SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 14
Baixar para ler offline
BAB I

                                    PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

        Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana

memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan kejahatan akan

menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh

karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk menanggulangi kejahatan

tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit untuk memberantas kejahatan

secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan akan senantiasa berkembang pula

seiring dengan perkembangan masyarakat.1

        Perkembangan kemajuan masyarakat yang begitu pesat, di dalam

kehidupan bermasyarakat, berdampak kepada suatu kecenderungan dari anggota

masyarakat itu sendiri untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya, dan dalam

interaksi ini sering terjadi suatu perbuatan yang melanggar hukum atau kaidah-

kaidah yang telah ditentukan dalam masyarakat, untuk menciptakan rasa aman,

tentram dan tertib, dalam bermasyarakat. Dalam hal ini tidak semua anggota

masyarakat mau untuk menaatinya, dan masih saja ada yang menyimpang yang

pada umumnya perilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat.2




        1
          Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Jakarta: PT. Refika
Aditama, 2002, hal. 15.
        2
          Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pres, 2000, hal. 21



                                              1
2




           Salah satu contoh dari perilaku menyimpang adalah tindak pidana

pencabulan, yang merupakan perwujudan dari seseorang yang melakukan suatu

perbuatan atau tindakan yang melanggar rasa kesusilaan (kesopanan) atau

perbuatan lain yang keji. Semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin,

contohnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada

yang dilakukan terhadap anak dan juga bisa dilakukan terhadap keluarganya

sendiri.

           Adapun yang merupakan faktor penyebab terjadinya tindak pidana

pencabulan tersebut dikarenakan:

    1. Adanya kemajuan teknologi yang menghasilkan produk-produk baru dan

           semuanya semakin canggih, seperti film, video-video dan sebagainya yang

           isinya bisa membawa pengaruh negatif;

    2. Adanya buku-buku bacaan ataupun majalah-majalah yang berbau

           pornografi yang terjual bebas;

    3. Masalah tekanan ekonomi;

    4. Rendahnya pemahaman akan nilai-nilai agama serta moral.

           Persoalan itu berkembang terus hingga sekarang, dapat dikatakan tidak ada

perubahan yang berarti meski struktur dan budaya masyarakat berkembang

menuju kearah modern. Tindak pidana pencabulan ini tidak hanya terjadi di kota-

kota besar, bahkan terjadi di desa-desa terpencil dan di pinggir kota yang

kebanyakan disebabkan oleh faktor-faktor penunjang yang telah disebut di atas.
3




        Penyebab terjadinya perbuatan asusila di kota-kota besar adalah rawannya

keadaan kota, karena pada umumnya kota adalah impian bagi setiap orang di

daerah dan mempunyai daya tarik tersendiri yang menyebabkan angka urbanisasi

meningkat. Hal ini mengakibatkan penduduk di kota besar semakin padat, yang

berakibat terjadinya pengangguran karena lapangan pekerjaan belum sebanding

dengan banyaknya orang yang mencari pekerjaan. Hal ini erat kaitannya dengan

awal-awal terjadinya perbuatan asusila, misalnya laki-laki dewasa normal dimana

kebutuhan biologisnya menuntut untuk dipenuhi, sedangkan bila ia ingin

melangsungkan perkawinan yang sah, hal itu tidak dapat dilaksanakannya, karena

faktor ekonomi yang belum memadai, sehingga mereka mencari jalan lain untuk

menyalurkan kebutuhan biologisnya, yang dengan cara tidak mengeluarkan biaya

(melakukan perkosaan atau perbuatan pencabulan). Hal ini didukung pula dengan

tidak adanya aktivitas dan kurangnya pendekatan terhadap nilai-nilai agama pada

mereka.3

        Mengingat tindak pidana pencabulan dapat terjadi dalam situasi dan

lingkungan apa saja, misalnya seorang pelaku memperkosa orang yang tidak

dikenalnya, orang yang dikenalnya dengan baik atau bahkan masih ada hubungan

keluarga. Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan pada tindak pidana

pencabulan yang dilakukan ayahnya dalam lingkungan keluarga.




        3
          Dadang Hawari, “Kasus Perkosaan Makin Sering Terjadi”, dalam Majalah Kartini, Edisi
525, 1994, hal. 25.
4




       Tindak pidana pencabulan dalam lingkungan keluarga ini tidak luput dari

masalah tekanan ekonomi, misalnya kurang layaknya tempat tinggal sebuah

keluarga yang memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, terutama yang telah

beranjak dewasa karena keadaan ekonomi yang tidak memadai sehingga

mengharuskan mereka (ayah, ibu serta anak-anaknya), tidur dalam satu ruangan

yang sama, keadaan seperti ini masih ditambah pula oleh rendahnya pemahaman

akan nilai-nilai agama serta moral dan juga faktor keadaan situasi rumah dan

psikologis si pelaku.

