SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 98
Baixar para ler offline
The purpose of an organization
is to enable common men to do uncommon things
Peter F. Drucker
BIDANG KAJIAN
APARATUR
PUSAT KAJIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
APARATUR III
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (PKP2A III LAN)
SAMARINDA, 2009
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat
dan telah mempermudah selesainya Buku Saku Bidang Kajian ini. PKP2A III LAN
Samarinda terdiri dari 2 (dua) bidang penting yang mendukung kelancaran kegiatannya,
yaitu Bidang Kajian Aparatur dan Bidang Diklat Aparatur telah mulai berperan di
Regional Kalimantan sejak tahun 2005. Untuk lebih memudahkan memahami tugas
Bidang Kajian, maka dibuatlah sebuah buku saku di Bidang Kajian.
Buku Saku Bidang Kajian ini merupakan sebuah buku yang berisi berbagai informasi
program yang telah, sedang dan akan dicapai oleh Bidang Kajian sebagai panduan yang
dirancang agar mudah dibawa dan dibaca oleh pegawai PKP2A III LAN Samarinda pada
umumnya serta bahan informasi bagi para stakeholder yang terkait dengan Bidang Kajian
PKP2A III LAN Samarinda. Secara lebih khusus buku ini diperuntukkan bagi para
punggawa Bidang Kajian agar semakin memahami jati dirinya dan juga bagi para
stakeholder PKP2A III LAN Samarinda, agar mengerti dan memahami karakter dan cara
kerja Bidang Kajian di PKP2A III LAN Samarinda.
Banyak program kegiatan yang telah dicapai sejak berdirinya PKP2A III LAN di
Samarinda ini. Namun belum banyak orang yang mengetahui bagaimana proses
pencapaian berbagai program tersebut. Sebuah kajian dibuat oleh para peneliti yang
sangat ”unik”. Artinya dibuat oleh orang-orang yang mempunyai rasa ingin tahu
(curiosity) besar, cermat dalam mengamati isu-isu aktual yang terjadi, analitis dalam
memproses dan mengangkat isu menjadi sebuah kajian dan solutif lewat berbagai
rekomendasi yang aplikatif. Di tangan orang-orang yang mempunyai kemauan besar
untuk memunculkan ide-ide orisinil, inovatif dan kreatif inilah dihasilkan begitu banyak
program yang bisa segera di terapkan di wilayah kerja PKP2A III LAN Samarinda, yaitu
di Seluruh Kalimantan.
Dengan adanya Buku Saku Bidang Kajian ini, diharapkan semua kegiatan yang pernah
ada dapat di jadikan panduan dalam menempuh perjalanan Bidang Kajian Aparatur
berikutnya. Disamping itu, para punggawa di Bidang Kajian Aparatur bisa semakin
memahami arti seorang peneliti dan bisa berbuat sesuai dengan karakter orisinil peneliti
yang nantinya bisa makin memperkuat PKP2A III LAN Samarinda melalui hasil
karyanya yang berbobot, dan memberikan penyegaran keilmuan bagi masyarakat
pemerhati kajian dan stakeholder pada umumnya.
Semoga salah satu sumbangsih dari Bidang Kajian Aparatur ini bisa memberikan
kontribusi yang nyata bagi kemajuan organisasi PKP2A III LAN Samarinda pada
Khususnya, LAN RI pada umumnya dan juga lebih mendorong kemajuan pembangunan
di Kalimantan dalam rangka memperkokoh NKRI.
Kepala PKP2A III LAN Samarinda
DR. Meiliana, SE., MM
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar Kepala PKP2A III LAN ..................................................................... i
Daftar Isi ....................................................................................................................... ii
Bab I Karakteristik Organisasi dan Kegiatan Kajian / Kelitbangan
A. Keunikan Manajemen Unit Litbang / Kajian ................................. 1
B. Prinsip Kepemimpinan Untuk Partisipasi Peneliti ......................... 2
C. Kriteria Efektivitas Manajemen Unit Litbang ............................... 2
Bab II Model Koordinasi Kegiatan Kajian / Kelitbangan
A. Perilaku Umum Dalam Koordinasi ................................................ 4
B. Isi atau Materi Koordinasi ……………………………………….. 4
C. Tugas Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan Kajian / Kelitbangan.. 5
D. Mekanisme Koordinasi ................................................................... 7
1. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) dan Non-Penelitian Internal.. 8
2. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) Eksternal dan
Perkonsultasian........................................................................... 8
Bab III Analisis Jabatan
A. Kepala Bidang Kajian Aparatur ..................................................... 10
1. Uraian Tugas dan Standar Kinerja ........................................... 10
2. Hubungan Kerja ....................................................................... 13
3. Tanggungjawab Jabatan ........................................................... 14
4. Peralatan / Bahan Kerja ............................................................ 15
5. Lingkungan Kerja .................................................................... 15
6. Persyaratan Jabatan dan Kompetensi ...................................... 16
B. Jabatan Fungsional Peneliti ............................................................ 17
1. Ikhtisar Jabatan ....................................................................... 17
2. Uraian Tugas ............................................................................ 17
3. Bahan Kerja dan Perangkat / Alat Kerja ................................. 18
4. Hasil Kerja ............................................................................... 18
5. Tanggung Jawab ...................................................................... 19
6. Korelasi Jabatan ....................................................................... 19
7. Kondisi Lingkungan Kerja dan Resiko Bahaya ...................... 20
8. Persyaratan Jabatan dan Kompetensi ...................................... 20
Bab IV Produk Kerja Bidang Kajian Aparatur PKP2A III LAN
A. Buku ”Seri Penelitian Administrasi Negara” ................................. 22
B. Buku “Seri Issu-Issu Aktual” .......................................................... 47
C. Buku “Seri Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan” ................. 62
iii
D. Buku “Seri Pengembangan Kapasitas” ........................................... 65
E. Jurnal ”Borneo Administrator” ....................................................... 66
F. Transformasi Hasil Kajian Menjadi ”Agenda Pembelajaran”.......... 68
G. Publikasi Lainnya (Rapat Koordinasi dan Workshop) .......... 71
Bab V Nilai-Nilai Strategis (Critical Success Factors)
A. Motto Bidang Kajian Aparatur ..................................................... 78
B. Recoding Our Organization’s DNA .............................................. 79
C. Master Success ............................................................................... 80
Bab VI Kegiatan Penunjang Tupoksi
A. Manajemen Jarlitbang ..................................................................... 81
B. Perpustakaan ................................................................................... 82
Bab VI Penutup ...................................................................................... 84
LAMPIRAN
1. Format Laporan Penelitian / Pengumpulan Data .................................................... 85
2. Pedoman Penyusunan Terms of Reference / Kerangka Acuan Kegiatan ............... 88
3. Daftar Pejabat / Instansi Penerima Publikasi, Jurnal dan Hasil Kajian PKP2A III
LAN Samarinda .................................................................................................... 90
4 Kondisi Buku Terbitan Bidang Kajian PKP2A III LAN Samarinda 2009 ............. 92
1
BAB I
KARAKTERISTIK ORGANISASI DAN KEGIATAN
KAJIAN / KELITBANGAN
A. Keunikan Manajemen Unit Litbang
Mengelola organisasi, khususnya yang bergerak di bidang kajian atau penelitian dan
pengembangan (Litbang), memiliki tantangan tersendiri yang membutuhkan
kreativitas dan seni yang spesifik dibanding mengelola unit non Litbang. Hal ini
sesuai dengan komentar Keith Williams (Churchill College), yang mengatakan
bahwa :
“Mengelola unit organisasi Litbang itu lebih sulit karena karakteristik
kegiatannya dan terutama orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mereka
cenderung lebih independen dan sarat kepakaran … sehingga
memerlukan penanganan yang berbeda”.
Dalam kenyataannya, seorang pejabat fungsional peneliti dan atau staf pada unit
Litbang seringkali memiliki karakteristik unik sebagai berikut :
1. Analitis, serba ingin tahu, independen, intelek, sering introvert, dan menyukai
kegiatan ilmiah dan matematis;
2. Cenderung bersifat kompleks, fleksibel, mandiri, berorientasi kepada pekerjaan,
toleran terhadap ambiguitas, sangat menuntut otonomi, dan menyukai perubahan.
Keunikan dalam mengelola unit Litbang serta karakteristik staf Litbang tersebut, pada
suatu ketika tidak menutup kemungkinan akan menjadi potensi penghalang bagi
terwujudnya kinerja Litbang secara optimal. Terlebih lagi jika diingat bahwa program
penelitian tidak jarang menemui kendala antara lain:
1. Proses Litbang memakan waktu lama, bukan program yang instant;
2. Tuntutan implementasi cenderung mendesak (jangka pendek);
3. Kebutuhan akan hasil Litbang lebih mendesak dari pada kemampuan peneliti
untuk menyediakannya;
4. Program Litbang cenderung isoterik (mengawang-awang), sementara
kebutuhannya bersifat praktis.
Untuk dapat mengatasi kendala yang ada, sekaligus mengoptimalkan manajemen unit
Litbang, paling tidak diperlukan adanya pejabat fungsional peneliti dan atau staf pada
unit Litbang yang memiliki karakter inovatif sebagai berikut :
1. Pakar dalam bidang keilmuan;
2. Mampu menemukan gagasan yang banyak dalam waktu singkat;
3. Mampu menghasilkan gagasan orisinil dan ‘lain’;
4. Mampu membedakan antara nara sumber dan materi substantif yang
2
disampaikannya;
5. Mampu berbeda pendapat dengan orang lain;
6. Berminat terhadap permasalahan orang lain;
7. Tidak kenal menyerah dalam pemecahan masalah;
8. Berhati-hati dan tidak terlalu cepat memutuskan;
9. Mampu bekerja keras dalam jangka waktu lama;
10. Orisinil dalam menilai materi ilmu dan pengetahuan.
B. Prinsip Kepemimpinan Untuk Partisipasi Peneliti
Disamping hal-hal yang disebutkan diatas, dalam mengelola unit Litbang dibutuhkan
adanya sikap kepemimpinan yang baik dan mampu mendorong inisiatif, kreativitas
serta partisipasi bawahan (staf) untuk dapat memiliki 10 karakteristik inovatif. Dalam
hal ini, seorang manajer Litbang sedikitnya harus menguasai 7 (tujuh) prinsip
kepemimpinan, sebagai berikut :
1. Memiliki nilai-nilai egalitarian;
2. Menghormati kemampuan bawahan (yunior);
3. Mengakui tidak tahu banyak tentang pekerjaan bawahan;
4. Mampu hidup dalam ketidakpastian;
5. Mengakui bahwa para peneliti dan pekerjaan mereka adalan penting;
6. Mengakui bahwa pekerjaan litbang adalah menarik, penuh tantangan dan
membutuhkan kualitas;
7. Mengakui tidak ada krisis, dan menghormati perbedaan pendapat dan konflik
dalam kondisi lingkungan yang berubah.
C. Kriteria Efektivitas Manajemen Unit Litbang
Sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan manajemen unit Litbang, dapat dilihat
dan atau dihitung berdasarkan indikator kinerja sebagai berikut :
1. Kuantitas Output: misalnya jumlah laporan publikasi, produk baru, dan lain-lain;
2. Kualitas Kerja: misalnya jumlah dan intensitas publikasi peneliti yang dikutip
orang lain, jumlah referensi yang dibaca peneliti, jumlah penghargaan dan hak
patent yang diperoleh peneliti, dan lain-lain;
3. Perkembangan Organisasi: diukur dengan nilai dana atau budget yang diperoleh
per tahun dan atau per program litbang;
4. Tingkat Stres: jumlah peneliti yang berobat ke rumah sakit / dokter, jumlah
peneliti yang menderita sakit maag, dan sebagainya;
5. Tingkat Kepuasan Kerja: diukur dengan instrument kuesioner tentang kepuasan
atas imbalan, terhadap supervisor, terhadap organisasi, pekerjaan, rekan kerja,
kondisi kerja, dan sebagainya;
6. Kebanggaan Terhadap Organisasi: diukur dengan kuesioner atau proksi lainnya
yang menunjukkan kebanggan terhadap organisasi;
7. Kesepakatan antara tujuan individu dan organisasi;
8. Profit bagi organisasi maupun individu dari hasil kerja mereka.
3
Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa unit kajian atau litbang mencirikan sebuah
organisasi yang sangat organis, dan sedikit sekali cirri-ciri mekanisnya. Menurut
paradigma mekanik, efisiensi dalam organisasi dapat ditingkatkan hanya apabila
terdapat pengerangkaan (structuring) dan pengendalian (controlling) terhadap
partisipasi anggota organisasi. Oleh karenanya, dalam organisasi mekanik banyak
diterapkan upaya pemotivasian pegawai melalui pemberian insentif, sementara disisi
lain cara kerja pegawai didasarkan pada spesialisasi yang diawasi secara ketat.
Hasilnya adalah suatu organisasi yang berstruktur piramida, menerapkan kesatuan
komando (chain of command), jenjang pengawasan yang seringkali berlapis,
spesialisasi berdasarkan fungsi, serta penerapan pembagian kerja lini dan staf (line
and staff).
Sebaliknya paradigma organik (organism paradigm) memandang organisasi sebagai
suatu sistem yang menekankan pada unsur manusia sebagai pelaku utama. Dalam
model organisasi ini, efisiensi dan efektivitas bukan merupakan aspek utama dalam
pencapaian tujuan organisasi, sebab produk (output) tidak dipandang sebagai hal yang
utama. Aspek yang dianggap lebih penting dalam organisasi model organik ini adalah
adanya keseimbangan antara faktor manusia dengan faktor lingkungannya.
Disamping itu, meminjam pemikiran Ashley dan van de Ven (dalam Kasim, 1989),
organisasi litbang juga bisa dikategorikan sebagai pola organisasi strategic choice,
yaitu paradigma organisasi yang beranggapan bahwa organisasi merupakan makhluk
otonom, sehingga suatu organisasi dapat mempengaruhi lingkungan sesuai dengan
kehendak orang-orang yang berkuasa dalam organisasi tersebut.
Dibandingkan unit kerja lain seperti kependidikan atau kediklatan misalnya, nampak
sekali perbedaan karakteristik bahkan paradigmatik organisasi ini dibandingkan
dengan unit yang menangani urusan kelitbangan atau perkonsultasian. Atas dasar
perbedaan karakteristik bahkan paradigmatik tersebut, sekali lagi, wajar jika tata kerja,
prosedur kerja dan sistem kerja antar unit organisasi tersebut di desain secara tidak
seragam.
4
BAB II
MODEL KOORDINASI KEGIATAN KAJIAN / KELITBANGAN
A. Perilaku Umum Dalam Koordinasi
Dalam proses koordinasi sejak tahap perencanaan hingga evaluasi, sangat diperlukan
adanya perilaku positif dari seluruh pihak yang terkait. Pemahaman dan internalisasi
nilai-nilai dibawah ini akan sangat menentukan keberhasilan koordinasi sekaligus
keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas organisasi kelitbangan.
1. Menyampaikan gagasan-gagasan secara lisan dengan jelas dan menarik;
2. Menyajikan gagasan-gagasan dan fakta secara tertulis dengan jelas dan berhasil
guna;
3. Mendengarkan pendapat orang lain dan menunjukkan pengertian tentang apa
yang disampaikan;
4. Memberikan umpan balik yang positif dan membangun melalui cara yang
mendukung perbaikan perilaku sebagaimana yang dikehendaki;
5. Membuat kesan-kesan baik dalam berbagai keadaan;
6. Bekerja untuk mengatasi perbedaan agar diperoleh kepuasan bersama;
7. Tetap berlaku konsisten dan adil dalam menghadapi para pegawai;
8. Menilai kekuatan dan kelemahan diri sendiri secara realistis, kemudian berupaya
mengeliminasi dampak negatif bagi orang lain dan memotivasi orang lain untuk
membangkitkan efek penyebaran dari kekuatan-kekuatan yang ada;
9. Menerima dan memanfaatkan kritik yang beralasan;
10. Mengatasi situasi-situasi konflik melalui diskusi-diskusi dan kegiatan bimbingan.
B. Isi atau Materi Koordinasi
1. Koordinasi Kegiatan. Kegiatan yang perlu dikoordinasikan baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, maupun evaluasi, meliputi kegiatan
penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian, sebagai berikut:
a. Kegiatan yang dibiayai dari APBN;
b. Kegiatan kerjasama dengan pihak ketiga, baik instansi pemerintah daerah,
instansi pemerintah pusat, maupun swasta (jika ada);
c. Kegiatan yang sumber pembiayaannya dari bantuan luar negeri (jika ada).
2. Koordinasi Sumber Daya Manusia. Koordinasi dalam penggunaan Sumber Daya
Manusia dilakukan apabila dalam kegiatan penelitian, pengkajian, dan
perkonsultasian melibatkan Sumber Daya Manusia (pegawai) yang berasal dari
berbagai unit (lintas unit), baik di lingkungan PKP2A, LAN Pusat, Pemerintah
Daerah, Perguruan Tinggi, dan lain-lain, maupun antara PKP2A dengan LAN
Pusat. Dengan demikian, koordinasi penggunaan SDM dilakukan jika:
a. Kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian melibatkan SDM lintas
5
unit di lingkungan LAN Pusat, PKP2A atau instansi lainnya;
b. Kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian melibatkan SDM lintas
unit antara LAN Pusat, PKP2A atau instansi terkait lainnya.
3. Koordinasi Keuangan. Koordinasi dalam penggunaan sumber dana dilakukan
apabila:
a. Dana yang digunakan dalam kegiatan penelitian, pengkajian, dan
perkonsultasian tersebut menggunakan dana yang berasal dari pos anggaran
unit yang berbeda, baik di lingkungan PKP2A, LAN Pusat, maupun antara
PKP2A dengan LAN Pusat;
b. Kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian yang menghasilkan
penerimaan (unit/kegiatan PNBP).
4. Koordinasi Sarana dan Prasarana. Koordinasi dalam penggunaan sarana dan
prasarana dilakukan apabila dalam kegiatan penelitian, pengkajian, dan
perkonsultasian menggunakan sarana dan prasarana yang dimiliki unit kerja lain
di lingkungan LAN. Dengan demikian, koordinasi dalam penggunaan sarana dan
prasarana meliputi:
a. Penggunaan sarana dan prasarana milik PKP2A III Samarinda oleh LAN
Pusat atau PKP2A I dan II, atau instansi lainnya (Pemerintah Daerah,
Perguruan Tinggi, dll);
b. Penggunaan sarana dan prasarana milik LAN Pusat oleh PKP2A III
Samarinda;
c. Penggunaan sarana dan prasarana milik PKP2A I dan II oleh PKP2A III
Samarinda;
d. Penggunaan sarana dan prasarana milik instansi lainnya (Pemerintah Daerah,
Perguruan Tinggi, dll) oleh PKP2A III Samarinda.
5. Koordinasi Sistem dan Prosedur. Koordinasi sistem dan prosedur kerja di
lingkungan LAN baik baik internal LAN Pusat, PKP2A, maupun antara LAN
Pusat dengan PKP2A atau antar PKP2A, dilakukan apabila:
a. Kegiatan yang terkait dengan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian
tersebut memerlukan standardisasi dan keseragaman antar unit di
lingkungan LAN secara umum;
b. Kegiatan yang terkait dengan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian
tersebut bersifat kontinyu;
c. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, baik secara keseluruhan maupun
dalam tahapan-tahapan tertentu melibatkan unit kerja lain.
C. Tugas Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan Kajian / Kelitbangan
Pada dasarnya, kegiatan kelitbangan memiliki 2 (dua) skala yang berbeda, yakni skala
nasional dan skala daerah. Dalam hal kegiatan kelitbangan yang bersifat nasional,
maka perlu dilakukan secara tersentralisir, dalam pengertian bahwa koordinasi
6
dilakukan Deputi sebagai representasi Kepala LAN dan melingkupi kegiatan di
daerah. Namun dalam hal kegiatan kelitbangan yang bersifat daerah, PKP2A diberi
kewenangan sepenuhnya untuk menjalankan kegiatan tersebut, dengan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah dan kewajiban untuk berkoordinasi dengan LAN Pusat.
Dalam kerangka untuk menjalankan kegiatan-kegiatan kelitbangan baik yang berskala
nasional maupun daerah tersebut, maka perlu adanya sebuah deskripsi umum tentang
tugas-tugas berbagai unit kerja atau pihak-pihak dalam pengelolaan suatu kegiatan
tertentu, khususnya di lingkungan PKP2A III LAN Samarinda.
1. Kepala PKP2A III Samarinda
a. Memprakarsai dan melaksanakan tugas konsolidasi dalam memperkirakan
tujuan, sasaran, dan kegiatan baik dalam jangka panjang, menengah maupun
jangka pendek;
b. Menciptakan keseimbangan antar berbagai sasaran kelitbangan di
lingkungan instansinya / jangkauan wilayah kerjanya;
c. Mengembangkan berbagai alternatif strategi pencapaian sasaran kelitbangan
dengan mempertimbangkan kelayakan baik politis, keuangan maupun aspek
administratif lainnya;
d. Mendeteksi perlunya penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan sebagai
bahan orientasi kelitbangan, serta kemungkinan mengadakan realokasi
sumber-sumber daya sepanjang diperlukan;
e. Merencanakan strategi pemanfaatan hasil kajian agar digunakan sebagai
bahan kebijakan dalam upaya melaksanakan reformasi administrasi /
birokrasi publik;
f. Menilai secara seksama atas keseluruhan efektivitas pelaksanaan kegiatan
kelitbangan dalam menunjang terlaksananya visi dan misi kelitbangan.
2. Kepala Bagian TU.
a. Memfasilitasi terselenggarannya Rapat Koordinasi sebagai forum
pembahasan rencana kerja dengan melibatkan seluruh unsur / unit yang
terkait. Rakor ini menghasilkan Rencana Kerja PKP2A III LAN Samarinda
bidang kelitbangan yang terpadu dan sinergis;
b. Berkoordiansi dengan Kepala PKP2A III LAN Samarinda dan Kabid Kajian
Aparatur untuk membahas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
pada tahun dinas berjalan dan/atau yang akan datang.
3. Kepala Bidang Kajian Aparatur.
a. Bersama-sama dengan para peneliti fungsional, membantu menyiapkan
konsep-konsep yang berhubungan dengan pelaksanaan kewenangan dan
tanggung jawab kelitbangan;
b. Memberikan laporan pelaksanaan tugas secara periodik atau setiap saat
apabila diperlukan oleh pimpinan maupun apabila dipandang perlu oleh
Kepala LAN dan / atau Kepala PKP2A;
c. Melakukan kajian yang diperlukan untuk mewujudkan sosok penelitian yang
7
rasional, mutakhir, bermanfaat dan layak dari berbagai dimensinya;
d. Melakukan konsolidasi dengan berbagai pihak baik secara vertikal,
horizontal maupun fungsional dalam melaksanakan tugas kajiannya;
e. Melakukan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian, LSM
Perguruan Tinggi, dan lembaga-lembaga lain baik dalam skala lokal,
nasional, maupun internasional;
f. Bersama-sama dengan pihak yang lain, menetapkan prioritas dari
pelaksanaan kegiatan serta menetapkan penjadualan dan penggunaan
sumber-sumber daya yang dibutuhkan;
g. Memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada para peneliti,
memberikan motivasi, serta membantu mereka dalam mengidentifikasi
kebutuhan pengembangan kualitas proses dan hasil penelitian;
h. Memperkirakan adanya kendala dalam rangka mencapai tujuan litbang dan
mengembangkan alternatif cara mengatasinya;
i. Mengenali cara-cara untuk memperbaiki prosedur, proses dan mekanisme,
struktur dan budaya penelitian, serta sumber-sumber daya kelitbangan.
D. Mekanisme Koordinasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan utama unit kajian atau litbang terdiri
dari kegiatan penelitian (pengkajian) dan non-penelitian internal yang mencakup:
penyelenggaraan seminar, pemberian jasa konsultasi kepada stakeholders, dan
sebagainya. Sementara dilihat dari adanya keterlibatan pihak eksternal dan/atau
sumber pembiayaan, maka kegiatan unit kajian atau litbang adalah kegiatan
penelitian (pengkajian) eksternal dan kegiatan perkonsultasian. Atas dasar hal
tersebut, maka bisa ditarik adanya 2 (dua) jenis kegiatan kajian / litbang yang
dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) dan Non-Penelitian Internal;
2. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) Eksternal dan Perkonsultasian.
Tata kerja, prosedur kerja, dan mekanisme kerja antara ke-2 jenis kegiatan tersebut
diatas, jelas tidak bisa diseragamkan dalam segala aspeknya. Meskipun memang ada
kemiripan dan persentuhan, namun tidak dapat dipungkiri adanya spesifikasi yang
berbeda yang mensyaratkan mekanisme koordinasi yang berbeda pula. Dalam
hubungan ini, mekanisme koordinasi untuk masing-masing kegiatan diatas, yang
dikelompokkan berdasarkan tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) dan Non-Penelitian Internal
a. Perencanaan:
• Perumusan kegiatan dan pembahasan internal;
• Penetapan Rencana Kegiatan (RK) Bidang Kajian / Litbang;
• Penyampaian Rencana Kegiatan (RK);
• Pembahasan dan Revisi RK;
8
• Penyampaian Revisi RK;
• Pembahasan dan Penetapan RKA K/L;
• Penyampaian RKA K/L hasil pembahasan dan penetapan ke DJA;
• Penetapan dan penyampaian kegiatan hasil pembahasan DJA (Pagu
Sementara);
• Penyampaian kegiatan sesuai pagu;
• Penetapan DIPA oleh DJA dan Penyampaian Hasil Penetapan;
• Penyampaian DIPA dan Penyusunan Rencana Operasional Kegiatan
(ROK).
b. Pelaksanaan:
• Pembuatan desain dan instrumen penelitian (dasar pemikiran, kerangka
teori, penentuan lokasi penelitian, penetapan jadwal penelitian lapangan,
target / output yang harus dihasilkan, pemilihan metodologi, dan kegiatan
lainnya);
• Penelitian lapangan;
• Pengolahan data, analisis data, dan penyusunan draft laporan penelitian
akhir (laporan pendahuluan);
• Penyusunan dan pencetakan laporan akhir (final report);
• Diseminasi hasil penelitian (expose hasil penelitian);
