LSM di Aceh membentuk jaringan demokrasi Aceh untuk mengawal proses pengesahan Undang-Undang Pemerintahan Aceh agar sesuai waktu dan memasukkan aspirasi masyarakat sipil. Jaringan ini terdiri dari berbagai organisasi yang berupaya memastikan isi undang-undang sesuai kesepakatan perdamaian dan hak-hak masyarakat Aceh terlindungi.
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Aceh Kembali ke Masa Depan
1. ACEH | Kembali ke Masa Depan Oleh : Teuku Ardiansyah katahati
Refleksi gerakan masyakat sipil dalam penguatan demokrasi dan masyarakat di Aceh institute
Dipresentasi dalam “Advocacy Training untuk Pemuda Aktivis Partai Politik” yang diselenggarakan IRI di Makassar-Sulawesi Selatan; 13-14 Agustus 2011
2. DISKUSI KITA
berbagi untuk perubahan
1 2
Kegiatan Advokasi di Aceh: Strategi Advokasi di Aceh:
Sebelum dan Setelah Tsunami 2004 Pembelajaran Aceh
4 3
Memanfaatkan Budaya Lokal Membangun Jaringan Advokasi
sebagai Tools Advokasi: Pasca Tsunami:
Kisah Sukses dari Aceh kelebihan dan tantangan
4. DINAMIKA ACEH
pasang surut perwujudan identitas
Berbagai situasi yang terjadi di Aceh hendaknya tidak hanya dilihat lepas dari dinamika yang terjadi di bagian dunia lainnya.
Perkembangan dunia (nasional maupun regional) kadangkala hanya memberikan dampak buruk bagi Aceh.
60-70 an 2000 an ?
Semangat
Otonomi,
Keistimewaan dan
recovery paska DI/ 90 an perubahan
politik, rehab/
TII
Otonomi Daerah, rekon,
Pembangunan, dan reintegrasi, dan
“penanganan” investasi
80 an keamanan
pembangunan dan
“penanganan”
keamanan
1 dari 30
5. ACEH 2 SISI
dimasa perang dan damai
Eksploitasi
Kemiskinan Kekerasan Isolasi & Tertutup
Sumber Daya
Normalisasi Saluran Politik dan
Minimalisasi Gap Investasi dan Modal
Kehidupan Demokrasi
Kontradiksi Aceh pasca UU 11/2006
Kondisi Aceh hari ini berpotensi menempatkan kembali Aceh ke dalam 2 sisi mata uang. Kewenangan yang didapatkannya
dalam Pengelolaan SDA (tata kuasa, tata kelola, serta mekanisme bagi hasil), Revitalisasi Adat dan Budaya (syariah Islam,
transisi hukum, hingga otonomi pendidikan), Tata Pemerintahan (proses pemilihan kepala daerah dan partai politik lokal)
masih terdistorsi dengan konsep Self Determination hingga Self Government yang tumbuh di masyarakat.
Distorsi kepentingan (pro kedaerahan versus ultra-nasionalis) selalu menjadi alasan komunikasi dan tawar menawar
2 dari 30 dengan pemerintah pusat
6. LSM DI ACEH
terlibat, dilibatkan, dan melibatkan
• Diawali oleh pembukaan “cabang” LSM Nasional
• Bagian dari program donor international, LSM internasional, hingga
LSM Nasional
• Terjadi lewat proses pembelahan diri dari organisasi awal
• Bagian dari dukungan untuk program pemberdayaan masyarakat ala
Pemerintah Indonesia
• Dampak era keterbukaan dan Reformasi 1998
3 dari 30
7. PERIODE ADVOKASI
ragam kondisi dan isu sebelum tsunami 2004 (1974-2004)
1974 1980 1988 1998 2003 2004
Berbagai agenda advokasi yang dilaksanakan oleh LSM di Aceh dalam periode ini dapat di bagi atas Advokasi HAM dan Politik, Advokasi
Lingkungan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Periode ini ditandai oleh berbagai peristiwa; Deklarasi GAM (1974), DOM (1988-1998),
hingga Darurat Militer (2003). Periode ini juga dilewati dengan beberapa kali Pemilihan Umum seperti daerah lain di Indonesia.
Aceh mendapatkan keistimewaan tambahannya (2001), dengan pemberlakuan calon perseorangan kepala daerah dan penambahan kursi
DPR Provinsi/Kab/Kota dari standar nasional, dana otonomi khusus, dan berbagai keistimewaan lainnya.
LSM menjadi motor dalam berbagai isu termasuk pengungkapan berbagai kasus korupsi. Bahkan salahsatu Gubernur Aceh (Ir. Abdullah
Puteh, M.Si) menjadi terdakwa pertama pasca pembentukan KPK. Hubungan antar LSM sangat kuat. Dukungan pendanaan dari lembaga-
lembaga donor sangat fluktuatif namun cenderung lebih banyak berkaitan dengan penguatan kelembagaan dan proses-proses
pendampingan. Masing-masing LSM memiliki isu spesifik dan fokus tertentu. LSM juga berhubungan cukup dekat dengan berbagai
organisasi masyarakat dan organisasi kemahasiswaan.
Hubungan dengan para pendukung baik ditingkatan lokal, nasional, dan internasional berlangsung secara tertutup. Kampanye-kampanye
di luar Aceh kadangkala susah dipisahkan dari “pemanfaatan oleh GAM. Hal itu memuat relasi dan hubungan serta ketidakpercayaan
4 dari 30 antara pemerintah dan LSM sangat tinggi.
