SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 76
Baixar para ler offline
PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR
               PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
                         NOMOR 2 TAHUN 2006
                             TENTANG
           RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                           GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang:
a.   bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Jawa Timur dengan
     memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
     selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan
     kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana
     Tata Ruang Wilayah.
b.   bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor,
     daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan
     lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat,
     dan/atau dunia usaha.
c.   bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah
     yang tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 1996 tentang Rencana Tata
     Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur.
d.   bahwa sehubungan dengan adanya perubahan sistem pemerintahan yang
     berpengaruh terhadap sistem penataan ruang wilayah.
e.   bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997
     tentang RTRW Nasional, maka strategi dan arahan kebijaksanaan
     pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata
     Ruang Wilayah;
f.   bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, c, d, dan e perlu
     menetapkan Rencana Tata Huang Wilayah Provinsi Jawa Timur dengan
     Peraturan Daerah.

Mengingat:
1.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa
      Timur Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan
      Perubahan Dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 Dari Hal
      Pembentukan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32);
2.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokek Pokok
      Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 2043);
3.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
      Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
4.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok
      Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 2831);
5.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
      Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
6.    Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3317);
7.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
      Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
8.    Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran
      Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);
9.    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
      (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3469);
10.   Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
      (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3470);
11.   Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
      (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3478);
12.   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran
      Nagara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479);
13.   Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
      (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3480);
14.   Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran
      Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);
15.   Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara
      Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);
16.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran
      Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
17.   Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelelaan Lingkungan
      Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran
      Negara Nomor 3699);
18.   Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
      Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
19.   Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
      Tahun 1999 Nomor 167 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
20.   Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
      Negara Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169);
21.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
      Negara Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226);
22.   Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran
      Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);
23.   Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
      Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 4389);
24.   Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
      Pembangunan Nasional.
25.   Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
      Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433);
26.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
      (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 4437);
27.   Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
      Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);
28.   Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi (Lembaran
      Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226);
29.   Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan
      (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
      3294);
30.   Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
      Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
31.   Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 4489);
32.   Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
      Kewajiban, serta Bentuk dan tata cara Peran serta masyarakat dalam
      Penataan Ruang (Lembaran Negara tahun 1996, Nomor 104);
33.   Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional
      (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3721);
34.   Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
      Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747);
35.   Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
      dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);
36.   Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak
      Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59 Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 3838);
37.   Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta
      Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20,
      Tambahan Lembaran Negara 3934);
38.   Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
      Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
      Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952);
39.   Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran
      Negara Tahun 2002 Nomor 119);
40.   Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
      (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 4385);
41.   Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
      Lindung;
42.   Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
      Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
43.   Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman
      Penyusunan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW
      Kabupaten/kota;
44.   Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
      Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
45.   Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara
      Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
46.   Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;
47.   Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis
      Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis
      mengenai dampak lingkungan hidup;
48.   Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000
      tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst;
49.   Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1457.K/20/MEM/2000
      tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan
      dan Energi;
50.   Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun
      2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang;
51.   Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman
      Koordinasi Penataan Rucing Daerah;
52.   Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991
      tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;
53.   Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2002 tentang
      Pengelolaan Hutan Raya R Soeryo;
54.   Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang
      Pengelolaan Hutan di Jawa Timur;
55.   Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2005 tentang
      Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi di Provinsi Jawa Timur;
56.   Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana
      Pembangunan Jangka Menengah Daerah;

                     Dengan Persetujuan Bersama
        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
                                dan
                      GUBERNUR JAWA TIMUR

                          MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG RENCANA TATA
RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

                                    BAB I
                               KETENTUAN UMUM

                                     Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.    Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2.    Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
3.    Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
4.    Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi beserta segenap
     unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
     administratif dan atau aspek fungsional.
5.    Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang
     udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya
     hidup dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan
     kehidupannya.
6.    Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
7.    Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
      dan pengendalian pemanfaatan ruang.
8.    Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRW
      Provinsi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang
      mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah provinsi.
9.    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat
      RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota di
      Jawa Timur
10.   Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
11.   Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
      melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
      dan sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna
      pembangunan berkelanjutan.
12.   Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
      untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
      sumperdaya manusia dan sumberdaya buatan.
13.   Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
      lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang
      berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat
      kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
14.   Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
      pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
      kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa
      pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
15.   Kawasan perkotaan atau perkotaan adalah kawasan yang mempunyai
      kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
      tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
      pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi.
16.   Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
      mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan yang
      diprioritaskan.
17.   Kawasan Pengembangan Utama Komoditi yang selanjutnya disebut Kapuk
      adalah Kawasan ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu
      wilayah kabupaten/kota.
18.   Kawasan Pengembangan Ekonomi Terintegrasi yang selanjutnya disebut
      Kapeksi adalah kawasan potensial dengan berbagai macam produktifitas
      komoditi yang saling terkait antar wilayah kabupaten/kota dan dapat diolah
      menjadi suatu komoditas baru khususnya komoditas olahan yang saling terkait.
19.   Kawasan Pengembangan Utama yang selanjutnya disingkat Kaput adalah
      kawasan budidaya yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi
      suatu kawasan dan disekitarnya, serta dapat mewujudkan pemerataan
      pengembangan wilayah dalam skala regional atau nasional.
20.   Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
      untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kawasan latihan
      militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan Pangkalan TNI AU, kawasan
      pangkalan TNt Laut.
21.   Pusat Kegiatan Nasional adalah pusat permukiman yang mempunyai potensi
      sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai
      potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat
pengolahan, simpul transportasi yang melayani beberapa provinsi dan
      nasional.
22.   Pusat Kegiatan Wilayah adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan
      simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten.
23.   Pusat Kegiatan Lokal adalah pusat permukiman kota sebagai pusat jasa, pusat
      pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu
      kabupaten atau beberapa kecamatan.
24.   Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
      penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam
      kurun waktu perencanaan.
25.   Kawasan Strategis adalah kawasan yang memiliki lingkup pengaruh yang
      berdampak nasional, penguasaan dan pengembangan lahan relatif besar,
      mempunyai prospek ekonomi yang relatif baik, serta memiliki daya tarik
      investasi.
26.   Kawasan Potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk mendorong
      pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan
      pemerataan pemanfaatan ruang.
27.   Kawasan Pengendalian Ketat adalah kawasan yang memerlukan pengawasan
      secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya
      dUkung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang
      berkelahjutan.
28.   Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SWP adalah suatu
      wilayah dengan satu dan atau semua kabupaten/ kota perkotaan didalamnya
      mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai
      prasarana perhubungan darat, dan atau yang terkait oleh sistem jaringan
      sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air.
29.   Energi baru dan terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh
      teknologi baru.
30.   Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumberdaya
      energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika
      dikelola dengah baik.
31.   Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
      antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
32.   Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
      kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan
      generasi mendatang.
33.   Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk mendukung
      kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktifitas,
      kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaruhi diri.
34.   Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan yang
      dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda atau
      teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk
      hidup.

                                    BAB II
                                RUANG LINGKUP

                                      Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Timur ini mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut
peraturan perundang- undangan yang berlaku.

                                     Pasal 3

Ruang lingkup RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
meliputi :
a.    tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan
      masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi
      pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang
      berkualitas.
b.    struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah.
c.    pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.

                                   BAB III
                         ASAS, TUJUAN DAN STRATEGI

                                     Pasal 4

RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan :
a.  pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, tepat guna,
    berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.
b.  keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

                                     Pasal 5

Tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf a, adalah:
a.     mengakomodasi kebijakan pembangunan dari pemerintah dan aspirasi
       masyarakat dalam dimensi ruang;
b.     mengemban kebijakan pengembangan dan mendorong pertumbuhan wilayah
       berdasarkan potensi pembangunan;
c.     mewujudkan tata lingkungan yang serasi antara sumber daya alam, sumber
       daya buatan, sumber daya manusia untuk menjamin pembangunan yang
       berkelanjutan sehingga terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera.

                                     Pasal 6

(1)   Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ditetapkan strategi pemanfaatan ruang wilayah.
(2)   Strategi pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      meliputi :
      a.     struktur pemanfaatan ruang wilayah;
      b.     pola pemanfaatan ruang wilayah
      c.     arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya;
      d.     arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan
             kawasan tertentu.
      e.     arahan pengelolaan sistem pusat permukiman perdesaan dan
             perkotaan.
f.    arahan pengembangan sistem prasarana wilayah.
      g.    arahan pengembangan kawasan diprioritaskan.
      h.    arahan pengembangan kawasan pesisir dan kepulauan.
      i.    arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, dan tata guna
            udara.
      j.    pemanfaatan ruang daerah.

                                  BAB IV
           STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAAN RUANG WILAYAH
                              Bagian Pertama
                   Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah
                                Paragraf 1
                                  Umum

                                      Pasal 7

(1)   Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan
      pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan sistem pusat
      permukiman perkotaan serta arahan sistem prasarana wilayah.
(2)   Struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      meliputi pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman perkotaan, dan
      prasarana wilayah.

                                    Paragraf 2
                       Sistem Pusat Permukiman Perdesaan
                                     Pasal 8

(1)   Sistem pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
      ayat (1) dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki.
(2)   Pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
      berdasarkan pelayanan perdesaan secara berhirarki, meliputi:
      a.     pusat pelayanan antar desa
      b.     pusat pelayanan setiap desa
      c.     pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman
(3)   Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara
      berhirarki memiliki hubungan dengan pusat kecamatan sebagai kawasan
      perkotaan terdekat, dengan perkotaan sebagai pusat Sub SWP dan dengan
      ibukota kabupaten masing-masing.

                                    Paragraf 3
                        Sistem Pusat Permukiman Perkotaan

                                      Pasal 9

Sistem pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
meliputi:
a.    orde perkotaan
b.    hirarkhi perkotaan
c.    perwilayahan
d.    fungsi satuan wilayah pengembangan
Pasal 10

(1)   Orde perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, meliputi:
      a.    Orde I        :    Kota Surabaya
      b.    Orde IIA     :     Kota Malang
      c.    Orde lIB     :     Perkotaan Sidoarjo, Perkotaan Gresik, Perkotaan
                               Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang,
                               Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan
                               Bojonegoro, Perkotaan Bangkalan, Kota Madiun,
                               Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan
                               Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo,
                               Perkotaan Pamekasan, Kota Batu
      d.    Orde III A   :     Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Ngawi, Perkotaan
                               Nganjuk, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan
                               Lumajang,    Perkotaan     Kepanjen,  Perkotaan
                               Sumenep.
      e.    Orde III B   :     Perkotaan Magetan, Perkotaan Trenggalek,
                               Perkotaan   Pacitan,    Perkotaan    Bondowoso,
                               Perkotaan Situbondo, Perkotaan Sampang,
                               Perkotaan Caruban.

(2)   Hirarki perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, meliputi:
      a.      Perkotaan Metropolitan meliputi Perkotaan Surabaya Metropolitan Area
              yang meliputi Kota Surabaya, Perkotaan Sidoarjo dan sekitarnya,
              Perkotaan Gresik dan sekitarnya dan Perkotaan Bangkalan dan
              sekitarnya; dan Perkotaan Malang Raya yang meliputi Kota Malang,
              Kota Batu, serta Perkotaan Kepanjen dan sekitarnya.
      b.      Perkotaan Menengah meliputi Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan,
              Perkotaan Jombang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan
              Bojonegoro, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan
              Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan dan
              Kota Batu.
      c.      Perkotaan Kecil meliputi Perkotaan Sampang, perkotaan Sumenep,
              Perkotaan Ngawi, Perkotaan Magetan Perkotaan Nganjuk, Perkotaan
              Bondowoso, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan
              Ponorogo, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Pacitan, Perkotaan
              Lumajang, Perkotaan Kepanjen dan Perkotaan Caruban.
(3)   Perwilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c adalah 9
      (sembilan) SWP:
      a.      SWP Gerbang kerto susila Plus meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten
              Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten
              Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten
              Jombang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan
              dengan pusatpelayanan di Kota Surabaya
      b.      SWP Malang Raya meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten
              Malang, dengan pusat pelayanan di Kota Malang
      c.      SWP Madiun dan sekitarnya meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun,
              Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan,
              Kabupaten Ngawi, dengan pusat pelayanan di Kota Madiun.
d.     SWP Kediri dan sekitarnya meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri,
             Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten
             Tulungagung, dengan pusat pelayanan di Kota Kediri.
      e.     SWP Probolinggo-Lumajang meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten
             Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota
             Probolinggo
      f.     SWP Blitar meliputi: meliputi Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, dengan
             pusat pelayanan Kota Blitar
      g.     SWP Jember dan sekitarnya meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten
             Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di
             Perkotaan Jember
      h.     SWP Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat
             pelayanan di Perkotaan Banyuwangi
      i.     SWP Madura dan Kepulauan meliputi: Kabupaten Sampang, Kabupaten
             Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan pusat pelayanan di
             Perkotaan Pamekasan
(4)   Setiap SWP diarahkan mempunyai fungsi wilayah sesuai dengan potensi
      wilayah masing-masing.
      a.     SWP Gerbang kerta susila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
             huruf a diarahkan mempunyar fungsi wilayah sebagai pengembangan
             kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
             kehutanan perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa,
             pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, industri, dan
             sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan
             wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan,
             kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata.
      b.     SWP Malang Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
             mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian
             tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan,
             peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan,
             pariwisata, industri transportasi, dan sumberdaya energi dengan fungsi
             pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan,
             perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan prasarana
             wisata.
      c.     SWP Madiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mempunyai
             fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman
             pangan,      perkebunan,      hortikultura,  kehutanan,     peternakan,
             pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri dengan
             fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa,
             industri, pendidikan, dan kesehatan.
      d.     SWP Kediri dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
             d mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian
             tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan,
             pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan, industri
             dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat
             pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan
      e.     SWP Probolinggo - Lumajang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
             huruf e mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan
             pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan,
             peternakan, perikanan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri, dan
sumberdaya energi, dan dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat
             pemerintahan, industri, perdagangan, jasa, kesehatan, pariwisata.
      f.     SWP Blitar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f mempunyai
             fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman
             pangan hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan,
             pendidikan. kesehatan, pariwisata sumberdaya energi dengan fungsi
             pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa,
             pendidikan, kesehatan, dan pariwisata.
      g.     SWP Jember dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
             huruf 9 mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan
             pertanian tanaman pangan. hortikultura, perkebunan, peternakan,
             kehutanan, perikanan, pertambangan. pendidikan. kesehatan dan
             pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan
             perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
      h.     SWP Banyuwangi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h
             mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian
             tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan,
             pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan
             pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan
             pemerintahan perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, transportasi,
             dan pariwisata.
      i.     SWP Madura dan Kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
             huruf i mempunyai fungsi sebagai pengembangan kegiatan pertanian
             tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan,
             pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan
             pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan,
             perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata.

                                     Paragraf 4
                              Sistem Prasarana Wilayah

                                       Pasal 11

Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e,
meliputi :
a.    sistem prasarana transportasi meliputi: jalan, kereta api, penyeberangan, laut,
      udara dan angkutan massal cepat perkotaan
b.    sistem prasarana telematika
c.    sistem prasarana sumberdaya energi
d.    sistem prasarana sumberdaya air
e.    sistem prasarana gas
f.    sistem prasarana lingkungan

                                   Bagian Kedua
                           Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah

                                       Pasal 12

Pola pemanfaatan ruang wilayah menggambarkan reneana sebaran kawasan lindung
dan kawasan budidaya.
Paragraf 1
                       Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung

                                    Pasal 13

Pola pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12, meliputi:
a.    kawasan suaka alam
b.    kawasan pelestarian alam
c.    kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
d.    kawasan perlindungan bawahan
e.    kawasan perlindungan setempat
f.    kawasan rawan beneana alam

                                    Pasal 14

(1)   Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi
      :
      a.     cagar alam
      b.     suaka marga satwa.
(2)   Cagar alam meliputi :
      a.     Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri
      b.     Cagar Alam Ceding, di Kabupaten Bondowoso
      c.     Cagar Alam Watangan Puger I, di Kabupaten Jember
      d.     Cagar Alam Sungai Kolbu di Kabupatem Probolinggo
      e.     Curah Manis I - VIII di Kabupaten Jember
      f.     Gunung Abang, di Kabupaten Pasuruan.
      g.     Guwo Lowo/Nglirip, di Kabupaten Tuban
      h.     Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo
      i.     Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo
      j.     Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup di Kabupaten Bondowoso dan
             Kabupaten Banyuwangi
      k.     Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri
      l.     Nusa Barong di Kabupaten Jember
      m.     Pulau Bawean, Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik
      n.     Pulau Saobi, di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep
      o.     Pulau Sempu, di Kabupaten Malang
      p.     Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi
      q.     Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso.
(3)   Suaka marga satwa meliputi Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang,
      berlokasi di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
      Jember, serta Pulau Bawean di Kabupaten Gresik.

