Sintak model pembelajaran
Sintaks (Tahapan) Model-model Pembelajaran
1. Sintaks Model Pembelajaran kooperatif
Fase Perilaku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siwa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasi siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok
belajar dan bekerja
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok.
1. Sintaks Perbandingan dari Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
Aspek Tipe STAD Tipe Jigsaw Investigasi
Kelompok
Pendekatam
Struktural
Tujuan
Kognitif
Informasi
akademik
sederhana
Informasi
akademik
sederhana
Informasi
akademik tingkat
tinggi dan
keterampilan
inkuiri
Informasi
akademik
sederhana
Tujuan
Sosial
Kerja kelompok
dan kerja sama
Kerja kelompok
dan kerja sama
Kerjasama dalam
kelompok
kompleks
Keterampilan
kelompok dan
keterampilan
social
Struktur
tim
Kelompok
heterogen dengan
4-5 anggota
Kelompok
belajar heterogen
dengan 5-6
anggota
menggunakan
pola kelompok
Kelompok belajar
dengan 5-6
anggota
heterogen
Bervariasi,
berdua, bertiga,
berkelompok
dengan 4-6
anggota
asal dan
kelompok ahli
Pemilihan
topic
pelajaran
Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru
Tugas
utama
Siswa dapat
menggunakan
lembar kegiatan
dan saling
membantu untuk
menutaskan
materi belajarnya
Siswa
mempelajari
materi dalam
kelompok ahli
kemudian
membantu
kelompok asal
mempelajari
materi itu
Siswa
menyelesaikan
inkuiri kompleks
Siswa
mengerjakan
tugas-tugas yang
diberikan social
dan kognitif
Penilaian Tes mingguan Bervariasi dapat
berupa tes
mingguan
Menyelesaikan
proyek dan
menulis laporan,
dapat
menggunakan tes
esai
Bervariasi
Pengakuan Lembar
pengetahuan dan
publikasi lain
Publikasi lain Lembar
pengetahuan dan
publikasi lain
Bervariasi
1. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri (Penemuan)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Observasi untuk menemukan masalah
Guru menyajikan kejadian-kejadian atau
fenomena yang memungkinkan siswa
menemukan masalah
Tahap 2
Merumuskan masalah
Guru membimbing siswa merumuskan masalah
penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena
yang disajikannya
Tahap 3
Mengajukan hipotesis
Guru membimbing siswa untuk mengajukan
hipotesis terhadap masalah yang telah
dirumuskannya
Tahap 4
Merencanakan pemecahan masalah
(melalui eksperimen atau cara lain)
Guru membimbing siswa untuk merencanakan
pemecahan masalh, membantu menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun
prosedur kerja yang tepat
Tahap 5
Melaksanakan eksperimen (atau cara
pemecahan masalh yang lain)
Selama siswa bekerja, guru membimbing dan
memfasilitasi
Tahap 6
Melakukan pengamatan dan pengumpulan
data
Guru membantu siswa melakukan pengamatan
tentang hal-hal yang penting dan membantu
mengumpilkan dan mengorganisasi data
Tahap 7
Analisis data
Guru membantu siswa menganalisis data
supaya menemukan suatu konsep
Tahap 8
Penarikan kesimpulan dan penemuan
Guru membimbing siswa mengambil
kesimpulan berdasarkan data dan menemukan
sendiri konsep yang ingin ditanamkan.
1. Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2
Mengorganisasi siwa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasi tugas belajar tugas belajar
yang berhubungan dengan masalh tersebut
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapat penjelasan dan
pemecahanmasalah
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka atau proses-proses yang mereka
gunakan
1. Sintak Model Pembelajaran Langsung
Tahap Peran Guru
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
informasi latar belakang pelajaran, pentingnya
pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
Mendemonstrasikan keterampilann
(pengetahuan procedural) atau
mempresentasikan pengetahuan
(deklaratif)
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan
benar, atau menyajikan informasi tahap demi
tahap
Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan member bimbingan
pelatihan
Mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik
Guru mengecek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik, memberi umpan
balik
Memberukan kesempatan untuk pelatihan
lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan untuk
melakukan pelatihan lanjutan, dengan
perhatian khusus pada penerapan kepada
situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari
STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sehingga model
pembelajaran ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru memulai menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatif. Perencanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD disusun berdasarkan siklus
yang tetap pada pengajarannya (Slavin, 2000: 269).
1. Siklus Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang tetap sebagai berikut:
Mengajar : mempresentasikan pelajaran.
Belajar dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan menggunakan Lembar
Kegiatan Siswa untuk menuntaskan materi pelajaran.
Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual.
Pengahargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, sertifikat,
laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan
kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi.
Pada dasarnya siklus pembelajaran kooperatif tipe STAD, mengacu pada sintaks
pembelajarankooperatif dengan menggabungkan fase 1 dan fase 2 ke dalam kegiatan mengajar, dan
fase 3 dan fase 4 ke dalam kegiatan belajar dalam tim. Sedangkan fase 5 dan fase 6 pada
pembelajarankooperatif masuk pada kegiatan tes dan penghargaan kelompok pada
pembelajaran kooperatif tipeSTAD.
