Makalah ini membahas proses pengumpulan Al-Quran sejak masa Nabi Muhammad SAW hingga masa Khulafaur Rasyidin. Pada masa Nabi, Al-Quran dihafal dan ditulis, tanpa terkumpul dalam satu mushaf. Pada masa Abu Bakar dilakukan pengumpulan tulisan Al-Quran, sedangkan pada masa Utsman dilakukan standardisasi teks Al-Quran menjadi satu mushaf rasmi. Proses ini membantu melestarikan Al
1. JAM’UL QUR’AN WA
KITABATUHU
OLEH :
Kelompok IV
Ahmad Junaid
Rahmatiah
Khusnul Khotimah
Sri Arniwati
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2012
2. JAM’UL QUR’AN WA
KITABATUHU
OLEH :
Kelompok IV
Ahmad Junaid
Rahmatiah
Khusnul Khotimah
Sri Arniwati
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2012
3. KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
kehendak-Nyalah sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.Salam dan shalawat kita kirimkan kepada nabi besar Rasulullah
Muhammad SAW yang membawa kita dari alam yang gelap menuju alam yang
terang benderang.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul “Jam‟ul qur‟an wa
kitabatuhu” adalah untuk menjelaskan tentang bagaimana proses penyampaian,
pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-
Qur‟an.
Penyusunan makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari
pihak-pihak lain. Oleh sebab itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Syamsul Qamar selaku dosen mata kuliah Ilmu Al Quran yang telah
memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada kami untuk membuat
makalah ini, sehingga kami lebih mengetahui bagaimana proses
penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga
menjadi mushaf al-Qur‟an.
1. Ayah dan ibu tercinta yang banyak memberikan dorongan dan
bimbingannya kepada kami, yang senang tiasa mendoakan kami dalam
keadaan sehat.
2. Teman-teman kami yang telah memberikan bantuan baik secara moral
maupun spiritual.
3. Semua pihak yang telah membantu kami baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum
seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penyusunan makalah ini, bahwa
4. makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mohan maaf atas
kekurangan dari makalah kami.
Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat membantu dalam kegiatan
belajar mengajar dan kita lebih mengetahui proses penyampaian, pencatatan,
pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Qur‟an. Saran dan
pendapat sangat saya harapkan demi untuk menjadikan makalah ini lebih baik
lagi.
Samata, 03 Desember 2012
PENYUSUN
KELOMPOK IV
5. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Pengertian Jam’ul al-Qur’an ....................................................... 3
B. Pengumpulan al-Qur’an pada Masa Nabi .................................. 4
C. Pengumpulan al-Qur’an pada Masa Khulafa’ al-Rasyidun......... 5
D. Usaha lanjutan Pengumpulan dan Pemeliharaan Al Quran ........ 10
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 11
A. Kesimpulan .................................................................................. 12
B. Implikasi....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... v
6. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi
sentral bagi seluruh disiplin ilmu ke Islaman. Kitab suci ini, di samping menjadi
al-huda (petunjuk), juga sebagai al-bayyinah (penjelas) serta menjadi al-furqan
(pemisah antara yang benar dan yang salah) yang diturunkan dalam kurun waktu
kurang lebih 23 tahun lamanya.
Pengumpulan dan penyusunan al-Qur‟an dalam bentuk seperti saat ini,
tidak terjadi dalam satu masa, tapi berlangsung beberapa tahun atas upaya
beberapa orang dan berbagai kelompok.
Cara lazim dalam menjaga al-Qur‟an pada masa Nabi dan Sahabat adalah
dengan hafalan ( al-jan‟ fi sudur). Hal ini selain karena masih banyak sahabat
yang buta huruf, juga karena hafalan orang Arab ketika itu terkenal kuat. Bisa
dimaklumi jika pencatatan al-Qur‟an belum merupakan alat pemeliharaan yang
handal, karena dari segi teknis, alat-alat tulis ketika itu masih sangat sederhana
dan rawan terhadap kerusakan. Bahan tempat menulis berasal dari pelepah-
pelepah kurma dan tulang-belulang yang gampang lapuk dan patah, tinta yang
mudah luntur, dan alat tulis yang sangat sederhana.
Seiring perjalanan waktu dalam sejarah, mulai diturunkannya al-Qur‟an
hingga wafatnya Rasulullah saw. sampai kepada periode Khulafa‟ al-Rasyidun,
masing-masing periode memiliki cara dan metode dalam memelihara dan
mengumpulkan al-Qur‟an.
Dari hal tersebut di atas, maka menarik untuk dikaji, khususnya aspek
sejarah dari proses pengumpulan al-Qur‟an pada masa Rasulullah saw sampai
pada masa sahabat, dan juga usaha lanjutan pemeliharaan al-Qur‟an pasca
Khulafa‟ al-Rasyidun.
7. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
penyusun mencoba mengemukakan beberapa permasalahan pokok berkaitan
dengan materi makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian Jam‟ul al-Qur‟an?
2. Bagaimana pengumpulan al-Qur‟an pada masa Nabi Muhammad saw?
3. Bagaimana pengumpulan al-Qur‟an pada masa Khulafa‟ al-Rasyidun?
4. Bagaimana usaha lanjutan pemeliharaan al-Qur‟an pasca Khulafa‟ al-
Rasyidun?
C. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami pengertian Jam‟ul Qur‟an.
2. Untuk memahami pengumpulan al-Qur‟an pada masa Nabi Muhammad
saw.
3. Untuk memahami pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafa‟ al-
Rasyidun.
4. Untuk memahami usaha lanjutan pemeliharaan al-Qur‟an pasca Khulafa‟
al-Rasyidun.
Sementara kegunaan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Kegunaan ilmiah; mengkaji secara dalam tentang pengertian al-Qur‟an,
pencatatan dan pengumpulannya pada masa Nabi, Khulafa‟ al-Rasyidun,
dan pasca Khulafa‟ al-Rasyidun.
2. Kegunaan praktis; mempertebal keyakinan umat Islam dalam meyakini
al-Qur‟an sebagai Kitab Suci yang diturunkan dari sisi Yang Mahasuci,
sehingga tidak ada kekurangan atau kecelaan-kecelaan padanya sehingga
hal ini akan memberikan dorongan penuh keyakinan pada umat Islam
untuk mengimplementasikan tiap-tiap ajaran al-Qur‟an dalam
kehidpannya secara penuh tidak ada keraguan.
8. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jam’ul al-Qur’an
Kata al-Jam‟u berasal dari kata ”Jama‟a - Yajma‟u - Jam‟an” yang
berarti pengumpulan atau penghimpunan. Adapun makna al-Qur‟an
menurut bahasa, kata qur‟an adalah bentuk masdar (kata benda verbal) dari
qara‟a yang berarti membaca, baik membaca dengan melihat tulisan
ataupun secara menghafal. Jadi Jam‟ul Qur‟an berarti upaya mengumpulkan
al-Qur‟an yang berserakan untuk diteliti dan diselidiki.
Menurut Mardan, yang dimaksud dengan ’pengumpulan’
(pengkodifikasian) al-Qur‟an di kalangan ulama adalah salah satu dari dua
pengertian berikut :
1. Jam‟ul Qur‟an dalam arti hifz}uhu (menghafalnya dalam hati).
Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah, QS. Al-
Qiyamah, 75: 16-19 kepada Nabi. Nabi senantiasa menggerak-
gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca al-Qur‟an,
ketika diturunkan kepadanya sebelum Jibril selesai membacakanya,
karena ingin menghafalnya.
2. Jam‟ul Qur‟an dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan al-Qur‟an
semuanya). Ini dimaksudkan adalah baik dengan memisah-misahkan
ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata;
baik setiap surah ditulis dalam suatu lembaran secara terpisah,
ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-
lembaran yang terkumpul, yang menghimpun semua surah, yang
sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
Sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu-ilmu
al-Qur‟an menjelaskan bahwa Jam‟ul Qur‟an meliputi proses
penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi
hingga menjadi mushaf al-Qur‟an.
