1. Ejaan bahasa Indonesia telah mengalami beberapa perubahan sejak zaman kolonial hingga saat ini.
2. Ejaan yang disempurnakan (EYD) merupakan ejaan resmi bahasa Indonesia yang berlaku saat ini.
3. Perbedaan utama EYD dengan ejaan sebelumnya terdapat pada penulisan beberapa huruf dan tanda baca.
1. DOSEN :
DRS. H. NASARUDDIN M. ALI
Nama : RAHMATIA AZZINDANI
Nim : A1C211123
JURUSAN : S1 AKUNTANSI
Kelas : III AE 7 ( A )
2. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi
Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini
yaitu :
1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
3. Tanda diakritik, seperti koma ain, hamzah dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
4. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
Ejaan Soewandi
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ejaan Van Ophuysen mengalami
beberapa perubahan. Pada tanggal 19 Maret 1947, Mr. Soewandi yang pada saat itu
menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan Republik
Indonesia meresmikan ejaan baru yang dikenal dengan nama Ejaan Republik, yang
menggantikan ejaan sebelumnya. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu :
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak,
pak, maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2 (anak-anak), ber-
jalan2 (berjalan-jalan), ke-barat2-an (kebarat-baratan).
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan
dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Pada Kongres II Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Prof. Dr. Prijono
mengajukan Pra-saran Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf Latin. Isi
dasar-dasar tersebut adalah perlunya penyempurnaan kembali Ejaan Republik yang
sedang dipakai saat itu. Namun, hasil penyempurnaan Ejaan Republik ini gagal
diresmikan karena terbentur biaya yang besar untuk perombakan mesin tik yang
telah ada di Indonesia.
3. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Usaha penyempurnaan ejaan terus dilakukan, termasuk bekerja sama dengan
Malaysia dengan rumpun bahasa Melayunya pada Desember 1959. Dari kerjasama
ini, terbentuklah Ejaan Melindo yang diharapkan pemakaiannya berlaku di kedua
negara paling lambat bulan Januari 1962. Namun, perkembangan hubungan politik
yang kurang baik antar dua negara pada saat itu, ejaan ini kembali gagal
diberlakukan.
Pada awal Mei 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang sekarang
menjadi Pusat Bahasa kembali menyusun Ejaan Baru Bahasa Indonesia. Namun,
hasil perubahan ini juga tetap banyak mendapat pertentangan dari berbagai pihak
sehingga gagal kembali.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57 tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokanpemakaian ejaan itu.
Karena penuntutan itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972,
No. 156/P/1972 ( Amran Halim, Ketua ), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedomaan Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurkan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan
surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9
September 1987. Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi Ejaan yang Disempurnakan
dj djalan, djauh j jalan, jauh
J pajung, laju y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir
4. 2. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi
sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
F maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat
3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a:b=p:q
Sinar-X
4. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan, dan di atau ke sebagai kata depan dibeda-
kan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang meng-
ikutinya.
di- (awalan) di (kata depan)
ditulis di kampus
dibakar di rumah
dilempar di jalan
dipikirkan di sini
ketua ke kampus
kekasih ke luar negeri
kehendak ke atas
5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
Contoh : Anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat.
Perubahan:
Indonesia Malaysia Sejak
(pra-1972) (pra-1972) 1972
tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sh
j y y
oe* u u
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
5. Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada
contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan
Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat
pada Penulisan tanda baca sesuai EYD.
Pengertian Ejaan
Ejaan merupakan kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf, atau serta penggunaan
tanda bacanya. Tiap negara mempunyai aturan ejaan tersendiri dalam
melambangkan bunyi-bunyi bahasa negaranya. Demikian juga di Indonesia, tercatat
ada 6 sejarah ejaan yang pernah dikenal di Indonesia. Dari enam ejaan tersebut,
ada 3 ejaan yang pernah diberlakukan bahkan salah satunya tetap dipakai sampai
saat ini yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), dan 3 ejaan lainnya belum sempat
di terapkan atau dipakai di Indonesia karena berbagai faktor.
Dasar yang paling baik dalam melambangkan bunyi-ujaran atau bahasa adalah
satu bunyi-ujaran yang mempunyai fungsi untuk membedakan arti harus
dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Dengan demikian pelukisan atas
bahasa lisan itu akan mendekati kesempurnaan, walaupun kesempurnaan yang
dimaksud itu tentulah dalam batas-batas ukuran kemanusiaan, masih bersifat relatif.
Walaupun begitu literasi (penulisan) bahasa itu belum memuaskan karena kesatuan
intonasi yang bulat yang menghidupkan suatu arus-ujaran itu hingga kini belum
dapat diatasi. Sudah diusahakan bermacam-macam tanda untuk tujuan itu tetapi
6. belum juga memberi kepuasan. Segala macam tanda baca untuk menggambarkan
perhentian antara, perhentian akhir, tekanan, tanda tanya, dan lain-lain adalah hasil
dari usaha itu. Tetapi hasil usaha itu belum dapat menunjukkan dengan tegas
bagaimana suatu ujaran harus diulang oleh yang membacanya.
Segala macam tanda baca seperti yang disebut di atas disebut tanda baca atau
pungtuasi.
Walaupun sistem ejaan sekarang didasarkan atas sistem fonemis, yaitu satu
tanda untuk satu bunyi, namun masih terdapat kepincangan-kepincangan. Ada
fonem yang masih dilambangkan dengan dua tanda (diagraf ), misalnya ng, ny, kh,
dan sy. Jika kita menghendaki kekonsekuenan terhadap prinsip yang dianut, maka
diagraf-diagraf tersebut harus dirubah menjadi monograf (satu fonem satu tanda). Di
samping itu masih terdapat kekurangan lain yang sangat mengganggu terutama
dalam mengucapkan kata-kata yang bersangkutan, yaitu ada dua fonem yang
dilambangkan dengan satu tanda saja yakni e (pepet) dan e (taling). Ini
menimbulkan dualisme dalam pengucapan.
Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana
melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda
baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana
menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan maupun antara kata
dengan kata. Pemotongan itu berguna terutama bagaimana kita harus memisahkan
huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita menulils
seluruh kata di sana. Apakah kita harus memisahkan kata bunga menjadi bu – nga
atau b – unga . Semuanya ini memerlukan suatu peraturan umum, agar jangan
timbul kesewenangan.
Batasan: Keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang
bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu
(pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan.
Pengembangan Kata
1. Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini
adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian
yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut
makna konseptual.
Kata makan, misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut,
dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif. Makna
denotatif disebut juga dengan istilah: makna denatasional, makna kognitif, makna
7. konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional
(keraf,2002:2080). Disebut makna denotasional, konseptual, referensial dan
ideasional, karena makna itu mengacu pada referensi, konsep atau ide tertentu dari
suatu referensi. Disebut makna kognitif karena makna itu berhubungan dengan
kesadaran, pengetahuan dan menyangkut rasio manusia.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat
dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah
makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau
pukul. Makna konotatif atau sering disebut juga makna kiasan, makna konotasional,
makna emotif, atau
makna evaluatif. Kata-kta yang bermakna konotatif atau kiasan biasanya dipakai
pada pembicaraaan atau karangan nonilmiah, seperti: berbalas pantun, peribahasa,
lawakan, drama, prosa, puisi, dan lain-lain. Karangan nonilmiah sangat
mementingan nilai-nilai estetika. Nilai estetika dibangun oleh bahasa figuratif dengan
menggunakan kata-kata konotatif agar penyampaian pesan atau amanat itu terasa
indah.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar
kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga
jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata
itu adalah makna denotatif atau konotaif.
Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna
konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain, sebab nama lain untuk kata itu
tidak ada yang yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap.
Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan
pemakaian bahasa. Makan denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu
makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang
mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa
tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum,
sedankan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Contoh:
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum dari pada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung
suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula besifat jelek. Kata-kata
yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek dari pada
bodoh), mampus (lebih jelek dari pada mati), dan gubuk (lebih jelek dari pada
rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang terjadi
dari makna denotatif referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan
sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal
ini.
8. Contoh lain:
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaaan
masyarakat.
Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan membanting
sebuah tulang) mengandung makna “berkerja keras” yang merupakan sebuah kata
kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukan ke dalam golongan kata yang
bermakna konotatif.
Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian
seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan
tergolong dalam kata yang bermakna konotatif.
Kata-kata idiom atau ungkapan adalah sebagai berikut:
Keras kepala
Panjang tangan,
Sakit hati, dan sebagainya.
2. Kata Konkrit dan Kata Abstrak
Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkrit.
Contoh:meja, rumah, mobil, air, cantik.
Jika acuannya sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut
kata abstrak.
Contoh: ide, gagasan, kesibukan, keinginan, angan-angan, kehendak dan
perdamaian.
Kata abstrak digunakan untuk menggungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak
mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan
tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu
karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkrit
mempunyai referensi objek yang dapat diamati. Pemakaian dalam penulisan
bergantung pada jenis dan tujuan penulisan. Karangan berupa deskripsi fakta
menggunakan kata-kata konkrit, seperti: hama tanaman penggerak, penyakit radang
paru-paru, Virus HIV. Tetapi karangan berupa klasifikasi atau generalisasi sebuah
konsep menggunakan kata abstrak, seperti: pendidikan usia dini, bahasa
pemograman, High Text Markup Language (HTML). Uraian sebuah konsep biasanya
diawali dengan detil yang menggunakan kata abstrak dilanjutkan dengan detil yang
menggunakan kata konkrit.
Contoh:
1. APBN RI mengalami kenaikan lima belas persen (kata konkrit)
2. Kebaikan (kata abstrak) seseorang kepada orang lain bersifat abstrak. (tidak
berwujud atau tidak berbentuk)
3. Kebenaran (kata abstrak) pendapat itu tidak terlalu tampak.
9. 3. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna
yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya
ada kesamaan atau kemiripan.
Sinonim ini dipergunakan untuk mengalihkan pemakaian kata pada tempat
tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaianya bentuk-
bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan
mengonkritkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu)
akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang
paling tepat untuk dipergunakannya sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang
dihadapinya.
Contoh:
Agung, besar, raya.
mati, mangkat, wafat, meninggal.
cahaya, sinar.
ilmu, pengetahuan.
penelitian, penyelidikan.
4. Antonim
Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim
disebut juga dengan lawan kata.
Contoh :
keras, lembek surga, neraka
naik, turun laki-laki, perempuan
kaya, miskin atas, bawah
5. Homonim
Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang
sama, dan ejaannya sama.
Contoh:
Bu Andi bisa membuat program perangkat lunak komputer dengan berbagai bahasa
pemrograman. (bisa = mampu)
Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun).
6. Homofon
Homofon adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang
sama, dan ejaannya berbeda.
10. Contoh:
Guci itu adalah peninggalan masa Kerajaan Kutai (masa = waktu)
Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa. (massa =
masyarakat umum)
7. Homograf
Homograf adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang
beda, dan ejaannya sama.
Contoh:
Bapak dia seorang pejabat teras pemerintahan yang menjadi tersangka korupsi.
(teras= pejabat tinggi)
Kami tidur di teras karena kunci rumah dibawa oleh Andi. (teras = bagian rumah)
8. Polisemi
Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banyak pengertian.
Contoh:
Kepala desa
Kepala surat
9. Hipernim
Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim
dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya.
Contoh :
Hantu, ikan, kue
10. Hiponim
Hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim.
Contoh :
Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul,
genderuwo, dan lain-lain.
Lumba-lumba, tenggiri, hiu, nila, mujair, sepat, dan lain-lain.
Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus,
dan lain-lain.
11. Kata Kajian
Kata yang perlu ditelaah lebih jauh lagi maknanya karena tidak bisa langsung
dipahami oleh semua orang.
Kata yang dipakai untuk suatu pengkajian atau kepentingan keilmuan.
Kajian berarti hasil mengkaji.
Ciri-ciri:
- Hanya dikenal orang tertentu (ilmuwan, cendekia)
- Dipakai dalam kegiatan-kegiatan ilmiah.
Kata populer
Kata yang dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.
Ciri-ciri:
- mudah diketahui, dimengerti dan dipakai oleh masyarakat luas.
- dipakai dalam kehidupan sehari hari.
Contoh: Contoh:
Kata kajian Kata Populer
aktivitas kegiatan
filter penyaring
kotemplasi merenung
pasien orang sakit
alumnus lulusan
rangking peringkat
mengevaluasi menilai
introspeksi koreksi diri
volume isi
target sasaran
motivasi dorongan
imajinasi khayalan
fiktif tidak nyata
karakter perangai
agenda rencana
argumen pendapat