Bab II meninjau konsep dasar medis dan keperawatan hipertensi. Pada bagian medis dijelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, dan penatalaksanaan hipertensi. Bagian keperawatan membahas pengkajian kesehatan pasien hipertensi yang meliputi gejala dan tanda pada aktivitas dan sirkulasi.
Abortion pills in Riyadh Saudi Arabia !! +966572737505 Get Cytotec pills
Makalah askep pada pasien dengan penyakit hipertensi
1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Beberapa definisi hipertensi adalah sebagai berikut :
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga
kesempatan yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan
saitolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan
sistolik ≥ 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Taufan
Nugroho, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90
mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi. ( Arif Mansjoer, 2001).
Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia.
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas menurut Joint
National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and Treatment of High Blood
pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002). Yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal
Tinggi Normal Hipertensi
Stadium 1 (ringan)
Stadium 2 (Sedang)
Stadium 3 (berat)
Stadium 4 (sangat berat)
< 130
130 – 139
140 – 159
160 – 179
180 – 209
> 210
< 85
85 – 89
90 – 99
100 – 109
110 – 119
> 120
Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi jantung
2. Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah toraks dan ia menempati
rongga antara paru dan diafragma yang beratnya sekitar 300 g. Daerah pertengahan dada
antara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagaian besar rongga mediastinum
ditempati oleh jantung yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut
pericardium. Sisi kanan jantung dan kiri masing-masing tersusun atas dua kamar, atrium dan
ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Karena posisi
jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan terletak lebih ke anterior (
tepat di bawah sternum ) dan ventrikel kiri lebih ke posterior.
b. Fisiologi Jantung
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain
sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme. Aktivitas listrik jantung
terjadi akibat ion bergerak menembus membran sel. Pada keadaan istirahat otot jantung
terdapat dalam keadaan terpolarisasi dan pada saat siklus jantung bermula saat dilepaskannya
implus listrik disebut fase depolarisasi. Adapun repolarisasi terjadi saat sel kembali
kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.Prinsip penting yang
menentukan arah aliran darah adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Perubahan tekanan yang terjadi dalam kamar jantung selama siklus
jantung di mulai dengan diastolic saat ventrikel berelaksasi. Selama diastolik, katup
atrioventrikularis terbuka dan darah yang kembali dari vena mengalir ke atrium dan
kemudian ke ventrikel. Pada titik ini ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi ( sistolik )
sebagai respon propagasi implus listrik yang dimulai di nodus SA beberapa milidetik
sebelumnya. Selama sistolik tekanan di dalam ventrikel dengan cepat meningkat, mendorong
katup AV untuk menutup. Pada saat berakhirnya sistolik, otot ventrikel berelaksasi dan
tekanan dalam kamar menurun dengan cepat. Secara bersamaan, begitu tekanan di dalam
ventrikel menurun drastissampai di bawah tekanan atrium, nodus AV akan membuka,
ventrikel mulai terisi dan urutan kejadian berulang kembali.( Brunner & , 2002 ; 720 – 724 ).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin, (2009 ; 485), antara lain :
a. Kecepatan denyut jantung
b. Volume sekuncup
c. Asupan tinggi garam
d. Vasokontriksi arterio dan arteri kecil
e. Stres berkepanjangan
f. Genetik
3. Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang
kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur.
b. Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada uia pertengahan
dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun,
insidens pada wanita lebih tinggi.
c. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih.
Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mmortalitas pasien
pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih,
dan 5,6 kali bagi wanita putih.
d. Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah diteliti, tanpa hasil
yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penus stes agaknya
berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi
e. Diabetes melitus
Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara statistik nyata
ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner.
f. Hipertensi sekunder
Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat yang tidak diketahui. Bila
faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
4. Insiden
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria, Sekitar 20% populasi
dewasa mengalami hipertensi ; lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial
(primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan
tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan renalis
atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan.
(Brunner & suddarth, 2001 ; 897).
5. Patofisiologi
4. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang
berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kkortisol dan
steroid lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembiluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 898; 2001).
6. Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Elizabeth
J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a. Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Sedangkan menurut Marllyn Doengoes (2000). Tanda dari hipertensi adalah kelemahan,
napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala,
tekanan darah meningkat.
7. Komplikasi
5. Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009), antara
lain :
a. Stroke
b. Infark miokard
c. Gagal ginjal
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
e. Kejang
Sedangkan menurut Sjaifoellah (2002) komplikasi pada hipertensi adalah angina pectoris,
infark miokard, hipertropi ventrikel kiri menyebabkan kegagalan jantung kongestif dan
kerusakan ginjal permanen menyebabkan kegagalan ginjal.
8. Test dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ;
487), antara lain :
a. Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan
memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala
penyakit.
b. Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia.
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus pada penderita hipertensi
antara lain :
a. Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan penyebab, derajat dan
adanya kerusakan pada ”end organ”.
b. Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.
c. Rontgen toraks.
d. EKG
e. Urinalisasi
f. Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk koarktasio
aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
g. Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.
h. ”Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri renalis, aktivitas renin vena
renalis dan biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.
i. Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada urin untuk mencari
adanya feokromosotioma.
j. 17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.
k. Tes fungsi tiroid untuk penyakit.
6. 9. Penatalaksanaan medik
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas
dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah
140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi
biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan
berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan
intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila pada
penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah
diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139
mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung kongesti/katup
dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan tekanan darah.
Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut.
Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki bergeser atau sangat kuat.
Frekuensi/irama: takikardia, berbagai disritmia.
Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan bunyi jantung
III.
Murmur stenosis valvular.
Distensi vena jugularis/kongesti vena.
Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri).
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin lambat atau
tertunda.
c. Integritas ego
7. Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor
stress multiple.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan
yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas,
penurunan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi, obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu).
e. Makanan dan cairan
Gejala : Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak,
kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi kalori.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital.
Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.
Tanda : Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek,
proses fikir atau memori.
Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan
Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan – mendatar, edema, papiladema,
exudat, hemorgi.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung).
Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.
Sakit kepala oxipital berat.
Nyeri abdomen/massa.
h. Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari hipertensi
menetap/berat).
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea, ortopnea,
dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis.
i. Keamanan
8. Keluhan : Gangguan koordinasi/cara berjalan.
Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hypotensi postural.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta respons terhadap masalah actual dan resiko tinggi. Menurut Marllyn
Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
b. Intolerans aktifitas
c. Nyeri (akut)
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh.
e. Koping individual tidak efektif
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untik prilaku spesifik yang diharapkan dari pasien
dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan keperawatan dibagi menjadi,
mandiri (dilakukan perawat) dan kolaboratif (dilakukan oleh pemberiperawatan lainnya).
a. Curah jantung, penurunan, resti, terhadap.
Berhubungan dengan : Peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia
myokardia, hypertropi/rigiditas (kekakuan) ventrikuler,
Tujuan:
1) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
2) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan pasien.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tekanan darah.
2. Catat keberadaan, kualitas
denyutan sentral dan perifer.
1. Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang
masalah vaskuler.
2. Denyutan karotis, jugularis,
radialis, dan femoralis mungkin
diamati atau tekanan palpasi.
Denyutan pada tungkai mungkin
9. INTERVENSI RASIONAL
3. Auskultasi tonus jantung dan
bunyi nafas.
4. Amati warna kulit, kelembaban
suhu, dan masa pengisian kapiler.
5. Catat edema umum/tertentu.
6. Beri lingkungan tenang,
nyaman, kurangi aktifitas/keributan
lingkungan dan batasi jumlah
pengunjung dan lamannya tinggal.
7. Pertahankan pembatasan
aktifitas (jadwal istirahat tanpa
gangguan, istirahat di tempat
tidur/kursi), bantu pasien melakukan
aktifitas perawatan diri sesuai
kebutuhan.
8. Lakukan tindakan yang nyaman
(pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur).
9. Anjurkan tehnik relaksasi,
distraksi, dan panduan imajinasi.
menurun: efek dari vasokontraksi.
3. Bunyi jantung IV umum
terdengar pada hipertensi berat dan
kerusakan fungsi adanya krakels
mengi dapat mengindikasi kongesti
paru sekunder terhadap atau gagal
jantung kronik.
4. Mungkin berkaitan dengan
vasokontraksi atau mencerminkan
dekompensasi atau penurunan curah
jantung.
5. Mengindikasi gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskuler.
6. Membantu untuk menurunkan
rangsangan simpatis, menurunkan
relaksasi.
7. Menurunkan stress dan
ketegangan yang mempengaruhi
tekanan darah dan perjalanan
penyakit hipertensi.
8. Mengurangi ketidaknyamanan
dan dapat menurunkan rangsang
simpatis.
9. Menurunkan rangsangan stress
membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah.
10. INTERVENSI RASIONAL
10. Pantau respon terhadap obat
untuk mengontrol tekanan darah.
11. Kolaborasi dalam pemberian
obat-obat sesuai indikasi seperti:
Diuretik tiazoid: diuril, esidrix,
bendroflumentiazoid
12. Kolaborasi dalam memerikan
pembatasan cairan dan diet natrium
sesuai indikasi.
13. Siapkan untuk pembedahan bila
ada indikasi.
10. Respon terhadap terapi obat
tergantung pada individu dan efek
sinergis obat.
11. Dapat memperkuat agen
antihipertensi lain dengan membatasi
retensi cairan.
12. dapat menangani retensi cairan
dengan respon hipertensi yang dapat
melibatkan beban kerja jantung.
13. Bila hipertensi berhubungan
dengan adanya fcokromositoma maka
pengangkatan tumor dapat
memperbaiki kondisi.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
b. Intoleran aktifitas
Berhubungan dengan: kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/diperlukan.
Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda toleransi fisiologis.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji respon pasien terhadap
aktifitas frekuensi nadi, peningkatan
tekanan darah yang nyata
selama/sesudah aktifitas.
2. Instruksikan tehnik
1. Menyebutkan parameter
membantu dalam mengkaji respon
fisiologis stress terhadap aktifitas
dan bila ada merupakan indicator
dari kelebihan kerja yang berkaitan
dengan tingkat aktifitas.
2. Dapat mengurangi
penggunaan energi dan membantu
11. INTERVENSI RASIONAL
penghematan energi (menggunakan
kursi saat mandi, duduk, menyisir
rambut atau menyikat gigi, lakukan
aktifitas dengan perlahan).
3. Berikan dorongan untuk
melakukan aktifitas/perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
keseimbangan antara suplai antara
suplai dan kebutuhan O2.
3. Kemajuan aktifitas bertahap
mencegah penurunan kerja jantung
tiba.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
c. Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan: peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan: melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/tidak terkontrol
Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Mempertahankan tirah baring
selama fase akut.
2. Berikan kompres dingin pada
dahi, pijat punggung, dan leher,
tenang, redupkan lampu kamar,
tehnik relaksasi.
3. Hilangnya/minimalkan aktifitas
vasokonstriksi yang dapat
menurunkan dan sakit kepala,
misalnya: batuk panjang, mengejan
saat BAB, dan lain-lain.
4. Bantu pasien dalam ambulasi
sesuai kebutuhan.
5. Berikan cairan, makanan lunak,
1. Meminimalkan stimulasi atau
menurunkan relaksasi.
2. Menurunkan tekanan vaskuler
serebral dan yang memperlambat/
memblok respon simpatis efektif
dalam menghilangkan sakit kepala
dan komplikasi.
3. Menyebabkan sakit kepala pada
adanya tekanan vaskuler serebral
karena aktifitas yang meningkatkan
vaskonotraksi.
4. Pusing dan pengelihatan kabur
sering berhubungan dengan sakit
kepala.
5. Menaikkan kenyamanan
12. INTERVENSI RASIONAL
perawatan mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung atau
kompres di hidung telah dilakukan
untuk menghentikan perdarahan.
6. Kolaborasi dalam pemberian
analgesic dan antiancietas.
kompres hidung dapat mengganggu
menelan atau membutuhkan nafas
dengan mulut, menimbulkan stagnasi
sekresi oral dan mengeringkan
mukosa.
6. Dapat mengurangi tegangan dan
ketidaknyamanan yang diperbuat
oleh stress.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
d. Nutrisi, perubahan, lebih dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan: Masukan berlebihan sehubungan dengan metabolic
Pola hidup monoton.
Keyakinan budaya.
Tujuan:
1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
2) Menunjukkan perubahan pola makan.
3) Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
4) Melakukan/mempertahankan program olahraga yang tepat.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji pemahaman pasien tentang
hubungan langsung antara hipertensi
dan kegemukan.
2. Bicarakan pentingnya
menurunkan masukan kalori dan
batasi masukan lemak, garam, gula
sesuai indikasi.
1. Kegemukan adalah resiko
tambahan pada hipertensi karena
kondisi proporsi antara kapasitas
aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan dengan peningkatan massa
tubuh.
2. Kesalahan kebiasaan
maksimum menunjang terjadinya
atherosklerosis dan kegemukan yang
merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya.
13. INTERVENSI RASIONAL
3. Tetapkan keinginan pasien
untuk menurunkan berat badan.
4. Kaji ulang masukan kalori
harian dan pilihan diet.
5. Instruksikan dan bantu memilih
makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi dan
kolesterol.
6. Kolaboratif, rujuk ke ahli gizi
sesuai indikasi.
3. Motivasi penurunan berat badan
adalah internal. Individu harus
berkeinginan untuk menurunkan
berat badan bila tidak maka program
sama sekali tidak berhasil.
4. Membantu dalam menentukan
kebutuhan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan dan
mengidentifikasi kekuatan/
kelemahan dalam program diet
terakhir.
5. Penting untuk mencegah
perkembangan aterogenesis.
6. Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan
diet individual.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
e. Koping individual, inefektif berhubungan dengan:
1) Krisis situasional/diaturasional.
2) Perubahan hidup beragam.
3) Relaksasi tidak adekuat.
4) System pendukung tidak adekuat.
5) Persepsi tidak realistic.
6) Sedikit atau tidak pernah olahraga.
7) Nutrisi buruk.
8) Harapan yang tidak terpenuhi.
9) Kerja tidak berlebihan.
10) Metode koping tidak efektif.
14. Tujuan:
1) Mengidentifikasi kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi.
2) Mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk
menghindari/mengubahnya.
3) Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi
perilaku, misalnya: kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam
rencana pengobatan.
2. Catat laporan gangguan tidur,
peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang,
penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk mengatasi
atau menyelesaikan masalah.
3. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi stressor spesifik
dan kemungkinan strategi untuk
mengatasi atau menyelesaikan
masalah.
4. Libatkan pasien dalam
perencanaan perawatan dan berikan
dorongan partisipasi maksimum
dalam rencana pengobatan.
5. Dorong pasien untuk
mengevaluasi prioritas atau tujuan
hidup.
1. Mekanisme adaptif perlu
untuk mengubah pola hidup
seseorang, mengatasi hipertensi
kronik, dan mengintegrasikan terapi
yang diharuskan ke dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Manifestasi mekanisme
koping maladaptik mungkin
merupakan indicator marah yang
ditekan dan diketahui telah menjadi
penentu utama tekanan darah
diastolic.
3. Pengenalan terhadap stressor
adalah langkah pertama dalam
mengubah respon seseorang
terhadap stressor.
4. Memperbaiki keterampilan
koping dan dapat meningkatkan
kerjasama dalam regimen
teraupetik.
5. Fokus perhatian pasien pada
15. INTERVENSI RASIONAL
realitas situasi yang ada relatif
terhadap pandangan pasien tentang
apa yang diinginkan.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi rencana pengobatan
berhubungan dengan:
1) Kurang pengetahuan/daya ingat
2) Misinterpretasi informasi
3) Keterbatasan kopnitif.
4) Menyangkal diagnosa.
Tujuan:
1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
2) Mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.
3) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan.
Intervensi dan Rasional :
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kesiapan dan hambatan
dalam belajar, termasuk orang terdekat.
2. Tetapkan dan nyatakan batas
tekanan darah normal, jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya pada jantung,
pembuluh darah, ginjal, dan otak.
3. Hindari mengatakan tekanan
darah normal dan gunakan istilah
terkontrol dengan baik saat
menggambarkan tekanan darah pasien
dalam batas yang diinginkan.
4. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi factor-faktor resiko
kardiovaskuler yang dapat diubah
1. Mengidentifikasi kemampuan
klien dalam menerima
pembelajaran.
2. Meningkatkan pengetahuan
klien tentang tekanan darah normal
dan efek hipertensi.
3. Tekanan darah normal pada
setiap orang berbeda tergantung
pada banyak faktor.
16. INTERVENSI RASIONAL
misalnya obesitas, diet, tinggi lemak
jenuh, kolesterol, pola hidup monoton,
dan minum alcohol, pola hidup stress.
5. Rekomendasikan untuk
menghindari mandi air panas, ruang
penguapan, penggunaan alcohol yang
berlebihan.
6. Anjurkan pasien untuk
berkonsultasi dengan pemberi
perawatan sebelum menggunakan obat.
7. Instruksikan pasien tentang
peningkatan masukan makanan atau
cairan tinggi kalium.
4. Mencegah meningkatnya
tekanan darah dengan
memperhatikan faktor – faktor
resiko.
5. Dapat menyebabkan tekanan
darah berubah – ubah.
6. Menghindari terjadinya resiko
overdosis obat.
7. Mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam
pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Tindakan mandiri
b. Tindakan observasi
c. Tindakan health education
d. Tindakan kolaborasi
5. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai,
sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui
kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan
17. perkembangan keperawatan kesehatan klien dapat diketahui Dalam evaluasi dapat
dikemukakan 4 kemungkinan yang menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
a. Masalah klien dapat dipecahkan .
b. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.
c. Masalah klien tidak dapat dipecahkan.
d. Dapat muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan hipertensi dapat disesuaikan dengan masalah yang telah
ditanggulangi dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
a. Apakah tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima oleh klien?.
b. Apakah klien dapat beraktifitas secara mandiri ?.
c. Apakah kebutuhan nutrisi klien terpenuhi ?.
d. Apakah klien dapat menggunakan koping yang efektif ?.
e. Apakah pemahaman klien tentang penyakit meningkat ?.