                                    Pasal 15

(1)   Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
      meliputi :
      a.    taman nasional
      b.    taman hutan raya
c.    taman wisata alam
(2)   Kawasan taman nasional meliputi:
      a.    Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Kabupaten Malang,
            Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten
            Probolinggo
      b.    Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo
      c.    Taman Nasional Meru Betiri di Kabupaten Jember dan Kabupaten
            Banyuwangi
      d.    Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi.
      e.    Taman Nasionallaut Sepanjang dan Saobi di Kepulauan Kangean
            Kabupaten Sumenep
(3)   Kawasan hutan raya yaitu Taman Hutan Raya R Soeryo di Kabupaten Malang,
      Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota
      Batu.
(4)   Taman wisata alam, meliputi:
      a.    Taman Wisata Kawah Ijen, di Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten
            Bondowoso
      b.    Taman Wisata Tretes, Gunung Baung, di Kabupaten Pasuruan.

                                    Pasal 16

(1)   Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 13 huruf e, meliputi :
      a.     lingkungan non bangunan
      b.     lingkungan bangunan non gedung
      c.     lingkungan bangunan gedung dan halamannya
      d.     kebun raya.
(2)   Lingkungan non bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
      meliputi:
      a.     Monumen Keganasan PKI, di Kabupaten Madiun.
      b.     Monumen Trisula, di Kabupaten Blitar.
      c.     Petilasan Sri Aji Joyoboyo, di Kabupaten Kediri.
      d.     Gunung Kawi, di Kabupaten Malang.
      e.     Situs Purbakala TrinH, di Kabupaten Ngawi.
(3)   Lingkungan bangunan non gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      b meliputi:
      a.     Asta Tenggi di Kabupaten Sumenep
      b.     Area Totok Kerot di Kabupaten Kediri
      c.     Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar
      d.     Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, Candi Badut di Kabupaten
             Malang
      e.     Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan
      f.     Candi Cungkup, Candi Dadi dan Makam Gayatri di Kabupaten
             Tulungagung
      g.     Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto
      h.     Makam Sunan Ampel di Kota Surabaya
      i.     Makam KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wachid Hasyim dan Makam Sayyid
             Sulaiman di Kabupaten Jombang
      j.     Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan
      k.     Makam Syaikhul Khalil dan Pesarean Air mata Ibu Kabupaten
Bangkalan
      l.     Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Sunan Giri (Giri Kedaton),
             Makam Fatimah Binti Maimun, Makam Kanjeng Sepuh dan Kawasan
             Gunung Surowiti di Kabupaten Gresik
      m.     Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan
      n.     Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo
      o.     Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban
      p.     Recolanang di Kabupaten Mojokerto
      q.     Situs Sarchopagus di Kabupaten Bondowoso
      r.     Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto
(4)   Lingkungan bangunan gedung dan halamannya sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf c meliputi :
      a.     Pelestarian bangunan gedung dan/atau lingkungan cagar budaya di
             Kota Surabaya
      b.     Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi
      c.     Pelestarian bangunan Pabrik Gula di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
             Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kediri
             dan Kabupaten Malang.
      d.     Makam Proklamator, Museum Bung Kamo dan Petilasan Aryo Blitar di
             Kota Blitar.
      e.     Monumen PETA (Suprijadi) di Kota Blitar.
(5)   Kebun Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah Kebun Raya
      Purwodadi di Kabupaten Pasuruan

                                    Pasal 17

(1)   Perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d,
      meliputi :
      a.     kawasan hutan lindung
      b.     kawasan resapan air.
      c.     kawasan kars kelas I
(2)   Kawasan hutan lindung, meliputi:
      a.     Kota Batu
      b.     Kabupaten Blitar
      c.     Kabupaten Bangkalan
      d.     Kabupaten Banyuwangi
      e.     Kabupaten Bojonegoro
      f.     Kabupaten Bondowoso
      g.     Kabupaten Jember
      h.     Kabupaten Jombang
      i.     Kabupaten Kediri
      j.     Kabupaten Lamongan
      k.     Kabupaten Lumajang
      l.     Kabupaten Mojokerto
      m.     Kabupaten Magetan
      n.     Kabupaten Malang
      o.     Kabupaten Madiun
      p.     Kabupaten Nganjuk
      q.     Kabupaten Ngawi
      r.     Kabupaten Pacitan
s.     Kabupaten Pasuruan
      t.     Kabupaten Probolinggo
      u.     Kabupaten Ponorogo
      v.     Kabupaten Pamekasan
      w.     Kabupaten Situbondo
      x.     Kabupaten Sampang
      y.     Kabupaten Sumenep
      z.     Kabupaten Tuban
      aa.    Kabupaten Trenggalek
      bb.    Kabupaten Tulungagung
(3)   Kawasan resapan air terdapat di seluruh wilayah kabupaten/ kota.
(4)   Kawasan kars kelas I yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan
      ekologi, meliputi:
      a.     Kabupaten Slitar
      b.     Kabupaten Sangkalan
      c.     Kabupaten Tulungagung
      d.     Kabupaten Trenggalek
      e.     Kabupaten Malang
      f.     Kabupaten Ngawi
      g      Kabupaten Ponorogo
      h.     Kabupaten Pacitan
      i.     Kabupaten Sampang
      j.     Kabupaten Tuban

                                   Pasal 18

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf e, meliputi :
a.     kawasan sekitar mata air
b.     kawasansekitar waduk/danau
c.     kawasan sempadan sungai
d.     kawasan sempadan pantai
e.     kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman
f.     kawasan pantai berhutan bakau/mangrove
g.     kawasan terbuka hijau kota

                                   Pasal 19

(1)   Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f,
      meliputi :
      a.     rawan letusan gunung api.
      b.     rawan banjir.
      c.     rawan gempa, gerakan tanah, longsor, dan banjir bandang.
      d.     rawan tsunami.
(2)   Kawasan rawan letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a, meliputi :
      a.     Gunung Lawu, di Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan
      b.     Gunung Liman dan Gunung Wilis, di Kabupaten Madiun, Kabupaten
             Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
             Kediri dan Kabupaten Nganjuk
c.    Gunung Kelud, di Kabupaten Kediri, Kabupaten Slitar dan Kabupaten
            Malang:
      d.    Gunung Butak, di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang.
      e.    Gunung Bromo di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
            Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan.
      f.    Gunung Semeru, di Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang.
      g.    Gunung Lamongan, di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten
            Probolinggo.
      h.    Gunung Merapi di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso,
            Kabupaten Situbondo.
      i.    Gunung Raung di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso,
            Kabupaten Jember.
      j.    Gunung Welirang di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto.
      k.    Gunung Ijen di Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi.
      l.    Gunung Argopuro di Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember.
(3)   Kawasan rawan banjir, gempa, gerakan tanah dan longsor sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
      a.    Kabupaten Blitar
      b.    Kabupaten Bondowoso
      c.    Kabupaten Sanyuwangi
      d.    Kabupaten Jember
      e.    Kabupaten Jombang
      f.    Kabupaten Lumajang
      g.    Kabupaten Malang
      h.    Kabupaten Mojokerto
      i.    Kabupaten Magetan
      j.    Kabupaten Ngawi
      k.    Kabupaten Pacitan
      l.    Kabupaten Pasuruan
      m.    Kabupaten Probolinggo
      n.    Kabupaten Ponorogo
      o.    Kabupaten Sampang
      p.    Kabupaten Situbondo
      q.    Kabupaten Sampang
      r.    Kabupaten Trenggalek
      s.    Kabupaten Tulungagung
(4)   Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C,
      terdapat di Pantai Selatan, yang meliputi:
      a.    Kabupaten Pacitan
      b.    Kabupaten Trenggalek
      c.    Kabupaten Tulungagung
      d.    Kabupaten Blitar
      e.    Kabupaten Malang
      f.    Kabupaten Lumajang
      g.    Kabupaten Jember
      h.    Kabupaten Banyuwangi

                                  Paragraf 2
                      Pola Pemanfaatan Kawasan Budidaya
Pasal 20

Pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, meliputi :
a.    kawasan hutan produksi
b.    kawasan pertanian
c.    kawasan perikanan
d.    kawasan perkebunan
e.    kawasan peternakan
f.    kawasan pariwisata
g.    kawasan permukiman
h.    kawasan industri
i.    kawasan pertambangan
j.    kawasan perdagangan.

                                   Pasal 21

Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, terbagi
berdasarkan KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), meliputi:
a.    Kabupaten Bojonegoro
b.    Kota Batu
c.    Kabupaten Blitar
d.    Kabupaten Bangkalan
e.    Kabupaten Bondowoso
f.    Kabupaten Banyuwangi
g.    Kabupaten Gresik
h.    Kabupaten Jombang
i.    Kabupaten Jember
j.    Kota Kediri
k.    Kabupaten Kediri
l.    Kabupaten Lamongan
m.    Kabupaten Tuban
n.    Kabupaten Lumajang
o.    Kabupaten Madiun
p.    Kabupaten Magetan
q.    Kabupaten Ngawi
r.    Kabupaten Malang
s.    Kabupaten Mojokerto
t.    Kabupaten Nganjuk
u.    Kabupaten Ponorogo
v.    Kabupaten Pasuruan
w.    Kabupaten Probolinggo
x.    Kabupaten Pacitan
y.    Kabupaten Pamekasan
z.    Kabupaten Sampang
aa.   Kabupaten Sumenep
bb.   Kabupaten Situbondo
cc.   Kabupaten Trenggalek
dd.   Kabupaten Tulungagung
Pasal 22

(1)   Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b meliputi
      sawah beririgasi, sawah tadah hujan, dan pertanian lahan kering.
(2)   Kawasan sawah beririgasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
      sawah dengan sistem irigasi teknis maupun irigasi sederhana terdapat
      diseluruh kabupaten/kota.
(3)   Kawasan sawah tadah hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di
      semua kabupaten/kota.
(4)   Kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      tersebar di sernua kabupaten/kota.

                                     Pasal 23

(1)   Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, meliputi :
      a.perikanan tangkap
      b.perikanan budidaya air payau
      c.perikanan budidaya air tawar
      d.perikanan budidaya laut
(2)   Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
      meliputi :
      a.     rencana, pengembangan fisheries town di Kabupaten Banyuwangi dan
             pengembangan outer ring fishing port, coldstorage dan industri
             perikanan di Sendangbiru Kabupaten Malang.
      b.     kawasan pengembangan utama komoditi perikanan di pantai selatan
             meliputi Kabupaten Pacitan, Prigi Kabupaten Trenggalek, Sendang biru
             Kabupaten Malang dan Puger Kabupaten Jember dan kawasan
             potensial lainnya meliputi:
             Ujungpangkah Kabupaten Gresik, Brondong Kabupaten Lamongan,
             Pondokmimbo Kabupaten Situbondo, Bulu Kabupaten Tuban dan
             pasongsongan Kabupaten Sumenep.
      c.     pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) meliputi Prigi di
             Kabupaten Trenggalek, Sendang biru Kabupaten Malang dan Brondong
             di Kabupaten Lamongan
      d.     pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Muncar
             Kabupaten Banyuwangi, Puger Kabupaten Jember, Mayangan Kota
             Probolinggo, Paiton Kabupaten Probolinggo dan Lekok Kabupaten
             Pasuruan.
      e.pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Sipelot Kabupaten
             Malang, Pancer Kabupaten Banyuwangi, Bulu Kabupaten Tuban,
             Pasongsongan Kabupaten Sumenep dan Tamperan Kabupaten
             Pacitan.
(3)   Pemanfaaatan kawasan budidaya perikanan air payau sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf b, meliputi :
      a.     Kabupaten Blitar
      b.     Kabupaten Bangkalan
      c.     Kabupaten Banyuwangi
      d.     Kabupaten Gresik
      e.     Kabupaten Jember
      f.     Kabupaten Lumajang
g.    Kabupaten Malang
      h.    Kabupaten Pasuruan
      i.    Kota Pasuruan
      j.    Kabupaten Probolinggo
      k.    Kota Probolinggo
      l.    Kabupaten Pamekasan
      m.    Kabupaten Pacitan
      n.    Kabupaten Sidoarjo
      o.    Kabupaten Sampang
      p.    Kabupaten Situbondo
      q.    Kabupaten Tuban
      r.    Kabupaten Trenggalek
      s.    Kabupaten Tulungagung
      t.    Kota Surabaya .
(4)   Pengembangan kawasan perikahan budidaya air tawar tersebar di
      kabupaten/kota.
(5)   Pengembangan kawasan perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf d, meliputi:
      a.    Kabupaten Blitar
      b.    Kabupaten Sangkalan
      c.    Kabupaten Sanyuwangi
      d.    Kabupaten Lamongan
      e.    Kabupaten Malang
      f.    Kabupaten Pamekasan
      g.    Kabupaten Probolinggo
      h.    Kabupaten Sampang
      i.    Kabupaten Sumenep
      j.    Kabupaten Situbondo
      k.    Kabupaten Tuban
      l.    Kabupaten Trenggalek
      m.    Kabupaten Tulungagung

                                       Pasal 24

(1)   Pemanfaatan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
      huruf d, diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan
      keberlajutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat
      perkebunan yang selanjutnya disebut kimbun.
(2)   Kimbun dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di setiap lokasi pengembangan
      dan sentra produksi yang diselenggarakan dengan kebersamaan ekonomi dan
      berwawasan lingkungan.
(3)   Pemanfatan Kimbun di bagi menjadi 7 (tujuh) wilayah :
      a.     Kimbun Ijen - Argopuro - Raung di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
             Jember, Kabupater Banyuwangi, Kabupaten Situbondo dengan komoditi
             yang dikembangkan antara lain kopi, tembakau dan tebu
      b.     Kimbun Bromo - Tengger - Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten
             Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dengan
             komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kelapa dan
             cengkeh.
      c.Kimbun Kelud di Kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang dengan komoditi yang
            dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan cengkeh
      d.Kimbun Wilis di Kabupaten Madiun, Kabupaten Kediri, Kabupaten
            Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
            Nganjuk dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu,
            kakao dan kelapa
      e.Kimbun Lawu di Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
            Pacitan, Kabupaten Ngawi dengan komoditiyang dikembangkan antara
            lain kopi, tebu, kakao, kelapa dan cengkeh
      f.Kimbun Pantura meliputi Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo,
            Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sidoarjo,
            Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro
            dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau,
            tebu, jambu mente dan kapas
      g.Kimbun Kepulauan Madura meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
            Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan
            komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau dan jambu
            mente

                                      Pasal 25

(1)   Pemanfaatan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
      huruf e meliputi peternakan ternak besar, peternakan ternak kedl, peternakan
      unggas.
(2)   Sentra peternakan ternak besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a.Kabupaten Blitar
      b.Kabupaten Bojonegoro
      c.Kabupaten Bondowoso
      d.Kabupaten Banyuwangi
      e.Kabupaten Jember
      f.Kabupaten Kediri
      g.Kabupaten Lumajang
      h.Kabupaten Malang
      i.Kabupaten Magetan
      j.Kabupaten Nganjuk
      k.Kabupaten Pasuruan
      l.Kabupaten Probolinggo
      m.Kabupaten Sumenep
      n.Kabupaten Situbondo
      o.Kabupaten Trenggalek
      p.Kabupaten Tulungagung
      q.Kabupaten Tuban
(3)   Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat
      di seluruh Kabupaten.
(4)   Kawasan peternakan unggas terkonsentrasi di wilayah
      a.Kabupaten Blitar
      b.Kabupaten Jombang
      c.Kabupaten Kediri
      d.Kabupaten Mojokerto
      e.Kabupaten Pasuruan
f.Kabupaten Sidoarjo
      g.Kabupaten Tulungagung

                                        Pasal 26

(1)Pola pemanfaatan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
       huruf f meliputi kawasan yang terbentang di sepanjang koridor pariwisata dan
       kawasan kepulauan yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan.
(2)Pemanfaatan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
       a.kawasan pengembangan pariwisata koridor utara, meliputi: Kabupaten
               Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
               Gresik dan Kota Surabaya.
       b.kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah, meliputi: Kabupaten
               Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun,
               Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang,
               Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan,
               Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten
               Bondowoso.
       c.kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan, meliputi:
       Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung,
               Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang,
               Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi.
       d.kawasan pengembangan pariwisata kepulauan, meliputi: Kabupaten
               Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
               Sumenep dan pulau-pulau kecil lainnya.
(3)Kawasan pariwisata yang dapat dikembangkan berdasarkan koridor sebagaimana
       pada ayat (2) Pasal 26 meliputi :
       a.kawasan pengembangan pariwisata koridor utara meliputi potensi wisata
               alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api
               alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam,
               gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan,
               kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus.
       b.kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah meliputi potensi wisata
               alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api
               alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam,
               gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan,
               kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus
       c.kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan meliputi potensi wisata
               alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, air terjun, obyek
               wisata buatan, makam, candi serta berbagai kegiatan wisata minat
               khusus seperti ziarah, berbagai kegiatan penelitian, kegiatan wisata
               petualangan dan lain-lain.
       d.kawasan pengembangan pariwisata kepulauan meliputi potensi wisata alam,
               minat khusus dan budaya antara lain: pantai, taman laut, api alam,
               karapan sapi, makam, peninggalan kraton serta berbagai kegiatan
               wisata minat khusus seperti kegiatan penyelaman, memaneing, berlayar
               dan lain-lain.
(4)Agar arah pengembangan pariwisata dapat lebih terfokus dan efisien maka disusun
       prioritas pengembangan, meliputi:
       a.kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta
menjadi primadona pengembangan pariwisata di Jawa Timur, antara
            lain Kawasan Bromo- Tengger-Semeru di Kabupaten Malang,
            Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo,
            Ijen di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi;
      Plengkung di Kabupaten Banyuwangi; Desa Wisata Trowulan Kabupaten
            Mojokerto serta potensi unggulan lainnya.
      b.kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas
            utama yang meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo;
            karapan sapi di Kabupaten Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat
            di Jawa Timur.
      c.kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di
            Kabupaten Banyuwangi dari Bondowoso; taman laut di Pulau Saor,
            Saobi dan Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di
            Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu,
            Wisata Bahari di Kabupaten Lamongan, Pulau Bawean, Kawasan Prigi
            di Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial.

                                      Pasal 27

(1)Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
      g, meliputi permukiman perdesaan, perkotaan, dan khusus.
(2)Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
      a.permukiman pusat perdesaan
      b.permukiman desa
      c.permukiman pada pusat perdusunan
(3)Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
      a.permukiman perkotaan metropolitan
      b.permukiman perkotaan menengah
      c.permukiman perkotaan kecil
(4)Permukiman perkotaan metropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
      merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:
      a.kota Inti sebagai pusat pelayanan
      b.perkotaan penyangga atau satelit
      c.perkotaan baru mandiri
      d.perumahan baru skala besar
(5)Permukiman perkotaan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
      merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:
      a.pusat pelayanan SWP.
      b.pusat pertumbuhan skala wilayah.
      c.pusat pelayanan perkotaan antara metropolitan dan perkotaan kecil.
(6)Permukiman perkotaan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e,
      merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:
      a.pusat pelayanan kabupaten.
      b.pusat pertumbuhan skala kabupaten.
      c.pusat pelayanan perkotaan keeamatan.
(7)Permukiman pada kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      meliputi:
      a.sebagai tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata.
      b.kawasan permukiman yang timbul akibat perkembangan infrastruktur.
      c.permukiman yang timbul akibat kegiatan sentra ekonomi.
d.permukiman di sekitar kawasan industri.
(8)Dalam kawasan permukiman perkotaan, Kabupaten/Kota harus menyediakan
       peruntukan lahan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah seluas
       areal berdasarkan kebutuhan dan atau sesuai ketentuan dalam pembangunan
       perumahan dan permukiman dengan lingkungan yang berimbang.

                                      Pasal 28

(1)Pemanfaatan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h,
      meliputi:
      a.kawasan industri estate.
      b.sentra industri keci!.
      c.zona industri.
(2)Kawasan industri estate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
      a.Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya.
      b.Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan.
      c.Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto.
      d.Kawasan industri Jabon di Kabupaten Sidoarjo.
      e.Lamongan Integreted Shorebase (LIS) di Kabupaten Lamongan.
      f.Kawasan industri di Kabupaten Gresik.
      g.Kawasan industri di Kabupaten Tuban.
      h.Kawasan industri di Kabupaten Bojonegoro.
      i.Kawasan industri di Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
      j.Kawasan Industri Gerbang Mas di Kabupaten Probolinggo.
      k.Kawasan industri Paiton di Kabupaten Probolinggo
      l.Kawasan industri di Kabupaten Bangkalan.
(3)Sentra industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat
      diseluruh kabupaten/kota.
(4)Zona industri sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      c, meliputi :
      a.koridor Taman - Sepanjang - Krian dan koridor Waru di Kabupaten Sidoarjo
      b.koridor Osowilangon - Romokalisari di Kota Surabaya
      c.koridor Driyorejo - Bambe, dan koridor Gresik - Manyar di Kabupaten Gresik
      d.koridor Mojoagung - Jombang di Kabupaten Jombang
      e.zona industri Wongsorejo di Kabupaten Banyuwangi
      f.zona industriJetis di Kabupaten Mojokerto
      g.koridor Tuban - Bojonegoro di Kabupaten Tuban

                                      Pasal 29

(1)Pemanfaatan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
       huruf i, meliputi pertambangan Bahan Galian Golongan C dan golongan A dan
       B
(2)Pertambangan galian C sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi :
       a.Kabupaten Blitar
       b.Kabupaten Bojonegoro
       c.Kabupaten Bondowoso
       d.Kabupaten Banyuwangi
       e.Kabupaten Gresik
       f.Kabupaten Jember
g.Kabupaten Jombang
      h.Kabupaten Kediri
      i.Kabupaten Lumajang
      j.Kabupaten Malang
      k.Kabupaten Mojokerto
      l.Kabupaten Madiun
      m.Kabupaten Magetan
      n.Kabupaten Nganjuk
      o.Kabupaten Ngawi
      p.Kabupaten Pacitan
      q.Kabupaten Ponorogo
      r.Kabupaten Pasuruan
      s.Kabupaten Probolinggo
      t.Kabupaten Situbondo
      u.Kabupaten Sidoarjo
      v.Kabupaten Sumenep
      w.Kabupaten Trenggalek
      x.Kabupaten Tulungagung
      y.Kabupaten Tuban
(3)Penambangan Bahan Galian Golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1), meliputi :
      a.Kabupaten Blitar
      b.Kabupaten Banyuwangi
      c.Kabupaten Bondowoso
      d.Kabupaten Bojonegoro
      e.Kabupaten Gresik
      f.Kabupaten Jember
      g.Kabupaten Jombang
      h.Kabupaten Lumajang
      i.Kabupaten Malang
      j.Kabupaten Mojokerto
      k.Kabupaten Magetan
      l.Kabupaten Nganjuk
      m.Kabupaten Ngawi
      n.Kabupaten Pacitan
      o.Kabupaten Ponorogo
      p.Kabupaten Sumenep
      q.Kabupaten Trenggalek
      r.Kabupaten Tulungagung
      s.Kabupaten Sidoarjo

                                      Pasal 30

(1)Pemanfaatan kawasan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
       j meliputi perdagangan skala wilayah, skala kota dan perdagangan sektor
       informal.
(2)Perdagangan skala wilayah yang dimaksud pada ayat (1) adalah wilayah yang
       memiliki fasilitas perdagangan seperti pasar induk, grosir diarahkan di tiap
       pusat SWP.
(3)Perdagangan skala kota meliputi perdagangan jenis pertokoan dan perdagangan
pasar yang diarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota.
(4)Perdagangan sektor informal yang berkembang di setiap wilayah perkotaan dan
       perdesaan, diatur dan/atau disediakan ruangnya oleh pemerintah
       kabupaten/kota.

                                   Bagian Ketiga
                  Arahan Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya

                                        Pasal 31

(1)Arahan pengelolaan pengawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan,
       pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan
       lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi dan berkelanjutan
       dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.
(2)Arahan konservasi kawasan lindung meliputi kawasan cagar alam, suaka alam,
       kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(3)Arahan pengelolaan kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan.
(4)Arahan pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
       lain:
       a.pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
       b.mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami
       c.pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan
              hutan lindung.
       d.penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi
              hutan produksi menjadi hutan lindung.
       e.pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan
              lindung.
       f.percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk di dalam kriteria
              kawasan lindung dengan melakukan penanaman pohon lindung yang
              dapat di gunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang
              dapat diambil hasil hutan non-kayu.
       g.membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa
              memiliki/mencintai alam.
       h.pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan
              pengembangan kecintaan terhadap alam.
       i.percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang
              sesuai dengan fungsi lindung.
       j.menindak tegas prilaku vandalisme terhadap obyek wisata.

                                        Pasal 32

(1)Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segala usaha untuk meningkatkan
       pendayagunaan lahan yang diJakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi
       fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa
       mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.
(2)Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi antara lain:
       a.kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah
               harus dilakukan percepatan reboisasi, serta percepatan pembangunan
               hutan rakyat
       b.mengarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota mewujudkan hutan kota
(3)Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain:
       a.pengembangan sawah irigasi teknis dilakukan dengan memprioritaskan
              perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan
              dengan perJuasan jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung.
       b.perubahan kawasan pertanian harus tetap memperhatikan luas kawasan
              yang dipertahankan sehingga perlu adanya ketentuan tentang pengganti
              Jahan pertanian.
       c.pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi
              dan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan
              cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan
              good agriculture practices.
(4)Arahan pengelolaan kawasan perikanan antara lain:
       a.mempertahankan,         merehabilitasi    dan     merevitalisasi    tanaman
              bakau/mangrove.
       b.pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya perikanan laut.
       c.menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri
              maupun limbah lainnya.
       d.pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami
              ikan.
       e.peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan prasarana perikanan.
(5)Arahan pengelolaan kawasan perkebunan antara lain:
       a.pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan
              memenuhi syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor.
       b.dalam penetapan komoditi tanaman tahunan, selain mempertimbangkan
              kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air juga perlu
              mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.
       c.peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui
              peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan
              Kimbun masing-masing.
(6)Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain:
       a.meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan
              padang penggembalaan.
       b.kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat
              distribusi pakan ternak.
       c.mempertahankan ternak plasma utfah sebagai potensi daerah.
       d.pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada pengembangan
              komoditas ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas
              ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
       e.kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit
              dari hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat
              penduduk, akan dipisahkan sesuai standart teknis kawasan usaha
              peternakan, dengan memperhatikan kesempatan berusaha dan
              melindungi daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit
              hewan menular.
       f.pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan
              dan produk bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat
              kepadatan lebih dari 300.000 jiwa akan diatur lebih lanjut secara teknis
              dengan Peraturan Gubernur.
       g.peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil
              ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit,
dan sebagainya.
(7)Arahan pengelolaan kawasan pariwisata antara lain:
       a.tetap melestarikan alam sekitar untuk mehjaga keindahan obyek wisata.
       b.tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti
              menebang pohon.
       c.melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk
              mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan
              biota laut yang dapat di jadikan obyek wisata taman laut.
       d.tetap melestarikan tradisi petik lautllarung sesaji sebagai daya tarik wisata.
       e.menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah.
       f.meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk
              menambah koleksi budaya.
       g.pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan
              pembangunan dan pengendalian pembangunan sarana dan prasarana
              transportasi ke obyek-obyek wisata alam budaya dan minat khusus.
       h.merencanakan kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain
              untuk keserasian lingkungan.
       i.meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender
              wisata, informasi dan promosi wisata.
       j.menjaga keserasian Iingkungan alam dan buatan sehingga kualitas visual
              kawasan wisata tidak terganggu.
       k.meningkatkan peranserta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek
              wisata, dan daya jual/saing
(8)Arahan pengelolaan kawasan permukiman antara lain:
       a.pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan
              untuk permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat,
              mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan dapat memberikan
              manfaat bagi peningkatan ketersediaan permukiman, mendayagunakan
              fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan sarana dan
              prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada.
       b.pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan
              fasilitas dan infrastruktur secara berhirarki sesuai dengan fungsinya
              sebagai: pusat pelayanan antar desa, pusat pelayanan setiap desa, dan
              pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman
       c.menjaga kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan pertanian.
       d.pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga
              fungsi dan hirarki kawasan perkotaan.
       e.membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan
              penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster
              permukiman disediakan ruang terbuka hijau
       f.pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang dihubungkan
              dengan sistem transportasi yang memadai diantaranya mass rapid
              transport.
       g.pengembangan perkotaan baru mandiri dan perumahan baru skala besar di
              sekitar Surabaya, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik,
              Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.
       h.pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan
              yang memiliki nilai ekonomi tinggi
       i.perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk
              pelayanan wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah
sekitarnya.
       j.permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembenfukan pusat pelayanan
               skala kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten.
       k.permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada
               kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat
               perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan
               industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup
               dan bersesuaian dengan RTRW masing-masing kabupaten/kota.
(9)Arahan pengelolaan kawasan industri antara lain:
       a.pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan
               aspek ekologis.
       b.pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau
               sebagai penyangga antar fungsi kawasan.
       c.pengembangan zona industri pada daerah aliran sungai harus didasari
               dengan perhitungan kemampuan daya dukung sungai.
       d.pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana
               industri.
       e.pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan
               keterkaitan proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri
               hilir serta industri antara, yang dibentuk berdasarkan pertimbangan
               efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan Iingkungan dan biaya
               aktifitas sosial.
       f.setiap kegiatan industri sejauh mungkin menggunakan metoda atau teknologi
               ramah Iingkungan dan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
               terhadap kemungkinan adanya bencana industri.
(10)Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain:
       a.pengembangan            kawasan      pertambangan         dilakukan    dengan
               mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan
               geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan.
       b.pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi
               sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan ditetapkan dengan
               melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya
               sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai
               kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap
               memperhatikan aspek kelestarian Iingkungan hidup.
       c.setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan
               tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas
               penambangan.
(11)Arahan pengelolaan kawasan perdagangan antara lain:
       a.pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai
               skala ruang dan fungsi wilayah.
       b.pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang
               berpengaruh bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh
               pada tata ruang dalam lingkup wilayah perlu memperhatikan kebijakan
               tata ruang wilayah Pemerintah Provinsi.
       c.pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan
               perdagangan informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang
               saling melengkapi.
       d.pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan
               sarana dan prasarana yang di kelola provinsi memperhatikan
rekomendasi provinsi.

                                Bagian Keempat
          Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Kawasan Perkotaan dan

                                 Kawasan Tertentu

                                     Pasal 33

Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu
merupakan arahan pengembangan perkotaan dengan kawasan yang bersifat
pedesaan, serta kawasan tertentu sehingga tercipta tata ruang yang berkelanjutan.

                                     Pasal 34

Arahan pengelolaan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
meliputi:
a.fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
       pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
b.pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan
       perdesaan melalui keterkaitan kawasan perkotaan perdesaan untuk
       meningkatkan peran perkembangan kawasan perdesaan.