       Masalah tindak pidana pencabulan dalam keluarga ini bukan menjadi

rahasia lagi hal ini terbukti dengan banyaknya pemberitaan di media massa

maupun elektronik, yang memuat kasus-kasus tindak pidana pencabulan. Pada

awalnya kasus pencabulan seperti ini sulit untuk diungkap karena masih dianggap

tabu untuk disebarluaskan, dan jika sampai diceritakan pada orang lain berarti

akan membawa aib keluarga dan rasa takut akan ancaman dari pelaku terhadap

korban sangat mempersulit pengungkapan kasus seperti ini. Hal ini merupakan

suatu tantangan bagi aparat penegak hukum dan lingkungan masyarakat. Oleh

karena itu, maka kejahatan ini sudah seharusnya mendapatkan sanksi hukuman

yang setimpal dengan perbuatannya.

       Dalam Pasal 294 ayat (1) KUHP menyebutkan:

       (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya,
           anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa,
           atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya,
           pendidikan atau penjagaannya dianya yang belum dewasa, diancam
           dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
5




           Jadi dapat dikatakan, jika perbuatan asusila tersebut dilakukan terhadap

orang-orang yang termasuk dalam Pasal 294 ayat (1), dapat disebut perbuatan

asusila. Menurut R. Soesilo, perkosaan yang dilakukan oleh orang yang masih

memiliki hubungan kekerabatan dalam suatu garis keturunan baik dari pihak ayah

maupun pihak ibu dapat dikenakan Pasal 294 ayat (1), jika perbuatan tersebut

dilakukan terhadap korban yang masih di bawah umur.

           Untuk kejahatan pencabulan ini merupakan tanggung jawab bersama, baik

keluarga untuk memberikan pendidikan yang layak, juga termasuk pemerintah

dan orang itu sendiri dalam mengontrol dirinya untuk tidak melakukan tindak

pidana atau kejahatan yang dapat merugikan masyarakat bahkan sampai

kelangsungan pembangunan bangsa dan negara. Dapat disimpulkan bahwa tindak

pidana pencabulan yang dilakukan seorang ayah terhadap anaknya dalam

penanganannya diperlukan kerja sama seluruh pihak khususnya keluarga itu

sendiri.

           Terhadap   pelaku    yang   melakukan    suatu   tindak   pidana   dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut yang bersifat melawan

hukum, dan dilihat dari sudut kemampuan “bertanggung jawab” maka seseorang

yang dapat dipertanggungjawabkan. Dikatakan mampu bertanggung jawab

bilamana pada umumnya:
6




       Keadaan jiwanya:4

       1. Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara
          (temporair)
       2. Tidak cacad dalam pertumbuhan (gagu, idiot)
       3. Tidak terganggu karena terkejut, hynotisme, amarah yang meluap,
          pengaruh bawah sadar/reflexe, mengigau karena demam.

       Kemampuan jiwanya:

       1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya
       2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan
          dilaksanakan atau tidak
       3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

       Setelah terpenuhinya syarat bertanggung jawab oleh keadaan jiwa pelaku

dan telah terbuktinya perbuatan tindak pidana pencabulan terhadap anak serta

diketahui akibatnya maka pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya

dengan pidana penjara yang ditentukan majelis hakim dalam persidangan. Dalam

mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, harus terbuka

kemungkinan bagi pembuat untuk menjelaskan mengapa dia berbuat demikian.

       Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk untuk mengkaji

masalah tersebut dengan judul: “Tindak Pidana Pencabulan yang Dilakukan

Ayah Terhadap Anaknya Ditinjau Dari Segi Yuridis (Studi Kasus Putusan

No.120/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel)”.




       4
          E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hal. 249.
7




B. Perumusan Masalah

       Perumusan      masalah dalam suatu penulisan hukum diperlukan untuk

memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan

ditelitinya sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta

memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar

belakang masalah tersebut di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

   1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap ayah yang melakukan

       tindak pidana pencabulan terhadap anaknya?

   2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan yang

       dilakukan ayah terhadap anaknya?



C. Ruang Lingkup Penulisan

       Ruang lingkup penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

penyebab dan upaya penanggulangan serta pertanggungjawaban tindak pidana

pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya dengan mengacu kepada

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak.



D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

   a. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui yang melatarbelakangi

       terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan ayahnya.

   b. Melengkapi salah satu persyaratan kuliah untuk dapat menyelesaikan

       program S1 bidang hukum.
8




2. Manfaat Penelitian

   a. Bagi mahasiswa sangatlah bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

       wawasan tentang tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap

       anaknya dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

       tentang Perlindungan Anak.

   b. Bagi masyarakat sangat berguna sebagai salah satu sumber informasi dan

       pengetahuan mengetahui tindak pidana pencabulan terhadap anak.



