Dokumen ini membahas produksi etanol dari sukrosa menggunakan bakteri Zymomonas mobilis melalui proses hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa terlebih dahulu menggunakan enzim invertase yang diisolasi dari ragi roti. Enzim invertase digunakan untuk meningkatkan hasil fermentasi etanol dengan mengurangi produk samping. Proses hidrolisis dilakukan pada kondisi optimum enzim invertase yaitu pH 4,5 dan suhu 30°C selama
HUBUNGAN BODY IMAGE, PENGETAHUAN GIZI SEIMBANG, DAN AKTIFITAS FISIK TERHADAP ...
Hidrolisis Sukrosa Dengan enzim invertase untuk produksi etanol menggunakan zymomonas mobilis
1. HIDROLISIS SUKROSA DENGAN ENZIM INVERTASE UNTUK PRODUKSI ETANOL
MENGGUNAKAN Zymomonas mobilis
Nuzula Awwalurrizki*, Surya Rosa Putra1
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Produksi etanol langsung dari substrat sukrosa oleh bakteri Zymomonas mobilis, menunjukkan
konversi etanol yang lebih rendah daripada menggunakan campuran glukosa dan fruktosa.
Pembentukan hasil samping (sorbitol dan levan) dapat turun secara signifikan ketika
menggunakan sumber karbon campuran antara glukosa dan fruktosa. Untuk itu perlu
dilakukan hidrolisa terhadap substrat sukrosa menggunakan enzim invertase sebelum
fermentasi. Enzim invertase didapatkan dari ekstrak kasar ragi roti (Saccharomycer cerevisiae )
yang di inkubasi selama 24 jam pada suhu 40 oC. Proses hidrolisis dengan enzim invertase
dilakukan pada keadaan dimana aktivitas enzim mencapai maksimum, yaitu pada pH 4,5
dengan inkubasi pada suhu 30 oC dan waktu inkubasi selama 5 jam. Besarnya gula reduksi hasil
hidrolisis sebanyak 10,22 gram. Sumber karbon hasil hidrolisis inilah yang akan digunakan
dalam fermentasi etanol pada pH 5,5. Fermentasi berjalan efektif selama 120 jam dengan
jumlah sel bakteri awal sebanyak 2,6 x 10 10.. Pada kondisi tersebut, kadar etanol maksimum
yang dihasilkan adalah sebanyak 4,87 gram/100 mL dengan yield etanol sebesar 92,89% jika
dibandingkan dengan hasil teoritis.
Kata kunci : Zymomonas mobilis, enzim invertase , yield etanol, fermentasi etanol
ABSTRACT
Ethanol production from sucrose by Zymomonas mobilis shows lower conversion into ethanol
than from glucose and fructose. By- product formation (sorbitol and levan) was greatly reduced
when an equimolar mixture of glucose and fructose was used as carbon source in culture.
Cause of that sucrose needs to be hydrolized using invertase before fermentation. Invertase
enzymes obtained from yeast (Saccaromyces cerevisiae ) with incubation at temperature 30oC
for about 24 hours. Hydrolysis process using invertase were be done when the enzyme activity
reached maximum at pH 4,5 with temperature incubation at 30oC and incubation time for 5
hours. The amount of reduction sugar fron hydrolysis is 10,22 grams. This fraction will be
used as carbon source in ethanol fermentation at pH 5,5. Fermentation runs effefctively for
120 hours with initial bacterial cell as 2,6 x 10 10 (cell / mL). In this case, highest value of ethanol
is 4,87 g/100 mL with 92,89% ethanol yield when compared in theoretical.
Keywords : Zymomonas mobilis, invertase , ethanol yield, etanol fermentation.
PENDAHULUAN
Akses masyarakat Indonesia
terhadap energi masih terbatas. Meskipun
variasi sumberdaya energi dalam negeri
beragam dan cadangan minyak
diperkirakan hanya mampu mensuplai 18
tahun lagi, namun kenyataannya, pangsa
konsumsi bahan bakar minyak mencapai
proporsi tertinggi sekitar 63%. Tingkat
konsumsi yang tidak sebanding dengan
tingkat pembentukan menyebabkan
kelangkaan terhadap bahan bakar tersebut.
Sumber bahan bakar merupakan produk
yang renewable sehingga tingkat recovery
nya membutuhkan waktu yang sangat lama
(Mukhtasor, 2009).
Selain itu pembakaran bahan bakar
fosil telah memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Kualitas udara yang
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Prosiding Skripsi Semester Genap 2008/2009 SK - 34
2. semakin menurun ditambah adanya efek
gas rumah kaca, indikasi ini sebagai
penyebab perubahan iklim di muka bumi
(Sri Utami, 2007). Sumber energi terbarukan
yang berpotensi besar untuk dikembangkan
adalah sumber daya hayati atau biofuel .
Salah satu teknologi yang dilakukan untuk
mendukung pengadaan energi ini yaitu
produksi bietanol .
Bakteri Zymomonas mobilis diyakini
sebagai mikroorganisme paling ideal
penghasil etanol karena memproduksi
etanol terbanyak, toleran terhadap etanol
konsentrasi tinggi dan pH rendah.
Zymomonas mobilis merupakan bakteri
anaerob fakultatif yang memanfaatkan
glukosa, sukrosa dan fruktosa untuk
menghasilkan etanol dengan jalur
metabolisme Enter- deudoroff Pathway
(Tano dan Bozato, 2003).
Selama ini, penggunaan substrat
gula yang sering digunakan untuk
fermentasi yaitu glukosa atau sukrosa.
