Tinjauan pustaka mendiskusikan tentang sistematika tanaman jagung, anatomi tanaman jagung, syarat tumbuh jagung, varietas jagung, seleksi tanaman jagung, dan selfing pada tanaman jagung. Dokumen ini memberikan informasi mengenai klasifikasi tanaman jagung, struktur tanaman jagung, faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jagung, dan teknik pemuliaan tanaman jagung seperti seleksi dan selfing.
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
Jagung
1. TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung
diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta,
kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan
spesies : Zea mays L.
Sistem akar primer terdiri atas radikula dan akar-akar seminal yang
muncul dari bagian pangkal biji ketika berkecambah. Kemudian, sistem akar yang
tetap (sekunder) berkembang dari empat sampai lima buku pertama dari batang
yang tetap di bawah tanah. Akar-akar penguat atau udara terbentuk dari beberapa
buku di atas permukaan tanah (Fischer dan Palmer, 1992).
Batang tanaman jagung tingginya berkisar antara 1,5 m dan 2,5 m dan
terbungkus pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku.
Buku batang muda terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus
rapat-rapat panjang batang utama. Percabangan (batang liar) umumnya
berbentuk pada pangkal batang. Batang liar ini adalah batang sekunder
yang berkembang pada ketiak daun terbawah dekat permukaan tanah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Batang berbuku-buku dibatasi oleh ruas-ruas
yang jumlahnya antara 10-40 ruas. Ruas bagian atas berbentuk silindris dan
bagian bawah berbentuk agak bulat pipih. Pada batang jagung terdapat tunas yang
biasanya berkembang menjadi bakal tongkol, tetapi biasanya bakal tongkol yang
berada di bawah tongkol utama tidak berkembang sempurna. Apabila sebelum
polinasi tongkol diambil maka tongkol bawahnya yang akan berkembang
(Nurmala, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2. Daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri dari kelopak daun, lidah
daun (ligula) dan helai daun. Helai daun memanjang yang ujungnya meruncing.
Antara pelepah daun dan helai daun dibatasi oleh spicula yang berguna untuk
menghalangi masuknya air hujan (embun) ke dalam pelepah daun. Jumlah daun
sekitar 8 – 18 helai berwarna hijau atau hijau kekuning-kuningan, berbentuk pita
memanjang, bertulang daun sejajar menyirip ke ujung daun, ibu tulang dan
mengeras (Nurmala, 1998). Kemiringan daun sangat bervariasi antar genotipa dan
kedudukan daun, yang berkisar dari hampir datas sampai tegak dalam satu mutan
(tanpa lidah daun) (Fischer dan Palmer, 1992).
Bunga jantannya berada di puncak batang dalam bentuk malai di ujung,
yang umumnya disebut tasel (tassel). Jika kepala sari dari tasel pecah terbentuklah
kabut debu serbuk sari. Telah dihitung bahwa sebuah tasel dapat menghasilkan
sebanyak 60 juta serbuk sari. Bunga betina tumbuh di bagian bawah dari tanaman
dalam bentuk bulir majemuk atau disebut tongkol (cobs) yang tertutup rapat oleh
upih daun yang disebut kulit ari (busk). Muncul dari ujung tongkol dijumpai
sejumlah besar rambut panjang atau rambut sutera (silk), yaitu kepala-kepala
putik. Sewaktu reseptik rambut sutera ini lengket, sehingga serbuk sari mana pun
yang tertiup ke arah rambut ini akan melekat. Setiap rambut atau kepala putik
dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang ke bakal buah tunggal yang setelah
dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel). Pada jagung bunga jantan biasanya
memencarkan serbuk sari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama menjadi
masak (Loveless, 1989).
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan
menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut berasal dari
Universitas Sumatera Utara
3. serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman
sendiri. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada varietas,
suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari
masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding).
Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari.
Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan
kemudian kering (Subekti, et al., 2008).
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.
Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada
bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang
terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10- 16 baris biji yang
jumlahnya selalu genap (Subekti, et al., 2008). Biji jagung tersusun rapi pada
tongkol, biji berkeping tunggal (monokotil). Jumlah biji berkisar antara 200-400
butir (Nurmala, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-25 0C. Suhu
optimal yang diperlukan untuk perkecambahan adalah 30-320C, untuk
pembungaan sampai pemasakan adalah 300C (Nurmala, 1998).
Jumlah dan distribusi hujan tahunan untuk tanaman jagung dapat tumbuh
normal antara 2500-5000 mm. Pada stadia pertumbuhan awal dan pembungaan
tanaman jagung membutuhkan banyak air (Nurmala, 1998).
Universitas Sumatera Utara
4. Tanah
Jagung dapat tumbuh pada semua jenis tanah, akan tumbuh lebih baik
pada tanah yang gembur dan kaya humus, mempunyai aerasi dan drainase yang
baik (Nurmala, 1998).
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik,
dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang
dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air (Iriany, et al., 2008).
Tanaman jagung memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan dan
pembentukan biji. Air sangat diperlukan pada saat penanaman, pembungaan (45–
55 hari setelah tanam) dan pengisian biji (60–80 hari setelah tanam)
(Wahyudi, et al., 2006).
Varietas
Produksi jagung berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh
perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi
lingkungan tumbuh akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe dengan
lingkungan (Allard and Brashaw dalam Iriany, et al., 2008), yang berarti
agroekologi spesifik memerlukan varietas yang spesifik untuk dapat memperoleh
produktivitas optimal (Iriany, et al., 2008).
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua
berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk
sendiri maupun menyerbuk silang (Takdir, et al., 2008). Hibrida dikembangkan
berdasarkan gejala hybrid vigor atau heterosis dengan menggunakan
populasi generasi F1 sebagai tanaman produksi. Oleh karena itu, varietas
Universitas Sumatera Utara
5. hibrida selalu dibuat atau diperbaharui untuk mendapatkan generasi F1
(Departemen pertanian, 2007).
Varietas hibrida memiliki keunggulan dibandingkan dengan varietas
bersari bebas, diantaranya mampu berproduksi lebih tinggi 15 - 20% dan memiliki
karakteristik baru yang diinginkan seperti ketahanan terhadap penyakit. Selain itu,
penampilan varietas hibrida lebih seragam (Morris dalam Suwarno, 2008), dimana
varietas bersari bebas pada umumnya memiliki keragaman yang tinggi pada
karakteristik tongkol dan biji (Suwarno, 2008).
Untuk varietas-varietas jagung yang sesuai terhadap lingkungannya, lama
pertumbuhan total (dari penanaman sampai kemasakan biji) dapat bervariasi dari
65 hari di dataran rendah tropik sampai kira-kira 12 bulan di dataran tinggi tropik,
yang bergantung pada genotipa dan panjangnya musim pertumbuhan yang
ditentukan oleh suhu, ketersediaan lengas, pergiliran tanaman dan kebutuhan
persediaan pangan yang tepat waktunya (Fischer dan Palmer, 1992).
Seleksi
Efektivitas seleksi dan keberhasilan seleksi dalam suatu program
pemuliaan tanaman sangat tergantung kepada adanya variabilitas genetik dan
informasi nilai duga heritabilitas karakter tanaman, dan korelasi antar karakter-
karakter yang berbeda (Djuariah, 2006).
Poespodarsono dalam (Alnopri, 2004) menjelaskan variabilitas genetik
suatu populasi dapat diketahui dengan mengevaluasi beberapa sifat pertumbuhan
dan hasil. Variabilitas genetik akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu
proses seleksi. Apabila suatu sifat mempunyai variabilitas luas, maka seleksi akan
dapat dilaksanakan pada populasi tersebut. Apabila nilai variabilitas genetik
Universitas Sumatera Utara
6. sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam
populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar
variabilitas genetik.
Dari segi pemuliaan pengujian genotipe pada suatu lingkungan tertentu
sangat diperlukan informasi genetik. Keberhasilan seleksi ditentukan
oleh nilai duga heritabilitas dan variabilitas. Menurut Pinaria et al dalam
(Saleh, et al., 2007) pemilihan/seleksi pada suatu lingkungan akan berhasil bila
karakter yang diamati menunjukkan nilai duga heritabilitas yang tinggi dan
variabilitas yang luas. Pada karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas yang
tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih berperan dibanding pengaruh
lingkungan. Selain hal tersebut informasi keeratan (korelasi) antara karakter
komponen hasil dengan hasil juga diperlukan. Semakin tinggi nilai koefisien
korelasi, semakin erat hubungan antara kedua karakter tersebut.
Tanaman yang tidak diinginkan dibuang dan tanaman-tanaman yang
paling vigor dipelihara dan diserbuk sendiri pada generasi-generasi berikutnya.
Perbedaan yang nyata diantara galur semakin tampak sejalan dengan semakin
lanjutnya generasi penyerbukan sendiri. Setelah lima hingga tujuh generasi
penyerbukan sendiri, penampilan tanaman di dalam satu galur menjadi lebih
seragam. Tiap galur murni memiliki kombinasi gen-gen yang spesifik
(Suwarno, 2008).
Selfing
Pada tanaman menyerbuk sendiri, terjadi pemindahan serbuk sari dari
kotak sari kepada kepala putik dari bunga yang sama, atau tanaman yang sama.
Universitas Sumatera Utara
7. Pada tanaman menyerbuk sendiri di alam bebas, tersedia galur galur murni yang
homozigot pada hampir setiap lokus gen (Makmur, 1992).