                                     Pasal 35

Arahan pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
meliputi:
a.fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat
       pengolahan dan distribusi hail pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,
       pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.
b.fungsi perkotaan sedang dan kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi
       pengolahan agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis.
c.kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial ekonomi
       mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya.
d.menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga
       keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun, mengembangkan hutan
       kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar
       kawasan perkotaan.

                                     Pasal 36

(1)Arahan pengelolaan kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
       merupakan kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai
       strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan, yakni Gerbangkertosusila
       Plus.
(2)Arahan pengembangan kawasan tertentu Gerbang keftosusila Plus sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1), meliputi:
       a.penataan ruang di bagi dalam cluster untuk memfokuskan pada penciptaan
              kawasanyang dapat bersinergi dengan wilayah lainnya.
       b.pengendalian secara garis besar mengarah pada upaya mengendalikan laju
perkembangan kota yang monosentris sehingga tidak terjadi
             penumpukan beban transportasi yang cenderung berorientasi memusat.
      c.meningkatkan fungsi wilayah sesuai dengan daya dukung kawasan.
      d.membentuk kawasan perkotaan baru mandiri dan perumahan skala besar di
             kawasan sekitar Surabaya, khususnya di Kabupaten Sidoarjo,
             Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.
      e.meningkatkan transportasi umum masal antara Surabaya sebagai kota inti
             dengan perkotaan disekitarnya.
      f.menjaga pembangunan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga
             keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun termasuk
             mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang
             bersifat rural di sekitar kawasan perkotaan.

                                  Bagian Kelima
          Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan dan Perkotaan

                                      Pasal 37

Arahan terhadap sistem pusat permukiman dibedakan atas pengembangan pusat
permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan.

                                      Pasal 38

(1)Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur
       ruang pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang
       berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di perdesaan.
(2)Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) melalui:
       a.pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
       b.pembentukan Pusat Desa
       c.pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan
(3)Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek
       pertumbuhan di kawasan perdesaan.
(4)Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas
       sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perdesaan.

                                      Pasal 39

(1)Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan meliputi arahan
       terhadap fungsi pusat kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang
       pusat-pusat permukiman perkotaan
(2)Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat kegiatan nasional, wilayah
       dan lokal, meliputi:
       a.Pusat Kegiatan Nasional adalah Gerbangkerto susila Plus
       b.Pusat Kegiatan Wilayah adalah Malang Raya, Perkotaan Jember, Kota
              Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan,
              Banyuwangi, Perkotaan Pamekasan.
       c.Pusat Kegiatan Lokal, adalah Perkotaan Pacitan, Perkotaan Trenggalek,
              Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan,
Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso,
             Perkotaan Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Sampang,
             Perkotaan Sumenep, Perkotaan Caruban.

                                Bagian Keenam
                  Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
                                  Paragraf 1
                 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan

                                        Pasal 40

(1)Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, terdiri dari prasarana jalan umum yang
       dinyatakan dalam status dan fungsi jalan, serta prasarana terminal penumpang
       jalan.
(2)Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan
       provinsi, dan jalan kabupaten/kota.
(3)Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan
       kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan
(4)Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan
       jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder
(5)Arahan pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan
       nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, jalan Iintas
       selatan, jalan lintas/tembus kabupaten dan jalan lingkar kota dan perkotaan.
(6)Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan
       pengembangan jalan yang sudah ada.

                                        Pasal 41

(1)Jaringan jalan tol yang sudah dikembangkan di Jawa Timur, sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi jalan tol Surabaya - Gempol, dan
       jalan tol Surabaya - Manyar.
(2)Arahan pengembangan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
       ruas:
       a.Jalan Tol Surabaya - Gresik - Lamongan - Bojonegoro
       b.Jalan Tol Manyar - Paciran - Tuban
       c.Jalan Tol Krian - Legundi - Bunder
       d.Jalan Tol Gempol- Pandaan - Malang - Kepanjen
       e.Jalan Tol Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Caruban - Ngawi -
               Mantingan
       f.Jalan Tol Madiun - Caruban
       g.Jalan Tol Gempol - Pasuruan - Probolinggo - Situbondo - Banyuwangi
       h.Jalan Tol Waru - Juanda - Suramadu - Perak (Tol Lingkar Timur)
       i.Jalan Tol Aloha - Wonokromo - Perak (ToI tengah kota)
(3)Jalan nasional sebagai jalan arteri primer yang sudah dikembangkan di Jawa Timur
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi:
       a.Surabaya - Malang
       b.Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk - Caruban - Ngawi -
               Mantingan
       c.Caruban - Karangjati - Padas - Ngawi
d.Surabaya - Gresik - Lamongan - Tuban - Bulu (Batas Jawa Tengah)
       e.Surabaya - Sidoarjo - Gempol - Pasuruan - Probolinggo - Situbondo -
               Banyuwangi
       f.Kamal - Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep - Kalianget
(4)Arahan pengembangan jalan nasional sebagai jalan arteri primer sebagaimana
       dimaksud pada ayat (3), meliputi ruas:
       a.Gresik - Sadang - Tuban
       b.Mojokerto - Mojosari - Gempol
       c.Babat - Bojonegoro - Padangan - Ngawi
(5)Jalan nasional sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal
       40 ayat (5) yang sudah dikembangkan, meliputi:
       a.Ngawi - Maospati - Madiun - Caruban
       b.Tuban - Sadang- Gresik
       c.Tulungagung - Kediri - Kertosono
       d.Malang - Kepanjen
       e.Wonorejo - Probolinggo
       f.Mojokerto - Mojosari - Gempol
       g.Donorejo - Pacitan - Panggul - Trenggalek - Tulungagung - Blitar - Kepanjen -
               Turen - Lumajang - Wonorejo - Jember - Rogojampi - Banyuwangi
(6)Jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal
       40 ayat (5), meliputi ruas:
       a.Pacitan - Ponorogo- Madiun
       b.Maospati - Magetan - Cemorosewu
       c.Nganjuk - Bojonegoro - Ponca - Jatirogo
       d.Bojonegoro - Ponco - Pakah
       e.Pantai Serang - Blitar - Srengat - Kediri - Nganjuk
       f.Karanglo - Pendem
       g.Malang - Pendem - Batu - Pujon - Kandangan - Pare - Kediri
       h.Kandangan - Pulorejo - Jombang - Ploso - Babat
       i.Batu - Pacet - Mojosari - Krian
       j.Purwosari - Kejayan - Pasuruan
       k.Sidoarjo - Krian - Gresik
       l.Mojokerto - Gedek - Lamongan
       m.Jember - Bondowoso - Situbondo
       n.Bangkalan - Ketapang - Sotabar - Pasongsongan - Sumenep - Pantai
               Lumbang
       o.Sampang - Ketapang
       p.Pamekasan - Sotabar
       q.Malang - Turen - Talok - Druju - Sendangbiru
       r.Ponorogo - Trenggalek
       s.Pilang - Sukapura
       t.Pasuruan - Kejayan - Tosari
       u.Purwodadi - Nongkojajar
       v.Lumajang - Kencong - Kasiyan - Puger
       w. Rogojampi - Srono - Muncar
       x.Padangan - Cepu
       y.Ponorogo - Biting
(7)Arahan pengembangan jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana
       dimaksud pada ayat (6), meliputi ruas Bondowoso - Sukasari -Ijen -
       Banyuwangi dan Karanglo - Batu.
(8)Arahan pengembangan Jalan Lintas Selatan meliputi dua kelompok jaringan jalan
       lintas selatan dan ruas jalan sirip jalan lintas selatan, Status penyelenggaraan
       ruas jalan Iintas selatan akan ditetapkan kemudian sesuai dengan ketentuan
       yang berlaku.
(9)Arahan pengembangan Jalan Lintas Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat
       (8), meliputi:
       a.Mukus - Wareng - Pacitan - Kayen - Sudimoro di Kabupaten Pacitan
       b.Panggul - Jarakan - Durenan di Kabupaten Trenggalek
       c.Bandung - Gambiran - Sine - Molang di Kabupaten Tulungagung
       d.Ringin Bandulan - Jolosutro di Kabupaten Blitar
       e.Panggung - Waru - Sendang Biru - Talok - Dampit di Kabupaten Malang
       f.Pronojiwo - Jarid - Bagu - Wot G,alih di Kabupaten Lumajang
       g.Puger - Sumberrejo - Tangkinol di Kabupaten Jember
       h.Glenmore - Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi.
(10)Arahan pengembangan jalan sirip jalan lintas selatan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (8), meliputi:
       a.Punung - Kalak - Batas Jawa Tengah, Kayen - Jetak - Hadiwarno,
               Bangunsari - Ngadirejan di Kabupaten Pacitan
       b.Panggul - Munjungan - Prigi - Karanggongso - Batas Tulungagung di
               Kabupaten Trenggalek
       c.Trenggalek - Popoh di KabupatenTulungagung
       d.Bence - Kanigoro - Pantai Serang - Kesamben - Binangun - Wates - Pantai
               Jolosutro di Kabupaten Blitar
       e.Kedung Banteng - Taman Asri di Kabupaten Malang
       f.Pronojiwo - Tempusari - Bagu - Tempeh - Pandanwangi di Kabupaten
               Lumajang
       g.Ambulu - Watu Ulo dan Kraton - Paseban di Kabupaten Jember
       h.Kendeng Lembu - Sumber Jambe - Pesanggaran - Kutorejo - Muncar - Srono
               - Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi
(11)Arahan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota yang sudah dikembangkan
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi ruas:
       a.Pasrepan -Puspo - Wonokitri - Bromo
       b.Telaga Sarangan (Magetan) - Karanganyar (Jawa Tengah)
       c.Magetan - Jogorogo - Mantingan
       d.Banyuwangi - ljen; Bondowoso - Sukasari
       e.Pacitan - Ponorogo - Purwantoro - Wonogiri - Solo
       f.Sudimoro - Ngrayun - Ponorogo
       g.Bandar - Ponorogo
       h.Ngoro - Krembung -Sidoarjo
(12)Arahan pengembangan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota, meliputi ruas:
       a.Papar - Pare
       b.Malang - Ngadas - Jemplang - Bromo
       c.Situbondo - Arjasa - Kayumas - Ijen
       d.Nganjuk - Sawahan - Ngebel - ponorogo
       e.Kediri - Pulung - Ponorogo
       f.Padangan - Dander - Babat - Lamongan
       g.Sumberejo - Kanor - Rengel
       h.Tulungagung - Bendungan Wonorejo - Pagerwojo - Bendungan Trenggalek -
               Bendungan Sawo - Ponorogo Ngebel - Nganjuk
       i.Ponorogo - Babadan - Lembeyan - Gorang gareng - Magetan
j.Ngawi - Dungus - Madiun
(13)Arahan pengembangan jalan lingkar kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
       ayat (4), meliputi jalan lingkar kota dan perkotaan.
(14)Arahan pengembangan terminal jalan berupa pengembangan terminal
       penumpang jalan berskala regional di setiap kabupaten/kota.

                                   Paragraf 2
                    Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi
                                 Perkeretaapian

                                       Pasal 42

(1)Arahan pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi arahan pengembangan jalur
       perkeretaapian, pengembangan prasarana transportasi kereta api untuk
       keperluan penyelenggaraan perkeretaapian komuter, dry port, terminal barang,
       serta konservasi rel mati.
(2)Arahan pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan jalur
       kereta api ganda, dan penataan jalur perkeretaapian di wilayah Gerbang
       kertosusila Plus Jalur Kereta Api yang beroperasi saat ini :
       a.Jalur Utara : Surabaya (Pasar Turi) - Lamongan - Babat - Bojonegoro - Cepu
       b.Jalur Tengah : Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) - Wonokromo -
               Jombang - Kertosono - Madiun - Solo
       c.Jalur Timur : Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) - Wonokromo -
               Sidoarjo - Bangil - Pasuruan - Probolinggo - Jember - Banyuwangi
       d.Jalur Lingkar : Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) - Wonokromo -
               Sidoarjo - Bangil - Lawang - Malang - Blitar - Kediri - Kertosono -
               Surabaya
(3)Arahan pengembangan jalur perkeretaapian ganda ditujukan pada jalur jalur
       sebagai berikut:
       a.Surabaya - Lamongan - Sabat - Sojonegoro - Cepu
       b.Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk - Madiun - Sragen
       c.Surabaya - Bangil - Lawang - Singosari - Malang
       d.Bangil - Pasuruan - Probolinggo - Jember - Banyuwangi
       e.Malang - Kepanjen - Blitar - Tulungagung - Kertosono
(4)Arahan      pengembangan         prasarana    perkeretaapian     untuk   keperluan
       penyelenggaraan kereta api komuter seperti yang sudah diselenggarakan pada
       lintas Surabaya - Porong ditujukan pada koridor-koridor, meliputi:
       a.Surabaya - Lamongan - Babat
       b.Surabaya - Mojokerto - Jombang
       c.Surabaya - Porong - Sangil
       d.Surabaya - Gresik
       e.Pasar Turi - Stasiun Gubeng
       f.Lawang - Malang - Kepanjen
       g.Madiun - Ponorogo - Siahung
(5)Arahan pengembangan prasarana jalur perkeretaapian di Gerbang kertosusila Plus
       berupa penataan jalur yang terdiri dari tindakan pemasangan jalur ganda,
       tindakan pemasangan jalur melayang, serta pemindahan lintasan
       perkeretaapian regional, bila diperlukan.
(6)Arahan pengembangan dry port meliputi pengembangan dry port yang sudah ada
di Rambi puji Kab. Lipaten Jember serta pembangunan dry port di Kota
       Malang, Kota Kediri dan Kabupaten Jombang.
(7)Arahan pengembangan terminal barang perkeretaapian, meliputi:
       a.pengembangan fasilitas terminal peti kemas Pasar Turi, terminal barang Kali
                Mas Kota Surabaya.
       b.pengembangan terminal barang di Babat Kabupaten Lamongan.
(8)Arahan konservasi rei mati ditujukan pada ruas-ruas potensial, sebagai berikut:
       a.Bojonegoro - Jatirogo
       b.Madiun - Ponorogo - Slahung
       c.Mojokerto - Mojosari - Porong
       d.Ploso - Mojokerto - Krian
       e.Malang - Turen - Dampit
       f.Malang - Pakis - Tumpang
       g.Babat - Jombang
       h.Babat - Tuban
       i.Kamal - Sangkalan - Sampang - Pamekasan
       j.Jati - Probolinggo - Paiton
       k.Klakah - Lumajang - Pasirian
       l.Lumajang - Gumukmas - Balung - Rambipuji
       m.Panarukan - Situbondo - Bondowoso - Kalisat
       n.Rogojampi - Blambangan
(9)Arahan pengembangan jalur perkeretaapian di Pulau Madura meliputi Kamal -
       Sangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep dan penyambungan ke
       jaringan kereta api di Surabaya.

                                  Paragraf 3
            Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Penyeberangan

                                       Pasal 43

Arahan pengembangan prasarana transportasi penyeberangan meliputi
arahan pengembangan pelabuhan penyeberangan, sebagai berikut:
a.pembangunan Pelabuhan penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik.
b.pembangunan Pelabuhan penyeberangan Paciran di Kabupaten Lamongan.
c.pembangunan Pelabuhan penyeberangan Kalianget di Kabupatan Sumenep.
d.pengembangan Pelabuhan penyeberangan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi.
e.pengembangan Pelabuhan penyeberangan Jangkar di Kabupaten Situbondo.

                                  Paragraf 4
                 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Laut

                                       Pasal 44

(1)Arahan pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 11 huruf a, meliputi pengembangan pelabuhan umum, dan pelabuhan
       khusus.
(2)Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah
       dikembangkan, meliputi:
       a.Pelabuhan Internasional Hub Tanjung Perak
       b.Pelabuhan Nasional merupakan Pelabuhan utama tersier di Pelabuhan
Gresik di Kabupaten Gresik, Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi,
             Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo, Pasuruan di Kota Pasuruan,
             Sapudi di Kabupaten Sumenep, Kalbut di Kabupaten Situbondo,
             Sapeken di Kabupaten Sumenep, Paiton di Kabupaten Probolinggo,
             Bawean di Kabupaten Gresik, Kangean di Kabupaten Sumenep.
       c.Pelabuhan Regional merupakan Pelabuhan pengumpan primer yang
             berfungsi khusus untuk melayani kegiatan dan alih moda angkutan laut
             di Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep, Panarukan di
             Kabupaten Situbondo, Brondong di Kabupaten Lamongan, Branta di
             Kabupaten Pamekasan, Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan, Tuban di
             Kabupaten Tuban, Boom Banyuwangi.
       d.Pelabuhan Lokal merupakan Pelabuhan pengumpan sekunder di Pelabuhan
             Masalembu di Kabupaten Sumenep, Sampang, Besuki di Kabupaten
             Situbondo, Gayam di Kabupaten Sumenep, Raas di Kabupaten
             Sumenep, Sepulu di Kabupaten Bangkalan, Pantai utara, Pantai
             selatan, Pasean dan Gili Mandangin di Kabupaten Pamekasan.
(3)Arahan pengembangan Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
       meliputi:
       a.pengembangan      Pelabuhan      Internasional     Hub    untuk    jangka
             pendek-menengah, di wilayah antara Teluk Lamong sampai Pelabuhan
             Gresik dengan kapasitas terbatas, dan untuk jangka menengah-panjang
             di wilayah Kabupaten Bangkalan bagian utara.
       b.pengembangan Pelabuhan berskala layanan nasional dan internasional di
             pantai utara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban untuk
             mendukung perkembangan industri dan pariwisata di pantai utara, serta
             Pelabuhan Sendangbiru di Kabupaten Malang di pantai Selatan.
       c.pengembangan Pelabuhan umum nasional di pantai selatan untuk
             mendukung potensi industri, pariwisata, pertanian dan pertambangan di
             Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Trenggalek.
(4)Arahan pengembangan Pelabuhan khusus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
       dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.

                                  Paragraf 5
                Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Udara

                                      Pasal 45

(1)Prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a
       meliputi bandara umum dan bandara khusus.
(2)Prasarana transportasi udara yang sudah dikembangkan meliputi:
       a.bandara umum meliputi Bandara Juanda di Kabupaten Sidoarjo, Bandara
             Abdul Rahman Saleh di Kabupaten Malang, Bandara Noto Hadinegoro
             di Kabupaten Jember, Bandara di Kabupaten Banyuwangi, Bandara
             Trunojoyo di Kabupaten Sumenep.
       b.bandara khusus di Pagerungan Kabupaten Sumenep.
(3)Arahan pengembangan bandara umum, meliputi:
       a.pengembangan bandara Internasional di kawasan Pantura.
       b.pengembangan bandara umum domestik regional di Banyuwangi.
       c.pengembangan bandara umum domestik regional Bawean di Kabupaten
             Gresik.
d.pengembangan bandara umum domestik lokal di Kabupaten Jember.
(4)Arahan pembangunan bandara khusus di Kabupaten Blitar dan Kabupaten
       Bojonegoro sesuai dengan kebutuhan dan mengikuti peraturan,
       perundang-undangan yang berlaku.

                                  Paragraf 6
              Arahan Pengembangan Angkutan Massal Cepat Perkotaan

                                       Pasal 46

(1)Arahan pengembangan angkutan massal cepat diwilayah perkotaan sebagaimana
       dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, adalah pengembangan angkutan masal
       cepat di wilayah Gerbangkertasusila Plus dan wilayah Malang Raya.
(2)Penentuan teknologi angkutan masal cepat yang akan diterapkan harus dilakukan
       melalui kajian teknis berdasarkan penetapan trayek, kondisi medan, prakiraan
       permintaan dan kemampuan pendanaan.
(3)Layanan angkutan umum masal perkotaan merupakan sebuah Public Service
       Obligation (PSO) yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah.
(4)Penyelenggaraan angkutan umum masal perkotaan dapat dilakukan oleh
       pemerintah swasta, atau kerjasama antara pemerintah dan swasta.

                                  Paragraf 7
                 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Telematika

                                       Pasal 47

(1)Prasarana telematika adalah perangkat komunikasi dan pertukaran informasi yang
       dikembangkan untuk tujuan-tujuan pengambilan keputusan di ranah publik
       ataupun privat.
(2)Prasarana telematika yang dikembangan, meliputi:
       a.sistem kabel
       b.sistem seluler
       c.sistem satelit
(3)Arahan pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat
       (1), terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah
       yang belum terjangkau sarana prasarana telematika mendorong kualitas
       perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
(4)Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi
       dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika.
(5)Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan perundangan
       yang berlaku.
(6)Pengaturan lebih lanjut tentang pemanfaatan teknologi telematika akan diatur oleh
       Peraturan Gubernur.

                                 Paragraf 8
            Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Energi

                                       Pasal 48

(1)Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara langsung
       maupun dengan proses konservasi atau transportasi.
(2)Pengembangan sumberdaya energi dimaksudkan untuk menunjang penyediaan
       jaringan energi Iistrik dan pemenuhan energi lainnya.
(3)Pengembangan sarana untuk pengembangan Iistrik meliputi:
       a.Pengembangan pembangkit, PLTU Jawa Timur Selatan, PLTU Grati, PLTU
              Paiton III - IV, PL TU Madura, PLTU Pasuruan, akan memberikan
              peningkatan supply energi Iistrik ke sistem Jawa Bali (termasuk Wilayah
              Madura) dengan pengendali sistem operasi di JawaTimur di Waru
              Kabupaten Sidoarjo.
       b.Pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 KV dan
              Saluran Udara dan atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV diperlukan
              untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit
              baru, yaitu SUTET 500 KV Paiton - Banyuwangi, serta transmisi 150 KV,
              Kediri, Gresik, Sidoarjo, Nganjuk, Tulungagung, Madiun, Mojokerto,
              Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan.
       c.Pengembangan sistem distribisi 20 KV diperlukan untuk menyalurkan energi
              ke kawasan yang Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
              serta daerah yang belum berlistrik dan bergantung pada dana yang ada.
(4)Pengembangan energi baru dan terbarukan oleh pemerintah provinsi maupun
       kabupaten/kota yang meliputi:
       a.energi mikrohidro di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo,
              Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang,
              Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Blitar,
              Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan,
              Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan,
              Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu.
       b.energi angin di wilayah kepulauan dan pesisir
       c.energi surya di wilayah perdesaan dan terpencil
       d.energi panasbumi di Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo,
              Kabupaten Madiun, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Mojokerto dan
              Kota Batu.
       e.energi gelombang di wilayah pesisir
(5)Arahan pengelolaan sumberdaya energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
       untuk memenuhi kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan
       perundang-undangan yang berlaku.

                                  Paragraf 9
                  Arahan Pengembangan Prasarana Sumberdaya Air

                                       Pasal 49

(1)Prasarana sumberdaya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk
       memenuhi berbagai kepentingan.
(2)Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk
       mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.
(3)Rencana pengembangan prasarana sumber air permukaan untuk air bersih
       sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikembangkan di lokasi:
       a.Bendungan karet Kali Lamong untuk memenuhi kebutuhan air bersih
             khususnya di daerah Gresik.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)bintang purba
 
Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata RuangPerencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata RuangSri Wahyuni
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MalangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MalangPenataan Ruang
 
Analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanAnalisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanibram77
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SidoarjoRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SidoarjoPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi LampungRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi LampungPenataan Ruang
 
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...Himpunan Mahasiswa Planologi ITS
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BantulRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BantulPenataan Ruang
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Deki Zulkarnain
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PekalonganPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Penataan Ruang
 
revisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdf
revisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdfrevisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdf
revisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdfssusercf685f
 
Sistem jaringan prasarana utama
Sistem jaringan prasarana utamaSistem jaringan prasarana utama
Sistem jaringan prasarana utamaAry Ajo
 
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator KinerjaPerencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja93220872
 
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...Muh Saleh
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan DaerahPenyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
rancangan perda rtrw 2010-2030 makassar
rancangan perda rtrw 2010-2030 makassarrancangan perda rtrw 2010-2030 makassar
rancangan perda rtrw 2010-2030 makassarImam Nur Alam
 

Mais procurados (20)

Rtrw gresik
Rtrw gresik Rtrw gresik
Rtrw gresik
 
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
 
Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata RuangPerencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MalangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
 
Struktur ruang
Struktur ruangStruktur ruang
Struktur ruang
 
Analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanAnalisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SidoarjoRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi LampungRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
 
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BantulRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
 
revisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdf
revisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdfrevisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdf
revisi PPT LAPHIR LAHAN POTENSIAL RELOKASI BENCANA NGANJUK_show (1).pdf
 
Sistem jaringan prasarana utama
Sistem jaringan prasarana utamaSistem jaringan prasarana utama
Sistem jaringan prasarana utama
 
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator KinerjaPerencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
 
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan DaerahPenyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
 
rancangan perda rtrw 2010-2030 makassar
rancangan perda rtrw 2010-2030 makassarrancangan perda rtrw 2010-2030 makassar
rancangan perda rtrw 2010-2030 makassar
 

Semelhante a Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004Penataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoProbolinggo Property
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BatangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BatangPenataan Ruang
 
PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010
PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010
PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010Probolinggo Property
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah UtaraPenataan Ruang
 
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028 Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028 Adi T Wibowo
 
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...Kota Serang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MagelangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MagelangPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaPenataan Ruang
 
Provinsi jawatengah 2010-6
Provinsi jawatengah 2010-6Provinsi jawatengah 2010-6
Provinsi jawatengah 2010-6pamboedi
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa TengahRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa TengahPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BanyumasRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BanyumasPenataan Ruang
 
perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029
perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029
perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029Probolinggo Property
 
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Adi Wibowo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuRencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)Penataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BogorRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BogorPenataan Ruang
 

Semelhante a Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur (20)

Prov diy 2_2010
Prov diy 2_2010Prov diy 2_2010
Prov diy 2_2010
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BatangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang
 
PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010
PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010
PERDA RTRW Kab Pasuruan Periode 2009-2029 12 Juli 2010
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
 
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028 Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
 
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MagelangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
 
Provinsi jawatengah 2010-6
Provinsi jawatengah 2010-6Provinsi jawatengah 2010-6
Provinsi jawatengah 2010-6
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa TengahRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
 
RTRW Kota pasuruan
RTRW Kota pasuruanRTRW Kota pasuruan
RTRW Kota pasuruan
 
rtrw jawa tengah
rtrw jawa tengahrtrw jawa tengah
rtrw jawa tengah
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BanyumasRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
 
perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029
perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029
perda no 22 2010 ttg rtrwp jabar 2009 2029
 
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuRencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BogorRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
 

Mais de Penataan Ruang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...Penataan Ruang
 

Mais de Penataan Ruang (20)

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
 
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
 

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur

  • 1. PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang: a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Jawa Timur dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah. b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. c. bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur. d. bahwa sehubungan dengan adanya perubahan sistem pemerintahan yang berpengaruh terhadap sistem penataan ruang wilayah. e. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional, maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah; f. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, c, d, dan e perlu menetapkan Rencana Tata Huang Wilayah Provinsi Jawa Timur dengan Peraturan Daerah. Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan Dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 Dari Hal Pembentukan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokek Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
  • 2. Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); 9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470); 11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 12. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Nagara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479); 13. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481); 15. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493); 16. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 17. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelelaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 18. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); 19. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 20. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169); 21. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226); 22. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 24. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 25. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433); 26. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
  • 3. 27. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara 3294); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan Lembaran Negara Nomor 4489); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan tata cara Peran serta masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara tahun 1996, Nomor 104); 33. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 34. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 3934); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 119); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385); 41. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 42. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 43. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/kota; 44. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah; 45. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 46. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;
  • 4. 47. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup; 48. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst; 49. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi; 50. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun 2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang; 51. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Rucing Daerah; 52. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur; 53. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Raya R Soeryo; 54. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Hutan di Jawa Timur; 55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi di Provinsi Jawa Timur; 56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR dan GUBERNUR JAWA TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 3. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 4. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya. 6. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
  • 5. direncanakan maupun tidak. 7. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 8. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah provinsi. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur 10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. 11. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan. 12. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumperdaya manusia dan sumberdaya buatan. 13. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 14. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 15. Kawasan perkotaan atau perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi. 16. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan yang diprioritaskan. 17. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi yang selanjutnya disebut Kapuk adalah Kawasan ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah kabupaten/kota. 18. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terintegrasi yang selanjutnya disebut Kapeksi adalah kawasan potensial dengan berbagai macam produktifitas komoditi yang saling terkait antar wilayah kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru khususnya komoditas olahan yang saling terkait. 19. Kawasan Pengembangan Utama yang selanjutnya disingkat Kaput adalah kawasan budidaya yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi suatu kawasan dan disekitarnya, serta dapat mewujudkan pemerataan pengembangan wilayah dalam skala regional atau nasional. 20. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kawasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNt Laut. 21. Pusat Kegiatan Nasional adalah pusat permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat
  • 6. pengolahan, simpul transportasi yang melayani beberapa provinsi dan nasional. 22. Pusat Kegiatan Wilayah adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten. 23. Pusat Kegiatan Lokal adalah pusat permukiman kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan. 24. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu perencanaan. 25. Kawasan Strategis adalah kawasan yang memiliki lingkup pengaruh yang berdampak nasional, penguasaan dan pengembangan lahan relatif besar, mempunyai prospek ekonomi yang relatif baik, serta memiliki daya tarik investasi. 26. Kawasan Potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang. 27. Kawasan Pengendalian Ketat adalah kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dUkung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelahjutan. 28. Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SWP adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kabupaten/ kota perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air. 29. Energi baru dan terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru. 30. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengah baik. 31. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. 32. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. 33. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaruhi diri. 34. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
  • 7. Provinsi Jawa Timur ini mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 3 Ruang lingkup RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi : a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah. c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah. BAB III ASAS, TUJUAN DAN STRATEGI Pasal 4 RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan : a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, tepat guna, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum. Pasal 5 Tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, adalah: a. mengakomodasi kebijakan pembangunan dari pemerintah dan aspirasi masyarakat dalam dimensi ruang; b. mengemban kebijakan pengembangan dan mendorong pertumbuhan wilayah berdasarkan potensi pembangunan; c. mewujudkan tata lingkungan yang serasi antara sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya manusia untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan sehingga terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera. Pasal 6 (1) Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan strategi pemanfaatan ruang wilayah. (2) Strategi pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. struktur pemanfaatan ruang wilayah; b. pola pemanfaatan ruang wilayah c. arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; d. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu. e. arahan pengelolaan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan.
  • 8. f. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah. g. arahan pengembangan kawasan diprioritaskan. h. arahan pengembangan kawasan pesisir dan kepulauan. i. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, dan tata guna udara. j. pemanfaatan ruang daerah. BAB IV STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAAN RUANG WILAYAH Bagian Pertama Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan sistem pusat permukiman perkotaan serta arahan sistem prasarana wilayah. (2) Struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman perkotaan, dan prasarana wilayah. Paragraf 2 Sistem Pusat Permukiman Perdesaan Pasal 8 (1) Sistem pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki. (2) Pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pelayanan perdesaan secara berhirarki, meliputi: a. pusat pelayanan antar desa b. pusat pelayanan setiap desa c. pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman (3) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berhirarki memiliki hubungan dengan pusat kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat, dengan perkotaan sebagai pusat Sub SWP dan dengan ibukota kabupaten masing-masing. Paragraf 3 Sistem Pusat Permukiman Perkotaan Pasal 9 Sistem pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), meliputi: a. orde perkotaan b. hirarkhi perkotaan c. perwilayahan d. fungsi satuan wilayah pengembangan
  • 9. Pasal 10 (1) Orde perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, meliputi: a. Orde I : Kota Surabaya b. Orde IIA : Kota Malang c. Orde lIB : Perkotaan Sidoarjo, Perkotaan Gresik, Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan Bojonegoro, Perkotaan Bangkalan, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan, Kota Batu d. Orde III A : Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen, Perkotaan Sumenep. e. Orde III B : Perkotaan Magetan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Pacitan, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Sampang, Perkotaan Caruban. (2) Hirarki perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, meliputi: a. Perkotaan Metropolitan meliputi Perkotaan Surabaya Metropolitan Area yang meliputi Kota Surabaya, Perkotaan Sidoarjo dan sekitarnya, Perkotaan Gresik dan sekitarnya dan Perkotaan Bangkalan dan sekitarnya; dan Perkotaan Malang Raya yang meliputi Kota Malang, Kota Batu, serta Perkotaan Kepanjen dan sekitarnya. b. Perkotaan Menengah meliputi Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan Bojonegoro, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan dan Kota Batu. c. Perkotaan Kecil meliputi Perkotaan Sampang, perkotaan Sumenep, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Magetan Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Pacitan, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen dan Perkotaan Caruban. (3) Perwilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c adalah 9 (sembilan) SWP: a. SWP Gerbang kerto susila Plus meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan dengan pusatpelayanan di Kota Surabaya b. SWP Malang Raya meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang, dengan pusat pelayanan di Kota Malang c. SWP Madiun dan sekitarnya meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, dengan pusat pelayanan di Kota Madiun.
  • 10. d. SWP Kediri dan sekitarnya meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung, dengan pusat pelayanan di Kota Kediri. e. SWP Probolinggo-Lumajang meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota Probolinggo f. SWP Blitar meliputi: meliputi Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, dengan pusat pelayanan Kota Blitar g. SWP Jember dan sekitarnya meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Jember h. SWP Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Banyuwangi i. SWP Madura dan Kepulauan meliputi: Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan pusat pelayanan di Perkotaan Pamekasan (4) Setiap SWP diarahkan mempunyai fungsi wilayah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. a. SWP Gerbang kerta susila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diarahkan mempunyar fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, industri, dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata. b. SWP Malang Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri transportasi, dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan prasarana wisata. c. SWP Madiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan. d. SWP Kediri dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan, industri dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan e. SWP Probolinggo - Lumajang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri, dan
  • 11. sumberdaya energi, dan dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, industri, perdagangan, jasa, kesehatan, pariwisata. f. SWP Blitar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pendidikan. kesehatan, pariwisata sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. g. SWP Jember dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf 9 mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan. hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan. pendidikan. kesehatan dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan transportasi. h. SWP Banyuwangi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan pemerintahan perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. i. SWP Madura dan Kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i mempunyai fungsi sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata. Paragraf 4 Sistem Prasarana Wilayah Pasal 11 Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, meliputi : a. sistem prasarana transportasi meliputi: jalan, kereta api, penyeberangan, laut, udara dan angkutan massal cepat perkotaan b. sistem prasarana telematika c. sistem prasarana sumberdaya energi d. sistem prasarana sumberdaya air e. sistem prasarana gas f. sistem prasarana lingkungan Bagian Kedua Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Pasal 12 Pola pemanfaatan ruang wilayah menggambarkan reneana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya.
  • 12. Paragraf 1 Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung Pasal 13 Pola pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi: a. kawasan suaka alam b. kawasan pelestarian alam c. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan d. kawasan perlindungan bawahan e. kawasan perlindungan setempat f. kawasan rawan beneana alam Pasal 14 (1) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi : a. cagar alam b. suaka marga satwa. (2) Cagar alam meliputi : a. Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri b. Cagar Alam Ceding, di Kabupaten Bondowoso c. Cagar Alam Watangan Puger I, di Kabupaten Jember d. Cagar Alam Sungai Kolbu di Kabupatem Probolinggo e. Curah Manis I - VIII di Kabupaten Jember f. Gunung Abang, di Kabupaten Pasuruan. g. Guwo Lowo/Nglirip, di Kabupaten Tuban h. Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo i. Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo j. Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi k. Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri l. Nusa Barong di Kabupaten Jember m. Pulau Bawean, Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik n. Pulau Saobi, di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep o. Pulau Sempu, di Kabupaten Malang p. Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi q. Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso. (3) Suaka marga satwa meliputi Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, berlokasi di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember, serta Pulau Bawean di Kabupaten Gresik. Pasal 15 (1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, meliputi : a. taman nasional b. taman hutan raya
  • 13. c. taman wisata alam (2) Kawasan taman nasional meliputi: a. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo b. Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo c. Taman Nasional Meru Betiri di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi d. Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi. e. Taman Nasionallaut Sepanjang dan Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep (3) Kawasan hutan raya yaitu Taman Hutan Raya R Soeryo di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota Batu. (4) Taman wisata alam, meliputi: a. Taman Wisata Kawah Ijen, di Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bondowoso b. Taman Wisata Tretes, Gunung Baung, di Kabupaten Pasuruan. Pasal 16 (1) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi : a. lingkungan non bangunan b. lingkungan bangunan non gedung c. lingkungan bangunan gedung dan halamannya d. kebun raya. (2) Lingkungan non bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. Monumen Keganasan PKI, di Kabupaten Madiun. b. Monumen Trisula, di Kabupaten Blitar. c. Petilasan Sri Aji Joyoboyo, di Kabupaten Kediri. d. Gunung Kawi, di Kabupaten Malang. e. Situs Purbakala TrinH, di Kabupaten Ngawi. (3) Lingkungan bangunan non gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Asta Tenggi di Kabupaten Sumenep b. Area Totok Kerot di Kabupaten Kediri c. Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar d. Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, Candi Badut di Kabupaten Malang e. Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan f. Candi Cungkup, Candi Dadi dan Makam Gayatri di Kabupaten Tulungagung g. Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto h. Makam Sunan Ampel di Kota Surabaya i. Makam KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wachid Hasyim dan Makam Sayyid Sulaiman di Kabupaten Jombang j. Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan k. Makam Syaikhul Khalil dan Pesarean Air mata Ibu Kabupaten
  • 14. Bangkalan l. Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Sunan Giri (Giri Kedaton), Makam Fatimah Binti Maimun, Makam Kanjeng Sepuh dan Kawasan Gunung Surowiti di Kabupaten Gresik m. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan n. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo o. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban p. Recolanang di Kabupaten Mojokerto q. Situs Sarchopagus di Kabupaten Bondowoso r. Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto (4) Lingkungan bangunan gedung dan halamannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. Pelestarian bangunan gedung dan/atau lingkungan cagar budaya di Kota Surabaya b. Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi c. Pelestarian bangunan Pabrik Gula di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. d. Makam Proklamator, Museum Bung Kamo dan Petilasan Aryo Blitar di Kota Blitar. e. Monumen PETA (Suprijadi) di Kota Blitar. (5) Kebun Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan Pasal 17 (1) Perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, meliputi : a. kawasan hutan lindung b. kawasan resapan air. c. kawasan kars kelas I (2) Kawasan hutan lindung, meliputi: a. Kota Batu b. Kabupaten Blitar c. Kabupaten Bangkalan d. Kabupaten Banyuwangi e. Kabupaten Bojonegoro f. Kabupaten Bondowoso g. Kabupaten Jember h. Kabupaten Jombang i. Kabupaten Kediri j. Kabupaten Lamongan k. Kabupaten Lumajang l. Kabupaten Mojokerto m. Kabupaten Magetan n. Kabupaten Malang o. Kabupaten Madiun p. Kabupaten Nganjuk q. Kabupaten Ngawi r. Kabupaten Pacitan
  • 15. s. Kabupaten Pasuruan t. Kabupaten Probolinggo u. Kabupaten Ponorogo v. Kabupaten Pamekasan w. Kabupaten Situbondo x. Kabupaten Sampang y. Kabupaten Sumenep z. Kabupaten Tuban aa. Kabupaten Trenggalek bb. Kabupaten Tulungagung (3) Kawasan resapan air terdapat di seluruh wilayah kabupaten/ kota. (4) Kawasan kars kelas I yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi, meliputi: a. Kabupaten Slitar b. Kabupaten Sangkalan c. Kabupaten Tulungagung d. Kabupaten Trenggalek e. Kabupaten Malang f. Kabupaten Ngawi g Kabupaten Ponorogo h. Kabupaten Pacitan i. Kabupaten Sampang j. Kabupaten Tuban Pasal 18 Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi : a. kawasan sekitar mata air b. kawasansekitar waduk/danau c. kawasan sempadan sungai d. kawasan sempadan pantai e. kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman f. kawasan pantai berhutan bakau/mangrove g. kawasan terbuka hijau kota Pasal 19 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f, meliputi : a. rawan letusan gunung api. b. rawan banjir. c. rawan gempa, gerakan tanah, longsor, dan banjir bandang. d. rawan tsunami. (2) Kawasan rawan letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. Gunung Lawu, di Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan b. Gunung Liman dan Gunung Wilis, di Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Nganjuk
  • 16. c. Gunung Kelud, di Kabupaten Kediri, Kabupaten Slitar dan Kabupaten Malang: d. Gunung Butak, di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang. e. Gunung Bromo di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan. f. Gunung Semeru, di Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang. g. Gunung Lamongan, di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. h. Gunung Merapi di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo. i. Gunung Raung di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember. j. Gunung Welirang di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto. k. Gunung Ijen di Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi. l. Gunung Argopuro di Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember. (3) Kawasan rawan banjir, gempa, gerakan tanah dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Bondowoso c. Kabupaten Sanyuwangi d. Kabupaten Jember e. Kabupaten Jombang f. Kabupaten Lumajang g. Kabupaten Malang h. Kabupaten Mojokerto i. Kabupaten Magetan j. Kabupaten Ngawi k. Kabupaten Pacitan l. Kabupaten Pasuruan m. Kabupaten Probolinggo n. Kabupaten Ponorogo o. Kabupaten Sampang p. Kabupaten Situbondo q. Kabupaten Sampang r. Kabupaten Trenggalek s. Kabupaten Tulungagung (4) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C, terdapat di Pantai Selatan, yang meliputi: a. Kabupaten Pacitan b. Kabupaten Trenggalek c. Kabupaten Tulungagung d. Kabupaten Blitar e. Kabupaten Malang f. Kabupaten Lumajang g. Kabupaten Jember h. Kabupaten Banyuwangi Paragraf 2 Pola Pemanfaatan Kawasan Budidaya
  • 17. Pasal 20 Pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi : a. kawasan hutan produksi b. kawasan pertanian c. kawasan perikanan d. kawasan perkebunan e. kawasan peternakan f. kawasan pariwisata g. kawasan permukiman h. kawasan industri i. kawasan pertambangan j. kawasan perdagangan. Pasal 21 Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, terbagi berdasarkan KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), meliputi: a. Kabupaten Bojonegoro b. Kota Batu c. Kabupaten Blitar d. Kabupaten Bangkalan e. Kabupaten Bondowoso f. Kabupaten Banyuwangi g. Kabupaten Gresik h. Kabupaten Jombang i. Kabupaten Jember j. Kota Kediri k. Kabupaten Kediri l. Kabupaten Lamongan m. Kabupaten Tuban n. Kabupaten Lumajang o. Kabupaten Madiun p. Kabupaten Magetan q. Kabupaten Ngawi r. Kabupaten Malang s. Kabupaten Mojokerto t. Kabupaten Nganjuk u. Kabupaten Ponorogo v. Kabupaten Pasuruan w. Kabupaten Probolinggo x. Kabupaten Pacitan y. Kabupaten Pamekasan z. Kabupaten Sampang aa. Kabupaten Sumenep bb. Kabupaten Situbondo cc. Kabupaten Trenggalek dd. Kabupaten Tulungagung
  • 18. Pasal 22 (1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b meliputi sawah beririgasi, sawah tadah hujan, dan pertanian lahan kering. (2) Kawasan sawah beririgasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sawah dengan sistem irigasi teknis maupun irigasi sederhana terdapat diseluruh kabupaten/kota. (3) Kawasan sawah tadah hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di semua kabupaten/kota. (4) Kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di sernua kabupaten/kota. Pasal 23 (1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, meliputi : a.perikanan tangkap b.perikanan budidaya air payau c.perikanan budidaya air tawar d.perikanan budidaya laut (2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. rencana, pengembangan fisheries town di Kabupaten Banyuwangi dan pengembangan outer ring fishing port, coldstorage dan industri perikanan di Sendangbiru Kabupaten Malang. b. kawasan pengembangan utama komoditi perikanan di pantai selatan meliputi Kabupaten Pacitan, Prigi Kabupaten Trenggalek, Sendang biru Kabupaten Malang dan Puger Kabupaten Jember dan kawasan potensial lainnya meliputi: Ujungpangkah Kabupaten Gresik, Brondong Kabupaten Lamongan, Pondokmimbo Kabupaten Situbondo, Bulu Kabupaten Tuban dan pasongsongan Kabupaten Sumenep. c. pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) meliputi Prigi di Kabupaten Trenggalek, Sendang biru Kabupaten Malang dan Brondong di Kabupaten Lamongan d. pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Muncar Kabupaten Banyuwangi, Puger Kabupaten Jember, Mayangan Kota Probolinggo, Paiton Kabupaten Probolinggo dan Lekok Kabupaten Pasuruan. e.pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Sipelot Kabupaten Malang, Pancer Kabupaten Banyuwangi, Bulu Kabupaten Tuban, Pasongsongan Kabupaten Sumenep dan Tamperan Kabupaten Pacitan. (3) Pemanfaaatan kawasan budidaya perikanan air payau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Bangkalan c. Kabupaten Banyuwangi d. Kabupaten Gresik e. Kabupaten Jember f. Kabupaten Lumajang
  • 19. g. Kabupaten Malang h. Kabupaten Pasuruan i. Kota Pasuruan j. Kabupaten Probolinggo k. Kota Probolinggo l. Kabupaten Pamekasan m. Kabupaten Pacitan n. Kabupaten Sidoarjo o. Kabupaten Sampang p. Kabupaten Situbondo q. Kabupaten Tuban r. Kabupaten Trenggalek s. Kabupaten Tulungagung t. Kota Surabaya . (4) Pengembangan kawasan perikahan budidaya air tawar tersebar di kabupaten/kota. (5) Pengembangan kawasan perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Sangkalan c. Kabupaten Sanyuwangi d. Kabupaten Lamongan e. Kabupaten Malang f. Kabupaten Pamekasan g. Kabupaten Probolinggo h. Kabupaten Sampang i. Kabupaten Sumenep j. Kabupaten Situbondo k. Kabupaten Tuban l. Kabupaten Trenggalek m. Kabupaten Tulungagung Pasal 24 (1) Pemanfaatan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlajutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan yang selanjutnya disebut kimbun. (2) Kimbun dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di setiap lokasi pengembangan dan sentra produksi yang diselenggarakan dengan kebersamaan ekonomi dan berwawasan lingkungan. (3) Pemanfatan Kimbun di bagi menjadi 7 (tujuh) wilayah : a. Kimbun Ijen - Argopuro - Raung di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupater Banyuwangi, Kabupaten Situbondo dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tembakau dan tebu b. Kimbun Bromo - Tengger - Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kelapa dan cengkeh. c.Kimbun Kelud di Kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri,
  • 20. Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan cengkeh d.Kimbun Wilis di Kabupaten Madiun, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Nganjuk dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan kelapa e.Kimbun Lawu di Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi dengan komoditiyang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao, kelapa dan cengkeh f.Kimbun Pantura meliputi Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau, tebu, jambu mente dan kapas g.Kimbun Kepulauan Madura meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau dan jambu mente Pasal 25 (1) Pemanfaatan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e meliputi peternakan ternak besar, peternakan ternak kedl, peternakan unggas. (2) Sentra peternakan ternak besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.Kabupaten Blitar b.Kabupaten Bojonegoro c.Kabupaten Bondowoso d.Kabupaten Banyuwangi e.Kabupaten Jember f.Kabupaten Kediri g.Kabupaten Lumajang h.Kabupaten Malang i.Kabupaten Magetan j.Kabupaten Nganjuk k.Kabupaten Pasuruan l.Kabupaten Probolinggo m.Kabupaten Sumenep n.Kabupaten Situbondo o.Kabupaten Trenggalek p.Kabupaten Tulungagung q.Kabupaten Tuban (3) Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di seluruh Kabupaten. (4) Kawasan peternakan unggas terkonsentrasi di wilayah a.Kabupaten Blitar b.Kabupaten Jombang c.Kabupaten Kediri d.Kabupaten Mojokerto e.Kabupaten Pasuruan
  • 21. f.Kabupaten Sidoarjo g.Kabupaten Tulungagung Pasal 26 (1)Pola pemanfaatan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f meliputi kawasan yang terbentang di sepanjang koridor pariwisata dan kawasan kepulauan yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan. (2)Pemanfaatan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.kawasan pengembangan pariwisata koridor utara, meliputi: Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. b.kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah, meliputi: Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso. c.kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan, meliputi: Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. d.kawasan pengembangan pariwisata kepulauan, meliputi: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep dan pulau-pulau kecil lainnya. (3)Kawasan pariwisata yang dapat dikembangkan berdasarkan koridor sebagaimana pada ayat (2) Pasal 26 meliputi : a.kawasan pengembangan pariwisata koridor utara meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam, gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan, kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus. b.kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam, gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan, kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus c.kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, air terjun, obyek wisata buatan, makam, candi serta berbagai kegiatan wisata minat khusus seperti ziarah, berbagai kegiatan penelitian, kegiatan wisata petualangan dan lain-lain. d.kawasan pengembangan pariwisata kepulauan meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain: pantai, taman laut, api alam, karapan sapi, makam, peninggalan kraton serta berbagai kegiatan wisata minat khusus seperti kegiatan penyelaman, memaneing, berlayar dan lain-lain. (4)Agar arah pengembangan pariwisata dapat lebih terfokus dan efisien maka disusun prioritas pengembangan, meliputi: a.kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta
  • 22. menjadi primadona pengembangan pariwisata di Jawa Timur, antara lain Kawasan Bromo- Tengger-Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Ijen di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi; Plengkung di Kabupaten Banyuwangi; Desa Wisata Trowulan Kabupaten Mojokerto serta potensi unggulan lainnya. b.kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama yang meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di Kabupaten Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur. c.kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di Kabupaten Banyuwangi dari Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi dan Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu, Wisata Bahari di Kabupaten Lamongan, Pulau Bawean, Kawasan Prigi di Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial. Pasal 27 (1)Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g, meliputi permukiman perdesaan, perkotaan, dan khusus. (2)Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.permukiman pusat perdesaan b.permukiman desa c.permukiman pada pusat perdusunan (3)Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.permukiman perkotaan metropolitan b.permukiman perkotaan menengah c.permukiman perkotaan kecil (4)Permukiman perkotaan metropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai: a.kota Inti sebagai pusat pelayanan b.perkotaan penyangga atau satelit c.perkotaan baru mandiri d.perumahan baru skala besar (5)Permukiman perkotaan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai: a.pusat pelayanan SWP. b.pusat pertumbuhan skala wilayah. c.pusat pelayanan perkotaan antara metropolitan dan perkotaan kecil. (6)Permukiman perkotaan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai: a.pusat pelayanan kabupaten. b.pusat pertumbuhan skala kabupaten. c.pusat pelayanan perkotaan keeamatan. (7)Permukiman pada kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.sebagai tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata. b.kawasan permukiman yang timbul akibat perkembangan infrastruktur. c.permukiman yang timbul akibat kegiatan sentra ekonomi.
  • 23. d.permukiman di sekitar kawasan industri. (8)Dalam kawasan permukiman perkotaan, Kabupaten/Kota harus menyediakan peruntukan lahan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah seluas areal berdasarkan kebutuhan dan atau sesuai ketentuan dalam pembangunan perumahan dan permukiman dengan lingkungan yang berimbang. Pasal 28 (1)Pemanfaatan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, meliputi: a.kawasan industri estate. b.sentra industri keci!. c.zona industri. (2)Kawasan industri estate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a.Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya. b.Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan. c.Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto. d.Kawasan industri Jabon di Kabupaten Sidoarjo. e.Lamongan Integreted Shorebase (LIS) di Kabupaten Lamongan. f.Kawasan industri di Kabupaten Gresik. g.Kawasan industri di Kabupaten Tuban. h.Kawasan industri di Kabupaten Bojonegoro. i.Kawasan industri di Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. j.Kawasan Industri Gerbang Mas di Kabupaten Probolinggo. k.Kawasan industri Paiton di Kabupaten Probolinggo l.Kawasan industri di Kabupaten Bangkalan. (3)Sentra industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat diseluruh kabupaten/kota. (4)Zona industri sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi : a.koridor Taman - Sepanjang - Krian dan koridor Waru di Kabupaten Sidoarjo b.koridor Osowilangon - Romokalisari di Kota Surabaya c.koridor Driyorejo - Bambe, dan koridor Gresik - Manyar di Kabupaten Gresik d.koridor Mojoagung - Jombang di Kabupaten Jombang e.zona industri Wongsorejo di Kabupaten Banyuwangi f.zona industriJetis di Kabupaten Mojokerto g.koridor Tuban - Bojonegoro di Kabupaten Tuban Pasal 29 (1)Pemanfaatan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i, meliputi pertambangan Bahan Galian Golongan C dan golongan A dan B (2)Pertambangan galian C sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi : a.Kabupaten Blitar b.Kabupaten Bojonegoro c.Kabupaten Bondowoso d.Kabupaten Banyuwangi e.Kabupaten Gresik f.Kabupaten Jember
  • 24. g.Kabupaten Jombang h.Kabupaten Kediri i.Kabupaten Lumajang j.Kabupaten Malang k.Kabupaten Mojokerto l.Kabupaten Madiun m.Kabupaten Magetan n.Kabupaten Nganjuk o.Kabupaten Ngawi p.Kabupaten Pacitan q.Kabupaten Ponorogo r.Kabupaten Pasuruan s.Kabupaten Probolinggo t.Kabupaten Situbondo u.Kabupaten Sidoarjo v.Kabupaten Sumenep w.Kabupaten Trenggalek x.Kabupaten Tulungagung y.Kabupaten Tuban (3)Penambangan Bahan Galian Golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a.Kabupaten Blitar b.Kabupaten Banyuwangi c.Kabupaten Bondowoso d.Kabupaten Bojonegoro e.Kabupaten Gresik f.Kabupaten Jember g.Kabupaten Jombang h.Kabupaten Lumajang i.Kabupaten Malang j.Kabupaten Mojokerto k.Kabupaten Magetan l.Kabupaten Nganjuk m.Kabupaten Ngawi n.Kabupaten Pacitan o.Kabupaten Ponorogo p.Kabupaten Sumenep q.Kabupaten Trenggalek r.Kabupaten Tulungagung s.Kabupaten Sidoarjo Pasal 30 (1)Pemanfaatan kawasan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j meliputi perdagangan skala wilayah, skala kota dan perdagangan sektor informal. (2)Perdagangan skala wilayah yang dimaksud pada ayat (1) adalah wilayah yang memiliki fasilitas perdagangan seperti pasar induk, grosir diarahkan di tiap pusat SWP. (3)Perdagangan skala kota meliputi perdagangan jenis pertokoan dan perdagangan
  • 25. pasar yang diarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota. (4)Perdagangan sektor informal yang berkembang di setiap wilayah perkotaan dan perdesaan, diatur dan/atau disediakan ruangnya oleh pemerintah kabupaten/kota. Bagian Ketiga Arahan Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya Pasal 31 (1)Arahan pengelolaan pengawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi dan berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya. (2)Arahan konservasi kawasan lindung meliputi kawasan cagar alam, suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. (3)Arahan pengelolaan kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan. (4)Arahan pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a.pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. b.mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami c.pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung. d.penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung. e.pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung. f.percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk di dalam kriteria kawasan lindung dengan melakukan penanaman pohon lindung yang dapat di gunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat diambil hasil hutan non-kayu. g.membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki/mencintai alam. h.pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam. i.percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung. j.menindak tegas prilaku vandalisme terhadap obyek wisata. Pasal 32 (1)Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang diJakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem. (2)Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi antara lain: a.kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah harus dilakukan percepatan reboisasi, serta percepatan pembangunan hutan rakyat b.mengarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota mewujudkan hutan kota
  • 26. (3)Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain: a.pengembangan sawah irigasi teknis dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perJuasan jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung. b.perubahan kawasan pertanian harus tetap memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sehingga perlu adanya ketentuan tentang pengganti Jahan pertanian. c.pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices. (4)Arahan pengelolaan kawasan perikanan antara lain: a.mempertahankan, merehabilitasi dan merevitalisasi tanaman bakau/mangrove. b.pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya perikanan laut. c.menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri maupun limbah lainnya. d.pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami ikan. e.peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan prasarana perikanan. (5)Arahan pengelolaan kawasan perkebunan antara lain: a.pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor. b.dalam penetapan komoditi tanaman tahunan, selain mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika. c.peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan Kimbun masing-masing. (6)Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain: a.meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan padang penggembalaan. b.kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak. c.mempertahankan ternak plasma utfah sebagai potensi daerah. d.pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada pengembangan komoditas ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. e.kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk, akan dipisahkan sesuai standart teknis kawasan usaha peternakan, dengan memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit hewan menular. f.pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan lebih dari 300.000 jiwa akan diatur lebih lanjut secara teknis dengan Peraturan Gubernur. g.peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit,
  • 27. dan sebagainya. (7)Arahan pengelolaan kawasan pariwisata antara lain: a.tetap melestarikan alam sekitar untuk mehjaga keindahan obyek wisata. b.tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang pohon. c.melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan biota laut yang dapat di jadikan obyek wisata taman laut. d.tetap melestarikan tradisi petik lautllarung sesaji sebagai daya tarik wisata. e.menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah. f.meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah koleksi budaya. g.pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan pembangunan dan pengendalian pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-obyek wisata alam budaya dan minat khusus. h.merencanakan kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain untuk keserasian lingkungan. i.meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata, informasi dan promosi wisata. j.menjaga keserasian Iingkungan alam dan buatan sehingga kualitas visual kawasan wisata tidak terganggu. k.meningkatkan peranserta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek wisata, dan daya jual/saing (8)Arahan pengelolaan kawasan permukiman antara lain: a.pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat, mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada. b.pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur secara berhirarki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat pelayanan antar desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman c.menjaga kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan pertanian. d.pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga fungsi dan hirarki kawasan perkotaan. e.membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan ruang terbuka hijau f.pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang dihubungkan dengan sistem transportasi yang memadai diantaranya mass rapid transport. g.pengembangan perkotaan baru mandiri dan perumahan baru skala besar di sekitar Surabaya, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan. h.pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan yang memiliki nilai ekonomi tinggi i.perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk pelayanan wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah
  • 28. sekitarnya. j.permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembenfukan pusat pelayanan skala kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten. k.permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan RTRW masing-masing kabupaten/kota. (9)Arahan pengelolaan kawasan industri antara lain: a.pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis. b.pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan. c.pengembangan zona industri pada daerah aliran sungai harus didasari dengan perhitungan kemampuan daya dukung sungai. d.pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana industri. e.pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan Iingkungan dan biaya aktifitas sosial. f.setiap kegiatan industri sejauh mungkin menggunakan metoda atau teknologi ramah Iingkungan dan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana industri. (10)Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain: a.pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan. b.pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan ditetapkan dengan melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian Iingkungan hidup. c.setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan. (11)Arahan pengelolaan kawasan perdagangan antara lain: a.pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai skala ruang dan fungsi wilayah. b.pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang berpengaruh bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh pada tata ruang dalam lingkup wilayah perlu memperhatikan kebijakan tata ruang wilayah Pemerintah Provinsi. c.pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan perdagangan informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang saling melengkapi. d.pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan sarana dan prasarana yang di kelola provinsi memperhatikan
  • 29. rekomendasi provinsi. Bagian Keempat Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Kawasan Perkotaan dan Kawasan Tertentu Pasal 33 Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu merupakan arahan pengembangan perkotaan dengan kawasan yang bersifat pedesaan, serta kawasan tertentu sehingga tercipta tata ruang yang berkelanjutan. Pasal 34 Arahan pengelolaan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi: a.fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. b.pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan melalui keterkaitan kawasan perkotaan perdesaan untuk meningkatkan peran perkembangan kawasan perdesaan. Pasal 35 Arahan pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi: a.fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distribusi hail pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya. b.fungsi perkotaan sedang dan kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis. c.kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial ekonomi mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya. d.menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun, mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar kawasan perkotaan. Pasal 36 (1)Arahan pengelolaan kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, merupakan kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan, yakni Gerbangkertosusila Plus. (2)Arahan pengembangan kawasan tertentu Gerbang keftosusila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.penataan ruang di bagi dalam cluster untuk memfokuskan pada penciptaan kawasanyang dapat bersinergi dengan wilayah lainnya. b.pengendalian secara garis besar mengarah pada upaya mengendalikan laju
  • 30. perkembangan kota yang monosentris sehingga tidak terjadi penumpukan beban transportasi yang cenderung berorientasi memusat. c.meningkatkan fungsi wilayah sesuai dengan daya dukung kawasan. d.membentuk kawasan perkotaan baru mandiri dan perumahan skala besar di kawasan sekitar Surabaya, khususnya di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan. e.meningkatkan transportasi umum masal antara Surabaya sebagai kota inti dengan perkotaan disekitarnya. f.menjaga pembangunan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun termasuk mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat rural di sekitar kawasan perkotaan. Bagian Kelima Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan dan Perkotaan Pasal 37 Arahan terhadap sistem pusat permukiman dibedakan atas pengembangan pusat permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan. Pasal 38 (1)Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur ruang pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di perdesaan. (2)Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui: a.pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) b.pembentukan Pusat Desa c.pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan (3)Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan. (4)Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perdesaan. Pasal 39 (1)Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan meliputi arahan terhadap fungsi pusat kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang pusat-pusat permukiman perkotaan (2)Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal, meliputi: a.Pusat Kegiatan Nasional adalah Gerbangkerto susila Plus b.Pusat Kegiatan Wilayah adalah Malang Raya, Perkotaan Jember, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan, Banyuwangi, Perkotaan Pamekasan. c.Pusat Kegiatan Lokal, adalah Perkotaan Pacitan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan,
  • 31. Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Sampang, Perkotaan Sumenep, Perkotaan Caruban. Bagian Keenam Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah Paragraf 1 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan Pasal 40 (1)Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, terdiri dari prasarana jalan umum yang dinyatakan dalam status dan fungsi jalan, serta prasarana terminal penumpang jalan. (2)Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota. (3)Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan (4)Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder (5)Arahan pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, jalan Iintas selatan, jalan lintas/tembus kabupaten dan jalan lingkar kota dan perkotaan. (6)Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan pengembangan jalan yang sudah ada. Pasal 41 (1)Jaringan jalan tol yang sudah dikembangkan di Jawa Timur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi jalan tol Surabaya - Gempol, dan jalan tol Surabaya - Manyar. (2)Arahan pengembangan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi ruas: a.Jalan Tol Surabaya - Gresik - Lamongan - Bojonegoro b.Jalan Tol Manyar - Paciran - Tuban c.Jalan Tol Krian - Legundi - Bunder d.Jalan Tol Gempol- Pandaan - Malang - Kepanjen e.Jalan Tol Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Caruban - Ngawi - Mantingan f.Jalan Tol Madiun - Caruban g.Jalan Tol Gempol - Pasuruan - Probolinggo - Situbondo - Banyuwangi h.Jalan Tol Waru - Juanda - Suramadu - Perak (Tol Lingkar Timur) i.Jalan Tol Aloha - Wonokromo - Perak (ToI tengah kota) (3)Jalan nasional sebagai jalan arteri primer yang sudah dikembangkan di Jawa Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi: a.Surabaya - Malang b.Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk - Caruban - Ngawi - Mantingan c.Caruban - Karangjati - Padas - Ngawi
  • 32. d.Surabaya - Gresik - Lamongan - Tuban - Bulu (Batas Jawa Tengah) e.Surabaya - Sidoarjo - Gempol - Pasuruan - Probolinggo - Situbondo - Banyuwangi f.Kamal - Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep - Kalianget (4)Arahan pengembangan jalan nasional sebagai jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi ruas: a.Gresik - Sadang - Tuban b.Mojokerto - Mojosari - Gempol c.Babat - Bojonegoro - Padangan - Ngawi (5)Jalan nasional sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) yang sudah dikembangkan, meliputi: a.Ngawi - Maospati - Madiun - Caruban b.Tuban - Sadang- Gresik c.Tulungagung - Kediri - Kertosono d.Malang - Kepanjen e.Wonorejo - Probolinggo f.Mojokerto - Mojosari - Gempol g.Donorejo - Pacitan - Panggul - Trenggalek - Tulungagung - Blitar - Kepanjen - Turen - Lumajang - Wonorejo - Jember - Rogojampi - Banyuwangi (6)Jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi ruas: a.Pacitan - Ponorogo- Madiun b.Maospati - Magetan - Cemorosewu c.Nganjuk - Bojonegoro - Ponca - Jatirogo d.Bojonegoro - Ponco - Pakah e.Pantai Serang - Blitar - Srengat - Kediri - Nganjuk f.Karanglo - Pendem g.Malang - Pendem - Batu - Pujon - Kandangan - Pare - Kediri h.Kandangan - Pulorejo - Jombang - Ploso - Babat i.Batu - Pacet - Mojosari - Krian j.Purwosari - Kejayan - Pasuruan k.Sidoarjo - Krian - Gresik l.Mojokerto - Gedek - Lamongan m.Jember - Bondowoso - Situbondo n.Bangkalan - Ketapang - Sotabar - Pasongsongan - Sumenep - Pantai Lumbang o.Sampang - Ketapang p.Pamekasan - Sotabar q.Malang - Turen - Talok - Druju - Sendangbiru r.Ponorogo - Trenggalek s.Pilang - Sukapura t.Pasuruan - Kejayan - Tosari u.Purwodadi - Nongkojajar v.Lumajang - Kencong - Kasiyan - Puger w. Rogojampi - Srono - Muncar x.Padangan - Cepu y.Ponorogo - Biting (7)Arahan pengembangan jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (6), meliputi ruas Bondowoso - Sukasari -Ijen - Banyuwangi dan Karanglo - Batu.
  • 33. (8)Arahan pengembangan Jalan Lintas Selatan meliputi dua kelompok jaringan jalan lintas selatan dan ruas jalan sirip jalan lintas selatan, Status penyelenggaraan ruas jalan Iintas selatan akan ditetapkan kemudian sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (9)Arahan pengembangan Jalan Lintas Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), meliputi: a.Mukus - Wareng - Pacitan - Kayen - Sudimoro di Kabupaten Pacitan b.Panggul - Jarakan - Durenan di Kabupaten Trenggalek c.Bandung - Gambiran - Sine - Molang di Kabupaten Tulungagung d.Ringin Bandulan - Jolosutro di Kabupaten Blitar e.Panggung - Waru - Sendang Biru - Talok - Dampit di Kabupaten Malang f.Pronojiwo - Jarid - Bagu - Wot G,alih di Kabupaten Lumajang g.Puger - Sumberrejo - Tangkinol di Kabupaten Jember h.Glenmore - Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi. (10)Arahan pengembangan jalan sirip jalan lintas selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), meliputi: a.Punung - Kalak - Batas Jawa Tengah, Kayen - Jetak - Hadiwarno, Bangunsari - Ngadirejan di Kabupaten Pacitan b.Panggul - Munjungan - Prigi - Karanggongso - Batas Tulungagung di Kabupaten Trenggalek c.Trenggalek - Popoh di KabupatenTulungagung d.Bence - Kanigoro - Pantai Serang - Kesamben - Binangun - Wates - Pantai Jolosutro di Kabupaten Blitar e.Kedung Banteng - Taman Asri di Kabupaten Malang f.Pronojiwo - Tempusari - Bagu - Tempeh - Pandanwangi di Kabupaten Lumajang g.Ambulu - Watu Ulo dan Kraton - Paseban di Kabupaten Jember h.Kendeng Lembu - Sumber Jambe - Pesanggaran - Kutorejo - Muncar - Srono - Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi (11)Arahan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota yang sudah dikembangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5), meliputi ruas: a.Pasrepan -Puspo - Wonokitri - Bromo b.Telaga Sarangan (Magetan) - Karanganyar (Jawa Tengah) c.Magetan - Jogorogo - Mantingan d.Banyuwangi - ljen; Bondowoso - Sukasari e.Pacitan - Ponorogo - Purwantoro - Wonogiri - Solo f.Sudimoro - Ngrayun - Ponorogo g.Bandar - Ponorogo h.Ngoro - Krembung -Sidoarjo (12)Arahan pengembangan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota, meliputi ruas: a.Papar - Pare b.Malang - Ngadas - Jemplang - Bromo c.Situbondo - Arjasa - Kayumas - Ijen d.Nganjuk - Sawahan - Ngebel - ponorogo e.Kediri - Pulung - Ponorogo f.Padangan - Dander - Babat - Lamongan g.Sumberejo - Kanor - Rengel h.Tulungagung - Bendungan Wonorejo - Pagerwojo - Bendungan Trenggalek - Bendungan Sawo - Ponorogo Ngebel - Nganjuk i.Ponorogo - Babadan - Lembeyan - Gorang gareng - Magetan
  • 34. j.Ngawi - Dungus - Madiun (13)Arahan pengembangan jalan lingkar kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), meliputi jalan lingkar kota dan perkotaan. (14)Arahan pengembangan terminal jalan berupa pengembangan terminal penumpang jalan berskala regional di setiap kabupaten/kota. Paragraf 2 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkeretaapian Pasal 42 (1)Arahan pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi arahan pengembangan jalur perkeretaapian, pengembangan prasarana transportasi kereta api untuk keperluan penyelenggaraan perkeretaapian komuter, dry port, terminal barang, serta konservasi rel mati. (2)Arahan pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan jalur kereta api ganda, dan penataan jalur perkeretaapian di wilayah Gerbang kertosusila Plus Jalur Kereta Api yang beroperasi saat ini : a.Jalur Utara : Surabaya (Pasar Turi) - Lamongan - Babat - Bojonegoro - Cepu b.Jalur Tengah : Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) - Wonokromo - Jombang - Kertosono - Madiun - Solo c.Jalur Timur : Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) - Wonokromo - Sidoarjo - Bangil - Pasuruan - Probolinggo - Jember - Banyuwangi d.Jalur Lingkar : Surabaya (Semut) - Surabaya (Gubeng) - Wonokromo - Sidoarjo - Bangil - Lawang - Malang - Blitar - Kediri - Kertosono - Surabaya (3)Arahan pengembangan jalur perkeretaapian ganda ditujukan pada jalur jalur sebagai berikut: a.Surabaya - Lamongan - Sabat - Sojonegoro - Cepu b.Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk - Madiun - Sragen c.Surabaya - Bangil - Lawang - Singosari - Malang d.Bangil - Pasuruan - Probolinggo - Jember - Banyuwangi e.Malang - Kepanjen - Blitar - Tulungagung - Kertosono (4)Arahan pengembangan prasarana perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api komuter seperti yang sudah diselenggarakan pada lintas Surabaya - Porong ditujukan pada koridor-koridor, meliputi: a.Surabaya - Lamongan - Babat b.Surabaya - Mojokerto - Jombang c.Surabaya - Porong - Sangil d.Surabaya - Gresik e.Pasar Turi - Stasiun Gubeng f.Lawang - Malang - Kepanjen g.Madiun - Ponorogo - Siahung (5)Arahan pengembangan prasarana jalur perkeretaapian di Gerbang kertosusila Plus berupa penataan jalur yang terdiri dari tindakan pemasangan jalur ganda, tindakan pemasangan jalur melayang, serta pemindahan lintasan perkeretaapian regional, bila diperlukan. (6)Arahan pengembangan dry port meliputi pengembangan dry port yang sudah ada
  • 35. di Rambi puji Kab. Lipaten Jember serta pembangunan dry port di Kota Malang, Kota Kediri dan Kabupaten Jombang. (7)Arahan pengembangan terminal barang perkeretaapian, meliputi: a.pengembangan fasilitas terminal peti kemas Pasar Turi, terminal barang Kali Mas Kota Surabaya. b.pengembangan terminal barang di Babat Kabupaten Lamongan. (8)Arahan konservasi rei mati ditujukan pada ruas-ruas potensial, sebagai berikut: a.Bojonegoro - Jatirogo b.Madiun - Ponorogo - Slahung c.Mojokerto - Mojosari - Porong d.Ploso - Mojokerto - Krian e.Malang - Turen - Dampit f.Malang - Pakis - Tumpang g.Babat - Jombang h.Babat - Tuban i.Kamal - Sangkalan - Sampang - Pamekasan j.Jati - Probolinggo - Paiton k.Klakah - Lumajang - Pasirian l.Lumajang - Gumukmas - Balung - Rambipuji m.Panarukan - Situbondo - Bondowoso - Kalisat n.Rogojampi - Blambangan (9)Arahan pengembangan jalur perkeretaapian di Pulau Madura meliputi Kamal - Sangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep dan penyambungan ke jaringan kereta api di Surabaya. Paragraf 3 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Penyeberangan Pasal 43 Arahan pengembangan prasarana transportasi penyeberangan meliputi arahan pengembangan pelabuhan penyeberangan, sebagai berikut: a.pembangunan Pelabuhan penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik. b.pembangunan Pelabuhan penyeberangan Paciran di Kabupaten Lamongan. c.pembangunan Pelabuhan penyeberangan Kalianget di Kabupatan Sumenep. d.pengembangan Pelabuhan penyeberangan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi. e.pengembangan Pelabuhan penyeberangan Jangkar di Kabupaten Situbondo. Paragraf 4 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Laut Pasal 44 (1)Arahan pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi pengembangan pelabuhan umum, dan pelabuhan khusus. (2)Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah dikembangkan, meliputi: a.Pelabuhan Internasional Hub Tanjung Perak b.Pelabuhan Nasional merupakan Pelabuhan utama tersier di Pelabuhan
  • 36. Gresik di Kabupaten Gresik, Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi, Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo, Pasuruan di Kota Pasuruan, Sapudi di Kabupaten Sumenep, Kalbut di Kabupaten Situbondo, Sapeken di Kabupaten Sumenep, Paiton di Kabupaten Probolinggo, Bawean di Kabupaten Gresik, Kangean di Kabupaten Sumenep. c.Pelabuhan Regional merupakan Pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi khusus untuk melayani kegiatan dan alih moda angkutan laut di Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep, Panarukan di Kabupaten Situbondo, Brondong di Kabupaten Lamongan, Branta di Kabupaten Pamekasan, Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan, Tuban di Kabupaten Tuban, Boom Banyuwangi. d.Pelabuhan Lokal merupakan Pelabuhan pengumpan sekunder di Pelabuhan Masalembu di Kabupaten Sumenep, Sampang, Besuki di Kabupaten Situbondo, Gayam di Kabupaten Sumenep, Raas di Kabupaten Sumenep, Sepulu di Kabupaten Bangkalan, Pantai utara, Pantai selatan, Pasean dan Gili Mandangin di Kabupaten Pamekasan. (3)Arahan pengembangan Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.pengembangan Pelabuhan Internasional Hub untuk jangka pendek-menengah, di wilayah antara Teluk Lamong sampai Pelabuhan Gresik dengan kapasitas terbatas, dan untuk jangka menengah-panjang di wilayah Kabupaten Bangkalan bagian utara. b.pengembangan Pelabuhan berskala layanan nasional dan internasional di pantai utara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban untuk mendukung perkembangan industri dan pariwisata di pantai utara, serta Pelabuhan Sendangbiru di Kabupaten Malang di pantai Selatan. c.pengembangan Pelabuhan umum nasional di pantai selatan untuk mendukung potensi industri, pariwisata, pertanian dan pertambangan di Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Trenggalek. (4)Arahan pengembangan Pelabuhan khusus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. Paragraf 5 Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Udara Pasal 45 (1)Prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi bandara umum dan bandara khusus. (2)Prasarana transportasi udara yang sudah dikembangkan meliputi: a.bandara umum meliputi Bandara Juanda di Kabupaten Sidoarjo, Bandara Abdul Rahman Saleh di Kabupaten Malang, Bandara Noto Hadinegoro di Kabupaten Jember, Bandara di Kabupaten Banyuwangi, Bandara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep. b.bandara khusus di Pagerungan Kabupaten Sumenep. (3)Arahan pengembangan bandara umum, meliputi: a.pengembangan bandara Internasional di kawasan Pantura. b.pengembangan bandara umum domestik regional di Banyuwangi. c.pengembangan bandara umum domestik regional Bawean di Kabupaten Gresik.
  • 37. d.pengembangan bandara umum domestik lokal di Kabupaten Jember. (4)Arahan pembangunan bandara khusus di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Bojonegoro sesuai dengan kebutuhan dan mengikuti peraturan, perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 6 Arahan Pengembangan Angkutan Massal Cepat Perkotaan Pasal 46 (1)Arahan pengembangan angkutan massal cepat diwilayah perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, adalah pengembangan angkutan masal cepat di wilayah Gerbangkertasusila Plus dan wilayah Malang Raya. (2)Penentuan teknologi angkutan masal cepat yang akan diterapkan harus dilakukan melalui kajian teknis berdasarkan penetapan trayek, kondisi medan, prakiraan permintaan dan kemampuan pendanaan. (3)Layanan angkutan umum masal perkotaan merupakan sebuah Public Service Obligation (PSO) yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah. (4)Penyelenggaraan angkutan umum masal perkotaan dapat dilakukan oleh pemerintah swasta, atau kerjasama antara pemerintah dan swasta. Paragraf 7 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Telematika Pasal 47 (1)Prasarana telematika adalah perangkat komunikasi dan pertukaran informasi yang dikembangkan untuk tujuan-tujuan pengambilan keputusan di ranah publik ataupun privat. (2)Prasarana telematika yang dikembangan, meliputi: a.sistem kabel b.sistem seluler c.sistem satelit (3)Arahan pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana telematika mendorong kualitas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. (4)Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika. (5)Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (6)Pengaturan lebih lanjut tentang pemanfaatan teknologi telematika akan diatur oleh Peraturan Gubernur. Paragraf 8 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Energi Pasal 48 (1)Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat
  • 38. dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi. (2)Pengembangan sumberdaya energi dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan energi Iistrik dan pemenuhan energi lainnya. (3)Pengembangan sarana untuk pengembangan Iistrik meliputi: a.Pengembangan pembangkit, PLTU Jawa Timur Selatan, PLTU Grati, PLTU Paiton III - IV, PL TU Madura, PLTU Pasuruan, akan memberikan peningkatan supply energi Iistrik ke sistem Jawa Bali (termasuk Wilayah Madura) dengan pengendali sistem operasi di JawaTimur di Waru Kabupaten Sidoarjo. b.Pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 KV dan Saluran Udara dan atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit baru, yaitu SUTET 500 KV Paiton - Banyuwangi, serta transmisi 150 KV, Kediri, Gresik, Sidoarjo, Nganjuk, Tulungagung, Madiun, Mojokerto, Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan. c.Pengembangan sistem distribisi 20 KV diperlukan untuk menyalurkan energi ke kawasan yang Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta daerah yang belum berlistrik dan bergantung pada dana yang ada. (4)Pengembangan energi baru dan terbarukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang meliputi: a.energi mikrohidro di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu. b.energi angin di wilayah kepulauan dan pesisir c.energi surya di wilayah perdesaan dan terpencil d.energi panasbumi di Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu. e.energi gelombang di wilayah pesisir (5)Arahan pengelolaan sumberdaya energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 9 Arahan Pengembangan Prasarana Sumberdaya Air Pasal 49 (1)Prasarana sumberdaya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kepentingan. (2)Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah. (3)Rencana pengembangan prasarana sumber air permukaan untuk air bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikembangkan di lokasi: a.Bendungan karet Kali Lamong untuk memenuhi kebutuhan air bersih khususnya di daerah Gresik.