2. PP No. 33 Tahun 2012
tentang
Pemberian ASI Eksklusif
KONTEKS
KEBIJAKAN
CONTENT
KEBIJAKAN
AKTOR
KEBIJAKAN
PROSES
KEBIJAKAN
3. Aktor Kebijakan
1. Pembuat, pelaksana dan Pengawas kebijakan :
Pemerintah pusat yaitu Kementerian kesehatan RI.
2. Pelaksana kebijakan : Pemerintah provinsi yaitu Dinas
Kesehatan Provinsi; dan Pemerintah Kabupaten/kota
yaitu Dinkes Kab/kota; Tempat kerja; Tempat sarana
umum yaitu Fasilitas pelayanan kesehatan beserta
tenaga kesehatan, hotel dan penginapan, tempat
rekreasi, terminal angkutan darat dan tempat sarana
umum lainnya.
3. Sasaran kebijakan : Ibu melahirkan, bayi umur 0-6
bulan, keluarga bayi dan masyarakat.
4. Pihak yang dirugikan: Produsen susu formula
4. Konteks Kebijakan
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan
antara lain adalah penurunan angka kematian
Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat.
Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku
gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap
kehidupan termasuk pada Bayi.
5. • Faktor situasional: Angka ASI Eksklusif 2010 di Indonesia sangat rendah yaitu
hanya 15,3%.
• Faktor struktural: Ibu yang berstatus wanita career kurang kesadarannya untuk
meberikan ASI eksklusif pada anaknya
• Faktor budaya: kebiasaan mayoritas ibu indonesia yang sudah memberikan
makanan lain selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.
• Faktor Internasional: Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 :
menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan
dorongan kepada ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif kepada bayinya
Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif adalah ibu tidak percaya diri
bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh
kebutuhan gizi Bayi.
Hal ini antara lain disebabkan karena:
1. Kurangnya pengetahuan ibu
2. Kurangnya dukungan Keluarga
3. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif
4. Kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.
Konteks Kebijakan
6. Konten Kebijakan
Tujuan :
a. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk
mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan
sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya;
b. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
c. Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga,
masyarakat, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
7. Konten Kebijakan
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:
1. Tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
2. Air susu ibu eksklusif;
3. Penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya;
4. Tempat kerja dan tempat sarana umum;
5. Dukungan masyarakat;
6. Pendanaan; dan
7. Pembinaan dan pengawasan.
8. Konten Kebijakan
10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut:
a. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada
semua staf pelayanan kesehatan;
b. Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut;
c. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan
manajemen menyusui;
d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama
persalinan;
e. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu
dipisah dari bayinya;
f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
g. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua
puluh empat) jam;
h. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
i. Tidak memberi dot kepada Bayi; dan
j. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu
kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
9. Proses Perumusan Kebijakan
• Identifikasi masalah dan isu: tingginya angka kematian ibu,
angka kematian bayi dan angka gizi buruk di Indonesia. Upaya
pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu upaya dalam
menekan angka gizi buruk sehingga akan menekan angka
kematian bayi serta kematian ibu. Didukung dengan adanya
kesepakatan internasional yaitu:
1.Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 :
menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan
perlindungan dan dorongan kepada ibu agar berhasil
menyusui secara eksklusif kepada bayinya
2.Kode Internasional Pemasaran PASI diadopsi oleh WHA
(World Health Assembly), tahun 1981
10. Proses Perumusan Kebijakan
Perumusan Kebijakan :
• Pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan
ASI, yang dicanangkan oleh Presiden RI pada Peringatan Hari Ibu ke 62
tahun 1990 diikuti oleh pencanangan Gerakan Masyarakat Peduli ASI
pada tanggal 5 Agustus 2000
• Kepmenkes No. 237 tahun 1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu
Ibu (ASI)
• Kepmenkes No. 450 tahun 2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada
bayi di Indonesia dibuah dari 4 bulan menjadi 6 bulan.
Dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian
ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan
ASI Eksklusif kepada Bayi. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan
Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif.
• Kemudian pada akhirnya disusunlah kebijakan yang Tercantum pada PP
No 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif.
Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu,
berjenjang, dan berkesinambungan.
11. Pelaksanaan Kebijakan
• Menurut dr Utami, ruang laktasi tidak terealisasikan
karena kurangnya gerak dari masyarakat dan
pemerintahan. Semua elemen, mulai dari Kementerian
Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja hingga praktisi
kesehatan seharusnya ikut bertanggung jawab.