2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Slavin (dalam Nur, 1998: 24) menguraikan langkah-langkah mengantar siswa kepada STAD adalah
sebagai berikut:
1. Bagilah siswa ke dalam kelompok masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota.
Pastikan bahwa kelompok yang terbentuk itu berimbang dalam hal kinerja akademik, jenis
kelamin dan asal suku.
2. Buatlah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda
rencanakan untuk diajarkan.
3. Pada saat anda menjelaskan STAD kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas yang harus
dikerjakan tim.
4. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan
waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes itu.
5. Pengakuan kepada prestasi tim, segera setelah anda menghitung poin untuk siswa dan
menhitung skor tim.
Adapun penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (1995), STAD terdiri dari lima
komponen utama yaitu, presentasi kelas, kelompok, kuis (tes), skor peningkatan individual dan
penghargaan kelompok. Masing-masing komponen akan diuraikan sebagai berikut:
1. Presentasi Kelas
Materi dalam STAD disampaikan pada presentasi kelas. Presentasi kelas ini biasanya menggunakan
pengajaran langsung (direct instruction) atau ceramah, dilakukan oleh guru. Presentasi kelas dapat
pula menggunakan audiovisual. Presentasi kelas ini meliputi tiga komponen, yakni pendahuluan,
pengembangan dan praktek terkendali.
2. Kelompok
Kelompok terbentuk terdiri dari empat atau lima siswa, dengan memperhatikan perbedaan
kemampuan, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi utama kelompok adalah memastikan bahwa
semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan belajar, dan lebih khusus adalah mempersiapkan
anggota kelompok agar dapat menjawab kuis (tes) dengan baik. Termasuk belajar dalam kelompok
adalah mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban dan meluruskan jika ada anggota kelompok
yang mengalami kesalahan konsep.
3. Kuis (tes)
Setelah beberapa periode presentasi kelas dan kerja kelompok, siswa diberikan kuis individual. Siswa
tidak diperkenankan saling membantu pada saat kuis berlangsung.
4. Skor Peningkatan Individual
Penilaian kelompok berdasarkan skor peningkatan individu, sedangkan skor peningkatan tidak
didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata
skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya
dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis
mereka melampaui skor dasar mereka.
5. Penghargaan Kelompok
Kelompok dapat memperoleh sertifikat atau hadiah jika rata-rata skornya melampaui kriteria tertentu.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan 5 fase, adapun fase-fase kegiatan itu sebagai berikut:
Fase 1:
Menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan
indikator pencapaian hasil belajar yang ingin dicapai dalam materi pelajaran secara lisan dan
memotivasi siswa untuk mempelajari materi yang diajarkan dan memberikan informasi keuntungan
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD secara lisan.
Fase 2
Menyajikan materi, guru menyampaikan dan menyajikan materi yang dipelajari secara klasikal yang
terdapat di dalam lembar kegiatan siswa (LKS). Dan siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan
penjelasan guru apabila ada materi yang kurang dimengerti.
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok dan membimbing kelompok bekerja dan
belajar. Adapun kegiatan-kegiatan dalam fase ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Membentuk kelompok-kelompok kecil (terdiri 4 – 5 siswa) secara heterogen yang telah ditentukan oleh
guru. Menginformasikan pada siswa untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan setiap anggota
kelompok bertanggungjawab pada kelompok masing-masing dan terhadap diri sendiri.
Menyuruh siswa mengerjakan soal dalam LKS secara berkelompok. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya siswa mengerjakan secara mandiri atau berpasangan dan selanjutnya dicocokkan dan
didiskusikan ketepatan jawabannya dengan teman sekelompok. Dan jika ada anggota kelompok yang
belum memahami, maka teman sekelompoknya yang sudah faham menjelaskan, sebelum meminta
bantuan kepada guru. Selama siswa dalam kegiatan kelompok, guru? bertindak sebagai fasilitator
yang mengawasi dan mengamati setiap kegiatan kelompok.
Menyuruh beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan kelompok yang lain
menanggapi.?
Fase 4:
Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok dilakukan dalam dua tahap perhitungan, yaitu:
1) Menghitung skor individu dan skor kelompok
Cara pemberian skor pada pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat berperan untuk memotivasi
siswa bekerja sama dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Setelah
siswa mempelajari materi secara berkelompok, setiap siswa mengerjakan kuis secara individual dan
memperoleh skor kuis serta nilai perkembangan. Nilai perkembangan bergantung pada kemajuan yang
dicapai siswa dengan memperhatikan skor kuis atau skor dasar siswa. Skor dasar siswa adalah rata-rata
skor siswa yang bersangkutan untuk kuis-kuis terdahulu, dengan syarat materi yang diujikan pada
kuis-kuis tersebut masih berada dalam satu topik. Jika belum pernah diadakan kuis untuk topik
tersebut, maka skor dasar siswa adalah skor tes awal.
Selanjutnya untuk menghitung skor kelompok, Slavin (1995: 80) mengungkapkan bahwa untuk
menghitung skor kelompok, catatlah masing-masing poin kemajuan anggota kelompok di atas lembar
rekapitulasi kelompok dan bagilah jumlah poin kemajuan anggota kelompok dengan banyak anggota
kelompok yang hadir dan bulatkan pecahannya.