8. PERIODE ADVOKASI
ragam kondisi dan isu pasca tsunami 2004 (2004-sekarang)
2004 2005 2009 2010 2011 masa depan
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi “membuka” berbagai keterisolasian Aceh dengan luar. Tsunami selain mengakibatkan kerugian yang
tak ternilai juga disisi lain memberikan dampak positif berakhirnya konflik politik antara GAM dan RI. Penangangan tsunami
menghadirkan puluhan negara, ratusan organisasi bantuan, hingga ribuan sukarelawan ke Aceh. Berjuta kepala mengharapkan kehidupan
normal pasca konflik dan bencana. Namun bantuan yang hadir mengakibatkan kontradiksi. Ratusan LSM bermunculan untuk menjadi
bagian dari “pekerja” kemanusiaan. Uang dan pekerjaan sangat mudah akibat kehadiran ratusan program dan lembaga pemberi bantuan.
LSM tetap mengambil peran dalam periode ini, dukungan akan hak korban bencana (rumah, tanah, hingga mata pencaharian) menjadi
bagian dari agenda advokasi rehab/rekon. Disisi lain advokasi bagi normalisasi mantan kombatan sangat sulit dilakukan akibat ekslusifitas
yang terbangun dari mantan kombatan dan kelompok masyarakat sipil.
Paska 2009 (berakhirnya masa rehab/rekon akibat tsunami di Aceh), isu advokasi kembali ke khitahnya. Keterbatasan dukungan yang
pernah terjadi sebelum tsunami berulang kembali. Bahkan kondisi ini diperparah dengan apa yang disebut “Aceh Fatique” dibanyak
sumber bantuan dan dukungan. Namun berbagai pekerjaan rumah yang timbul akibat industri rehabilitasi dan rekonstruksi kembali harus
diselesaikan. Kami menyebutnya Advokasi Cuci Piring.
5 dari 30
9. 4 TAHUN REHABILITASI & REKONSTRUKSI
donor dan para pihak yang terlibat di Aceh
Masa Tanggap Darurat
NASIONAL JUMLAH INTERNASIONAL JUMLAH
Relawan 5.645 orang Negara yang Terlibat 34 negara
Tim Medis 124 tim Personel 16.000 orang
Personel Paramedis 11.800 orang Kapal Induk + Kapal Perang 9 unit + 14 unit
Alat Berat 493 unit Rumah Sakit Apung 1 unit
Personel Militer 6.000 orang Pesawat + Helicopter 31 unit + 82 unit
Masa Rehab Rekon
LSM yang bekerja dalam masa Rehab/Rekon 350 organisasi
Jumlah Proyek cq BRR 12.500 proyek
Dana RR (commitment) USD $ 6.7 Milyar
Anggota MDF 12 negara dan 3 organisasi dukungan dunia
6 dari 30
10. 635.384
orang kehilangan tempat tinggal
127.720
orang meninggal dan 93.285 orang hilang
104.500 155.182
usaha kecil menengah (UKM) lumpuh tenaga kerja dilatih
195.726
UKM menerima bantuan
139.195 140.304
rumah rusak atau hancur rumah permanen dibangun
73.869 69.979
hektare lahan pertanian hancur hektar lahan pertanian direhabilitasi
1.972 39.663
guru meninggal guru dilatih
13.828 7.109
CAPAIAN 4 TAHUN
kapal nelayan hancur kapal nelayan dibangun atau dibagikan
1.089 3.781
Rehabilitasi dan Rekonstr uksi sarana ibadah rusak sarana ibadah dibangun atau diperbaiki
sumber : Serial Buku BRR NAD-Nias 2009 2.618 3.696
kilometer jalan rusak kilometer jalan dibangun
3.415 1.759
sekolah rusak sekolah dibangun
517 1.115
sarana kesehatan rusak sarana kesehatan dibangun
669 996
bangunan pemerintah rusak bangunan pemerintah dibangun
119 363
jembatan rusak jembatan dibangun
22 23
pelabuhan rusak pelabuhan dibangun
8 13 7 dari 30
bandara atau airstrip rusak bandara atau airstrip dibangun
11. AGENDA ADVOKASI
pasca tsunami 2004 (sekarang)
REKONSTRUKSI PASCA BENCANA REINTEGRASI PASCA KONFLIK
• Hak atas tanah, perwalian dan status waris • Reintegrasi mantan kombatan (sipil dan militer) kedalam
• Alih fungsi lahan dan peruntukan masyarakat
• Administrasi hukum akibat bencana (pemutihan utang, IMB)
• Normalisasi eks-kombatan (mata pencaharian, lapangan kerja,
jaminan sosial, dll)
• Penyediaan layanan dan pemenuhan hak sosial dasar
(pendidikan, rumah, kesehatan, pekerjaan)
• Pengelolaan SDA (tata kuasa, tata kelola)
• Politik bantuan (pemiskinan, ketergantungan, utang piutang)
• Kepastian hukum korban konflik (KKR, islah, kompensasi,
pengadilan HAM)
• Transformasi budaya hidup (konsumeristik, apatis, mental kuli)
• Pengaturan Ulang Demokrasi ala Aceh
• Ekonomi biaya tinggi (inflasi, investasi yang sulit)
• Semangat mengatur diri lepas dari regulasi nasional
• Pemberdayaan vs perdayaan
• Enclave Gap (tata ruang, pelayanan publik)
Seluruh agenda advokasi Aceh masa depan tak mungkin dilepaskan relasinya dengan Indonesia dan dunia. Membagi
8 dari 30
hikmah ajar (lesson learn) akan apa yang telah dan akan terjadi Aceh adalah bagian lain dari advokasi itu sendiri.