• Publikasi hasil penelitian (penyebaran buku hasil penelitian);
• Pembuatan dan penyampaian laporan berkala;
• Pembuatan Rancangan Operasional Kegiatan (penetapan jadwal waktu
kegiatan serta kegiatan lainnya);
• Operasionalisasi kegiatan.
c. Evaluasi:
• Penyerahan laporan hasil penelitian kepada Kepala LAN melalui Kepala
PKP2A III Samarinda;
• Tindak lanjut berdasarkan rekomendasi Kepala LAN.
2. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) Eksternal dan Perkonsultasian
a. Perencanaan:
• Penyusunan Proposal;
• Pembahasan Proposal;
• Revisi Proposal;
• Penyerahan Proposal dan Persetujuan oleh pihak mitra.
b. Pelaksanaan:
• Penyelesaian administratif, pembuatan Desain Penelitian, dan Pembuatan
Instrumen Penelitian;
• Penelitian lapangan.
• Penyusunan Laporan Pendahuluan;
• Pengolahan data dan penyusunan laporan antara (interim report);
• Analisis dan pembuatan laporan akhir (final report);
• Expose hasil penelitian di hadapan pihak ketiga;
Non-Penelitian Internal
9
• Revisi dan pencetakan hasil penelitian;
• Pembuatan Rancangan Operasional Kegiatan;
• Operasionalisasi kegiatan.
c. Evaluasi:
• Penyerahan laporan hasil penelitian kepada Kepala melalui Inspektorat.
• Tindak lanjut berdasarkan rekomendasi Kepala.
Perkonsultasian
10
BAB III
ANALISIS JABATAN
A. KEPALA BIDANG KAJIAN APARATUR
Nama : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Ringkasan
Pekerjaan
: Memimpin, mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan perencanaan,
penyelenggaraan, pembinaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program
Kajian Aparatur / Administrasi Negara di Wilayah kerja PKP2A III LAN
Samarinda, untuk mengoptimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif
daerah dalam pembangunan wilayah serta membangun daerah yang maju,
sejahtera, bersatu, dan berdaya saing.
URAIAN TUGAS DAN RINCIAN URAIAN
TUGAS
STANDAR KINERJA
SIFAT
TUGAS
1 Menyusun analisis kebutuhan program kajian, litbang dan asistensi/fasilitasi bidang
Administrasi Negara baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
1x / thn
• Membuat inisiatif penyelenggaraan rapat
koordinasi atau musyawarah.
• Menyiapkan draft TOR dan instrumen
penjaringan aspirasi, permasalahan, dan
kebutuhan stakeholder di bidang
pengembangan kapasitas administrasi
negara dan manajemen pemerintahan.
• Tabulasi dan pengolahan data terhadap
instrumen rapat koordinasi / musyawarah
kelitbangan, serta membuat analisis dan
interpretasi.
• Menetapkan analisis kebutuhan program
kajian (agenda kajian) administrasi negara
untuk jangka pendek, menengah dan
panjang.
• Terselenggaranya rapat
koordinasi / musyawarah
kelitbangan dengan stakeholder
terkait.
• Tersusunnya hasil analisis dan
interpretasi atas instrumen
penjaringan aspirasi,
permasalahan, dan kebutuhan
stakeholder
• Tersusunnya analisis kebutuhan
program kajian (agenda kajian)
administrasi negara untuk jangka
pendek, menengah dan panjang.
2 Menyusun Rencana Strategis Bidang Kajian, serta laporan akuntabilitas kinerja
(LAKIP) Bidang Kajian, serta merencanakan dan menyusun program kajian/litbang
tahunan (RKT) dalam bentuk TOR / proposal maupun Rincian Anggaran Biaya (RAB).
1x / 5 thn
(untuk
Renstra)
• Memberi arahan kepada staf dan
mendistribusikan tugas, serta memonitor
pelaksanaannya.
• Memberi penjelasan umum tentang arah
penyelenggaraan program kajian/litbang dan
strategi pencapaiannya.
• Memberi penjelasan detail tentang substansi
• Tersusunnya Renstra Kajian
untuk periode 5 tahunan.
• Tersusunnya LAKIP tahunan
dan LAKIP 5 tahunan.
• Tersusunnya rencana kerja
program kajian / litbang tahunan
beserta TOR dan RAB-nya.
1x / thn /
keg
(untuk
RKT)
11
kegiatan kajian/litbang yang akan
dituangkan dalam Renstra maupun RKT.
• Menetapkan Rencana Strategis Bidang
Kajian (periode 5 tahun) dan Rencana Kerja
Tahunan (setiap tahun).
• Tersusunnya instrumen sebagai
pedoman kerja tim pelaksana /
panitia.
3 Menyelenggarakan program/kegiatan kajian serta penelitian dan pengembangan (secara
swakelola).
1x / thn /
keg
• Menyusun TOR dan RAB, membahas
dengan Tim Pelaksana.
• Menyusun instrumen kajian / penelitian dan
metodologi yang digunakan.
• Melaksanakan kegiatan penggalian data
(primer maupun sekunder) serta mengolah /
menginterpretasikan data.
• Menyusun laporan akhir dan
mempublikasikannya.
• Mendistribusikan buku hasil kajian kepada
pihak-pihak (stakeholder) yang terkait.
• Tersusunnya TOR, RAB dan
instrumen kegiatan kajian /
penelitian (tahap persiapan).
• Terlaksananya pengumpulan dan
pengolahan data, yakni sejak
tahap analisis data hingga
interpretasi dan penyajian data
(tahap pelaksanaan).
• Tersusunnya laporan akhir
kajian / penelitian yang
dituangkan dalam bentuk buku.
4 Mengevaluasi dan memantau pelaksanaan program/kegiatan kajian serta penelitian dan
pengembangan, baik pada tahapan awal atau ante-factum, yakni tahap perencanaan dan
pelaksanaan; maupun tahapan post-factum, yakni tahapan tindak lanjut atau
implementasi hasil kajian serta penelitian dan pengembangan yang bersangkutan
1x / thn /
paket
• Pada awal tahun, menyusun jadual dan
sekuensi pelaksanaan kegiatan tahunan.
• Mempersiapkan dan mengisi instrumen
monitoring dan evaluasi program/kegiatan.
• Melakukan penyeduaian-penyesuaian yang
diperlukan jika terjadi perubahan rencana
pada tahap pelaksanaan program / kegiatan.
• Tersusunnya jadual dan sekuensi
kegiatan pada awal tahun.
• Tersedianya instrumen
monitoring dan evaluasi
kegiatan yang siap untuk diisi.
• Pelaksanaan program / kegiatan
secara tepat waktu, tepat sasaran,
dan tepat kualitas.
5 Menyelenggarakan kegiatan penyebaran informasi, antara lain melalui penerbitan Jurnal
Ilmiah secara berkala, proceeding, atau bentuk publikasi lainnya.
3 edisi /
thn
• Menetapkan tema unggulan untuk setiap
edisi yang akan terbit, serta rubrikasi yang
hendak disajikan.
• Menyeleksi tulisan yang masuk dan
melakukan penyuntingan (editing).
• Mengoreksi dan melakukan jaminan mutu
untuk naskah yang siap cetak.
• Menetapkan instansi / pihak penerima
Jurnal secara gratis (compliment) dan
memonitor distribusinya.
• Mendorong partisipasi berbagai pihak untuk
aktif terlibat dalam proses diseminasi
• Meningkatnya kemampuan
peneliti / staf kajian dalam
menghasilkan karya tulis ilmiah,
serta kontribusi mereka dalam
setiap edisi penerbitan.
• Penerbitan Jurnal sebanyak 3
edisi per tahun.
• Terlaksananya distribusi Jurnal
kepada pihak-pihak / instansi
terkait dalam rangka diseminasi
informasi bidang administrasi
negara.
12
informasi melalui penerbitan Jurnal.
6 Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, rapat kerja dan lain-lainnya
dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi dinamika dan perkembangan lingkungan
strategis organisasi PKP2A III LAN.
Min 1x /
thn
• Melakukan pencermatan terhadap issu-issu
aktual dan perkembangan kebijakan di
bidang administrasi negara.
• Menentukan tema prioritas yang akan
diangkat dalam kegiatan seminar, workshop,
lokakarya, atau rapat kerja.
• Menyiapkan tim pelaksana dan sumber daya
untuk melaksanakan kegiatan termaksud.
• Menyelenggarakan seminar, workshop,
lokakarya, atau rapat kerja serta upaya-
upaya tindak lanjutnya.
• Terlaksananya kegiatan seminar,
workshop, lokakarya, atau rapat
kerja minimal 1 (satu) kali
dalam setahun.
• Terbahasnya issu aktual tertentu
dalam sebuah forum ilmiah yang
menghasilkan rekomendasi
kebijakan di bidang ybs.
• Tercetaknya buku / proceeding
hasil penyelenggaraan seminar,
workshop, lokakarya, atau rapat
kerja.
7 Melakukan telaahan staf dan kajian internal sebagai bahan pengambilan keputusan
Pimpinan.
Sesuai
kebutu-
han
• Melakukan pencermatan terhadap kebutuhan
pengembangan SDM dan organisasi,
penyempurnaan mekanisme kerja, atau
kebutuhan lainnya.
• Menyusun konsep dan usulan / rekomendasi
terhadap kebutuhan reformasi dan
konsolidasi manajemen internal.
• Jika memungkinkan, mengakomodasikan
kebutuhan pengembangan tadi kedalam
program formal lembaga.
• Tersusunnya konsep usulan atau
rekomendasi dalam rangka
pengembangan SDM dan
organisasi, serta penyempurnaan
mekanisme kerja.
• Terjadinya penyempurnaan
sistem kelembagaan dan
mekanisme ketatalaksanaan
internal.
• Terjadinya peningkatan kinerja
organisasi (indikator kualitatif).
8 Membantu daerah dalam penyelenggaraan program pengembangan kapasitas aparatur
melalui pola kerjasama, baik kajian / penelitian, bimbingan teknis, perkonsultasian,
pendampingan, dan sebagainya.
Sesuai
permin-
taan
• Menanggapi permintaan kegiatan
pembantuan, fasilitasi, konsultansi, dan
bentuk-bentuk kerjasama lainnya dari pihak
diluar PKP2A III.
• Menyusun TOR atau proposal dalam rangka
memenuhi keinginan atau harapan pihak
ketiga terhadap program yang akan
dikerjasamakan.
• Melaksanakan kerjasama sesuai peraturan
perundangan yang berlaku dan sesuai
dengan standar kualitas/kinerja yg dituntut.
• Terlaksananya kegiatan
kerjasama dengan instansi /
pihak lain.
• Tercapainya kepuasan dan
meningkatnya kepercayaan dari
instansi / pihak pengguna jasa
PKP2A III LAN.
• Tersusunnya laporan hasil
kegiatan kerjasama
13
9 Melakukan pembinaan, pemberian motivasi serta mobilitas sumber daya Bidang Kajian,
khususnya tenaga peneliti dan staf administrasi..
Simultan
• Membuat inisiatif membentuk kelompok
Budaya Kerja atau forum lain dalam rangka
pengembangan staf.
• Menyusun program kerja (informal) sebagai
pelengkap terhadap program resmi lembaga.
• Memberikan penugasan kepada staf untuk
menjalankan atau mengkoordinasikan suatu
aktivitas tertentu.
• Memonitor pelaksanaan program dan
menemukan terobosan-terobosan baru untuk
masa yang akan datang.
• Terbentuknya kelompok
dan/atau forum staf dalam
rangka pengembangan dan
aktualisasi diri.
• Terlaksananya kegiatan informal
yang bersifat kreatif dan inovatif
berbasis pada inisiatif
kelompok, minimal 4 kali dalam
1 tahun.
• Terjadinya peningkatan kinerja
staff (indikator kualitatif).
HUBUNGAN KERJA
Jabatan Yang Dihubungi Nama Unit Kerjanya Maksud/Tujuan Hubungan
JABATAN YANG LEBIH TINGGI
INTERN INSTANSI
Kepala PKP2A III LAN
Deputi Kajian LAN-RI
Kepala LAN-RI
PKP2A III LAN
LAN-RI
LAN-RI
• Arahan, bimbingan &
pelaporan
• Konsultasi, arah kebijakan,
dan pelaporan.
• Pelaporan (via Kepala
PKP2A III).
EKSTERN INSTANSI
1. Kepala Balitbangda Prov. dan
Kab/Kota di Wilayah
Kalimantan, serta unit litbang
lingkup administrasi negara.
2. Kepala Daerah (khususnya di
tingkat Kab/Kota) dan Kepala
instansi / unit kerja tertentu.
1. Instansi terkait
2. Instansi terkait
1. Koordinasi, fasilitasi, dan
kerjasama mengenai
program kajian dan litbang
di daerah.
2. Konsultasi, asistensi,
information-sharing dan
kerjasama.
14
JABATAN YANG SETARA
INTERN INSTANSI
Fungsional Peneliti
Kabag TU
Bidang Kajian Aparatur
PKP2A III LAN
• Koordinasi, perencanaan
kegiatan, dan team
building.
• Koordinasi dalam
perencanaan, penganggaran
dalam pelaksanaan kegiatan
bidang kajian.
EKSTERN INSTANSI
Kepala Bagian / Kepala
Bidang di Pemprov dan
Kab/Kota yang menangani
urusan pemerintahan, SDM,
organisasi, hukum, dan
pelayanan publik.
Instansi terkait Koordinasi, kerjasama kegiatan,
identifikasi kebutuhan program
kajian dan pengembangan
kapasitas administrasi negara
dan manajemen pemerintahan.
JABATAN YANG LEBIH RENDAH
Staf (jabatan fungsional
umum)
Bidang Kajian dan PKP2A
III LAN
Pembinaan dan pembantuan.
TANGGUNG JAWAB JABATAN
Pekerjaan Yang Diawasi Pengawasan Oleh Frekuensi Pengawasan
• Seluruh program / kegiatan
Bidang Kajian dan hasilnya.
• Seluruh program / kegiatan
Bidang Kajian dan hasilnya.
• Seluruh program / kegiatan
Bidang Kajian dan hasilnya.
• Kepala PKP2A III LAN
Samarinda
• Inspektorat LAN
• BPKP
• Simultan (sepanjang
tahun)
• Akhir tahun
anggaran.
• Akhir tahun
anggaran.
Jabatan yang
diawasi
Jumlah Pejabat
Pekerjaan yang
diawasi
Frekuensi
Pengawasan
1. Staf / pelaksana 1. 9 orang 1. Tugas rutin dan
penugasan khusus
dari Kepala Bidang.
1. Simultan
(sepanjang tahun)
15
Nama Formulir / Surat/Keputusan / dll
Waktu untuk
Menemukan
Kesalahan
Waktu untuk
Memperbaiki
a. Draft surat Kepala PKP2A III LAN
yang berkaitan dengan komunikasi
internal dan eksternal terkait substansi
Bidang Kajian.
2 menit 3 menit
PERALATAN / BAHAN KERJA
Nama Alat/Mesin/Bahan Akibat Kesalahan
1. Komputer, printer serta AVA (audio visual aid)
dan presentation toolkit (infocus, remote, dll).
2. Alat tulis menulis (ATK).
3. Berbagai Resource Center seperti internet,
email, website, perpustakaan, dll.
4. Mesin telepon dan telefax.
5. Kendaraan roda 4.
6. Peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan organisasi, mekanisme kerja, serta
substansi bidang kajian, misalnya berbagai Kep
/ Peraturan Menpan tentang Pelayanan Publik /
SDM / Akuntabilitas, berbagai Kep / Peraturan
Mendagri yang terkait, dsb.
1. Akurasi berkurang, presentasi
kurang optimal.
2. Pelaksanaan kegiatan agak
terhambat.
3. Flow of information terhambat,
substansi kajian / laporan menjadi
dangkal atau tidak valid.
4. Komunikasi dengan stakeholder
terhambat.
5. Koordinasi lintas lembaga dan antar
daerah serta mobilitas kerja
menurun.
6. Rujukan teoretis dan kebijakan
tidak nyambung.
LINGKUNGAN KERJA
Akibat jika terjadi kecelakaan : Kinerja mandeg, pekerjaan stagnan, inovasi terhenti.
Gangguan kesehatan yang
mungkin terjadi
: • Gangguan fisik seperti nyeri otot belakang, penglihatan
kabur, sakit kepala, dll. (ekses sinar radiasi komputer,
atau terlalu sering duduk).
• Stress (akibat beban pekerjaan berlebih dan deadline).
Kegiatan pemegang jabatan ini : a. Duduk : 50 % (menggali konsep, menyusun TOR /
instrumen / laporan, mengolah data, rapat,
membuat telaahan, menerbitkan jurnal, dll)
b. Berdiri : 30 % (mengajar, presentasi, memberi
arahan staf, dll)
16
c. Berjalan : 10 %
Tempat kerja : a. Di dalam gedung : 60 % (lihat kegiatan kategori
“duduk”)
b. Di luar gedung : 40 % (pengumpulan data,
wawancana, mengajar, koordinasi
antar instansi / antar daerah, dll)
KONDISI LINGKUNGAN KERJA (saat ini)
Kondisi Yang
Diharapkan
Kondisi Kurang Cukup Baik
a. Suhu √ Baik
b. Penerangan √ Baik
c. Ventilasi √ Baik
d. Ketenangan √ Baik
e. Kebersihan √ Baik
f. Keleluasaan
- luas ruang
- luas meja
√ Baik
PERSYARATAN JABATAN DAN KOMPETENSI:
1. Pendidikan Formal Minimal: Pasca Sarjana (S-2)
2. Pendidikan / Pelatihan Spesialisasi / Khusus:
a. Diklatpim Tingkat III.
b. Pelatihan Metodologi Penelitian.
c. Diklat tentang SANKRI dan Manajemen Pemerintahan.
d. Diklat tentang Manajemen SDM, Manajemen Keuangan, Manajemen
Pelayanan Publik, dan Kerjasama Antar Lembaga.
e. Pelatihan Kebijakan Publik, Manajemen Strategis dan Perencanaan
Pembangunan Nasional / Daerah.
f. Pelatihan Budaya Kerja, Mind-setting, dan Perilaku Organisasi.
g. Diklat lain di bidang administrasi negara dan manajemen pemerintahan yang
relevan.
3. Pengalaman Kerja dalam bidang yang sama atau relevan/terkait:
a. Peneliti selama kurang lebih 5 (lima) tahun.
b. Staf pelaksana di lingkup kajian / litbang selama kurang lebih 5 (lima) tahun.
4. Persyaratan fisik yang diperlukan agar seseorang dapat berhasil dalam
melaksanakan tugas jabatan.
a. Memiliki kemampuan visual dan endurance yang prima, yakni duduk dalam
waktu lama dengan menggunakan komputer dan buku-buku sebagai bahan
utama.
b. Memiliki stamina yang kuat untuk melakukan perjalanan hingga ke wilayah
pelosok dan memberikan pelatihan non-stop jangka 1 (satu) minggu kerja.
17
5. Persyaratan Umur minimal dan maksimal: ntara 30 tahun hingga usia pensiun
(sepanjang masih memiliki kekuatan fisik dan pikiran yang mantap).
6. Bakat yang Perlu Dimiliki:
• G : Inteligensia.
• V : Bakat Verbal.
• Q : Ketelitian.
7. Temperamen Kerja :
• I : Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam pendapat, sikap atau
pertimbangan mengenai gagasan.
• M : Kemampuan mengambil keputusan melalui data.
• P : Kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain.
8. Minat Kerja yang Perlu Dimiliki:
• 1.b. Pilihan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi data.
• 2.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat teknik dan ilmiah.
• 3.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat abstrak dan kreatif.
B. JABATAN FUNGSIONAL PENELITI
Nama Jabatan : Fungsional Peneliti
Kode Jabatan :
Unit Kerja :
• Eselon IV : –
• Eselon III : Bidang Kajian Aparatur
• Eselon II : Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A)
LAN Samarinda
Ikhtisar Jabatan:
Melaksanakan kegiatan penelitian, pengolahan data dan penyusunan pelaporan hasil
penelitian pada Bidang Kajian Aparatur PKP2A III LAN Samarinda, serta berbagai
tugas lain dalam lapangan administrasi negara yang diberikan oleh pimpinan.
Uraian Tugas:
• Membantu pimpinan dalam melaksanakan program kegiatan (sesuai dengan
bidang keahlian);
• Mengumpulkan bahan dan data sebagai bahan bagi pimpinan dalam menyusun
program kerja Bidang Kajian Aparatur;
• Membantu pimpinan dalam menyusun program Kajian atau Litbang tahunan
(Rencana Kegiatan, RKT) dalam bentuk Term of Reference (TOR) atau proposal
maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB);
• Membantu pimpinan dalam penyelenggaraan program/penyelenggaraan kajian,
mulai tahap pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, interpretasi data,
hingga penyusunan laporan kajian;
18
• Membantu pimpinan dalam menyelenggarakan program penelitian eksternal,
perkonsultasian dan advokasi Bidang Administrasi Negara;
• Membantu pimpinan dalam kegiatan administrasi kegiatan kajian;
• Membantu pimpinan dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
seminar, lokakarya, rapat kerja, rapat koordinasi, dan lain-lain;
• Membantu pimpinan dalam pengelolaan dan penerbitan jurnal ilmiah dan
publikasi lainnya;
• Membantu pimpinan dalam pengelolaan dan penataan perpustakaan;
• Membuat telaahan staf dalam rangka pengembangan unit kerja dan bahan
pengambilan keputusan bagi pimpinan;
• Menjalankan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai bidang
tugasnya.
Bahan Kerja:
No Bahan Kerja Penggunaan Dalam Tugas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
SK Kepala LAN RI No.10 Tahun 2004.
Surat Perintah/Tugas atau Disposisi Pimpinan.
Surat masuk (permintaan fasilitasi, konsultasi,
asistensi dari stakeholder).
Data lapangan.
Buku-buku
Peraturan Perundang-undangan
Issu aktual dilingkungan pemerintahan (yang
diberitakan media massa).
Di pergunakan dalam
pelaksanaan tugas harian,
mingguan dan bulanan.
Perangkat/Alat Kerja:
No Perangkat/Alat Kerja Digunakan Untuk Tugas
1.
2.
3.
4.
5.
Komputer.
Juklak tentang uraian tugas.
Bahan/data penelitian
Alat tulis menulis
Berita dari media informasi
• Mengetik dan mengolah data hasil penelitian.
• Sebagai acuan dalam melaksakan pekerjaan.
• Sebagai bahan untuk penulisan laporan
penelitian.
• Sebagai alat untuk penulisan laporan
penelitian.
• Sebagai sumber informasi dan bahan
pendukung dalam melaksanakan kegiatan
penelitian.
Hasil Kerja:
No Hasil Kerja
1. Naskah tertulis berbentuk TOR, Research Design, atau laporan penelitian yang telah
19
2.
3.
4.
5.
dilaksanakan.
Naskah-naska non-penelitian seperti telaahan staf, artikel popular, modul, makalah
ilmiah untuk kepentingan jurnal/seminar, dan lain-lain,
Draft/rekomendasi sebagai bahan masukan kepada pemerintah (bagian dari laporan
penelitian).
Konsep-konsep pengembangan lingkup tugas yang bersangkutan.
Publikasi hasil penelitian baik hasil penelitian instansi maupun hasil penelitian
mandiri.
Tanggung Jawab :
1. Melaksanakan kegiatan penelitian yang telah ada pada rencana kegiatan tahunan
(RKT).
2. Melakukan pengolahan data dari hasil kegiatan penelitian.
3. Melakukanan Anaisa data dari hasil kegiatan penelitian
4. Menyampaikan hasil/laporan dari kegiatan penelitian.
Wewenang :
1. Mengajukan usulan program kajian/litbang.
2. Menentukan / memilih metodelogi pelaksanaan kegiatan penelitian/kajian.
3. Membuat / menyampaikan rekomendasi terkait dengan substansi pelasanaan kegiatan
penelitian.
4. Melaksanakan koordinasi dalam rangka efektivitas dan efisiensi program kegiatan,
termasuk kerjasama dengan instansi lain yang terkait.
Nama Jabatan Yang Berada Dibawah Jabatan Ini :
No Nama Jabatan Jumlah Pemangku Jabatan
1 Tidak ada Tidak ada
Korelasi Jabatan :
No Jabatan Unit Kerja/Instansi Hubungan Tugas
1.
2.
3.
Kasubag Kepegawaian
dan Umum
Kabag TU
Kabid Kajian Aparatur
Bagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha
Bidang Kajian Aparatur
Pengembangan pola karir
dan kenaikan pangkat.
Konsultasi mengenai aspek
manajemen personalia dan
administrasi program.
Pelaporan, koordinasi dan
20
4. Kepala Pusat PKP2A III LAN
evaluasi penyelenggaraan
kegiatan (penelitian).
Pembinaan, monitoring dan
pelaporan.
Kondisi Lingkungan Kerja:
No Aspek Faktor
1. Tempat kerja Dalam ruangan dan Luar Ruangan
Resiko Bahaya:
No Nama Penyakit / Jenis
Kecelakaan Fisik
Penyebab
1. Stress - Beban Kerja
- Tuntutan Pemecahan permasalahan (dalam
analisis data / formulasi rekomendasi)
PERSYARATAN JABATAN DAN KOMPETENSI:
a. Pangkat/Golongan Ruang : Minimal Penata (III/a).
b. Pendidikan : S1 (Sarjana).
c. Kursus/Diklat : Diklat Fungsional Peneliti.
• Penjenjangan : Diklat Pra Jabatan dan ADUM (Diklatpim IV).
• Teknis : Metodologi Penelitian.
Komputer (program MS Office).
Diklat substantif bidang administrasi Negara.
d. Pengalaman Kerja : Staf pada Bidang Kajian.
e. Upaya Jasmani : Duduk, jalan dan mencatat.
f. Syarat Kondisi Fisik : Laki-laki atau Perempuan
Sehat jasmani dan rohani
g. Bakat Yang Perlu Dimiliki :
• G : Inteligensia.
• V : Bakat Verbal.
• Q : Ketelitian.
h. Temperamen Kerja :
• I : Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam pendapat, sikap atau
pertimbangan mengenai gagasan.
• M : Kemampuan mengambil keputusan melalui data.
21
• P : Kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain.
i. Minat Kerja Yang Perlu Dimiliki:
• 1.b. Pilihan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi data.
• 2.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat teknik dan ilmiah.
• 3.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat abstrak dan kreatif.
j. Prestasi Kerja Yang Diharapkan:
• Publikasi kajian/litbang.
• Draft/rekomendasi.
k. Butir Informasi Lain :
Fungsional Peneliti diharapkan dapat menguasai metodologi, tahapan-tahapan serta
mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian dan dapat
bekerjasama dalam satu tim.
22
BAB IV
PRODUK-PRODUK BIDANG KAJIAN APARATUR
PKP2A III LAN SAMARINDA
A. Buku “Seri Penelitian Administrasi Negara”
Buku-buku yang diterbitkan pada kategori “Seri Penelitian Administrasi Negara” ini
merupakan hasil penelitian yang menjadi tugas pokok dan tugas rutin (tahunan)
Lembaga Administrasi Negara pada umumnya, dan Bidang Kajian Aparatur pada
khususnya. Tema-tema yang diangkat kedalam program penelitian menyangkut
dimensi-dimensi administrasi negara, seperti penataan kelembagaan, pengembangan
SDM aparatur, manajemen kebijakan publik, peningkatan kualitas pelayanan publik,
masalah transparansi dan partisipasi masyarakat, otonomi daerah dan manajemen
pemerintahan daerah, dan sebagainya.
Pada tahun 2005, Bidang Kajian Aparatur telah menyelesaikan 7 (tujuh) kegiatan
penelitian yang diformat dalam bentuk buku. Ke-7 penelitian tersebut adalah:
Kajian Tentang Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Jumlah Halaman : 97 Halaman + xiii
ISBN : 979-99635-4-0
Keberhasilan birokrasi dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya tidak hanya tergantung pada kemampuan intelektual
dan kompetensi manajerialnya saja, namun juga sangat
ditentukan pada aspek sikap perilaku (behavior) dan budaya
kerja di lingkungan tempat tugasnya (organizational culture).
Dalam rangka memperkuat dimensi budaya dalam sektor publik ini telah ditempuh
beberapa langkah konkrit antara lain penataran P4, Gerakan Disiplin Nasional (GDN),
penerapan instrumen penilaian dengan DP3, implementasi Waskat (pengawasan
melekat) dan Tim Anti Korupsi, dan sebagainya. Namun sejauh ini belum nampak
hasil seperti yang diharapkan, bahkan dalam era otonomi ini cenderung ditemukan
banyak fenomena penyimpangan yang bersumber dari lemahnya budaya kerja seperti
KKN, kasus-kasus asusila, rendahnya tingkat kehadiran pegawai pada waktu-waktu
tertentu seperti lebaran, konflik kepentingan antar instansi (contoh: antara eksekutif
dan legislatif), dan sebagainya.
Mengingat hal tersebut, maka kajian ini mencoba mengidentifikasi kondisi obyektif
dan implementasi budaya kerja organisasi pemerintahan, serta memotret sejauhmana
praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah telah bersesuaian dengan prinsip-
prinsip budaya kerja. Dari hasil identifikasi tadi, diharapkan kajian ini dapat
menawarkan alternatif kebijakan yang lebih operasional dalam menumbuhkan dan
23
membangun budaya kerja organisasi pemerintah daerah, sehingga dapat memacu
kinerja pelayanan sektor publik secara lebih baik. Dalam hal ini, prinsip-prinsip
budaya kerja yang dinilai terdiri dari 17 pasang, masing-masing adalah: komitmen
terhadap visi dan misi, wewenang dan tanggung jawab, keikhlasan dan kejujuran,
integritas dan profesionalisme, kreativitas dan kepekaan terhadap lingkungan tugas,
kepemimpinan dan keteladanan, kebersamaan dan dinamika kelompok, ketepatan dan
kecepatan, rasionalitas dan emosi, keteguhan dan ketegasan, disiplin dan keteraturan
bekerja, keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan/menganai konflik,
dedikasi dan loyalitas, semangat dan motivasi, ketekunan dan kesabaran, keadilan dan
keterbukaan, serta penguasaan iptek.
Belum optimalnya penerapan budaya kerja bagi organisasi perangkat daerah
nampaknya bersumber dari beberapa kondisi, antara lain belum adanya pemahaman
secara utuh diantara jajaran aparatur daerah mengenai esensi dan manfaat budaya
kerja. Selain itu upaya sosialisasi dan diseminasi dari instansi Pusat tentang tahapan
dan teknik penerapan budaya kerja juga belum terprogram secara sistematis.
Oleh karena prinsip-prinsip budaya kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menpan No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 belum terimplementasikan dengan baik, maka
belum dapat diketahui sejauhmana pengaruh 17 variabel budaya kerja terhadap
peningkatan kinerja pembangunan dan pemerintahan daerah. Hasil penelitian baru
dapat mengidentifikasikan komponen-komponen budaya kerja yang relatif sudah baik,
serta komponen-komponen budaya kerja lainnya yang masih memerlukan
peningkatan atau pembenahan. Meskipun demikian, kajian ini merekomendasikan
agar upaya peningkatan budaya kerja dilakukan secara komprehensif dengan
penekanan pada variabel/komponen tertentu.
Kajian Tentang Penataan Kewenangan dan Kelembagaan Pemda Kabupaten /
Kota dan Provinsi di Wilayah Kalimantan
Jumlah Halaman : 117 Halaman + xi
ISBN : 979-99635-3-2
Semenjak runtuhnya Orde baru, kebijakan desentralisasi di
Indonesia berjalan sangat cepat dan penuh kejutan. Tuntutan
reformasi total pasca tumbangnya rezim Soeharto telah
melahirkan UU No. 22 Tahun 1999 yang dinilai sebagai
kebijakan desentralisasi paling berani di negara berkembang
(the most daring decentralization policy in developing
countries). Namun kurang dari 4 tahun sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 1999
secara efektif, UU ini harus “mati muda” dan digantikan oleh UU No. 32 Tahun 2004.
Pertimbangan atau dasar pemikiran untuk melakukan penggantian ini adalah bahwa
setelah pelaksanaan UU tersebut selama empat tahun, terjadi banyak perubahan
strategis pada tataran makro politik Indonesia, misalnya tentang amendemen UUD
1945. Dalam amendemen terakhir, disepakati untuk merombak rumusan mengenai
24
desentralisasi. Selain itu, di lembaga MPR tidak dikenal lagi utusan daerah,
melainkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Lalu, dengan adanya amendemen,
presiden dipilih langsung oleh rakyat, bukan MPR lagi. Dan, amendemen juga
mengisyaratkan kepala daerah dipilih secara demokratis (Pilkada Langsung).
Berbagai perubahan mendasar tadi tentu saja membawa konsekuensi yang mendasar
pula, termasuk dalam hal perlunya penataan kewenangan dan kelembagaan daerah.
Dalam aspek kewenangan daerah, peraturan perundang-undangan tentang
kewenangan seperti PP No. 25/2000 dan Kepmendagri No. 130-67/2002, jelas perlu
dilakukan penyesuaian. Sementara dalam aspek kelembagaan, PP No. 8/2003 tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah telah pula disiapkan naskah penggantinya.
Perubahan pada tataran kebijakan ini pada gilirannya membutuhkan langkah
penyesuaian pada tataran operasional.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka kajian ini mencoba mengidentifikasi kriteria dan
indikator-indikator dalam penataan kewenangan dan kelembagaan daerah yang efektif
dan efisien, sekaligus menawarkan model-model alternatif penataan kewenangan dan
kelembagaan daerah berdasarkan UU No. 32/2004. Kegunaan yang diharapkan
muncul dari hasil kajian ini adalah adanya rujukan kebijakan bagi pemerintah daerah
di wilayah Kalimantan pada khususnya dalam bidang penataan kewenangan dan
kelembagaan. Hasil kajian ini diharapkan dapat memadukan antara pendekatan
teoretis konseptual dengan pendekatan empiris pragmatis, sehingga dapat
memudahkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan atau mendesain ulang format
kewenangan dan kelembagaan di daerahnya masing-masing.
Kajian Tentang Peningkatan Efektivitas Penyelenggaraan Pemda Otonom
Kabupaten/Kota di Kalimantan
Jumlah Halaman : 122 Halaman + xii
ISBN : 979-99635-5-9
Dewasa ini, perubahan kebijakan di tingkat Pusat yang
berhubungan dengan kepemerintahan daerah berlangsung
teramat cepat, baik menyangkut aspek kelembagaan,
ketatalaksanaan maupun personalia. Di bidang pelayanan
sendiri telah lahir banyak peraturan dan/atau keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, misalnya Keputusan No. 63/KEP/M.PAN/ 7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; No.
25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; No. 26/KEP/ M.PAN/2/2004
tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik; Surat Edaran No. 15/M.PAN/9/ 2005 tentang Peningkatan
Intensitas Pengawasan Dalam Upaya Perbaikan Pelayanan Publik; dan sebagainya.
Berbagai perubahan kebijakan tersebut pada hakekatnya dimaksudkan untuk
mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
25
baik, termasuk di bidang pelayanan publik. Namun fenomena empiris obyektif
menunjukkan masih rendahnya efektivitas berorganisasi yang dialami oleh
pemerintahan daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia.
Kecenderungan membengkaknya jumlah perangkat daerah, masih lebih besarnya
biaya/belanja rutin dibanding belanja pembangunan, indikasi jumlah personil yang
melebihi beban kerja, tuntutan sebagian elite lokal untuk memekarkan wilayah, dan
sebagainya, adalah beberapa bukti yang menggambarkan betapa aparat daerah selama
ini belum berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan masyarakat melalui
mekanisme penyelengaraan pemerintahan yang efektif.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka kajian ini mencoba menggali fenomena empiris
tentang praktek kebijakan pemberian layanan kepada masyarakat. Dari kajian ini
diharapkan dapat mendorong terciptanya efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sekaligus meningkatnya mutu pelayanan kepada masyarakat serta
meningkatnya akuntabilitas kinerja pemerintah daerah. Untuk dapat memberikan
rekomendasi tentang peningkatan efektivitas pelayanan publik tersebut, kajian ini
mencoba memetakan kendala yang dihadapi saat ini serta menilai langkah-langkah
yang tengah dilakukan untuk mengatasi kendala yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum masih menghadapi banyak
kendala, baik kelembagaan, ketatalaksanaan maupun SDM, namun telah ada
komitmen dan upaya untuk mengatasi kendala tadi sekaligus memperbaiki kualitas
pelayanan. Dengan kata lain, secara umum pelayanan kepada masyarakat belum
berjalan dengan baik, khususnya di daerah pemekaran seperti Barito Selatan dan
Sambas (catatan: Kabupaten Sambas sesungguhnya merupakan kabupaten induk yang
dimekarkan menjadi 3 daerah otonom, namun memindahkan ibukota dari Kecamatan
Singkawang ke Kecamatan Sambas; Singkawang sendiri sekarang menjadi Kota
Otonom). Sementara di Kota Balikpapan, pelayanan publik (khususnya pelayanan
kependudukan) sudah sangat maju dan bahkan menjadi percontohan secara nasional.
Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa kondisi antar daerah sangat beragam, dan
kinerja pelayanannya-pun cukup bervariasi.
Kajian Tentang Pengembangan Model Best Practice Penyelenggaraan
Manajemen Pemerintah dan Pembangunan di Kalimantan
Jumlah Halaman : 112 Halaman + xii
ISBN : 979-99635-6-7
Ditengah euphoria otonomi yang sangat tinggi dewasa ini,
opsi pemerintahan daerah yang cekatan dan responsif, efektif
dan efisien, serta kreatif dan inovatif, tidak terelakkan lagi.
Sebab, semangat dan esensi kebijakan otonomi daerah adalah
untuk memberikan kebebasan yang lebih luas kepada daearh
untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Dengan kata
lain, otonomi diharapkan melahirkan pemerintahan daerah yang mandiri / independen,
kompeten/kapabel, serta akuntabel dan berkinerja tinggi. Harapan seperti ini
26
nampaknya tidak akan tercapai secara memuaskan jika tidak disertai dengan
semangat membangun inovasi di kalangan aparatur pemerintahan daerah.
Untungnya, dewasa ini telah berkembang kecenderungan untuk membudayakan
praktek-praktek terbaik dalam proses pembangunan kemasyarakatan ataupun kegiatan
pemerintahan di daerah. Sekecil apapun lingkup dan volume kegiatan, namun jika
dapat menjadi contoh yang baik bagi reformasi kelembagaan atau ketatalaksanaan,
maka hal itu dapat diklasifikasikan sebagai best practices yang perlu terus diperkuat.
Dan ditengah berbagai kritik tentang lemahnya manajemen dan kinerja pemerintahan
daerah, adanya inovasi dan terobosan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan,
terasa sekali memberikan harapan yang segar terhadap prospek penerapan kebijakan
desentralisasi di Indonesia.
Berbagai praktek terbaik dari manajemen pembangunan daerah diatas, tentunya perlu
diungkap secara luas agar dapat menjadi efek pembelajaran (learning effect) yang
menyebar dan dapat diadopsi oleh daerah / instansi lainnya.
Atas dasar pertimbangan dan kebutuhan untuk menyebarkan semangat inovasi
manajemen tadi, maka kajian ini mencoba merumuskan tujuan yang ingin dicapai,
yakni teridentifikasikannya praktek-praktek terbaik manajemen pemerintahan daerah
(best practices) di wilayah Kalimantan, serta terdiseminasikannya hal tersebut kepada
daerah lain sebagai upaya benchmarking dalam rangka revitalisasi pelayanan publik.
Dengan adanya identifikasi dan diseminasi best practices tadi, diharapkan akan
tercapai peningkatan inovasi dan kreativitas diantara para penyelenggara
pemerintahan daerah, sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah-daerah di wilayah Kalimantan telah
cukup kreatif dan inovatif dalam menemukan terobosan kebijakan di bidang/sektor
tertentu.
Kajian Tentang Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur
Daerah di Wilayah Kalimantan
Jumlah Halaman : 83 Halaman + xi
ISBN : 979-99635-7-5
Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi faktor
merupakan determinan yang akan menentukan keberhasilan
suatu organisasi dalam iklim persaingan global. Sebab, kunci
kemampuan daya saing adalah SDM Aparatur berkualitas
yang mampu menciptakan keunggulan bersaing. Itulah
sebabnya, pengembangan kompetensi aparatur di daerah diberbagai bidang
merupakan salah satu upaya yang wajib dilakukan bagi terciptanya aparatur di daerah
yang berkualitas, memiliki kemampuan, memanfaatkan, mengembangkan dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan kompetensi aparatur di
daerah untuk dapat memenuhi tantangan peningkatan perkembangan yang semakin
27
pesat, efisien dan produktif, perlu dilakukan secara terus menerus, sehingga
menjadikan aparatur di daerah tetap merupakan sumber daya yang produktif.
Namun dalam prakteknya, masih ditemukan fenomena rendahnya kompetensi sumber
daya aparatur yang secara langsung akan berdampak pada rendahnya kinerja
pelayanan. Dengan demikian dapat ditarik sebuah asumsi dasar bahwa kinerja
pelayanan adalah sintesa atau hasil dari bekerjanya fungsi SDM secara optimal. Dan
untuk memperkuat kinerja aparatur, maka peningkatan kualitas SDM menjadi
prasyarat mutlak.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka kajian ini diharapkan dapat menghasilkan
pemetaan tentang kebutuhan kompetensi SDM di daerah sekaligus merumuskan
berbagai strategi pemantapan kompetensi aparatur. Dengan kata lain, hasil kajian ini
diharapkan dapat memberi konsep alternatif bagi pemerintah daerah di wilayah
Kalimantan, khususnya daerah-daerah yang menjadi tujuan penelitian, dalam
merumuskan kebijakan/peraturan daerah di bidang pembinaan SDM dan peningkatan
kinerja aparatur.
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa kompetensi dan kinerja dari
aparatur pemda masih sangat kurang. Hal ini antara lain dapat dilihat dari belum
dibuatnya standar kompetensi jabatan, belum diiusunnya analisis jabatan serta masih
kurangnya perhatian pemda dalam memandang kebutuhan diklat yang jelas-jelas akan
dapat meningkatkan kompetensi aparatur daerah dalam melaksanakan tugasnya. Pada
umumnya aparatur daerah terutama para pejabat struktural telah memahami
TUPOKSI yang mereka emban, karena memang sudah tertuang dalam Perda di
daerah yang bersangkutan. Namun pemahaman ini hanya sebatas “paham” sedangkan
untuk berpikir konseptual tidak semuanya mampu. Keterbatasan aparatur juga masih
sangat dirasakan oleh pemda, hal ini dapat dilihat dari beban kerja yang tidak
sebanding dengan jumlah pegawai yang ada. Ketersediaan anggaran menjadi alasan
utama terhadap minimnya usaha peningkatan kompetensi pegawai.
Melihat kondisi obyektif semacam itu, maka beberapa strategi dan upaya konkrit
perlu diarahkan pada peningkatan kompetensi manajerial, kompetensi intelektual
(termasuk kompetensi teknis), serta kompetensi behavioral atau perilaku. Untuk itu,
beberapa upaya seperti pemutasian yang fair dan obyektif, pengembangan pola
renumerasi yang lebih menjamin keadilan dan kesejahteraan, serta siklus
kepegawaian lainnnya, perlu dilakukan secara lebih terbuka dan profesional.
Kajian Tentang Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Kalimantan
Jumlah Halaman : 92 Halaman + xiv
ISBN : 979-99635-8-3
Kebijakan desentralisasi pada dasarnya mengandung
paradigma pokok untuk mendorong tumbuhnya demokratisasi,
28
pelayanan publik, serta partisipasi dan pemberdayaan masyarakat daerah yang
semakin tinggi. Artinya, semangat otonomi daerah menghendaki terjadinya proses
pendewasaan (maturity), pemandirian (independency) dan pengembangan kapasitas
(capacity building) segenap komponen pemerintahan dan kemasyarakatan di daerah
untuk mampu mengurus daerahnya sendiri secara optimal. Pentingnya
pengembanngan partisipasi selain sebagai wahana pemberdayaan, sekaligus juga
merupakan sarana social control terhadap penyelenggaraan administrasi publik di
Indonesia, khususnya pada tingkatan akar rumput (grassroot level). Oleh karena itu,
dari perspektif sosiologis, keengganan untuk berpartisipasi pada hakekatnya justru
merupakan pilihan tindakan yang merugikan kepentingan sendiri.
Paparan diatas sekaligus menyiratkan bahwa keberhasilan pembangunan daerah di era
otonomi tidak berada ditangan para pemegang kebijakan (policy holders) semata,
tetapi justru terletak pada terjalinnya sinergi yang saling memperkuat (mutual
interrelations) diantara pilar-pilar pembangunan daerah, yakni pemerintah daerah,
kalangan dunia usaha, serta masyarakat luas termasuk kelompok masyarakat adat.
Melihat pentingnya dukungan konkrit dan partisipasi aktif masyarakat (adat) dalam
pembangunan daerah di era otonomi luas inilah, maka dipandang perlu adanya kajian
yang secara eksploratif dapat menggambarkan kondisi empirik di lapangan tentang
partisipasi lembaga dan kelompok masyarakat adat di wilayah Kalimantan.
Kajian ini diharapkan dapat mengidentifikasi intensitas dan berbagai bentuk
partisipasi masyarakat/lembaga adat dalam pembangunan daerah guna menunjang
kebijakan otonomi luas. Selain itu, kajian ini juga diarahkan agar mampu
menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah untuk menggerakkan
kelompok/lembaga masyarakat adat agar aktif dan mampu berkontribusi opimal
dalam proses pembangunan daerah yang inklusif.
Hasil penelitian secara umum menggambarkan adanya hasrat dan keinginan baik
(good will) dri kelompok masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi langsung
maupun tidak langsung dalam proses pembangunan di daerah. Namun nampaknya
kebijakan daerah untuk memperkuat dan mempromosikan partisipasi ini belum
terstruktur secara sistematis dan terprogram secara berkesinambungan. Akibatnya,
banyak dijumppai adanya partisipasi semu (nominal participation), yakni keterlibatan
masyarakat dalam suatu program yang digulirkann pemerintah secara permukaann
saja, namun substansi dari program tersebut tidak tersentuh oleh kelompok
masyarakat yang ada. Sikap aparatur pemerintah yang “ragu-ragu” dalam mendorong
tumbuhnya partisipasi ini dapat pula disebut dengan pengabaian yang bijak (benign
neglect).
29
Kajian Tentang Evaluasi dan Penilaian Kinerja Penyelenggaraan Otda
di Wilayah Kalimantan
Jumlah Halaman : 81 Halaman + xi
ISBN : 979-99635-9-1
Orientasi penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan dari
waktu ke waktu mengalami dinamika perubahan. Di Indonesia,
ketika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan kepada UU
Nomor 5 Tahun 1974, penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan lebih bersifat sentralisasi, karena yang menjadi
sasaran utama dari strategi pembangunan waktu itu adalah
efisiensi, dan efisiensi diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Kemudian,
sejak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,
orientasi pembangunan berubah, bukan kepada efisiensi dan pertumbuhan melainkan
kepada kemandirian, keadilan, dan demokratisasi, maka orientasi penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan bergeser ke arah desentralisasi.
Implikasi dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi tersebut, dirasakan setiap daerah
dalam semua dimensi kehidupan penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan,
karena potensi yang dimiliki oleh setiap daerah tidak homogen. Daerah yang
memiliki potensi lebih besar biasanya mampu meningkatkan taraf kehidupan
masyarakatnya, sedangkan daerah yang memiliki potensi lebih kecil, tidak jarang
malah mengalami kemunduran, kecuali jika daerah tersebut mampu mencari solusi
dengan optimalisasi potensi yang ada dan menggali potensi yang masih terpendam.
Atas dasar hal tersebut, kajian ini ingin mengungkap, bagaimana dampak pelaksanaan
otonomi daerah terutama pasca pemberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999 terhadap
kinerja pembangunan di Kabupaten Penajam Paser Utara di Propinsi Kalimantan
Timur dan Kabupaten Kotabaru di Propinsi Kalimantan Selatan? Jawaban terhadap
pertanyaan tersebut sekaligus menjadi tujuan dari penelitian ini.
Menggunakan metode kajian studi kasus di Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Kabupaten Kotabaru, dengan pendekatan analisis deskriptif kuantitatif, dan
menggunakan indikator yang terbagi ke dalam 3 kategori yaitu Bidang Ekonomi,
Sosial, dan Prasarana Umum, diperoleh kesimpulan bahwa meskipun tidak jelas
faktor penyebab perubahan kinerja pembangunan di kedua kabupaten yang dievaluasi
pada periode 2001 s.d. 2003 (bahkan untuk beberapa indikator mulai dari tahun 1999),
namun pada momentum awal pelaksanaan otonomi daerah terjadi sinyal-sinyal
perubahan yang positif, sehingga diduga bahwa sinyal perubahan tersebut sebagian
merupakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah khususnya pasca
pemberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999.
Sinyal-sinyal perubahan positif tersebut antara lain kinerja bidang ekonomi yang
membaik dengan indikator pertumbuhan produksi perkebunan, produksi peternakan,
produksi perikanan, jumlah unit dan daya serap terhadap tenaga kerja dari sektor
30
industri dan perdagangan, serta indikator lainnya. Dalam Bidang Sosial, indikasi
positif juga dapat dilihat dari menurunnya rasio penduduk terhadap tenaga medis,
menurunnya rasio anak usia sekolah terhadap guru, menurunnya angka kematian bayi,
dan menurunnya angka kematian ibu melahirkan. Demikian juga dalam bidang sarana
dan prasarana mengalami peningkatan kinerja antara lain dengan meningkatnya
panjang jalan yang berkualitas baik dan beraspal.
Namun demikian, muncul juga sinyal-sinyal negatif dari pelaksanaan otonomi daerah
terutama di Kabupaten Penajam Paser Utara yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Pasir. Sinyal negatif tersebut terutama berkaitan dengan munculnya
disparitas antar wilayah.
Atas dasar hal tersebut, disarankan kepada Pemerintah (Pusat) untuk melakukan
optimalisasi instrumen kebijakan yang ditujukan untuk meminimalisir disparitas
tersebut. Misalnya, mengkaji ulang sistem alokasi DAU dan DAK sehingga benar-
benar mampu menjadi alat untuk mengurangi disparitas antara daerah yang
mempunyai potensi tinggi dengan yang mempunyai potensi rendah. Demikian juga
perlu mengkaji ulang secara matang setiap usulan pemekaran wilayah.
Khusus untuk Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kotabaru perlu segera
melakukan berbagai upaya untuk menggali dan mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Potensi yang perlu dioptimalkan tersebut terutama potensi yang dapat
menarik investasi, sehingga peningkatan pendapatan nantinya bukan berasal dari
pembebanan terhadap masyarakat umum, melainkan terhadap sektor usaha.
Optimalisasi potensi tersebut dengan cara pemerintah daerah mengorientasikan
pengeluaran pembangunan kepada sarana dan prasarana yang mendukung
pengembangan potensi wilayah.
Dalam kaitan ini pula, pemerintah daerah perlu mengidentifikasi secara mantap
potensi masing-masing kawasan. Atas dasar itu, upaya pemacuan pertumbuhan
kawasan dapat dilakukan dengan melakukan optimalisasi potensi intinya.
Selanjutnya pada tahun 2006, Bidang Kajian Aparatur telah menyelesaikan 3 (tiga)
kegiatan penelitian yang diformat dalam bentuk buku, yakni:
Penelitian Tentang Model Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perbatasan
Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Wilayah Perbatasan
Jumlah Halaman : 170 + xii, 2006
ISBN : 979-1176-05-1
Saat ini, pemerintah telah bertekad untuk mengubah image
kawasan perbatasan dari halaman belakang (backyard)
menjadi halaman depan (front yard) bangsa.
Kebijakan memperbaharui wajah perbatasan ini tidak dapat
lagi diklasifikasikan sebagai kebijakan pembangunan yang
31
normal, namun harus diposisikan sebagai kebijakan khusus (emergency policy) dalam
rangka mengejar ketertinggalan pembangunan di segala bidang (catch-up strategy).
Termasuk dalam emergency plan antara lain perlunya pembentukan tim/kelembagaan
khusus yang menangani masalah perbatasan, penyediaan anggaran secara khusus,
serta penyusunan rencana aksi (khususnya jangka pendek) yang terintegrasi antar
sektor dan antar lembaga.
Pada kenyataannya, hingga saat ini pemerintah belum memiliki blueprint atau
dokumen perencanaan yang matang guna mengakselerasi pembangunan wilayah
perbatasan. Sementara disisi lain, tuntutan masyarakat lokal tentang perlunya
percepatan wilayah utara Kalimantan semakin menguat. Dalam rangka menjembatani
gap antara tuntutan di lapangan dengan kebutuhan untuk menetapkan kebijakan.
Mengingat hal tersebut, maka kajian ini mencoba menyusun analisis tentang alternatif
kelembagaan yang relatif lebih efektif dalam rangka meningkatkan efektivitas
pengelolaan kawasan perbatasan di wilayah utara Kalimantan (Barat dan Timur) serta
mengidentifikasi kebutuhan kelembagaan di daerah perbatasan, baik yang berbentuk
perangkat daerah maupun instansi vertikal. Pada saat yang bersamaan, dapat
diproyeksikan kemungkinan pembentukan kawasan khusus dengan kelembagaan
khusus, beserta skenario-skenario yang rasional.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa secara umum kondisi wilayah perbatasan
masih sangat memprihatinkan, masih terjadi service gap (kesenjangan pelayanan) di
wilayah perbatasan Kalimantan khususnya daerah sampel penelitian. Pembangunan
sosial ekonomi di wilayah perbatasan sangat tertinggal jauh dengan daerah lainnya,
hal ini dapat dilihat dari kondisi wilayah perbatasan yang sangat minim akan
infrastruktur, seperti jalan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan,
kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat, tapal batas yang tidak jelas
dan sering bergeser, pengawasan keamanan yang lemah, ketidakjelasan pembagian
kewenangan pengelolaan pintu perbatasan, belum ada kerjasama bilateral dalam
pengelolaan wilayah lindung. Disamping itu, lunturnya semangat nasionalisme
merupakan ancaman yang sangat serius sebagai akibat dari kemudahan akses dan
informasi dari negara tetangga dibandingkan dari negara sendiri bahkan kebutuhan
dasar masyarakat beberapa daerah perbatasan pun bergantung pada negara tetangga.
Permasalahan yang timbul di perbatasan tersebut disebabkan kurang efektifnya
kelembagaan yang telah ada dalam membangun wilayah perbatasan baik di tingkat
daerah maupun tingkat pusat. Dalam rangka meminimalisir service gap , mengatasi
berbagai permasalahan serta dalam rangka pengelolaan kawasan perbatasan sebagai
halaman depan negara, penataan kelembagaan merupakan salah satu jawaban yang
cukup strategis.
32
Penelitian Tentang Strategi Pemantapan Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Melalui Pengembangan Komoditas Non-Migas di Kalimantan
Jumlah Halaman: 117 + xv halaman, 2006
ISBN: 979-1176-04-3
Kalimantan merupakan wilayah yang kaya akan potensi
