikasi Akut DM
Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka pendek. 9
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan
dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah
turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga
mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain
yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah. 9
2) Ketoasidosis Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi
dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa
sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai
sumber energi alternatif. Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan
badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang
menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah
asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun gejala
dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah
kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu
sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton,
dan kesadaran menurun hingga koma. 9
3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar
53. 49
biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,
cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan ketoasidosis diabetes
adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah
insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial
perbedaan di atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi. 9
b. Komplikasi Kronis DM
a) Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM
adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II
yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan.
Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh
darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi
makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM
timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. 9
Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat
penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang
normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan
kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi
bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko
mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan resiko
kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan
meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat.
54. 50
Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan
penting dalam menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular. 9
b) Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam
jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf
tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi,
yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan dalam
mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain. Manifestasi klinisnya dapat berupa
gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati
biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala
nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan. 9
c) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi
pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah
mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada
dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan
ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati
diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di
retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat
menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat menjadi
penyebab utama kebutaan. 9
55. 51
BAB IV
KAJIAN KASUS
4.1. Analisis Pasien Secara Holistik
4.1.1 Hubungan Diagnosis Penyakit dengan Keadaan Rumah dan Lingkungan
Sekitar
Menurut pengakuan anaknya, Os sering buang air kecil dan besar di sembarang
tempat. Saat ditanyakan pada Os, ia mengaku tidak mau ke jamban untuk buang air
karena letaknya jauh. Os juga menolak untuk buang air di pispot. Ketika Os buang
air kecil, anaknya tidak segera membersihkan bekas BAB dan BAK itu. Kurangnya
higienitas pada kamar Os dapat meningkatkan risiko infeksi terutama pada Os yang
memiliki resiko tinggi serta dapat menjadi stressor yang besar bagi Os.
4.1.2 Hubungan Diagnosis dengan Keadaan Keluarga dan Hubungan Keluarga
Anak Os tampak kurang memperhatikan dan tidak selalu menawarkan bantuan
kepada Os, ditambah lagi keadaan Os yang sudah kurang jelas dalam berbicara.
Sebelumnya Os pernah mengalami stroke pada bagian kiri tubuhnya dan kesulitan
berjalan, Os malas untuk latihan berjalan ditambah anak Os memiliki pengetahuan
yang kurang akan pentingnya aktifitas fisik bagi Os. Kurangnya aktifitas fisik ini
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya DM tipe 2 tidak terkontrol dan atrofi
otot. Selain itu, anak Os yang kurang perhatian merupakan salah satu faktor stress
bagi Os dan memperburuk penyakit yang dideritanya.
4.1.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatanpasien dan keluarga
Os pernah memiliki dua buah bisul di kepalanya yang bernanah. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena higienitas personal Os yang kurang baik seperti jarang
dimandikan oleh anaknya.
Sebelum pergi ke Puskesmas, Os kurang patuh dalam menggunakan injeksi
insulin. Penggunaan insulin yang tidak teratur mengakibatkan penyakit Os yaitu DM
Tipe 2 menjadi tidak terkontrol yang memungkinkan terjadinya komplikasi.
56. 52
4.2 Rencana Promosi (Peningkatan Kesehatan) dan Pendidikan Kesehatan
Kepada Pasien dan Keluarga
1. Mengedukasi Os dan keluarga mengenai penyakit yang diderita yaitu Diabetes
Mellitus Tipe 2 dan cara pengelolaannya.
2. Menjelaskan pentingnya kepatuhan minum obat diabetes, baik ke Os maupun ke
anak Os.
3. Menjelaskan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat yang dikonsumsi
Os.
4. Mengedukasi Os mengenai pola makan yang baik dan menyarankan Os untuk
mengurangi asupan gula dan memperbanyak makan sayur dan buah.
5. Memberikan saran untuk lebih sering bergerak dan berolahraga. Minimal
berjalan didalam rumah atau duduk di teras.
6. Mengedukasi keluarga untuk mencegah terjadinya luka terutama pada saat
berjalan dengan cara menggunakan sandal dan hati-hati saat menggunting kuku.
7. Mengedukasi Os dan keluarga terkait pengobatan yang diterima. Disarankan
untuk kembali ke dokter untuk mendapatkan injeksi insulin.
8. Mengedukasi Os akan kebutuhan fisioterapi agar ke depannya Os dapat lebih
mandiri.
4.3 Anjuran-anjuran promosi kesehatan penting
1. Mengenai masalah kebersihan rumah Os, dilakukan langkah-langkah:
a. Promotif
- Memberikan saran untuk merapihkan dan membersihkan kamar setiap
hari, seperti merapihkan pakaian yang tergantung, merapihkan barang
yang berserakan, membersihkan sprei tiap hari, mencuci perlak Os yang
kotor karena kencing, menjemur bantal dan kasur.
- Memberikan saran untuk membersihkan dan merapihkan dapur seperti
membersihkan kuali, kompor dan dinding tempat memasak, meletakkan
alat-alat masak ke tempat yang tertutup, menutup kuali yang masih berisi
57. 53
minyak, disediakan tempat penampungan air pencucian alat masak dan
piring yang tertutup.
2. Mengenai masalah kebersihan lingkungan dan limbah rumah tangga, dilakukan
langkah-langkah :
a. Promotif
- Mengedukasi Os mengenai manfaat penggunaan kelambu saat tidur dan
memberikan saran agar menggunakannya.
b. Preventif
- Memberikan edukasi mengenai pencegahan vektor penyakit yaitu selalu
mencegah adanya genangan air dan tumpukan sampah.
- Membuang barang-barang bekas yang tidak terpakai, limbah padat langsung
dibuang dan tidak ditumpuk agar tidak menjadi sarang nyamuk.
3. Untuk mencapai keluarga yang sehat, dengan langkah-langkah :
a. Promotif
- Memberi pemahaman pada Os dan anaknya bahwa kebersihan badan itu
sangat penting, terutama anak Os sedang hamil. Menyarankan Os untuk
sering mandi dan tidak buang air kecil sembarangan.
- Mengedukasi mengenai 10 perilaku hidup bersih dan sehat dan
implementasinya.
- Mengedukasi Penyakit Berbasis Lingkungan yang sedang meningkat di
wilayah Tanjung Pinang.
b. Preventif
- Identifikasi pelaksanaan 5 pilar sanitasi total berbasis masyarakat dan solusi
akan permasalahan tersebut.
- Menyarankan kepada Os untuk tidak langsung berbaring maupun tidur
setelah makan.
58. DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
2. Riset Kesehatan Dasar: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014
4. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.2014
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2014
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Perkeni. 2015
7. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Setiati S, dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal.
2315-22
8. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2323-7
9. Waspadji, Sarwono. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme terjadinya,
diagnosis, dan strategi pengelolaan. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2359-66
54