E. Kerangka Teoritis dan Konsepsional

      1. Kerangka Teoritis

             Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktifitas

           seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak baik pria maupun

           wanita baik dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian

           pencabulan atau kata cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat

           diartikan sebagai berikut:

             ”Pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji
             sifatnya, tidak sesuai dengan adap sopan santun (tidak sonoh), tidak
             susila, ber-cabul: berzina, melakukan tindak pidana asusila,
             mencabuli: menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan
             perempuan, film cabul: film porno. Keji dan kotor, tidak senonoh
             (melanggar kesusilaan, kesopanan)”.5

              Sedangkan definisi pencabulan yang diberikan oleh R. Sugandhi

           adalah segala perbuatan yang melanggar susila atau perbuatan keji yang




       5
           Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1988, hal. 142.
9




            berhubungan      dengan      nafsu    kekelaminannya.6        Definisi    yang

            diungkapkan R. Sugandhi lebih menitikberatkan pada perbuatan yang

            dilakukan oleh orang yang berdasarkan nafsu kelaminnya, dimana

            langsung atau tidak langsung merupakan perbuatan yang melanggar

            susila dan dapat dipidana.

              Di dalam Kamus Hukum juga menjelaskan mengenai arti kata

            pencabulan, dan dapat diartikan sebagai berikut:

              ”Pencabulan berasal dari kata cabul yang diartikan; keji dan kotor;
              tidak senonoh karena melanggar kesopanan, kesusilaan, hal ini secara
              umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 281
              dan 282, yaitu: diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
              delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
              rupiah”.7

              Seperti yang diuraikan di atas, pencabulan adalah kejahatan seksual

            yang dilakukan seorang pria atau perempuan terhadap anak di bawah

            umur baik pria maupun perempuan dengan kekerasan atau tanpa

            kekerasan. Pencabulan memiliki pengertian sebagai suatu gangguan

            psikoseksual di mana orang dewasa memperoleh kepuasan seksual

            bersama seorang anak pra-remaja. Ciri utamanya adalah berbuat atau

            berfantasi tentang kegiatan seksual dengan cara yang paling sesuai

            untuk memperoleh kepuasan seksual.8




        6
            R. Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Surabaya:
Usaha Nasional, 1998, hal. 305.
         7
           Soedarso, Kamus Hukum, Jakara: Rineka Cipta, 1992, hal. 64.
         8
           ”Pencabulan Pada Anak”, http://www.freewebs.com/pencabulan_pada_anak/identifikasi
pedofilia.htm>.
10




                Mengenai tindak pidana pencabulan, harus ada orang sebagai

             subjeknya dan orang itu melakukannya dengan kesalahan, dengan

             perkataan lain jika dikatakan telah terjadi suatu tindak pidana

             pencabulan, berarti ada orang sebagai subjeknya dan pada orang itu

             terdapat kesalahan.

      2. Kerangka Konsepsional

                  Demi memperoleh penjelasan yang relevan bagi pemahaman

             pengkajian ilmiah di dalam penulisan skripsi ini, maka ada beberapa

             definisi hukum yang sesuai dengan judul skripsi ini yaitu adalah:

             1. Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan

                sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai

                perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana;9

             2. Pencabulan adalah perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau

                perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi,

                misalnya: ciuman, meraba-raba bagian kemaluan, meraba-raba buah

                dada, dan termasuk pula bersetubuh.10

             3. Pertanggungjawaban      pidana    adalah    pertanggungan      terhadap

                pemidanaan petindak yang telah melakukan tindak pidana dan

                memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam undang-

                undang.11




        9
          S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hal. 207.
        10
            R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996, hal. 25.
        11
           E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op. Cit., hal. 249.
11




             4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

                 termasuk anak yang masih dalam kandungan.12



F. Metode Penelitian

      Penelitian merupakan suatu sarana yang dipergunakan oleh manusia, untuk

memperkuat, membina pemikiran rasional, serta di dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan. Di dalam penelitian hukum pada konsepnya terdiri dari 2 (dua)

metode penelitian, yaitu:

     1. Penelitian melalui studi lapangan atau penelitian empiris.

     2. Penelitian kepustakaan atau penelitian normatif.

        Penelitian melalui kepustakaan atau penelitian normatif adalah data yang

diperoleh dari literatur mengenai hukum, sedangkan yang dimaksud dengan

penelitian empiris adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung.13

        Di dalam penelitian umumnya dikenal ada 3 (tiga) jenis alat pengumpulan

data, yaitu:14

    1. Studi dokumentasi atau bahan kepustakaan.

    2. Pengamatan atau observasi.

    3. Wawancara langsung




        12
            Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Cet. II-IV, Jakarta: Balai Pustaka, 2004, hal. 374.
         13
            Soerjono Soekanto dan Sri Mamuddji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Pengantar
Singkat, Cet. I, Jakarta: Rajawali Press, 1994, hal. 52.
         14
            Soerjono Soekanto (a), Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta: UI Press., 1986,
hal. 21.
12




          Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersama-

sama untuk dapat menelusuri data. Di dalam penulisan skripsi ini digunakan pula

data sekunder berupa, artikel-artikel yang bersumber dari internet, dan juga

dibarengi dengan data kepustakaan hukum melalui membaca buku-buku tentang

hukum untuk dijadikan bahan penulisan skripsi ini.

          Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah:

1. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang mempunyai kekuatan hukum

   yang mengikat mencakup, norma atau kaedah dasar, peraturan dasar,

   peraturan perundang-undangan bahan yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi,

   traktat, bahan hukum peninggalan dari masa Belanda.15

2. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan

   hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil

   karya dari kalangan hukum, dan lain sebagainya.16

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk

   maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.17

          Sifat penulisan ini adalah deskriptif yaitu suatu metode yang mengambil

data secara tertulis untuk diuraikan sehingga memperoleh gambaran serta

pemahaman secara menyeluruh. Skripsi ini dianalisis secara kualitatif yaitu




          15
             Soerjono Soekanto (b), Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2001, hal. 24.
          16
             Ibid.
          17
             Ibid., hal. 52.
13




menjelaskan mengenai pemidanaan dalam tindak pidana pencabulan terhadap

anak oleh hakim pengadilan dengan mengadakan metode pustaka yang pada

akhirnya mencapai suatu kesimpulan yang merupakan tujuan penulisan skripsi

ini.18



G.       Sistematika Penulisan

         Sistematika penulisan terdiri dari 5 (lima) bab yang sedemikian dirinci

menjadi sub-sub bab dan masing-masing memiliki keterkaitan dengan bab-bab

yang diajukan. Selanjtnya secara umum sistematika penulisan dalam skripsi ini

diuraikan sebagai berikut:

BAB I            PENDAHULUAN

                 Pada bab ini akan diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian

                 ini yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,

                 tujuan dan manfaat penulisan, kerangka teoritis dan konsepsional,

                 metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II           TINJAUAN TEORITIS

                 Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang pengertian tindak

                 pidana, pengertian tindak pidana pencabulan dan pengertian anak

                 serta pengertian pertanggungjawaban pidana




          18
           Soerjono Soekanto (b), Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Rajawali Press, 2006, hal. 17.
14




BAB III   PEMBAHASAN KASUS TINDAK PIDANA PENCABULAN

          YANG DILAKUKAN AYAH TERHADAP ANAKNYA

          Dalam bab ini akan dibahas mengenai contoh kasus tindak pidana

          pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya dan penulis

          akan menganalisis kasus tersebut.

BAB IV    UPAYA           PENANGGULANGAN          TINDAK        PIDANA

          PENCABULAN YANG DILAKUKAN AYAH TERHADAP

          ANAKNYA

          Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang faktor penyebab

          tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya,

          upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan yang dilakukan

          ayah terhadap anaknya dan pertangungjawaban tindak pidana

          pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya

BAB V     PENUTUP

          Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai kesimpulan dari semua

          permasalahan yang telah diuraikan dan juga mengenai saran-saran

          dari penulis.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)ECPAT Indonesia
 
Agama kelompok 2 ....
Agama kelompok 2 ....Agama kelompok 2 ....
Agama kelompok 2 ....Janwar Olang
 
Pornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam mediaPornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam mediaRezka Judittya
 
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiPPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiirfan baihaqi
 
Deteksi masalah anak sd
Deteksi masalah anak sdDeteksi masalah anak sd
Deteksi masalah anak sdningrumintan
 
Hukum pidana anak
Hukum pidana anakHukum pidana anak
Hukum pidana anakNakano
 
Makalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksiMakalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksiAba Abdillah
 
Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020
Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020
Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020DRMurlinahMPd
 

Mais procurados (12)

Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
 
Agama kelompok 2 ....
Agama kelompok 2 ....Agama kelompok 2 ....
Agama kelompok 2 ....
 
Pornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam mediaPornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam media
 
Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAMPelanggaran HAM
Pelanggaran HAM
 
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiPPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
 
Deteksi masalah anak sd
Deteksi masalah anak sdDeteksi masalah anak sd
Deteksi masalah anak sd
 
Hukum pidana anak
Hukum pidana anakHukum pidana anak
Hukum pidana anak
 
1 kekerasan-dalam-rumah-tangga
1 kekerasan-dalam-rumah-tangga1 kekerasan-dalam-rumah-tangga
1 kekerasan-dalam-rumah-tangga
 
Makalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksiMakalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksi
 
Pendidikan anti korupsi
Pendidikan anti korupsiPendidikan anti korupsi
Pendidikan anti korupsi
 
Isu gender dan kdrt
Isu gender dan kdrtIsu gender dan kdrt
Isu gender dan kdrt
 
Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020
Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020
Anti Korupsi LATSAR Takalar Maret 2020
 