9. B. Pengumpulan al-Qur’an pada Masa Nabi
Kodifikasi atau pengumpulan al-Qur‟an telah dimulai sejak zaman
Rasulullah saw., bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunnya al-
Qur‟an. Sebagaimana diketahui, al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-
angsur, hal ini disesuaikan dengan keadaan Rasulullah dan agar lebih mudah
untuk menghafalnya baik oleh Nabi maupun para sahabat.
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur‟an di masa Nabi saw. terbagi atas
dua kategori:
1. Pengumpulan al-Qur‟an dalam dada.
Al-Qur‟an diturunkan kepada Rasulullah saw, di mana beliau dikenal
seorang ummi (tidak dapat membaca dan menulis). Oleh karenanya setiap
ayat al-Qur‟an diturunkan, beliau hanya menghafal dan menghayatainya
agar penguasaannya terhadap al-Qur‟an persis sebagaimana aslinya. Dan
setelah itu, beliau membacakannya kepada sahabat dan ummatnya sejelas
mungkin dan memerintahkan kepada mereka untuk dapat menghafal dan
memantapkannya. Hal ini persis dengan janji Allah dalam QS. Al-Qiyamah
(75):16-19.
Para sahabat langsung menghafal al-Qur‟a>n tersebut di luar kepala setiap
kali Rasulullah saw. menyampaikan wahyu kepada mereka. Hal ini bisa
mereka lakukan dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang Arab
yang menjaga peninggalan nenek moyang mereka dengan cara hafalan.
Manna’ al-Qattan mengutip hadis dari kitab S{hahih Bukhari tentang tujuh
hafidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin
Ma’qal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin S|abit, Abu Zaid bin
Sakan dan Abu Darda’.
2. Pemeliharaan al-Qur‟an dengan tulisan
Walaupun Nabi Muhammad saw dan para sahabat menghafal ayat-ayat
al-Qur‟an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu
Ilahi beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah
menginformasikan bahwa setiap ayat yang turun Rasulullah memanggil
sahabat sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat
10. beberapa penulis wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid
bin S|abit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan
menunjukkan di mana tempat ayat tersebut dalam surat. Ayat- ayat al-
Qur‟an mereka tulis pada pelepah kurma, lempengan batu, kulit dan tulang
binatang.
Tulisan-tulisan al-Qur‟an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu
mushaf. Biasanya yang ada di tangan seorang sahabat misalnya belum tentu
dimiliki oleh yang lainnya. Menurut para ulama, di antara sahabat yang
menghafal seluruh isi al-Qur‟an ketika Rasulullah masih hidup adalah Ali
bin Abi Thalib, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan
Abdullah bin Mas’ud.
Al–Zarqani menyebutkan dalam kitabnya Manahil al-Irfan bahwasanya
faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga al-Qur‟an tidak dibukukan pada
masa Nabi adalah sebagai berikut:
a. Sarana tulis menulis pada waktu itu sangat minim dan sangat susah
mendapatkannya.
b. Nabi senantiasa menunggu keberlanjutan wahyu karena adanya
ayat-ayat yang dinasakh setelah diturunkannya.
c. Ayat-ayat tidak diturunkan sekaligus.
d. Ayat-ayat al-Qur‟an turun pada umumnya sebagai jawaban dari
suatu pertanyaan atau kondisi masyarakat sehingga tidak turun
dalam keadaan tersusun ayatnya.
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa sejak
zaman Rasulullah telah terjadi pengumpulan al-Qur‟an walaupun tulisan tersebut
belum dalam bentuk mushaf seperti sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti
bahwa sudah ada penulisan al-Qur‟an pada saat itu.
C. Pengumpulan al-Qur’an pada Masa Khulafa’ al-Rasyidun
1. Pengumpulan al-Qur‟an pada Masa Abu Bakar
Rasulullah saw berpulang kerahmatullah setelah beliau menyampaikan
risalah dan menyampaikan amanat serta memberi petunjuk kepada
11. umatnya untuk menjalankan agama yang lurus. Setelah beliau wafat,
kekhalifahan dipegang oleh Abu Bakar al-Siddiq r.a. Pada masa
pemerintahannya, ia banyak menghadapi masalah di antaranya memerangi
orang-orang yang murtad, serta memerangi pengikut Musailamah al-
Kazzab yang mengaku sebagai nabi.
Ketika terjadi perang Yamamah, banyak kalangan sahabat penghafal al-
Qur‟an dan ahli bacanya yang gugur. Jumlahnya lebih 70 orang huffadz
ternama. Melihat banyaknya penghafal al-Qur‟an yang gugur, Umar
merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar dan berkata: “Telah
banyak di antara para huffadz dan qurra‟ yang gugur dalam medan
pertempuran, aku khawatir akan gugur pula yang lainnya, sehingga hilang
apa yang tersimpan dalam dada mereka dan lenyaplah ayat-ayat al-Qur‟an
itu. Menurut pendapatku, baiklah kiranya jika engkau memerintahkan agar
al-Qur‟an dikumpulkan. Pada awalnya Abu Bakar ragu, karena hal
tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi. Namun setelah dijelaskan oleh
Umar tentang nilai positifnya, ia kemudian menerima usul tersebut.
Zaid bin Tsabit adalah orang yang ditunjuk Abu Bakar untuk
mengumpulkan al-Qur‟an dalam satu mushaf. Adapun alasan penunjukan
Zaid oleh karena beliau berusia muda, berintelegensi tinggi dan
pekerjaannya di masa Nabi sebagai penulis wahyu.
Meskipun pada awalnya Zaid bin Tsabit juga ragu namun pada akhirnya ia
bersedia melaksanakan hal tersebut. Atas kesediaan Zaid bin Tsabit,
dibuatlah sebuah panitia yang diketuainya, sedang anggotanya adalah
Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan.
Dalam menjalankan tugasnya, berbagai metode dilakukan untuk
mengumpulkan al-Qur‟an. Diantaranya mengumpulkan tulisan-tulisan al-
Qur‟an dari para sahabat, mencocokkan dengan hafalan para sahabat,
ataupun menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa
pembawa al-Qur‟an itu telah mendengarnya dari lisan Rasulullah saw.
Zaid bin Sabit mengumpulkan al-Qur‟an dari pelepah kurma, kepingan-
kepingan batu, dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya dia
12. mendapatkan akhir surah at-Taubah ayat 128 berada pada Abu Khuzaimah
al-Ansari, yang tidak di dapatkan pada orang lain, yang berbunyi :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri….” hingga akhir surah. Setelah selesai dikumpulkan, ia di tangan
Abu Bakar. Setelah ia wafat, mushaf itu berpindah kepada Umar hingga
wafatnya, kemudian ke tangan Hafsah, putri Umar. Sesudahnya, Utsman
memintanya dari Hafsah. Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang
pertama yang mengumpulkan al-Qur‟an dalam satu mushaf. Dengan cara
seperti inilah Zaid mengumpulkan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur‟an
dan mengumpulkannya yang sebelumnya terpisah-pisah.
Masa pengumpulan al-Qur‟an ini terlihat sangat singkat. Sebagaimana
diketahui, Abu Bakar hanya memerintah kekhalifaan Islam ketika itu
selama kurang lebih dua tahun mulai Rabi’ul Awwal 11 H sampai Jumadil
Tsani 13 H.. Sementara Zaid melalui tugasnya setelah peperangan
Yamamah (bulan ketiga tahun 12 H). Hal ini berarti bahwa waktu yang
tersisa bagi Zaid hanya 15 bulan.
Al-Zarqani mengemukakan bahwa mushaf yang disusun pada masa Abu
Bakar hanyalah penulisan urutan-urutan ayat-ayatnya saja tanpa mengurut
surah-surahnya.
Demikianlah pengumpulan al-Qur‟an pada masa kekhalifahan Abu Bakar,
yang dilakukan dengan berbagai metode dalam rangka menjaga validitas
dan keutuhan al-Qur‟an.
Para ulama’ berpendapat bahwa penamaan al-Qur‟an dengan “mushaf”
baru muncul sejak saat itu, yakni pada saat Abu Bakar mengumpulkan al-
Qur‟an. Ali bin Abi Thalib berkata, orang yang paling besar pahalanya
dalam hal mushaf ialah Abu Bakar. Semoga Allah melimpahkan rahmat-
Nya kepadanya. Dialah yang pertama mengumpulkan Kitab Allah.
Pengumpulan ini dinamakan “Pengumpulan Kedua”.
2. Pengumpulan al-Qur‟an pada Masa Utsman bin Affan
Ketika Utsman bin Affan memegang kekhalifahan, dan para sahabat
berpencar keberbagai daerah dan masing-masing membawa bacaan yang
13. didengarnya dari Rasulullah saw. serta di antara mereka ada yang memiliki
bacaan yang tidak dimiliki oleh lainnya, orang-orang berbeda pendapat
dalam bacaan. Setiap pembaca (qari‟) mengunggulkan bacaannya dan
menyalahkan bacaan qari‟ lainnya sehingga permasalahan tersebut
menjadi besar, perselisihanpun semakin memuncak.
Sebagaimana yang digambarkan dalam sejarah, bahwa sekembalinya
Huzaifah bin al-Yaman dari peperangan menaklukkan daerah Armenia dan
Azerbaijan, ia mengutarakan kekhawatiran kepada khalifah Usman bin
Affan tentang perbedaan bacaan al-Qur‟an di kalangan kaum muslimin.
Mihsan menggambarkan bahwa penduduk Syam memakai bacaan Ubay
bin Ka’ab, penduduk Kuffah memakai bacaan Abdullah bin Mas’ud dan
penduduk lainnya memakai bacaan Abu Musa Al-Asy’ari. Cara-cara
pembacaan al-Qur‟an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan
perbedaan huruf yang dengan al-Qur‟an diturunkan. Apabila mereka
berkumpul pada suatu pertemuan, atau di suatu medan pertempuran,
sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan qira’at itu.
Atas kejadian tersebut, Utsman kemudian bermusyawarah dengan para
sahabat mengenai apa yang harus dilakukan. Dalam musyawarah tersebut
Utsman dan para sahabat bersepakat untuk menyalin kembali Mushaf al-
Qur‟an yang ada pada tangan Hafsah untuk dijadikan rujukan apabila
terjadi perselisihan tentang cara membaca al-Qur‟an. Untuk melaksanakan
tugas tersebut, Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin
Hasyim.
Setelah kumpulan tulisan itu sampai ketangan Utsman, ia kemudian
menugaskan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan
Abdul Rahman bin al-Harits bin Hisyam untuk menyalin shuhuf-shuhuf
tersebut kedalam beberapa mushaf. Proses penyalinan lembaran tersebut
ke dalam mushaf disertai dengan perintah Utsman bahwa apabila terdapat
perbedaan atas beberapa tulisan dalam lembaran tersebut, maka tulislah
14. dalam bahasa Quraisy dengan alasan bahwa al-Qur‟an diturunkan dengan
lisan (bahasa) Quraisy.
Ladjnah yang dibentuk oleh Usman itu menyelesaikan usahanya pada
tahun 25 Hijriyah, atau pada tahun 30 Hijriyah setelah delapan tahun
tampuk pemerintahan dipegang oleh Usman ibn Affan. Menurut dugaan,
besar sekali kemungkinan, bahwa pekerjaan tersebut diselesaikan antara
25 H dan 30 H itu.
Mushaf yang disusun pada masa khalifah Usman bin Affan ini lebih
lengkap jika dibandingkan dengan mushaf pada masa khalifah Abu Bakar.
Al-Zarqani menjelaskan bahwa mushaf Usmani telah dilengkapi
penulisannya selain tertib urutan ayat, juga sudah ada urutan-urutan surah.
Al-Zarkasyi menjelaskan hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf al-
Qur‟an. Tiga diantaranya di kirim ke Syam, Kuffah dan Basrah dan satu
mushaf ditinggalkan di Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian
dikenal dengan al-Mushaf al-Imam. Agar persoalan silang pendapat
mengenai bacaan dapat diselesaikan dengan tuntas, maka Utsman
memerintahkan semua mushaf yang berbeda dengan hasil kerja panitia
yang empat itu dibakar. Umat pun menerima perintah itu dengan patuh,
sedang qira’at dengan enam huruf lainnya ditinggalkan. Keputusan ini
tidak salah, karena qira’at dengan tujuh huruf itu tidak wajib.
Dalam pada itu, latar belakang dibukukannya pada periode itu, karena
Utsman bin Affan melihat banyak perbedaan cara-cara membaca al-
Qur‟an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-
masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang
setiap orang yang menyalahi bacannya dan bahkan mereka saling
mengkafirkan. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena
takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan
perubahan.
Dengan usahanya itu, Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya
fitnah dengan mengikis sumber perselisihan serta menjaga al-Qur‟an dari
perubahan dan penyimpangan sepanjang zaman.
15. 3. Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dengan Utsman
Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangya al-Qur‟an
karena banyaknya huffazh yang gugur dalam peperangan. Sedang motif
Utsman untuk mengmpulkan al-Qur‟an adalah karena banyak perbedaan
dalam cara-cara membaca al-Qur‟an yang disaksikannya sendiri di
daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan satu sama lainnya. Jadi
keduanya memiliki semagat yang sama dalam hal ini meskipun cara-cara
yang ditempuh berlainan karena memang tantangan yang dihadapi
keduanya berbeda.
Pengumpulan al-Qur‟an oleh Abu Bakar ialah memindahkan semua
tulisan al-Qur‟an yang semula bertebaran pada kuli-kulit binatang, tulang-
belulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf.
Sedang pengumpulan yang dilakukan oleh Utsman adalah menyalinnya
dalam satu bahasa (bahasa Quraisy). Dalam usahanya, Utsman telah
berhasil menghindarkan terjadinya fitnah dan mengikis sumber
perselisihan serta menjaga al-Qur‟an dari penambahan dan penyimpangan
sepanjang zaman, serta mencetaknya menjadi satu mushaf yang baku,
yang dikenal dengan nama Mushaf Utsmani.
Intinya pada periode Khulafa‟ al-Rasyidun, masalah pengumpulan teks
al-Qur‟an sudah berlangsung bahkan jauh sebelum itu yakni ketika Nabi
masih hidup meski dalam tahapan yang lebih sederhana. Periode
selanjutnya Khalifah Utsman bin Affan telah menyempurnakan tahapan
itu.
D. Usaha Lanjutan Pengumpulan dan Pemeliharaan al-Qur’an Pasca Khulafa’
al-Rasyidun
Setelah periode Khalifah Utsman, pemeliharaan al-Qur‟an di kalangan
umat Islam semakin diperketat dengan teliti dan hati-hati. Naskah-naskah al-
Qur‟an yang dikirim ke negara-negara Islam pada masa pemerintahannya, disalin
16. kembali oleh umat Islam dengan penuh kehati-hatian dengan tulisan yang lebih
indah dan rapi sesuai dengan perkembagan khat Arab.
Abdul Aziz bin Marwan, seorang Gubernur Mesir setelah menulis mushaf
al-Qur‟an, ia menyuruh umat Islam memeriksanya seraya berkata, “siapa yang
dapat menunjukkan barang sesuatu kesalahan dalam tulisan ini, akan diberikan
kepadanya seekor kuda dan 30 dinar.” Di antara yang mmeriksa itu ada seorang
qari‟ yang dapat menunjukkan suatu kesalahan, yaitu kata “naj’ah”, padahal yang
sebenarnya “na’jah”, QS. Al-S{had, 38:23.
Dengan adaya huruf cetak yang memahami huruf Arab, maka dapat
pulalah al-Qur‟an dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1694 M., di Kota
Hanburg Jerman. Setelah Guthenberg (1397-1468 M) berhasil menciptakan mesin
cetak dengan menggunkan huruf bergerak pada pertengahan abad ke-15 M.
Dengan demikian umat muslim bisa menikmati teknologi cetak dalam penulisan
teks al-Qur‟an pada abad ke-17 M.
Sehubungan dengan penelitian mushaf-mushaf di Indonesia, Pemerintah
Indonesia telah membentuk suatu panitia yang bernama Lajnah Pentashhih
Mushaf al-Qur‟an yang bertugas memeriksa dan mentashhih naskah-naskah al-
Qur‟an yang akan dicetak atau yang telah dicetak. Bahkan Indonesia memiliki
mushaf al-Qur‟an Pusaka yang berukuran 1 x 2 meter, yang ditulis dengan tulisan
tangan oleh para ahli khat di Indonesia, di mana penulisannya di mulai dari tahun
1958-1960.
Sekilas fakta ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Indonesia sebagai
negara terbesar berpenduduk muslim di dunia juga memiliki perhatian dan
kepedulian yang cukup besar terhadap eksistensi al-Qur‟an sebagai Kitab Suci
dan Sumber Hukum, dan sekaligus memiliki semangat untuk menjaga dan
memelihara kemurnian dan keontentikan al-Qur‟an.
17. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jam‟ul Qur‟an adalah proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan
catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Qur‟an.
2. Bahwa pengumpulan al-Qur‟an terjadi pada tiga masa, di mana masing-
masing dilatarbelakangi oleh peristiwa yang berbeda, terkhusus latar
belakang pengumpulan al-Qur‟an dimasa Rasulullah saw. adalah untuk
menjaga kesempurnaan al-Qur‟an selama proses diturunkannya.
3. Di masa kekhalifahan Abu Bakar di latar belakangi oleh peristiwa perang
Yamamah di mana para sahabat huffadz banyak yang syahid dalam
peperangan tersebut. Dan terakhir pada masa kekhalifan Utsman, pada
masa ini terjadi perselisihan terhadap perbedaan bacaan di kalangan umat
yang berujung pada saling menyalahkan bahkan muncul pertikaian dan
pengkafiran. Olehnya itu Utsman kemudian berinisiatif untuk
mengumpulkan al-Qur‟an menjadi satu mushaf yang menjadi pegangan
bersama oleh semua umat Islam pada masa itu.
4. Setelah periode Khalifah Utsman, pemeliharaan al-Qur‟an di kalangan
umat Islam semakin diperketat dengan sangat teliti dan hati-hati. Untuk
pertama kalinya al-Qur‟an dicetak pada tahun 1694 M., di Kota Hanburg
Jerman. Pemerintah Indonesia sendiri juga memiliki perhatian dan
kepedulian yang serius dalam hal pemeliharaan mushaf al-Qur‟an.
B. Implikasi
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baru
terkait pengertian al-Qur‟an, pencatatan dan pengumpulannya pada masa Nabi,
Khulafa‟ al-Rasyidun, dan pasca Khulafa‟ al-Rasyidun. Pemahaman terkait
dengan hal ini perlu ditingkatkan mengingat pentingnya posisi al-Qur‟an sebagai
kitab wahyu, penuntun, dan petunjuk umat. Keyakinan yang kuat terhadapnya
18. akan melahirkan bentuk-bentuk pengamalan agama yang lurus tanpa cacat.
Karena al-Qur‟an diyakini sebagai kitab yang sempurna.
Keraguan-keraguan terhadap al-Qur‟an khususnya terkait pencatatan dan
pengumpulannya bisa diperkecil dengan mempelajari ilmu-ilmu yang terkait
dengan al-Qur‟an itu sendiri. „Ulum al-Qur‟an akan mengantarkan setiap
orang dalam upaya memahami al-Qur‟an secara komprehensif, dan kiranya
tema makalah ini juga diharapkan mampu mengisi bagian-bagian fungsi itu.
19. DAFTAR PUSTAKA
Ma’rifat, Muhammad Hadi. Sejarah al-Qur‟an, terj. Thoha Musawa. Cet. II;
Jakarta: Al-Huda, 2007.
Shihab, Quraish, et. al. Sejarah dan Ulumul Qur‟an. Cet. I; Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1999.