12. AGENDA ADVOKASI
pasca tsunami 2004 (sekarang)
LAWA
Proses penangangan konflik dan bencana di Aceh masih tetap meninggalkan persoalan turunannya. Tidak ada perbedaan
mendasar dalam pola, sasaran, dan metode advokasi kedepan. Persoalan mendasar tentang ketidakadilan,
penyalahgunaan kekuasaan, diskriminasi, hingga pembodohan atas nama hukum tetap terjadi dan berlangsung di Aceh.
Yang membedakan gerakan advokasi di Aceh hari ini dengan gerakan sebelum tsunami adalah makin minimnya
ketertarikan para pihak untuk “membantu” Aceh. Hal lain adalah gagalnya masyarakat sipil Aceh mengambil peran lebih
dominan. Kelompok masyarakat sipil Aceh tidak dilengkapi kemampuan yang memadai dalam berinteraksi dengan proses
perdamaian, khususnya berkaitan dengan ilmu dan pengalaman dalam bidang konflik manejemen. Akibatnya kadang
beberapa LSM menjadi frustasi dalam permainan politik yang dimainkan oleh pihak bertikai. 9 dari 30
14. KETERLIBATAN
KETERBUKAAN
INGAT + REKAM
10 dari 30
15. MODEL ACEH | Advokasi UU Pemerintah Aceh
tata, cara, dan pola
[ Pasca penanda tangangan Nota Kesepahaman Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM, mewajibkan terbitnya sebuah
undang-undang khusus tentang Aceh selambat-lambatnya 31 Maret 2006. UU ini dianggap produk penting turunan Nota
Kesepahaman juga sebagai alat penyelenggaraan pemilu pertama paska konflik yang direncanakan pada April 2006.
Proses keterlibatan masyarakat sipil di awal terbatas hanya sebagai peserta rangkaian pertemuan. Pemerintah Indonesia
meminta 3 universitas di Aceh untuk menyiapkan draft undang-undang tersebut. Penyusunan UU ini sendiri kemudian
menimbulkan banyak fiksi. Berbagai pihak berupaya untuk memasukkan keinginannya masing-masing secara lebih
]
dominan.
Oleh karena itu, masyarakat sipil Aceh beranggapan proses ini harus dikawal dengan seksama, bukan hanya dari aspek isi
namun juga waktu pengesahaan yang harus tepat
JARINGAN DEMOKRASI ACEH (JDA)
ACSTF, ADF, AJMI, LBH Banda Aceh, KMPD, KONTRAS Aceh, KOALISI NGO HAM, MISPI, FLOWER, APF, Forum LSM Aceh, SoRAK Aceh, LAPPEKAP, KKP Aceh, PDRM, Forum
Akademisi Aceh, Aceh Institute, Katahati Institute, YAPPIKA, PSHK, CETRO, ELSAM, AWG, HRWG, KONTRAS, IMPARSIAL, Perkumpulan DEMOS, Aceh Kita.
11 dari 30
16. MODEL ACEH | Advokasi UU Pemerintah Aceh
tata, cara, dan pola
Tujuan utama dari proses advokasi ini adalah mendorong pengesahan UU Pemerintah Aceh sebelum April 2006. Awalnya
1 tujuan ini sulit untuk diputuskan karena besarnya isu dan fokus masing-masing organisasi yang terlibat dalam aliansi ini.
Akhirnya disepakati setiap konsentrasi yang ingin diperjuangkan oleh masing-masing anggota aliansi dikomunikasi terbuka.
Aliansi ini adalah aliansi yang terbuka. Organisasi yang terlibat berada di Aceh dan Jakarta dengan 2 sekretariat di masing-
masing lokasi. Pendanaan dikelola lewat sekretariat Jakarta. Namun agenda dan metode kampanye ditentukan oleh
2 sekretariat Aceh.
Untuk meningkatkan “popularitas” dari advokasi ini, JDA bekerjasama dengan asosiasi aktris untuk terlibat dalam aksi
jalanan di Jakarta, bekerjasama dengan berbagai production house, jaringan media massa, para penulis opini, hingga
3 kelompok-kelompok pro demokrasi lainnya.
Untuk dapat terus mengikuti proses persidangan, JDA mengirimkan anggota aliansi dan kelompok pendukung nya secara
bergiliran ke Jakarta. Hal ini dilakukan selain untuk “mengelola” semangat tim juga untuk membangun perspektif yang
4 berwarna. Kadangkala JDA bahkan melibatkan tokoh lain di luar aliansi.
Ada saat nya proses pembahasan UU dilakukan secara tertutup oleh anggota DPR RI, anggota JDA dan kelompok
pendukungnya, mengakali dengan “menyeludupkan” HP kedalam ruang siang dan secara paralel mendengarkan diruangan
5 lain (dengan membuka speakernya terlebih dahulu). Hal ini dilakukan untuk mengikuti seluruh proses dan menyiapkan
12 dari 30 strategi antisipasi maupaun strategi dukungannya
17. MODEL ACEH | Advokasi UU Pemerintah Aceh
tata, cara, dan pola
Advokasi UU Pemerintah Aceh ini bukan hanya dilaksanakan oleh JDA namun juga oleh berbagai kelompok lain semisal
GAM, organisasi massa, dan partai politik. Setiap kelompok diluar JDA memiliki agenda dan muatan tersendiri. Koordinasi
6 sebagai sebuah strategi kadangkala hanya berwujud keinginan. Bukan hanya sulit melakukan nya namun juga berat.
