2. Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang
sangat penting daripada manusia. Jika hati
kita baik, maka baik pula seluruh amal kita:
Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam
diri setiap manusia terdapat segumpal
daging, apabila ia baik maka baik pula
seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak
maka rusak pula seluruh perbuatannya.
Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR
Imam Al-Bukhari)
3. HATI YG SEHAT
HATI YANG SAKIT
HATI YANG MATI
4. Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada
penyakit, sulit menerima kebenaran dan
akan mati dalam keadaan kafir.
“Orang-orang yang di dalam hati mereka
ada penyakit, maka dengan surat itu
bertambah kekafiran mereka, disamping
kekafirannya yang telah ada dan mereka
mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]
5. Perubahan sifat yang ada dalam hati ini terjadi dengan
sangat cepat. Semua itu terjadi semata karena
kekuasaan yang dimilii Allah SWT. Dia-lah yang
membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan
kehendak-Nya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut:
“Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya
berubah.”(HR. Ahmad)
“Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah
lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan
terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim)
“Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara
dua jari-jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah
menurut kehendak-Nya.” (HR. Muslim)
“Ya Alloh, Dzat yang membolak-balikkan hati,
condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.”
(HR. Muslim)
6. ‘Ujub (Kagum akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau
kagum akan diri kita sendiri. Padahal seharusnya
kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu
berasal dari Allah.
Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari
orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan
“Alhamdulillah” karena segala puji itu hanya untuk
Allah.
7. Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang
mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga
sudah jadi ketentuan Allah.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak
dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki
ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan
bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah
dan ilmu.
Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni
seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada
jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan
kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.
(HR. Bukhari) [HR Bukhari]
8. Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri
hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya
sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia
mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya
pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu Ya’la)
Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah
jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain
susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia
dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh
karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang
yang dengki:
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya
hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu.
(HR. Abu Dawud)
9. Riya adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer
kepada manusia agar orang mengira dan memujinya sebagai
orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa,
sedekah, dan sebagainya.
Ciri-ciri riya:
Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di hadapan orang
dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin
mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang
munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila
berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat.
(HR. Ibnu Babawih).
Orang yang riya’, maka amal perbuatannya sia-sia belaka.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia” [QS. Al-Baqarah: 264]
10. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari
shalatnya, yang berbuat karena riya” [Al
Maa’uun 4-6]
Riya membuat amal sia-sia sebagaimana syirik.
(HR. Ar-Rabii’)
Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil.
(HR. Ahmad dan Al Hakim)
Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang
riya itu sebagai orang yang malas ketika dia
hanya berdua saja dengan rajanya. Namun ketika
ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan
berbuat baik untuk mendapat pujian dari budak-
budak tersebut.
11. Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun
kepintaran akhirnya menjadi sombong dan menganggap
rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang takabbur sampai-
sampai menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya
sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang
akhirnya bisa mati karena tenggelam di laut.
Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri.” [Luqman 18]
12. Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
“Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu
kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi
orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min 76]
Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya
kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan
pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena
kasih-sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa.
Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita lepas
dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian
seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin menyatakan
bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia
diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama
dengan tempat keluarnya kotoran.
Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari
air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al
Mursalaat 20]
13. Bakhil alias Kikir alias Pelit alias Medit adalah satu
penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga
tidak mau bersedekah.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan
harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak
di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran
180]
Padahal segala harta kita termasuk diri kita adalah milik
Allah. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa.
Telanjang tanpa busana. Saat mati pun kita tidak
14. Sesungguhnya harta yang kita simpan itu bukan harta kita yang
sejati. Saat kita mati tidak akan ada gunanya bagi kita. Begitu
pula dengan harta yang kita pakai untuk hidup bermegah-
megahan seperti beli mobil dan rumah mewah.
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya
cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya
tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa” [Al Lail 8-
11]
Yang justru jadi harta yang bermanfaat bagi kita di akhirat nanti
adalah harta yang kita belanjakan di jalan Allah atau
disedekahkan. Harta tersebut akan jadi pahala yang balasannya
adalah istana surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari
Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”
[Al Hadiid 21]