2. • Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam
kavum pleura (Mansjoer, 2000).
• Efusi pleura dapat berbentuk trasudat, terjadi akibat
penyakit lain bukan primer pada paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstrikstiva, keganasan atelektasis paru dan
pneumothoraks. Efusi pleura eksudat terjadi bila ada proses
peradangan yang menyebabkan permeabilitas pembuluh
darah kapiler meningkat sehingga sel mesotelial berubah
menjadi bulat dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
kavum pleura. Hal ini paling sering disebabkan oleh kuman
Micobacterium Tuberculosis (Hadi, 2001).
3. – Etiologi
• Efusi pleura disebabkan oleh (Mansjoer, 2000) :
• Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan
metastatik.
• Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif,
embolus pulmonary dan perikarditis.
• Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites,
abses dan sindrom meigs.
• Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur,
mikobakterial, dan parasit.
• Trauma (Mansjoer, 2000).
4. • Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:
• Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di
dada. Penyebab lainnya adalah: pecahnya sebuah pembuluh darah yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura kebocoran aneurisma
aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura gangguan pembekuan darah.
Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya
mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
• Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses
paru menyebar ke dalam rongga pleura.
• Empiema bisa merupakan komplikasi dari
• Pneumonia
• Infeksi pada cedera di dada
• Pembedahan dada
• Pecahnya kerongkongan
• Abses di perut.
5. – Patofisiologi
• Tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura terbentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
• ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan
intersstisial dan submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke
dalam rongga pleura. Proses penumpukkan cairan dalam rongga pleura
dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh
kuman fiogenik akan terbentuk pus atau nanah, sehingga terjadi
empiema/piothoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemothoraks.
• Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura
perietelis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini
sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut
yang kurang elastis lagi seperti pada emfisema paru (Hadi, 2001).
•
•
6. – Tanda Dan Gejala
• Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
• Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
• Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
• Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
• Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
7. – Prosedur Diagnostik
– Pemeriksaan Radiologi
• Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut
kostofrenikus dan akan terlihat permukaan melengkung
jika jumlah cairan efusi lebih dari 300 ml. Pergeseran
mediastinum kadang ditemukan.
• Pemeriksaan CT Scan dada untuk mengetahui
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya
sehingga memudahkan dalam menentukan adanya
efusi pleura.
• Pemeriksaan ultrasonografi pleura dapat menentukan
adanya cairan dalam rongga pleura.
8. – Pemeriksaan Laboratorium
» Pemeriksaan laboratorium : analisis cairan efusi yang diambil lewat
torkosintesis (Mansjoer, 2000).
» Warna Cairan
• Cairan pleura berwarna agak kekunig- kuningan. Bila agak
kemerah- merahan ini dapat terjadi trauma, infark paru,
keganasan, adanya kebocoran anerisma aorta, bila kuning
kehijauan dan agak purulen ini menunjukan adanya
empiema, bila merah tengguli ini menunjukkan adanya
abses karena amoeba.
» Biokimia
• Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan
eksudat. Transudat adalah keadaan normal cairan pleura
yang sedikit jumlahnya. Transudat terjadi apabila hubungan
normal
9. SAMBUNGAN
» Sitologi
• Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk
diagnostik. Penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel – sel
patologis atau dominasi sel –sel tertentu.
» Bakteriologi
• Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang– kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apabila cairanya purulen . Effusi yang
purulen dapat mengandung kuman – kuman.
» Biopsi pleura
• Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukan 50-75% diagnosis kasus – kasus pleuritis
tuberkulosa atau tumor pleura (Soeparman, 1994)
» Water Seal Drainase (WSD) /Selang Dada
• Merupakan tindakan invasif dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah, pus atau cairan) dari rongga
10. – Menejemen Medik
• Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa inkubasi
melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Sebelumnya dapat dibantu
dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan anti septik (betadine).
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tapi akan tidak berarti
bila tidak diiringi dengan pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah
terjadinya efusi pleura bilateral setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodosis yakni
melengkatkan pleura viselaris dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetraciclin, bleomicyn, corinebacterium parfum (Hadi, 2001).
• Torasintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispnea. Namun bila penyebab
dasar adalah malignasi, efusi dapat terjadi kembali dengan beberapa hari atau
minggu. Torasintesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kandungan pneumothoraks. Dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke sistem drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.