Jakarta dipilih sebagai lokasi utama advokasi karena seluruh proses pembahasan UU Pemerintah Aceh akan berlangsung
disana. Selain itu juga pihak utama yang perlu didekati seminal TNI, POLRI, Pimpinan Partai Politik, hingga lembaga yudikatif
7 berkedudukan di Jakarta.
Kampanye yang dilakukan di Jakarta bertujuan mendorong berbagai komponen di Aceh untuk menghentikan “pertikaian”
kontens nya di Aceh dan mengalihkan energi ke Jakarta. Pesan yang dikemas JDA, ringkas “SAHKAN UU PEMERINTAH
8 ACEH, SEKARANG”.
Salahsatu persoalan berkaitan dengan sumber pendanaan. JDA melibatkan berbagai LSM yang memiliki akses ke donor,
menggalang pengumpulan dana di lapangan, tidak bekerja dengan donor tunggal, hingga tandem atas biaya kelompok lain
9 yang sehaluan. Untuk menjaga prinsip akuntabilitas, anggota JDA dilarang mengirimkan proposal atas nama.
Setiap hasil kampanye dan advokasi di Jakarta, disusun dalam bentuk ringkasan, yang sekembali ke Aceh dideseminasikan
melalui berbagai media. Ruang diskusi di meunasah dan warung kopi dibangun simultan hingga akhirnya masyarakat diajak
10 memberikan dukungan terbuka dengan metode pengumpulan tanda tangan massal.
13 dari 30
18. MODEL ACEH | Merancang Agenda Advokasi
basic element of advocacy
MEMILIH TUJUAN | Selecting an Advocacy Objective
MENGENALI PARA PIHAK | Identifying Advocacy Audiences
MENGEMBANGKAN & MENERUSKAN PESAN | Developing and Delivering Advocacy Messages
MENGGUNAKAN DATA & PENELITIAN | Using Data and Research for Advocacy
MEMBANGUN KOALISI | Building Coalitions
PENDANAAN | Fundraising for Advocacy
EVALUASI | Evaluating Advocacy Efforts
MEMBUAT PRESENTASI PERSUASIF | Making Persuasive Presentations
14 dari 30
19. MODEL ACEH | Merancang Agenda Advokasi
rasa, pikir, dan tindak
Untuk kasus yang lain, biasanya penentuan isu sangat tergantung dari intensitas pemberitaan isu atau
dampaknya. Lokasi dan target advokasi utama biasanya dilontarkan terlebih dahulu melalui media massa
(cetak maupun online). Hampir sebagian besar pegiat LSM di Aceh memiliki hubungan yang cukup dekat
dengan jaringan media massa. Bahkan beberapa dari pegiat tersebut menjadi narasumber tetap dikalangan
jurnalis. Penggunaan media massa juga menjadi alasan ketika dukungan pendanaan (yang biasanya sulit
didapat) sangat terbatas selain teknik menggemakan isu secara lebih luas
Disisi lain, tahapan berikutnya dilanjutka dengan serangkaian penilaian cepat (rapid assessment) aktor baik
sekutu maupun sasaran advokasi. Sebagai besar sasaran advokasi terindentikasi dengan jelas kecuali pada
kasus-kasus lingkungan hidup dan kekerasan politik.
LSM yang mendampingi kelompok-kelompok masyarakat biasanya mendapatkan isu advokasi dari kelompok
dampingannya sedangkan untuk LSM lain, isu advokasi yang dilaksanakan berbasis penelitian dan
dokumentasi. Namun dalam prakteknya hal ini tidak dapat dipisahkan secara tegas. Bahkan lebih sering kedua
pola tersebut saling mengisi dan melengkapi.
Aspek pendanaan tidak menjadi faktor penghambat diawal proses (khususnya bagi advokasi jangka pendek).
Namun pendekatan yang umum dilakukan adalah melibatkan berbagai pihak (aliansi) selain untuk
memperkuat sekutu maupun dukungan pendanaan dan jaringan. 15 dari 30
21. MODEL ACEH | LSM, Partai Politik & Kursi DPR Aceh
bersama untuk perubahan
33 kursi
partai aceh
10 kursi
189 partai demokrat
8 kursi
LSM tercatat aktif dan berdiri sebelum
partai golkar
tsunami di seluruh Aceh
600
5 kursi
partai amanat nasional
4 kursi
LSM lebih bermunculan di Aceh pasca partai keadilan sejahtera
tsunami 4 kursi
80+/-
partai persatuan pembangunan
1 kursi
partai pkpi
1 kursi
LSM yang hari ini masih bekerja secara aktif partai patriot
diseluruh Aceh 1 kursi
partai daulat aceh
1 kursi
partai kebangkitan bangsa
16 dari 30
1 kursi
partai bulan bintang
22. MODEL ACEH | LSM dan Partai Politik
bersama untuk perubahan
Tidak ada relasi dengan parpol
Sebagian LSM yang ada di Aceh khususnya yang
1 bergerak dalam isu HAM, Lingkungan, dan Anti Korupsi
memilih untuk tidak berhubungan dengan partai politik
1 2 Beraliansi dengan salahsatu parpol
Sangat sulit untuk membuktikan sebuah LSM beraliansi
2 dengan salahsatu partai politik. Walaupun itu dapat saja
terjadi dalam ranah pragmatis.