sumber daya alam. Kekayaan alam yang melimpah ini bahkan
telah dieksploitir oleh beberapa pihak. Bahkan dengan adanya
otonomi daerah dimana kewenangan daerah dalam mengelola
daerahnya semakin besar kadangkala pemerintah daerah
berupaya meningkatkan penerimaannya dengan melakukan
eksploitasi terhadap sumber daya alam yang dimiliki, terutama hutan dan migas.
Ketergantungan pemerintah daerah terhadap kehutanan dan migas perlu dikurangi,
terutama migas yang diketahui sebagai sumber daya alam yang non renewable,
sedangkan hutan (dalam hal ini kayu) tentunya harus memperhatikan aspek
kelestarian dan keselamatan lingkungan.
Besarnya nilai yang didapatkan pada Dana Perimbangan terutama dari Bagi Hasil
Bukan Pajak SDA migas menyebabkan pemerintah daerah lebih mengoptimalkan
pembangunan sektor ini. Sementara pos Pendapatan Asli Daerah nilainya sangat
kecil bahkan kurang dari sepuluh (10) persen untuk pembiayaan daerah. Upaya-upaya
peningkatan PAD telah dilakukan namun lebih kepada kuantitas pajak dan retribusi
yang berimbas pada pembebanan masyarakat sehingga oleh Mendagri telah
ditertibkan beberapa Perda yang dianggap tidak sesuai.
Upaya lain yang telah dilaksanakan oleh beberapa Pemerintah daerah dan dianggap
cukup tepat adalah pemberian insentif misalnya dengan tax holiday, dan semacamnya
yang diharapkan mampu memancing investasi, sehingga dalam jangka panjangnya
dapat dirasakan hasilnya.
Dalam upaya peningkatan perekonomian daerah dengan prioritas sektor-sektor
potensial tentunya harus didukung dengan sumber daya manusia yang baik, sesuai
dengan teori human capital. Jadi bidang pendidikan dan kesehatan perlu ditekankan.
Pembangunan manusianya dan fasilitas yang bermutu perlu ditingkatkan untuk
mencetak SDM yang memiliki produktivitas tinggi yang nantinya akan
mempengaruhi pertumbuhan perekonomian.
33
Penelitian Tentang Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Berbasis Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Jumlah Halaman: 171 + xiv Halaman, 2006
ISBN: 979-1176-02-7
Sumber daya alam (SDA) seperti hutan, daerah aliran sungai
(DAS), pesisir dan pantai, terumbu karang dan kekayaan laut
lainnya, potensi dan hasil tambang, kekayaan flora dan fauna,
udara segar, sumber mata air yang tidak tercemar, dan
sebagainya merupakan sumber daya alam yang esensial bagi
kelangsungan manusia. Dalam pemanfaatan sumber daya alam,
diperlukan pengelolaan yang baik dan arif agar kelangsungan
sumber daya alam tersebut dapat menjadi koeksistensi secara suistainable dan saling
menguntungkan (mutualisme) antara sumber daya alam tersebut dapat lestari dan
manusia sebagai pengguna dapat memperoleh manfaat tanpa harus merusak alam
sekitarnya.
Persoalan fundamental sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah
bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar dapat menghasilkan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi umat manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian
sumber daya alam itu sendiri. Namun dalam prakteknya berbagai fakta dan data
menunjukkan bahwa keberlangsungan dan kelestarian sumber daya alam dewasa ini
sangat memprihatinkan. kerusakan lingkungan (SDA) adalah fungsi lingkungan hutan
yang mendukung kehidupan manusia terabaikan, beragam kehidupan flora dan fauna
yang membentuk mata rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak
dan hilang.
Kajian ini diharapkan dapat mengidentifikasi potensi sumber daya alam yang dimiliki
oleh daerah khusunya di wilayah Kalimantan beserta praktek pengelolaannya. Selain
itu, kajian ini juga diarahkan agar mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi
pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan efektivitas
pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan pemerintah
daerah maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu program yang jelas dalam
pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan dan
kearifan lokal (local wisdom).
Penelitian ini pada akhirnya menawarkan sebuah pola pengelolaan lingkungan (SDA)
dalam sebuah konsep pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip
kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian, yang ditunjang oleh penerapan
pengetahuan tradisional dan kearifan masyarakat lokal. Lebih lanjut konsep ini
menawarkan sebuah model keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam yang
mempertimbangkan aspek jangka panjang (generasi masa depan) di satu sisi, dengan
menjadikan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan, baik dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Namun konsep ini tidak akan bisa
34
terwujud tanpa diikuti oleh perubahan paradigma pembangunan yang bertumpu pada
ekstraksi sumber daya alam untuk mendapatkan dana pembangunan atau orientasi
pada produksi maksimum (maximum yield principle) ke paradigma pembangunan
yang melihat sumber daya alam sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri atau
orientasi pada keberlanjutannya (Suistainable Development).
Adapun pada tahun 2007, Bidang Kajian Aparatur mendapat tugas untuk
menyelesaikan 4 (empat) kegiatan penelitian sebagai berikut:
Kajian Tentang Kesiapan Kabupaten/Kota di Kalimantan Dalam Kompetisi
Antar Daerah di Bidang Pelayanan Publik
Jumlah Halaman : 156+ viii
ISBN : 978-979-1176-08-8
Reformasi birokrasi pelayanan belum menunjukkan hasil
seperti yang diharapkan, hal ini dibuktikkan bahwa sampai
saat ini pelayanan publik cenderung belum sepenuhnya
menganut responsibilitas, responsivitas dan kadang-kadang
malah tidak representatif. Pelayanan publik yang dikelola
oleh pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan
“over bureaucratic, bloated, wasteful dan under
performing” sehingga banyak pelayanan pemerintahan
seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, pekerjaan umum, pertanahan, penanaman
modal, fasilitas sosial, tenaga kerja dan lainnya yang dikelola oleh pemerintah tidak
memuaskan masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta.
Masih adanya keluhan dan pengaduan masyarakat, baik disampaikan langsung
kepada pemberi pelayanan maupun melalui media massa semakin menguatkan opini
publik yang menyatakan bahwa pelayanan publik di Indonesia secara keseluruhan
belumlah berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan publik sejak tahun 1993 baik dalam bentuk PP, Inpress dan beberapa
peraturan turunannya belum mampu merubah wajah pelayanan publik di Indonesia.
Efektivitas dari impelementasi kebijakan tentang pelayanan publik bukanlah
disebabkan oleh kelemahan substansi dari kebijakan tersebut, akan tetapi merupakan
bentuk ketidaktaatan hukum terhadap pemberlakuan kebijakan yang bersangkutan.
Percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik akan sulit berhasil jika hanya
mengandalkan kesadaran unit pelayanan dalam mengimplementasikan suatu
kebijakan yang diberlakukan tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak pengambil
keputusan di atasnya. Sehingga komitmen yang kuat, kreativitas, inovasi, dan
terobosan dari Bupati/Walikota dan seluruh jajarannya sangat diperlukan dalam
mengimplementasikan kebijakan di bidang pelayanan publik di daerahnya.
35
Kondisi daerah menggambarkan adanya perbedaan kemajuan dalam upaya
peningkatan pelayanan publik. Beberapa daerah telah menunjukkan komitmen dan
inovasi yang tinggi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, akan tetapi
masih banyak daerah lain yang belum menunjukkan kemajuan sebagaimana
diharapkan.
Mengingat kondisi tersebut, maka kajian ini mencoba mengidentifikasi berbagai
program peningkatan kualitas pelayanan publik di beberapa kabupaten/kota di
wilayah Kalimantan, mengidentifikasi tingkat kesiapan pemerintah kabupaten/kota
dalam kompetisi antar daerah di bidang pelayanan, disamping itu juga ingin
mengidentifikasi berbagai kebutuhan kebijakan dalam rangka mengakselerasi
peningkatan kualitas pelayanan publik di masa yang akan datang.
Kebijakan daerah tentang pelayanan publik yang diharapkan dapat menjamin hak-hak
masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik di wilayah Kalimantan belum
dimiliki satu daerah pun di Kalimantan. Meski demikian kondisi unit pelayanan
publik di beberapa daerah di Kalimantan tidak sepenuhnya jauh tertinggal dibanding
kondisi unit pelayanan publik di luar Pulau Kalimantan, demikian juga dengan
semangat kompetisi di bidang pelayanan publik. Hal ini dibuktikkan beberapa daerah
di kalimantan khususnya Kalimantan Timur seperti Kota Balikpapan, Kota Bontang
dan Kota Tarakan telah mampu bersaing dengan daerah lainnya di Indonesia dalam
melakukan inovasi dalam perbaikan dan peningkatan pelayanan publik yang
dibuktikkan dengan pemberian penghargaan berupa piagam pelopor inovasi. Ketiga
kota tersebut bukan merupakan cerminan kondisi Kalimantan secara keseluruhan
mengingat Pulau Kalimantan didominasi oleh wajah pedesaan, sedangkan ketiga
daerah tersebut merupakan wajah perkotaan, yang kondisi infrastrukturnya jauh lebih
baik dibandingkan daerah-daerah lain di Kalimantan.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa secara umum kabupaten/kota di Kalimantan
khususnya daerah yang menajdi lokus penelitian belum siap dalam berkompetisi antar
daerah di bidang pelayanan publik. hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran
penilaian kinerja pelayanan berdasarkan 12 indikator berdasarkan Keputusan menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2006 dimana seluruh daerah yang
menjadi lokus penelitian rata-rata memiliki skor di bawah 300 sehingga masuk pada
level “kurang siap” bahkan ada yang kondisinya lebih parang lagi yaitu “tidak siap”.
Dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kota Pontianak, Kota Banjarmasin, Kabupaten
Pulang Pisau serta Kabupaten Paser sebagai lokus penelitian, Kota Banjarmasin
merupakan satu-satunya daerah yang mampu mengantarkan salah satu unit
pelayanannya yaitu “PDAM Bandarmasih” meraih penghargaan piala citra pelayanan
prima, sedangkan Kota Pontianak baru mampu mengantarkan “KP2Tnya” (Kantor
Pelayanan dan Perizinan Terpadu) dan Puskesmas Kalianyang meraih piagam citra
pelayanan prima. Dibanding dua daerah tadi, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten
Paser menunjukkan kondisi yang jauh lebih tertinggal dalam upaya peningkatan
pelayanan publik. Kabupaten Pulang Pisau merupakan kabupaten yang baru
dimekarkan pada tahun 2002 dari kabupaten induknya, yaitu Kabupaten Kapuas,
pertumbuhan pembangunan di daerah pemekaran ini cukup lambat. Infrastruktur yang
36
tersedia di kabupaten ini masih sangat minim, pelayanan dan perizinan masih
dilakukan oleh dinas-dinas terkait yang lokasinya terpisah serta sarana dan prasarana
terbatas. Kabupaten Pasir meskipun merupakan salah satu daerah otonom yang
berdiri sejak tahun 1959, akan tetapi inovasi, kreativitas dan komitmen dari
pemerintah daerah dalam peningkatan pelayanan publik belum begitu terlihat.
Dengan ditetapkannya Keputusan MenPAN Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Pelayanan dalam rangka Kompetisi antar Kabupaten/Kota
merupakan sinyal positif terhadap upaya untuk merangsang daerah untuk menjadi
yang terbaik dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kebijakan yang disertai
dengan penghargaan piagam pelopor inovasi tersebut diharapkan akan menjadi
stimulan ataupun laverage bagi daerah-daerah lain untuk terus berinovasi dan
menciptakan terobosan-terobosan baru dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
Penelitian ini merekomendasikan agar dorongan pemerintah untuk merangsang
daerah dalam peningkatan kinerja pelayanan serta berinovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahannya perlu terus diperkuat, baik melalui kebijakan yang disertai dengan
sanksi yang tegas maupun melalui stimulan berupa reward/penghargaan yang lebih
“menggiurkan”, masih dibungkus dalam suatu sistem kompetisi. Disamping itu,
budaya inovasi dan kreativitas pemerintah daerah juga harus ditanamkan, bisa
dimulai dari pimpinan pemerintahan daerah, bisa juga dimulai dari satuan unit
terkecil dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dimulai dari hal-hal yang kecil
yang pada akhirnya diharapkan akan menjadi budaya Pemerintah Daerah.
Kajian Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati/Walikota Kepada
Camat/Lurah Menurut UU Nomor 32/2004
Jumlah Halaman : 172 + xiii, 2007
ISBN : 978-979-1176-08-8
Wacana tentang desentralisasi dan otonomi daerah terus
menggelinding. Saking ramainya perdebatan tentang
implementasi dan implikasi otonomi, banyak orang
melupakan hakekat dari otonomi itu sendiri. Jiwa atau
semangat otonomi menurut UU 22/1999 adalah kewenangan
kesatuan masyarakat hukum di daerah untuk mengatur
urusan rumah tangganya sendiri. Tercakup dalam pengertian
kesatuan masyarakat hukum disini tidak hanya pemerintah
Kabupaten/Kota saja, tetapi juga meliputi para pelaku bisnis lokal, NGO/organisasi
kemasyarakatan, lembaga profesi, serta unit pemerintahan yang lebih kecil seperti
Kecamatan, Kelurahan/Desa, bahkan juga Rukun Warga dan Rukun Tetangga.
Namun dalam prakteknya, otonomi lebih banyak diterima oleh daerah otonom yang
direpresentasikan oleh pemerintah daerah (Kabupaten/Kota), dibanding oleh
komponen masyarakat lokal lainnya. Akibatnya, UU 22/1999 lebih mencerminkan
pengaturan tentang “otonomi pemerintahan daerah” dari pada otonomi daerah” itu
37
sendiri. Hal ini bisa disimak dari gelombang devolusi kewenangan yang teramat besar
dari pusat kedaerah, yang disusul dengan penataan kelembagaan yang cenderung
gemuk dan membebani anggaran. Akibatnya, mutu pelayanan publik bukan semakin
membaik, namun beban masyarakatlah yang justru bertambah berat dengan
ditetapkannya berbagai Perda tentang pungutan retribusi.
Mengingat besarnya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta dalam rangka mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, maka pendelagasian sebagaian kewenangan kepada camat dan
Lurah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32/2004 merupakan suatu keniscayaan.
Selain untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, Pendelegasian sebagian
kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota kepada Camat juga memiliki
beberapa tujuan lain, (a) untuk mempercepat pengambilan keputusan berkaitan
dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat; (b) untuk mempersempit
rentang kendali dari Bupati/Walikota kepada Kepala Desa/Lurah; (c) untuk kaderisasi
kepemimpinan pemerintahan. Dalam hal ini dapat dilaksanakan jika memenuhi empat
syarat. Pertama, adanya keinginan politik dari Bupati/Walikota untuk mendelegasikan
sebagian kewenangan pemerintahan kepada camat. Kedua, adanya kemauan politik
dari Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota untuk menjadikan kecamatan
sebagai pusat pelayanan masyarakat bagi jenis-jenis pelayanan yang mudah, murah,
dan cepat. Ketiga, adanya keihklasan dari dinas dan atau lembaga teknis daerah
(lemtekda) untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan
oleh camat, melalui keputusan/peraturan Kepala Daerah. Keempat, adanya dukungan
anggaran dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan.
Mengingat berbagai kendala yang mungkin akan dihadapi oleh Kecamatan dan
Kelurahan dengan segala keterbatasan sumber daya yang dimiliki, maka pelimpahan
sebagian kewenangan bupati/walikota kepada lurah/camat tidak bisa dilaksanakan
secara tergesa-gesa, namun perlu dikaji secara matang khususnya dari kerangka
waktunya (time frame).
Mengingat kondisi tersebut, maka Kajian ini mencoba untuk mengidentifikasi
sebagian kewenangan pemerintahan yang dapat atau perlu dilimpahkan kepada
kecamatan/kelurahan sebagai upaya penguatan otonomi daerah dan peningkatan
kualitas pelayanan umum melalui instrumen yang disusun berdasarkan RPP
Pembagian Urusan Pemerintahan draft bulan Februari 2007 sebelum ditetapkannya
PP 38 Tahun 2007, yang dikhususkan pada bidang pelayanan dan perijinan;
mengidentifikasi kesiapan kecamatan/kelurahan dalam menerima dan menjalankan
sebagian kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan; serta mengidentifikasi faktor-
faktor penentu keberhasilan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan kepada
kecamatan/kelurahan.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa jenis-jenis kewenangan yang dapat
dilimpahkan kepada Kecamatan dan Kelurahan menurut unit-unit terkait (Kecamatan,
Kelurahan dan Instansi teknis), sebagian besar merupakan jenis kewenangan di
bidang administrasi pemerintahan umum. Sedangkan pada jenis urusan yang bersifat
38
teknis tertentu masih sangat terbatas yang menurut instansi teknis dikarenakan belum
memadainya kompetensi aparatur di Kecamatan dan Kelurahan serta dibatasi oleh
kebijakan sektoral di tingkat departemen. Kesiapan Kecamatan dan Kelurahan dalam
menerima dan menjalankan sebagian pelimpahan pada umumnya tekendala oleh
keterbatasan SDM aparatur serta prasarana dan sarana yang dimiliki. Kondisi ini
sebagai salah satu penyebab tidak berjalannya pelimpahan sebagian kewenangan
sebagaimana yang diharapkan.
Ketidakoptimalan dan ketidakefektifan pelaksanaan pelimpahan sebagian
kewenangan disebabkan tidak dibarenginya pelimpahan kewenangan dengan
pelimpahan sumber daya pendukung lainnya dalam pelaksanaan pelimpahan tersebut,
sehingga kendala ini dapat diminimalisir dengan juga melakukan pelimpahan 3M
(Man, Money and Materials) sebagai pendukung pelaksanaan pelimpahan
kewenangan serta adanya upaya capacity building terhadap kelembagaan dan aparatur
kelurahan dan kecamatan terutama dalam menjalankan sebagian kewenangan yang
akan dilimpahkan tersebut. Di samping itu Penyusunan Juklak/Juknis sebagai tindak
lanjut penetapan kebijakan daerah tentang pelimpahan kewenangan perlu disusun
agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan optimal. Juklak/juknis ini merupakan
acuan/pedoman bagi kecamatan dan kelurahan dalam menjalankan kewenangan dan
dilimpahkan serta dapat dijadikan sebagai alat kontrol dan monitoring serta
akuntabilitas kinerja penyelenggaraan pelimpahan kewenangan.
Sebagai upaya pengoptimalan pelaksanaan pelimpahan kewenangan kepada Camat
dan Lurah Kedua hal tersebut di atas yaitu pelimpahan 3M, capacity building
kelembagaan dan aparatur Kecamatan dan Kelurahan serta penyusunan juknis/juklak
terkait dengan kebijakan pelimpahan hendaknya dilakukan secara simultan bersamaan
dengan atau dalam waktu secepatnya setelah ditetapkannya peraturan daerah
mengenai pelimpahan sebagian kewenangan Bupati/Walikota tersebut.
Kajian Tentang Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Dalam Penyelenggaraan
Kewenangan Dekonsentrasi
Jumlah Halaman : 128 + vii, 2007
ISBN : 979-1176-09-5
Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah di
Indonesia, terdapat 2 (dua) prinsip dasar yakni
desentralisasi (penyerahan urusan) dan dekonsentrasi
(pelimpahan wewenang), disamping prinsip lainnya yakni
tugas pembantuan (medebewind). Infrastruktur dan
framework desentralisasi nampaknya jauh lebih siap untuk
diimplementasikan dibandingkan penerapan prinsip
dekonsentrasi. Hal ini terlihat dari berbagai aspek, misalnya
regulasi yang relatif sudah lengkap mengatur penyelenggaraan asas desentralisasi,
dari UU Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan, hingga PP tentang
Pembagian Urusan dan Organisasi Perangkat Daerah.
39
Sementara untuk fungsi dekonsentrasi, pengaturan dalam UU No. 32/2004 masih
sangat minim. Tercatat hanya ada beberapa pasal yang mengatur tentang hal ini,
misalnya pasal 10 ayat (4) dan (5)b, pasal 12, pasal 37, pasal 228. Diantara berbagai
pasal tersebut, pasal 37-38 memuat ketentuan yang sangat tegas tentang melimpahkan
sebagian urusan pemerintahan diluar 6 (enam) urusan mutlak kepada Gubernur selaku
wakil Pemerintah.
Fungsi Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dimaksudkan untuk
menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi
Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Selain itu,
Gubernur juga wajib melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah.
Namun, maksud pemberian tugas/fungsi dekonsentrasi kepada Gubernur ini bisa
menjadi tidak efektif jika tidak disertai dengan pedoman yang jelas dan menyeluruh,
baik bagi pihak delegan (pemberi delegasi, yakni Departemen/Lembaga) maupun
bagi delegataris (penerima delegasi, yakni Gubernur selaku wakil pemerintah).
Dewasa ini, fenomena tentang kurang efektifnya penyelenggaraan kewenangan
dekonsentrasi sudah mengemuka, misalnya belum teridentifikasikannya kewenangan
dekonsentrasi dan keterkaitannya dengan fungsi pembiayaan dari APBN, belum
padunya proses perencanaan hingga pertanggungjawaban antara kegiatan yang
dibiayai oleh dana dekonsentrasi dengan kegiatan yang dibiayai oleh ABPD, dan
sebagainya.
Atas dasar fenomena tersebut, maka kajian ini ingin mengungkap berbagai masalah /
kendala dalam pelaksanaan tugas / kewenangan dekonsentrasi serta kebijakan / upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dekonsentrasi.
Bahkan kajian ini juga sampai kepada rekomendasi berupa usulan rincian
kewenangan dekonsentrasi berdasarkan pembidangannya. Dalam kaitan ini, fungsi,
urusan, dan/atau kewenangan dekonsentrasi tidak hanya dikembangkan berdasarkan
fungsi-fungsi klasik seperti koordinasi, pengawasan, dan pembinaan, namun lebih
dikembangkan pada fungsi-fungsi pendukung lainnya seperti fasilitasi, promosi,
sosialisasi, dan fungsi pelaksanaan.
Kajian Tentang Evaluasi Dampak Perimbangan Keuangan Terhadap Kapasitas
Kinerja Otonomi Daerah di Wilayah Kalimantan
Jumlah Halaman :186 + xviii, 2007
ISBN : 979-1176-11-8
Terdapat satu kondisi di negara-negara berkembang pada
umunya masuk di indonesia, dimana derajat sentralisasi
keuangan masih cukup tinggi, dalam hal ini pemerintah
pusat lebih banyak membiayai kegiatan penyediaan barang
publik dan mengambil sebagian besar penerimaan negara
40
yang berasal dari pajak. Selain itu juga terdapat perbedaan yang variatif dalam hal
kondisi dan potensi antar daerah. Ada daerah yang memiliki sumber daya alam yang
cukup dan ada daerah yang mempunyai potensi ekonomi yang cukup. Terdapat pula
daerah yang memiliki sumberdaya alam yang cukup tetapi potensi ekonominya lemah.
Selain itu, ada pula daerah yang memiliki potensi ekonomi baik tetapi tidak memiliki
sumberdaya alam yang memadai, dan bahkan ada pula yang tidak memiliki kedua-
duanya. Oleh karena itu kebijakan otonomi daerah akan memiliki konsekuensi yang
berbeda-beda terhadap keuangan daerah antar satu daerah dengan daerah lain.
Menyikapi kondisi tersebut, tuntutan perubahan orientasi dan sistem pemerintahan
dan sentralistik kepada sistem pemerintahan yang memberi kewenangan yang lebih
luas kepada daerah telah direspon oleh segenap komponen penyelenggara negara
yaitu dengan melakukan amandemen terhadap kondisi dan aturan perundang-
undangan yang terkait lainnya.
Kebijakan otonomi daerah (desentralisasi) dilaksanakan dengan tujuan untuk
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatnya kemakmuran rakyat,
meningkatnya akuntabilitas dan partisipasi publik, dan mempererat persatuan bangsa.
Dalam rangka mewujudkan tujuan otonomi daerah tersebut diperlukan berbagai
kebijakan turunan selanjutnya diantaranya adalah terciptanaya keseimbangan antara
kewenangan/urusan dan tanggung jawab yang diserahkan kepada daerah dengan
disertai sumber pendanaan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Dengan kata
lain, diperlukan adanya pengaturan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal dalam konteks tersebut dituangkan dalam UU No.33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
selain sebagai alat untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah juga bertujuan
mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan
antar-Pemerintah Daerah. Namun dalam pelaksanaannya, tujuan mulia dari
desentralisasi baik politik maupun fiskal ternyata tidak begitu saja dapat dicapai.
Berbagai kendala dan problematika baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah
masih banyak ditemukan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka kajian ini mencoba untuk melakukan analisis
sejauh mana kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
memberi dampak terhadap kapasitas kinerja otonomi daerah khususnya di wilayah
Kalimantan.
Dari hasil penelitian ditemukan beberpaa fenomena dan permasalahan seputar
desentralisasi khususnya di bidang keuangan ini baik di level pengimplementasian
maupun di tingkat kebijakan, di antaranya yaitu :
1. Kebijakan desentralisasi fiskal (perimbangan keuangan) telah berimplikasi kepada
meningkatkan kemampuan keuangan untuk pembiayaan pembangunan di daerah;
2. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir besaran transfer anggaran APBN
kepada Pemerintah Daerah terus menunjukkan peningkatan walaupun belum
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur
Buku Saku Bidang Kajian Aparatur

