2. MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit Didirikan tahun 1294 oleh Raden Wijaya yang bergelar
Kertarajasa Jayawardana yang merupakan keturunan Ken Arok raja Singosari.
Raja-Raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit:
Raden Wijaya 1273 – 1309
Jayanegara 1309-1328
Tribhuwanatunggaldewi 1328-1350
Hayam Wuruk 1350-1389
Wikramawardana 1389-1429
Kertabhumi 1429-1478
Kerajaan Majapahit ini mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Raja
Hayam Wuruk (1350-1389). Kebesaran kerajaan ditunjang oleh pertanian sudah
teratur, perdagangan lancar dan maju, memiliki armada angkutan laut yang kuat
serta dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada.
Di bawah patih Gajah Mada Majapahit banyak menaklukkan daerah lain. Dengan
semangat persatuan yang dimilikinya, dan membuatkan Sumpah Palapa yang
berbunyi “Ia tidak akan makan buah palapa sebelum berhasil menyatukan
seluruh wilayah Nusantara”.
3. MAJAPAHIT
Mpu Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama menceritakan tentang zaman
gemilang kerajaan di masa Hayam Wuruk dan juga silsilah raja sebelumnya tahun
1364 Gajah Mada meninggal disusun oleh Hayam Wuruk di tahun 1389 dan
kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran.
Penyebab kemunduran:
Majapahit kehilangan tokoh besar seperti Hayam Wuruk dan Gajah Mada
meletusnya Perang Paragreg tahun 1401-1406 merupakan perang saudara
memperebutkan kekuasaan daerah bawahan mulai melepaskan diri.
Peninggalan kerajaan Majapahit:
Bangunan: Candi Panataran, Sawentar, Tiga Wangi, Muara Takus
Kitab: Negara Kertagama oleh Mpu Prapanca, Sitosoma oleh Mpu Tantular yang
memuat slogan Bhinneka Tunggal Ika.
Paraton Kidung Sundayana dan Sorandaka R Wijaya Mendapat Wangsit
Mendirikan Kerajaan Majapahit.
Dua pohon beringin di pintu masuk Pendopo Agung di Trowulan, Mojokerto. Dua
pohon beringin itu ditanam pada 22 Desemebr 1973 oleh Pangdam Widjojo
Soejono dan Gubernur Moehammad Noer.
Di belakang bangunan Pendopo Agung yang memampang foto para Pangdam
Brawijaya, terdapat bangunan mungil yang dikelilingi kuburan umum. Bangunan
bernama Petilasan Panggung itu diyakini Petilasan Raden Wijaya dan tempat
Patih Gajah Mada mengumandangkan Sumpah Palapa.
4. MAJAPAHIT
Begitu memasuki bangunan Petilasan Panggung, yang memiliki pendopo mini sebagai latarnya, tampak
beberapa bebatuan yang dibentuk layaknya kuburan, dinding di sekitar ” kuburan ” itu diselimuti kelambu putih
transparan yang mampu menambah kesakralan tempat itu.
Menurut Sajadu ( 53 ) penjaga Petilasan Panggung, disinilah dulu Raden Wijaya bertapa sampai akhirnya
mendapat wangsit mendirikan kerajaan Majapahit. Selain itu, ditempat ini pula Patih Gajah Mada
mengumandangkan Sumpah Palapa. ” Tempat ini dikeramatkan karena dianggap sebagai Asnya Kerajaan
Majapahit ” katanya.
Pada waktu tertentu khususnya bertepatan dengan malam jumat legi, banyak orang datang untuk berdoa dan
mengharapkan berkah. ” orang berdatangan untuk berdoa, agar tujuannya tercapai ” kata Sajadu yang
menyatakan pekerjaan menjaga Petilasan Panggung sudah dilakukan turun-temurun sejak leluhurnya.
Sembari menghisap rokok kreteknya, pria yang mewarisi sebagai penjaga petilasan dari ayahnya sejak 1985
juga menceritakan, dulunya tempat itu hanya berupa tumpukkan bebatuan. Sampai sekarang, batu tersebut
masih ada di dalam, katanya.
Kemudian pada 1964, dilakukan pemugaran pertama kali oleh Ibu Sudarijah atau yang dikenal dengan Ibu Dar
Moeriar dari Surabaya. Baru pada tahun 1995 dilakukan pemugaran kembali oleh Pangdam Brawijaya yang saat
itu dijabat oleh Utomo.
Memasuki kawasan Petilasan Panggung, terpampang gambar Gajah Mada tepat disamping pintu masuk.
Sedangkan dibagian depan pintu bergantung sebuah papan kecil dengan tulisan ” Lima Pedoman ” yang
merupakan pedoman suri teladan bagi warga.
Selengkapnya ” Ponco Waliko ” itu bertuliskan ” Kudutrisno Marang Sepadane Urip, Ora Pareng Ngilik Sing Dudu
Semestine, Ora Pareng Sepatah Nyepatani dan Ora Pareng Eidra Hing Ubaya ”
Dikisahkan Sajadu pula, Petilasan Panggung ini sempat dinyatakan tertutup bagi umum pada tahun 1985 hingga
1995. Baru setelah itu dibuka lagi untuk umum, sejak dinyatakan dibuka lagi, pintu depan tidak lagi tertutup dan
siangpun boleh masuk.
5. MAJAPAHIT
MASA KEJAYAAN MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh
Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan
Sumpah Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan
melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara. Pada masa ini
daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah
pindah ke daerah Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan
seorang penguasa yang disebut Raja pula.
Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja
Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada
disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini
menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun
Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah
makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa. Beberapa prasasti dan
arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru dan
juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan Gunung tersebut
adalah tempat bersemayam para Dewa dan hanya keturunan Raja yang
boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa
berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling
berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7
abad.
6. SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya) adalah salah satu
kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak
memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung
Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa
Sansekerta, sri berarti “bercahaya” dan wijaya berarti “kemenangan”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi
Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan
Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya
terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa
peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari
Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah
kendali kerajaan Dharmasraya.
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi Sriwijaya
baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George
Cœdès dari École française d’Extrême-Orient.
7. SRIWIJAYA
Historiografi
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia;
masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada
orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-
an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya
dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa
referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar
Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan
tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya
Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan
Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab
menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama
merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan. Sementara dari
peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang
kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.
8. SRIWIJAYA
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan
berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit
Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan
sekarang). Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat
Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara
Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang), dengan
catatan Malayu tidak di kawasan tersebut, jika Malayu pada kawasan
tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga
telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada
pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan
asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing, serta hal ini
dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang
dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa
atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang
dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari
candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa
penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti
Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).
9. SRIWIJAYA
Pembentukan dan pertumbuhan
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Kerajaan ini
menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim, namun kerajaan ini
tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan
pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat.
Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat
pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa memindahkan
pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah
secara langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh
datu setempat.
Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari
prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah
kepemimpinan Dapunta Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa
terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan
Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang yang berangka tahun 686
ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan
Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga
menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk
menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini
bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga)
di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya
tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat
Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
10. SRIWIJAYA
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya
mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan
observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja.
Di abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan
banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja
Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina.
Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali
Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer
Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya
di abad yang sama. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain
Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut
catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan
berkuasa disana. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi
bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di
sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada
periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang
ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih
untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa
kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai
pada tahun 825.
11. KUTAI
Letak Kerajaan
Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai Mahakam
di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
Pendiri Dinasti
Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4 M prasasti tersebut didirikan oleh Raja
Mulawarman. Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh prasasti yang
berbentuk yupa (tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan bahasa
sansekerta.
Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama
Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai
wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya
menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal tersebut
membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama
Hindu.
Kehidupan Kerajaan
Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang
ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut :
Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur
Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar
(India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan
budayanya sendiri.
12. KUTAI
Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini :
Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan
India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para
pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman
pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para
Brahmana.
Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut :
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek
moyangnya.
Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan kebudayaan.
Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.
Masuknya Pengaruh Budaya
Masuknya pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya Indonesia
mengalami perubahan. Perubahan yang terpenting adalah timbulnya suatu sistem
pemerintahan dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India
masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku.
13. KUTAI
Selain itu, percampuran lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa
Indonesia mendirikan tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam
menerima unsur-unsur budaya asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya
bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan
asing tersebut dengan kebudayaan sendiri.
Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang disebut
menhir, untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa) yang
didirikan oleh raja Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan kurban.
Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan
bijaksna. Ia pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para
brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja
Aswawarman merupakan pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga
yang menjadi pendiri dinasti tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada
saat itu Raja Kudungga belum memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa
menjadi pendiri dinasti Hindu.
Dari Raja Aswawarman menurunlah sampai Mulawarman, karena Mulawarman
pun memeluk agama Hindu. Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci
untuk Dewa Trimurti. Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua
Kembeng di Pedalaman Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu seperti Siwa
dan Ganesa.
Bukti Peninggalan
Bukti sejarah Kerajaan Kutai ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang
berbentuk Yupa (tiang batu)
14. TARUMANEGARA
Kerajaan Tarumanegara Atau Taruma Adalah Sebuah Kerajaan Yang Pernah Berkuasa Di Wilayah Pulau Jawa
Bagian Barat Pada Abad Ke-4 Hingga Abad Ke-7 M, Yang Merupakan Salah Satu Kerajaan Tertua Di Nusantara
Yang Diketahui. Dalam Catatan, Kerajaan Kerajaan Tarumanegara Adalah Kerajaan Hindu Beraliran Wisnu.
Kerajaan Tarumanegara Didirikan Oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman Pada Tahun 358, Yang Kemudian
Digantikan Oleh Putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman Dipusarakan Di Tepi Kali
Gomati, Sedangkan Putranya Di Tepi Kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman Adalah Raja Kerajaan
Tarumanegara Yang Ketiga (395-434 M). Ia Membangun Ibukota Kerajaan Baru Pada Tahun 397 Yang Terletak
Lebih Dekat Ke Pantai. Dinamainya Kota Itu Sundapura Pertama Kalinya Nama " Sunda " Digunakan. Pada
Tahun 417 Ia Memerintahkan Penggalian Sungai Gomati Dan Candrabaga Sepanjang 6112 Tombak (Sekitar 11
Km). Selesai Penggalian, Sang Prabu Mengadakan Selamatan Dengan Menyedekahkan 1.000 Ekor Sapi
Kepada Kaum Brahmana.
Prasasti Pasir Muara Yang Menyebutkan Peristiwa Pengembalian Pemerintahan Kepada Raja Sunda Itu Dibuat
Tahun 536 M. Dalam Tahun Tersebut Yang Menjadi Penguasa Kerajaan Tarumanegara Adalah Suryawarman
(535 - 561 M) Raja Kerajaan Tarumanegara Ke-7. Pustaka Jawadwipa, Parwa I, Sarga 1 (Halaman 80 Dan 81)
Memberikan Keterangan Bahwa Dalam Masa Pemerintahan Candrawarman (515-535 M), Ayah
Suryawarman, Banyak Penguasa Daerah Yang Menerima Kembali Kekuasaan Pemerintahan Atas Daerahnya
Sebagai Hadiah Atas Kesetiaannya Terhadap Kerajaan Tarumanegara. Ditinjau Dari Segi Ini, Maka
Suryawarman Melakukan Hal Yang Sama Sebagai Lanjutan Politik Ayahnya.
15. TARUMANEGARA
Rakeyan Juru Pengambat Yang Tersurat Dalam Prasasti Pasir
Muara Mungkin Sekali Seorang Pejabat Tinggi Kerajaan
Tarumanegara Yang Sebelumnya Menjadi Wakil Raja Sebagai
Pimpinan Pemerintahan Di Daerah Tersebut. Yang Belum Jelas
Adalah Mengapa Prasasti Mengenai Pengembalian Pemerintahan
Kepada Raja Sunda Itu Terdapat Di Sana? Apakah Daerah Itu
Merupakan Pusat Kerajaan Sunda Atau Hanya Sebuah Tempat
Penting Yang Termasuk Kawasan Kerajaan Sunda? Baik Sumber-
Sumber Prasasti Maupun Sumber-Sumber Cirebon Memberikan
Keterangan Bahwa Purnawarman Berhasil Menundukkan Musuh-
Musuhnya. Prasasti Munjul Di Pandeglang Menunjukkan Bahwa
Wilayah Kekuasaannya Mencakup Pula Pantai Selat Sunda. Pustaka
Nusantara, Parwa II Sarga 3 (Halaman 159 - 162) Menyebutkan
Bahwa Di Bawah Kekuasaan Purnawarman Terdapat 48 Raja
Daerah Yang Membentang Dari Salakanagara Atau Rajatapura (Di
Daerah Teluk Lada Pandeglang) Sampai Ke Purwalingga (Sekarang
Purbolinggo) Di Jawa Tengah. Secara Tradisional Cipamali (Kali
Brebes) Memang Dianggap Batas Kekuasaan Raja-Raja Penguasa
Jawa Barat Pada Masa Silam.
16. TARUMANEGARA
Kehadiran Prasasti Purnawarman Di Pasir Muara, Yang Memberitakan Raja Sunda Dalam
Tahun 536 M, Merupakan Gejala Bahwa Ibukota Sundapura Telah Berubah Status Menjadi
Sebuah Kerajaan Daerah. Hal Ini Berarti, Pusat Pemerintahan Kerajaan Tarumanegara Telah
Bergeser Ke Tempat Lain. Contoh Serupa Dapat Dilihat Dari Kedudukaan Rajatapura Atau
Salakanagara (Kota Perak), Yang Disebut Argyre Oleh Ptolemeus Dalam Tahun 150 M. Kota Ini
Sampai Tahun 362 Menjadi Pusat Pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (Dari Dewawarman I
- VIII). Ketika Pusat Pemerintahan Beralih Dari Rajatapura Ke Tarumanegara, Maka
Salakanagara Berubah Status Menjadi Kerajaan Daerah. Jayasingawarman Pendiri Kerajaan
Tarumanegara Adalah Menantu Raja Dewawarman VIII. Ia Sendiri Seorang Maharesi Dari
Salankayana Di India Yang Mengungsi Ke Nusantara Karena Daerahnya Diserang Dan
Ditaklukkan Maharaja Samudragupta Dari Kerajaan Magada.
Suryawarman Tidak Hanya Melanjutkan Kebijakan Politik Ayahnya Yang Memberikan
Kepercayaan Lebih Banyak Kepada Raja Daerah Untuk Mengurus Pemerintahan
Sendiri, Melainkan Juga Mengalihkan Perhatiannya Ke Daerah Bagian Timur. Dalam Tahun 526
M, Misalnya, Manikmaya, Menantu Suryawarman, Mendirikan Kerajaan Baru Di
Kendan, Daerah Nagreg Antara Bandung Dan Limbangan, Garut. Putera Tokoh Manikmaya Ini
Tinggal Bersama Kakeknya Di Ibukota Tarumangara Dan Kemudian Menjadi Panglima
Angkatan Perang Kerajaan Tarumanegara. Perkembangan Daerah Timur Menjadi Lebih
Berkembang Ketika Cicit Manikmaya Mendirikan Kerajaan Galuh Dalam Tahun 612 M.
17. TARUMANEGARA
Kerajaan Tarumanegara Sendiri Hanya Mengalami Masa Pemerintahan 12 Orang Raja.
Pada Tahun 669, Linggawarman, Raja Kerajaan Tarumanegara Terakhir, Digantikan
Menantunya, Tarusbawa. Linggawarman Sendiri Mempunyai Dua Orang Puteri, Yang
Sulung Bernama Manasih Menjadi Istri Tarusbawa Dari Sunda Dan Yang Kedua Bernama
Sobakancana Menjadi Isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa Pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara
Otomatis, Tahta Kekuasaan Kerajaan Tarumanegara Jatuh Kepada Menantunya Dari Putri
Sulungnya, Yaitu Tarusbawa. Kekuasaan Kerajaan Tarumanegara Berakhir Dengan
Beralihnya Tahta Kepada Tarusbawa, Karena Tarusbawa Pribadi Lebih Menginginkan Untuk
Kembali Ke Kerajaannya Sendiri, Yaitu Sunda Yang Sebelumnya Berada Dalam Kekuasaan
Kerajaan Tarumanegara. Atas Pengalihan Kekuasaan Ke Sunda Ini, Hanya Galuh Yang Tidak
Sepakat Dan Memutuskan Untuk Berpisah Dari Sunda Yang Mewarisi Wilayah Kerajaan
Tarumanegara.
Raja-Raja Kerajaan Tarumanegara
1. Jayasingawarman 358-382
2. Dharmayawarman 382-395
3. Purnawarman 395-434
4. Wisnuwarman 434-455
5. Indrawarman 455-515
6. Candrawarman 515-535
7. Suryawarman 535-561
8. Kertawarman 561-628
9. Sudhawarman 628-639
10. Hariwangsawarman 639-640
11. Nagajayawarman 640-666
12. Linggawarman 666-669
18. TARUMANEGARA
Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
1. Prasasti Kebon Kopi, Dibuat Sekitar 400 M (H Kern 1917), Ditemukan Di
Perkebunan Kopi Milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, Ditemukan Di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan
Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Sekarang Disimpan Di Museum Di Jakarta.
Prasasti Tersebut Isinya Menerangkan Penggalian Sungai Candrabaga Oleh
Rajadirajaguru Dan Penggalian Sungai Gomati Oleh Purnawarman Pada Tahun
Ke-22 Masa Pemerintahannya.
3. Prasasti Munjul Atau Prasasti Cidanghiang, Ditemukan Di Aliran Sungai
Cidanghiang Yang Mengalir Di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Banten, Berisi Pujian Kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan Tempat Prasasti Itu Ditemukan Berbentuk Bukit Rendah Berpermukaan
Datar Dan Diapit Tiga Batang Sungai: Cisadane, Cianten Dan Ciaruteun. Sampai
Abad Ke-19, Tempat Itu Masih Dilaporkan Dengan Nama Pasir Muara. Dahulu
Termasuk Bagian Tanah Swasta Ciampea. Sekarang Termasuk Wilayah
Kecamatan Cibungbulang. Kampung Muara Tempat Prasasti Ciaruteun Dan
Telapak Gajah Ditemukan, Dahulu Merupakan Sebuah " Kota Pelabuhan Sungai "
Yang Bandarnya Terletak Di Tepi Pertemuan Cisadane Dengan Cianten. Sampai
Abad Ke-19 Jalur Sungai Itu Masih Digunakan Untuk Angkutan Hasil Perkebunan
Kopi. Sekarang Masih Digunakan Oleh Pedagang Bambu Untuk Mengangkut
Barang Dagangannya Ke Daerah Hilir.
19. SINGOSARI
Kerajaan Singosari / Singhasari ( 1222 M - 1293 M )
Adalah sebuah Kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi Kerajaan ini
sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Kabupaten Malang. Dan merupakan cikal bakal berdirinya
Kerajaan Majapahit ( 1293 M - awal abad ke 6 M ). Nama resmi Kerajaan Singosari sendiri sesungguhnya
ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Kitab Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota
Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja. Seperti yang tertulis pula pada Prasasti Kudadu.
Menurut Kitab Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri / Kediri. Yang
menjabat sebagai akuwu (setara jabatan Camat jaman sekarang) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung.
Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian
menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken
Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kediri.
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya (Raja Kediri) melawan kaum brahmana. Para brahmana
lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi Raja pertama Tumapel bergelar
Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kediri meletus di desa Ganter yang dimenangkan
oleh pihak Tumapel di bawah pimpinan Ken Arok.
Urutan raja-raja Singosari dalam Kitab Pararaton adalah:
Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 - 1247)
Anusapati (1247 - 1249)
Tohjaya (1249 - 1250)
Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 - 1272)
Kertanagara (1272 - 1292)
20. SINGOSARI
Kisah suksesi atau peralihan kekuasaan raja-raja Kerajaan Singosari dijelaskan dalam Kitab Pararaton, selalu
diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya).
Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni
(anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai.
Kertanagara adalah raja terakhir dan Raja terbesar dalam sejarah Kerajaan Singosari (1268 - 1292). Ia adalah
raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi
Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa
Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu).
Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari
Kerajaan Singosari, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289Kaisar Kubilai
Khan mengirim utusan ke Kerajaan Singosari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun
permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Kitab Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan
Kerajaan Singosari di luar Jawa pada masa Raja Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan
Bakulapura.
Kerajaan Singosari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos di
bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang (Bupati Gelang-Gelang), yang merupakan
sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Raja Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Raja Kertanagara
mati terbunuh Sedangkan Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Raja Kertanagara, lolos
dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh
Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.. Setelah runtuhnya Kerajaan
Singosari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-
Singosari pun berakhir.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Raja Jayakatwang di Kediri. Setelah Raja Jayakatwang
terbunuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Kerajaan Singosari, dan
menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.