Sukrosa lebih mudah didapatkan daripada
glukosa karena sukrosa merupakan gula
meja yang dikonsumsi sehari- hari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Hani, 2009, produksi etanol dengan
substrat sukrosa menghasilkan produk
etanol sebanyak 61,18%. Rendahnya nilai ini
disebabkan akibat adanya produk samping
yang ikut dihasilkan selama proses
fermentasi, contohnya levan dan sorbitol
(Swing and Deley, 1977). Pembentukan
levan dan sorbitol, dapat menurunkan
ethanol yield sampai 80% dari teoritisnya
(E. Favela, 1987). Berangkat dari masalah
ini, sukrosa perlu dipecah terlebih dahulu
menjadi gula sederhana sebelum
difermentasikan.
Enzim invertase merupakan enzim
yang memiliki efisiensi tinggi yang spesifik
dalam mengubah sukrosa menjadi glukosa
dan fruktosa (dikenal dengan gula invert).
Enzim invertase dapat diambil dari ekstrak
kasar ragi roti (Saccharomyces cerevisiae ).
Khamir ini memiliki aktivitas invertase yang
tinggi sehingga sukrosa dengan cepat
diubah menjadi glukosa dan fruktosa untuk
keperluan metabolismenya. Dengan adanya
enzim invertase, penggunaan sukrosa akan
lebih efektif dan diharapkan mampu
menurunkan produk samping yang
terbentuk sehingga dapat meningkatkan
kadar etanolnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah fermentor sistem
batch yaitu menggunakan erlenmeyer
untuk fermentasi, ultrasonikator, cawan
petri, tabung reaksi, laminary air flow ,
autoclave , inkubator, rotary shaker ,
centrifuge Thermo IEC CL40R, kromatografi
gas Shimadzu GC- 14B, spektronik Genesys
20, termometer, neraca analitik mettler AE
200, pH meter 510, homogenizer, penangas
serta peralatan gelas lain.
Bahan
Mikroorganisme yang digunakan
dalam penelitian ini adalah biakan
Zymomonas mobilis dari Jepang.
Media Zymomonas mobilis yang
digunakan untuk regenerasi dan
penumbuhan (agar miring) adalah Nutrient
Agar (NA) 5%. Media untuk starter terdiri
atas KH2PO4 1,0 g/L, (NH4)2SO4 1,0 g/L,
MgSO4.7H2O 0,5 g/L, yeast extract 5g/L, dan
glukosa 100g/L.
Media untuk fermentasi terdiri atas
sukrosa 100g/L, yeast extract 5g/L, KH2PO4
1,0g/L, (NH4)2SO4 1,0g/L, MgSO4.7H2O 0,5
g/L.
Crude invertase dibuat dari ragi roti
(Saccharomyces cereviciae ). Reagen lain
yang dibutuhkan diantaranya ; NaHCO3,
asam sitrat dan na- sitrat untuk buffer
sitrat, reagen bradfod, BSA, reagen
Somogy- nelson A dan B, reagen arseno-
molybdad.
PROSEDUR KERJA
Isolasi Ekstrak Kasar Invertase dari Ragi
Roti (Saccharomyces cerevisiae)
Ragi roti sebanyak 55 gram
ditimbang, dimasukkan kedalam beaker
gelas kemudian ditambahkan 150 ml
NaHCO3 dan diaduk sampai menjadi bubur.
Bubur ragi yang didapat dimasukkan ke
dalam homogenizer dan diputar pada 7500
rms selama 5 menit. Bubur yang telah di
homogenizer dituang ke dalam erlenmeyer.
Mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas
yang sudah dibalut kasa- aluminium foil.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 40 oC
selama 24 jam. Hasil inkubasi diautolisis
dengan menggunakan ultrasonifikator pada
16 rms selama 20 menit. Setelah proses
autolisa ini, campuran disentrifuge selama
15 menit pada suhu 10 oC dengan kecepatan
3500 rms. Proses ini terbentuk filtrate dan
residu, filtrat yang terbentuk didekantasi
dan diperoleh supernatannya. Supernatan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
3. yang diperoleh merupakan preparat enzim
invertase.
Penentuan Kurva Standar Gula Invert
secara Spektrofotometri
Penentuan gula invert secara
spektrofotometri dilakukan dengan
pembuatan kurva standart gula invert yang
menghubungkan antara konsentrasi dengan
absorbansi. Standart gula invert dibuat
dengan cara: Larutan gula invert 0,0025M
dibuat variasi konsentrasi yaitu 1; 1,25; 1,5;
1,75; 2; 2,25 dan 2,5 (x10 - 3M) dengan
pelarut aquades. Selanjutnya masing-
masing dimasukkan dalam tabung reaksi
sebanyak 0,5 ml. Kadar gula reduksinya
ditentukan dengan menggunakan metode
Somogy- Nelson. Pengukuran secara
spektrofotometri dilakukan pada panjang
gelombang 540 nm.
Penentuan Kandungan Protein Invertase
Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Bradford
Panjang gelombang maksimum
( maks)λ ditentukan dengan menggunakan
larutan standart Bovine Serum Albumine
(BSA) yang ditambah dengan reagen
Bradford kemudian ditentukan serapannya
menggunakan spektrofotometer. Larutan
Bradfod dibuat dengan cara: 25 mg coomise
brilliant blue G- 250 dilarutkan dalam 12,5
ml etanol 95% (v/v dan ditambahkan
dengan 25 ml asam fosfat 85%(w/v).
Larutan yang di dapat diencerkan dengan
aquadest sampai 250 ml. Larutan stok BSA
2000 ppm (dibuat dari 100 mg BSA dalam
25 ml aquades, diaduk perlahan- lahan,
setelah itu diencerkan sampai 50 ml).