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Tinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandung
Tinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandungTinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandung
Tinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandung
Mutiara Bunda Ulil Albab
 
Tesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-GovernmentTesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-Government
Arie Purwanto
 

Mais procurados (16)

Laporan pelaksanaan aktualisasi latihan Dasar CPNS Golongan II Angkatan XII P...
Laporan pelaksanaan aktualisasi latihan Dasar CPNS Golongan II Angkatan XII P...Laporan pelaksanaan aktualisasi latihan Dasar CPNS Golongan II Angkatan XII P...
Laporan pelaksanaan aktualisasi latihan Dasar CPNS Golongan II Angkatan XII P...
 
Cover rohmi
Cover rohmiCover rohmi
Cover rohmi
 
Makalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraanMakalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraan
 
Laporan pkl pt pegadaian (persero) kanwil vi makassar 2018
Laporan pkl pt pegadaian (persero) kanwil vi makassar   2018Laporan pkl pt pegadaian (persero) kanwil vi makassar   2018
Laporan pkl pt pegadaian (persero) kanwil vi makassar 2018
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
 
Tinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandung
Tinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandungTinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandung
Tinjauan pelaksanaan disiplin kerja pegawai di kecamatan astanaanyar bandung
 
Tesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-GovernmentTesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-Government
 
Cover laphir balai 2018
Cover laphir balai 2018Cover laphir balai 2018
Cover laphir balai 2018
 
LAPORAN AKTUALISASI LATSAR CPNS 2019 YUNITA PERMATASARI FUSHIA DEWI - JFT PEN...
LAPORAN AKTUALISASI LATSAR CPNS 2019 YUNITA PERMATASARI FUSHIA DEWI - JFT PEN...LAPORAN AKTUALISASI LATSAR CPNS 2019 YUNITA PERMATASARI FUSHIA DEWI - JFT PEN...
LAPORAN AKTUALISASI LATSAR CPNS 2019 YUNITA PERMATASARI FUSHIA DEWI - JFT PEN...
 
Tugas kelompok budaya organisasi ACHMADAVANDI,SE,MM
Tugas kelompok budaya organisasi  ACHMADAVANDI,SE,MMTugas kelompok budaya organisasi  ACHMADAVANDI,SE,MM
Tugas kelompok budaya organisasi ACHMADAVANDI,SE,MM
 
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten TemanggungTugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
 
Laporan aktualisasi satriani
Laporan aktualisasi satrianiLaporan aktualisasi satriani
Laporan aktualisasi satriani
 
040 Model P Diri
040 Model P Diri040 Model P Diri
040 Model P Diri
 
Pedoman untuk dosen dan admin
Pedoman untuk dosen dan adminPedoman untuk dosen dan admin
Pedoman untuk dosen dan admin
 
Program BK sesuai SOP
Program BK sesuai SOPProgram BK sesuai SOP
Program BK sesuai SOP
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 

Semelhante a Buku Saku Bidang Kajian Aparatur

Pengembangan diri smp
Pengembangan diri smpPengembangan diri smp
Pengembangan diri smp
DaengMacora66
 
Panduan Pelaksanaan Lesson Study
Panduan Pelaksanaan Lesson StudyPanduan Pelaksanaan Lesson Study
Panduan Pelaksanaan Lesson Study
haikal
 

Semelhante a Buku Saku Bidang Kajian Aparatur (20)

Kepemimpinan dalam organisasi
Kepemimpinan dalam organisasiKepemimpinan dalam organisasi
Kepemimpinan dalam organisasi
 
PKL Pada Badan PPSDM Kesehatan
PKL Pada Badan PPSDM KesehatanPKL Pada Badan PPSDM Kesehatan
PKL Pada Badan PPSDM Kesehatan
 
1. MODUL SMART ASN.pdf
1. MODUL SMART ASN.pdf1. MODUL SMART ASN.pdf
1. MODUL SMART ASN.pdf
 
LUSIARTI -558684255-SMART-ASN
LUSIARTI -558684255-SMART-ASNLUSIARTI -558684255-SMART-ASN
LUSIARTI -558684255-SMART-ASN
 
LUSIARTI - SMART-ASN
LUSIARTI - SMART-ASNLUSIARTI - SMART-ASN
LUSIARTI - SMART-ASN
 
1. smart asn
1. smart asn1. smart asn
1. smart asn
 
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
 
CONTOH LAPORAN PPL S2
CONTOH LAPORAN PPL S2CONTOH LAPORAN PPL S2
CONTOH LAPORAN PPL S2
 
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
 
Mulyati supervisi awal
Mulyati supervisi awalMulyati supervisi awal
Mulyati supervisi awal
 
Analisis dan perancangan basis data perpustakaan
Analisis dan perancangan basis data perpustakaanAnalisis dan perancangan basis data perpustakaan
Analisis dan perancangan basis data perpustakaan
 
Laporan Praktik Kerja Lapangan
Laporan Praktik Kerja LapanganLaporan Praktik Kerja Lapangan
Laporan Praktik Kerja Lapangan
 
2. modul akuntabel
2. modul akuntabel2. modul akuntabel
2. modul akuntabel
 
Pengembangan diri smp
Pengembangan diri smpPengembangan diri smp
Pengembangan diri smp
 
Contoh Magang Mahasiswa.pdf
Contoh Magang Mahasiswa.pdfContoh Magang Mahasiswa.pdf
Contoh Magang Mahasiswa.pdf
 
Panduan pkm 2011
Panduan pkm 2011Panduan pkm 2011
Panduan pkm 2011
 
LAPORAN Full PKL fix 2 November.pdf
LAPORAN Full PKL fix 2 November.pdfLAPORAN Full PKL fix 2 November.pdf
LAPORAN Full PKL fix 2 November.pdf
 
Hasil Laporan Prakerin SMK Negeri 1 Rangkasbitung
Hasil Laporan Prakerin SMK Negeri 1 RangkasbitungHasil Laporan Prakerin SMK Negeri 1 Rangkasbitung
Hasil Laporan Prakerin SMK Negeri 1 Rangkasbitung
 
Paparan RKS Bekasi
Paparan RKS BekasiPaparan RKS Bekasi
Paparan RKS Bekasi
 
Panduan Pelaksanaan Lesson Study
Panduan Pelaksanaan Lesson StudyPanduan Pelaksanaan Lesson Study
Panduan Pelaksanaan Lesson Study
 

Mais de Tri Widodo W. UTOMO

Mais de Tri Widodo W. UTOMO (20)

Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanBeyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
 
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang Panjang
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
 

Último

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
MuhammadNorman9
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
Di Prihantony
 
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
iman333159
 
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
NezaPurna
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
AmandaJesica
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
citraislamiah02
 

Último (14)

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
 
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
 
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
 
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
 
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxManajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
 