Destaque

Junomi - A game for better mental helth
Junomi - A game for better mental helthJunomi - A game for better mental helth
Junomi - A game for better mental helthidatoft
 
Believe Foundation Quiz Night Auction Catalogue
Believe Foundation Quiz Night Auction CatalogueBelieve Foundation Quiz Night Auction Catalogue
Believe Foundation Quiz Night Auction Catalogueenova_nikki
 
Waddington g4h 2012 final
Waddington g4h 2012 finalWaddington g4h 2012 final
Waddington g4h 2012 finalBobWaddington
 
Online CV_Kirsten Blake
Online CV_Kirsten BlakeOnline CV_Kirsten Blake
Online CV_Kirsten Blakekirst_blake
 
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Jeffry Vantheangan
 

Destaque (9)

Junomi - A game for better mental helth
Junomi - A game for better mental helthJunomi - A game for better mental helth
Junomi - A game for better mental helth
 
License
LicenseLicense
License
 
Prince William
Prince WilliamPrince William
Prince William
 
Believe Foundation Quiz Night Auction Catalogue
Believe Foundation Quiz Night Auction CatalogueBelieve Foundation Quiz Night Auction Catalogue
Believe Foundation Quiz Night Auction Catalogue
 
Waddington g4h 2012 final
Waddington g4h 2012 finalWaddington g4h 2012 final
Waddington g4h 2012 final
 
Bridge
BridgeBridge
Bridge
 
Bridge
BridgeBridge
Bridge
 
Online CV_Kirsten Blake
Online CV_Kirsten BlakeOnline CV_Kirsten Blake
Online CV_Kirsten Blake
 
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
 

Semelhante a TINDAK PIDANA PENCACULAN

Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakPerlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakTrini Handayani
 
Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020MohammadAnandaRezaKu
 
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxMENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxDESIWILDAYANI1
 
Report crime & devian muhammad b abdullah
Report crime & devian muhammad b abdullahReport crime & devian muhammad b abdullah
Report crime & devian muhammad b abdullahUbaidillah Muhammad
 
contoh Kritikan jurnal
contoh Kritikan jurnalcontoh Kritikan jurnal
contoh Kritikan jurnalRohana Hamid
 
PPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptx
PPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptxPPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptx
PPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptxMhdAnsorLubisSHMH
 
Makalah pergaulan bebas
Makalah pergaulan bebasMakalah pergaulan bebas
Makalah pergaulan bebasFreddy Then
 
Nilai masyarakat
Nilai masyarakatNilai masyarakat
Nilai masyarakatmohansalyah
 
Makalah TIK yoga
Makalah TIK yogaMakalah TIK yoga
Makalah TIK yogaAravox
 
Edukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdf
Edukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdfEdukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdf
Edukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdfIrawan Setyabudi
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remajahellohary
 
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anaksakuramochi
 
.menghindari zina
.menghindari zina.menghindari zina
.menghindari zinaadulcharli
 
BULLYING PAPARAN .pptx
BULLYING PAPARAN .pptxBULLYING PAPARAN .pptx
BULLYING PAPARAN .pptxBLKKPPMUAD
 
Makalah kekerasan terhadap anak
Makalah kekerasan terhadap anakMakalah kekerasan terhadap anak
Makalah kekerasan terhadap anakarnoldjansen10
 

Semelhante a TINDAK PIDANA PENCACULAN (20)

Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakPerlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
 
Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx
 Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx
Penculikan Anak - Laporan Penelit-kelompok_3_XI_IPS_1.docx
 
Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020
 
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxMENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
 
Report crime & devian muhammad b abdullah
Report crime & devian muhammad b abdullahReport crime & devian muhammad b abdullah
Report crime & devian muhammad b abdullah
 
contoh Kritikan jurnal
contoh Kritikan jurnalcontoh Kritikan jurnal
contoh Kritikan jurnal
 
PPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptx
PPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptxPPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptx
PPT JENIS-JENIS PERILAKU KELOMPOK 4.pptx
 
10178 27513-1-sm
10178 27513-1-sm10178 27513-1-sm
10178 27513-1-sm
 
Makalah tik rifqi
Makalah tik rifqiMakalah tik rifqi
Makalah tik rifqi
 
Makalah pergaulan bebas
Makalah pergaulan bebasMakalah pergaulan bebas
Makalah pergaulan bebas
 
Nilai masyarakat
Nilai masyarakatNilai masyarakat
Nilai masyarakat
 
Makalah TIK yoga
Makalah TIK yogaMakalah TIK yoga
Makalah TIK yoga
 
Edukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdf
Edukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdfEdukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdf
Edukasi dan Peran Aktif dalam Pencegahan.pdf
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
 