Selanjutnya diambil sebanyak 5 ml dan
ditambahkan 3 ml reagen Bradford dan
diencerkan sampai 10 ml. Larutan ini
diaduk dan diinkubasi selama 5 menit pada
temperatur 37 0C. Larutan standart BSA
diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang
560- 620 nm dengan interval 5 nm
sebanyak tiga kali untuk masing- masing
panjang gelombang, kurva dibuat antara
panjang gelomb ang ( ) terhadap absorbansiλ
(A) sehingga diperoleh maksλ .
Pembuatan Kurva Standar BSA
Kurva standart BSA dibuat dengan
membuat beberapa konsentrasi yaitu: 100
ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500
ppm, 600 ppm, 700 ppm. Variasi
konsentrasi larutan tersebut dibuat dengan
menggunakan larutan standart BSA 2000
ppm dengan cara diambil sebanyak 0,5; 1;
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 ml lalu diencerkan dengan
aquadest sampai 10 ml. Selanjutnya
diambil 7 ml dan ditambahkan 3 ml reagen
bradfod. Larutan diaduk dan diinkubasi
selama 5 menit pada suhu 37 0C.
Pengukuran absorbansi dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum yang telah
didapatkan pada prosedur sebelumnya.
Blanko dibuat dengan 7 ml aquades yang
ditambah 3 ml reagen Bradford.
Penentuan Kandungan Protein Invertase
Penentuan kandungan protein pada
crude invertase dilakukan dengan
mengencerkan 1 ml enzim invertase
dengan aquadet sampai 10 ml. Hasil
pengenceran diambil 7 ml dan
ditambahkan 3 ml reagen Bradfod, lalu
diinkubasi selama 5 menit. Setelah waktu
inkubasi, adsorbansi larutan enzim
invertase ditentukan pada panjang
gelombeng maksimum dan diukur secara
duplo. Hasil adsorbansi yang diperoleh
dikonversikan pada persamaan garis dari
kurva standart BSA yang telah dibuat
sehingga didapatkan konsentrasi enzim
invertase.
Penentuan Kondisi Optimum Invertase
Kondisi optimum reaksi enzim
meliputi suhu, pH dan lama inkubasi.
Kondisi ini di tentukan melalui serangkaian
percobaan yang kondisinya divariasikan.
Penentuan suhu optimum dilakukan
dengan cara sebagai berikut : Larutan
sukrosa 0,25 M sebanyak 2 mL dengan pH
4,5 dimasukkan kedalam 6 tabung reaksi.
Masing- masing tabung diatur suhunya
(20oC, 25 oC, 37 oC, 60 oC, 80oC, 100 oC).
Selanjutnya ditambahkan 1 mL enzim
invertase pada tiap tabung dan diinkubasi
selama 20 menit (selama inkubasi suhu
tetap dalam keadaan terjaga). Tabung-
tabung tersebut dipanaskan dalam air
mendidih selama 10 menit. Setelah dingin,
gula reduksi yang terbentuk diukur
menggunakan metode Somogy- Nelson.
Sebelum diukur perlu dilakukan
pengenceran agar serapannya dapat
terbaca.
Penentuan pH optimum dilakukan
dengan cara sebagai berikut : larutan
sukrosa 0,25 M sebanyak 2 mL dalam
tabung reaksi dibuat dengan variasi pH (3;
4; 4,5; 5; 5,5; 6 dan 7). Masing- masing
fraksi ditambahkan 1 mL enzim invertase
dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
4. ruang. Kemudian dipanaskan dalam air
mendidih selama 10 menit. Selanjutnya
didinginkan. Gula reduksi yang terbentuk
diukur menggunakan metode Somogy-
Nelson. Sebelum diukur perlu dilakukan
pengenceran agar serapannya dapat
terbaca.
Lama inkubasi reaksi enzimatis
ditentukan dengan cara sebagai berikut :
disediakan beberapa labu erlenmeyer.
Masing- masing diisi dengan larutan
sukrosa 10% sebanyak 100 mL dalam buffer
sitrat dengan pH 4,5. Ke dalam masing-
masing erlenmeyer ditambahkan 5 mL
enzim. Perbandingan enzim dengan
substrat sukrosa 10 % adalah 1:20.
Kemudian diinkubasi pada suhu optimum
selama beberapa jam dengan kecepatan 60
rpm. Setiap interval waktu 1 jam reaksi
dihentikan dengan pemanasan dalam air
mendidih selama 10 menit. Kadar gula
reduksi ditentukan dengan metode
Somogy- Nelson. Sebelum diukur perlu
dilakukan pengenceran agar serapannya
dapat terbaca.
Regenerasi Zymomonas mobilis
Biakan murni Zymomonas mobilis
diremajakan pada agar miring (media NA)
pH 5,5 yang telah disterilisasi pada suhu
121 oC dan tekanan 1 atm selama 30 menit,
selanjutnya diinkubasi pada suhu 30oC
selama 24 jam. Zymomonas mobilis pada
agar miring (media NA) ini menjadi stok
kultur yang diregenerasi pada media NA
yang baru sebelum digunakan.
Kultur baru diinokulasikan pada 10
ml media kompleks pH 5,5 sebagai starter
awal dan diinkubasi dengan shaker selama
20 jam suhu 30oC yang selanjutnya akan
ditransfer ke media yang lebih besar yaitu
90 ml media kompleks dengan perlakuan
dan inkubasi yang sama setelah media
menunjukkan keadaan yang keruh
menandakan bakteri memperbanyak diri.
Sebanyak 100 ml starter selanjutnya
ditransfer dengan perlakuan yang sama
sampai volume 1000 ml.