Buku Saku Bidang Kajian Aparatur

  • 1. The purpose of an organization is to enable common men to do uncommon things Peter F. Drucker BIDANG KAJIAN APARATUR PUSAT KAJIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR III LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (PKP2A III LAN) SAMARINDA, 2009
  • 2. i KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan telah mempermudah selesainya Buku Saku Bidang Kajian ini. PKP2A III LAN Samarinda terdiri dari 2 (dua) bidang penting yang mendukung kelancaran kegiatannya, yaitu Bidang Kajian Aparatur dan Bidang Diklat Aparatur telah mulai berperan di Regional Kalimantan sejak tahun 2005. Untuk lebih memudahkan memahami tugas Bidang Kajian, maka dibuatlah sebuah buku saku di Bidang Kajian. Buku Saku Bidang Kajian ini merupakan sebuah buku yang berisi berbagai informasi program yang telah, sedang dan akan dicapai oleh Bidang Kajian sebagai panduan yang dirancang agar mudah dibawa dan dibaca oleh pegawai PKP2A III LAN Samarinda pada umumnya serta bahan informasi bagi para stakeholder yang terkait dengan Bidang Kajian PKP2A III LAN Samarinda. Secara lebih khusus buku ini diperuntukkan bagi para punggawa Bidang Kajian agar semakin memahami jati dirinya dan juga bagi para stakeholder PKP2A III LAN Samarinda, agar mengerti dan memahami karakter dan cara kerja Bidang Kajian di PKP2A III LAN Samarinda. Banyak program kegiatan yang telah dicapai sejak berdirinya PKP2A III LAN di Samarinda ini. Namun belum banyak orang yang mengetahui bagaimana proses pencapaian berbagai program tersebut. Sebuah kajian dibuat oleh para peneliti yang sangat ”unik”. Artinya dibuat oleh orang-orang yang mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) besar, cermat dalam mengamati isu-isu aktual yang terjadi, analitis dalam memproses dan mengangkat isu menjadi sebuah kajian dan solutif lewat berbagai rekomendasi yang aplikatif. Di tangan orang-orang yang mempunyai kemauan besar untuk memunculkan ide-ide orisinil, inovatif dan kreatif inilah dihasilkan begitu banyak program yang bisa segera di terapkan di wilayah kerja PKP2A III LAN Samarinda, yaitu di Seluruh Kalimantan. Dengan adanya Buku Saku Bidang Kajian ini, diharapkan semua kegiatan yang pernah ada dapat di jadikan panduan dalam menempuh perjalanan Bidang Kajian Aparatur berikutnya. Disamping itu, para punggawa di Bidang Kajian Aparatur bisa semakin memahami arti seorang peneliti dan bisa berbuat sesuai dengan karakter orisinil peneliti yang nantinya bisa makin memperkuat PKP2A III LAN Samarinda melalui hasil karyanya yang berbobot, dan memberikan penyegaran keilmuan bagi masyarakat pemerhati kajian dan stakeholder pada umumnya. Semoga salah satu sumbangsih dari Bidang Kajian Aparatur ini bisa memberikan kontribusi yang nyata bagi kemajuan organisasi PKP2A III LAN Samarinda pada Khususnya, LAN RI pada umumnya dan juga lebih mendorong kemajuan pembangunan di Kalimantan dalam rangka memperkokoh NKRI. Kepala PKP2A III LAN Samarinda DR. Meiliana, SE., MM
  • 3. ii DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................................. i Kata Pengantar Kepala PKP2A III LAN ..................................................................... i Daftar Isi ....................................................................................................................... ii Bab I Karakteristik Organisasi dan Kegiatan Kajian / Kelitbangan A. Keunikan Manajemen Unit Litbang / Kajian ................................. 1 B. Prinsip Kepemimpinan Untuk Partisipasi Peneliti ......................... 2 C. Kriteria Efektivitas Manajemen Unit Litbang ............................... 2 Bab II Model Koordinasi Kegiatan Kajian / Kelitbangan A. Perilaku Umum Dalam Koordinasi ................................................ 4 B. Isi atau Materi Koordinasi ……………………………………….. 4 C. Tugas Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan Kajian / Kelitbangan.. 5 D. Mekanisme Koordinasi ................................................................... 7 1. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) dan Non-Penelitian Internal.. 8 2. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) Eksternal dan Perkonsultasian........................................................................... 8 Bab III Analisis Jabatan A. Kepala Bidang Kajian Aparatur ..................................................... 10 1. Uraian Tugas dan Standar Kinerja ........................................... 10 2. Hubungan Kerja ....................................................................... 13 3. Tanggungjawab Jabatan ........................................................... 14 4. Peralatan / Bahan Kerja ............................................................ 15 5. Lingkungan Kerja .................................................................... 15 6. Persyaratan Jabatan dan Kompetensi ...................................... 16 B. Jabatan Fungsional Peneliti ............................................................ 17 1. Ikhtisar Jabatan ....................................................................... 17 2. Uraian Tugas ............................................................................ 17 3. Bahan Kerja dan Perangkat / Alat Kerja ................................. 18 4. Hasil Kerja ............................................................................... 18 5. Tanggung Jawab ...................................................................... 19 6. Korelasi Jabatan ....................................................................... 19 7. Kondisi Lingkungan Kerja dan Resiko Bahaya ...................... 20 8. Persyaratan Jabatan dan Kompetensi ...................................... 20 Bab IV Produk Kerja Bidang Kajian Aparatur PKP2A III LAN A. Buku ”Seri Penelitian Administrasi Negara” ................................. 22 B. Buku “Seri Issu-Issu Aktual” .......................................................... 47 C. Buku “Seri Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan” ................. 62
  • 4. iii D. Buku “Seri Pengembangan Kapasitas” ........................................... 65 E. Jurnal ”Borneo Administrator” ....................................................... 66 F. Transformasi Hasil Kajian Menjadi ”Agenda Pembelajaran”.......... 68 G. Publikasi Lainnya (Rapat Koordinasi dan Workshop) .......... 71 Bab V Nilai-Nilai Strategis (Critical Success Factors) A. Motto Bidang Kajian Aparatur ..................................................... 78 B. Recoding Our Organization’s DNA .............................................. 79 C. Master Success ............................................................................... 80 Bab VI Kegiatan Penunjang Tupoksi A. Manajemen Jarlitbang ..................................................................... 81 B. Perpustakaan ................................................................................... 82 Bab VI Penutup ...................................................................................... 84 LAMPIRAN 1. Format Laporan Penelitian / Pengumpulan Data .................................................... 85 2. Pedoman Penyusunan Terms of Reference / Kerangka Acuan Kegiatan ............... 88 3. Daftar Pejabat / Instansi Penerima Publikasi, Jurnal dan Hasil Kajian PKP2A III LAN Samarinda .................................................................................................... 90 4 Kondisi Buku Terbitan Bidang Kajian PKP2A III LAN Samarinda 2009 ............. 92
  • 5. 1 BAB I KARAKTERISTIK ORGANISASI DAN KEGIATAN KAJIAN / KELITBANGAN A. Keunikan Manajemen Unit Litbang Mengelola organisasi, khususnya yang bergerak di bidang kajian atau penelitian dan pengembangan (Litbang), memiliki tantangan tersendiri yang membutuhkan kreativitas dan seni yang spesifik dibanding mengelola unit non Litbang. Hal ini sesuai dengan komentar Keith Williams (Churchill College), yang mengatakan bahwa : “Mengelola unit organisasi Litbang itu lebih sulit karena karakteristik kegiatannya dan terutama orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mereka cenderung lebih independen dan sarat kepakaran … sehingga memerlukan penanganan yang berbeda”. Dalam kenyataannya, seorang pejabat fungsional peneliti dan atau staf pada unit Litbang seringkali memiliki karakteristik unik sebagai berikut : 1. Analitis, serba ingin tahu, independen, intelek, sering introvert, dan menyukai kegiatan ilmiah dan matematis; 2. Cenderung bersifat kompleks, fleksibel, mandiri, berorientasi kepada pekerjaan, toleran terhadap ambiguitas, sangat menuntut otonomi, dan menyukai perubahan. Keunikan dalam mengelola unit Litbang serta karakteristik staf Litbang tersebut, pada suatu ketika tidak menutup kemungkinan akan menjadi potensi penghalang bagi terwujudnya kinerja Litbang secara optimal. Terlebih lagi jika diingat bahwa program penelitian tidak jarang menemui kendala antara lain: 1. Proses Litbang memakan waktu lama, bukan program yang instant; 2. Tuntutan implementasi cenderung mendesak (jangka pendek); 3. Kebutuhan akan hasil Litbang lebih mendesak dari pada kemampuan peneliti untuk menyediakannya; 4. Program Litbang cenderung isoterik (mengawang-awang), sementara kebutuhannya bersifat praktis. Untuk dapat mengatasi kendala yang ada, sekaligus mengoptimalkan manajemen unit Litbang, paling tidak diperlukan adanya pejabat fungsional peneliti dan atau staf pada unit Litbang yang memiliki karakter inovatif sebagai berikut : 1. Pakar dalam bidang keilmuan; 2. Mampu menemukan gagasan yang banyak dalam waktu singkat; 3. Mampu menghasilkan gagasan orisinil dan ‘lain’; 4. Mampu membedakan antara nara sumber dan materi substantif yang
  • 6. 2 disampaikannya; 5. Mampu berbeda pendapat dengan orang lain; 6. Berminat terhadap permasalahan orang lain; 7. Tidak kenal menyerah dalam pemecahan masalah; 8. Berhati-hati dan tidak terlalu cepat memutuskan; 9. Mampu bekerja keras dalam jangka waktu lama; 10. Orisinil dalam menilai materi ilmu dan pengetahuan. B. Prinsip Kepemimpinan Untuk Partisipasi Peneliti Disamping hal-hal yang disebutkan diatas, dalam mengelola unit Litbang dibutuhkan adanya sikap kepemimpinan yang baik dan mampu mendorong inisiatif, kreativitas serta partisipasi bawahan (staf) untuk dapat memiliki 10 karakteristik inovatif. Dalam hal ini, seorang manajer Litbang sedikitnya harus menguasai 7 (tujuh) prinsip kepemimpinan, sebagai berikut : 1. Memiliki nilai-nilai egalitarian; 2. Menghormati kemampuan bawahan (yunior); 3. Mengakui tidak tahu banyak tentang pekerjaan bawahan; 4. Mampu hidup dalam ketidakpastian; 5. Mengakui bahwa para peneliti dan pekerjaan mereka adalan penting; 6. Mengakui bahwa pekerjaan litbang adalah menarik, penuh tantangan dan membutuhkan kualitas; 7. Mengakui tidak ada krisis, dan menghormati perbedaan pendapat dan konflik dalam kondisi lingkungan yang berubah. C. Kriteria Efektivitas Manajemen Unit Litbang Sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan manajemen unit Litbang, dapat dilihat dan atau dihitung berdasarkan indikator kinerja sebagai berikut : 1. Kuantitas Output: misalnya jumlah laporan publikasi, produk baru, dan lain-lain; 2. Kualitas Kerja: misalnya jumlah dan intensitas publikasi peneliti yang dikutip orang lain, jumlah referensi yang dibaca peneliti, jumlah penghargaan dan hak patent yang diperoleh peneliti, dan lain-lain; 3. Perkembangan Organisasi: diukur dengan nilai dana atau budget yang diperoleh per tahun dan atau per program litbang; 4. Tingkat Stres: jumlah peneliti yang berobat ke rumah sakit / dokter, jumlah peneliti yang menderita sakit maag, dan sebagainya; 5. Tingkat Kepuasan Kerja: diukur dengan instrument kuesioner tentang kepuasan atas imbalan, terhadap supervisor, terhadap organisasi, pekerjaan, rekan kerja, kondisi kerja, dan sebagainya; 6. Kebanggaan Terhadap Organisasi: diukur dengan kuesioner atau proksi lainnya yang menunjukkan kebanggan terhadap organisasi; 7. Kesepakatan antara tujuan individu dan organisasi; 8. Profit bagi organisasi maupun individu dari hasil kerja mereka.
  • 7. 3 Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa unit kajian atau litbang mencirikan sebuah organisasi yang sangat organis, dan sedikit sekali cirri-ciri mekanisnya. Menurut paradigma mekanik, efisiensi dalam organisasi dapat ditingkatkan hanya apabila terdapat pengerangkaan (structuring) dan pengendalian (controlling) terhadap partisipasi anggota organisasi. Oleh karenanya, dalam organisasi mekanik banyak diterapkan upaya pemotivasian pegawai melalui pemberian insentif, sementara disisi lain cara kerja pegawai didasarkan pada spesialisasi yang diawasi secara ketat. Hasilnya adalah suatu organisasi yang berstruktur piramida, menerapkan kesatuan komando (chain of command), jenjang pengawasan yang seringkali berlapis, spesialisasi berdasarkan fungsi, serta penerapan pembagian kerja lini dan staf (line and staff). Sebaliknya paradigma organik (organism paradigm) memandang organisasi sebagai suatu sistem yang menekankan pada unsur manusia sebagai pelaku utama. Dalam model organisasi ini, efisiensi dan efektivitas bukan merupakan aspek utama dalam pencapaian tujuan organisasi, sebab produk (output) tidak dipandang sebagai hal yang utama. Aspek yang dianggap lebih penting dalam organisasi model organik ini adalah adanya keseimbangan antara faktor manusia dengan faktor lingkungannya. Disamping itu, meminjam pemikiran Ashley dan van de Ven (dalam Kasim, 1989), organisasi litbang juga bisa dikategorikan sebagai pola organisasi strategic choice, yaitu paradigma organisasi yang beranggapan bahwa organisasi merupakan makhluk otonom, sehingga suatu organisasi dapat mempengaruhi lingkungan sesuai dengan kehendak orang-orang yang berkuasa dalam organisasi tersebut. Dibandingkan unit kerja lain seperti kependidikan atau kediklatan misalnya, nampak sekali perbedaan karakteristik bahkan paradigmatik organisasi ini dibandingkan dengan unit yang menangani urusan kelitbangan atau perkonsultasian. Atas dasar perbedaan karakteristik bahkan paradigmatik tersebut, sekali lagi, wajar jika tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja antar unit organisasi tersebut di desain secara tidak seragam.
  • 8. 4 BAB II MODEL KOORDINASI KEGIATAN KAJIAN / KELITBANGAN A. Perilaku Umum Dalam Koordinasi Dalam proses koordinasi sejak tahap perencanaan hingga evaluasi, sangat diperlukan adanya perilaku positif dari seluruh pihak yang terkait. Pemahaman dan internalisasi nilai-nilai dibawah ini akan sangat menentukan keberhasilan koordinasi sekaligus keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas organisasi kelitbangan. 1. Menyampaikan gagasan-gagasan secara lisan dengan jelas dan menarik; 2. Menyajikan gagasan-gagasan dan fakta secara tertulis dengan jelas dan berhasil guna; 3. Mendengarkan pendapat orang lain dan menunjukkan pengertian tentang apa yang disampaikan; 4. Memberikan umpan balik yang positif dan membangun melalui cara yang mendukung perbaikan perilaku sebagaimana yang dikehendaki; 5. Membuat kesan-kesan baik dalam berbagai keadaan; 6. Bekerja untuk mengatasi perbedaan agar diperoleh kepuasan bersama; 7. Tetap berlaku konsisten dan adil dalam menghadapi para pegawai; 8. Menilai kekuatan dan kelemahan diri sendiri secara realistis, kemudian berupaya mengeliminasi dampak negatif bagi orang lain dan memotivasi orang lain untuk membangkitkan efek penyebaran dari kekuatan-kekuatan yang ada; 9. Menerima dan memanfaatkan kritik yang beralasan; 10. Mengatasi situasi-situasi konflik melalui diskusi-diskusi dan kegiatan bimbingan. B. Isi atau Materi Koordinasi 1. Koordinasi Kegiatan. Kegiatan yang perlu dikoordinasikan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, maupun evaluasi, meliputi kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian, sebagai berikut: a. Kegiatan yang dibiayai dari APBN; b. Kegiatan kerjasama dengan pihak ketiga, baik instansi pemerintah daerah, instansi pemerintah pusat, maupun swasta (jika ada); c. Kegiatan yang sumber pembiayaannya dari bantuan luar negeri (jika ada). 2. Koordinasi Sumber Daya Manusia. Koordinasi dalam penggunaan Sumber Daya Manusia dilakukan apabila dalam kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian melibatkan Sumber Daya Manusia (pegawai) yang berasal dari berbagai unit (lintas unit), baik di lingkungan PKP2A, LAN Pusat, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan lain-lain, maupun antara PKP2A dengan LAN Pusat. Dengan demikian, koordinasi penggunaan SDM dilakukan jika: a. Kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian melibatkan SDM lintas
  • 9. 5 unit di lingkungan LAN Pusat, PKP2A atau instansi lainnya; b. Kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian melibatkan SDM lintas unit antara LAN Pusat, PKP2A atau instansi terkait lainnya. 3. Koordinasi Keuangan. Koordinasi dalam penggunaan sumber dana dilakukan apabila: a. Dana yang digunakan dalam kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian tersebut menggunakan dana yang berasal dari pos anggaran unit yang berbeda, baik di lingkungan PKP2A, LAN Pusat, maupun antara PKP2A dengan LAN Pusat; b. Kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian yang menghasilkan penerimaan (unit/kegiatan PNBP). 4. Koordinasi Sarana dan Prasarana. Koordinasi dalam penggunaan sarana dan prasarana dilakukan apabila dalam kegiatan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian menggunakan sarana dan prasarana yang dimiliki unit kerja lain di lingkungan LAN. Dengan demikian, koordinasi dalam penggunaan sarana dan prasarana meliputi: a. Penggunaan sarana dan prasarana milik PKP2A III Samarinda oleh LAN Pusat atau PKP2A I dan II, atau instansi lainnya (Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dll); b. Penggunaan sarana dan prasarana milik LAN Pusat oleh PKP2A III Samarinda; c. Penggunaan sarana dan prasarana milik PKP2A I dan II oleh PKP2A III Samarinda; d. Penggunaan sarana dan prasarana milik instansi lainnya (Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dll) oleh PKP2A III Samarinda. 5. Koordinasi Sistem dan Prosedur. Koordinasi sistem dan prosedur kerja di lingkungan LAN baik baik internal LAN Pusat, PKP2A, maupun antara LAN Pusat dengan PKP2A atau antar PKP2A, dilakukan apabila: a. Kegiatan yang terkait dengan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian tersebut memerlukan standardisasi dan keseragaman antar unit di lingkungan LAN secara umum; b. Kegiatan yang terkait dengan penelitian, pengkajian, dan perkonsultasian tersebut bersifat kontinyu; c. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, baik secara keseluruhan maupun dalam tahapan-tahapan tertentu melibatkan unit kerja lain. C. Tugas Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan Kajian / Kelitbangan Pada dasarnya, kegiatan kelitbangan memiliki 2 (dua) skala yang berbeda, yakni skala nasional dan skala daerah. Dalam hal kegiatan kelitbangan yang bersifat nasional, maka perlu dilakukan secara tersentralisir, dalam pengertian bahwa koordinasi
  • 10. 6 dilakukan Deputi sebagai representasi Kepala LAN dan melingkupi kegiatan di daerah. Namun dalam hal kegiatan kelitbangan yang bersifat daerah, PKP2A diberi kewenangan sepenuhnya untuk menjalankan kegiatan tersebut, dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah dan kewajiban untuk berkoordinasi dengan LAN Pusat. Dalam kerangka untuk menjalankan kegiatan-kegiatan kelitbangan baik yang berskala nasional maupun daerah tersebut, maka perlu adanya sebuah deskripsi umum tentang tugas-tugas berbagai unit kerja atau pihak-pihak dalam pengelolaan suatu kegiatan tertentu, khususnya di lingkungan PKP2A III LAN Samarinda. 1. Kepala PKP2A III Samarinda a. Memprakarsai dan melaksanakan tugas konsolidasi dalam memperkirakan tujuan, sasaran, dan kegiatan baik dalam jangka panjang, menengah maupun jangka pendek; b. Menciptakan keseimbangan antar berbagai sasaran kelitbangan di lingkungan instansinya / jangkauan wilayah kerjanya; c. Mengembangkan berbagai alternatif strategi pencapaian sasaran kelitbangan dengan mempertimbangkan kelayakan baik politis, keuangan maupun aspek administratif lainnya; d. Mendeteksi perlunya penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan sebagai bahan orientasi kelitbangan, serta kemungkinan mengadakan realokasi sumber-sumber daya sepanjang diperlukan; e. Merencanakan strategi pemanfaatan hasil kajian agar digunakan sebagai bahan kebijakan dalam upaya melaksanakan reformasi administrasi / birokrasi publik; f. Menilai secara seksama atas keseluruhan efektivitas pelaksanaan kegiatan kelitbangan dalam menunjang terlaksananya visi dan misi kelitbangan. 2. Kepala Bagian TU. a. Memfasilitasi terselenggarannya Rapat Koordinasi sebagai forum pembahasan rencana kerja dengan melibatkan seluruh unsur / unit yang terkait. Rakor ini menghasilkan Rencana Kerja PKP2A III LAN Samarinda bidang kelitbangan yang terpadu dan sinergis; b. Berkoordiansi dengan Kepala PKP2A III LAN Samarinda dan Kabid Kajian Aparatur untuk membahas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun dinas berjalan dan/atau yang akan datang. 3. Kepala Bidang Kajian Aparatur. a. Bersama-sama dengan para peneliti fungsional, membantu menyiapkan konsep-konsep yang berhubungan dengan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab kelitbangan; b. Memberikan laporan pelaksanaan tugas secara periodik atau setiap saat apabila diperlukan oleh pimpinan maupun apabila dipandang perlu oleh Kepala LAN dan / atau Kepala PKP2A; c. Melakukan kajian yang diperlukan untuk mewujudkan sosok penelitian yang
  • 11. 7 rasional, mutakhir, bermanfaat dan layak dari berbagai dimensinya; d. Melakukan konsolidasi dengan berbagai pihak baik secara vertikal, horizontal maupun fungsional dalam melaksanakan tugas kajiannya; e. Melakukan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian, LSM Perguruan Tinggi, dan lembaga-lembaga lain baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional; f. Bersama-sama dengan pihak yang lain, menetapkan prioritas dari pelaksanaan kegiatan serta menetapkan penjadualan dan penggunaan sumber-sumber daya yang dibutuhkan; g. Memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada para peneliti, memberikan motivasi, serta membantu mereka dalam mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kualitas proses dan hasil penelitian; h. Memperkirakan adanya kendala dalam rangka mencapai tujuan litbang dan mengembangkan alternatif cara mengatasinya; i. Mengenali cara-cara untuk memperbaiki prosedur, proses dan mekanisme, struktur dan budaya penelitian, serta sumber-sumber daya kelitbangan. D. Mekanisme Koordinasi Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan utama unit kajian atau litbang terdiri dari kegiatan penelitian (pengkajian) dan non-penelitian internal yang mencakup: penyelenggaraan seminar, pemberian jasa konsultasi kepada stakeholders, dan sebagainya. Sementara dilihat dari adanya keterlibatan pihak eksternal dan/atau sumber pembiayaan, maka kegiatan unit kajian atau litbang adalah kegiatan penelitian (pengkajian) eksternal dan kegiatan perkonsultasian. Atas dasar hal tersebut, maka bisa ditarik adanya 2 (dua) jenis kegiatan kajian / litbang yang dilakukan, yaitu sebagai berikut: 1. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) dan Non-Penelitian Internal; 2. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) Eksternal dan Perkonsultasian. Tata kerja, prosedur kerja, dan mekanisme kerja antara ke-2 jenis kegiatan tersebut diatas, jelas tidak bisa diseragamkan dalam segala aspeknya. Meskipun memang ada kemiripan dan persentuhan, namun tidak dapat dipungkiri adanya spesifikasi yang berbeda yang mensyaratkan mekanisme koordinasi yang berbeda pula. Dalam hubungan ini, mekanisme koordinasi untuk masing-masing kegiatan diatas, yang dikelompokkan berdasarkan tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) dan Non-Penelitian Internal a. Perencanaan: • Perumusan kegiatan dan pembahasan internal; • Penetapan Rencana Kegiatan (RK) Bidang Kajian / Litbang; • Penyampaian Rencana Kegiatan (RK); • Pembahasan dan Revisi RK;
  • 12. 8 • Penyampaian Revisi RK; • Pembahasan dan Penetapan RKA K/L; • Penyampaian RKA K/L hasil pembahasan dan penetapan ke DJA; • Penetapan dan penyampaian kegiatan hasil pembahasan DJA (Pagu Sementara); • Penyampaian kegiatan sesuai pagu; • Penetapan DIPA oleh DJA dan Penyampaian Hasil Penetapan; • Penyampaian DIPA dan Penyusunan Rencana Operasional Kegiatan (ROK). b. Pelaksanaan: • Pembuatan desain dan instrumen penelitian (dasar pemikiran, kerangka teori, penentuan lokasi penelitian, penetapan jadwal penelitian lapangan, target / output yang harus dihasilkan, pemilihan metodologi, dan kegiatan lainnya); • Penelitian lapangan; • Pengolahan data, analisis data, dan penyusunan draft laporan penelitian akhir (laporan pendahuluan); • Penyusunan dan pencetakan laporan akhir (final report); • Diseminasi hasil penelitian (expose hasil penelitian); • Publikasi hasil penelitian (penyebaran buku hasil penelitian); • Pembuatan dan penyampaian laporan berkala; • Pembuatan Rancangan Operasional Kegiatan (penetapan jadwal waktu kegiatan serta kegiatan lainnya); • Operasionalisasi kegiatan. c. Evaluasi: • Penyerahan laporan hasil penelitian kepada Kepala LAN melalui Kepala PKP2A III Samarinda; • Tindak lanjut berdasarkan rekomendasi Kepala LAN. 2. Kegiatan Penelitian (Pengkajian) Eksternal dan Perkonsultasian a. Perencanaan: • Penyusunan Proposal; • Pembahasan Proposal; • Revisi Proposal; • Penyerahan Proposal dan Persetujuan oleh pihak mitra. b. Pelaksanaan: • Penyelesaian administratif, pembuatan Desain Penelitian, dan Pembuatan Instrumen Penelitian; • Penelitian lapangan. • Penyusunan Laporan Pendahuluan; • Pengolahan data dan penyusunan laporan antara (interim report); • Analisis dan pembuatan laporan akhir (final report); • Expose hasil penelitian di hadapan pihak ketiga; Non-Penelitian Internal
  • 13. 9 • Revisi dan pencetakan hasil penelitian; • Pembuatan Rancangan Operasional Kegiatan; • Operasionalisasi kegiatan. c. Evaluasi: • Penyerahan laporan hasil penelitian kepada Kepala melalui Inspektorat. • Tindak lanjut berdasarkan rekomendasi Kepala. Perkonsultasian
  • 14. 10 BAB III ANALISIS JABATAN A. KEPALA BIDANG KAJIAN APARATUR Nama : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA Ringkasan Pekerjaan : Memimpin, mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan perencanaan, penyelenggaraan, pembinaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program Kajian Aparatur / Administrasi Negara di Wilayah kerja PKP2A III LAN Samarinda, untuk mengoptimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif daerah dalam pembangunan wilayah serta membangun daerah yang maju, sejahtera, bersatu, dan berdaya saing. URAIAN TUGAS DAN RINCIAN URAIAN TUGAS STANDAR KINERJA SIFAT TUGAS 1 Menyusun analisis kebutuhan program kajian, litbang dan asistensi/fasilitasi bidang Administrasi Negara baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang. 1x / thn • Membuat inisiatif penyelenggaraan rapat koordinasi atau musyawarah. • Menyiapkan draft TOR dan instrumen penjaringan aspirasi, permasalahan, dan kebutuhan stakeholder di bidang pengembangan kapasitas administrasi negara dan manajemen pemerintahan. • Tabulasi dan pengolahan data terhadap instrumen rapat koordinasi / musyawarah kelitbangan, serta membuat analisis dan interpretasi. • Menetapkan analisis kebutuhan program kajian (agenda kajian) administrasi negara untuk jangka pendek, menengah dan panjang. • Terselenggaranya rapat koordinasi / musyawarah kelitbangan dengan stakeholder terkait. • Tersusunnya hasil analisis dan interpretasi atas instrumen penjaringan aspirasi, permasalahan, dan kebutuhan stakeholder • Tersusunnya analisis kebutuhan program kajian (agenda kajian) administrasi negara untuk jangka pendek, menengah dan panjang. 2 Menyusun Rencana Strategis Bidang Kajian, serta laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP) Bidang Kajian, serta merencanakan dan menyusun program kajian/litbang tahunan (RKT) dalam bentuk TOR / proposal maupun Rincian Anggaran Biaya (RAB). 1x / 5 thn (untuk Renstra) • Memberi arahan kepada staf dan mendistribusikan tugas, serta memonitor pelaksanaannya. • Memberi penjelasan umum tentang arah penyelenggaraan program kajian/litbang dan strategi pencapaiannya. • Memberi penjelasan detail tentang substansi • Tersusunnya Renstra Kajian untuk periode 5 tahunan. • Tersusunnya LAKIP tahunan dan LAKIP 5 tahunan. • Tersusunnya rencana kerja program kajian / litbang tahunan beserta TOR dan RAB-nya. 1x / thn / keg (untuk RKT)
  • 15. 11 kegiatan kajian/litbang yang akan dituangkan dalam Renstra maupun RKT. • Menetapkan Rencana Strategis Bidang Kajian (periode 5 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan (setiap tahun). • Tersusunnya instrumen sebagai pedoman kerja tim pelaksana / panitia. 3 Menyelenggarakan program/kegiatan kajian serta penelitian dan pengembangan (secara swakelola). 1x / thn / keg • Menyusun TOR dan RAB, membahas dengan Tim Pelaksana. • Menyusun instrumen kajian / penelitian dan metodologi yang digunakan. • Melaksanakan kegiatan penggalian data (primer maupun sekunder) serta mengolah / menginterpretasikan data. • Menyusun laporan akhir dan mempublikasikannya. • Mendistribusikan buku hasil kajian kepada pihak-pihak (stakeholder) yang terkait. • Tersusunnya TOR, RAB dan instrumen kegiatan kajian / penelitian (tahap persiapan). • Terlaksananya pengumpulan dan pengolahan data, yakni sejak tahap analisis data hingga interpretasi dan penyajian data (tahap pelaksanaan). • Tersusunnya laporan akhir kajian / penelitian yang dituangkan dalam bentuk buku. 4 Mengevaluasi dan memantau pelaksanaan program/kegiatan kajian serta penelitian dan pengembangan, baik pada tahapan awal atau ante-factum, yakni tahap perencanaan dan pelaksanaan; maupun tahapan post-factum, yakni tahapan tindak lanjut atau implementasi hasil kajian serta penelitian dan pengembangan yang bersangkutan 1x / thn / paket • Pada awal tahun, menyusun jadual dan sekuensi pelaksanaan kegiatan tahunan. • Mempersiapkan dan mengisi instrumen monitoring dan evaluasi program/kegiatan. • Melakukan penyeduaian-penyesuaian yang diperlukan jika terjadi perubahan rencana pada tahap pelaksanaan program / kegiatan. • Tersusunnya jadual dan sekuensi kegiatan pada awal tahun. • Tersedianya instrumen monitoring dan evaluasi kegiatan yang siap untuk diisi. • Pelaksanaan program / kegiatan secara tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat kualitas. 5 Menyelenggarakan kegiatan penyebaran informasi, antara lain melalui penerbitan Jurnal Ilmiah secara berkala, proceeding, atau bentuk publikasi lainnya. 3 edisi / thn • Menetapkan tema unggulan untuk setiap edisi yang akan terbit, serta rubrikasi yang hendak disajikan. • Menyeleksi tulisan yang masuk dan melakukan penyuntingan (editing). • Mengoreksi dan melakukan jaminan mutu untuk naskah yang siap cetak. • Menetapkan instansi / pihak penerima Jurnal secara gratis (compliment) dan memonitor distribusinya. • Mendorong partisipasi berbagai pihak untuk aktif terlibat dalam proses diseminasi • Meningkatnya kemampuan peneliti / staf kajian dalam menghasilkan karya tulis ilmiah, serta kontribusi mereka dalam setiap edisi penerbitan. • Penerbitan Jurnal sebanyak 3 edisi per tahun. • Terlaksananya distribusi Jurnal kepada pihak-pihak / instansi terkait dalam rangka diseminasi informasi bidang administrasi negara.