Menyebar dukungan ke banyak parpol
4 3 3 Hampir sebagian besar LSM yang lain dengan beragam
isu memilih berhubungan secara intens dengan
berbagai partai politik walaupun mereka tidak pernah
tegas menyatakan mendukung salahsatu partai tersebut
Menjadi partai politik
Partai SIRA dan Partai PRA merupakan contoh gerakan
4 LSM dan aktivis mahasiswa yang bermetamorfosis 17 dari 30
menjadi partai politik
23. MODEL ACEH | Membangun Jaringan
bersama untuk perubahan
Negara
Partai Pelaku
Civic Group
Politik Ekonomi
dan CSO
Masyarakat
18 dari 30
24. MODEL ACEH | Membangun Jaringan
bersama untuk perubahan
Pola membangun jaringan berbasis pada modal
sosial yang tersedia. Sebagian besar politisi
berasal dari latar belakang yang mirip dengan
para aktivis LSM, misalnya berasal dari organisasi
massa yang sama, mantan aktivis LSM, hingga
pendekatan klan dan kedaerahan. Seluruh faktor
ini dimanfaatkan dalam mengembangkan jaringan.
Aspek yang lain, para aktivis LSM mengembangkan
budaya komunikasi berbasis “Warung Kopi”.
Secara rutin dan informal, pertemuan antar aktivis
LSM dan politisi dilakukan diruang-ruang terbuka
ini. Membagi informasi lisan dipandang masih
menjadi modalitas yang cukup efektif.
Pilihan lain yang juga rutin dilakukan adalah
menyediakan ”panggung sosial” bagi para politisi
sebagai narasumber dalam berbagai ruang
interaksi terbuka maupun tertutup.
Memanfaatkan pertemanan dan hubungan sosial 19 dari 30
adalah kata kunci dalam membangun jaringan.
25. MODEL ACEH | Mengelola Jaringan
rasa, pikir, dan tindak
Berbagi pengetahuan dan terbuka adalah prinsip utama yang melandasi semangat aktivisme di Aceh saat ini. Keberpihakan (positioning)
dalam berbagai dinamika kadangkala membutuhkan kejujuran selain juga menjadi tuntutan. Kelompok LSM di Aceh saat ini dihadapkan
pada pilihan-pilihan ketegasan dalam melihat fenomena pembangunan yang kadangkala kontradiksi dengan agenda dan kerja-kerja LSM
itu sendiri. Teman yang dulunya menjadi bagian dari agenda advokasi (misalnya dalam kasus-kasus lingkungan) dapat saja menjadi lawan
baru kedepan. Namun sekali lagi, perbedaan posisi bahkan dapat dijadikan modalitas baru dalam pengelolaan jaringan itu sendiri.
Pemanfaatan media sosial (twitter, facebook, milling list, hingga sms) juga menjadi bagian dari strategi pengelolaan jaringan. Namun
berbasis pengalaman, ketegasan akan keberpihakan atas isu pembangunan bahkan membuat hubungan dengan berbagai pihak menjadi
lebih awet dan saling menghargai. Kami mencoba mengelola hubungan tanpa diskriminasi.
Fenomena demontrasi (frontline action) yang sempat menjadi model standar di banyak kelompok LSM, saat ini menjadi pilihan terakhir
yang dilakukan walaupun tetap menjadi bagian dari strategi taktik advokasi. Untuk memperbaiki hubungan dengan aparat keamanan,
pemberitahuan penyelenggaraan aksi, bukan lagi sesuatu yang dihindari. Hal ini dianggap efektif dalam memperbaiki kualitas saling
percaya yang sempat memburuk. Sebagai wilayah yang pernah berada dalam status operasi militer, kecurigaan akan militerisme dan
intelijen juga cukup besar. Teknik membuka diri menjadi pilihan dalam mendorong agenda-agenda advokasi (walaupun disadari hal ini
dapat berakibat kontra produktif bagi agenda advokasi itu sendiri).
Hal yang relatif serupa juga dilakukan kepada para pihak yang pernah terlibat (baca mendukung) berbagai upaya perubahan di Aceh
semisal lembaga donor, jaringan LSM nasional dan internasional, hingga individu-individu. Berbagi pengetahuan dan informasi terkini
tentang Aceh juga menjadi kerja-kerja utama LSM yang ada.
20 dari 30
26. MODEL ACEH | Mengelola Jaringan Massa
rasa, pikir, dan tindak
Inspire &
Advocator
Facilitator
Report-our Data Collector
21 dari 30
27. MODEL ACEH | Mengelola Jaringan Massa
rasa, pikir, dan tindak
Berbagai LSM di Aceh sadar masyarakat yang kuat dan mandiri adalah kekuatan utama dalam membangun perubahan.
Posisi berbagai lembaga LSM tersebut dalam berhubungan dengan masyarakat tak dapat dipisahkan dari peran-peran
pendampingan, inspirasi dan fasilitasi, perekam dan pengelola pengetahuan, hingga penyampai kepada berbagai pihak
dan tingkatan. Hubungan LSM di Aceh dengan masyarakat adalah hubungan kemitraan, walaupun paradigma ini belum
mampu sepenuhnya di gejawantahkan oleh banyak kelompok yang ada. Namun paradigma pemberdayaan selalu dijadikan
hasrat (passion) dalam membangun hubungan dengan masyarakat. Masyarakat bukan lagi milik namun mitra.
Seperti halnya berhubungan dengan kelompok pendukung lainnya, hubungan antara LSM dan masyarakat adalah
hubungan sinergis. Pasca “banjir bantuan” di Aceh akibat penanganan konflik dan bencana, masyarakat sepenuhnya sadar,
jika mereka kadangkala dijadikan obyek dari berbagai janji-janji. Sehingga hubungan antara LSM dan masyarakat saat ini
tidak lagi sepenuhnya berbasis antara kepintaran akademis dan keluguan semata namun lebih dititik beratkan pada proses
inspirasi dan fasilitasi.
Kami sadar kebutuhan masyarakat akan pemenuhan standar kehidupan adalah agenda-agenda advokasi yang tak kan
pernah selesai sehingga dukungan advokasi hari ini tidak lagi dilakukan partial. Kami mendorong berbagai perencanaan
berbasis gampong (desa), aktor (champion) desa, hingga proses penguatan dan pemahaman akan hak menjadi bagian dari
kerja-kerja pendampingan di basis kelompok.
22 dari 30
29. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
media penguatan masyarakat berkelanjutan
“
Adat Bak Po Teumeureuhom
Hukom Bak Syiah Kuala
Qanun Bak Putroe Phang
“
Reusam Bak Laksamana
Budaya Aceh memiliki kearifan di bidang pemerintahan dimana (dimasa lalu) kekuasaan Pemerintahan
tertinggi dilaksanakan oleh Sultan, hukum diserahkan kepada Ulama sedangkan adat-istiadat sepenuhnya
berada di bawah Permaisuri serta kekuatan militer menjadi tanggungjawab panglima.
Dalam kontek kekinian hadih maj’a tersebut mencerminkan pemilahan kekuasaan atau dengan kata lain
budaya Aceh menolak konsep otoritarianisme. 23 dari 30
30. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
media penguatan masyarakat berkelanjutan
Ada banyak kearifan lokal yang menjadi keseharian masyarakat Aceh, berikut beberapa hal yang dianggap
relevan dalam konteks ini :
Pengambilan Keputusan Berbasis Musyawarah
1 Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh sangat mengedepan proses pengambilan keputusan dengan cara
musyawarah. Berbagi pendapat menjadi bagian dari relasi sosial. Proses ini mengakibatkan kepemilikan yang tinggi akan
sebuah keputusan selain mendorong budaya egaliterian.
Agama dan Adat sebagai Ruh Penyelenggaraan Kehidupan
2 Berbagai aspek kehidupan senantiasa dikaitkan dengan norma agama (Islam) dan adat istiadat sehingga prinsip-prinsip
perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak serta kewajiban menjadi semangat dalam berhubungan antar sesama dan
dengan pemerintah.
Pengelolaan Sumber Daya Alam bagian dari Adat Istiadat
3 Hal ini tergambar dari berbagai institusi budaya yang mengakar dalam kehidupan ekonomi masyarakat Aceh, seperti
Panglima Laot (mengatur pengelolaan sumber daya kelautan), Seunebok Uteun (mengatur tentang sumberdaya hutan),
Keujruen Blang (mengatur tentang irigasi dan pertanian), serta Haria Peukan (mengatur tata kelola pasar dan perdagangan).
Harta Benda bukan Sekedar Status
4 Kehidupan juga dianggap bagian dari tanggung jawab sebagai makhluk. Memiliki harta benda bukan sekedar cakupan
24 dari 30 sumber dan alat produksi namun juga dianggap sebagai amanah yang harus dijaga dan dirawat. Kadangkala perlindungan
yang berlebihan terhadap harta benda ini dianggap oleh pihak lain sebagai bentuk pembangkangan sosial.
31. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
pembelajaran, membangun dari kehancuran
Berikut, kami mencoba membagi hikmah ajar, semangat besar kami dalam melakukan pembangunan pasca tsunami
dikaitkan dengan sumber daya dan kearifan lokal.
Katahati Institute (d/h. Yayasan Katahati) didirikan oleh beberapa komponen
masyarakat sipil dengan beragam profesi dari sejumlah kalangan, pemerhati,
akademisi dan praktisi. Embrio Katahati Institute sudah terwujud sejak awal
1999, walau pada saat itu terbatas atas upaya mendukung aktivitas di kalangan
organisasi masyarakat sipil (OMS) Aceh, baik yang memfokuskan diri kepada
katahati persoalan gender, hak asasi manusia maupun perwujudan tata pemerintahan
institute yang bersih. Katahati Institute lahir dari kepedulian terhadap dinamikan Aceh
yang terus menerus harus dibenahi akibat konflik politik yang menyebabkan
ketidakberdayaan masyarakat sipil.
Sebagai sebuah organisasi yang berorientasi pada perubahan kami
membangun organisasi ini untuk mencapai visi Terwujudnya masyarakat
yang sejahtera dan demokratis. Adapun misi yang kami emban untuk
mencapai visi tersebut adalah dengan Melakukan kajian dan Advokasi
kebijakan publik.
Informasi lebih lanjut tentang organisasi ini dapat diakses di www.katahati.or.id
25 dari 30
32. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
pembelajaran, membangun dari kehancuran
Seperti halnya berbagai organisasi lokal yang ada di Aceh, kami juga tiba-tiba menjadi organisasi yang merasa mampu melakukan apapun
dalam periode kedaruratan pasca bencana. Pilihan membangun (menjadi pelaksana pembangunan) diambil dengan asumsi mudah
dilakukan dan dapat dilaksanakan oleh sumberdaya. Sebagai sebuah lembaga advokasi yang selama ini aktif dalam memperjuangkan hak-
hak rakyat, kami menganggap membangun itu sama dengan melakukan advokasi.
Mencari staf yang menguasai kapasitas teknis pada periode itu bukan sesuatu yang sulit sebenarnya (walau sebagian besar staf kami waktu
itu berlatar belakang akademis sosial, ekonomi dan hukum, kami tidak memiliki engineer) namun menemukan tenaga yang memahami
semangat dan pendekatan pembangunan berbasis hak rupanya tidak sesederhana itu. Di awal, kami ingin pembangunan ini kami lakukan
sendiri secara langsung artinya kami akan menyiapkan desain bangunan, membeli material, menunjuk tukang untuk membangun,
mengawasi proses pembangunan dengan melibatkan seluruh masyarakat secara aktif. Segera masalah kami temui, rupanya tak semudah
yang kami bayangkan sebelumnya.
Kerepotan-kerepotan itu tak hanya disebabkan keterbatasan yang kami miliki, berbagai hal kemudian juga dapat dianggap sebagai
komponen yang memberi kontribusi atas kerepotan-kerepotan tersebut. Diawal periode penanganan bencana, kami selalu menyatakan
bahwa kekuatan lokal perlu dilibatkan secara utuh dalam proses pembangunan itu sendiri. Kami berulang kali menyatakan kekecewaan
kami atas “keterlambatan” yang dilakukan pihak lain.
Membangun itu tidak hanya soal angka rupanya, memangun itu tidak hanya soal volume agaknya. Membangun adalah sebuah proses
integral dari berbagai aspek sosial. Staf kami yang mengurusi komunikasi dengan calon penerima manfaat pada awalnya sangat yakin
dengan kemampuan nya dalam membangun komunikasi dengan masyarakat akan mampu menemukan penerima manfaat yang tepat dalam
proses pembangunan nantinya.
26 dari 30
33. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
pembelajaran, membangun dari kehancuran
Namun hal tersebut rupanya tak semudah kondisi dilapangan, berbagai diskusi yang kami lakukan secara rutin mengharuskan kami
melakukan komunikasi tidak hanya dengan calon penerima manfaat namun juga komunikasi yang intensif harus dilakukan dengan
pemangku kepentingan lainnya. Aparat pemerintahan desa dan kecamatan merupakan pihak yang juga harus dilibatkan dalam proses ini
agar duplikasi penerima manfaat dapat dihindari.
Staf lain yang mengurusi desain rumah berkali-kali harus mengeluh, karena kondisi di lapangan tidak semudah perencanaan diatas kertas
yang telah disusun. Tanah yang letaknya lebih rendah, tanah yang digenangi air akibat buruknya saluran, tanah yang jumlah nya tidak
mencukupi dan berbagai masalah pertanahan lainnya memaksa kami harus selalu mendiskusikan desain rumah yang akan kami bangun.
Kami sadar membangun sebuah rumah bukan hanya menggambarkan denah.
Staf logistik selalu punya cerita yang kemudian juga menarik untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi kami. Diawal proyek (sesuai
kesepakatan dengan donor) kami membeli material dalam jumlah yang cukup untuk 25 unit rumah. Kami lupa material juga harus dirawat
dengan baik, dijaga dengan baik, diatur penggunaan dan pengadaan nya dengan baik. Keluhan staf logistik yang berkali-kali diutarakan
nya adalah kadangkala material yang dibutuhkan tidak tersedia tepat waktu yang mengakibatkan penundaan beberapa aspek pekerjaan di
lapangan.
Akhirnya kami menemukan pembelajaran yang utama, bmembangun rumah bukan hanya soal bentuk namun lebih penting bagaimana
menjadikan rumah itu sebagai bagian dari proses normalisasi kehidupan para korban itu sendiri. Kami sadar (diakhir) biarkanlah urusan
pembangunan rumah dikerjakan oleh pihak yang memang mandatnya membangun.
27 dari 30
34. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
pembelajaran, membangun dari kehancuran
Rupanya banyak hal yang kami lewatkan (yang harus kami akui kemudian), namun ada 3 (tiga) hal yang tak kan pernah kami
lupakan yaitu :
Pengambilan Keputusan Berbasis Musyawarah
1 Sebagai organisasi yang merasa memiliki pengetahuan lebih dibanding masyarakat, kami melakukan proses tanpa
melibatkan masyarakat di awal. Kami beranggapan, masyarakat adalah korban yang tidak punya pendapat. Kami merasa
dapat menentukan keputusan dengan sesuka hati kami. Bahkan kami sempat melupakan struktur sosial di masyarakat.
Agama dan Adat sebagai Ruh Penyelenggaraan Kehidupan
2 Kami melupakan pendekatan adat dan budaya dalam mendorong perubahan. Diawal proses kami tak pernah mampu
melibatkan masyarakat sebagai pemilik karena kami mendorong proses dengan gaya pembangunan real estate. Kami
melupakan prinsip budaya karena terpengaruh oleh ritme hubungan kerjasama dengan pihak ketiga.
Harta Benda bukan Sekedar Status
3 Diawal kami ingin membangun rumah (house) padahal yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah tempat tinggal (home)
bukan sekedar bilik dan atap tapi juga tempat interaksi keluarga, budaya, sosial, dan agama. Tempat tinggal bukan hanya
sekedar pemberian namun juga adalah hak milik dan tanggung jawab.
Pada akhirnya kami tidak hanya sekedar memberikan rumah namun kami juga mendorong penerbitan sertifikat hak
kepemilikan tanah atas nama pasangan, akta hibah rumah, membangun sanitasi, hingga memperbaiki sarana peribadatan
dan sosial
28 dari 30
35. MODEL ACEH | Kearifan Lokal
pembelajaran, membangun dari kehancuran
Pemalu dan tidak banyak bicara ciri-ciri Aina, gadis Aceh berumur 10 tahun ini begitu santun menjawab sapaan dari masyarakat kampung dimana dia tinggal sekarang. Aina adalah salah seorang korban
‘ganasnya’ gempa dengan kekuatan 8,9 SR disusul gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 lalu. Kini Aina tinggal bersama kakek dan neneknya, Aina ditinggalkan kedua orang tua beserta
adik dan kakaknya dalam tragedi tsunami lalu. Siapa yang tidak sedih dan bisa melupakan tragedy dahsyat itu, Aina yang berhasil lari dari kejaran ombak bersama kakeknya ini terus mengenang tragedi
yang mematikan itu. Allah SWT memang belum mengijinkan Aina untuk ‘pergi’. Aina harus terus hidup dan menjalani hidupnya, walaupun setelah kejadian itu Aina harus tinggal dibarak pengungsian di
daerah Pango, Ulee Kareng-Banda Aceh.
Nurul Aina nama lengkapnya, gadis berwajah rumeh (manis dan peramah-red), ini masih duduk dikelas 4 Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) Ulee Kareng. Aina adalah satu-satunya penerima rumah
termuda dari yayasan|katahati, Aina sangat berterimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepadanya. Selama ini Aina juga salah satu korban ribuan janji bantuan dari NGO atau pihak lain yang selalu
menjanjikan pembangunan rumah di Lampulo yang sampai saat ini tidak terealisasi dengan baik di lapangan, dan ini membuat Aina dan masyarakat lainya sangat kecewa karena sudah sangat lama
mereka berada di tenda dan barak.
Rumah yang diterima langsung atas nama Aina tanpa wali, dan itu juga berkat dari dukungan kakek dan neneknya yang selama ini terus menemani Aina dalam kesedihan tanpa orang tuanya lagi. Masih
banyak masyarakat lain yang nasibnya sama seperti Aina, mungkin itu yang membuat gadis ini begitu sabar menghadapi hidupnya dengan keadaaannya yang sekarang. Putri kelahiran Banda Aceh
tanggal 10 Juni 1996 ini bercita-cita menjadi dokter, “Aina ingin menjadi dokter dan bisa membantu orang, lebih-lebih orang yang tidak mampu, belum tahu jadi dokter apa, yang pasti dokter”, ujarnya
semangat. Tapi cita-cita itu sepertinya sedikit menjadi kendala karena keterbatasan dana untuk mendukung Aina menjadi seorang dokter. Yang sangat dibutuhkan Aina sekarang adalah beasiswa untuk
melanjutkan pendidikannya. Untuk mendukung itu juga Aina memiliki satu unit computer, alasan yang diungkapkan agar Aina tidak ketinggalan zaman. “Aina pingin bisa main computer, internet seperti
orang lain,” tambahnya.
Intinya, Aina adalah salah seorang dari ratusan ribu korban tsunami yang sangat bersyukur atas apa yang ada pada dirinya sekarang. Wajah Aina seolah-olah mengatakan dia akan terus melanjutkan
hidupnya dengan masa depan yang cerah, dan itu juga butuh dukungan dari pihak lain karena keterbatasan dirinya terlebih dari segi ekonomi. 29 dari 30
36. Kami sadar berbagai upaya perubahan sosial yang dilakukan LSM di Aceh belum mampu sepenuhnya
menjadikan Aceh sebagai wilayah yang sejahtera dan berkeadilan. Kami sadar sinergisasi dan berbagi hikmah
ajar antar berbagai pihak termasuk kekuatan politik adalah upaya lain yang perlu terus ditumbuh kembangkan.
Kami sadar, kita semua masih berada dalam satu semangat bersama untuk perubahan. Kita semua peduli dan
masih memiliki empati, walaupun disisi lain pandangan skeptis (seperti di bawah ini) masih tetap ada ...
“
... LSM gagal untuk melahirkan sebuah
masyarakat yang punya tanggung jawab
a t a s l i n g k u n g a n nya . L S M d a l a m
maupun luar negeri justr u ikut
“
menyuburkan sikap aji mumpung di
tengah masyarakat. Mereka ikut jor-
joran untuk membuat masyarakat Aceh
berorientasi kepada materi semata...
Tajuk MetroTv
Aceh Setelah Lima Tahun Tsunami
Sabtu, 26 Desember 2009 15:18 WIB
30 dari 30
37. Informasi | Pemateri
ajang silaturahmi berkelanjutan
tentang saya
Teuku Ardiansyah telah bekerja untuk berbagai agenda perubahan sosial dan demokratisasi di Aceh sejak
1999. Terlibat aktif sebagai salahsatu pendiri dan pengurus Katahati Institute (sebuah lembaga yang
didedikasikan untuk membangun proses demokrasi dan penguatan hak-hak rakyat). Menjadi konsultan
dan inspirator untuk berbagai organisasi masyarakat sipil serta organisasi nirlaba lainnya.
unduh
Material ini merupakan material terbuka. Anda dipersilahkan mempergunakannya. Berbagai material dan
tulisan Teuku Ardiansyah dapat di download di www.slideshare.net/teuku.ardiansyah
masukan
Berbagai input dan feedback dapat anda sampaikan via :
+62 811 685032
teuku.ardiansyah@gmail.com
@teukuardian
Teuku Ardiansyah