2) Menghargai prestasi kelompok
Kemudian berkaitan dengan banyaknya tingkat penghargaan kelompok, menurut Slavin (1995: 80) ada
tiga tingkat penghargaan yang disediakan didasarkan pada skor rata-rata kelompok, seperti tertera
pada tabel berikut.
Apa yang Disebut dengan PAKEM
Sesuai dengan huruf yang menyusun namanya, pembelajaran PAKEM adalah salah
satu contoh pembelajaran inovatif yang memiliki karakteristik aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
1. Aktif: pengembang pembelajaran ini beranggapan bahwa belajar merupakan
proses aktif merangkai pengalaman untuk memperoleh pemahaman baru. Siswa aktif
terlibat di dalam proses belajar mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Teori belajar
konstruktivisme merupakan titik berangkat pembelajaran ini. Atas dasar itu
pembelajaran ini secara sengaja dirancang agar mengaktifkan anak. Di dalam
implementasinya, seorang guru harus merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
atau strategi-strategi yang memotivasi siswa berperan secara aktif di dalam
proses pembelajaran. Mengapa pembelajaran harus mengaktifkan siswa? Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca, 20% dari yang
kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari
yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan kerjakan serta 95% dari apa
yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden & Voss, 2000). Artinya belajar paling
efektif jika dilakukan secara aktif oleh individu tersebut.
2. Kreatif: pembelajaran PAKEM juga dirancang untuk mampu mengembangkan
kreativitas. Pembela haruslah memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, inisiatif,
dan kreativitas serta kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologisnya. Kemandirian dan kemampuan pemecahan
masalah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua bentuk pembelajaran.
Dengan dua bekal itu setiap orang akan mampu belajar sepanjang hidupnya. Ciri
seorang pebelajar yang mandiri adalah: (a) mampu secara cermat mendiagnosis
situasi pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya; (b) mampu memilih strategi
belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya; (c) memonitor keefektivan
strategi tersebut; dan (d) termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut
sampai masalahnya terselesaikan.
3. Efektif: menyiratkan bahwa pembelajaran harus dilakukan sedemikian rupa untuk
mencapai semua hasil belajar yang telah dirumuskan. Karena hasil belajar itu
beragam, karkteristik efektif dari pembelajaran ini mengacu kepada penggunaan
berbagai strategi yang relevan dengan hasil belajarnya. Banyak orang beranggapan
bahwa berbagai strategi pembelajaran inovatif termasuk PAKEM seringkali tidak
efisien (memakan waktu) lebih lama dibandingka dengan pembelajaran
tradisional/konvensional. Hal tersebut tentu amat mudah dipahami, dalam
pembelajaran PAKEM banyak hasil belajar yang dicapai sehingga memerlukan
waktu yang lama, sementara pada pembelajaran tradisional hasil belajar yang dicapai
hanya pada tataran kognitif saja.
4. Menyenangkan: pembelajaran yang dilaksanakan haruslah dilakukan dengan tetap
memperhatikan suasana belajar yang menyenangkan. Mengapa pembelajaran harus
menyenangkan? Dryden dan Voss (2000) mengatakan bahwa belajar akan efektif
jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif
mengkonstruksi pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar
yang maksimal. Suasana yang menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat
baik untuk membangkitkan motivasi untuk belajar. Anak-anak pada dasarnya belajar
paling efektif pada saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang
mengasyikkan. Menurut penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika
topik yang dibahas sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan
disesuaikan dengan alam berpikir mereka. Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok
bahasannya dikaitkan dengan pengalaman siswa sehari-hari dan disesuaikan dengan
dunia mereka dan bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan
dengan kebiasaan mereka dalam belajar. Ciri yang terakhir ini merupakan ciri
pembelajaran kontekstual. Dengan demikian pembelajaran PAKEM sebenarnya juga
pembelajaran kontekstual.
PAKEM merupakan pembelajaran yang tidak hanya terpaku menggunakan satu
pendekatan saja, tetapi dengan menggunakan berbagai pendekatan dan model.
Berikut adalah ciri-ciri PAIKEM.
Guru Kegiatan Belajar Mengajar
1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif
dalam pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar mengggunakan cara yang beragam,
misalnya:
• Percobaan
• Diskusi kelompok
• Memecahkan masalah
• Mencari informasi
• Menulis laporan/cerita/puisi
• Berkunjung keluar kelas
2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Sesuai mata
pelajaran, guru menggunakan, misal:
• Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
• Gambar
• Studi kasus
• Nara sumber
• Lingkungan
3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.
Siswa:
• Melakukan percobaan, pengamatan, eksperimen atau wawancara
• Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
• Menarik kesimpulan
• Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
• Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri
4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya
sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui:
• Diskusi
• Lebih banyak pertanyaan terbuka
• Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
5. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. • Siswa
dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
• Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
• Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
6.Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari. • Siswa
menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
• Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
7. Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. • Guru memantau
kerja siswa
• Guru memberikan umpan balik
Apa itu PAKEM?