  • 16. 12 informasi melalui penerbitan Jurnal. 6 Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, rapat kerja dan lain-lainnya dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi dinamika dan perkembangan lingkungan strategis organisasi PKP2A III LAN. Min 1x / thn • Melakukan pencermatan terhadap issu-issu aktual dan perkembangan kebijakan di bidang administrasi negara. • Menentukan tema prioritas yang akan diangkat dalam kegiatan seminar, workshop, lokakarya, atau rapat kerja. • Menyiapkan tim pelaksana dan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan termaksud. • Menyelenggarakan seminar, workshop, lokakarya, atau rapat kerja serta upaya- upaya tindak lanjutnya. • Terlaksananya kegiatan seminar, workshop, lokakarya, atau rapat kerja minimal 1 (satu) kali dalam setahun. • Terbahasnya issu aktual tertentu dalam sebuah forum ilmiah yang menghasilkan rekomendasi kebijakan di bidang ybs. • Tercetaknya buku / proceeding hasil penyelenggaraan seminar, workshop, lokakarya, atau rapat kerja. 7 Melakukan telaahan staf dan kajian internal sebagai bahan pengambilan keputusan Pimpinan. Sesuai kebutu- han • Melakukan pencermatan terhadap kebutuhan pengembangan SDM dan organisasi, penyempurnaan mekanisme kerja, atau kebutuhan lainnya. • Menyusun konsep dan usulan / rekomendasi terhadap kebutuhan reformasi dan konsolidasi manajemen internal. • Jika memungkinkan, mengakomodasikan kebutuhan pengembangan tadi kedalam program formal lembaga. • Tersusunnya konsep usulan atau rekomendasi dalam rangka pengembangan SDM dan organisasi, serta penyempurnaan mekanisme kerja. • Terjadinya penyempurnaan sistem kelembagaan dan mekanisme ketatalaksanaan internal. • Terjadinya peningkatan kinerja organisasi (indikator kualitatif). 8 Membantu daerah dalam penyelenggaraan program pengembangan kapasitas aparatur melalui pola kerjasama, baik kajian / penelitian, bimbingan teknis, perkonsultasian, pendampingan, dan sebagainya. Sesuai permin- taan • Menanggapi permintaan kegiatan pembantuan, fasilitasi, konsultansi, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya dari pihak diluar PKP2A III. • Menyusun TOR atau proposal dalam rangka memenuhi keinginan atau harapan pihak ketiga terhadap program yang akan dikerjasamakan. • Melaksanakan kerjasama sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan sesuai dengan standar kualitas/kinerja yg dituntut. • Terlaksananya kegiatan kerjasama dengan instansi / pihak lain. • Tercapainya kepuasan dan meningkatnya kepercayaan dari instansi / pihak pengguna jasa PKP2A III LAN. • Tersusunnya laporan hasil kegiatan kerjasama
  • 17. 13 9 Melakukan pembinaan, pemberian motivasi serta mobilitas sumber daya Bidang Kajian, khususnya tenaga peneliti dan staf administrasi.. Simultan • Membuat inisiatif membentuk kelompok Budaya Kerja atau forum lain dalam rangka pengembangan staf. • Menyusun program kerja (informal) sebagai pelengkap terhadap program resmi lembaga. • Memberikan penugasan kepada staf untuk menjalankan atau mengkoordinasikan suatu aktivitas tertentu. • Memonitor pelaksanaan program dan menemukan terobosan-terobosan baru untuk masa yang akan datang. • Terbentuknya kelompok dan/atau forum staf dalam rangka pengembangan dan aktualisasi diri. • Terlaksananya kegiatan informal yang bersifat kreatif dan inovatif berbasis pada inisiatif kelompok, minimal 4 kali dalam 1 tahun. • Terjadinya peningkatan kinerja staff (indikator kualitatif). HUBUNGAN KERJA Jabatan Yang Dihubungi Nama Unit Kerjanya Maksud/Tujuan Hubungan JABATAN YANG LEBIH TINGGI INTERN INSTANSI Kepala PKP2A III LAN Deputi Kajian LAN-RI Kepala LAN-RI PKP2A III LAN LAN-RI LAN-RI • Arahan, bimbingan & pelaporan • Konsultasi, arah kebijakan, dan pelaporan. • Pelaporan (via Kepala PKP2A III). EKSTERN INSTANSI 1. Kepala Balitbangda Prov. dan Kab/Kota di Wilayah Kalimantan, serta unit litbang lingkup administrasi negara. 2. Kepala Daerah (khususnya di tingkat Kab/Kota) dan Kepala instansi / unit kerja tertentu. 1. Instansi terkait 2. Instansi terkait 1. Koordinasi, fasilitasi, dan kerjasama mengenai program kajian dan litbang di daerah. 2. Konsultasi, asistensi, information-sharing dan kerjasama.
  • 18. 14 JABATAN YANG SETARA INTERN INSTANSI Fungsional Peneliti Kabag TU Bidang Kajian Aparatur PKP2A III LAN • Koordinasi, perencanaan kegiatan, dan team building. • Koordinasi dalam perencanaan, penganggaran dalam pelaksanaan kegiatan bidang kajian. EKSTERN INSTANSI Kepala Bagian / Kepala Bidang di Pemprov dan Kab/Kota yang menangani urusan pemerintahan, SDM, organisasi, hukum, dan pelayanan publik. Instansi terkait Koordinasi, kerjasama kegiatan, identifikasi kebutuhan program kajian dan pengembangan kapasitas administrasi negara dan manajemen pemerintahan. JABATAN YANG LEBIH RENDAH Staf (jabatan fungsional umum) Bidang Kajian dan PKP2A III LAN Pembinaan dan pembantuan. TANGGUNG JAWAB JABATAN Pekerjaan Yang Diawasi Pengawasan Oleh Frekuensi Pengawasan • Seluruh program / kegiatan Bidang Kajian dan hasilnya. • Seluruh program / kegiatan Bidang Kajian dan hasilnya. • Seluruh program / kegiatan Bidang Kajian dan hasilnya. • Kepala PKP2A III LAN Samarinda • Inspektorat LAN • BPKP • Simultan (sepanjang tahun) • Akhir tahun anggaran. • Akhir tahun anggaran. Jabatan yang diawasi Jumlah Pejabat Pekerjaan yang diawasi Frekuensi Pengawasan 1. Staf / pelaksana 1. 9 orang 1. Tugas rutin dan penugasan khusus dari Kepala Bidang. 1. Simultan (sepanjang tahun)
  • 19. 15 Nama Formulir / Surat/Keputusan / dll Waktu untuk Menemukan Kesalahan Waktu untuk Memperbaiki a. Draft surat Kepala PKP2A III LAN yang berkaitan dengan komunikasi internal dan eksternal terkait substansi Bidang Kajian. 2 menit 3 menit PERALATAN / BAHAN KERJA Nama Alat/Mesin/Bahan Akibat Kesalahan 1. Komputer, printer serta AVA (audio visual aid) dan presentation toolkit (infocus, remote, dll). 2. Alat tulis menulis (ATK). 3. Berbagai Resource Center seperti internet, email, website, perpustakaan, dll. 4. Mesin telepon dan telefax. 5. Kendaraan roda 4. 6. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan organisasi, mekanisme kerja, serta substansi bidang kajian, misalnya berbagai Kep / Peraturan Menpan tentang Pelayanan Publik / SDM / Akuntabilitas, berbagai Kep / Peraturan Mendagri yang terkait, dsb. 1. Akurasi berkurang, presentasi kurang optimal. 2. Pelaksanaan kegiatan agak terhambat. 3. Flow of information terhambat, substansi kajian / laporan menjadi dangkal atau tidak valid. 4. Komunikasi dengan stakeholder terhambat. 5. Koordinasi lintas lembaga dan antar daerah serta mobilitas kerja menurun. 6. Rujukan teoretis dan kebijakan tidak nyambung. LINGKUNGAN KERJA Akibat jika terjadi kecelakaan : Kinerja mandeg, pekerjaan stagnan, inovasi terhenti. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi : • Gangguan fisik seperti nyeri otot belakang, penglihatan kabur, sakit kepala, dll. (ekses sinar radiasi komputer, atau terlalu sering duduk). • Stress (akibat beban pekerjaan berlebih dan deadline). Kegiatan pemegang jabatan ini : a. Duduk : 50 % (menggali konsep, menyusun TOR / instrumen / laporan, mengolah data, rapat, membuat telaahan, menerbitkan jurnal, dll) b. Berdiri : 30 % (mengajar, presentasi, memberi arahan staf, dll)
  • 20. 16 c. Berjalan : 10 % Tempat kerja : a. Di dalam gedung : 60 % (lihat kegiatan kategori “duduk”) b. Di luar gedung : 40 % (pengumpulan data, wawancana, mengajar, koordinasi antar instansi / antar daerah, dll) KONDISI LINGKUNGAN KERJA (saat ini) Kondisi Yang Diharapkan Kondisi Kurang Cukup Baik a. Suhu √ Baik b. Penerangan √ Baik c. Ventilasi √ Baik d. Ketenangan √ Baik e. Kebersihan √ Baik f. Keleluasaan - luas ruang - luas meja √ Baik PERSYARATAN JABATAN DAN KOMPETENSI: 1. Pendidikan Formal Minimal: Pasca Sarjana (S-2) 2. Pendidikan / Pelatihan Spesialisasi / Khusus: a. Diklatpim Tingkat III. b. Pelatihan Metodologi Penelitian. c. Diklat tentang SANKRI dan Manajemen Pemerintahan. d. Diklat tentang Manajemen SDM, Manajemen Keuangan, Manajemen Pelayanan Publik, dan Kerjasama Antar Lembaga. e. Pelatihan Kebijakan Publik, Manajemen Strategis dan Perencanaan Pembangunan Nasional / Daerah. f. Pelatihan Budaya Kerja, Mind-setting, dan Perilaku Organisasi. g. Diklat lain di bidang administrasi negara dan manajemen pemerintahan yang relevan. 3. Pengalaman Kerja dalam bidang yang sama atau relevan/terkait: a. Peneliti selama kurang lebih 5 (lima) tahun. b. Staf pelaksana di lingkup kajian / litbang selama kurang lebih 5 (lima) tahun. 4. Persyaratan fisik yang diperlukan agar seseorang dapat berhasil dalam melaksanakan tugas jabatan. a. Memiliki kemampuan visual dan endurance yang prima, yakni duduk dalam waktu lama dengan menggunakan komputer dan buku-buku sebagai bahan utama. b. Memiliki stamina yang kuat untuk melakukan perjalanan hingga ke wilayah pelosok dan memberikan pelatihan non-stop jangka 1 (satu) minggu kerja.
  • 21. 17 5. Persyaratan Umur minimal dan maksimal: ntara 30 tahun hingga usia pensiun (sepanjang masih memiliki kekuatan fisik dan pikiran yang mantap). 6. Bakat yang Perlu Dimiliki: • G : Inteligensia. • V : Bakat Verbal. • Q : Ketelitian. 7. Temperamen Kerja : • I : Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam pendapat, sikap atau pertimbangan mengenai gagasan. • M : Kemampuan mengambil keputusan melalui data. • P : Kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. 8. Minat Kerja yang Perlu Dimiliki: • 1.b. Pilihan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi data. • 2.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat teknik dan ilmiah. • 3.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat abstrak dan kreatif. B. JABATAN FUNGSIONAL PENELITI Nama Jabatan : Fungsional Peneliti Kode Jabatan : Unit Kerja : • Eselon IV : – • Eselon III : Bidang Kajian Aparatur • Eselon II : Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A) LAN Samarinda Ikhtisar Jabatan: Melaksanakan kegiatan penelitian, pengolahan data dan penyusunan pelaporan hasil penelitian pada Bidang Kajian Aparatur PKP2A III LAN Samarinda, serta berbagai tugas lain dalam lapangan administrasi negara yang diberikan oleh pimpinan. Uraian Tugas: • Membantu pimpinan dalam melaksanakan program kegiatan (sesuai dengan bidang keahlian); • Mengumpulkan bahan dan data sebagai bahan bagi pimpinan dalam menyusun program kerja Bidang Kajian Aparatur; • Membantu pimpinan dalam menyusun program Kajian atau Litbang tahunan (Rencana Kegiatan, RKT) dalam bentuk Term of Reference (TOR) atau proposal maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB); • Membantu pimpinan dalam penyelenggaraan program/penyelenggaraan kajian, mulai tahap pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, interpretasi data, hingga penyusunan laporan kajian;
  • 22. 18 • Membantu pimpinan dalam menyelenggarakan program penelitian eksternal, perkonsultasian dan advokasi Bidang Administrasi Negara; • Membantu pimpinan dalam kegiatan administrasi kegiatan kajian; • Membantu pimpinan dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, rapat kerja, rapat koordinasi, dan lain-lain; • Membantu pimpinan dalam pengelolaan dan penerbitan jurnal ilmiah dan publikasi lainnya; • Membantu pimpinan dalam pengelolaan dan penataan perpustakaan; • Membuat telaahan staf dalam rangka pengembangan unit kerja dan bahan pengambilan keputusan bagi pimpinan; • Menjalankan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai bidang tugasnya. Bahan Kerja: No Bahan Kerja Penggunaan Dalam Tugas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. SK Kepala LAN RI No.10 Tahun 2004. Surat Perintah/Tugas atau Disposisi Pimpinan. Surat masuk (permintaan fasilitasi, konsultasi, asistensi dari stakeholder). Data lapangan. Buku-buku Peraturan Perundang-undangan Issu aktual dilingkungan pemerintahan (yang diberitakan media massa). Di pergunakan dalam pelaksanaan tugas harian, mingguan dan bulanan. Perangkat/Alat Kerja: No Perangkat/Alat Kerja Digunakan Untuk Tugas 1. 2. 3. 4. 5. Komputer. Juklak tentang uraian tugas. Bahan/data penelitian Alat tulis menulis Berita dari media informasi • Mengetik dan mengolah data hasil penelitian. • Sebagai acuan dalam melaksakan pekerjaan. • Sebagai bahan untuk penulisan laporan penelitian. • Sebagai alat untuk penulisan laporan penelitian. • Sebagai sumber informasi dan bahan pendukung dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Hasil Kerja: No Hasil Kerja 1. Naskah tertulis berbentuk TOR, Research Design, atau laporan penelitian yang telah
  • 23. 19 2. 3. 4. 5. dilaksanakan. Naskah-naska non-penelitian seperti telaahan staf, artikel popular, modul, makalah ilmiah untuk kepentingan jurnal/seminar, dan lain-lain, Draft/rekomendasi sebagai bahan masukan kepada pemerintah (bagian dari laporan penelitian). Konsep-konsep pengembangan lingkup tugas yang bersangkutan. Publikasi hasil penelitian baik hasil penelitian instansi maupun hasil penelitian mandiri. Tanggung Jawab : 1. Melaksanakan kegiatan penelitian yang telah ada pada rencana kegiatan tahunan (RKT). 2. Melakukan pengolahan data dari hasil kegiatan penelitian. 3. Melakukanan Anaisa data dari hasil kegiatan penelitian 4. Menyampaikan hasil/laporan dari kegiatan penelitian. Wewenang : 1. Mengajukan usulan program kajian/litbang. 2. Menentukan / memilih metodelogi pelaksanaan kegiatan penelitian/kajian. 3. Membuat / menyampaikan rekomendasi terkait dengan substansi pelasanaan kegiatan penelitian. 4. Melaksanakan koordinasi dalam rangka efektivitas dan efisiensi program kegiatan, termasuk kerjasama dengan instansi lain yang terkait. Nama Jabatan Yang Berada Dibawah Jabatan Ini : No Nama Jabatan Jumlah Pemangku Jabatan 1 Tidak ada Tidak ada Korelasi Jabatan : No Jabatan Unit Kerja/Instansi Hubungan Tugas 1. 2. 3. Kasubag Kepegawaian dan Umum Kabag TU Kabid Kajian Aparatur Bagian Tata Usaha Bagian Tata Usaha Bidang Kajian Aparatur Pengembangan pola karir dan kenaikan pangkat. Konsultasi mengenai aspek manajemen personalia dan administrasi program. Pelaporan, koordinasi dan
  • 24. 20 4. Kepala Pusat PKP2A III LAN evaluasi penyelenggaraan kegiatan (penelitian). Pembinaan, monitoring dan pelaporan. Kondisi Lingkungan Kerja: No Aspek Faktor 1. Tempat kerja Dalam ruangan dan Luar Ruangan Resiko Bahaya: No Nama Penyakit / Jenis Kecelakaan Fisik Penyebab 1. Stress - Beban Kerja - Tuntutan Pemecahan permasalahan (dalam analisis data / formulasi rekomendasi) PERSYARATAN JABATAN DAN KOMPETENSI: a. Pangkat/Golongan Ruang : Minimal Penata (III/a). b. Pendidikan : S1 (Sarjana). c. Kursus/Diklat : Diklat Fungsional Peneliti. • Penjenjangan : Diklat Pra Jabatan dan ADUM (Diklatpim IV). • Teknis : Metodologi Penelitian. Komputer (program MS Office). Diklat substantif bidang administrasi Negara. d. Pengalaman Kerja : Staf pada Bidang Kajian. e. Upaya Jasmani : Duduk, jalan dan mencatat. f. Syarat Kondisi Fisik : Laki-laki atau Perempuan Sehat jasmani dan rohani g. Bakat Yang Perlu Dimiliki : • G : Inteligensia. • V : Bakat Verbal. • Q : Ketelitian. h. Temperamen Kerja : • I : Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam pendapat, sikap atau pertimbangan mengenai gagasan. • M : Kemampuan mengambil keputusan melalui data.
  • 25. 21 • P : Kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. i. Minat Kerja Yang Perlu Dimiliki: • 1.b. Pilihan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi data. • 2.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat teknik dan ilmiah. • 3.b. Pilihan melakukan kegiatan yang bersifat abstrak dan kreatif. j. Prestasi Kerja Yang Diharapkan: • Publikasi kajian/litbang. • Draft/rekomendasi. k. Butir Informasi Lain : Fungsional Peneliti diharapkan dapat menguasai metodologi, tahapan-tahapan serta mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian dan dapat bekerjasama dalam satu tim.
  • 26. 22 BAB IV PRODUK-PRODUK BIDANG KAJIAN APARATUR PKP2A III LAN SAMARINDA A. Buku “Seri Penelitian Administrasi Negara” Buku-buku yang diterbitkan pada kategori “Seri Penelitian Administrasi Negara” ini merupakan hasil penelitian yang menjadi tugas pokok dan tugas rutin (tahunan) Lembaga Administrasi Negara pada umumnya, dan Bidang Kajian Aparatur pada khususnya. Tema-tema yang diangkat kedalam program penelitian menyangkut dimensi-dimensi administrasi negara, seperti penataan kelembagaan, pengembangan SDM aparatur, manajemen kebijakan publik, peningkatan kualitas pelayanan publik, masalah transparansi dan partisipasi masyarakat, otonomi daerah dan manajemen pemerintahan daerah, dan sebagainya. Pada tahun 2005, Bidang Kajian Aparatur telah menyelesaikan 7 (tujuh) kegiatan penelitian yang diformat dalam bentuk buku. Ke-7 penelitian tersebut adalah: Kajian Tentang Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan Jumlah Halaman : 97 Halaman + xiii ISBN : 979-99635-4-0 Keberhasilan birokrasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya tidak hanya tergantung pada kemampuan intelektual dan kompetensi manajerialnya saja, namun juga sangat ditentukan pada aspek sikap perilaku (behavior) dan budaya kerja di lingkungan tempat tugasnya (organizational culture). Dalam rangka memperkuat dimensi budaya dalam sektor publik ini telah ditempuh beberapa langkah konkrit antara lain penataran P4, Gerakan Disiplin Nasional (GDN), penerapan instrumen penilaian dengan DP3, implementasi Waskat (pengawasan melekat) dan Tim Anti Korupsi, dan sebagainya. Namun sejauh ini belum nampak hasil seperti yang diharapkan, bahkan dalam era otonomi ini cenderung ditemukan banyak fenomena penyimpangan yang bersumber dari lemahnya budaya kerja seperti KKN, kasus-kasus asusila, rendahnya tingkat kehadiran pegawai pada waktu-waktu tertentu seperti lebaran, konflik kepentingan antar instansi (contoh: antara eksekutif dan legislatif), dan sebagainya. Mengingat hal tersebut, maka kajian ini mencoba mengidentifikasi kondisi obyektif dan implementasi budaya kerja organisasi pemerintahan, serta memotret sejauhmana praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah telah bersesuaian dengan prinsip- prinsip budaya kerja. Dari hasil identifikasi tadi, diharapkan kajian ini dapat menawarkan alternatif kebijakan yang lebih operasional dalam menumbuhkan dan
  • 27. 23 membangun budaya kerja organisasi pemerintah daerah, sehingga dapat memacu kinerja pelayanan sektor publik secara lebih baik. Dalam hal ini, prinsip-prinsip budaya kerja yang dinilai terdiri dari 17 pasang, masing-masing adalah: komitmen terhadap visi dan misi, wewenang dan tanggung jawab, keikhlasan dan kejujuran, integritas dan profesionalisme, kreativitas dan kepekaan terhadap lingkungan tugas, kepemimpinan dan keteladanan, kebersamaan dan dinamika kelompok, ketepatan dan kecepatan, rasionalitas dan emosi, keteguhan dan ketegasan, disiplin dan keteraturan bekerja, keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan/menganai konflik, dedikasi dan loyalitas, semangat dan motivasi, ketekunan dan kesabaran, keadilan dan keterbukaan, serta penguasaan iptek. Belum optimalnya penerapan budaya kerja bagi organisasi perangkat daerah nampaknya bersumber dari beberapa kondisi, antara lain belum adanya pemahaman secara utuh diantara jajaran aparatur daerah mengenai esensi dan manfaat budaya kerja. Selain itu upaya sosialisasi dan diseminasi dari instansi Pusat tentang tahapan dan teknik penerapan budaya kerja juga belum terprogram secara sistematis. Oleh karena prinsip-prinsip budaya kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 belum terimplementasikan dengan baik, maka belum dapat diketahui sejauhmana pengaruh 17 variabel budaya kerja terhadap peningkatan kinerja pembangunan dan pemerintahan daerah. Hasil penelitian baru dapat mengidentifikasikan komponen-komponen budaya kerja yang relatif sudah baik, serta komponen-komponen budaya kerja lainnya yang masih memerlukan peningkatan atau pembenahan. Meskipun demikian, kajian ini merekomendasikan agar upaya peningkatan budaya kerja dilakukan secara komprehensif dengan penekanan pada variabel/komponen tertentu. Kajian Tentang Penataan Kewenangan dan Kelembagaan Pemda Kabupaten / Kota dan Provinsi di Wilayah Kalimantan Jumlah Halaman : 117 Halaman + xi ISBN : 979-99635-3-2 Semenjak runtuhnya Orde baru, kebijakan desentralisasi di Indonesia berjalan sangat cepat dan penuh kejutan. Tuntutan reformasi total pasca tumbangnya rezim Soeharto telah melahirkan UU No. 22 Tahun 1999 yang dinilai sebagai kebijakan desentralisasi paling berani di negara berkembang (the most daring decentralization policy in developing countries). Namun kurang dari 4 tahun sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 secara efektif, UU ini harus “mati muda” dan digantikan oleh UU No. 32 Tahun 2004. Pertimbangan atau dasar pemikiran untuk melakukan penggantian ini adalah bahwa setelah pelaksanaan UU tersebut selama empat tahun, terjadi banyak perubahan strategis pada tataran makro politik Indonesia, misalnya tentang amendemen UUD 1945. Dalam amendemen terakhir, disepakati untuk merombak rumusan mengenai
  • 28. 24 desentralisasi. Selain itu, di lembaga MPR tidak dikenal lagi utusan daerah, melainkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Lalu, dengan adanya amendemen, presiden dipilih langsung oleh rakyat, bukan MPR lagi. Dan, amendemen juga mengisyaratkan kepala daerah dipilih secara demokratis (Pilkada Langsung). Berbagai perubahan mendasar tadi tentu saja membawa konsekuensi yang mendasar pula, termasuk dalam hal perlunya penataan kewenangan dan kelembagaan daerah. Dalam aspek kewenangan daerah, peraturan perundang-undangan tentang kewenangan seperti PP No. 25/2000 dan Kepmendagri No. 130-67/2002, jelas perlu dilakukan penyesuaian. Sementara dalam aspek kelembagaan, PP No. 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah telah pula disiapkan naskah penggantinya. Perubahan pada tataran kebijakan ini pada gilirannya membutuhkan langkah penyesuaian pada tataran operasional. Berdasarkan pemikiran diatas, maka kajian ini mencoba mengidentifikasi kriteria dan indikator-indikator dalam penataan kewenangan dan kelembagaan daerah yang efektif dan efisien, sekaligus menawarkan model-model alternatif penataan kewenangan dan kelembagaan daerah berdasarkan UU No. 32/2004. Kegunaan yang diharapkan muncul dari hasil kajian ini adalah adanya rujukan kebijakan bagi pemerintah daerah di wilayah Kalimantan pada khususnya dalam bidang penataan kewenangan dan kelembagaan. Hasil kajian ini diharapkan dapat memadukan antara pendekatan teoretis konseptual dengan pendekatan empiris pragmatis, sehingga dapat memudahkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan atau mendesain ulang format kewenangan dan kelembagaan di daerahnya masing-masing. Kajian Tentang Peningkatan Efektivitas Penyelenggaraan Pemda Otonom Kabupaten/Kota di Kalimantan Jumlah Halaman : 122 Halaman + xii ISBN : 979-99635-5-9 Dewasa ini, perubahan kebijakan di tingkat Pusat yang berhubungan dengan kepemerintahan daerah berlangsung teramat cepat, baik menyangkut aspek kelembagaan, ketatalaksanaan maupun personalia. Di bidang pelayanan sendiri telah lahir banyak peraturan dan/atau keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, misalnya Keputusan No. 63/KEP/M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; No. 26/KEP/ M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Surat Edaran No. 15/M.PAN/9/ 2005 tentang Peningkatan Intensitas Pengawasan Dalam Upaya Perbaikan Pelayanan Publik; dan sebagainya. Berbagai perubahan kebijakan tersebut pada hakekatnya dimaksudkan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
  • 29. 25 baik, termasuk di bidang pelayanan publik. Namun fenomena empiris obyektif menunjukkan masih rendahnya efektivitas berorganisasi yang dialami oleh pemerintahan daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia. Kecenderungan membengkaknya jumlah perangkat daerah, masih lebih besarnya biaya/belanja rutin dibanding belanja pembangunan, indikasi jumlah personil yang melebihi beban kerja, tuntutan sebagian elite lokal untuk memekarkan wilayah, dan sebagainya, adalah beberapa bukti yang menggambarkan betapa aparat daerah selama ini belum berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan masyarakat melalui mekanisme penyelengaraan pemerintahan yang efektif. Atas dasar pemikiran tersebut, maka kajian ini mencoba menggali fenomena empiris tentang praktek kebijakan pemberian layanan kepada masyarakat. Dari kajian ini diharapkan dapat mendorong terciptanya efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, sekaligus meningkatnya mutu pelayanan kepada masyarakat serta meningkatnya akuntabilitas kinerja pemerintah daerah. Untuk dapat memberikan rekomendasi tentang peningkatan efektivitas pelayanan publik tersebut, kajian ini mencoba memetakan kendala yang dihadapi saat ini serta menilai langkah-langkah yang tengah dilakukan untuk mengatasi kendala yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum masih menghadapi banyak kendala, baik kelembagaan, ketatalaksanaan maupun SDM, namun telah ada komitmen dan upaya untuk mengatasi kendala tadi sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan. Dengan kata lain, secara umum pelayanan kepada masyarakat belum berjalan dengan baik, khususnya di daerah pemekaran seperti Barito Selatan dan Sambas (catatan: Kabupaten Sambas sesungguhnya merupakan kabupaten induk yang dimekarkan menjadi 3 daerah otonom, namun memindahkan ibukota dari Kecamatan Singkawang ke Kecamatan Sambas; Singkawang sendiri sekarang menjadi Kota Otonom). Sementara di Kota Balikpapan, pelayanan publik (khususnya pelayanan kependudukan) sudah sangat maju dan bahkan menjadi percontohan secara nasional. Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa kondisi antar daerah sangat beragam, dan kinerja pelayanannya-pun cukup bervariasi. Kajian Tentang Pengembangan Model Best Practice Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pembangunan di Kalimantan Jumlah Halaman : 112 Halaman + xii ISBN : 979-99635-6-7 Ditengah euphoria otonomi yang sangat tinggi dewasa ini, opsi pemerintahan daerah yang cekatan dan responsif, efektif dan efisien, serta kreatif dan inovatif, tidak terelakkan lagi. Sebab, semangat dan esensi kebijakan otonomi daerah adalah untuk memberikan kebebasan yang lebih luas kepada daearh untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Dengan kata lain, otonomi diharapkan melahirkan pemerintahan daerah yang mandiri / independen, kompeten/kapabel, serta akuntabel dan berkinerja tinggi. Harapan seperti ini
  • 30. 26 nampaknya tidak akan tercapai secara memuaskan jika tidak disertai dengan semangat membangun inovasi di kalangan aparatur pemerintahan daerah. Untungnya, dewasa ini telah berkembang kecenderungan untuk membudayakan praktek-praktek terbaik dalam proses pembangunan kemasyarakatan ataupun kegiatan pemerintahan di daerah. Sekecil apapun lingkup dan volume kegiatan, namun jika dapat menjadi contoh yang baik bagi reformasi kelembagaan atau ketatalaksanaan, maka hal itu dapat diklasifikasikan sebagai best practices yang perlu terus diperkuat. Dan ditengah berbagai kritik tentang lemahnya manajemen dan kinerja pemerintahan daerah, adanya inovasi dan terobosan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, terasa sekali memberikan harapan yang segar terhadap prospek penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia. Berbagai praktek terbaik dari manajemen pembangunan daerah diatas, tentunya perlu diungkap secara luas agar dapat menjadi efek pembelajaran (learning effect) yang menyebar dan dapat diadopsi oleh daerah / instansi lainnya. Atas dasar pertimbangan dan kebutuhan untuk menyebarkan semangat inovasi manajemen tadi, maka kajian ini mencoba merumuskan tujuan yang ingin dicapai, yakni teridentifikasikannya praktek-praktek terbaik manajemen pemerintahan daerah (best practices) di wilayah Kalimantan, serta terdiseminasikannya hal tersebut kepada daerah lain sebagai upaya benchmarking dalam rangka revitalisasi pelayanan publik. Dengan adanya identifikasi dan diseminasi best practices tadi, diharapkan akan tercapai peningkatan inovasi dan kreativitas diantara para penyelenggara pemerintahan daerah, sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah-daerah di wilayah Kalimantan telah cukup kreatif dan inovatif dalam menemukan terobosan kebijakan di bidang/sektor tertentu. Kajian Tentang Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah Kalimantan Jumlah Halaman : 83 Halaman + xi ISBN : 979-99635-7-5 Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi faktor merupakan determinan yang akan menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam iklim persaingan global. Sebab, kunci kemampuan daya saing adalah SDM Aparatur berkualitas yang mampu menciptakan keunggulan bersaing. Itulah sebabnya, pengembangan kompetensi aparatur di daerah diberbagai bidang merupakan salah satu upaya yang wajib dilakukan bagi terciptanya aparatur di daerah yang berkualitas, memiliki kemampuan, memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan kompetensi aparatur di daerah untuk dapat memenuhi tantangan peningkatan perkembangan yang semakin
  • 31. 27 pesat, efisien dan produktif, perlu dilakukan secara terus menerus, sehingga menjadikan aparatur di daerah tetap merupakan sumber daya yang produktif. Namun dalam prakteknya, masih ditemukan fenomena rendahnya kompetensi sumber daya aparatur yang secara langsung akan berdampak pada rendahnya kinerja pelayanan. Dengan demikian dapat ditarik sebuah asumsi dasar bahwa kinerja pelayanan adalah sintesa atau hasil dari bekerjanya fungsi SDM secara optimal. Dan untuk memperkuat kinerja aparatur, maka peningkatan kualitas SDM menjadi prasyarat mutlak. Atas dasar pemikiran tersebut, maka kajian ini diharapkan dapat menghasilkan pemetaan tentang kebutuhan kompetensi SDM di daerah sekaligus merumuskan berbagai strategi pemantapan kompetensi aparatur. Dengan kata lain, hasil kajian ini diharapkan dapat memberi konsep alternatif bagi pemerintah daerah di wilayah Kalimantan, khususnya daerah-daerah yang menjadi tujuan penelitian, dalam merumuskan kebijakan/peraturan daerah di bidang pembinaan SDM dan peningkatan kinerja aparatur. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa kompetensi dan kinerja dari aparatur pemda masih sangat kurang. Hal ini antara lain dapat dilihat dari belum dibuatnya standar kompetensi jabatan, belum diiusunnya analisis jabatan serta masih kurangnya perhatian pemda dalam memandang kebutuhan diklat yang jelas-jelas akan dapat meningkatkan kompetensi aparatur daerah dalam melaksanakan tugasnya. Pada umumnya aparatur daerah terutama para pejabat struktural telah memahami TUPOKSI yang mereka emban, karena memang sudah tertuang dalam Perda di daerah yang bersangkutan. Namun pemahaman ini hanya sebatas “paham” sedangkan untuk berpikir konseptual tidak semuanya mampu. Keterbatasan aparatur juga masih sangat dirasakan oleh pemda, hal ini dapat dilihat dari beban kerja yang tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada. Ketersediaan anggaran menjadi alasan utama terhadap minimnya usaha peningkatan kompetensi pegawai. Melihat kondisi obyektif semacam itu, maka beberapa strategi dan upaya konkrit perlu diarahkan pada peningkatan kompetensi manajerial, kompetensi intelektual (termasuk kompetensi teknis), serta kompetensi behavioral atau perilaku. Untuk itu, beberapa upaya seperti pemutasian yang fair dan obyektif, pengembangan pola renumerasi yang lebih menjamin keadilan dan kesejahteraan, serta siklus kepegawaian lainnnya, perlu dilakukan secara lebih terbuka dan profesional. Kajian Tentang Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Kalimantan Jumlah Halaman : 92 Halaman + xiv ISBN : 979-99635-8-3 Kebijakan desentralisasi pada dasarnya mengandung paradigma pokok untuk mendorong tumbuhnya demokratisasi,
  • 32. 28 pelayanan publik, serta partisipasi dan pemberdayaan masyarakat daerah yang semakin tinggi. Artinya, semangat otonomi daerah menghendaki terjadinya proses pendewasaan (maturity), pemandirian (independency) dan pengembangan kapasitas (capacity building) segenap komponen pemerintahan dan kemasyarakatan di daerah untuk mampu mengurus daerahnya sendiri secara optimal. Pentingnya pengembanngan partisipasi selain sebagai wahana pemberdayaan, sekaligus juga merupakan sarana social control terhadap penyelenggaraan administrasi publik di Indonesia, khususnya pada tingkatan akar rumput (grassroot level). Oleh karena itu, dari perspektif sosiologis, keengganan untuk berpartisipasi pada hakekatnya justru merupakan pilihan tindakan yang merugikan kepentingan sendiri. Paparan diatas sekaligus menyiratkan bahwa keberhasilan pembangunan daerah di era otonomi tidak berada ditangan para pemegang kebijakan (policy holders) semata, tetapi justru terletak pada terjalinnya sinergi yang saling memperkuat (mutual interrelations) diantara pilar-pilar pembangunan daerah, yakni pemerintah daerah, kalangan dunia usaha, serta masyarakat luas termasuk kelompok masyarakat adat. Melihat pentingnya dukungan konkrit dan partisipasi aktif masyarakat (adat) dalam pembangunan daerah di era otonomi luas inilah, maka dipandang perlu adanya kajian yang secara eksploratif dapat menggambarkan kondisi empirik di lapangan tentang partisipasi lembaga dan kelompok masyarakat adat di wilayah Kalimantan. Kajian ini diharapkan dapat mengidentifikasi intensitas dan berbagai bentuk partisipasi masyarakat/lembaga adat dalam pembangunan daerah guna menunjang kebijakan otonomi luas. Selain itu, kajian ini juga diarahkan agar mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah untuk menggerakkan kelompok/lembaga masyarakat adat agar aktif dan mampu berkontribusi opimal dalam proses pembangunan daerah yang inklusif. Hasil penelitian secara umum menggambarkan adanya hasrat dan keinginan baik (good will) dri kelompok masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan di daerah. Namun nampaknya kebijakan daerah untuk memperkuat dan mempromosikan partisipasi ini belum terstruktur secara sistematis dan terprogram secara berkesinambungan. Akibatnya, banyak dijumppai adanya partisipasi semu (nominal participation), yakni keterlibatan masyarakat dalam suatu program yang digulirkann pemerintah secara permukaann saja, namun substansi dari program tersebut tidak tersentuh oleh kelompok masyarakat yang ada. Sikap aparatur pemerintah yang “ragu-ragu” dalam mendorong tumbuhnya partisipasi ini dapat pula disebut dengan pengabaian yang bijak (benign neglect).