Penentuan Kurva Petumbuhan
Zymomonas mobilis
. Sebanyak satu ose Zymomonas
mobilis dari media padat (NA) agar miring
diinokulasi pada 10 mL media dan
diinkubasi pada suhu 30oC selama 20 jam
dengan dishaker 120 rpm. Setelah 20 jam,
starter ini ditransfer ke 90 mL media
kompleks dan diinkubasi pada kondisi yang
sama. 100 mL starter ini selanjutnya
ditransfer lagi ke dalam 900 media
kompleks dan diinkubasi pada suhu 30oC
dan dishaker 120 rpm. Selama inkubasi,
pertambahan biomassa setiap jam
dimonitor dengan pengukuran turbiditas
menggunakan Spektronik Genesys 20 pada
540 nm.
Pembuatan Media Fermentasi (Hidrolisat)
Media Fermentasi dibuat sebanyak
800 mL untuk 8 proses fermentasi. Enzim
invertase yang ditambahkan dengan
perbandingan 20 : 1. Sukrosa 10 %
dilarutkan dalam larutan buffer dengan pH
optimum yang akan dicari. Kemudian
ditambahkan 5 mL enzim dalam 100 mL
larutan substrat. Selanjutnya diinkubasi
berdasarkan waktu optimum. Enzim yang
ada dimatikan dengan cara dipanaskan
pada air mendidih selama 10 menit.
Larutan yang terbentuk disentrifuse. Filtrat
yang didapat diuji kadar gula invertnya
menggunakan metode Somogy- Nelson.
Filtrat ini yang akan digunakan sebagai
media fermentasi.
Penentuan Pola Fermentasi
Fermentasi menggunakan bakteri
Zymomonas mobilis dilakukan dalam 8
labu erlenmeyer yang diisi dengan 100 mL
media fermentasi yang telah dihidrolisis
oleh enzim invertase dalam kondisi suhu,
pH dan lama inkubasi optimum (hidrolisat)
ditambah biomassa hasil sentrifuse 200 mL
inokulum. Fermentasi ini dilakukan pada
inkubator shaker 50 rpm. Hasil fermentasi
diambil setiap 15 jam sekali sampai 120
jam untuk disentrifuse (memisahkan filtrat
dengan biomassa) sehingga filtratnya dapat
diuji kualitatif etanol, residu glukosa dan
kadar etanolnya.
HASIL DAN DISKUSI
Isolasi Ekstrak Kasar Invertase dari Ragi
Roti (Saccharomyces cerevisiae )
Ragi roti sebanyak 55 gram
dilarutkan kedalam larutan NaHCO3 0,1 M
sebanyak 150 mL. NaHCO3 ini berfungsi
untuk melarutkan sel ragi sehingga pada
akhirnya enzim invertase akan berada pada
filtratnya. Selanjutnya larutan ini diaduk
sampai menjadi bubur. Buburan ragi
dimasukkan ke dalam homogenizer pada
7500 rpm selama 5 menit. Homogenizer
berfungsi untuk menghomogenkan larutan
dengan ragi. Bubur yang didapat dituang
dalam 3 erlenmeyer 250 mL. Penutup
erlenmeyer dibuat dari kapas yang dibalut
kasa- aluminium foil. Pada penutup ini
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
5. diberi beberapa lubang kecil yang berfungsi
untuk mengurangi tekanan udara
didalamnya apabila adonan mulai
mengembang. Bubur ragi dalam erlenmeyer
diinkubasi pada suhu 40 oC selama 24 jam.
Inkubasi ini diperlukan untuk
mengeluarkan enzim dari ragi. Setelah
inkubasi, pada bubur dilakukan pemecahan
sel menggunakan ultrasonifikator pada
kecepatan 16 rms selama 20 menit. Larutan
hasil autolisa selanjutnya disentrifuge pada
suhu 10 oC dengan kecepatan 3500 rpm.
Filtrat yang terbentuk didekantasi dan
diperoleh supernatannya. Supernatan inilah
yang disebut sebagai “crude invertase”
yang berwarna kuning. Ekstrak kasar
invertase dapat dilihat pada gambar
berikut:
Penentuan Kurva Standar Gula Invert
Secara Spektrofotometri
Penentuan kurva standart gula
invert ini bertujuan untuk menentukan
persamaan yang nantinya akan digunakan
untuk menghitung konsentrasi gula reduksi
(gula invert) yang terbentuk dari hasil
hidrolisis sukrosa oleh enzim invertase.
Standart gula invert dibuat dengan cara
membuat larutan gula invert 0,0025 M yang
kemudian diencerkan dalam pelarut
aquades sehingga didapatkan beberapa
variasi konsentrasi 1; 1,25; 1,5; 2; 2,25 dan
2,5 (x 10 - 3 M). Masing- masing larutan
dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak
0,5 mL. Karena fruktosa dan glukosa
merupakan gula reduksi sehingga analisa
gula invert dilakukan dengan menggunakan
metode Somogy- Nelson.
Kurva standar guls invert dibuat
dengan mengalurkan nilai absorbansi
terhadap konsentrasi larutan. Dari
hubungan keduanya, didapatkan grafik
sebagai berikut:
Gambar 1 Kurva standart gula
invert
Dari grafik diatas dapat dilihat
bahwa nilai absorbansi mengalami
kenaikan sejalan dengan semakin besarnya
konsentrasi gula invert dalam larutan,
sehingga didapatkan persamaan kurva yang
memenuhi hukum Lambert- Beer
y = 977.231 x
Nilai R2 dari kurva diatas adalah 0,998, hal
ini menunjukkan bahwa kelinearan kurva
standart baik karena hampir mendekati +1,
yang mana titik- titik pada kurva standart
melewati garis lerengnya.
Penentuan Kandungan Protein Ekstrak
Kasar Invertase
Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Bradford
Larutan stok BSA 2000 ppm dapat
dibuat dengan cara: 100 mg BSA dilarutkan
dalam 25 mL aquades kemudian diaduk
perlahan sampai larut setelah itu
diencerkan dengan aquades sampai 50 mL.
Larutan ini diambil sebanyak 5 mL dan
ditambahkan 3 mL reagen Bradford lalu
diencerkan dengan aquades sampai volume
10 mL. Larutan ini dibiarkan selama 5
menit pada suhu ruang untuk
menyempurnakan reaksi antara Bradford
dengan protein pada enzim. Reagen
Bradford dibuat dengan cara : coomise
brilliant blue G- 250 sebanyak 25 mg
dilarutkan dalam 1,5 mL etanol 95 % (v/v)
dan ditambahkan asam fosfat 85 % (w/v).
Larutan ini diencerkan sampai volume 250
mL. Setelah dicampur dengan reagen
Bradford, larutan diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer pada
kisaran panjang gelombang 560- 620 nm
karena warna yang diserap oleh larutan
adalah biru sedangkan warna biru memiliki
panjang gelombang antara 580- 595
(Khopkar, 1995). Untuk larutan blanko yang
digunakan dibuat dengan menambahkan 3
mL reagen Bradford dan 7 mL aquades.
Dari nilai pengukuran absorbansi
didapatkan grafik sebagai berikut.
Gambar 2 Kurva Absorbansi dalam Variasi
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
6. Panjang Gelombang ( )λ
Gambar 2 menunjukkan bahwa
puncak absorbansi tertinggi dicapai pada
panjang gelombang 595 nm. Setelah itu
turun seiring menjauhnya puncak serapan.
Serapan ini dihasilkan karena terjadi
absorbsi sinar tampak oleh kompleks
commassie brilliant blue- kasein pada
panjang gelombang maksimumnya akan
diperoleh kepekaan analitis yang tinggi.
Hasil yang didapat ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan AA. Bradford
(1976), yaitu serapan maksimum terletak
pada 595 nm.
4.1.1 Pembuatan Kurva Standar BSA
Kurva standart BSA dibuat dengan
membuat beberapa pengenceran dari
larutan induk BSA 2000 ppm menjadi
beberapa konsentrasi yaitu: 100 ppm, 200
ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm, 600
ppm, 700 ppm. Variasi konsentrasi larutan
tersebut dibuat dengan menggunakan
larutan standart BSA 2000 ppm, larutan
tersebut diambil sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5;
3; 3,5 mL lalu diencerkan dengan aquades
sampai 10 ml. Selanjutnya diambil 7 ml dan
ditambahkan 3 ml reagen bradfod. Masing-
masing larutan diaduk dan diinkubasi
selama 5 menit pada suhu ruang. Kemudian
pengukuran absorbansi dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu pada = 595λ
nm . Blanko yang digunakan adalah 7 ml
aquades yang ditambah dengan 3 ml
reagen Bradfod.
Kurva standar dibuat dengan
mengalurkan absorbansi sebagai ordinat
(sumbu y) dan konsentrasi sebagai absis
(sumbu x).
Gambar 3 Kurva Standart Larutan
BSA
Nilai absorbansi mengalami kenaikan
seiring bertambahnya konsentrasi BSA
hingga diperoleh persamaan garis antara
konsentrasi BSA dan absorbansi yaitu:
y = 0,001339x
Koefisien korelasi dari kurva hasil
pengamatan adalah R2 = 0,998
Penentuan Kandungan Protein Ekstrak
kasar Invertase
Crude diambil sebanyak 1 mL
kemudian diencerkan menjadi 10 mL,
setelah itu hasil pengenceran tersebut
diambil sebanyak 7 mL dan ditambahkan 3
mL reagen Bradford. Larutan ini dibiarkan
selama 5 menit untuk menyempurnakan
reaksi yang terjadi. Larutan yang telah
diinkubasi diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum yang
didapat, yaitu 595 nm. Absorbansi yang
dihasilkan adalah sebesar 1,112 dan 1,114
sehingga diambil rata- ratanya sebesar
1,113. Hasil absorbansi ini dimasukkan
kedalam persamaan reaksi y= 0,001339 x.
Dari perhitungan diperoleh konsentrasi
crude invertase yang terukur sebesar
831,217 ppm sedangkan konsentrasi crude
invertase sebenarnya yaitu sebesar
11.874,533 ppm didapatkan dengan cara
mengalikan konsentrasi terukur dengan
faktor kali 100/7 (10/1 x 10/7), dimana
pengenceran dengan aquades (10/1) dan
pengenceran akibat penambahan reagen
Bradford (10/7). Hasil ini kemudian
dikonversikan dalam mg sehingga
diketahui dalam 1 mL crude invertase
mengandung 11,87 mg protein.
Penentuan Kondisi Optimum Ekstrak
Kasar Enzim Invertase
Perbedaan pH berpengaruh
terhadap 2 jenis, yaitu struktur enzim dan
gugus fungsional enzim. Suatu enzim dapat
menghasilkan produk yang maksimal pada
pH optimumnya. Dari hasil penentuan pH
optimum crude invertase diperoleh gambar
4. 7
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
7. Gambar 4Pengaruh pH terhadap Aktivitas
Enzim Invertase
Gambar diatas menunjukkan
aktivitas maksimum crude invertase yaitu
pada pH 4,5 dengan aktivitas sebesar 49,63
unit. Unit aktivitas enzim didefinisikan
sebagai, sebanyak 49,63 μmol gula
dihasilkan oleh setiap mL enzim per
menitnya. Hasil pH optimum ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Bergamasco et al, 2000; Akgol et al., 2001;
Bayramolu et al., 2003), yang melaporkan
bahwa aktifitas enzim terjadi pada range
pH 3,0 - 5,0 dengan aktivitas maksimum
terjadi disekitar pH 4,5. Diatas skala
tersebut aktivitas enzim mengalami
penurunan. Semakin basa kondisi hidrolisis
menyebabkan semakin rendahnya harga
aktivitas enzim crude invertase. Perubahan
pH dapat menyebabkan turunnya aktivitas
enzim akibat perubahan ionisasi gugus-
gugus fungsionilnya karena gugus ionik
berperan penting dalam menjaga
konformasi sisi aktif enzim untuk mengikat
dan mengubah substrat menjadi produk.
Perubahan pH juga dapat menyebabkan
enzim terdenaturasi sehingga
menyebabkan penurunan katalitik enzim.
Denaturasi enzim dakibatkan karena
terjadinya pemutusan ikatan penstabil
struktur (seperti ikatan ionik, hidrogen,
hidrofobik) yang menghubungkan antar
polimer protein. Pemutusan tersebut dapat
terjadi pada protein kwartener, tersier
ataupun sekunder. Pada protein kwartener
terjadi pemutusan ikatan penstabil struktur
karena bentuknya yang merupakan
gabungan antara globular satu dengan
globular lainyya sehingga dapat terjadi
pemutusan ikatan tersebut pada protein
tersier satu dengan protein tersier lainnya
dan terjadi seterusnya, pada protein tersier
membentuk protein sekunder.
Penentuan suhu optimum juga
ditentukan berdasarkan data yang telah
didapatkan. Variasi suhu yang dibuat yaitu
20oC, 25 oC, 30 oC, 60 oC, 80oC dan 100 o C.
Pengaturan ini dengan cara dipanaskan
dalam air mendidih ataupun di inkubasi
dalam penangas es. Ketiga optimasi baik
pH, suhu serta lama inkubasi, kadar gula
reduksinya dianalisa menggunakan metode
Somogy- Nelson. Metode tersebut khusus
untuk penentuan gula reduksi. Dari
perhitungan diperoleh gambar 5
Gambar 5 Pengaruh Suhu Terhadap
Aktivitas Enzim Invertase
Enzim memiliki temperatur
optimum dalam melakukan fungsinya,
sehingga diperoleh aktivitas enzim
maksimum. Gambar 4.8 menunjukkan
bahwa aktivitas optimum crude invertase
dicapai pada suhu 30 oC dengan aktivitas
sebesar 46,66 unit. Hasil suhu optimum ini
sedikit berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Bergamasco et al,
2000; Akgol et al., 2001; Bayramolu et al.,
2003), yang menyatakan suhu optimum
enzim invertase dicapai pada 40- 60oC.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
ketidakmurnian enzim invertase sehingga
lebih tidak tahan terhadap panas.
Meningkatnya suhu menyebabkan aktivitas
enzim meningkat. Hal ini disebabkan
karena ketika suhu naik, energi kinetik juga
meningkat sehingga menambah intensitas
tumbukan antara substrat dan enzim.
Tumbukan yang sering terjadi akan
mempermudah pembentukan kompleks
enzim- substrat, sehingga produk yang
terbentuk makin banyak. Sedangkan suhu
yang terlalu tinggi akan mempengaruhi
perubahan konformasi substrat sehingga
sisi reaktif substrat mengalami hambatan
untuk memasuki sisi aktif enzim dan hal ini
menyebabkan aktivitas enzim akan rendah.
Selain itu, tingginya suhu akan
menyebabkan rusaknya interaksi
nonkovalen (ikatan hidrogen, vander waals,
hidrofobik dan elektrostatik) yang menjaga
struktur tiga dimensi enzim sehingga
enzim akan terdenaturasi. Dari data
tersebut, hidrolisis sukrosa dilakukan
dalam pH 4,5 dan pada suhu 30 oC.
Untuk mengetahui waktu inkubasi
atau hidrolisis yang optimum dapat dilihat
dari gambar berikut :
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
8. Gambar 4.9 Pengaruh Waktu Hidrolisis
Terhadap Kadar Gula Reduksi
Waktu inkubasi merupakan waktu
yang dibutuhkan oleh enzim untuk
berikatan dengan substratnya. Penentuan
waktu inkubasi optimum pada crude
invertase dilakukan pada pH optimumnya
yaitu 4,5 dan suhu optimum 30 oC. Dari
gambar diatas, menunjukkan bahwa
penambahan waktu inkubasi akan
meningkatkan jumlah produk yang
terbentuk. Dengan kata lain aktivitasnya
juga meningkat sampai ia mencapai waktu
optimum yaitu pada jam ke 5 setelah
inkubasi.Saat inkubasi optimum ini, sisi
aktif enzim akan terikat secara optimal.
Apabila waktu yang dikondisikan pada
enzim dan substrat kurang dari cukup,
maka sisi aktif enzim belum optimal dalam
mengikat substrat sehingga menyebabkan
produk yang terbentuk masih sedikit ketika
reaksi dihentikan. Pada jam ke 5 sampai 7,
tidak terlihat adanya perbedaan yang besar,
ini menandakan bahwa kemungkinan sisi
aktif enzim telah jenuh oleh substrat
sehingga produk yang dihasilkan hanya
mengalami peningkatan ataupun
penurunan yang relatif kecil.
Penentuan Kurva Pertumbuhan
Zymomonas mobilis
Pengukuran jumlah bakteri dapat
ditentukan secara tidak langsung dengan
mengukur turbiditas cairan medium
tumbuh menggunakan spektrofotometer
(Optical Density atau absorbansi). Unit OD
ini akan proporsional atau sebanding
dengan massa sel dan jumlah bakteri.
Meningkatnya turbidimetri dalam media
adalah indeks lain dari pertumbuhan
bakteri serta jumlah biomassa bakteri.
Apabila sinar yang ditransmisikan atau
diteruskan itu menurun artinya terjadi
peningkatan populasi pada media tersebut.
Dengan kata lain absorbansi yang tebaca
dari sinar yang dihamburkan oleh partikel-
partikel bakteri akan memberikan nilai
yang besar.
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Zymomonas
mobilis dalam media pH 5,5
Dari kurva pertumbuhan
Zymomonas mobilis dalam media dengan
pH 5,5 diatas, dapat dilihat bahwa bakteri
Zymomonas mobilis melakukan adaptasi
pada fasa lag selama ± 4 jam pertama.
Pada fase ini, bakteri tidak mengalami
pertumbuhan yang signifikan, jumlahnya
cenderung tetap karena belum mengalami
pembelahan. Bakteri memerlukan waktu
untuk beradaptasi, selnya akan mengalami
perubahan komposisi kimiawi dan ukuran
serta bertambahnya substansi intraseluler
sehingga siap untuk membelah diri. Waktu
adaptasi ini tergolong singkat. Hal ini
dikarenakan sebelumnya telah dilakukan
transfer dari starter 20 mL ke starter 200
mL dengan waktu inkubasi yang sama. Fase
log berakhir setelah 18 jam inkubasi.
Jumlah sel yang hidup pada fase ini
merupakan jumlah sel yang hidup optimal
dan memiliki aktivitas yang sangat aktif
dalam mengkonversi substrat menjadi
etanol. Oleh karena itu pemanenan bakteri
dilakukan sekitar waktu tersebut. Diatas 20
jam, bakteri sudah masuk fase stasioner.
Berdasarkan teori, jumlah sel yang mati
pada fase stasioner sama dengan jumlah
sel hidup yang membelah sehingga seolah-
olah pertumbuhannya adalah nol. Apabila
waktu pengamatan diperpanjang akan
didapatkan penurunan jumlah bakteri yang
dapat mencapai maksimal disebabkan
berkurangnya nutrisi yang tersedia
sehingga jumlah sel yang mati lebih
banyak. Pada waktu ini disebut sebagai fase
kematian.
Penentuan Pola Fermentasi
Dari 100 mL larutan sukrosa 10%
yang dihidrolisis dengan 5 mL enzim
invertase selama 5 jam pada pH 4,5 dan
suhu inkubasi 30 oC menghasilkan gula
invert dengan konsentrasi 0,2906 M atau
sebanyak 10,46 gram. Sebelum dilakukan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
9. hidrolisis, sukrosa memiliki absorbansi
awal sebesar 0,067, artinya dalam larutan
sukrosa tersebut terdapat 0,247 gram gula
reduksi (gula invert). Hal ini menandakan
bahwa sukrosa yang digunakan tidak
murni. Dengan melakukan pengurangan,
didapatkan massa gula hasil hidrolisis
sebesar 10,22 gram. Apabila hasil tersebut
dikonversikan dengan sejumlah sukrosa
melalui persamaan stoikiometrinya dapat
diketahui banyaknya sukrosa yang
terhidrolisis, yaitu sekitar 9,712 gram.
Enzim yang digunakan mengandung 11,87
mg protein/mL dan menghasilkan aktivitas
sebesar 18,91 unit.
Hidrolisat yang didapatkan dari
hasil hidrolisis akan digunakan sebagai
media fermentasi, dimana gula reduksinya
akan diubah menjadi etanol oleh
Zymomonas mobilis melalui jalur Entner-
Doudoroff.
Data dari penelitian sebelumnya,
hasil etanol optimum terjadi pada
fermentasi dengan pH 5,5 sehingga
fermentasi kali ini dilakukan pada pH
tersebut dan dalam kondisi anaerob yang
diletakkan pada shaker dengan kecepatan
50 rpm. Karena semakin anaerob keadaan
fermentasi maka semakin maksimal pula
glukosa atau fruktosa yang dapat
terfermentasi.
Pola produksi etanol serta konsumsi
gula selama fermentasi oleh sel bebas
Zymomonas mobilis diperoleh dengan
melakukan monitoring terhadap kadar
etanol dan kadar gula invert sisa terhadap
fungsi waktu selama 120 jam setiap 15 jam
sekali. Jumlah awal sel Zymomonas mobilis
yang digunakan sebesar 2,6 x 10 10 sel/mL.
Zymomonas mobilis mempunyai laju
pertumbuhan yang tinggi dan tahan
terhadap konsentrasi etanol sekitar 10%.
Bakteri ini dapat memfermentasikan gula
menjadi etanol dan CO2 melalui jalur
glikolitik Entner- Doudoroff, dimana
oksigen tidak ikut serta dalam proses
fermentasi. Oksigen akan menekan
fermentasi dan menguntungkan respirasi
(Schlegel, 1994). Dibawah ini disajikan
grafik pola produksi etanol beserta
konsumsi gula selama 120 jam.