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukaan gagasan. Belajar memang merupakan suatu
proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses
pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika
pembelajaran tidak memeberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif,
maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari
siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kretaif juga
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan yang beragam sehingga memenuhi
berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar
yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya (”time on task”) tinggi. Menurut hasil
penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar.
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak
efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses
pembelajaran berlagsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan meyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bemain biasa.
Secara garis besar, PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:
• Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan
kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
• Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
• Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih
menarik dan menyediakan ’pojok baca’.
• Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara
belajar kelompok.
• Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu
masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam
menciptakan lingkungan sekolahnya.
D. Bagaimana pelaksanaan PAKEM?
Komponen Pembelajaran Hal Baru Yang Berbeda Dengan
Kebiasaan Pembelajaran Selama Ini
Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif
dalam pembelajaran. Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam,
misalnya :
- percobaan
- Diskusi Kelompok
- Memecahkan masalah
- Mencari informasi
- Menulis laporan/cerita/puisi
- Berkunjung keluar kelas
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Semua mata
pelajaran, guru menggunakan, misal:
• Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri.
• Gambar
• Studi kasus
• Nara sumber
• Lingkungan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan
Siswa:
• Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
• Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
• Menarik kesimpulan
• Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
• Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri
secara lisan atau tulisan Melalui :
• Diskusi
• Lebih banyak pertanyaan terbuka hasil karya yang merupakan pemikiran anak
sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa • Siswa
dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
• Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut
• Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
Guru mengaitkan KBM dalam pengalaman siswa sehari-hari • Siswa menceritakan
atau memanfaatkan pengalaman sendirinya.
• Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus • Guru memantau
kerja siswa
• Guru memberikan umpan balik
E. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanaka pakem?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat : rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa,
anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan
Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat
tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan
kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah
sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana
pembelajran yang ditunjukkan oleh guru memuji anak karena hasil karyanya,guru
mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru mendorong anak untuk
melakukan percobaan, nisalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang
dimaksud.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang
berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Efektif, dan Menyenangkan)
perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan
pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang
sama, melainkan berbeda sesuai dengan dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak
yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya
yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat
membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
3. memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk social, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau
berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak
akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka unuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individunya berkembang.
4.Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan
kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif, kritis untuk menganalisis masalah; dan
kreatif untuk melahirkan alternative pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir
tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya
ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau
mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata
“Apa yang terjadi jika….” Lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa,
berapa, kapan,” yang umumnya tertutup hanya ada satu jawaban yang benar).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM.
Hasil pekerjaan siswa sabaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti
itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk
bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan
dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat
berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya.
Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan
baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika
mambahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik,social, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk
bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga
dipakai sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai
sumber beajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan
menggunakan lingkungan tidak harus keluar kelas. Bahkan dari lingkungan dapat
dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan
dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh
indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan,
membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian
umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara
guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada
kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun.
Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas
belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa
lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan akif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa keliahatan sibuk
bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa
duduk saling berhadapan, Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari
PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya,
mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan
tanda-tanda aktif mental. Syarat perkembangannya aktif mental adalah tumbuhnya
perasaan tidak takut : takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika
salah.Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut,
baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa
takut sangat bertentangan pada ’PAKEM’.
F. PENDEKATAN BELAJAR AKTIF
Setelah memahami pengertian dan gambaran PAKEM, maka perlu membuktikan
pemahaman itu melalui pembuatan persiapan PAKEM dan melaksanakan dengan
baik, dalam sekolah dalam mengembangkan PAKEM ini, masih perlu tentang
pendekatan belajar aktif.
1. Apa Pendekatan Belajar Aktif ?
Pedekatan Belajar Aktif adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai
kegiatan membangun makna/pengertian terhadap pengalaman dan informasi, yang
dilakukan oleh si pembelajar, bukan oleh si pengajar; serta menganggap mengajar
sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung
jawab belajar si pembelajar sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama
hidupnya, dan tidak tergantung kepada guru/orang laian bila mereka mempelajari
hal-hal yang baru. Jadi belajar itu menganggap guru lebih sebagai tukang kebun yang
memelihara tanaman, dan bukan guru sebagai penuang air ke dalam gelas kosong.
Menganggap siswa lebih sebagai tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuh
sendiri daripada sebagai gelas kosong yang hanya dapat penuh bila ada yang
mengisi.
2. Mengapa Perlu Belajar Aktif ?
Paling sedikit ada tiga alasan mengapa Belajar Aktif perlu dterakan
a. Karateristik anak
b. Hakekat belajar
c. Karakteristik lulusan yang dikehendaki
a. Karakteristik anak
Pada dasarnya anak dilahirkan dengan memiliki sifat ingin tahu dan imajinasi. Anak
desa, anak kota anak orang miskin, anak orang kaya, anak Indonesia, an anak bukan
Indonesia semuanya selama normal mereka memiliki kedua hal tersebut. Sifat ngin
tahu merupakan modal dasar bagi perkembangnya sikap kritis,dan imajinasi bagi
prilaku kreatif.