  • 33. 29 Kajian Tentang Evaluasi dan Penilaian Kinerja Penyelenggaraan Otda di Wilayah Kalimantan Jumlah Halaman : 81 Halaman + xi ISBN : 979-99635-9-1 Orientasi penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan dari waktu ke waktu mengalami dinamika perubahan. Di Indonesia, ketika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan kepada UU Nomor 5 Tahun 1974, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan lebih bersifat sentralisasi, karena yang menjadi sasaran utama dari strategi pembangunan waktu itu adalah efisiensi, dan efisiensi diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Kemudian, sejak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, orientasi pembangunan berubah, bukan kepada efisiensi dan pertumbuhan melainkan kepada kemandirian, keadilan, dan demokratisasi, maka orientasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bergeser ke arah desentralisasi. Implikasi dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi tersebut, dirasakan setiap daerah dalam semua dimensi kehidupan penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan, karena potensi yang dimiliki oleh setiap daerah tidak homogen. Daerah yang memiliki potensi lebih besar biasanya mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya, sedangkan daerah yang memiliki potensi lebih kecil, tidak jarang malah mengalami kemunduran, kecuali jika daerah tersebut mampu mencari solusi dengan optimalisasi potensi yang ada dan menggali potensi yang masih terpendam. Atas dasar hal tersebut, kajian ini ingin mengungkap, bagaimana dampak pelaksanaan otonomi daerah terutama pasca pemberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999 terhadap kinerja pembangunan di Kabupaten Penajam Paser Utara di Propinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kotabaru di Propinsi Kalimantan Selatan? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut sekaligus menjadi tujuan dari penelitian ini. Menggunakan metode kajian studi kasus di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kotabaru, dengan pendekatan analisis deskriptif kuantitatif, dan menggunakan indikator yang terbagi ke dalam 3 kategori yaitu Bidang Ekonomi, Sosial, dan Prasarana Umum, diperoleh kesimpulan bahwa meskipun tidak jelas faktor penyebab perubahan kinerja pembangunan di kedua kabupaten yang dievaluasi pada periode 2001 s.d. 2003 (bahkan untuk beberapa indikator mulai dari tahun 1999), namun pada momentum awal pelaksanaan otonomi daerah terjadi sinyal-sinyal perubahan yang positif, sehingga diduga bahwa sinyal perubahan tersebut sebagian merupakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah khususnya pasca pemberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999. Sinyal-sinyal perubahan positif tersebut antara lain kinerja bidang ekonomi yang membaik dengan indikator pertumbuhan produksi perkebunan, produksi peternakan, produksi perikanan, jumlah unit dan daya serap terhadap tenaga kerja dari sektor
  • 34. 30 industri dan perdagangan, serta indikator lainnya. Dalam Bidang Sosial, indikasi positif juga dapat dilihat dari menurunnya rasio penduduk terhadap tenaga medis, menurunnya rasio anak usia sekolah terhadap guru, menurunnya angka kematian bayi, dan menurunnya angka kematian ibu melahirkan. Demikian juga dalam bidang sarana dan prasarana mengalami peningkatan kinerja antara lain dengan meningkatnya panjang jalan yang berkualitas baik dan beraspal. Namun demikian, muncul juga sinyal-sinyal negatif dari pelaksanaan otonomi daerah terutama di Kabupaten Penajam Paser Utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Pasir. Sinyal negatif tersebut terutama berkaitan dengan munculnya disparitas antar wilayah. Atas dasar hal tersebut, disarankan kepada Pemerintah (Pusat) untuk melakukan optimalisasi instrumen kebijakan yang ditujukan untuk meminimalisir disparitas tersebut. Misalnya, mengkaji ulang sistem alokasi DAU dan DAK sehingga benar- benar mampu menjadi alat untuk mengurangi disparitas antara daerah yang mempunyai potensi tinggi dengan yang mempunyai potensi rendah. Demikian juga perlu mengkaji ulang secara matang setiap usulan pemekaran wilayah. Khusus untuk Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kotabaru perlu segera melakukan berbagai upaya untuk menggali dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang perlu dioptimalkan tersebut terutama potensi yang dapat menarik investasi, sehingga peningkatan pendapatan nantinya bukan berasal dari pembebanan terhadap masyarakat umum, melainkan terhadap sektor usaha. Optimalisasi potensi tersebut dengan cara pemerintah daerah mengorientasikan pengeluaran pembangunan kepada sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan potensi wilayah. Dalam kaitan ini pula, pemerintah daerah perlu mengidentifikasi secara mantap potensi masing-masing kawasan. Atas dasar itu, upaya pemacuan pertumbuhan kawasan dapat dilakukan dengan melakukan optimalisasi potensi intinya. Selanjutnya pada tahun 2006, Bidang Kajian Aparatur telah menyelesaikan 3 (tiga) kegiatan penelitian yang diformat dalam bentuk buku, yakni: Penelitian Tentang Model Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Wilayah Perbatasan Jumlah Halaman : 170 + xii, 2006 ISBN : 979-1176-05-1 Saat ini, pemerintah telah bertekad untuk mengubah image kawasan perbatasan dari halaman belakang (backyard) menjadi halaman depan (front yard) bangsa. Kebijakan memperbaharui wajah perbatasan ini tidak dapat lagi diklasifikasikan sebagai kebijakan pembangunan yang
  • 35. 31 normal, namun harus diposisikan sebagai kebijakan khusus (emergency policy) dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan di segala bidang (catch-up strategy). Termasuk dalam emergency plan antara lain perlunya pembentukan tim/kelembagaan khusus yang menangani masalah perbatasan, penyediaan anggaran secara khusus, serta penyusunan rencana aksi (khususnya jangka pendek) yang terintegrasi antar sektor dan antar lembaga. Pada kenyataannya, hingga saat ini pemerintah belum memiliki blueprint atau dokumen perencanaan yang matang guna mengakselerasi pembangunan wilayah perbatasan. Sementara disisi lain, tuntutan masyarakat lokal tentang perlunya percepatan wilayah utara Kalimantan semakin menguat. Dalam rangka menjembatani gap antara tuntutan di lapangan dengan kebutuhan untuk menetapkan kebijakan. Mengingat hal tersebut, maka kajian ini mencoba menyusun analisis tentang alternatif kelembagaan yang relatif lebih efektif dalam rangka meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan perbatasan di wilayah utara Kalimantan (Barat dan Timur) serta mengidentifikasi kebutuhan kelembagaan di daerah perbatasan, baik yang berbentuk perangkat daerah maupun instansi vertikal. Pada saat yang bersamaan, dapat diproyeksikan kemungkinan pembentukan kawasan khusus dengan kelembagaan khusus, beserta skenario-skenario yang rasional. Hasil penelitian menggambarkan bahwa secara umum kondisi wilayah perbatasan masih sangat memprihatinkan, masih terjadi service gap (kesenjangan pelayanan) di wilayah perbatasan Kalimantan khususnya daerah sampel penelitian. Pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan sangat tertinggal jauh dengan daerah lainnya, hal ini dapat dilihat dari kondisi wilayah perbatasan yang sangat minim akan infrastruktur, seperti jalan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat, tapal batas yang tidak jelas dan sering bergeser, pengawasan keamanan yang lemah, ketidakjelasan pembagian kewenangan pengelolaan pintu perbatasan, belum ada kerjasama bilateral dalam pengelolaan wilayah lindung. Disamping itu, lunturnya semangat nasionalisme merupakan ancaman yang sangat serius sebagai akibat dari kemudahan akses dan informasi dari negara tetangga dibandingkan dari negara sendiri bahkan kebutuhan dasar masyarakat beberapa daerah perbatasan pun bergantung pada negara tetangga. Permasalahan yang timbul di perbatasan tersebut disebabkan kurang efektifnya kelembagaan yang telah ada dalam membangun wilayah perbatasan baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat. Dalam rangka meminimalisir service gap , mengatasi berbagai permasalahan serta dalam rangka pengelolaan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara, penataan kelembagaan merupakan salah satu jawaban yang cukup strategis.
  • 36. 32 Penelitian Tentang Strategi Pemantapan Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Melalui Pengembangan Komoditas Non-Migas di Kalimantan Jumlah Halaman: 117 + xv halaman, 2006 ISBN: 979-1176-04-3 Kalimantan merupakan wilayah yang kaya akan potensi sumber daya alam. Kekayaan alam yang melimpah ini bahkan telah dieksploitir oleh beberapa pihak. Bahkan dengan adanya otonomi daerah dimana kewenangan daerah dalam mengelola daerahnya semakin besar kadangkala pemerintah daerah berupaya meningkatkan penerimaannya dengan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang dimiliki, terutama hutan dan migas. Ketergantungan pemerintah daerah terhadap kehutanan dan migas perlu dikurangi, terutama migas yang diketahui sebagai sumber daya alam yang non renewable, sedangkan hutan (dalam hal ini kayu) tentunya harus memperhatikan aspek kelestarian dan keselamatan lingkungan. Besarnya nilai yang didapatkan pada Dana Perimbangan terutama dari Bagi Hasil Bukan Pajak SDA migas menyebabkan pemerintah daerah lebih mengoptimalkan pembangunan sektor ini. Sementara pos Pendapatan Asli Daerah nilainya sangat kecil bahkan kurang dari sepuluh (10) persen untuk pembiayaan daerah. Upaya-upaya peningkatan PAD telah dilakukan namun lebih kepada kuantitas pajak dan retribusi yang berimbas pada pembebanan masyarakat sehingga oleh Mendagri telah ditertibkan beberapa Perda yang dianggap tidak sesuai. Upaya lain yang telah dilaksanakan oleh beberapa Pemerintah daerah dan dianggap cukup tepat adalah pemberian insentif misalnya dengan tax holiday, dan semacamnya yang diharapkan mampu memancing investasi, sehingga dalam jangka panjangnya dapat dirasakan hasilnya. Dalam upaya peningkatan perekonomian daerah dengan prioritas sektor-sektor potensial tentunya harus didukung dengan sumber daya manusia yang baik, sesuai dengan teori human capital. Jadi bidang pendidikan dan kesehatan perlu ditekankan. Pembangunan manusianya dan fasilitas yang bermutu perlu ditingkatkan untuk mencetak SDM yang memiliki produktivitas tinggi yang nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian.
  • 37. 33 Penelitian Tentang Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal (Local Wisdom) Jumlah Halaman: 171 + xiv Halaman, 2006 ISBN: 979-1176-02-7 Sumber daya alam (SDA) seperti hutan, daerah aliran sungai (DAS), pesisir dan pantai, terumbu karang dan kekayaan laut lainnya, potensi dan hasil tambang, kekayaan flora dan fauna, udara segar, sumber mata air yang tidak tercemar, dan sebagainya merupakan sumber daya alam yang esensial bagi kelangsungan manusia. Dalam pemanfaatan sumber daya alam, diperlukan pengelolaan yang baik dan arif agar kelangsungan sumber daya alam tersebut dapat menjadi koeksistensi secara suistainable dan saling menguntungkan (mutualisme) antara sumber daya alam tersebut dapat lestari dan manusia sebagai pengguna dapat memperoleh manfaat tanpa harus merusak alam sekitarnya. Persoalan fundamental sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri. Namun dalam prakteknya berbagai fakta dan data menunjukkan bahwa keberlangsungan dan kelestarian sumber daya alam dewasa ini sangat memprihatinkan. kerusakan lingkungan (SDA) adalah fungsi lingkungan hutan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan, beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak dan hilang. Kajian ini diharapkan dapat mengidentifikasi potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah khusunya di wilayah Kalimantan beserta praktek pengelolaannya. Selain itu, kajian ini juga diarahkan agar mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu program yang jelas dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal (local wisdom). Penelitian ini pada akhirnya menawarkan sebuah pola pengelolaan lingkungan (SDA) dalam sebuah konsep pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian, yang ditunjang oleh penerapan pengetahuan tradisional dan kearifan masyarakat lokal. Lebih lanjut konsep ini menawarkan sebuah model keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam yang mempertimbangkan aspek jangka panjang (generasi masa depan) di satu sisi, dengan menjadikan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Namun konsep ini tidak akan bisa
  • 38. 34 terwujud tanpa diikuti oleh perubahan paradigma pembangunan yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam untuk mendapatkan dana pembangunan atau orientasi pada produksi maksimum (maximum yield principle) ke paradigma pembangunan yang melihat sumber daya alam sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri atau orientasi pada keberlanjutannya (Suistainable Development). Adapun pada tahun 2007, Bidang Kajian Aparatur mendapat tugas untuk menyelesaikan 4 (empat) kegiatan penelitian sebagai berikut: Kajian Tentang Kesiapan Kabupaten/Kota di Kalimantan Dalam Kompetisi Antar Daerah di Bidang Pelayanan Publik Jumlah Halaman : 156+ viii ISBN : 978-979-1176-08-8 Reformasi birokrasi pelayanan belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan, hal ini dibuktikkan bahwa sampai saat ini pelayanan publik cenderung belum sepenuhnya menganut responsibilitas, responsivitas dan kadang-kadang malah tidak representatif. Pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan “over bureaucratic, bloated, wasteful dan under performing” sehingga banyak pelayanan pemerintahan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, pekerjaan umum, pertanahan, penanaman modal, fasilitas sosial, tenaga kerja dan lainnya yang dikelola oleh pemerintah tidak memuaskan masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Masih adanya keluhan dan pengaduan masyarakat, baik disampaikan langsung kepada pemberi pelayanan maupun melalui media massa semakin menguatkan opini publik yang menyatakan bahwa pelayanan publik di Indonesia secara keseluruhan belumlah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik sejak tahun 1993 baik dalam bentuk PP, Inpress dan beberapa peraturan turunannya belum mampu merubah wajah pelayanan publik di Indonesia. Efektivitas dari impelementasi kebijakan tentang pelayanan publik bukanlah disebabkan oleh kelemahan substansi dari kebijakan tersebut, akan tetapi merupakan bentuk ketidaktaatan hukum terhadap pemberlakuan kebijakan yang bersangkutan. Percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik akan sulit berhasil jika hanya mengandalkan kesadaran unit pelayanan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan yang diberlakukan tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak pengambil keputusan di atasnya. Sehingga komitmen yang kuat, kreativitas, inovasi, dan terobosan dari Bupati/Walikota dan seluruh jajarannya sangat diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan di bidang pelayanan publik di daerahnya.
  • 39. 35 Kondisi daerah menggambarkan adanya perbedaan kemajuan dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Beberapa daerah telah menunjukkan komitmen dan inovasi yang tinggi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, akan tetapi masih banyak daerah lain yang belum menunjukkan kemajuan sebagaimana diharapkan. Mengingat kondisi tersebut, maka kajian ini mencoba mengidentifikasi berbagai program peningkatan kualitas pelayanan publik di beberapa kabupaten/kota di wilayah Kalimantan, mengidentifikasi tingkat kesiapan pemerintah kabupaten/kota dalam kompetisi antar daerah di bidang pelayanan, disamping itu juga ingin mengidentifikasi berbagai kebutuhan kebijakan dalam rangka mengakselerasi peningkatan kualitas pelayanan publik di masa yang akan datang. Kebijakan daerah tentang pelayanan publik yang diharapkan dapat menjamin hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik di wilayah Kalimantan belum dimiliki satu daerah pun di Kalimantan. Meski demikian kondisi unit pelayanan publik di beberapa daerah di Kalimantan tidak sepenuhnya jauh tertinggal dibanding kondisi unit pelayanan publik di luar Pulau Kalimantan, demikian juga dengan semangat kompetisi di bidang pelayanan publik. Hal ini dibuktikkan beberapa daerah di kalimantan khususnya Kalimantan Timur seperti Kota Balikpapan, Kota Bontang dan Kota Tarakan telah mampu bersaing dengan daerah lainnya di Indonesia dalam melakukan inovasi dalam perbaikan dan peningkatan pelayanan publik yang dibuktikkan dengan pemberian penghargaan berupa piagam pelopor inovasi. Ketiga kota tersebut bukan merupakan cerminan kondisi Kalimantan secara keseluruhan mengingat Pulau Kalimantan didominasi oleh wajah pedesaan, sedangkan ketiga daerah tersebut merupakan wajah perkotaan, yang kondisi infrastrukturnya jauh lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain di Kalimantan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa secara umum kabupaten/kota di Kalimantan khususnya daerah yang menajdi lokus penelitian belum siap dalam berkompetisi antar daerah di bidang pelayanan publik. hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran penilaian kinerja pelayanan berdasarkan 12 indikator berdasarkan Keputusan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2006 dimana seluruh daerah yang menjadi lokus penelitian rata-rata memiliki skor di bawah 300 sehingga masuk pada level “kurang siap” bahkan ada yang kondisinya lebih parang lagi yaitu “tidak siap”. Dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kota Pontianak, Kota Banjarmasin, Kabupaten Pulang Pisau serta Kabupaten Paser sebagai lokus penelitian, Kota Banjarmasin merupakan satu-satunya daerah yang mampu mengantarkan salah satu unit pelayanannya yaitu “PDAM Bandarmasih” meraih penghargaan piala citra pelayanan prima, sedangkan Kota Pontianak baru mampu mengantarkan “KP2Tnya” (Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu) dan Puskesmas Kalianyang meraih piagam citra pelayanan prima. Dibanding dua daerah tadi, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Paser menunjukkan kondisi yang jauh lebih tertinggal dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Kabupaten Pulang Pisau merupakan kabupaten yang baru dimekarkan pada tahun 2002 dari kabupaten induknya, yaitu Kabupaten Kapuas, pertumbuhan pembangunan di daerah pemekaran ini cukup lambat. Infrastruktur yang
  • 40. 36 tersedia di kabupaten ini masih sangat minim, pelayanan dan perizinan masih dilakukan oleh dinas-dinas terkait yang lokasinya terpisah serta sarana dan prasarana terbatas. Kabupaten Pasir meskipun merupakan salah satu daerah otonom yang berdiri sejak tahun 1959, akan tetapi inovasi, kreativitas dan komitmen dari pemerintah daerah dalam peningkatan pelayanan publik belum begitu terlihat. Dengan ditetapkannya Keputusan MenPAN Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Pelayanan dalam rangka Kompetisi antar Kabupaten/Kota merupakan sinyal positif terhadap upaya untuk merangsang daerah untuk menjadi yang terbaik dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kebijakan yang disertai dengan penghargaan piagam pelopor inovasi tersebut diharapkan akan menjadi stimulan ataupun laverage bagi daerah-daerah lain untuk terus berinovasi dan menciptakan terobosan-terobosan baru dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Penelitian ini merekomendasikan agar dorongan pemerintah untuk merangsang daerah dalam peningkatan kinerja pelayanan serta berinovasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya perlu terus diperkuat, baik melalui kebijakan yang disertai dengan sanksi yang tegas maupun melalui stimulan berupa reward/penghargaan yang lebih “menggiurkan”, masih dibungkus dalam suatu sistem kompetisi. Disamping itu, budaya inovasi dan kreativitas pemerintah daerah juga harus ditanamkan, bisa dimulai dari pimpinan pemerintahan daerah, bisa juga dimulai dari satuan unit terkecil dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dimulai dari hal-hal yang kecil yang pada akhirnya diharapkan akan menjadi budaya Pemerintah Daerah. Kajian Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati/Walikota Kepada Camat/Lurah Menurut UU Nomor 32/2004 Jumlah Halaman : 172 + xiii, 2007 ISBN : 978-979-1176-08-8 Wacana tentang desentralisasi dan otonomi daerah terus menggelinding. Saking ramainya perdebatan tentang implementasi dan implikasi otonomi, banyak orang melupakan hakekat dari otonomi itu sendiri. Jiwa atau semangat otonomi menurut UU 22/1999 adalah kewenangan kesatuan masyarakat hukum di daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Tercakup dalam pengertian kesatuan masyarakat hukum disini tidak hanya pemerintah Kabupaten/Kota saja, tetapi juga meliputi para pelaku bisnis lokal, NGO/organisasi kemasyarakatan, lembaga profesi, serta unit pemerintahan yang lebih kecil seperti Kecamatan, Kelurahan/Desa, bahkan juga Rukun Warga dan Rukun Tetangga. Namun dalam prakteknya, otonomi lebih banyak diterima oleh daerah otonom yang direpresentasikan oleh pemerintah daerah (Kabupaten/Kota), dibanding oleh komponen masyarakat lokal lainnya. Akibatnya, UU 22/1999 lebih mencerminkan pengaturan tentang “otonomi pemerintahan daerah” dari pada otonomi daerah” itu
  • 41. 37 sendiri. Hal ini bisa disimak dari gelombang devolusi kewenangan yang teramat besar dari pusat kedaerah, yang disusul dengan penataan kelembagaan yang cenderung gemuk dan membebani anggaran. Akibatnya, mutu pelayanan publik bukan semakin membaik, namun beban masyarakatlah yang justru bertambah berat dengan ditetapkannya berbagai Perda tentang pungutan retribusi. Mengingat besarnya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pendelagasian sebagaian kewenangan kepada camat dan Lurah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32/2004 merupakan suatu keniscayaan. Selain untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota kepada Camat juga memiliki beberapa tujuan lain, (a) untuk mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat; (b) untuk mempersempit rentang kendali dari Bupati/Walikota kepada Kepala Desa/Lurah; (c) untuk kaderisasi kepemimpinan pemerintahan. Dalam hal ini dapat dilaksanakan jika memenuhi empat syarat. Pertama, adanya keinginan politik dari Bupati/Walikota untuk mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada camat. Kedua, adanya kemauan politik dari Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat bagi jenis-jenis pelayanan yang mudah, murah, dan cepat. Ketiga, adanya keihklasan dari dinas dan atau lembaga teknis daerah (lemtekda) untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh camat, melalui keputusan/peraturan Kepala Daerah. Keempat, adanya dukungan anggaran dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan. Mengingat berbagai kendala yang mungkin akan dihadapi oleh Kecamatan dan Kelurahan dengan segala keterbatasan sumber daya yang dimiliki, maka pelimpahan sebagian kewenangan bupati/walikota kepada lurah/camat tidak bisa dilaksanakan secara tergesa-gesa, namun perlu dikaji secara matang khususnya dari kerangka waktunya (time frame). Mengingat kondisi tersebut, maka Kajian ini mencoba untuk mengidentifikasi sebagian kewenangan pemerintahan yang dapat atau perlu dilimpahkan kepada kecamatan/kelurahan sebagai upaya penguatan otonomi daerah dan peningkatan kualitas pelayanan umum melalui instrumen yang disusun berdasarkan RPP Pembagian Urusan Pemerintahan draft bulan Februari 2007 sebelum ditetapkannya PP 38 Tahun 2007, yang dikhususkan pada bidang pelayanan dan perijinan; mengidentifikasi kesiapan kecamatan/kelurahan dalam menerima dan menjalankan sebagian kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan; serta mengidentifikasi faktor- faktor penentu keberhasilan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan kepada kecamatan/kelurahan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa jenis-jenis kewenangan yang dapat dilimpahkan kepada Kecamatan dan Kelurahan menurut unit-unit terkait (Kecamatan, Kelurahan dan Instansi teknis), sebagian besar merupakan jenis kewenangan di bidang administrasi pemerintahan umum. Sedangkan pada jenis urusan yang bersifat
  • 42. 38 teknis tertentu masih sangat terbatas yang menurut instansi teknis dikarenakan belum memadainya kompetensi aparatur di Kecamatan dan Kelurahan serta dibatasi oleh kebijakan sektoral di tingkat departemen. Kesiapan Kecamatan dan Kelurahan dalam menerima dan menjalankan sebagian pelimpahan pada umumnya tekendala oleh keterbatasan SDM aparatur serta prasarana dan sarana yang dimiliki. Kondisi ini sebagai salah satu penyebab tidak berjalannya pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana yang diharapkan. Ketidakoptimalan dan ketidakefektifan pelaksanaan pelimpahan sebagian kewenangan disebabkan tidak dibarenginya pelimpahan kewenangan dengan pelimpahan sumber daya pendukung lainnya dalam pelaksanaan pelimpahan tersebut, sehingga kendala ini dapat diminimalisir dengan juga melakukan pelimpahan 3M (Man, Money and Materials) sebagai pendukung pelaksanaan pelimpahan kewenangan serta adanya upaya capacity building terhadap kelembagaan dan aparatur kelurahan dan kecamatan terutama dalam menjalankan sebagian kewenangan yang akan dilimpahkan tersebut. Di samping itu Penyusunan Juklak/Juknis sebagai tindak lanjut penetapan kebijakan daerah tentang pelimpahan kewenangan perlu disusun agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan optimal. Juklak/juknis ini merupakan acuan/pedoman bagi kecamatan dan kelurahan dalam menjalankan kewenangan dan dilimpahkan serta dapat dijadikan sebagai alat kontrol dan monitoring serta akuntabilitas kinerja penyelenggaraan pelimpahan kewenangan. Sebagai upaya pengoptimalan pelaksanaan pelimpahan kewenangan kepada Camat dan Lurah Kedua hal tersebut di atas yaitu pelimpahan 3M, capacity building kelembagaan dan aparatur Kecamatan dan Kelurahan serta penyusunan juknis/juklak terkait dengan kebijakan pelimpahan hendaknya dilakukan secara simultan bersamaan dengan atau dalam waktu secepatnya setelah ditetapkannya peraturan daerah mengenai pelimpahan sebagian kewenangan Bupati/Walikota tersebut. Kajian Tentang Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi Dalam Penyelenggaraan Kewenangan Dekonsentrasi Jumlah Halaman : 128 + vii, 2007 ISBN : 979-1176-09-5 Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah di Indonesia, terdapat 2 (dua) prinsip dasar yakni desentralisasi (penyerahan urusan) dan dekonsentrasi (pelimpahan wewenang), disamping prinsip lainnya yakni tugas pembantuan (medebewind). Infrastruktur dan framework desentralisasi nampaknya jauh lebih siap untuk diimplementasikan dibandingkan penerapan prinsip dekonsentrasi. Hal ini terlihat dari berbagai aspek, misalnya regulasi yang relatif sudah lengkap mengatur penyelenggaraan asas desentralisasi, dari UU Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan, hingga PP tentang Pembagian Urusan dan Organisasi Perangkat Daerah.
  • 43. 39 Sementara untuk fungsi dekonsentrasi, pengaturan dalam UU No. 32/2004 masih sangat minim. Tercatat hanya ada beberapa pasal yang mengatur tentang hal ini, misalnya pasal 10 ayat (4) dan (5)b, pasal 12, pasal 37, pasal 228. Diantara berbagai pasal tersebut, pasal 37-38 memuat ketentuan yang sangat tegas tentang melimpahkan sebagian urusan pemerintahan diluar 6 (enam) urusan mutlak kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah. Fungsi Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dimaksudkan untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Selain itu, Gubernur juga wajib melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Namun, maksud pemberian tugas/fungsi dekonsentrasi kepada Gubernur ini bisa menjadi tidak efektif jika tidak disertai dengan pedoman yang jelas dan menyeluruh, baik bagi pihak delegan (pemberi delegasi, yakni Departemen/Lembaga) maupun bagi delegataris (penerima delegasi, yakni Gubernur selaku wakil pemerintah). Dewasa ini, fenomena tentang kurang efektifnya penyelenggaraan kewenangan dekonsentrasi sudah mengemuka, misalnya belum teridentifikasikannya kewenangan dekonsentrasi dan keterkaitannya dengan fungsi pembiayaan dari APBN, belum padunya proses perencanaan hingga pertanggungjawaban antara kegiatan yang dibiayai oleh dana dekonsentrasi dengan kegiatan yang dibiayai oleh ABPD, dan sebagainya. Atas dasar fenomena tersebut, maka kajian ini ingin mengungkap berbagai masalah / kendala dalam pelaksanaan tugas / kewenangan dekonsentrasi serta kebijakan / upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dekonsentrasi. Bahkan kajian ini juga sampai kepada rekomendasi berupa usulan rincian kewenangan dekonsentrasi berdasarkan pembidangannya. Dalam kaitan ini, fungsi, urusan, dan/atau kewenangan dekonsentrasi tidak hanya dikembangkan berdasarkan fungsi-fungsi klasik seperti koordinasi, pengawasan, dan pembinaan, namun lebih dikembangkan pada fungsi-fungsi pendukung lainnya seperti fasilitasi, promosi, sosialisasi, dan fungsi pelaksanaan. Kajian Tentang Evaluasi Dampak Perimbangan Keuangan Terhadap Kapasitas Kinerja Otonomi Daerah di Wilayah Kalimantan Jumlah Halaman :186 + xviii, 2007 ISBN : 979-1176-11-8 Terdapat satu kondisi di negara-negara berkembang pada umunya masuk di indonesia, dimana derajat sentralisasi keuangan masih cukup tinggi, dalam hal ini pemerintah pusat lebih banyak membiayai kegiatan penyediaan barang publik dan mengambil sebagian besar penerimaan negara
  • 44. 40 yang berasal dari pajak. Selain itu juga terdapat perbedaan yang variatif dalam hal kondisi dan potensi antar daerah. Ada daerah yang memiliki sumber daya alam yang cukup dan ada daerah yang mempunyai potensi ekonomi yang cukup. Terdapat pula daerah yang memiliki sumberdaya alam yang cukup tetapi potensi ekonominya lemah. Selain itu, ada pula daerah yang memiliki potensi ekonomi baik tetapi tidak memiliki sumberdaya alam yang memadai, dan bahkan ada pula yang tidak memiliki kedua- duanya. Oleh karena itu kebijakan otonomi daerah akan memiliki konsekuensi yang berbeda-beda terhadap keuangan daerah antar satu daerah dengan daerah lain. Menyikapi kondisi tersebut, tuntutan perubahan orientasi dan sistem pemerintahan dan sentralistik kepada sistem pemerintahan yang memberi kewenangan yang lebih luas kepada daerah telah direspon oleh segenap komponen penyelenggara negara yaitu dengan melakukan amandemen terhadap kondisi dan aturan perundang- undangan yang terkait lainnya. Kebijakan otonomi daerah (desentralisasi) dilaksanakan dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatnya kemakmuran rakyat, meningkatnya akuntabilitas dan partisipasi publik, dan mempererat persatuan bangsa. Dalam rangka mewujudkan tujuan otonomi daerah tersebut diperlukan berbagai kebijakan turunan selanjutnya diantaranya adalah terciptanaya keseimbangan antara kewenangan/urusan dan tanggung jawab yang diserahkan kepada daerah dengan disertai sumber pendanaan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Dengan kata lain, diperlukan adanya pengaturan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal dalam konteks tersebut dituangkan dalam UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah selain sebagai alat untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah juga bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah. Namun dalam pelaksanaannya, tujuan mulia dari desentralisasi baik politik maupun fiskal ternyata tidak begitu saja dapat dicapai. Berbagai kendala dan problematika baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah masih banyak ditemukan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka kajian ini mencoba untuk melakukan analisis sejauh mana kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah memberi dampak terhadap kapasitas kinerja otonomi daerah khususnya di wilayah Kalimantan. Dari hasil penelitian ditemukan beberpaa fenomena dan permasalahan seputar desentralisasi khususnya di bidang keuangan ini baik di level pengimplementasian maupun di tingkat kebijakan, di antaranya yaitu : 1. Kebijakan desentralisasi fiskal (perimbangan keuangan) telah berimplikasi kepada meningkatkan kemampuan keuangan untuk pembiayaan pembangunan di daerah; 2. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir besaran transfer anggaran APBN kepada Pemerintah Daerah terus menunjukkan peningkatan walaupun belum