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
 
kenakalan remaja
kenakalan remaja kenakalan remaja
kenakalan remaja
 
.menghindari zina
.menghindari zina.menghindari zina
.menghindari zina
 
Bullying pornografi
Bullying pornografiBullying pornografi
Bullying pornografi
 
BULLYING PAPARAN .pptx
BULLYING PAPARAN .pptxBULLYING PAPARAN .pptx
BULLYING PAPARAN .pptx
 
Makalah kekerasan terhadap anak
Makalah kekerasan terhadap anakMakalah kekerasan terhadap anak
Makalah kekerasan terhadap anak
 

TINDAK PIDANA PENCACULAN

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan kejahatan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk menanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit untuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan akan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat.1 Perkembangan kemajuan masyarakat yang begitu pesat, di dalam kehidupan bermasyarakat, berdampak kepada suatu kecenderungan dari anggota masyarakat itu sendiri untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya, dan dalam interaksi ini sering terjadi suatu perbuatan yang melanggar hukum atau kaidah- kaidah yang telah ditentukan dalam masyarakat, untuk menciptakan rasa aman, tentram dan tertib, dalam bermasyarakat. Dalam hal ini tidak semua anggota masyarakat mau untuk menaatinya, dan masih saja ada yang menyimpang yang pada umumnya perilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat.2 1 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Jakarta: PT. Refika Aditama, 2002, hal. 15. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pres, 2000, hal. 21 1
  • 2. 2 Salah satu contoh dari perilaku menyimpang adalah tindak pidana pencabulan, yang merupakan perwujudan dari seseorang yang melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar rasa kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan lain yang keji. Semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, contohnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada yang dilakukan terhadap anak dan juga bisa dilakukan terhadap keluarganya sendiri. Adapun yang merupakan faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan tersebut dikarenakan: 1. Adanya kemajuan teknologi yang menghasilkan produk-produk baru dan semuanya semakin canggih, seperti film, video-video dan sebagainya yang isinya bisa membawa pengaruh negatif; 2. Adanya buku-buku bacaan ataupun majalah-majalah yang berbau pornografi yang terjual bebas; 3. Masalah tekanan ekonomi; 4. Rendahnya pemahaman akan nilai-nilai agama serta moral. Persoalan itu berkembang terus hingga sekarang, dapat dikatakan tidak ada perubahan yang berarti meski struktur dan budaya masyarakat berkembang menuju kearah modern. Tindak pidana pencabulan ini tidak hanya terjadi di kota- kota besar, bahkan terjadi di desa-desa terpencil dan di pinggir kota yang kebanyakan disebabkan oleh faktor-faktor penunjang yang telah disebut di atas.
  • 3. 3 Penyebab terjadinya perbuatan asusila di kota-kota besar adalah rawannya keadaan kota, karena pada umumnya kota adalah impian bagi setiap orang di daerah dan mempunyai daya tarik tersendiri yang menyebabkan angka urbanisasi meningkat. Hal ini mengakibatkan penduduk di kota besar semakin padat, yang berakibat terjadinya pengangguran karena lapangan pekerjaan belum sebanding dengan banyaknya orang yang mencari pekerjaan. Hal ini erat kaitannya dengan awal-awal terjadinya perbuatan asusila, misalnya laki-laki dewasa normal dimana kebutuhan biologisnya menuntut untuk dipenuhi, sedangkan bila ia ingin melangsungkan perkawinan yang sah, hal itu tidak dapat dilaksanakannya, karena faktor ekonomi yang belum memadai, sehingga mereka mencari jalan lain untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya, yang dengan cara tidak mengeluarkan biaya (melakukan perkosaan atau perbuatan pencabulan). Hal ini didukung pula dengan tidak adanya aktivitas dan kurangnya pendekatan terhadap nilai-nilai agama pada mereka.3 Mengingat tindak pidana pencabulan dapat terjadi dalam situasi dan lingkungan apa saja, misalnya seorang pelaku memperkosa orang yang tidak dikenalnya, orang yang dikenalnya dengan baik atau bahkan masih ada hubungan keluarga. Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan pada tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayahnya dalam lingkungan keluarga. 3 Dadang Hawari, “Kasus Perkosaan Makin Sering Terjadi”, dalam Majalah Kartini, Edisi 525, 1994, hal. 25.
  • 4. 4 Tindak pidana pencabulan dalam lingkungan keluarga ini tidak luput dari masalah tekanan ekonomi, misalnya kurang layaknya tempat tinggal sebuah keluarga yang memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, terutama yang telah beranjak dewasa karena keadaan ekonomi yang tidak memadai sehingga mengharuskan mereka (ayah, ibu serta anak-anaknya), tidur dalam satu ruangan yang sama, keadaan seperti ini masih ditambah pula oleh rendahnya pemahaman akan nilai-nilai agama serta moral dan juga faktor keadaan situasi rumah dan psikologis si pelaku. Masalah tindak pidana pencabulan dalam keluarga ini bukan menjadi rahasia lagi hal ini terbukti dengan banyaknya pemberitaan di media massa maupun elektronik, yang memuat kasus-kasus tindak pidana pencabulan. Pada awalnya kasus pencabulan seperti ini sulit untuk diungkap karena masih dianggap tabu untuk disebarluaskan, dan jika sampai diceritakan pada orang lain berarti akan membawa aib keluarga dan rasa takut akan ancaman dari pelaku terhadap korban sangat mempersulit pengungkapan kasus seperti ini. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi aparat penegak hukum dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, maka kejahatan ini sudah seharusnya mendapatkan sanksi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Dalam Pasal 294 ayat (1) KUHP menyebutkan: (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya dianya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
  • 5. 5 Jadi dapat dikatakan, jika perbuatan asusila tersebut dilakukan terhadap orang-orang yang termasuk dalam Pasal 294 ayat (1), dapat disebut perbuatan asusila. Menurut R. Soesilo, perkosaan yang dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dalam suatu garis keturunan baik dari pihak ayah maupun pihak ibu dapat dikenakan Pasal 294 ayat (1), jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap korban yang masih di bawah umur. Untuk kejahatan pencabulan ini merupakan tanggung jawab bersama, baik keluarga untuk memberikan pendidikan yang layak, juga termasuk pemerintah dan orang itu sendiri dalam mengontrol dirinya untuk tidak melakukan tindak pidana atau kejahatan yang dapat merugikan masyarakat bahkan sampai kelangsungan pembangunan bangsa dan negara. Dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pencabulan yang dilakukan seorang ayah terhadap anaknya dalam penanganannya diperlukan kerja sama seluruh pihak khususnya keluarga itu sendiri. Terhadap pelaku yang melakukan suatu tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut yang bersifat melawan hukum, dan dilihat dari sudut kemampuan “bertanggung jawab” maka seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Dikatakan mampu bertanggung jawab bilamana pada umumnya:
  • 6. 6 Keadaan jiwanya:4 1. Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara (temporair) 2. Tidak cacad dalam pertumbuhan (gagu, idiot) 3. Tidak terganggu karena terkejut, hynotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe, mengigau karena demam. Kemampuan jiwanya: 1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya 2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak 3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Setelah terpenuhinya syarat bertanggung jawab oleh keadaan jiwa pelaku dan telah terbuktinya perbuatan tindak pidana pencabulan terhadap anak serta diketahui akibatnya maka pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan pidana penjara yang ditentukan majelis hakim dalam persidangan. Dalam mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, harus terbuka kemungkinan bagi pembuat untuk menjelaskan mengapa dia berbuat demikian. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk untuk mengkaji masalah tersebut dengan judul: “Tindak Pidana Pencabulan yang Dilakukan Ayah Terhadap Anaknya Ditinjau Dari Segi Yuridis (Studi Kasus Putusan No.120/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel)”. 4 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hal. 249.
  • 7. 7 B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penulisan hukum diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap ayah yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya? 2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya? C. Ruang Lingkup Penulisan Ruang lingkup penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dan upaya penanggulangan serta pertanggungjawaban tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. D. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui yang melatarbelakangi terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan ayahnya. b. Melengkapi salah satu persyaratan kuliah untuk dapat menyelesaikan program S1 bidang hukum.
  • 8. 8 2. Manfaat Penelitian a. Bagi mahasiswa sangatlah bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. b. Bagi masyarakat sangat berguna sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan mengetahui tindak pidana pencabulan terhadap anak. E. Kerangka Teoritis dan Konsepsional 1. Kerangka Teoritis Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktifitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak baik pria maupun wanita baik dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau kata cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai berikut: ”Pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya, tidak sesuai dengan adap sopan santun (tidak sonoh), tidak susila, ber-cabul: berzina, melakukan tindak pidana asusila, mencabuli: menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan, film cabul: film porno. Keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesusilaan, kesopanan)”.5 Sedangkan definisi pencabulan yang diberikan oleh R. Sugandhi adalah segala perbuatan yang melanggar susila atau perbuatan keji yang 5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hal. 142.
  • 9. 9 berhubungan dengan nafsu kekelaminannya.6 Definisi yang diungkapkan R. Sugandhi lebih menitikberatkan pada perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berdasarkan nafsu kelaminnya, dimana langsung atau tidak langsung merupakan perbuatan yang melanggar susila dan dapat dipidana. Di dalam Kamus Hukum juga menjelaskan mengenai arti kata pencabulan, dan dapat diartikan sebagai berikut: ”Pencabulan berasal dari kata cabul yang diartikan; keji dan kotor; tidak senonoh karena melanggar kesopanan, kesusilaan, hal ini secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 281 dan 282, yaitu: diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.7 Seperti yang diuraikan di atas, pencabulan adalah kejahatan seksual yang dilakukan seorang pria atau perempuan terhadap anak di bawah umur baik pria maupun perempuan dengan kekerasan atau tanpa kekerasan. Pencabulan memiliki pengertian sebagai suatu gangguan psikoseksual di mana orang dewasa memperoleh kepuasan seksual bersama seorang anak pra-remaja. Ciri utamanya adalah berbuat atau berfantasi tentang kegiatan seksual dengan cara yang paling sesuai untuk memperoleh kepuasan seksual.8 6 R. Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1998, hal. 305. 7 Soedarso, Kamus Hukum, Jakara: Rineka Cipta, 1992, hal. 64. 8 ”Pencabulan Pada Anak”, http://www.freewebs.com/pencabulan_pada_anak/identifikasi pedofilia.htm>.
