Presented by Ani Adiwinata, Scientist (CIFOR-ICRAF) at "Strengthening sustainable palm oil for community welfare and climate crisis mitigation" on 11 January 2023, Jakarta.
The role of mangrove blue carbon research to support national climate mitigat...
Tantangan penerapan pendekatan yuridiksi dari tinjauan rantai nilai industri sawit di Indonesia
1.
2. 11 Januari 2024
Ani Adiwinata
Fatwa N. Susanti, Amirah Yumn, Penza Lindiani,
Sonya Dyah Kusumadewi dan Herry Purnomo
Tantangan penerapan pendekatan yuridiksi
dari tinjauan rantai nilai industri sawit di Indonesia
Studi kasus: Pelalawan (Riau) dan Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur)
CIFOR-ICRAF Indonesia
3. Outline:
1. Prospek industri sawit Indonesia: peluang dan tantangan
2. Kajian rantai nilai industri sawit dalam mendukung pelaksanaan
pendekatan yurisdiksi yang efektif di tingkat kabupaten
3. Dinamika keterlacakan rantai nilai industri sawit di Pelalawan dan
Kutai Kertanegara
4. Pesan utama dalam mendorong industri sawit berkelanjutan
berbasis rantai nilai yang bertanggung jawab
4. 1. Prospek industri sawit Indonesia: peluang dan tantangan
Pertumbuhan industri sawit didorong oleh permintaan internasional terhadap
produk minyak sawit: 58% dari total produksi yang diekspor
Negara tujuan ekspor terbesar: China, India, dan Pakistan
Pesatnya ekspansi perkebunan sawit dan produksi minyak sawit:
menimbulkan kekhawatiran mengenai deforestasi, hilangnya keanekaragaman
hayati, dan konflik sosial
Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pilar dalam perdagangan sawit
yang berkelanjutan: manfaat ekonomi, integritas etika dan lingkungan
Kendala dalam memastikan transparansi perdagangan sawit yang berkelanjutan:
terbatasnya data keterlacakan sepanjang rantai nilai dalam industri kelapa sawit
5. 2. Kajian rantai nilai industri sawit dalam mendukung pelaksanaan
pendekatan yurisdiksi yang efektif di tingkat kabupaten
(1) Pemahaman terhadap struktur dan dinamika rantai nilai industri sawit menjadi kunci
untuk:
memahami keterlibatan aktor dalam produksi, pengolahan, dan distribusi seluruh
produk yang dihasilkan
penyusunan rekomendasi kebijakan dan regulasi dalam upaya mendorong
keberlanjutan berbasis rantai nilai yang bertanggung jawab
(2) Kajian mengadopsi data TRASE (Transparency for Sustainable Economies), dimana
TRASE bertujuan untuk memberikan transparansi dan akses terhadap informasi terkait
rantai pasok minyak sawit
(3) Data kajian: 1.209 kasus - Data TRASE (2020) dilengkapi data dan informasi dari:
100 dokumen keterlacakan (traceability report)
109 dokumen sertifikasi
(4) Kajian keterlacakan ditelusuri mundur di sepanjang rantai nilai dimulai dari identifikasi
eksportir dan grup eksportir di tingkat nasional, sampai ke pengelolaan di tingkat kebun
6. Fokus kajian di empat kabupaten terpilih
Total luas area: 1,3 juta ha
Tutupan hutan tersisa: 0,3 Juta ha
Skor resiko deforestasi: 0,41
Area kelapa sawit: 25%
Area gambut: 21%
Laju ekspansi kelapa sawit (2014-2018): 137%
Laju deforestasi (2014-2018): 0,9%
Pelalawan
Total luas area: 2,2 juta ha
Tutupan hutan tersisa: 0,9 Juta ha
Skor resiko deforestasi: 0,25
Area kelapa sawit: 8%
Area gambut: 3%
Laju ekspansi kelapa sawit (2014-2018): 27%
Laju deforestasi (2014-2018): 1,3%
Sintang
Total luas area: 0,9 juta ha
Tutupan hutan tersisa: 0,3 Juta ha
Skor resiko deforestasi: 0,67
Area kelapa sawit: 5%
Area gambut: 68%
Laju ekspansi kelapa sawit (2014-2018): 27%
Laju deforestasi (2014-2018): 0,3%
Pulang Pisau
Kutai Kartanegara
Total luas area: 2,5 juta ha
Tutupan hutan tersisa: 0,6 Juta ha
Skor resiko deforestasi: 0,24
Area kelapa sawit: 8%
Area gambut: 4%
Laju ekspansi kelapa sawit (2014-2018): 184%
Laju deforestasi (2014-2018): 0,4%
11. Pembelajaran penting mendukung pendekatan yurisdiksi yang efektif:
Terbatasnya data tingkat keterlacakan sepanjang rantai nilai merupakan
tantangan terbesar yang perlu diatasi dengan mengadopsi pendekatan
sistematis dalam penyusunan data baseline terintegrasi di tingkat kabupaten,
berbasis kolaborasi lintas sektor dan pelibatan semua pemangku kepentingan
mulai dari desa, kabupaten dan nasional.
12. 3b. Rerata tingkat keterlacakan berdasarkan tahapan di rantai nilai
Pelalawan Kutai Kertanegara
13. Pembelajaran penting mendukung pendekatan yurisdiksi yang efektif:
Data baseline terintegrasi bisa dikembangkan di tingkat kabupaten:
dikumpulkan dari dokumen sertifikasi dan dokumen keterlacakan
perusahaan dan eksportir yang beroperasi di wilayah tersebut
Koordinasi oleh kementerian terkait dengan pemerintah-pemerintah
kabupaten penghasil sawit utama sangat diperlukan
14. 3c. Keterlacakan berdasarkan skema sertifikasi & pengelolaan kebun
Pelalawan
Keterlacakan bervariasi tergantung model pengelolaan kebun dan skema sertifikasi yang
diterapkan
Proporsi kebun sawit yang belum disertifikasi cukup tinggi, khususnya yang dikontrakan ke
pihak ketiga dan kebun sawit plasma
Kutai Kertanegara
15. 3d. Tingkat keterlacakan berdasarkan model pengelolaan kebun
Pelalawan Kutai Kertanegara
Tingkat keterlacakan sangat dipengaruhi oleh model pengelolaan, khususnya yang dikelola
oleh perusahaan dan yang dikelola masyarakat secara mandiri
Untuk kebun sawit yang dikelola eksportir sendiri, tingkat keterlacakan kurang dari 25%
Untuk kebun sawit plasma hanya sedikit kasus yang bisa dikaji keterlacakannya
16. Rantai nilai dan skema sertifikasi Jumlah kasus %
a. ISPO 42 16%
b. RSPO 217 84%
TOTAL 259 100%
a. ISPO 58 21%
b. RSPO 3 1%
c. RSPO-MB, ISCC-MB 28 10%
d. RSPO-MB, ISPO, ISCC 186 68%
TOTAL 275 100%
a. RSPO 35 25%
b. RSPO, ISCC 90 63%
c. RSPO-MB 2 1%
d. RSPO-MB, RSPO-SG 16 11%
TOTAL 143 100%
1. Kebun sawit
2. Pabrik sawit
3. Kilang minyak
Skema
sertifikasi
di setiap
tahapan
di rantai
nilai
Rantai nilai dan skema sertifikasi Jumlah kasus %
a. ISPO 22 13%
b. RSPO 110 65%
c. RSPO – IP 6 4%
d. RSPO - MB 30 18%
TOTAL 168 100%
a. ISCC-MB 11 3%
b. ISPO 83 24%
c. RSPO 1 0,28%
d. RSPO, ISCC, ISPO 31 9%
e. RSPO, ISPO 112 32%
f. RSPO-IP, ISCC-MB 28 8%
g. RSPO-MB, ISCC-MB 59 17%
h. RSPO-MB, ISPO 28 8%
TOTAL 353 100%
a. RSPO 2 2%
b. RSPO-ISCC 75 84%
c. RSPO-MB 2 2%
d. RSPO-MB, ISCC 3 3%
e. RSPO-MB, RSPO-SG 8 9%
TOTAL 90 100%
1. Kebun sawit
2. Pabrik sawit
3. Kilang minyak
Keterangan:
1. ISPO: Indonesian Sustainable Palm Oil
2. RSPO: Roundtable on Sustainable Palm Oil
3. ISCC: International Sustainability and Carbon Certification
4. Sistem rantai nilai minyak sawit:
a. Identity Preserved (IP)
b. Segregated (SG)
c. Mass Balance (MB)
Pelalawan (Riau) Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur)
17. Pembelajaran penting:
Upaya harmonisasi berbagai instrumen uji tuntas (due diligence)
industri sawit di tingkat nasional dan global,
untuk menyamakan persepsi, harapan, dan menekan biaya sertifikasi
Koordinasi oleh kementerian terkait:
lembaga-lembaga sertifikasi dan perwakilan negara tujuan ekspor
untuk produk sawit Indonesia
18. Pesan utama dalam mendorong industri sawit berkelanjutan berbasis rantai
nilai yang bertanggung jawab
1. Pemahaman terhadap rantai nilai industri sawit menjadi kunci dalam memfasilitasi
tata kelola di sepanjang rantai nilai yang bertanggung jawab
2. Melalui kemitraan dengan perusahaan eksportir: pembiayaan program sertifikasi untuk
kebun sawit rakyat & didukung skema subsidi dari pemerintah kabupaten
3. Penerapan mekanisme pelaporan di tingkat kabupaten terkait sertifikasi yang telah
dilaksanakan: bagian penting dari mekanisme pengawasan keterlacakan yang efektif
4. Sangat penting adanya Nota Kesepahaman (MoU) antar beberapa wilayah yurisdiksi di
luar wilayah administrasi satu kabupaten: pendekatan yurisdiksi bisa lebih terpadu
5. Pemantauan terus-menerus secara transparan sangat penting untuk dilakukan,
didukung penegakan hukum dan keterlibatan pemangku kepentingan dari tingkat
kabupaten sampai nasional
6. Perlu dikaji secara mendalam: efektivitasnya berbagai skema sertifikasi dalam
meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia di tingkat global