PENGERTIAN PENDEKATAN, STRATEGI,
METODE, TEKNIK, TAKTIK, DAN
MODEL PEMBELAJARAN
{ June 6, 2010 @ 8:34 am } · { PENDIDIKAN }
PENGERTIAN PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, TAKTIK,
DAN MODEL PEMBELAJARAN
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan
makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah
tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3)
metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6)
model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan
harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun,
2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan
sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera
masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling
efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh
sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran
(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan
profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang
paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan
teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria
dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya,
dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa
dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi
pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan
diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya,
pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery
learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina
Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi
pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi
pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”
sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi;
(5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9)
simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara
yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif
banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda
dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang
berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan,
terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan
sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu
cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of
humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor,
tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat
menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau
kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe
kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan
menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni (kiat).
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut
dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan
informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku.
Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya
dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan
prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih
menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu
setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan
pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau
jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan
sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan
unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan
dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah
konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai
dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang
memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif
dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia,
para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model
pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian
akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber
literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau
teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori)
pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat
secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang
khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada
gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan,
yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat
Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran
(http://smacepiring.wordpress.com/)
Strategi Pembelajaran
Tags: artikel, berita, KTSP, kurikulum, makalah, metode, opini, pembelajaran,
pendekatan, pendidikan, umum
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003)
mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan
Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif
(Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan
(5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005)
memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran
tersebut.
A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa
hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima
elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta
didik
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara
khusus (dari umum ke khusus)
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep
sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari
orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang
dipelajari.
Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan
yang dipelajari.
B. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada
upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia
(interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama,
komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara
bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap,
nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan
tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan
memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4)
menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi
dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi
dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
C. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model
pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles,
(E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya
keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik
untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar
terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
D. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik
mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh
materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara
maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan
tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam
mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan
bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan
pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar
tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan
belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap
berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan
suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan
(feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian
tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk
menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh
bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai
tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal
berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan
yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test);
(2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar
menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang
ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang
gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran
korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1)
mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil
belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan
“bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1)
corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan
memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan
prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan
waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara
tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak
diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai
hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun
software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses
belajar.
E. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu
yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta
didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas
tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan
sumber belajar apa yang harus digunakan.
Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk
melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus
: (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan
kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang
telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang
spesifik dan dapat diukur.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan
peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca
dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain
peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik
dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak
menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar
peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam
mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa
komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3)
kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta
didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan
tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui
kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan
apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran
khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang
tujuan belajar yang dicapainya.
Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan
digunakan oleh peserta didik.
Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan
pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan
mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang
kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami
isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap
peserta didik.
F. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda,
manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat
bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan
suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus
pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai
evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas
tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap
masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan
hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b)
melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan
hipotesis.
Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa,
terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan
mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data,
menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari :
melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan
trend, sekuensi, dan keteraturan.
Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna
hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai
konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing
dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja
kelompok.
Sumber :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka
Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK.
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.
PROSEDUR PEMBELAJARAN
Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3 tahapan yaitu : (1)
kegiatan pendahuluan; (2) kegiatan inti; (3) kegiatan akhir dan tindak lanjut :
A. Pendahuluan
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam
kegiatan pendahuluan, yaitu :
Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran; meliputi: membina keakraban,
menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang
demokratis.
Apersepsi/Pre test; meliputi : kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan
dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan
peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa dalam kegiatan
pendahuluan, perlu dilakukan pemanasan dan apersepsi, didalamnya mencakup: (a)
bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik;
(b) motivasi peserta didik ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna
bagi peserta didik; dan (c) peserta didik didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal
yang baru.
B. Kegiatan Inti
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam
kegiatan inti, yaitu :
Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, baik secara lisan maupun tulisan.
Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh
Membahas Materi
Depdiknas (2003) membagi kegiatan inti ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu: (1)
eksplorasi; (2) konsolidasi pembelajaran, dan (3) pembentukan sikap dan perilaku.
Kegiatan eksplorasi merupakan usaha memperoleh atau mencari informasi baru.
Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi, yaitu: (a) memperkenalkan
materi/keterampilan baru; (b) mengaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah
ada pada peserta didik; (c) mencari metodologi yang paling tepat dalam
meningkatkan penerimaaan peserta didik akan materi baru tersebut.
Konsolidasi merupakan merupakan negosiasi dalam rangka mencapai pengetahuan
baru. Dalam kegiatan konsolidasi pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah : (a)
melibatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi ajar
baru; (b) melibatkan peserta didik secara aktif dalam pemecahan masalah; (c)
meletakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran
yang baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan; dan
(d) mencari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses
menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.
Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan pengetahuan menjadi nilai,
sikap dan perilaku. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan sikap dan perilaku,
adalah : (a) peserta didik didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang
dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; (b) peserta didik membangun sikap dan
perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari;
dan (c) cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap dan perilaku
peserta didik.
C. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam
kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran , yaitu : (a) penilaian akhir; (b) analisis
hasil penilaian akhir; (c) tindak lanjut; (d) mengemukakan topik yang akan dibahas
pada waktu yang akan datang; dan (e) menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2003) mengemukakan dua kegiatan pokok pada akhir pembelajaran, yaitu :
(a) pemberian tugas dan (b) post tes. Sementara itu, Depdiknas (2003)
mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian formatif, dengan
memperhatikan hal-hal berikut: (a) kembangkan cara-cara untuk menilai hasil
pembelajaran peserta didik; (b) gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat
kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru;
dan (c) cari metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan bagan prosedur pembelajaran bermakna
seperti yang dikehendaki dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Model Pembelajaran Inovatif (1)
Tags: artikel, berita, inovasi, KTSP, kurikulum, makalah, metode, opini,
pembelajaran, pendekatan, pendidikan, umum
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif/
A. Model Examples Non Examples
Contoh dapat dari Kasus/Gambar yang Relevan dengan Kompetensi Dasar
Langkah-langkah :
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/In Focus
Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai
Kesimpulan
B. Picture And Picture
Langkah-langkah :
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Menyajikan materi sebagai pengantar
Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan
materi
Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis
Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai
Kesimpulan/rangkuman
C. Numbered Heads Together
Langkah-langkah :
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan
hasil kerjasama mereka
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
Kesimpulan
D. Cooperative Script
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan
mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
Guru membagi siswa untuk berpasangan
Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide
pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : (a)
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b)
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya
Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan guru
Penutup
E. Kepala Bernomor Struktur
Langkah-langkah :
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang
berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua
mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
->Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar
dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari
kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling
membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
Kesimpulan
F. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi
(Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran
menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
Guru menyajikan pelajaran
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti.
Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu
Memberi evaluasi
Kesimpulan
G. Jigsaw (Model Tim Ahli)/(Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, And Snapp, 1978)
Langkah-langkah :
Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan
tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
Guru memberi evaluasi
Penutup
H. Problem Based Introductuon (PBI)/(Pembelajaran Berdasarkan Masalah)
Langkah-langkah :
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data,
hipotesis, pemecahan masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
I. Artikulasi
Langkah-langkah :
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru
dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian
berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan
teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil
wawancaranya
Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
Kesimpulan/penutup
J. Mind Mapping
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan
alternatif jawaban
Langkah-langkah :
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh
siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru
mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi
bandingan sesuai konsep yang disediakan guru
K. Make – A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah :
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(soal jawaban)
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya
Demikian seterusnya
Kesimpulan/penutup
L. Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985)
Langkah-langkah :
Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan
mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan
dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
Guru memberi kesimpulan
Penutup
M. Debat
Langkah-langkah :
Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua
kelompok diatas
Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok
pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis guru menulis inti/ide-ide
dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru
terpenuhi
Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Sumber : Bahan Pelatihan LPMP Jawa Barat
Model Pembelajaran Inovatif (2)
Diterbitkan 19 Januari 2008 kurikulum dan pembelajaran 54 Comments
Tags: artikel, berita, inovasi, KTSP, kurikulum, makalah, metode, opini,
pembelajaran, pendekatan, pendidikan, umum
A. Role Playing
Langkah-langkah :
Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan
Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan
mengamati skenario yang sedang diperagakan
Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar
kerja untuk membahas
Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
Guru memberikan kesimpulan secara umum
Evaluasi
Penutup
B. Group Investigation (Sharan, 1992)
Langkah-langkah :
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok
mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi
penemuan
Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan
kelompok
Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
Evaluasi
Penutup
C.Talking Stick
Langkah-langkah :
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada
pegangannya/paketnya
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk
menutup bukunya
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian
untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
5. Guru memberikan kesimpulan
6. Evaluasi
7. Penutup
D. Bertukar Pasangan
Langkah-langkah :
1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau
siswa menunjukkan pasangannya
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru
ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada
pasangan semula
E. Snawball Throwing
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan
oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa
yang lain selama ± 15 menit
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian
7. Evaluasi
8. Penutup
F. Facilitator And Explaining
Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya
Langkah-langkah :
2. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
3. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
4. Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk
menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang
lainnya
5. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
6. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
7. Penutup
G. Course Review Horay
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan
kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masing-masing siswa
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang
nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar
(Ö) dan salan diisi tanda silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus
berteriak horay … atau yel-yel lainnya
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
8. Penutup
H. Demonstration
(Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen)
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan TPK
2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan dismpaikan
3. Siapkan bahan atau alat yang diperlukan
4. Menunjukan salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang
telah disiapkan
5. Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisa
6. Tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman
siswa didemontrasikan
7. Guru membuat kesimpulan
I. Explicit Intruction/Pengajaran Langsung(Rosenshina & Stevens, 1986)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa
tentang pengetahuan prosedur dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan
dengan pola selangkah demi selangklah
Langkah-langkah :
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
3. Membimbing pelatihan
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
J. Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)/Kooperatif Terpadu
Membaca Dan Menulis(Steven & Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
5. Guru membuat kesimpulan bersama
6. Penutup
K. Inside-Outside-Circle/Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar (Spencer Kagan)
“Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang
berbeda dengan singkat dan teratur”
Langkah-langkah :
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap
ke dalam
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi.
Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang
bersamaan
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang
berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi.
Demikian seterusnya
L Tebak Kata
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang
mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.
Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak
(kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga.
Langkah-langkah :
1. Jelaskan TPK atau materi ± 45 menit
2. Suruhlah siswa berdiri didepan kelas dan berpasangan
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada
pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang
isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan
ditelinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis
didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10
cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh
duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan
dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
Dan seterusnya
CONTOH KARTU
Perusahaan ini tanggung-jawabnya tidak terbatas
Dimiliki oleh 1 orang
Struktur organisasinya tidak resmi
Bila untung dimiliki,diambil sendiri
NAH … SIAPA … AKU ?
JAWABNYA : PERUSAHAAN PERSEORANGAN
M. Word Square
MEDIA : Buat kotak sesuai keperluan dan buat soal sesuai TPK
Langkah-langkah :
Sampaikan materi sesuai TPK
Bagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban
Berikan poin setiap jawaban dalam kotak :
CONTOH SOAL
Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …….
……. Digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
Uang ……. Saat ini banyak di palsukan
Nilai bahan pembuatan uang disebut …….
Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai
…….
Nilai perbandingan uang dalam negara dengan mata uang asing disebut …….
Nilai yang tertulis pada mata uang disebut nilai …….
Dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut motif …….
Perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening ke bank untuk membayar
sejumlah uang disebut …….
T Y E N I O K N
R A U A N K U O
A B A R T E R M
N A N I R R S I
S D G I I T G N
A O N L S A I A
K L A A I S R L
S A C E K B O S
I R I N G G I T
Sumber : LPMP Jawa Barat
PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING)DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
{ June 6, 2010 @ 8:09 am } · { PENDIDIKAN }
PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING)DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa.
CTL lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru. Rencana
kegiatan tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Pembelajaran
kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran
kontekstual mengharapkan siswa untuk memperoleh materi pelajaran meskipun
sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Komponen dalam
pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Apabila sebuah kelas
menerapkan ketujuh komponen di atas dalam proses pembelajaran, maka kelas
tersebut telah menggunakan model pembelajaran kontekstual.
Penggunaan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas dapat
menarik perhatian siswa karena CTL memiliki berbagai komponen sehingga
pembelajaran tidak membosankan. Menurut Suyanto (2003:1) CTL dapat membuat
siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat membantu
mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan
konteks situasi kehidupan nyata. Pembelajaran dengan peran serta lingkungan secara
alami akan memantapkan pengetahuan yang dimiliki siswa. Belajar akan lebih
bermanfaat dan bermakna jika seorang siswa mengalami apa yang dipelajarinya
bukan hanya sekedar mengetahui. Belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi
siswa harus dapat mengonstruksikan pengetahuan yang dimiliki dengan cara
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pada realita kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian pengembangan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia pada aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis baik dari segi
berbahasa maupun bersastra akan membuat pembelajaran lebih bervariasi.
Dalam proses belajar di kelas, siswa dibiasakan untuk saling membantu dan berbagi
pengalaman dalam kelompok masyarakat belajar (learning community). Dalam
proses belajar, guru perlu membiasakan anak untuk mengalami proses belajar dengan
melakukan penemuan dengan melakukan pengamatan, bertanya, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan data analisis data, dan menarik kesimpulan (inquiry).
Seluruh proses dan hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan diamati dengan
indikator yang jelas (outhentic assessment). Setiap selesai pembelajaran guru wajib
melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran (refleksion).
Berdasarkan paparan di atas CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang
efektif diterapkan pada proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
kelas. Oleh karena itu, topik penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia perlu dipaparkan lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
(1) Apa pengertian pendekatan kontekstual (CTL)?
(2) Apa karakteristik Contextual Teaching and Learning?
(3) Apa saja komponen Contextual Teaching and Learning?
(4) Bagaimana penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
(1) Menjelaskan pengertian pendekatan kontekstual (CTL).
(2) Menjelaskan karakteristik Contextual Teaching and Learning.
(3) Menjelaskan komponen-komponen Contextual Teaching and Learning.
(4) Menjelaskan penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia.
BAB II
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan yang membantu guru
mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini
memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas, dan
penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, serta sebagai
anggota masyarakat.
A. Pengertian Pendekatan Kontekstual (CTL)
CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh The
Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang
melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dari konsorsium tersebut
adalah melatih dan memberi kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di
Indonesia untuk mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat (Priyatni,
2002:1).
Pendekatan kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran afektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Nurhadi,
2002:5).
Johnson (dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan
pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks
kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan
budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke
semua komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna,
mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama,
berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya.
Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang
memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan
dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan
dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya sehari-hari.
B. Karakteristik Contextual Teaching and Learning
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi
karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang
bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) mengatur cara belajar sendiri,
(4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara
pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian
sebenarnya.
Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik
antara lain yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar
dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber,
(7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa aktif, guru kreatif, (10) dinding
kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel,
humor, dan lain-lain, serta (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi
hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL
memiliki karakteristik sebagai berikut.
(1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran
diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam
konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang
alamiah (learning in real life setting).
(2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas
yang bermakna (meaningful learning).
(3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa melalui proses mengalami (learning by doing).
(4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi (learning in a group).
(5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam
merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
(learning to knot each other deeply).
(6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja
sama (learning to ask, to inquiry, to York together).
(7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an
enjoy activity).
C. Komponen Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu sebagai
berikut.
(1) Konstruktivisme (construktivism)
Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan CTL yang menyatakan
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit dan tidak sekonyong-konyong).
Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan
seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Konsep konstruktivisme menuntut
siswa untuk dapat membangun arti dari pengalaman baru pada pengetahuan tertentu.
Priyatni (2002:2) menyebutkan bahwa pembelajaran yang berciri konstruktivisme
menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif
dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang
bermakna. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus
mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
(2) Inkuiri (inquiry)
Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan pembelajaran kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus
selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun
materinya.
Inkuiri adalah siklus proses dalam membangun pengetahuan yang bermula dari
melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori
atau konsep. Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau
fenomena dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk
menghasilkan temuan. Priyatni (2002:2) menjelaskan bahwa inkiri dimulai dari
kegiatan mengamati, bertanya, mengajukan dugaan sementara (hipotesis),
mengumpulkan data, dan merumuskan teori sebagai kegiatan terakhir.
(3) Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri,
yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya
jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan
guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
(4) Masyarakat belajar (learning commnunity)
Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan belajar dalam pembelajaran
kontekstual (CTL). Masyarakat belajar adalah kelompok belajar yang berfungsi
sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Aplikasinya
dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta
mendatangkan ahli ke kelas, atau belajar dengan teman-teman lainnya. Belajar
bersama dengan orang lain lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari berbagi pengalaman
antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran
kontekstual dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya
heterogen sehingga sehingga akan terjadi kerja sama antara siswa yang pandai
dengan siswa yang lambat. Kegiatan masyarakat belajar difokuskan pada aktivitas
berbicara
dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Priyatni (2002:3) menyebutkan bahwa
aspek kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik
adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan learning community.
(5) Pemodelan (modelling)
Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam pembelajaran kontekstual.
Konsep ini berhubungan dengan kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran
agar siswa dapat mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan dengan
model yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model, siswa juga dapat berperan aktif dalam mencoba menghasilkan model.
Priyatni (2002:3) menyatakan bahwa kegiatan pemberian model bertujuan untuk
membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita
menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar
siswa melakukannya.
(6) Refleksi (reflction)
Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam pembelajaran kontruktivisme.
Konsep ini merupakan proses berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses
telaah terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang dihubungkan dengan apa
yang telah dipelajari siswa, dan memotivasi munculnya ide-ide baru. Refleksi berarti
melihat kembali suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman dengan tujuan untuk
mengidentifikasi hal yang telah diketahui, dan hal yang belum diketahui.
Realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang
diperolehnya hari itu, catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran pada hari itu.
Priyatni (2002:3) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi adalah kegiatan memikirkan
apa yang telah kita pelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau
pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan
perbaikan jika diperlukan.
(7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam
pembelajaran kontekstual, penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka
data dan informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajarannya.
Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai kompetensi siswa secara
nyata dengan menggunakan berbagai alat dan berbagai teknik tes, portofolio, lembar
observasi, unjuk kerja, dan sebagainya. Prosedur penilaian yang menunjukkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang sebenarnya
ditekankan pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agara mamapu
mempelajari sesuatu, bukan hanya memperoleh informasi pada akhir periode.
Kemajuan belajar siswa dinilai bukan hanya yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih
pada proses belajarnya.
D. Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan
berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya memberikan pengetahuan.
Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik mungkin agar siswa antusias
mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan teoritik belaka. Pembelajaran yang
memanfaatkan CTL sangat diperlukan.
Menurut Endraswara (2003:58) pendekatan kontekstual memang cukup strategis
karena menghendaki (1) terhayati fakta yang dipelajari, (2) permasalahan yang akan
dipelajari harus jelas, terarah, rinci, (3) pragmatika materi harus mengacu pada
kebermanfaatan secara konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif dan mandiri.
Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek
membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun
bersastra dipaparkan sebagai berikut.
(1) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Membaca
Membaca menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang
tertulis atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan
atau hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang
harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu
strategi, kelancaran, pembaca, dan teks.
Dalam pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas.
Masyarakat belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar
informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan
pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
Guru seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang
baik di kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor
pemahaman penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait
dalam proses memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi
dasar yang telah ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai
pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman
bacaan.
(2) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Berbicara
Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan
gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara
semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana
kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara.
Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi
kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning
community). Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan
pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah
menyatukan pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. Teknik ini
memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas
belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat
kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya.
Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan
diri pada diri siswa.
Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa,
masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut
mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam
CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa
untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif
pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif.
Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa
diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato,
menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam
berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa
yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara
dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.
(3) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan
Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan
melalui ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih
tinggi dibanding membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah
aktif reseptif, konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam
CTL mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk
mendengarkan. Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman.
Kemudian siswa diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa
pada keterampilan mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi
dilakukan guru dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan
perkembangan menyimak siswa. Proses perekaman dapat dilakukan guru
menggunakan buku atau lembar observasi untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi
perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung dan pembelajaran
keterampilan yang lain.
Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa