Dokumen tersebut membahas tentang aspek hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang mencakup landasan hukum, pengertian, tujuan, organisasi, pengawasan, dan ruang lingkup K3 sesuai peraturan perundang-undangan."
2. Pokok Bahasan K-3
1. Pengantar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
2. Dasar Hukum K-3
3. Organisasi K-3
4. Pengawasan dan Pembinaan K-3
5. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja
6. Ruang Lingkup Berlakunya K-3
7. Kecelakaan Akibat Kerja
8. Hubungan Kerja
9. Hubungan Industrial ( HI )
10. Perlindungan Upah bagi Tenaga Kerja
11. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
12. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
3. Landasan Hukum K-3
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pasal 27 Ayat 2
“ Tiap-Tiap Warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan ”
4. Pengantar Pentingnya K-3
UUD 1945
Hak tiap Warga Negara atas Pekerjaan
dan Penghidupan yang layak bagi
Kemanusiaan
PEKERJ
A
Memenuhi
Kelayakan bagi
kemanusiaan
JIKA K-3 NYA
TIDAK TERJAMIN
Cacat,
Kematian,
Kecelakaan
Kerja, Sakit, dll
Sebagai akibat dari
bekerja
Bertentangan dengan
Kemanusiaan
Perlu Penerapan
Prinsip & Kaidah K-3
5. PENGERTIAN
“KESELAMATAN
KERJA”
Keselamatan yang berkaitan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengelolaannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan yang sasarannya menyangkut segala
tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, bahkan di udara.
6. PENGERTIAN
“ KESEHATAN KERJA”
Spesialisasi dalam bidang ilmu kesehatan/
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan
agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik
atau mental maupun sosial, dengan usaha-
usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja serta terhadap penyakit umum.
7. PENGERTIAN K-3
Ilmu pengetahuan yang
penerapannya dalam usaha
mencegah atau mengatasi
kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di tempat kerja
8. PENGERTIAN
ASPEK HUKUM K-3
Kaidah / aturan yang
bertujuan untuk mencegah
atau mengatasi kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di
tempat kerja
9. MAKSUD DAN TUJUAN K-3
Maksud K-3 adalah untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan dan
perlakuan tanpa diskriminasi guna mewujudkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya dalam rangka
hubungan industrial yang berkeadilan atau untuk
melindungi tenaga kerja dari kejadian atau keadaan
yang dapat merugikan keselamatan dan kesehatannya
dalam melakukan pekerjaannya dengan berusaha
menghilangkan, mengurangi/ menekan sekecil-kecilnya
hal-hal yang dapat menimbulkan kecelakaan akibat
kerja di tempat kerja.
10. MAKSUD DAN TUJUAN K-3
Tujuan K-3 (Keselamatan Kerja) adalah untuk:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi serta
produktifitasnya.
2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di
tempat kerja
3. Menjaga supaya sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan berdaya guna.
11. MAKSUD DAN TUJUAN K-3
Tujuan K-3 (Kesehatan Kerja) adalah untuk:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan tenaga kerja yang setinggi
tingginya baik fisik maupun mentalnya dan
aspek sosialnya.
2. Menyesuaikan tenaga kerja dengan
pekerjaannya (aspek ergonominya)
3. Meningkatkan produktifitas kerja.
12. DASAR HUKUM K-3
o UUD 1945 Pasal 27 ayat 2
o UU no.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
o UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
o UU Uap Tahun 1930 tentang Mesin Uap
o UU Petasan Tahun 1932 ttg Pembuatan, import, menyalakan
serta perdagangannya.
o UU No. 14 Tahun 1993 tentang Jamsostek
o Kepmen 02/ 1970 ttg Pembentukan Panitia Pembina K-3
o Kepmen 01/ 1978 ttg K-3 dalam Pembangunan dan
Pengangkutan kayu
13. DASAR HUKUM K-3
o Kepmen 03/ 1978 ttg Syarat, penunjukan dan wewenang serta
kewajiban pegawai pengawas dan ahli K-3
o Kepmen 04/ 1978 ttg Peraturan umum instalasi listrik di tempat kerja.
o Kepmen 01/ 1979 ttg Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan.
o Kepmen 01/ 1980 ttg K-3 pada industri bangunan
o Kepmen 02/ 1980 ttg Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
K-3
o Kepmen 03/ 1984 ttg Pengawasan terpau ketenagakerjaan
o Kepmen 01/ 1987 ttg Perlindungn bagi anak yang terpaksa bekerja
14. ORGANISASI K-3 PADA
PEMERINTAH
Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja &
Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
Fungsinya:
Melaksanakan Pembinaan, Pengawasan serta penyempurnaan
dalam penetapan Norma K-3 di bidang mekanik, Listrik, Uap, dan
Pencegahan Kebakaran.
Pada tingkat daerah di Kanwil Dirjen Perlindungan Perawatan
Tenaga Kerja terdapat pengawas keselamatan kerja yang
memeriksa setiap perusahaan tentang dipatuhinya ketentuan K-3
Juga diadakan PERUM ASTEK yang menjamin kecelakaan yang
terjadi bagi tenaga kerja di tempat kerja.
15. ORGANISASI K-3 PADA
PERUSAHAAN
1. Organisasi sebagai bagian dari Struktur Organisasi di
Perusahaan. Tugasnya kontinyu, pelaksanaannya
menetap dan anggarannya tersendiri. Kedudukannya di
perusahaan berbeda-beda.
2. Panitia Keselamatan Kerja yang terdiri dari wakil
pimpinan perusahaan , Wakil Buruh/ pekerja, Teknisi K-
3, dan Dokter perusahaan. Pembentukannya atas Dasar
Undang-Undang.
16. ORGANISASI K-3 YANG
INDEPENDEN
Salah satunya adalah Ikatan Higiene Perusahaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang didirikan pada tgl 27 Juli 1971 di Jakarta yang
bertujuan:
1. Menunjang terlaksananya tugas pemerintah di bidang peningkatan taraf
hidup dan kesejahteraan tenaga kerja di perusahaan, industri, dll
2. Menuju tercapainya keseragaman tindakan dalam menanggulangi
masalah K-3
Fungsinya antara lain: Menghimpun dan meningkatkan kerjasama antara
dokter di perusahaan, ahli higiene dan kesehatan kerja serta ahli
keselamatan kerja di Indonesia. Juga melakukan riset, pendidikan dan
latihan serta penerangan ttg keselamatan kerja di perusahaan. Dll.
17. PENGAWASAN &
PEMBINAAN K-3
Salah satu unsur yang berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan,
keselamatan dan kesehatan kerja adalah unsur PENGAWASAN &
PEMBINAAN Ketenagakerjaan. Tugasnya mendeteksi secara dini di
lapangan sehingga masalah yang ada dapat segera diatasi.
Panitia PengawasK-3:
1. Pegawai Pengawas K-3, yaitu pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh menteri Tenaga Kerja.
2. Ahli K-3 yaitu tenaga kerja berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang diberi wewenang oleh menteri tenaga kerja untuk
melaksanakan segahagian dari tugas pegawai K-3.
18. PENGAWASAN &
PEMBINAAN K-3
Panitia Pembina K-3:
Adalah suatu badan yang dibentuk disuatu perusahaan untuk
membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha K-3
yang keanggotaannya terdiri atas:
1. Unsur Perusahaan (Pimpinan Perusahaan)
2. Unsur Tenaga Kerja
Kedua unsur tersebutharus bekerjasama dalam melaksanakan
kewajiban bersama, khususnya dalam merealisasikan K-3
serta dalam melancarkan proses produksi pada umumnya.
19. PENGAWASAN &
PEMBINAAN K-3
Kewajiban Pengawas K-3:
1. Mengawasi berlakunya ketentuan K-3
2. Mengumpulkan bahan tentang soal-soal K-3 yang diperlukan
3. Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dan
tenaga kerja ttg hal-hal yang dapat menjamin efektifnya ketentuan K-3.
4. Merahasiakan rahasia perusahaan terkait dengan jabatannya.
5. Dan lain-lain yang diserahkan kepadanya oleh UU dan peraturan
lainnya.
20. PENGAWASAN &
PEMBINAAN K-3
Kewajiban Panitia Pembina K-3:
1. Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang
kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja dan semua
pengamanan dan alat-alat perlindungan yang wajib digunakan oleh
tenaga kerja
2. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku
bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
21. PENGAWASAN &
PEMBINAAN K-3
Kewajiban Tenaga Kerja: (terkait dengan tugas pengawas)
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan atau ahli Keselamatan Kerja
2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
3. Memenuhi dan mentaati semua syarat K-3 yang diwajibkan
4. Meminta kepada pengurus agar diaksanakan semua syarat K-3 yang
diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan yang syarat K-3 serta
alat perlindungan dirinya tidak memenuhi syarat.
22. PRINSIP PENGAWASAN K-3
Menyangkut tentang sikap dan tidakan pengawas dalam menjalankan
fungsinya terhadap K-3:
1. Pengawasan diarahkan pada usaha preventif dan edukatif, namun
tindakan represif baik yustial maupun non yustisial akan dilaksanakan
secara tegas terhadap perusahaan yang sengaja melanggar ketentuan
yang telah ditetapkan.
2. Lebih peka dan cepat bertindak terhadap masalah yang timbul dan
mungkin timbul di lapangan, sehingga dapat lebih cepat
penanganannya.
3. Harus terjun langsung ke lapangan untuk melihat permasalahannya
sehingga dapat dijamin objektifitasnya.
23. HAK & KEWAJIBAN TENAGA
KERJA
HAK TENAGA KERJA
1. Hak atas upah
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai
dengan martabat manusia dan moral agama.
3. Hak memiliki atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
4. Hak atas pembinaan keahlian untuk memperoleh serta menambah
keahlian dan keterampilan kerja.
5. Hak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja.
6. Hak atas kesejahteraan ( Jamsostek)
24. HAK & KEWAJIBAN TENAGA
KERJA
KEWAJIBAN TENAGA KERJA
1.Melakukan pekerjaannya dengan baik
2.Mentaati setiap peraturan terkait melakukan pekerjaan di
tempat kerjanya
3.Kewajiban membayar ganti rugi dan denda.
25. RUANG LINGKUP
BERLAKUNYA PERATURAN
K-3
1. TEMPAT KERJA
Tiap-tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, yang menjadi tempat
tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan usaha dan terdapat
sumber bahaya kerja. Yang meliputi Darat, di dalam
tanah, dipermukaan air, di dalam air, maupun di
udara yang berada dalam wilayah Negara Hukum
Republik Indonesia.
26. RUANG LINGKUP
BERLAKUNYA PERATURAN
K-3
2. TENAGA KERJA YANG BEKERJA DITEMPAT ITU
Setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan atau akan
melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Terdapat 3 golongan Tenaga Kerja yang diatur secara khusus dalam K-3:
1. Anak (orang laki-laki atau wanita yang berumur di bawah 15 tahun)
di larang untuk dipekerjakan kecuali dalam hal dibenarkan UU.
2. Orang Muda ( laki-laki atau wanita berumur 15 tahun atau lebih dan
kurang dari 18 tahun) dilarang dalam kondisi tertentu.
3. Wanita (yang telah berumur 18 tahun atau lebih) dibatasi ruang
kerjanya
3. TEMPAT SUMBER BAHAYA KERJA
27. RUANG LINGKUP
BERLAKUNYA PERATURAN
K-3
2. TENAGA KERJA YANG BEKERJA DITEMPAT ITU
Setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan atau akan
melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Terdapat 3 golongan Tenaga Kerja yang diatur secara khusus dalam K-3:
1. Anak (orang laki-laki atau wanita yang berumur di bawah 15 tahun)
di larang untuk dipekerjakan kecuali dalam hal dibenarkan UU.
2. Orang Muda ( laki-laki atau wanita berumur 15 tahun atau lebih dan
kurang dari 18 tahun) dilarang dalam kondisi tertentu.
3. Wanita (yang telah berumur 18 tahun atau lebih) dibatasi ruang
kerjanya
3. TEMPAT SUMBER BAHAYA KERJA
28. SYARAT KESELAMATAN
KERJA
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar radiasi, suara dan getaran;
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
UU No.1 Tahun 1970 tentang K-3 Pasal 3-4
29. SYARAT KESELAMATAN
KERJA
9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
UU No.1 Tahun 1970 tentang K-3 Pasal 3-4
30. KLASIFIKASI KECELAKAAN AKIBAT KERJA
Menurut Jenis Kecelakaannya:
1. Kecelakaan karena terjatuh
2. Kecelakaan tertimpa benda yang jatuh
3. Kecelakaan karena benturan benda keras
4. Kecelakaan karena terhimpit benda
5. Gerakan melebihi kemampuan
6. Pengaruh suhu tinggi (panas atau dingin)
7. Kecelakaan karena arus listrik
8. Kontak dengan bahan kimia berbahaya
9. Dan kecelakaan lainnya.
31. KLASIFIKASI KECELAKAAN AKIBAT KERJA
Menurut Penyebab Kecelakaannya
1. Mesin ( Pembangkit tenaga, Penyalur, Pengolah
kayu, Pertanian, Pertambangan,dll )
2. Alat Angkut dan alat angkat ( Mesin angkat, Alat
angkut diatas rel, Angkutan udara, darat, air, dll )
3. Peralatan lain ( Bejana bertekanan, Dapur
pembakar, Instalasi pendingin, Instalasi listrik, alat –
alat listrik, Tangga, dll)
4. Bahan , Zat dan Radiasi (Bahan peledak, Debu, gas,
cairan dan zat kimia, benda melayang, Radiasi, dll)
5. Human Error
32. KLASIFIKASI KECELAKAAN AKIBAT KERJA
Menurut Sifat Luka atau Kelainan:
1. Patah Tulang 13. Pengaruh Radiasi
2. Dislokasi/ Keseleo 14. Akibat suhu/ cuaca
3. Regang otot/ urat 15. Luka dipermukaan, dll
4. Memar/ Luka dalam
5. Amputasi
6. Luka Terpotong
7. Luka tersayat
8. Geger otak/ remuk
9. Luka bakar
10. Keracunan mendadak
11. Mati lemas
12. Pengaruh Listrik
33. PENYEBAB KECELAKAAN AKIBAT KERJA
1.Perbuatan manusia yang
tidak memenuhi syarat K3
2.Keadaan Lingkungan dan
Mekanik
34. PENCEGAHAN KECELAKAAN AKIBAT KERJA
1. Peraturan Undang-Undang
2. Standarisasi
3. Pengawasan
4. Penelitian bersifat Teknik
5. Riset Medis
6. Penelitian Psikologis
7. Penelitian secara statistik
8. Pendidikan dan Latihan
9. Penggairahan
10.Asuransi/ Insebtif Finansial
11.Usaha Keselamatan di perusahaan
35. HUBUNGAN KERJA
Hubungan kerja adalah
hubungan antara pekerja
dengan pengusaha yang
terjadi setelah adanya
perjanjian kerja.
36. PERJANJIAN KERJA
"Perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian di mana pihak kesatu (si
buruh), mengikatkan dirinya untuk
di bawah perintah pihak yang lain
(si majikan) untuk suatu waktu
tertentu melakukan pekerjaan
dengan menerima upah“
Pasal 1601 a KUHPerdata
37. PERJANJIAN KERJA
Undang-undang No.. 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan,
pasal 1 angka 6:
"Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian
antara pekerja dan pengusaha secara
lisan dan/atau tertulis, baik untuk waktu
tertentu maupun untuk waktu tidak
tertentu yang memuat syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak
38. UNSUR PERJANJIAN KERJA
1. UNSUR PEKERJAAN
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang
diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah
dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat
menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata
pasal1603a yang berbunyi:
"Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanyalah dengan
izin majikan ia dapat menyuruh seorang ketiga menggantikannya".
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi
karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya, karena
itu menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, maka perjanjian
kerja tersebut putus demi hukum.
39. UNSUR PERJANJIAN KERJA
2. UNSUR PERINTAH
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja
oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus
tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah
perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya,
misalnya hubungan antara dokter dengan pasien,
pengacara dengan klien. Hubungan tersebut bukan
merupakan hubungan kerja karena dokter, pengacara tidak
tunduk pada perintah pasien atau klien.
40. UNSUR PERJANJIAN KERJA
3. UNSUR WAKTU
Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam
melakukan pekerjaan harus disepakati jangka
waktunya. Unsur jangka waktu dalam perjanjian
kerja dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian
kerja yang dibuat misalnya untuk pekerja kontrak,
sedangkan untuk pekerja tetap hal ini tidak
diperlukan
41. UNSUR PERJANJIAN KERJA
4. UNSUR UPAH
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja
(perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan
utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah
untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur
upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan
hubungan kerja. Seperti seorang narapidana yang
diharuskan untuk melakukan pekerjaan tertentu, seorang
mahasiswa perhotelan yang sedang melakukan praktik
lapangan di hotel.
42. SYARAT SAH
PERJANJIAN KERJA
1. Kemauan bebas kedua belah pihak;
2. Kemampuan atau kecakapan kedua
belah pihak;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak
boleh bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
43. BENTUK & JANGKA WAKTU
PERJANJIAN KERJA
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau
tertulis. Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian
hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi
perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.
Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-
perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian
kerja secara tertulis disebabkan karena ketidak mampuan
sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga
atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara
lisan.
44. BENTUK & JANGKA WAKTU
PERJANJIAN KERJA
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi
hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak
tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya
atau selesainya pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk
waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau
perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap
atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk
waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan
status pekerjanya adalah pekerja tetap.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara
tertulis (vide pasal17 Undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau
menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya
kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh
mensyaratkan adanya masa percobaan
45. PERJANJIAN KERJA SECARA TERTULIS
MINIMAL MEMUAT:
a) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b) nama dan alamat pekerja
c) jabatan atau jenis pekerjaan
d) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja
e) besarnya upah dan cara pembayarannya
f). tempat pekerjaan
g) mulai berlakunya perjanjian kerja;
h) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
46. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIAN KERJA
1.Kewajiban memberikan istirahat/cutij pihak majikan/pengusaha
diwajibkan untuk memberikan istirahat tahunan kepada pekerja secara
teratur. Hak atas istirahat ini penting artinya untuk menghilangkan
kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian
diharapkan gairah kerja akan tetap stabil. Cuti tahunan yang lamanya 12
hari kerja untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 10 hari untuk waktu
kerja 5 hari kerja dalam seminggu. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti
panjang selama 3 bulan setelah bekerja terus-menerus suatu perusahaan
(pasaI102, 103 Undangundang No. 25 tahun 1997).
2. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatanj majikan/ pengusaha
wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat
tinggal di rumah majikan (pasal1602x KUHPerdata). Dalam
perkembangan hukum ketenagakerjaan saat ini kewajiban ini tidak hanya
terbatas bagi pekerja yang bertempat tinggal di rumah majikan, tetapi juga
bagi pekerja yang tidak bertempat tinggal di rumah majikan. Perlindungan
bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin melalui
perlindungan Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.3
tahun 1992.
.
1. KEWAJIBAN PENGUSAHA/ MAJIKAN
47. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIAN KERJA
3. Kewajiban memberikan surat keterangan;
Kewajiban ini didasarkan pada ketentuan pasal 1602a
KUHPerdata yang menentukan bahwa
majikan/pengusaha wajib memberikan surat
keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda
tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan
mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, Iamanya
hubungan kerja (masa kerja). Surat keterangan itu
juga diberikan meskipun inisiatif pemutusan
hubungan kerja datangnya dari pihak pekerja. Surat
keterangan tersebut sangat penting artinya sebagai
bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru,
sehingga ia diperIakukan sesuai dengan pengalaman
kerjanya.
1. KEWAJIBAN PENGUSAHA/ MAJIKAN
48. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIAN KERJA
4. Kewajiban membayar upah
Dalam hubungan kerja kewajiban utama bagi seorang
pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya
secara tepat waktu. Ketentuan ten tang upah ini juga telah
mengalami perubahan pengaturan ke arah hukum publik.
Hal ini terlihat dari campur tangan pemerintah dalam
menetapkan besarnya upah terendah yang harus dibayar
oleh pengusaha yang dikenal dengan nama upah minimum
regional (UMR) , maupun pengaturan upah dalam Peraturan
Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan Upah.
Campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya
upah ini penting guna menjaga agar jangan sampai
besarnya upah yang diterima oleh pekerja terlampau rendah
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja
meskipun secara minimum sekalipun.
.
1. KEWAJIBAN PENGUSAHA/ MAJIKAN
49. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIAN KERJA
1.Buruh/pekerja wajib melakukan pekerjaan.
Melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari
seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri,
meskipun demikian dengan seizin pengusaha dapat
diwakilkan. Untuk itulah mengingat pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja yang sangat pribadi sifatnya
karena berkaitan dengan keahliannya, maka
berdasarkan ketentuan' peraturan perundang-
undangan jika pekerja meninggal dunia, maka hu-
bungan kerja berakhir dengan sendirinya (PHK demi
hukum).
KEWAJIBAN PEKERJA/ BURUH
50. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIAN KERJA
2. Buruh/Pekerja wajib menaati aturan dan
petunjuk majikan/ pengusahaj dalam
melakukan pekerjaannya buruh/pekerja
wajib menaati petunjuk yang diberikan
oleh pengusaha. Aturan yang wajib
ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan
dalam peraturan perusahaan sehingga
menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuk
tersebut.
KEWAJIBAN PEKERJA/ BURUH
51. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM
PERJANJIAN KERJA
3.Kewajiban membayar ganti rugi
dan denda jika buruh/pekerja
melakukan perbuatan yang
merugikan perusahaan baik karena
kesengajaan atau kelalaian, maka
sesuai dengan prinsip hukum
pekerja wajib membayar ganti-rugi
dan denda.
KEWAJIBAN PEKERJA/ BURUH
52. BERAKHIRNYA
PERJANJIAN KERJA
1. Pekerja Meninggal Dunia
2. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian kerja
3. Adanya putusan pengadilan atau
penetapan lembaga P2HI yang telah
mempunyai kakuetan hukum tetap.
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu
yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
aturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja
Pasal 61 ayat1 UU No.13/2003
53. PERJANJIAN PERBURUHAN /
KESEPAKATAN KERJA BERSAMA
.
Perjanjian perburuhan diatur dalam Undang-undang No. 21 tahun 1954
tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan
Pengusaha/Majikan, Undang-undang ini merupakan salah satu dari undang-
undang yang dinyatakan dicabut dengan Undangundang No. 25 tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang No. 21 tahun 1954 lahir pada saat bangsa kita menganut
demokrasi liberal, sehingga semangat undang-undang ini juga tidak lepas
dari filosofi tersebut. Sesuai dengan semangat itu masing-masing pihak yang
membuat perjanjian perburuhan cenderung berupaya membela
kepentingannya sehingga tidak jarang pihak yang satu melakukan tekanan
kepada pihak yang lain jika kepentingannya tidak terpenuhi. Konsep tersebut
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, dan sejalan dengan perkembangan
yang terjadi dalam hukum perburuhan khususnya dengan lahirnya konsepsi
Hubungan Industrial Pancasila (HIP), maka istilah perjanjian perburuhan
diganti dengan istilah Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang dalam
pembuatannya mengutamakan musyawarah & mufakat sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila.
54. PENGERTIAN PERJANJIAN PERBURUHAN
.
Perjanjian Perburuhan yang sekarang lazim dikenal dengan
istilah Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah Collective Labour Agreement
(CLA), atau dalam bahasa Belanda disebut dengan
Collective Arbeids Overemkomst (CAO) , perjanjian ini
dikenal dalam khasanah hukum Indonesia berdasarkan
ketentuan dalam KUHPerdata.
Dalam KUHPerdata pasal 1601 disebutkan bahwa
Perjanjian Perburuhan adalah peraturan yang dibuat oleh
seorang atau beberapa orang perkumpulan majikan yang
berbadan hukum dan atau beberapa serikat buruh yang
berbadan hukum, mengenai syaratsyarat kerja yang harus
diindahkan pada waktu membuat perjanjian kerja.
55. PENGERTIAN PERJANJIAN
PERBURUHAN
.
Dalam Undang-undang No. 21 tahun 1954 tentang
Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan
Majikan disebutkan Perjanjian Perburuhan adalah
perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau
serikat-serikat buruh yang terdaftar pada
Kementerian Perburuhan dengan majikan, majikan-
majikan, perkumpulan majikan yang berbadan
hukum, yang pada umumnya atau semata-mata
memuat syarat-syarat kerja yang harus diperhatikan
dalam perjanjian kerja.
56. HUBUNGAN INDUSTRIAL
Hubungan Industrial adalah suatu
sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan atau jasa ang
terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
dan UUD 1945.
57. FUNGSI PARA PELAKU HUBUNGAN
INDUSTRIAL ( FUNGSI PEMERINTAH)
1. Menetapkan Kebijakan;
2. Memberikan Pelayanan;
3. Melaksanakan Pengawasan;
4. Melakukan penindakan terhadap setiap
pelanggaran peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan.
58. FUNGSI PARA PELAKUHUBUNGAN
INDUSTRIAL (FUNGSI PENGUSAHA)
1. Menciptakan hubungan kemitraan;
2. Mengembangkan Usaha;
3. Memperluas lapangan kerja;
4. Memberikan kesejahteraan kepada
pekerja secara terbuka, demokratis
dan berkeadilan.
59. FUNGSI PARA PELAKU HUBUNGAN
INDUSTRIAL (FUNGSI PEKERJA )
1. Bekerja sesuai kewajibannya
2. Menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi;
3. Menyalurkan aspirasi secara demokratis dan
positif;
4. Mengembangkan ketrampilan dan
keahliannya;
5. Memajukan perusahaan;
6. Memperjuangkan kesejahteraan anggota
serta keluarganya.
60. HUBUNGAN INDUSTRIAL
dijalankan melalui sarana:
1. Serikat Pekerja/ Buruh
2. Organisasi Pengusaha/ Asosiasi
3. Lembaga Kerjasama Bipatrit
4. Lembaga Kerjasama Tripartit
5. Peraturan Perusahaan
6. Perjanjian Kerja Bersama
7. UU Ketenagakerjaan
8. Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
61. LEMBAGA BIPATRIT
& TRIPATRIT
Bipatrit adalah Forum komunikasi dan konsultasi tentang hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang
anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ buruh yang
sudah tercatat sebagai instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh
Lembaga kerjasama bipatrit wajib dibentuk setiap perusahaan yang
mempekerjakan 50 orang pekerja atau lebih
Tripatrit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah
tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur
organisasi, Serikat pekerja/buruh dan Pemerintah, lembaga ini
memberikan pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah
dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan
masalah ketenagakerjaan
62. SERIKAT PEKERJA / BURUH
Adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh
dan untuk pekerja/ buruh baik di
perusahaan maupun diluar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis dan bertanggungjawab guna
memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
63. SERIKAT PEKERJA, FEDERASI &
KONFEDERASI
Serikat Pekerja terdiri dari minimal 10
orang pekerja.
Federasi terdiri dari minimal 5 serikat
pekerja.
Konfederasi terdiri dari minimal 3
Federasi
64. FUNGSI SERIKAT PEKERJA /
BURUH
1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja
bersama dan penyelesaian perselisihan industrial.
2. Sebagai wakil pekerja dalam lembaga kerjasama
dibidang ketenagakerjaan
3. Sarana menciptakan hubungan idustrial yang
harmonis,dinamis dan berkeadilan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
4. Sarana penyaluran aspirasi dalam memperjuangkan hak
dan kepentingan anggotanya.
5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggungjawab
pemogokan pekerja sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
6. Sebagai wakil pekerja dalam memperjuangkan
kepemilikan saham di perusahaan.
65. PROSEDURE PENDIRIAN
SERIKAT PEKERJA/ BURUH
1. Dengan membuat AD/ART
2. Menyampaikan secara tertulis kepada pihak pemerintah yang
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dengan
melampirkan Daftar nama pendiri, AD/ART dan susunan
Pengurus.
3. Dalam waktu selambat-lambatnya 21 hari kerja, pemerintah
wajib mencatat dan memberikan nomor bukti setelah
memenuhi syarat. Pencatatan dapat dilihat setiap saat dan
terbuka untuk umum
4. Jika tidak memenuhi syarat maka dapat ditangguhkan
pencatatannya dengan pemberitahuan selambat-lambatnya 14
hari kerja sejak pemberitahuannya.
5. Bagi yang telah memiliki nomor bukti pencatatannya harus
memberitahukan secara tertulis keberadaannyakepada mitra
kerjanya sesuai tingkatannya
66. HAK
SERIKAT PEKERJA/ BURUH
1. Membuat perjanjian kerjasama dengan
pengusaha
2. Mewakili pekerja dalam menyelesaikan
perselisihan industrial
3. Mewakili pekerja dalam lembaga
ketenagakerjaan
4. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan
berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteraan pekerja
5. Melakukan kegiatan lainnya di bidang
ketenagakerjaan yang tidak bertentangan
dengan UU yang berlaku
67. KEWAJIBAN
SERIKAT PEKERJA/ BURUH
1. Melindungi dan membela anggota dari
pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan
kepentingannya
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan
anggota dan keluarganya
3. Mempertanggungjawabkan kegiatan
organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah
tangganya
68. PEMBUBARAN
SERIKAT PEKERJA/ BURUH
1. Dinyatakan oleh anggotanya dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah tangganya.
2. Perusahaan tutup dan menghentikan
kegiatannya untuk selama-lamanya yang
berdampak pada putusnya hubungan kerja
bagi seluruh pekerja di perusahaan setelah
seluruh kewajiban pengusaha terhadap
pekerja telah diselesaikan menurut UU yang
berlaku.
3. Dinyatakan bubar dengan putusan pengadilan
69. Perselisihan Hubungan
Industrial
Adalah perbedaan pendapat tang
mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/ buruh atau serikat
pekerja/ serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, kepentingan,
PHK dan perselisihan antara serikat
pekerja dalam satu perusahaan.
71. Perselisihan Hak
Adalah perselisihan yang timbul
karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan
pelaksanaan atau penafsiran
terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
72. Perselisihan Kepentingan
Adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pembuatan dan
atau perubahan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja atau peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
73. Perselisihan PHK
Adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak.
74. Perselisihan Antara
Serikat Pekerja
Adalah perselisihan yang timbul
antara serikat pekerja yang ada
dalan satu perusahaan karena tidak
adanya persesuaian paham
mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatpekerjaan.
75. Perselisihan Antara
Serikat Pekerja
1. Mediasi Hubungan Industrial
2. Konsiliasi Hubungan Industrial
3. Arbitrase Hubungan Industrial
4. Pengadilan Hubungan Industrial
Penyelesaiannya dapat dilakukan
melalui:
76. Mediasi Hubungan
Industrial
Adalah penyelesaian perselisihan hak,
kepentingan, perselisihan PHK dan
perselisihan antar serikat pekerja
dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditangani oleh
seorang atau lebih mediator yang
netral
77. Konsiliasi Hubungan
Industrial
Adalah penyelesaian perselisihan hak,
kepentingan, perselisihan PHK dan
perselisihan antar serikat pekerja
dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditangani oleh
seorang atau lebih konsiliator yang
netral
78. Arbitrase Hubungan
Industrial
Adalah penyelesaian perselisihan hak,
kepentingan, perselisihan PHK dan
perselisihan antar serikat pekerja
dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditangani oleh
seorang atau lebih konsiliator yang
netral
79. Pengertian
PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA (PHK)
Pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha
dengan pekerja yang terjadi karena berbagai sebab.
Setiap PHK yang terjadi harus mendapatkan izin dari
P4D untuk PHK perorangan dan P4P untuk PHK
massal. Yang dimaksud dengan PHK massal yaitu
PHK terhadap 10 (sepuluh) orang pekerja atau lebih
pada suatu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi
rentetan PHK yang dapat menggambarkan itikad
pengusaha untuk mengadakan PHK secara besar-
besaran.
80. Ketentuan
PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA (PHK)
• Pekerja dalam masa percobaan.
• Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertuIis
atau kemauan sendiri tanpa mengajukan syarat.
• pekerja telah mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan
bersama.
• Pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan kesepakatan kerja
waktu tertentu dikarenakan masa berlakunya telah berakhir atau
karena pekerjaan yang diperjanjikan telah selesai.
• Pekerja meninggal dunia
PHK dapat dilakukan oieh pengusaha tanpa meminta izin
dari P4D atau P4P dalam hal:
81. PHK Dilarang apabila :
• Selama pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktunya tidak melampaui masa 12 (dua belas) bulan berturut-turut.
• Selama pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
• Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan disetujui pemerintah
• Pekerja wanita melaksanakan kewajiban menyusui bayinya yang telah diatur dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama atau
peraturan perundang-undangan.
• Pekerja mempunyai ikatan pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja
lainnya di dalam suatu perusahaan, kecuali telah diatur dalam peraturan perusahaan atau
kesepakatan kerja bersama. (Pasal2 ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150
tahun 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan uang
Pesangon, uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian).