1. qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
ESTETIKA
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
KARYA SASTRA MINAGKABAU
“KABA”
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvb
OKTARI ANELIYA (2215081412)
nmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
08 DIK A
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
2011
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv
bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer
tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv
bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer
tyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
2. Sastra Minangkabau: kaba
Kaba tergolong dalam bentuk karya sastra lisan Minangkabau yang disampaikan secara lisan
dengan didendangkan atau dilagukan didiringi alat musik saluang atau rebab. Cerita kaba mudah
didendangkan karena gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa prosa berirama. Pola kalimatnya
terdiri atas gatra-gatra dengan jumlah suku kata yang relatif tetap (biasanya delapan atau sepuluh suku
kata). Konsistensi jumlah suku kata itulah yang menyebabkan timbulnya irama di dalam bahasa kaba.
Cerita kaba adalah cerita rakyat yang hidup dikalangan rakkyat dan disampaikan secara turun-
temurun. Karena cerita ini berasal dari rakyat maka banyak kaba yang tidak diketahui siapa
pengarangnya atau anonym. Kaba berfungsi sebagai hibura, pelipur lara, nasehat, dan pendidikan moral.
Pada umumnya kaba pelipur lara mengisahkan peristiwa menyedihkan namun berakhir dengan
kebahagiaan. Kaba yang tergolong dalam cerita pelipur lara yaitu kaba Si Untung Sudah, Kaba Si Umbuik
Mudo, Kaba Mangek Manandin, Kaba Malin Demam, dan Kaba Mamak Si Hetong. Selain cerita pelipur
lara, kaba juga mengisahkan kepahlawanan atau epos misalnya Kaba Cinduo Mato dan Kaba nan
Tungga.
1. Pengelompokan kaba
Kaba dapat dekelompokan menjadi dua yaitu kaba lama dan kaba baru. Kaba lama
menceritakan kehidupan masyarakat Minagkabau pada jaman dahulu dengan tata kehidupan
social budaya lama. Cerita ini terasa kurang hidup dan dirasa kurang logis oleh masyarakat
sekarang. Ciri-ciri kaba lama yaitu:
• Bercerita tentang kehidupan raja, putra-putri raja dengan berbagai kisah pengembaraan
melawan tantangan kehidupan
• Para pelaku dalam cerita biasanya memiliki kesaktian untuk menegakkan kebenaran dan
kewibawaaannya
• Kehidupan sangat dipengaruhi oleh kekuatan gaib dan sakti misalnya percaya akan
tukang tenung, kesaktian bebatuan yang dapat mendatangkan semua keinginan yang
diminta, kesaktian seseorang untuk menghidupkan orang yang telah mati.
3. • Nama tokoh cerita seringkali melambangkan kebesaran dan kekuatannya misalnya Raja
Alam Sakti, Gombang Alam, Raja Angek Garang. Nama dan tempat kejadian selalu samar
dan tidak jelas.
• Ceritanya mngisahkan perebutan kekuasaan antar dua kelompok.
Yang termasuk dalam kaba lama antara lain kaba Cindua Mato, kaba Si Untuang Sudah, kaba Si
Umbuik Mudo dll.
Cirri-ciri kaba baru:
• Cerita tentang suka duka kehidupan manusia biasa
• Tokoh dengan segala pengetahuan, kekuasaan, dan pengalamannya memperbaiki nasib
buruknya. Nasib buruk itu disebabkan oleh kebiasaan jelek dirinya sendiri atau oleh
lingkungan.
• Masalah yang terdapat dalam cerita ini sudah logis dan diungkapkan dengan konsep
ideal yang sesuai dengan keperluan kehidupan yang sebenarnya/realitas. Kepercayaan
pada unsur-unsur sakti tidak lagi kelihatan.
• Nama tokoh yang digunakan tidak lagi seperti kaba lama. Nama tokoh biasa-biasa saja
misalnya untuk wanita disebut Siti dan untuk pria disebut Sutan. Tempat peristiwa dan
nama negeri sudah mulai dikenali lokasinya masalnya Padang, Pariaman, Padang
Panjang, Bukit Tinggi, Medan, dan Palembang.
Yang termasuk Kaba baru antara lain aba Rang Mudo Salendang Dunia, kaba Si Rambun Jalua,
kaba Siti Fatimah, dll.
2. Cara penyampaian kaba
Pada mulanya kaba hadir dalam bentuk tradisi lisan. Karena adanya pengaruh cerita hikayat,
kaba berkembang menjadi cerita pelipur lara yang memberi hiburan. Kaba merupakan salah
satu bentuk fiksi yang berbentuk prosa liris, berirama, dan bermatra. Sebagai tradisi lisan, istilah
bakaba lebih dikenal. Bakaba berasal dari kata ba (ber) dan kata kaba yang berarti
menyampaikan kabar. Dalam bakaba ada tiga unsur penting yaitu:
4. • Adanya seseorang yang menyampaikan cerita kaba. Ceritanya dipilih satu dari sekian
cerita yang dikuasainya atau tukang kaba dapat menceritakan kisah ciptaannya sendiri.
• Cerita disampaikan dengan cara dinyanyikan atau didendangkan. Setiap tukang kaba
menguasai sejumlah lagu dan nyanyiannya digilir secara bervariasi sampai cerita selesai.
• Adanya bunyi instrument pengiring yang member irama. Instrumen tersebut antara lain
rebab, salung, bansi, kecapi, dan korek api.
Cerita disampaikan dengan membawa suatu misi atau bobot yang berupa pesan atau amanat. Agar
menarik, cerita tersebut dilarutkan kedalam unsure cerita dan musik. Ide, gagasan, dan cara hidup yang
dicritakan sesuai dengan aturan adat istiadat Minangkabau.
3. Kaba Siti Fatimah
Sinopsis
Kaba ini mengisahakan seorang istri bernama Siti Fatimah yang sangat setia kepada suaminya.
Siti Fatimah mremiliki suami yang bernama Sutan Karangan, seorang saudagar kaya di Medan dan
mereka memiliki anak laki-laki yang bernama Sabirin. Siti Fatimah dan anaknya tinggal di kampung yang
bernama Kanpuang Dalam di Bukittinggi, Luhak Agam sedangkan suaminya merantau ke Medan. Hal ini
biasa terjadi di minangkabau pada waktu itu. Seorang laki-laki yang telah menikah pergi merantau untuk
mencari uang.
Siti Fatimah adalah seorang perempuan desa yang sopan, pemalu, taat pada agama, patuh pada
suami, dan pandai memasak. Berbeda dengan suaminya yang sudah lama tinggal di kota sehingga tidak
begitu mengindahkan lagi adat-istiadat, ia menganggap adat-istiadat kolot dan ia juga tidak ladi
mengindahkan ajaran agama.
Pada suatu hari Sutan Karangan pulang ke kampung menemui keluarganya, namun ia tidak
betaah berlama-lama tinggal di kampung karena situasi dan suasana kampung tidak cocok lagi baginya.
Ia menganggap istrinya kolot dan tidak modern.ia membanding-bandingkan istrinya dengan gadis kota,
caranya berpakaian, berbicara, bergaul, berjalan, semuanya sangat berbeda dan ketinggalan jaman.
Kemudian Sutan Karangan kembali lagi ke Medan.
5. Di medan, Sutan Karangan mulai sibuk lagi dengan dagangannya dan ia mulai melupakan istri
dan anaknya. Ia memiliki banyak kenalan perempuan-perempun kota yang berbelanja di tokonya. Salah
seorang diantaranya yaitu putri Sunda yang bernama Nilasari. Sutan Karangan jatuh cinta pada Nilasari.
Karena pergaulan yang terlalu bebas, Nilasari hamil dan Sutan karangan terpaksa menikahinya.
Pernikahan mereka tidak harmonis. Nilasari sangat senang berfoya-foya, ia menghabiskan banyak uang
suaminya. Lama-lama Sutan karangan bangkrut bahkan untuk membiayai Nilasari melahirkan tidak bisa
lagi ia usahakan.
Nilasari meminta cerai dan kembali pada orang tuanya. Ditinggalkannya Sutan Karangan yang
hidup terkatung-katung dalam kemiskinan dan banyak hutang. Lain halnya dengan Nilasari, ternyata ia
masih banyak penggemarnya. Ia dilamar oleh Amir Hasan, seorang guru dan anak seorang pedagang
kaya dan kemudian mereka menikah. Pada suatu hari Sutan karangan melihat mereka berjalan bersama,
ditikamnya Amir Hasan hingga mati. Sutan Karangan ditangkap polisi dan dihukum dua tahun penjara
dan dibbuang ke Betawi. Di penjara ia mulai insyaf dan menyesali kesalahannya terhadap istri dan
anaknya.
Setelah lama tinggal di tahanan, ia mengirim surat kepada ibunya menceritakan peristiwa yang
dialaminyaselama ini. Hal itu diketahui oleh Siti Fatimah. Siti Fatimah tidak benci kepada suaminya
terlebih ia ingin menyelamatkannya. Setelah disetujui oleh keluarganya, Siti Fatimah dan anaknya pergi
ke Betawi untuk menjemput suaminya. Di betawi, ia tinggal di rumah pamannya. Di sana ia menunggu
suaminya sampai berakhir masa tahanannya.
Tak lama Sutan Karangan bebas dari tahanan. Siti Fatimah menjemput suaminya dan mereka
akhirnya bertemu. Sutan Karangan menyesali semua kesalahannya dan meminta maaf pada istri dan
anaknya. Mereka kemudian perghi ke rumah paman Siti Fatimah untuk tinggal beberapa hari lalu
kemudian pulang ke kampung bertemu lagi dengan sanak keluarganya.
Sutan karangan tidak lama tinggal di kampung, ia brmaksud memulai hidup baru, brdagang
dengan baik dan selalu memperhatikan keluarganya. Ia pergi merantau ke Bangkinang. Di sana ia
berhasil dan memulai hidup dengan baik. Ia membeli sebuah rumah untuk tempat tinggal nya bersama
istri dan anaknya.ia segera menjemput istri dan anaknya untuk tinggal bersamanya di Bangkinang.
Mereka pun hidup bahagia bersama dan rezekinya pun banyak.
Cerita kaba itu seperti kebanyakan cerita lain di Minangkabau yang menggugah perasaan
pendengar atau pembaca. Saat membaca kaba itu, pembaca merasa tergugah dengan kepedihan yang
6. dirasakan oleh tiap tokoh. Sakitnya hidup terpisah sang suami, menjadikan atau cerita penuh dengan
sentuhan-sentuhan perasaan. Luka dan air mata menghiasai kebanyakan cerita-cerita rakyat
Minangkabau. Termasuk Kaba Siti Fatimah ini. Tetapi ending cerita yang berakhir bahagia menjadikan
cerita seperti mengikuti keinginan pembaca, yang menginginkan tokoh utama tetap memenangkan
konflik permasalahan. Dengan berakhir bahagianya cerita ini mengukuhkan bahwa keindahan cerita
benar-benar dengan mengolah rasa manusia. Estetika rasa, walaupun sangat subyektif sekali
dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain; Pertama subyektifitas diri sendiri.
Sensasi hanya dimungkinkan bila fungsi biologis tubuh kita yang berkaitan dengan fungsi sensasi
dan persepsi dalam keadaan normal; misalnya mata bisa melihat, hidung bisa mencium, pikiran dalam
keadaan normal/perseptif. Mampukah suatu obyek menggairahkan perasaan dalam otak kita sehingga
merasa adanya kenikmatan saat berkontak dengan sebuah obyek karya. Kenikmatan yang didapatkan
itu menjadikan otak kita mengatakan sesuatu itu indah.
Kedua pengaruh dari lingkungan/masyarakat tentang apa yang disebut indah. Antara lain:
pendidikan; apa yang ditanamkan dunia pendidikan seseorang tentang keindahan, mungkin merupakan
suatu pandangan yang ditekankan terus-menerus dan boleh jadi mengakar pada diri kita, serta metode
untuk mengapresiasi suatu obyek juga merupakan suatu metode yang ditekankan secara terus-menerus.
Ketiga opini yang berkembang di masyarakat. Kebanyakan melalui media, estetika
diperkenalkan sebagai konsensus dalam skala tertentu, apakah regional, kolonial, dan disebarluaskan
dengan berbagai cara. Estetika yang merupakan ideal suatu teritorial berbasis tradisi juga dapat
memberi pengaruh teramat besar.
Berkaitan dengan ketiga hal yang mempengaruhi keindahan tersebut maka dalam Kaba Siti
Fatimah, keindahan cerita itu tentulah dipengaruhi oleh diri pembaca sendiri. Karena pada umum
masyarakat menyukai hal-hal yang menggugah emosi. Orang-orang akan bersimpati dengan
penderitaan, kesedihan, kehilangan, kemalangan, dan kesakitan yang diderita oleh tokoh cerita.
Sementara itu berkaitan dengan pendidikan pembaca yang turut mempengaruhi nilai rasa
keindahan, pemihakan terhadap orang-orang yang berduka tentu saja dominan di kalangan masyarakat
Minangkabau. Norma adat Minangkabau yang mengajarkan untuk saling bersimpati turut
mempengaruhi keberpihakan pembaca atas nasib tokoh dalam cerita. Opini masyarakat yang waktu itu
masih dipengaruhi oleh hal-hal yang tradisional, semakin mengukuhkan perasaan pembaca untuk
menyatakan bahwa karya tersebut adalah sesuatu yang indah untuk dinikmati.
7. Kaba Siti Fatimah yang disertai ratapan dan kisah duka atas kehilangan memperlihatkan dengan
jelas bahwa keindahan karya sastra tidak saja atas sesuatu yang bersifar gelamor, huru-hara, dan penuh
kemewahan. Keindahan karya sastra bisa juga tercipta dari eksplorasi atas kesedihan yang dialami oleh
tokoh-tokoh dalam cerita. Ratapan dan duka yang dapat dilihat dengan jelas dalam cerita pada setiap
peristiwa demi peristiwa. Sama halnya dengan keindahan dalam lukisan, yang indah tidak hanya ketika
seorang pelukis melukis seorang perempuan yang cantik menawan atau indahnya bunga-bunga yang
sedang bermekaran, tetapi indahnya sebuah lukisan bisa terjadi ketika seorang pelukis melukis seorang
petani tua yang memakai baju compang-camping. Indah dalam lukisan bisa juga terjadi ketika pelukis
melukiskan kotornya sampah-sampah di jalanan.
Dalam karya sastra khususnya kaba yang ada di tengah-tengah masyarakat Minangkabau,
keindahanpun tidak hanya dengan mencerita hal-hal yang indah, tetapi keindahan karya juga bisa jadi
atas cerita kegetiran hidup manusia, keprihatinan, kepiluan yang mendalam bahkan sesuatu kondisi
yang sangat buruk dalam realita bisa jadi menjadi indah setelah menjadi sebuah karya sastra.
8. Daftar pustaka
Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Syamsuddin Udin,dkk. 1987. Struktur Kaba Minangkabau. Pusat pembinaan dan
pengembangan Bahasa. Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Minangkabau