Selain itu, banyak ibu yang tidak berani melapor karena
takut kehilangan pekerjaan dan dipecat dari
pekerjaannya. Sehingga ibu lebih merelakan anaknya
mendapatkan susu formula. "Ini yang bahaya, apalagi
kalau sampai ibu mengandalkan donor ASI," katanya
(http://life.viva.co.id/ ,21 agustus 2013).
12. Pelaksanaan Kebijakan
• Jum'at, 5 Juli 2013 − 16:28 WIB
• Sindonews.com - Kesadaran pemilik
perusahaan di Kulonprogo untuk menyediakan
ruang laktasi sangat minim. Dari ratusan
perusahaan, mulai skala kecil hingga besar,
hanya 10 yang menyediakan ruang laktasi
(Sodik, 2013).
13. ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DI PUSKESMAS BRANGSONG 02 KABUPATEN KENDAL
Yuliana Saptiti Sari
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program
pemberian ASI di Puskesmas Brangsong kurang optimal. Petunjuk
teknis SOP sudah tersedia di Puskesmas namun pelaksanaanya belum
sesuai dengan SOP. Dana diambilkan dari dana BOK Gizi. Pelaksanaan
program dilakukan dengan penyuluhan saat pemeriksaan di Puskesmas
dan kegiatan Posyandu. Komunikasi dalam program kurang optimal,
Alat peraga penunjang program sangat kurang. Watak atau sikap
petugas yakni komitmen, respon, dan pemahaman dalam pelaksanaan
program sudah baik.
14. Implementasi Program ASI Eksklusif dan Peran Petugas KIA di
Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Durian Kec. Aek Natas
Kabupaten Labuhanbatu Utara
• Damanik, Dahlia Romince 6-Feb-2014
• Petugas KIA sebagai pemberi penyuluhan tentang ASI eksklusif tapi kenyataannya
banyak petugas yang masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang
pentingnya pemberian ASI yang pertama kali keluar (kolostrum) walaupun
jumlahnya sedikit, selanjutnya pengetahuan yang kurang tentang komposisi ASI
dan belum dilatih tentang konseling menyusui dan kurangnya promosi ASI
Eksklusif.
• Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak ibu yang belum mengetahui
apa itu ASI eksklusif dan mengapa harus 6 bulan pemberiannya. Dapat dilihat juga
bahwa pengimplementasiannya masih sangat kurang dirasakan, karena petugas
KIA dari puskesmas hanya melakukan penyuluhan di posyandu yang dilaksanakan
tiap bulannya dan menurut beberapa informan bahwa terkadang petugas lupa
menyampaikan bahwa bayi usia dibawah 6 bulan jangan diberi susu formula atau
bahkan makanan tambahaan, jadi masih banyak ibu yang tidak mengetahui hal
tersebut.
• Implementasi program ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas Bandar Durian
belum berjalan dengan maksimal antara lain juga disebabkan karena belum
adanya aturan tertulis tentang pemberian ASI eksklusif dan diberi sanksi yang
tegas bagi pelanggarnya.
15. Proses Perumusan Kebijakan
• Evaluasi Kebijakan: Mengawasi pelaksanaan dan
pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan
kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan
kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
Adanya sanksi Administratif bagi pelaksana kebijakan
yang tidak mematuhi peraturan berupa teguran lisan,
teguran tertulis, dan pencabutan izin.
• Tempat-tempat umum yang tidak menyediakan ruang
laktasi bisa dikenakan hukuman maksimal tiga tahun
penjara atau denda Rp 300 juta (www.beritasatu.com).
16. Evaluasi Kebijakan ASI eksklusif
• Belum ada jurnal/penelitian tentang evaluasi
PP No 33 Tahun 2012
• Namun terlihat peningkatan cakupan Angka
ASI Eksklusif yaitu yang semula pada tahun
2010 di Indonesia hanya 15,3% meningkat
menjadi 38% berdasarkan data riskesdas
2013.
17. Evaluasi Kebijakan
• The World Breast-Feeding Trends Initiatives Report yang
dikeluarkan tahun 2010, menempatkan Indonesia di
urutan ke-30 dari 33 negara yang disurvei dalam hal
prevalensi pemberian ASI ekslusif.
Posisi tersebut jauh di bawah negara-negara Afrika seperti
Malawi, Ghana, dan Zambia yang tingkat
pembangunannya tidak sebaik Indonesia
(www.beritasatu.com), 25 januari 2012 )
• Angka cakupan ASI Esklusif di Indonesia berdasarkan hasil
riskesdas tahun 2013 adalah sebesar 38%