  • 10. 10 Mengenai tindak pidana pencabulan, harus ada orang sebagai subjeknya dan orang itu melakukannya dengan kesalahan, dengan perkataan lain jika dikatakan telah terjadi suatu tindak pidana pencabulan, berarti ada orang sebagai subjeknya dan pada orang itu terdapat kesalahan. 2. Kerangka Konsepsional Demi memperoleh penjelasan yang relevan bagi pemahaman pengkajian ilmiah di dalam penulisan skripsi ini, maka ada beberapa definisi hukum yang sesuai dengan judul skripsi ini yaitu adalah: 1. Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana;9 2. Pencabulan adalah perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi, misalnya: ciuman, meraba-raba bagian kemaluan, meraba-raba buah dada, dan termasuk pula bersetubuh.10 3. Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungan terhadap pemidanaan petindak yang telah melakukan tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam undang- undang.11 9 S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hal. 207. 10 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996, hal. 25. 11 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op. Cit., hal. 249.
  • 11. 11 4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.12 F. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana yang dipergunakan oleh manusia, untuk memperkuat, membina pemikiran rasional, serta di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Di dalam penelitian hukum pada konsepnya terdiri dari 2 (dua) metode penelitian, yaitu: 1. Penelitian melalui studi lapangan atau penelitian empiris. 2. Penelitian kepustakaan atau penelitian normatif. Penelitian melalui kepustakaan atau penelitian normatif adalah data yang diperoleh dari literatur mengenai hukum, sedangkan yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung.13 Di dalam penelitian umumnya dikenal ada 3 (tiga) jenis alat pengumpulan data, yaitu:14 1. Studi dokumentasi atau bahan kepustakaan. 2. Pengamatan atau observasi. 3. Wawancara langsung 12 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II-IV, Jakarta: Balai Pustaka, 2004, hal. 374. 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuddji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Pengantar Singkat, Cet. I, Jakarta: Rajawali Press, 1994, hal. 52. 14 Soerjono Soekanto (a), Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta: UI Press., 1986, hal. 21.
  • 12. 12 Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersama- sama untuk dapat menelusuri data. Di dalam penulisan skripsi ini digunakan pula data sekunder berupa, artikel-artikel yang bersumber dari internet, dan juga dibarengi dengan data kepustakaan hukum melalui membaca buku-buku tentang hukum untuk dijadikan bahan penulisan skripsi ini. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat mencakup, norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan bahan yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi, traktat, bahan hukum peninggalan dari masa Belanda.15 2. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan lain sebagainya.16 3. Bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.17 Sifat penulisan ini adalah deskriptif yaitu suatu metode yang mengambil data secara tertulis untuk diuraikan sehingga memperoleh gambaran serta pemahaman secara menyeluruh. Skripsi ini dianalisis secara kualitatif yaitu 15 Soerjono Soekanto (b), Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2001, hal. 24. 16 Ibid. 17 Ibid., hal. 52.
  • 13. 13 menjelaskan mengenai pemidanaan dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak oleh hakim pengadilan dengan mengadakan metode pustaka yang pada akhirnya mencapai suatu kesimpulan yang merupakan tujuan penulisan skripsi ini.18 G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan terdiri dari 5 (lima) bab yang sedemikian dirinci menjadi sub-sub bab dan masing-masing memiliki keterkaitan dengan bab-bab yang diajukan. Selanjtnya secara umum sistematika penulisan dalam skripsi ini diuraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka teoritis dan konsepsional, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang pengertian tindak pidana, pengertian tindak pidana pencabulan dan pengertian anak serta pengertian pertanggungjawaban pidana 18 Soerjono Soekanto (b), Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 2006, hal. 17.
  • 14. 14 BAB III PEMBAHASAN KASUS TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN AYAH TERHADAP ANAKNYA Dalam bab ini akan dibahas mengenai contoh kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya dan penulis akan menganalisis kasus tersebut. BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN AYAH TERHADAP ANAKNYA Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang faktor penyebab tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya, upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya dan pertangungjawaban tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anaknya BAB V PENUTUP Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai kesimpulan dari semua permasalahan yang telah diuraikan dan juga mengenai saran-saran dari penulis.