Gambar 7 Pola Produksi Etanol dan Gula
Residu pada pH 5,5
Dari gambar diatas, dapat dilihat
bahwa semakin lama jumlah etanol
mengalami peningkatan sedangkan jumlah
gula residu semakin berkurang dari gula
awalnya, ini menandakan adanya konsumsi
gula oleh bakteri. Jumlah etanol dan
konsumsi gula mengalami perubahan yang
signifikan setelah fermentasi selama 75
jam. Hal ini dimungkinkan karena sudah
tidak ada pertumbuhan bakteri
Zymomonas mobilis sehingga kondisinya
dioptimalkan untuk berlangsungnya
pembentukan etanol. Menurut Mc Gill
(1965) , Zymomonas mobilis lebih menyukai
glukosa daripada fruktosa. Sehingga bakteri
ini akan memakai glukosa sebagai substrat
untuk fermentasi pertama kali. Setelah
glukosa habis, maka bakteri ini akan
memakai fruktosa. Indikasi terjadinya
fermentasi adalah terdapatnya gelembung
busa pada permukaan media. Jumlah etanol
terbesar dihasilkan pada 120 jam sebesar
6,17 % (v/v) atau 4,87 gram etanol dengan
yield etanol 92,89%. Nilai ini lebih besar
apabila dibandingkan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Hani (2009) yaitu
mengenai fermentasi menggunakan
substrat sukrosa yang hanya menghasilkan
etanol sebesar 0,412 gram, yield etanol
yang dicapai 61,18%. Nilai yield yang
rendah ini, diakibatkan karena dengan
menggunakan substrat sukrosa akan
terbentuk 2 jenis hasil samping yang utama
yaitu levan dan sorbitol. Levan terbentuk
akibat adanya enzim levan sukrase yang
dihasilkan oleh bakteri Zymomonas mobilis
hanya pada substrat sukrosa sedangkan
sorbitol terbentuk akibat adanya reduksi
oleh enzim glukose- fructose
oxidareduktase. Dimana hasil samping
keduanya dapat menurunkan jumlah etanol
yang terbentuk sampai 80% secara teori (E,
favela, 1987). Akan berbeda apabila
substrat yang digunakan merupakan hasil
hidrolisis sukrosa, kemungkinan produk
mayor yang terbentuk hanya sorbitol.
Yield etanol yang terukur dihitung
berdasarkan akumulasi etanol pada setiap
waktu pengukuran. Yield etanol dari hasil
fermentasi dapat dilihat pada gambar 8
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
10. Gambar 8 Yield Etanol Terhadap Waktu
Pengukuran
Pada fermentasi selama 60 jam
terlihat adanya penurunan yield etanol
menjadi 79,81%. Hal ini disebabkan karena
sejumlah gula dipakai bakteri untuk
regenerasi sehingga etanol yang dihasilkan
tidak sebanding dengan banyaknya gula
yang terkonsumsi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian,
diperoleh kesimpulan bahwa aktifitas
optimum crude invertase dalam
mendegradasi sukrosa menjadi gula invert
didapatkan pada kondisi pH 4,5 dengan
temperatur 30 oC dan waktu inkubasi
selama 5 jam. Inkubasi selama 5 jam pada
kondisi optimum mampu mnghidrolisis
sukrosa sebanyak 9,712 gram dan
menghasilkan campuran glukosa serta
fruktosa sebanyak 10,22 gram. Aktivitas
enzimnya sebesar 18,91 unit. Selain itu,
pada fermentasi dengan pH 5,5,
Zymomonas mobilis mampu menghasilkan
etanol sebesar 4,87 g/100 mL dengan yield
etanol mencapai 92,89%.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Bapak Surya Rosa Putra, selaku
dosen pembimbing atas segala
diskusi, bimbingan, arahan dan
semua ilmu yang bermanfaat.
2. Bapak dan Ibu selaku orang tua
terbaik di dunia atas segala doa,
dorongan materiil dan spiritualnya.
3. Rekan- rekan tugas akhir dan thesis
S1 dan S2 Kimia ITS serta para
analis khususnya di Laboratorium
Biokimia
4. Serta pihak- pihak lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Bergamasco, G., Akgol, S., Bulut, A., Denizli,
A. And Yakub, A.M. (2003), “Covalent
immobilization of inverase onto a
reactive film composed of 2-
hydroxyethyl methacrylate and
glycidyl methacrylate”, Biochemical
Engineering Journal , 14:117- 126
Favela, E Torres, (1987), “Continuous
Ethanol Production by Zymomonas
mobilis from an Equimolar Mixture of
Glucose and Fructose”, France
Mukhtasor, (2009), “Agenda Energi
Terbarukan dalam Konteks Kebijakan
Energi Berkelanjutan”, ITS Press,
Surabaya
Swing, J. Dan De Ley, J.,(1977), “The Biology
of Zymomonas”, Laboratory of
Microbiology and Microbial Genetic,
Faculty of Science, USA
Tano, M. S. & Buzato, J. B., (2003), “Effect of
The Presence of Initial Ethanol on
Ethanol Production in Sugar Cane
Juice Fermented by Zymomonas
mobilis”. Braz. J. Microbiol. 34: 242-
244
Utami, Sri, (2007), “Pengelolaan Energi
Nasional 2005- 2025”, Staf Ahli
Menteri Bidang Ekonomi dan
Keuangan, Departemen Energi dan
Sumberdaya Mineral,Jakarta
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 3
Desember 1987, sebagai anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis adalah alumnus dari TK
Aisyah, SD Muhammadiyah V, SLTP Negeri 1
Porong dan SMA Negeri 3 Sidoarjo. Setelah lulus
menempuh Pendidikan Menengah atas, penulis
melanjutkan Pendidikan Tinggi di Jurusan
Kimia Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya melalui jalur SPMB
(Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada
bulan Agustus 2005. Selama menempuh
pendidikan tinggi di ITS, penulis pernah aktif
dan berpartisipasi dalam organisasi pada
HIMKA- ITS. Penulis juga aktif mengikuti
beberapa pelatihan, seminar dan Study
Lapangan. Penulis sempat menempuh Kerja
Praktek di PT. Nestle- Kejayan, Pasuruan.
Penulis menamatkan studi S1 di Jurusan Kimia
MIPA dengan mengambil Tugas Akhir pada
bidang Biokimia dan berhasil lulus dengan
predikat yang Memuaskan.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS