SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
Tentang Pendidikan Nasional


Dalam sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia, eksistensi pendidikan telah
menunjukkan perannya yang amat penting. Sejarah juga telah mencatat bahwa bangsa-bangsa
yang memiliki tradisi pendidikan yang baik telah mengalami kemajuan peradaban dan
kebudayaan yang hebat. Di akhir perang dunia 2, setelah Nagasaki dan Hiroshima dibom
atom oleh tentara sekutu, Jepang nyaris lumpuh total dalam seluruh aspek kehidupannya. Saat
itu, Kaisar menyatakan bahwa tiada lagi yang tersisa selain tanah dan air.
Akal sehat mengatakan dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi Jepang untuk bangkit
kembali. Namun, perkiraan akal sehat itu dijungkirbalikkan oleh Jepang. Dalam waktu yang
relatif singkat, Jepang mampu bangkit, bahkan lebih powerfull daripada sebelum dibom
atom, hingga mampu menyaingi Amerika. Kebangkitan Jepang yang spektakuler tersebut
menimbulkan pertanyaan besar dalam benak kita, ‘Apa rahasia kebangkitan Jepang itu ?’
Konon, setelah Jepang menyerah kalah, kaisar Jepang mengumpulkan pejabat-pejabat
pemerintahannya, dan pertanyaan pertama yang beliau kemukakan adalah "Berapa guru yang
masih hidup ? Berapa sekolah yang masih berdiri?"
Apa artinya itu ?
Bagi Sang Kaisar, tidak masalah Jepang dihancurkan, asalkan sistem pendidikannya masih
bisa dijalankan. Dan Jepang telah membuktikan, kemajuan peradaban dan kebudayaannya
disebabkan oleh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan nasionalnya.
Kejadian serupa juga terjadi pada bangsa Amerika. Pada 4 Oktober 1957, Uni Sovyet
meluncurkan Spotnic, pesawat luar angkasanya yang pertama. Kontan saja peristiwa itu
mengguncang seluruh negeri Amerika. Amerika yang menjadi pemenang dalam PD 2 justru
kedahuluan Uni Sovyet dalam pengembangan teknologi luar angkasa. Kejadian ‘memalukan’
ini ternyata telah membangkitkan semangat bangsa Amerika untuk mengejar
ketertinggalannya dari Uni Sovyet, musuh bebuyutannya kala itu.
Alhasil, pada tanggal 14 Juli 1969, bangsa Amerika telah berhasil meletakkan manusia
pertama di permukaan bulan. Artinya, hanya dalam waktu 12 tahun, mereka mampu
mengungguli teknologi angkasa luas Uni Sovyet. Sebuah pencapaian yang maha dahsyat.
Sekali lagi, pertanyaannya, apa rahasia kedahsyatan ini ?
Ketika bangsanya merasa dipermalukan oleh Uni Sovyet, presiden Amerika membentuk tim
khusus untuk menanggapi kejadian itu. Terhadap tim ini, presiden tidak menginstruksikan
menggali rahasia keberhasilan Uni Sovyet menggungguli mereka, tapi member tugas tim
untuk mengkaji ulang kurikulum pendidikan mereka, mulai dari kurikulum tingkat dasar
sampai perguruan tinggi.
Dalam situasi perang dingin, tugas semacam itu tidak masuk akal bagi kebanyakan politisi
Amerika saat itu. Sebuah tugas yang akan sia-sia, pikir mereka. Namun, tim tetap
menjalankan tugasnya sesuai instruksi presiden. Akhirnya, dengan bekerja keras, tim tersebut
berhasil mengeluarkan statement yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan Amerika
dari semua jenjang pendidikan sudah tidak layak lagi dan harus direvisi. Berikutnya, mereka
mulai melakukan pembaharuan pendidikan dalam segala dimensinya. Mulai dari kurikulum,
jenis mata pelajaran, guru, system pendidikan guru, fasilitas, sampai dengan sistem evaluasi
pendidikannya. Upaya keras itu pun membuahkan hasil yang amat memuaskan. Dalam kurun
12 tahun, cita-cita mereka bisa tergapai, mengungguli Uni Sovyet.
Kedua ilustrasi di atas member gambaran kepada kita bahwa pendidikan merupakan faktor
determinan bagi kemajuan sebuah bangsa. Lalu, bagaimana dengan bangsa kita ? Apakah
dunia pendidikan kita telah memainkan peran seperti itu ? Apa yang telah dihasilkan oleh
Pendidikan Nasional kita ?
Jika boleh jujur, Pendidikan Nasional kita hanya mampu menghasilkan murid-murid yang
fasih menirukan teori-teori yang telah diajarkan oleh gurunya; murid-murid yang tidak
pernah mengerti mengapa mereka harus mempelajari pelajaran ini-itu di sekolah; murid-
murid yang hanya memikirkan bagaimana mengerjakan soal-soal unas dengan benar; dan
manusia-manusia yang hanya bisa menggenggam selembar kertas bernama ijazah tanpa
mengerti apa yang bisa dilakukan terhadap diri dan masyarakat mereka.
Di tingkat pendidikan tinggi, keadaannya relatif tak jauh berbeda. Sarjana-sarjana kita hanya
pandai menirukan teori-teori asing alias menjadi pembebek, tanpa berani ( bisa ? ) melakukan
inovasi atas teori-teori tersebut. Bahkan,tragisnya, para sarjana kita, akan ramai-ramai
mengeroyok jika ada sejawatnya yang berani coba-coba mengemukakan teori penemuannya.
Maka tak mengherankan, ketika negeri ini dilanda krisis ekonomi berkepanjangan, kita tidak
mendengar hasil studi sarjana ekonomi kita membuahkan inovasi bagi penyelesaian krisis
ekonomi masyarakat; meski pun program studi pertanian telah tersebar ke se antero
nusantara, tapi di negeri sendiri, buah-buahan kita ‘dibantai’ oleh buah-buahan dari Thailand,
dan sarjana pertanian kita tak mampu berbuat apa-apa; karya-karya tulis sarjana-sarjana kita
masih jarang, yang banyak memenuhi bursa-bursa buku adalah karya-karya terjemahan; dan
masih banyak fakta memilukan karena pendidikan kita yang tidak memadai.
Fenomena di atas, mau tidak mau, harus membuat kita melakukan kajian ulang mulai dari
kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan, kurikulum pendidikan sampai dengan proses
belajar-mengajar di kelas-kelas. Mengapa harus dilakukan kajian secara holistik, karena
kesalahan-kesalahannya terjadi di hampir segala lini.

A. Pendidikan Yang Merata
Di hampir semua bangsa, tanggung-jawab mencerdasarkan bangsa terutama terletak di
pundak negara. Artinya, pemerintah bertanggung-jawab menyediakan pendidikan bagi
seluruh warganya. Semua warga negara usia sekolah punya hak mutlak untuk memperoleh
pendidikan formal sampai pada jenjang tertentu sesuai dengan kemampuan pemerintah.
Sejak lebih kurang dua dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa
jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama adalah termasuk pendidikan dasar. Dan
juga telah diputuskan bahwa setiap warga negara usia sekolah berhak untuk mendapatkan
pendidikan dasar secara gratis. Dengan demikian, baik warga negara yang miskin maupun
yang kaya, memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan dasar secara adil. Adil
yang dimaksud di sini, mestinya adil secara kuantitas dan kualitas.
Pertanyaan kita sekarang adalah sudahkah keadilan yang dimaksud sudah terjadi ?
Dari sudut kuantitas relatif sudah terjadi. Pada tahun 2009, sekurang-kurangnya 95% anak
usia 7-15 tahun telah memperoleh kesempatan untuk belajar sampai dengan sekolah
menengah pertama (SMP) atau yang sederajat. Namun perlu dicatat bahwa angka 95% di atas
bukanlah semata-mata karena keberhasilan pemerintah. Peran masyarakat ternyata juga
cukup tinggi, terutama dalam hal pendanaan. Menurut Ki Supriyoko, biaya satuan pendidikan
yang harus dikeluarkan oleh orangtua yang anaknya bersekolah di SD negeri mencapai angka
Rp 5,967 juta, di SD swasta Rp 7,506 juta. Sementara yang anaknya bersekolah di SMP
negeri mencapai angka Rp 7,528 juta dan di SMP swasta mencapai Rp 7,862 juta.
Dari keterangan di atas, ternyata, meski pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan
nasional sebesar 20%, bukan berarti masyarakat benar-benar gratis menikmati pendidikan
dasar. Maka tak heran jika masyarakat miskin masih kesulitan memperoleh akses pendidikan
dasar yang bermutu. Sepengetahuan penulis, hanyalah sekolah-sekolah ( maaf ) swasta yang
relatif tidak bermutu yang ‘berani’ menggratiskan biaya pendidikan pada murid-muridnya.
Dari mana sekolah-sekolah ini membiayai operasional sekolah dan gaji guru-gurunya? Dari
dana BOS !
Dengan begitu, ke depan, pemerintah dituntut lebih sungguh-sungguh dalam mewujudkan
amanat UU Sisdiknas pasal 34. Sebagaimana kita ketahui bahwa bunyi pasal 34 tersebut
adalah sebagai berikut : (1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti
program wajib belajar. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. (3) Wajib
belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Saat ini, pemerintah telah menetapkan besaran dana pendidikan nasional sebesar 20% dari
total APBN. Disetujuinya anggaran pendidikan nasional sebesar 20% ini merupakan sebuah
perjuangan yang panjang karena harus berhadapan dengan ego masing-masing departemen.
Namun, penetapan anggaran sebesar 20% tersebut bukan berarti masalah-masalah
pendidikan, meski pun yang berkaitan dengan jumlah anggaran, bisa dianggap selesai. Jika
anggaran sebesar itu tidak bisa dimanfaatkan dengan tepat, efektif, efisien dan bebas
penyimpangan, maka peningkatan anggaran pendidikan ini akan menjadi sia-sia.
Yang pertama, anggaran sebesar itu, pemanfaatannya harus melalui perencanaan yang
matang. Artinya, pemanfaatannya harus mempertimbangkan unsur keadilan. Peningkatan
anggaran pendidikan nasional ini bukan hanya untuk peningkatan kesejahteraan para
pendidik dan pengelola pendidikan saja, tetapi juga untuk meningkatkatkan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Boleh saja pemerintah menaikkan pendapatan para pendidik
dan pengelola pendidikan, tetapi peningkatan kesejahteraan tersebut harus diimbangi dengan
peningkatan profesionalisme mereka. Karena itu, mekanismenya perlu dirancang sebaik
mungkin sebelum peningkatan kesejahteraan mereka dilakukan. Jangan sampai seperti yang
terjadi pada proses sertifikasi guru selama ini. Karena proses sertifikasi yang dilakukan tidak
memadai, maka pemberian tunjangan profesi kepada guru-guru kurang mendorong
peningkatan profesionalisme mereka. Ini berarti bahwa peningkatan kesejahteraan pendidik
tidak berimplikasi bagi kesejahteraan masyarakat secara umum.

Tuntutan keadilan berikutnya adalah berkaitan dengan pemberian pelayanan pendidikan bagi
masyarakat secara umum. Dengan mata telanjang, saat ini kita bisa melihat ketimpangan-
ketimpangan dalam penyaluran dana kepada sekolah-sekolah yang ada di tanah air. Sekolah-
sekolah diperkotaan, terutama yang dipandang lebih maju, sangat sering mendapat gelontoran
dana dari pemerintah. Sementara, sebagian besar sekolah yang berada di pedesaan atau
sekolah yang dianggap kurang berprestasi jarang memperoleh dana dari pemerintah.
Akibatnya, ketimpangan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah-sekolah yang dipandang
maju dengan sekolah-sekolah lainnya semakin lebar. Karena, salah satu determinan
keunggulan lembaga pendidikan adalah besarnya anggaran pengembangan yang dimiliki.
Dan yang lebih memilukan, ‘sekolah-sekolah maju’ ini biasanya mematok harga yang cukup
mahal bagi siswa-siswanya. Pasalnya, sekolah dengan fasilitas relatif ‘glamour’ ini pasti
menjadi rebutan masyarakat. Maka, berapa pun tarif yang dikenakan kepada siswa, sekolah-
sekolah demikian pasti menjadi rebutan.
Siswa-siswa yang ingin masuk ke sana harus melalui arena persaingan yang sangat ketat. Dan
parameter untuk diterima di sekolah-sekolah tersebut adalah tingkat status sosial orangtua
siswa. Dengan parameter demikian, anaknya orang miskin menjadi ‘diharamkan
menginjakkan kaki’ di sekolah-sekolah favorit tersebut. Dengan begitu, pemanfaatan
anggaran pendidikan untuk pengembangan sarana pendidikan telah menjadi sarana yang
mempertajam segregasi sosial. Padahal, seharusnya anggaran tersebut menjadi sarana untuk
menciptakan keadilan di tengah masyarakat.
Dengan fenomena di atas, harus dibuat aturan yang jelas untuk menyalurkan anggaran
pendidikan tersebut. Anggaran pendidikan nasional seharusnya berfungsi untuk memberikan
pelayanan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat. Untuk itu, maka
pertama kali yang harus dilakukan adalah menetapkan standard bagi sarana dan prasarana
lembaga pendidikan yang berlaku secara nasional. Kemudian, dengan parameter tersebut,
dilakukan pemetaan bagi sekolah-sekolah yang ada. Dari sini akan ditemukan sekolah-
sekolah yang berada di bawah standard. Tahap berikutnya adalah merencanakan pembiayaan
bagi peningkatan kualitas sekolah-sekolah di bawah standard ini. Peningkatan kualitas ini
tentu bukan saja dalam bidang sarana, tetapi juga meliputi manajemen, SDM, serta layanan
penunjang pendidikan lainnya. Dengan begitu, disparitas antara sekolah maju dan sekolah
terbelakang bisa direduksi. Dan akhirnya, seluruh warga masyarakat, baik kaya mau pun
miskin, akan dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara relatif adil.
Yang kedua, penggunaan anggaran pendidikan harus disertai mekanisme kontrol yang
memadai. Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa depdiknas merupakan salah satu institusi
tempat tumbuh suburnya tindakan korupsi.
Sebagai contoh, berdasarkan audit BPK diketahui bahwa terdapat “6 dari sepuluh sekolah
menyimpangkan dana BOS dengan rata-rata penyimpangan Rp 13,7 juta persekolah”. Selain
itu, berdasarkan audit BPK juga diketahui “3 dari dinas kabupaten/kota mengarahkan
pengelolaan dana DAK pada pihak ketiga”. Terakhir, berdasarkan perhitungan ICW terhadap
audit BPK terhadap anggaran Depdiknas sampai semester I tahun 2007, diketahui terdapat
dana sekitar Rp 852,7 miliar yang berpotensi diselewengkan.( AkhmadSudrajat :
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/09/23/inilah-korupsi-di-dunia-pendidikan-kita/ )
Untuk mereduksi praktek-praktek korupsi di dunia pendidikan, maka diperlukan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan di Depdiknas. Jika
perlu, laporan-laporan
2. Memaksimalkan peranan Komite Sekolah. Barangkali kita semua sudah mahfum bahwa
peranan Komite Sekolah saat ini tak ubahnya dengan peranan BP3 jaman sebelumnya.
Peranannya sebatas tukang stempel hasrat pihak sekolah untuk mengeruk dana masyarakat
untuk kepentingan yang kurang bisa dipertanggung-jawabkan. Maka, perlu dibuat regulasi
untuk lebih memberdayakan peran komite sekolah dalam mengontrol penggunaan dana oleh
manajemen sekolah.
3. Pemerintah harus menetapkan angka maksimal yang boleh ditarik dari orangtua siswa oleh
sekolah. Pembatasan ini diperlukan untuk mencegah perilaku ugal-ugalan pihak sekolah
dalam mengeruk dana masyarakat ( orantua siswa ).
4. Meningkatkan penindakan terhadap kasus korupsi di dunia pendidikan. Peningkatan seperti
ini perlu dilakukan mengingat potensi kerugian negara akibat korupsi di dunia pendidikan
cukup tinggi, apalagi jika diingat bahwa saat ini anggaran pendidikan saat ini cukup tinggi.
Jika perlu, dibentuk komisi khusus ( semacam KPK ) yang dikhususkan menangani korupsi
di dunia pendidikan. Komisi ini memiliki kewenangan menindak korupsi mulai dari tingkat
kementerian hingga tingkat sekolah.

Jika saja anggaran pendidikan sebesar 20% digunakan dengan perencanaan yang matang,
dengan memperhatikan azas pemerataan dan keadilan, dan dengan mekanisme kontrol yang
memadai, maka cita-cita memberikan pendidikan dasar gratis bagi semua bukan lagi menjadi
mimpi. Bahkan, bisa jadi untuk jenjang menengah atas juga bisa digratiskan. Hal ini perlu
menjadi pertimbangan serius, mengingat, untuk bisa bekerja dengan penghasilan relatif layak,
seseorang harus tamat jenjang menengah atas.

B. Tujuan Pendidikan Nasional Yang Memberdayakan
Para ahli berpendapat bahwa saat ini bangsa kita mengalami krisis multidimensional. Artinya,
kita sedang mengalami krisis di bidang ekonomi, politik, ideologi, budaya dan lainnya.
Mengapa hal ini terjadi ?
Prof. Dr. Soedijarto, MA dalam bukunya ‘Landasan dan Arah Pendidikan Nasional’
memandang bahwa hal ini ( krisis multidimensional ) terjadi tidak lain karena pendidikan
yang kita selenggarakan belum bermakna sebagai transformasi budaya menuju mantapnya
kehidupan negara bangsa Indonesia.
Belum mantapnya sistem politik, belum mapannya sistem ekonomi nasional, tetap rendahnya
produktivitas dan etos kerja nasional, belum adanya suatu pola budaya nasional yang andal,
dan rentannya solidaritas dan ketahanan nasional, bukan karena belum diadakannya berbagai
lembaga politik atau belum tersedianya infra struktur politik seperti partai politik dan media
pers, dan juga bukan karena belum adanya lembaga-lembaga ekonomi dan berbagai lembaga
kebudayaan lainnya seperti lembaga riset dan kajian, melainkan karena belum tertananmnya
di dalam diri setiap warga negara nilai-nilai budaya modern. ( halaman 91 )
Mengapa ini terjadi ? Karena rancangan pendidikan kita tidak mengupayakan
terinternalisasikannya nilai-nilai modern pada diri peserta didik. Pendidikan kita lebih
mengutamakan hafalan-hafalan teori dan ketrampilan-ketrampilan teknik semata, seraya
mengabaikan nilai-nilai hidup modern. Maka, tidak mengherankan jika anak-anak muda kita
fasih lidahnya mengucapkan teori-teori yang diberikan gurunya dan menguasai ketrampilan-
ketrampilan tehnik, tetapi kurang memahami bagaimana dengan itu mereka dapat berbuat
untuk diri dan bangsanya.
Selain itu, kurikulum pendidikan kita juga relatif mengabaikan potensi-potensi bawaan
peserta didik. Di sini, tampaknya ada kesalahan kita di dalam memaknai arti mendidik. Jika
dilihat dari praktek-praktek yang terjadi di dunia pendidikan kita selama ini, sepertinya yang
dinamakan mendidik adalah ‘memasukkan’ teori-teori dan ketrampilan yang disayaratkan
oleh kurikulum kepada peserta didik. Peserta didik yang tidak mampu menguasai teori dan
praktek yang dipersyaratkan tersebut akan dianggap gagal dalam proses pendidikannya.
Dengan praktek pendidikan yang demikian, dunia pendidikan kita berpretensi akan
menghasilkan manusia-manusia yang relatif sama dan sebangun. Dalam model seperti ini,
tidak memungkinkan bagi pertumbuhan potensi-petensi yang menjadi karakteristik individu
masing-masing pesrta didik. Maka, akibat logisnya adalah dunia pendidikan kita tidak
mampu melahirkan manusia-manusia kreatif dan inovatif. Dunia pendidikan kita hanya
mampu menghasilkan manusia-manusia pembebek dan tukang.
Di dalam mendidik, Ki Hajar Dewantoro berpandangan bahwa pendidikan merupakan
tuntunan bagi berkembangnya anak-anak. Mereka adalah makhluk hidup yang memiliki
kodrat dan potensi tumbuh dan berkembangnya masing-masing. Tugas pendidik adalah
membantu mereka untuk menumbuh-kembangkan kodrat dan potensinya masing-masing
untuk mencapai derajad optimal. Pendidik tidak bisa dan tidak boleh memaksakan kehendak
bagi kodrat anak-anak seperti keinginan pendidik. Pemaksaan seperti ini identik dengan
penjajahan. Seperti dikemukakan di atas, penajahan bertentangan dengan kodrat dan cita-cita
pendidikan Ki Hajar Dewantoro.
Beliau memberi analog yang mudah dimengerti untuk ini. Seorang petani tidak bisa merubah
padi menjadi jagung. Jika ia menanam padi, panennya pasti padi. Ia tidak bisa merubah
kodrat tersebut. Apa yang bisa ia lakukan adalah menumbuhkan padi dengan memperbaiki
tanahnya, memberinya pupuk, memelihara tanamannya, dan menghilangkan hamanya.
Tugas pendidik relatif sama dengan petani. Ia, seharusnya, hanya berperan dalam
membimbing anak-anak untuk mengembangkan kecerdasan, bakat dan segenap potensi anak
didiknya bagi keberhasilan hidupnya di masa akan datang. Pendidik tidak bisa merubah
kodrat kecerdasan, bakat dan potensi peserta didiknya. Setelah itu, pendidik juga harus
membantu peserta didik menangkal pengaruh-pengaruh jahat ( hama ) yang bisa merusak
dirinya, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya bisa optimal.
Di dalam pendidikan, hama-hama apa saja yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan pribadi peserta didik ? Pada hemat penulis, ada dua macam ‘hama’ yang dapat
menganggu proses tersebut, yakni yang berasal dari internal dan eksternal. Yang dimaksud
dari internal adalah ‘hama’ yang berasal dari sifat kodrati manusia itu sendiri. Sedangkan
yang dari luar adalah pengaruh-pengaruh dari lingkungan hidup individu bersangkutan.
Apa wujud ‘hama’ yang melekat di dalam diri manusia ? Menurut Frued, manusia itu
memiliki kecenderungan mencari kesenangan dan suka bermalas-malasan. Kedua
kecenderungan tersebut, jika tidak dikendalikan, akan sangat menghambat proses
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, baik masa sekarang mau pun masa yang akan
datang. Sedangkan faktor eksternal ialah hal-hal yang bisa berpengaruh negatif bagi diri
peserta didik yang berasal dari luar dirinya.
Yang perlu dipahami bahwa faktor eksternal tersebut bisa berpengaruh negatif karena
ditujukan untuk ‘memuaskan’ hasrat dari kedua kecenderungan di atas. Pengaruh-pengaruh
yang mendukung sifat malas dan suka bersenang-senang ini bisa dikendalikan jika sejak
anak-anak telah dididik untuk memperkuat potensi rasional mereka.
Oleh karena itu, setiap manusia harus mampu mengelola dua kecenderungan tersebut. Di
sinilah letak dari peranan dunia pendidikan, yakni melatih peserta didik agar memiliki
komampuan mengelola kecenderungan-kecenderungan itu supaya bisa mengoptimalkan
potensi-potensi pribadinya masing-masing.
Dengan paradigma seperti ini, model-model yang mengukur keberhasilan peserta didik
dengan patokan tertentu atau dengan membandingkan prestasi seseorang dengan rata-rata
kelas tidaklah bisa dibenarkan. Model pengukuran seperti ini dapat merusak kepercayaan diri
peserta didik. Selain itu, model seperti itu jelas berasumsi bahwa setiap orang ‘harus’
memiliki kemampuan yang relatif sama. Perbedaan ( di grade bawah dari rata-rata ) dianggap
sebagai sebuah penyimpangan. Karena itu, model ini jelas mengabaikan karakteristik
individu masing-masing peserta didik.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan pendidikan nasional itu mesti meliputi dua
segi. Pertama, mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan berpartisipasi bagi
pembangunan bangsa. Ini dicapai dengan memberikan teori-teori dan ketrampilan tertentu,
serta dengan penanaman nilai-nilai budaya modern. Kedua, pendidikan juga bertujuan
mengembangkan potensi, minat dan bawaan yang dimiliki masing-masing siswa.

C. Model Penilaian Yang Memberdayakan
Apakah dengan model pendidikan seperti yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantoro di atas
tidak memberlakukan adanya evaluasi ? Jelas bukan demikian. Evaluasi terhadap proses
belajar mengajar tetap diperlukan untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian hasil
belajar peserta didik. Tetapi evaluasi yang dikembangkan pasti tidak sama dengan yang
dilakukan oleh sebagian besar guru-guru kita saat ini.
Selama ini, yang disebut evaluasi hasil belajar itu selalu dilakukan diakhir sebuah periode
pembelajaran. Pada peserta didik diberi soal-soal yang harus dijawab. Tes tersebut umumnya
berupa menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar segala pengetahuan yang pernah
disampaikan sang guru sebelumnya. Semakin banyak yang diingat dari pengetahuan yang
diberikan guru, murid dikatakan semakin pandai. Sebaliknya, jika jawaban-jawaban murid
banyak yang tidak sama dengan yang pernah diterangkan oleh gurunya, yang bersangkutan
diberi stigma bodoh. Bukankah arti dari penilaian yang menggunakan skala A sampai E, atau
angka 1 sampai 10/100 berarti sebuah skala dari paling bodoh sampai paling pandai ?
Jika pendidikan diasumsikan sebagai bimbingan yang diberikan kepada peserta didik untuk
mengembangkan segala potensinya, maka model evaluasi hasil belajarnya bertentangan
dengan model penilaian seperti digambarkan di atas. Evaluasi di dalam model ini adalah
berupa bantuan kepada peserta didik untuk mengenali kelemahan-kelemahannya dalam
proses belajarnya.
Model pembelajaran seperti ini berasumsi bahwa setiap peserta didik memiliki keinginan,
harapan atau tujuan masing-masing di dalam belajarnya sesuai dengan bakat, minat dan
potensinya masing-masing. Tugas guru adalah membantu peserta didiknya untuk
mewujudkan tujuannya masing-masing. Nah, di dalam mencapai tujuan ini pasti masing-
masing murid akan menemui masalah-masalah. Di sinilah peran evaluasi belajar. Guru
memberi feedback kepada masing-masing murid tentang kelemahan-kelemahan muridnya
dan membantu mereka mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Dengan demikian, evaluasi
belajar dilakukan selama proses belajar muridnya. Dan, dari uraian tersebut juga jelas bahwa
yang paling berkompeten melakukan evaluasi belajar bagi murid-murid hanyalah gurunya,
karena merekalah yang paling tahu potensi-potensi murid. Menteri pendidikan tidak memiliki
hak untuk menilai dan menentukan kelulusan murid sebagaimana sekarang melalui Unas.

D. Ujian Negara
Dengan paradigma pendidikan seperti digambarkan di atas, apakah ujian negara atau yang
saat ini dikenal dengan Unas tidak diperlukan ? Tentu ujian negara tetap diperlukan. Tetapi
eksistensi Unas ini bukanlah untuk menentukan kelulusan siswa dari jenjang pendidikan
tertentu. Karena, yang paling mengetahui keadaan siswa adalah guru. Jadi, yang paling
berhak menentukan kelulusan adalah guru.
Sedangkan hasil Unas digunakan untuk melakukan pemetaan sekolah-sekolah. Dari hasil
Unas ini, akan bisa ditentukan sekolah-sekolah mana yang dikategorikan di bawah standard.
Setelah dipetakan, lalu dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan kualitas
sekolah-sekolah yang berada di bawah standard tersebut. Perbaikan yang dimaksud bisa
meliputi kualitas gurunya, para pengelolanya, sarana prasananya, manajemennya dan lain-
lain.
Selain itu, hasil Unas juga bisa sebagai seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Namun, jika Unas digunakan untuk tujuan ini, maka harus dibuatkan sebuah sistem
yang aman dari berbagai kecurangan dalam pelaksanaan Unas seperti saat ini. Baik
kecurangan yang dilakukan oleh siswa, guru, sekolah maupun pihak-pihak lain. Selain itu,
dalam pembuatan soal-soal yang di-Unas-kan harus melibatkan pihak-pihak dari jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, janjang pendidikian yang akan dimasuki oleh siswa-siswa
tersebut setelah lulus Unas.

E. Bahasa Pengantar
Last but not least, bahasa pengantar yang digunakan di seluruh jenjang pendidikan
menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan Inggris. Sebagai bahasa internasional
adalah wajar jika semua siswa harus menguasai bahasa Inggris, baik pasif maupun aktif.
Selain itu, bahasa Ingrris terbukti telah mampu sebagai sarana bahasa Ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan demikian, bahasa Inggris sudah bukan lagi sebagai salah satu mata
pelajaran, namun harus ditetapkan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah kita.
Untuk tahap awal, tentu digunakan sebagai bahsa pengantar untuk beberapa mata pelajaran
saja. Terutama pelajaran-pelajaran sosial. Lalu, sedikit demi sedikit, pelajaran lain menyusul
menggunakan bahasa internasional ini.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Presentation
PresentationPresentation
PresentationTai Erh
 
Pendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semuaPendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semuaCeLin ZaQuisha
 
Artikel pendidikan
Artikel pendidikanArtikel pendidikan
Artikel pendidikanrizkynet
 
Analisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikan
Analisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikanAnalisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikan
Analisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikanadi
 
Artikel artikel pendidikan
Artikel artikel pendidikanArtikel artikel pendidikan
Artikel artikel pendidikanSetyo Gonzalez
 
Makalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikanMakalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikanAli Rohman
 
Undang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plk
Undang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plkUndang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plk
Undang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plkbtkipkalteng
 
Artikel pendidikan
Artikel  pendidikan Artikel  pendidikan
Artikel pendidikan Bang Zaenal
 
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...Dadang DjokoKaryanto
 
Contoh proposal pkbm masri winoto
Contoh proposal pkbm   masri winotoContoh proposal pkbm   masri winoto
Contoh proposal pkbm masri winotoMin Salimin
 
Masalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaMasalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaFitria Hadri Yani
 

Mais procurados (15)

Presentation
PresentationPresentation
Presentation
 
Pendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semuaPendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semua
 
5 rkas-1
5 rkas-15 rkas-1
5 rkas-1
 
Artikel pendidikan
Artikel pendidikanArtikel pendidikan
Artikel pendidikan
 
Analisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikan
Analisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikanAnalisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikan
Analisis strategis pembangunan pendidikan dalam perencanaan pendidikan
 
Artikel artikel pendidikan
Artikel artikel pendidikanArtikel artikel pendidikan
Artikel artikel pendidikan
 
Makalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikanMakalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikan
 
Artikel masalah pendidikan 2
Artikel masalah pendidikan 2Artikel masalah pendidikan 2
Artikel masalah pendidikan 2
 
Bab i1 asia
Bab i1 asiaBab i1 asia
Bab i1 asia
 
Undang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plk
Undang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plkUndang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plk
Undang undang 23 tahun 2014 terhadap kebijakan anggaran pendidikan 2016 plk
 
Artikel pendidikan
Artikel  pendidikan Artikel  pendidikan
Artikel pendidikan
 
Peningkatan mutu pendidikan
Peningkatan mutu pendidikanPeningkatan mutu pendidikan
Peningkatan mutu pendidikan
 
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
 
Contoh proposal pkbm masri winoto
Contoh proposal pkbm   masri winotoContoh proposal pkbm   masri winoto
Contoh proposal pkbm masri winoto
 
Masalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaMasalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesia
 

Destaque

Curriculum Vitae James Lineberge (2010)
Curriculum Vitae   James Lineberge (2010)Curriculum Vitae   James Lineberge (2010)
Curriculum Vitae James Lineberge (2010)linejboise
 
LUXGALLERY Advertising Offer
LUXGALLERY Advertising OfferLUXGALLERY Advertising Offer
LUXGALLERY Advertising Offerguestde5725
 
Social Media Prescription for Physicians and Medical Practice Executives
Social Media Prescription for Physicians and Medical Practice ExecutivesSocial Media Prescription for Physicians and Medical Practice Executives
Social Media Prescription for Physicians and Medical Practice Executiveslinejboise
 
Landsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South Copy
Landsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South   CopyLandsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South   Copy
Landsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South Copymarmari
 
Innovation
InnovationInnovation
Innovationchenhua
 
Html5 game using impact js
Html5 game using impact jsHtml5 game using impact js
Html5 game using impact jsHa Bogay
 
Lập trình Java GUI
Lập trình Java GUILập trình Java GUI
Lập trình Java GUIHa Bogay
 
Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...
Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...
Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...Summer Computer Camp for Kids Serbia
 
BBJ Media Agency
BBJ Media AgencyBBJ Media Agency
BBJ Media Agencyguestde5725
 
Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.
Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.
Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.Summer Computer Camp for Kids Serbia
 

Destaque (20)

Manusia dan Absurditas
Manusia dan AbsurditasManusia dan Absurditas
Manusia dan Absurditas
 
Kekuatan keputusan
Kekuatan keputusanKekuatan keputusan
Kekuatan keputusan
 
Curriculum Vitae James Lineberge (2010)
Curriculum Vitae   James Lineberge (2010)Curriculum Vitae   James Lineberge (2010)
Curriculum Vitae James Lineberge (2010)
 
LUXGALLERY Advertising Offer
LUXGALLERY Advertising OfferLUXGALLERY Advertising Offer
LUXGALLERY Advertising Offer
 
Social Media Prescription for Physicians and Medical Practice Executives
Social Media Prescription for Physicians and Medical Practice ExecutivesSocial Media Prescription for Physicians and Medical Practice Executives
Social Media Prescription for Physicians and Medical Practice Executives
 
Landsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South Copy
Landsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South   CopyLandsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South   Copy
Landsacpe Complexity & Soil Moisture Variation In South Copy
 
Kompkamp brochure eng 2012
Kompkamp brochure  eng 2012Kompkamp brochure  eng 2012
Kompkamp brochure eng 2012
 
Assessment Report
Assessment ReportAssessment Report
Assessment Report
 
Carta Munduna 2
Carta Munduna 2Carta Munduna 2
Carta Munduna 2
 
Innovation
InnovationInnovation
Innovation
 
Strategi Menghadapi Globalisasi
Strategi Menghadapi GlobalisasiStrategi Menghadapi Globalisasi
Strategi Menghadapi Globalisasi
 
Html5 game using impact js
Html5 game using impact jsHtml5 game using impact js
Html5 game using impact js
 
Sortida odello
Sortida odelloSortida odello
Sortida odello
 
Lập trình Java GUI
Lập trình Java GUILập trình Java GUI
Lập trình Java GUI
 
Penghambat penjualan
Penghambat penjualanPenghambat penjualan
Penghambat penjualan
 
Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...
Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...
Primena NLP tehnika u obrazovanju i radu sa decom i mladima by dr Dragana M. ...
 
BBJ Media Agency
BBJ Media AgencyBBJ Media Agency
BBJ Media Agency
 
Program kerja
Program kerjaProgram kerja
Program kerja
 
Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.
Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.
Bezbednost dece i mladih na internetu, Festival Nauke, Novi Sad, 2013.
 
UVOD U KOMPJUTERSKU ETIKU, dr Dragana M. Ćorić, docent
UVOD U KOMPJUTERSKU ETIKU,  dr Dragana M. Ćorić, docentUVOD U KOMPJUTERSKU ETIKU,  dr Dragana M. Ćorić, docent
UVOD U KOMPJUTERSKU ETIKU, dr Dragana M. Ćorić, docent
 

Semelhante a Tentang Pendidikan Nasional

Semelhante a Tentang Pendidikan Nasional (20)

Karya Tulis Ilmiah (Rahma Mahmudah)
Karya Tulis Ilmiah (Rahma Mahmudah)Karya Tulis Ilmiah (Rahma Mahmudah)
Karya Tulis Ilmiah (Rahma Mahmudah)
 
LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKAN
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANISOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
 
Makalah global
Makalah globalMakalah global
Makalah global
 
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesiaMakalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
 
Makalah global
Makalah globalMakalah global
Makalah global
 
jajal
jajaljajal
jajal
 
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docxMOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
 
Makalah pengantar pendidikan
Makalah pengantar pendidikanMakalah pengantar pendidikan
Makalah pengantar pendidikan
 
Dampak globalisasi terhadap pendidikan di indonesia
Dampak globalisasi terhadap pendidikan di indonesiaDampak globalisasi terhadap pendidikan di indonesia
Dampak globalisasi terhadap pendidikan di indonesia
 
Peran pendidikan dalam kesetaraan
Peran pendidikan dalam kesetaraanPeran pendidikan dalam kesetaraan
Peran pendidikan dalam kesetaraan
 
Ppt ti
Ppt tiPpt ti
Ppt ti
 
Ppt ti
Ppt tiPpt ti
Ppt ti
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
 
Poppy amelia
Poppy ameliaPoppy amelia
Poppy amelia
 
Poppy amelia
Poppy ameliaPoppy amelia
Poppy amelia
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 

Último

RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaAndreRangga1
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxRIMA685626
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfAkhyar33
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024RoseMia3
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 

Último (20)

RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Tentang Pendidikan Nasional

  • 1. Tentang Pendidikan Nasional Dalam sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia, eksistensi pendidikan telah menunjukkan perannya yang amat penting. Sejarah juga telah mencatat bahwa bangsa-bangsa yang memiliki tradisi pendidikan yang baik telah mengalami kemajuan peradaban dan kebudayaan yang hebat. Di akhir perang dunia 2, setelah Nagasaki dan Hiroshima dibom atom oleh tentara sekutu, Jepang nyaris lumpuh total dalam seluruh aspek kehidupannya. Saat itu, Kaisar menyatakan bahwa tiada lagi yang tersisa selain tanah dan air. Akal sehat mengatakan dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi Jepang untuk bangkit kembali. Namun, perkiraan akal sehat itu dijungkirbalikkan oleh Jepang. Dalam waktu yang relatif singkat, Jepang mampu bangkit, bahkan lebih powerfull daripada sebelum dibom atom, hingga mampu menyaingi Amerika. Kebangkitan Jepang yang spektakuler tersebut menimbulkan pertanyaan besar dalam benak kita, ‘Apa rahasia kebangkitan Jepang itu ?’ Konon, setelah Jepang menyerah kalah, kaisar Jepang mengumpulkan pejabat-pejabat pemerintahannya, dan pertanyaan pertama yang beliau kemukakan adalah "Berapa guru yang masih hidup ? Berapa sekolah yang masih berdiri?" Apa artinya itu ? Bagi Sang Kaisar, tidak masalah Jepang dihancurkan, asalkan sistem pendidikannya masih bisa dijalankan. Dan Jepang telah membuktikan, kemajuan peradaban dan kebudayaannya disebabkan oleh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan nasionalnya. Kejadian serupa juga terjadi pada bangsa Amerika. Pada 4 Oktober 1957, Uni Sovyet meluncurkan Spotnic, pesawat luar angkasanya yang pertama. Kontan saja peristiwa itu mengguncang seluruh negeri Amerika. Amerika yang menjadi pemenang dalam PD 2 justru kedahuluan Uni Sovyet dalam pengembangan teknologi luar angkasa. Kejadian ‘memalukan’ ini ternyata telah membangkitkan semangat bangsa Amerika untuk mengejar ketertinggalannya dari Uni Sovyet, musuh bebuyutannya kala itu. Alhasil, pada tanggal 14 Juli 1969, bangsa Amerika telah berhasil meletakkan manusia pertama di permukaan bulan. Artinya, hanya dalam waktu 12 tahun, mereka mampu mengungguli teknologi angkasa luas Uni Sovyet. Sebuah pencapaian yang maha dahsyat. Sekali lagi, pertanyaannya, apa rahasia kedahsyatan ini ? Ketika bangsanya merasa dipermalukan oleh Uni Sovyet, presiden Amerika membentuk tim khusus untuk menanggapi kejadian itu. Terhadap tim ini, presiden tidak menginstruksikan menggali rahasia keberhasilan Uni Sovyet menggungguli mereka, tapi member tugas tim untuk mengkaji ulang kurikulum pendidikan mereka, mulai dari kurikulum tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Dalam situasi perang dingin, tugas semacam itu tidak masuk akal bagi kebanyakan politisi Amerika saat itu. Sebuah tugas yang akan sia-sia, pikir mereka. Namun, tim tetap menjalankan tugasnya sesuai instruksi presiden. Akhirnya, dengan bekerja keras, tim tersebut berhasil mengeluarkan statement yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan Amerika dari semua jenjang pendidikan sudah tidak layak lagi dan harus direvisi. Berikutnya, mereka mulai melakukan pembaharuan pendidikan dalam segala dimensinya. Mulai dari kurikulum, jenis mata pelajaran, guru, system pendidikan guru, fasilitas, sampai dengan sistem evaluasi
  • 2. pendidikannya. Upaya keras itu pun membuahkan hasil yang amat memuaskan. Dalam kurun 12 tahun, cita-cita mereka bisa tergapai, mengungguli Uni Sovyet. Kedua ilustrasi di atas member gambaran kepada kita bahwa pendidikan merupakan faktor determinan bagi kemajuan sebuah bangsa. Lalu, bagaimana dengan bangsa kita ? Apakah dunia pendidikan kita telah memainkan peran seperti itu ? Apa yang telah dihasilkan oleh Pendidikan Nasional kita ? Jika boleh jujur, Pendidikan Nasional kita hanya mampu menghasilkan murid-murid yang fasih menirukan teori-teori yang telah diajarkan oleh gurunya; murid-murid yang tidak pernah mengerti mengapa mereka harus mempelajari pelajaran ini-itu di sekolah; murid- murid yang hanya memikirkan bagaimana mengerjakan soal-soal unas dengan benar; dan manusia-manusia yang hanya bisa menggenggam selembar kertas bernama ijazah tanpa mengerti apa yang bisa dilakukan terhadap diri dan masyarakat mereka. Di tingkat pendidikan tinggi, keadaannya relatif tak jauh berbeda. Sarjana-sarjana kita hanya pandai menirukan teori-teori asing alias menjadi pembebek, tanpa berani ( bisa ? ) melakukan inovasi atas teori-teori tersebut. Bahkan,tragisnya, para sarjana kita, akan ramai-ramai mengeroyok jika ada sejawatnya yang berani coba-coba mengemukakan teori penemuannya. Maka tak mengherankan, ketika negeri ini dilanda krisis ekonomi berkepanjangan, kita tidak mendengar hasil studi sarjana ekonomi kita membuahkan inovasi bagi penyelesaian krisis ekonomi masyarakat; meski pun program studi pertanian telah tersebar ke se antero nusantara, tapi di negeri sendiri, buah-buahan kita ‘dibantai’ oleh buah-buahan dari Thailand, dan sarjana pertanian kita tak mampu berbuat apa-apa; karya-karya tulis sarjana-sarjana kita masih jarang, yang banyak memenuhi bursa-bursa buku adalah karya-karya terjemahan; dan masih banyak fakta memilukan karena pendidikan kita yang tidak memadai. Fenomena di atas, mau tidak mau, harus membuat kita melakukan kajian ulang mulai dari kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan, kurikulum pendidikan sampai dengan proses belajar-mengajar di kelas-kelas. Mengapa harus dilakukan kajian secara holistik, karena kesalahan-kesalahannya terjadi di hampir segala lini. A. Pendidikan Yang Merata Di hampir semua bangsa, tanggung-jawab mencerdasarkan bangsa terutama terletak di pundak negara. Artinya, pemerintah bertanggung-jawab menyediakan pendidikan bagi seluruh warganya. Semua warga negara usia sekolah punya hak mutlak untuk memperoleh pendidikan formal sampai pada jenjang tertentu sesuai dengan kemampuan pemerintah. Sejak lebih kurang dua dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama adalah termasuk pendidikan dasar. Dan juga telah diputuskan bahwa setiap warga negara usia sekolah berhak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis. Dengan demikian, baik warga negara yang miskin maupun yang kaya, memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan dasar secara adil. Adil yang dimaksud di sini, mestinya adil secara kuantitas dan kualitas. Pertanyaan kita sekarang adalah sudahkah keadilan yang dimaksud sudah terjadi ? Dari sudut kuantitas relatif sudah terjadi. Pada tahun 2009, sekurang-kurangnya 95% anak usia 7-15 tahun telah memperoleh kesempatan untuk belajar sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP) atau yang sederajat. Namun perlu dicatat bahwa angka 95% di atas bukanlah semata-mata karena keberhasilan pemerintah. Peran masyarakat ternyata juga
  • 3. cukup tinggi, terutama dalam hal pendanaan. Menurut Ki Supriyoko, biaya satuan pendidikan yang harus dikeluarkan oleh orangtua yang anaknya bersekolah di SD negeri mencapai angka Rp 5,967 juta, di SD swasta Rp 7,506 juta. Sementara yang anaknya bersekolah di SMP negeri mencapai angka Rp 7,528 juta dan di SMP swasta mencapai Rp 7,862 juta. Dari keterangan di atas, ternyata, meski pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan nasional sebesar 20%, bukan berarti masyarakat benar-benar gratis menikmati pendidikan dasar. Maka tak heran jika masyarakat miskin masih kesulitan memperoleh akses pendidikan dasar yang bermutu. Sepengetahuan penulis, hanyalah sekolah-sekolah ( maaf ) swasta yang relatif tidak bermutu yang ‘berani’ menggratiskan biaya pendidikan pada murid-muridnya. Dari mana sekolah-sekolah ini membiayai operasional sekolah dan gaji guru-gurunya? Dari dana BOS ! Dengan begitu, ke depan, pemerintah dituntut lebih sungguh-sungguh dalam mewujudkan amanat UU Sisdiknas pasal 34. Sebagaimana kita ketahui bahwa bunyi pasal 34 tersebut adalah sebagai berikut : (1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. (3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Saat ini, pemerintah telah menetapkan besaran dana pendidikan nasional sebesar 20% dari total APBN. Disetujuinya anggaran pendidikan nasional sebesar 20% ini merupakan sebuah perjuangan yang panjang karena harus berhadapan dengan ego masing-masing departemen. Namun, penetapan anggaran sebesar 20% tersebut bukan berarti masalah-masalah pendidikan, meski pun yang berkaitan dengan jumlah anggaran, bisa dianggap selesai. Jika anggaran sebesar itu tidak bisa dimanfaatkan dengan tepat, efektif, efisien dan bebas penyimpangan, maka peningkatan anggaran pendidikan ini akan menjadi sia-sia. Yang pertama, anggaran sebesar itu, pemanfaatannya harus melalui perencanaan yang matang. Artinya, pemanfaatannya harus mempertimbangkan unsur keadilan. Peningkatan anggaran pendidikan nasional ini bukan hanya untuk peningkatan kesejahteraan para pendidik dan pengelola pendidikan saja, tetapi juga untuk meningkatkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Boleh saja pemerintah menaikkan pendapatan para pendidik dan pengelola pendidikan, tetapi peningkatan kesejahteraan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan profesionalisme mereka. Karena itu, mekanismenya perlu dirancang sebaik mungkin sebelum peningkatan kesejahteraan mereka dilakukan. Jangan sampai seperti yang terjadi pada proses sertifikasi guru selama ini. Karena proses sertifikasi yang dilakukan tidak memadai, maka pemberian tunjangan profesi kepada guru-guru kurang mendorong peningkatan profesionalisme mereka. Ini berarti bahwa peningkatan kesejahteraan pendidik tidak berimplikasi bagi kesejahteraan masyarakat secara umum. Tuntutan keadilan berikutnya adalah berkaitan dengan pemberian pelayanan pendidikan bagi masyarakat secara umum. Dengan mata telanjang, saat ini kita bisa melihat ketimpangan- ketimpangan dalam penyaluran dana kepada sekolah-sekolah yang ada di tanah air. Sekolah- sekolah diperkotaan, terutama yang dipandang lebih maju, sangat sering mendapat gelontoran dana dari pemerintah. Sementara, sebagian besar sekolah yang berada di pedesaan atau sekolah yang dianggap kurang berprestasi jarang memperoleh dana dari pemerintah. Akibatnya, ketimpangan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah-sekolah yang dipandang
  • 4. maju dengan sekolah-sekolah lainnya semakin lebar. Karena, salah satu determinan keunggulan lembaga pendidikan adalah besarnya anggaran pengembangan yang dimiliki. Dan yang lebih memilukan, ‘sekolah-sekolah maju’ ini biasanya mematok harga yang cukup mahal bagi siswa-siswanya. Pasalnya, sekolah dengan fasilitas relatif ‘glamour’ ini pasti menjadi rebutan masyarakat. Maka, berapa pun tarif yang dikenakan kepada siswa, sekolah- sekolah demikian pasti menjadi rebutan. Siswa-siswa yang ingin masuk ke sana harus melalui arena persaingan yang sangat ketat. Dan parameter untuk diterima di sekolah-sekolah tersebut adalah tingkat status sosial orangtua siswa. Dengan parameter demikian, anaknya orang miskin menjadi ‘diharamkan menginjakkan kaki’ di sekolah-sekolah favorit tersebut. Dengan begitu, pemanfaatan anggaran pendidikan untuk pengembangan sarana pendidikan telah menjadi sarana yang mempertajam segregasi sosial. Padahal, seharusnya anggaran tersebut menjadi sarana untuk menciptakan keadilan di tengah masyarakat. Dengan fenomena di atas, harus dibuat aturan yang jelas untuk menyalurkan anggaran pendidikan tersebut. Anggaran pendidikan nasional seharusnya berfungsi untuk memberikan pelayanan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat. Untuk itu, maka pertama kali yang harus dilakukan adalah menetapkan standard bagi sarana dan prasarana lembaga pendidikan yang berlaku secara nasional. Kemudian, dengan parameter tersebut, dilakukan pemetaan bagi sekolah-sekolah yang ada. Dari sini akan ditemukan sekolah- sekolah yang berada di bawah standard. Tahap berikutnya adalah merencanakan pembiayaan bagi peningkatan kualitas sekolah-sekolah di bawah standard ini. Peningkatan kualitas ini tentu bukan saja dalam bidang sarana, tetapi juga meliputi manajemen, SDM, serta layanan penunjang pendidikan lainnya. Dengan begitu, disparitas antara sekolah maju dan sekolah terbelakang bisa direduksi. Dan akhirnya, seluruh warga masyarakat, baik kaya mau pun miskin, akan dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara relatif adil. Yang kedua, penggunaan anggaran pendidikan harus disertai mekanisme kontrol yang memadai. Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa depdiknas merupakan salah satu institusi tempat tumbuh suburnya tindakan korupsi. Sebagai contoh, berdasarkan audit BPK diketahui bahwa terdapat “6 dari sepuluh sekolah menyimpangkan dana BOS dengan rata-rata penyimpangan Rp 13,7 juta persekolah”. Selain itu, berdasarkan audit BPK juga diketahui “3 dari dinas kabupaten/kota mengarahkan pengelolaan dana DAK pada pihak ketiga”. Terakhir, berdasarkan perhitungan ICW terhadap audit BPK terhadap anggaran Depdiknas sampai semester I tahun 2007, diketahui terdapat dana sekitar Rp 852,7 miliar yang berpotensi diselewengkan.( AkhmadSudrajat : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/09/23/inilah-korupsi-di-dunia-pendidikan-kita/ ) Untuk mereduksi praktek-praktek korupsi di dunia pendidikan, maka diperlukan langkah- langkah sebagai berikut : 1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan di Depdiknas. Jika perlu, laporan-laporan 2. Memaksimalkan peranan Komite Sekolah. Barangkali kita semua sudah mahfum bahwa peranan Komite Sekolah saat ini tak ubahnya dengan peranan BP3 jaman sebelumnya. Peranannya sebatas tukang stempel hasrat pihak sekolah untuk mengeruk dana masyarakat untuk kepentingan yang kurang bisa dipertanggung-jawabkan. Maka, perlu dibuat regulasi untuk lebih memberdayakan peran komite sekolah dalam mengontrol penggunaan dana oleh manajemen sekolah. 3. Pemerintah harus menetapkan angka maksimal yang boleh ditarik dari orangtua siswa oleh sekolah. Pembatasan ini diperlukan untuk mencegah perilaku ugal-ugalan pihak sekolah dalam mengeruk dana masyarakat ( orantua siswa ). 4. Meningkatkan penindakan terhadap kasus korupsi di dunia pendidikan. Peningkatan seperti ini perlu dilakukan mengingat potensi kerugian negara akibat korupsi di dunia pendidikan
  • 5. cukup tinggi, apalagi jika diingat bahwa saat ini anggaran pendidikan saat ini cukup tinggi. Jika perlu, dibentuk komisi khusus ( semacam KPK ) yang dikhususkan menangani korupsi di dunia pendidikan. Komisi ini memiliki kewenangan menindak korupsi mulai dari tingkat kementerian hingga tingkat sekolah. Jika saja anggaran pendidikan sebesar 20% digunakan dengan perencanaan yang matang, dengan memperhatikan azas pemerataan dan keadilan, dan dengan mekanisme kontrol yang memadai, maka cita-cita memberikan pendidikan dasar gratis bagi semua bukan lagi menjadi mimpi. Bahkan, bisa jadi untuk jenjang menengah atas juga bisa digratiskan. Hal ini perlu menjadi pertimbangan serius, mengingat, untuk bisa bekerja dengan penghasilan relatif layak, seseorang harus tamat jenjang menengah atas. B. Tujuan Pendidikan Nasional Yang Memberdayakan Para ahli berpendapat bahwa saat ini bangsa kita mengalami krisis multidimensional. Artinya, kita sedang mengalami krisis di bidang ekonomi, politik, ideologi, budaya dan lainnya. Mengapa hal ini terjadi ? Prof. Dr. Soedijarto, MA dalam bukunya ‘Landasan dan Arah Pendidikan Nasional’ memandang bahwa hal ini ( krisis multidimensional ) terjadi tidak lain karena pendidikan yang kita selenggarakan belum bermakna sebagai transformasi budaya menuju mantapnya kehidupan negara bangsa Indonesia. Belum mantapnya sistem politik, belum mapannya sistem ekonomi nasional, tetap rendahnya produktivitas dan etos kerja nasional, belum adanya suatu pola budaya nasional yang andal, dan rentannya solidaritas dan ketahanan nasional, bukan karena belum diadakannya berbagai lembaga politik atau belum tersedianya infra struktur politik seperti partai politik dan media pers, dan juga bukan karena belum adanya lembaga-lembaga ekonomi dan berbagai lembaga kebudayaan lainnya seperti lembaga riset dan kajian, melainkan karena belum tertananmnya di dalam diri setiap warga negara nilai-nilai budaya modern. ( halaman 91 ) Mengapa ini terjadi ? Karena rancangan pendidikan kita tidak mengupayakan terinternalisasikannya nilai-nilai modern pada diri peserta didik. Pendidikan kita lebih mengutamakan hafalan-hafalan teori dan ketrampilan-ketrampilan teknik semata, seraya mengabaikan nilai-nilai hidup modern. Maka, tidak mengherankan jika anak-anak muda kita fasih lidahnya mengucapkan teori-teori yang diberikan gurunya dan menguasai ketrampilan- ketrampilan tehnik, tetapi kurang memahami bagaimana dengan itu mereka dapat berbuat untuk diri dan bangsanya. Selain itu, kurikulum pendidikan kita juga relatif mengabaikan potensi-potensi bawaan peserta didik. Di sini, tampaknya ada kesalahan kita di dalam memaknai arti mendidik. Jika dilihat dari praktek-praktek yang terjadi di dunia pendidikan kita selama ini, sepertinya yang dinamakan mendidik adalah ‘memasukkan’ teori-teori dan ketrampilan yang disayaratkan oleh kurikulum kepada peserta didik. Peserta didik yang tidak mampu menguasai teori dan praktek yang dipersyaratkan tersebut akan dianggap gagal dalam proses pendidikannya. Dengan praktek pendidikan yang demikian, dunia pendidikan kita berpretensi akan menghasilkan manusia-manusia yang relatif sama dan sebangun. Dalam model seperti ini, tidak memungkinkan bagi pertumbuhan potensi-petensi yang menjadi karakteristik individu masing-masing pesrta didik. Maka, akibat logisnya adalah dunia pendidikan kita tidak mampu melahirkan manusia-manusia kreatif dan inovatif. Dunia pendidikan kita hanya mampu menghasilkan manusia-manusia pembebek dan tukang. Di dalam mendidik, Ki Hajar Dewantoro berpandangan bahwa pendidikan merupakan tuntunan bagi berkembangnya anak-anak. Mereka adalah makhluk hidup yang memiliki kodrat dan potensi tumbuh dan berkembangnya masing-masing. Tugas pendidik adalah membantu mereka untuk menumbuh-kembangkan kodrat dan potensinya masing-masing
  • 6. untuk mencapai derajad optimal. Pendidik tidak bisa dan tidak boleh memaksakan kehendak bagi kodrat anak-anak seperti keinginan pendidik. Pemaksaan seperti ini identik dengan penjajahan. Seperti dikemukakan di atas, penajahan bertentangan dengan kodrat dan cita-cita pendidikan Ki Hajar Dewantoro. Beliau memberi analog yang mudah dimengerti untuk ini. Seorang petani tidak bisa merubah padi menjadi jagung. Jika ia menanam padi, panennya pasti padi. Ia tidak bisa merubah kodrat tersebut. Apa yang bisa ia lakukan adalah menumbuhkan padi dengan memperbaiki tanahnya, memberinya pupuk, memelihara tanamannya, dan menghilangkan hamanya. Tugas pendidik relatif sama dengan petani. Ia, seharusnya, hanya berperan dalam membimbing anak-anak untuk mengembangkan kecerdasan, bakat dan segenap potensi anak didiknya bagi keberhasilan hidupnya di masa akan datang. Pendidik tidak bisa merubah kodrat kecerdasan, bakat dan potensi peserta didiknya. Setelah itu, pendidik juga harus membantu peserta didik menangkal pengaruh-pengaruh jahat ( hama ) yang bisa merusak dirinya, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya bisa optimal. Di dalam pendidikan, hama-hama apa saja yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik ? Pada hemat penulis, ada dua macam ‘hama’ yang dapat menganggu proses tersebut, yakni yang berasal dari internal dan eksternal. Yang dimaksud dari internal adalah ‘hama’ yang berasal dari sifat kodrati manusia itu sendiri. Sedangkan yang dari luar adalah pengaruh-pengaruh dari lingkungan hidup individu bersangkutan. Apa wujud ‘hama’ yang melekat di dalam diri manusia ? Menurut Frued, manusia itu memiliki kecenderungan mencari kesenangan dan suka bermalas-malasan. Kedua kecenderungan tersebut, jika tidak dikendalikan, akan sangat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, baik masa sekarang mau pun masa yang akan datang. Sedangkan faktor eksternal ialah hal-hal yang bisa berpengaruh negatif bagi diri peserta didik yang berasal dari luar dirinya. Yang perlu dipahami bahwa faktor eksternal tersebut bisa berpengaruh negatif karena ditujukan untuk ‘memuaskan’ hasrat dari kedua kecenderungan di atas. Pengaruh-pengaruh yang mendukung sifat malas dan suka bersenang-senang ini bisa dikendalikan jika sejak anak-anak telah dididik untuk memperkuat potensi rasional mereka. Oleh karena itu, setiap manusia harus mampu mengelola dua kecenderungan tersebut. Di sinilah letak dari peranan dunia pendidikan, yakni melatih peserta didik agar memiliki komampuan mengelola kecenderungan-kecenderungan itu supaya bisa mengoptimalkan potensi-potensi pribadinya masing-masing. Dengan paradigma seperti ini, model-model yang mengukur keberhasilan peserta didik dengan patokan tertentu atau dengan membandingkan prestasi seseorang dengan rata-rata kelas tidaklah bisa dibenarkan. Model pengukuran seperti ini dapat merusak kepercayaan diri peserta didik. Selain itu, model seperti itu jelas berasumsi bahwa setiap orang ‘harus’ memiliki kemampuan yang relatif sama. Perbedaan ( di grade bawah dari rata-rata ) dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Karena itu, model ini jelas mengabaikan karakteristik individu masing-masing peserta didik. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan pendidikan nasional itu mesti meliputi dua segi. Pertama, mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan berpartisipasi bagi pembangunan bangsa. Ini dicapai dengan memberikan teori-teori dan ketrampilan tertentu, serta dengan penanaman nilai-nilai budaya modern. Kedua, pendidikan juga bertujuan mengembangkan potensi, minat dan bawaan yang dimiliki masing-masing siswa. C. Model Penilaian Yang Memberdayakan Apakah dengan model pendidikan seperti yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantoro di atas tidak memberlakukan adanya evaluasi ? Jelas bukan demikian. Evaluasi terhadap proses belajar mengajar tetap diperlukan untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian hasil
  • 7. belajar peserta didik. Tetapi evaluasi yang dikembangkan pasti tidak sama dengan yang dilakukan oleh sebagian besar guru-guru kita saat ini. Selama ini, yang disebut evaluasi hasil belajar itu selalu dilakukan diakhir sebuah periode pembelajaran. Pada peserta didik diberi soal-soal yang harus dijawab. Tes tersebut umumnya berupa menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar segala pengetahuan yang pernah disampaikan sang guru sebelumnya. Semakin banyak yang diingat dari pengetahuan yang diberikan guru, murid dikatakan semakin pandai. Sebaliknya, jika jawaban-jawaban murid banyak yang tidak sama dengan yang pernah diterangkan oleh gurunya, yang bersangkutan diberi stigma bodoh. Bukankah arti dari penilaian yang menggunakan skala A sampai E, atau angka 1 sampai 10/100 berarti sebuah skala dari paling bodoh sampai paling pandai ? Jika pendidikan diasumsikan sebagai bimbingan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan segala potensinya, maka model evaluasi hasil belajarnya bertentangan dengan model penilaian seperti digambarkan di atas. Evaluasi di dalam model ini adalah berupa bantuan kepada peserta didik untuk mengenali kelemahan-kelemahannya dalam proses belajarnya. Model pembelajaran seperti ini berasumsi bahwa setiap peserta didik memiliki keinginan, harapan atau tujuan masing-masing di dalam belajarnya sesuai dengan bakat, minat dan potensinya masing-masing. Tugas guru adalah membantu peserta didiknya untuk mewujudkan tujuannya masing-masing. Nah, di dalam mencapai tujuan ini pasti masing- masing murid akan menemui masalah-masalah. Di sinilah peran evaluasi belajar. Guru memberi feedback kepada masing-masing murid tentang kelemahan-kelemahan muridnya dan membantu mereka mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Dengan demikian, evaluasi belajar dilakukan selama proses belajar muridnya. Dan, dari uraian tersebut juga jelas bahwa yang paling berkompeten melakukan evaluasi belajar bagi murid-murid hanyalah gurunya, karena merekalah yang paling tahu potensi-potensi murid. Menteri pendidikan tidak memiliki hak untuk menilai dan menentukan kelulusan murid sebagaimana sekarang melalui Unas. D. Ujian Negara Dengan paradigma pendidikan seperti digambarkan di atas, apakah ujian negara atau yang saat ini dikenal dengan Unas tidak diperlukan ? Tentu ujian negara tetap diperlukan. Tetapi eksistensi Unas ini bukanlah untuk menentukan kelulusan siswa dari jenjang pendidikan tertentu. Karena, yang paling mengetahui keadaan siswa adalah guru. Jadi, yang paling berhak menentukan kelulusan adalah guru. Sedangkan hasil Unas digunakan untuk melakukan pemetaan sekolah-sekolah. Dari hasil Unas ini, akan bisa ditentukan sekolah-sekolah mana yang dikategorikan di bawah standard. Setelah dipetakan, lalu dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan kualitas sekolah-sekolah yang berada di bawah standard tersebut. Perbaikan yang dimaksud bisa meliputi kualitas gurunya, para pengelolanya, sarana prasananya, manajemennya dan lain- lain. Selain itu, hasil Unas juga bisa sebagai seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, jika Unas digunakan untuk tujuan ini, maka harus dibuatkan sebuah sistem yang aman dari berbagai kecurangan dalam pelaksanaan Unas seperti saat ini. Baik kecurangan yang dilakukan oleh siswa, guru, sekolah maupun pihak-pihak lain. Selain itu, dalam pembuatan soal-soal yang di-Unas-kan harus melibatkan pihak-pihak dari jenjang pendidikan yang lebih tinggi, janjang pendidikian yang akan dimasuki oleh siswa-siswa tersebut setelah lulus Unas. E. Bahasa Pengantar Last but not least, bahasa pengantar yang digunakan di seluruh jenjang pendidikan menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan Inggris. Sebagai bahasa internasional
  • 8. adalah wajar jika semua siswa harus menguasai bahasa Inggris, baik pasif maupun aktif. Selain itu, bahasa Ingrris terbukti telah mampu sebagai sarana bahasa Ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, bahasa Inggris sudah bukan lagi sebagai salah satu mata pelajaran, namun harus ditetapkan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah kita. Untuk tahap awal, tentu digunakan sebagai bahsa pengantar untuk beberapa mata pelajaran saja. Terutama pelajaran-pelajaran sosial. Lalu, sedikit demi sedikit, pelajaran lain menyusul menggunakan bahasa internasional ini.