Galur murni dihasilkan dari penyerbukan sendiri hingga diperoleh
tanaman yang homozigot. Hal ini umumnya memerlukan waktu lima hingga tujuh
generasi penyerbukan sendiri yang terkontrol. Dalam membentuk galur murni
baru, seorang pemulia mulai dengan individu tanaman yang heterozigot. Dengan
penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor (Suwarno, 2008).
Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan
sendiri hingga galur homozigot terbentuk. Sekitar setengah dari total penurunan
vigor terjadi pada generasi pertama penyerbukan sendiri, kemudian menjadi
setengahnya pada generasi berikutnya. Selain mengalami penurunan vigor,
individu tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan
seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan
bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Munculnya fenomena-
fenomena tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau inbreeding
depression (Poehlman, 1983).
Depresi tangkar dalam terjadi akibat peningkatan homozigositas dari gen-
gen resesif yang bersifat menghambat. Tanaman jagung generasi S1, tekanan
silang dalam terhadap tinggi tanaman (10.4%) lebih rendah dari tekanan silang
dalam terhadap hasil (32.9%) (Jones dan Bingham dalam Suwarno, 2008).
Tanaman yang tidak diinginkan dibuang dan tanaman-tanaman yang paling vigor
dipelihara dan diserbuk sendiri pada generasi-generasi berikutnya. Perbedaan
yang nyata diantara galur semakin tampak sejalan dengan semakin lanjutnya
generasi penyerbukan sendiri. Setelah lima hingga tujuh generasi penyerbukan
Universitas Sumatera Utara
8. sendiri, penampilan tanaman di dalam satu galur menjadi lebih seragam. Tiap
galur murni memiliki kombinasi gen-gen yang spesifik (Suwarno, 2008).
Shull dalam (Welsh, 1991) menjelaskan bahwa dari hasil persilangan
tertentu dalam silang dalam tanaman jagung, didapatkan suatu peningkatan
pertumbuhan dan kekuatan tanaman pada keturunannya, padahal pada persilangan
yang lain ekspresi heterosis sangat kecil atau tidak ada sama sekali. Ia kemudian
berpendapat bahwa heterosis dapat pula terjadi pada beberapa persilangan jagung
silang dalam.
Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali
pada progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan galur murni lain
yang tidak berhubungan. Selama proses penyerbukan sendiri, banyak gen-gen
resesif yang tidak diinginkan menjadi homozigot dan menampakkan fenotipenya.
Karakteristik yang diinginkan dari galur murni, seperti batang yang kuat dan
ketahanan terhadap penyakit, diwariskan kepada progeni hibrida ketika galur-
galur murni tersebut disilangkan (Suwarno, 2008).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah proposi dari variasi fenotipe total yang disebabkan
oleh efek gen. Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1
(Stansfield dan Elrod, 2007 ).
Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian
pengaruh genetik dari penampakkan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua
kepada keturunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik
besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan
heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997). Heritabilitas juga merupakan parameter
Universitas Sumatera Utara
9. yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas
merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau
faktor lingkungan (Alnopri, 2004). Heritabilitas dapat diperbesar apabila varian
genetik diperbesar atau varian fenotip diperkecil (Wahdan et al,1996).
Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter
genetik berbeda, umumnya dapat dilihat bila varietas-varietas yang berbeda
ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan
dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam
mempengaruhi penampilan fenotip tanaman (Makmur, 1992).
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat
memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor
lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik
lebih berperanan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor
lingkungan (Poehlman, 1983).
Uji Progenitas
Uji progenitas dipergunakan sebagai suatu sistem evaluasi mengukur
karakter terbaik setiap induk yang dapat digunakan pada persilangan selanjutnya
dalam seleksi berulang. Uji keturunan tersebut dengan demikian tidak
mempersoalkan asal dari keturunan. Setiap produksi sistem keturunan berguna
dalam mengidentifikasi karakter induk yang dapat dipergunakan dalam program
pemuliaan spesifik (Welsh, 1991).
Pada tanaman menyerbuk sendiri individu tanaman adalah homozigot.
Secara genotip dapat diproduksi pada keturunan dan kemungkinan dapat
dievaluasi melalui progeny test/pengujian keturunan (Hasyim, 2002).
Universitas Sumatera Utara
10. Metode seleksi yang dikembangkan untuk meningkatkan proporsi karakter
yang diinginkan pada populasi tanaman secara konvensional tergantung dari
sistem perkembangbiakan tanaman, dan peran gen-gen yang mengendalikan
karakter tersebut. Metode seleksi berdasarkan peran gen yang mengendalikan
karakter menduduki peranan yang lebih penting, dimana metode ini
dikembangkan atas dasar gen yang mengendalikan karakter tersebut, yang mana
gen ini diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Peran dan jumlah gen yang
menentukan arah dan kemajuan seleksi (Widodo, 2003).
Universitas Sumatera Utara