SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
Baixar para ler offline
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 44, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 1997
TENTANG
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
,

Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat
dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi
masyarakat, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan
yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional;
b. bahwa baik tanah yang mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa maupun
bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang
pribadi atau badan yang memperoleh suatu hak atasnya, oleh karena itu wajar bila mereka yang
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan diwajibkan membayar pajak kepada Negara;
c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka
hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidak berlaku lagi, oleh karena itu pungutan Bea Balik
Nama atas pemindahan harta tetap berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924
Nomor 291 tidak dapat dilaksanakan;
d. bahwa terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan,
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu dikenakan pajak dengan nama Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk
Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

Mengingat:   1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:    UNDANG-UNDANG TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;
3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat STB, adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, yang dapat disingkat
SKBKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus
dibayar;
6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, yang dapat
disingkat SKBKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan;
7. Surat Ketetapan bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, yang dapat disingkat
SKBLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang seharusnya terutang;
8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, yang dapat disingkat SKBN,
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah
pajak yang dibayar;
9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat SSB, adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke
Kas Negara atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan;
10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan
hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat
dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Nihil, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketatapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Nihil yang diajukan oleh Wajib Pajak;
12. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak;
13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

BAB II
OBJEK PAJAK

Pasal 2
(1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) hibah wasiat;
5) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
6) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
7) penunjukan pembeli dalam lelang;
8) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
9) hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak;
2) di luar pelepasan hak.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun;
f. hak pengelolaan.

Pasal 3
(1) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak
yang diperoleh:
a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri;
d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama;
e. karena wakaf;
f. karena warisan;
g. untuk digunakan kepentingan ibadah.
(2) Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
SUBJEK PAJAK

Pasal 4
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan.
(2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak
menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.

BAB IV
TARIF PAJAK

Pasal 5
Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

BAB V
DASAR PENGENAAN
DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 6
(1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.
(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
c. hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
f. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang;
g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai
pasar objek pajak tersebut;
h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak
tersebut;
i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut.
(3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih
rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
belum ditetapkan, Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan.

Pasal 7
(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
(2) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
(2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan
Objek Kena Pajak.

BAB VI
SAAT DAN TEMPAT PAJAK YANG TERUTANG

Pasal 9
(1) Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
f. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap;
h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak;
k. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
(2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau Kotamadya Daerah
Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya Administratif yang meliputi letak tanah dan
atau bangunan.

BAB VII
PEMBAYARAN, PENETAPAN,
DAN PENAGIHAN

Pasal 10
(1) Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat
ketetapan pajak.
(2) Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro atau tempat pembayaran lain
yang ditunjuk oleh Menteri.
(3) Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 11
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kuran Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

Pasal 12
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut,
kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 13
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan apabila:
a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
(2) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
empat) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagiamana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

Pasal 14
(1) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea
Perolehan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
(2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Kurang Bayar Tambahan,
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib
Pajak.
(3) Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15
Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan,
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, yang tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

BAB VIII
KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN
Pasal 16
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak
yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang
ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pasal 17
(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau
penjelasan tertulis.
(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak
tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 18
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan
keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak.

Pasal 19
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 20
(1) Atas permohonan Wajib Pajak, Menteri dapat memberikan pengurangan pajak yang terutang karena
hal-hal tertentu.
(2) Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB IX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada
Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

Pasal 22
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan:
a. Surat Ketetapan bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, apabila jumlah pajak
yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak
yang tidak seharusnya terutang;
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabila jumlah pajak yang
dibayar saman dengan jumlah pajak yang terutang.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) telah terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap
dikabulkan serta Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harus
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(3) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan
sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.
(4) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua)
bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.
(5) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK

Pasal 23
(1) Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen)
untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I.
(2) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian besar
diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.
(3) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian besar
diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.
(4) Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XI
KETENTUAN BAGI PEJABAT

Pasal 24
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah
dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
(2) Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
(3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas
tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
pajak.

Pasal 25
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta
atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak
selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 26
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap pelanggaran.
(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan.
(3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4) Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau
kembali dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 dengan
segala perubahannya sepanjang mengenai pungutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap yang
berupa tanah dan atau bangunan, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 28
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

MOERDIONO

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)Maulina Sahara
 
2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+prov2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+provPA_Klaten
 
Pbb pelatihan nindya praja smt 6
Pbb pelatihan nindya praja smt 6Pbb pelatihan nindya praja smt 6
Pbb pelatihan nindya praja smt 6Nandya Guvita
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAHPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAHKota Serang
 
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...Kota Serang
 
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...Roko Subagya
 
No. 8 ttg pajak daerah
No. 8 ttg pajak daerahNo. 8 ttg pajak daerah
No. 8 ttg pajak daerahppbkab
 
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p214. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2WEST NUSA TENGGARA
 
2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print
2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print
2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_printPA_Klaten
 
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPPer 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPyudi maulana
 

Mais procurados (20)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 
Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)Pajak bumi dan bangunan (pbb)
Pajak bumi dan bangunan (pbb)
 
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 
2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+prov2011 Pbb menkeu+prov
2011 Pbb menkeu+prov
 
D1 Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan
D1 Pajak: Pajak Bumi dan BangunanD1 Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan
D1 Pajak: Pajak Bumi dan Bangunan
 
Uu 14 2002
Uu 14 2002Uu 14 2002
Uu 14 2002
 
Pbb pelatihan nindya praja smt 6
Pbb pelatihan nindya praja smt 6Pbb pelatihan nindya praja smt 6
Pbb pelatihan nindya praja smt 6
 
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNANMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAHPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
 
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2...
 
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
 
No. 8 ttg pajak daerah
No. 8 ttg pajak daerahNo. 8 ttg pajak daerah
No. 8 ttg pajak daerah
 
Uu 21 1997
Uu 21 1997Uu 21 1997
Uu 21 1997
 
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p214. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
 
Seminar pajak
Seminar pajakSeminar pajak
Seminar pajak
 
7 tahun 2003
7 tahun 20037 tahun 2003
7 tahun 2003
 
Booklet pbb
Booklet pbbBooklet pbb
Booklet pbb
 
2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print
2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print
2010 Raperda pajak air tanah penetapan ev_keuangan+gub_print
 
Perda 11 2011
Perda 11 2011Perda 11 2011
Perda 11 2011
 
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPPer 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
 

Destaque

프레젠테이션1
프레젠테이션1프레젠테이션1
프레젠테이션1dbsdmltlr
 
770 윤의식
770 윤의식770 윤의식
770 윤의식dbsdmltlr
 
Penentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaanPenentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaanNurulita Rahayu
 
X tag with web components - joe ssekono
X tag with web components - joe ssekonoX tag with web components - joe ssekono
X tag with web components - joe ssekonoJoseph Ssekono
 
770 윤의식 최종본
770 윤의식 최종본770 윤의식 최종본
770 윤의식 최종본dbsdmltlr
 
How Games Make You Level Up In Your Real Life
How Games Make You Level Up In Your Real LifeHow Games Make You Level Up In Your Real Life
How Games Make You Level Up In Your Real LifeVítek Miština
 
4 сарын зарлагын мэдээ
4 сарын зарлагын мэдээ4 сарын зарлагын мэдээ
4 сарын зарлагын мэдээGalbadrakh Tserenkhand
 
Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti - Bloqosfer 2011
Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti  - Bloqosfer 2011Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti  - Bloqosfer 2011
Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti - Bloqosfer 2011weboxu
 
AzTWI.com təqdimatı - statistikalar
AzTWI.com təqdimatı - statistikalarAzTWI.com təqdimatı - statistikalar
AzTWI.com təqdimatı - statistikalarweboxu
 

Destaque (20)

Perubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zatPerubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zat
 
프레젠테이션1
프레젠테이션1프레젠테이션1
프레젠테이션1
 
ㅠㅜ
ㅠㅜㅠㅜ
ㅠㅜ
 
770 윤의식
770 윤의식770 윤의식
770 윤의식
 
Penentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaanPenentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaan
 
UU 28 2009
UU 28 2009UU 28 2009
UU 28 2009
 
X tag with web components - joe ssekono
X tag with web components - joe ssekonoX tag with web components - joe ssekono
X tag with web components - joe ssekono
 
770 윤의식 최종본
770 윤의식 최종본770 윤의식 최종본
770 윤의식 최종본
 
Data visualization
Data visualizationData visualization
Data visualization
 
Teens2 prueba 2
Teens2 prueba 2Teens2 prueba 2
Teens2 prueba 2
 
Perubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zatPerubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zat
 
How Games Make You Level Up In Your Real Life
How Games Make You Level Up In Your Real LifeHow Games Make You Level Up In Your Real Life
How Games Make You Level Up In Your Real Life
 
4 сарын зарлагын мэдээ
4 сарын зарлагын мэдээ4 сарын зарлагын мэдээ
4 сарын зарлагын мэдээ
 
Resume kuliah tamu
Resume kuliah tamuResume kuliah tamu
Resume kuliah tamu
 
Lembaga Keuangan
Lembaga KeuanganLembaga Keuangan
Lembaga Keuangan
 
Yeti
Yeti Yeti
Yeti
 
Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti - Bloqosfer 2011
Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti  - Bloqosfer 2011Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti  - Bloqosfer 2011
Azərbaycanda İnternet Reklam bazarının vəziyyəti - Bloqosfer 2011
 
AzTWI.com təqdimatı - statistikalar
AzTWI.com təqdimatı - statistikalarAzTWI.com təqdimatı - statistikalar
AzTWI.com təqdimatı - statistikalar
 
2 історія
2  історія2  історія
2 історія
 
Artikel ilmiah
Artikel ilmiahArtikel ilmiah
Artikel ilmiah
 

Semelhante a UU 21 1997

Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)Bbe Mee
 
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanPajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanAbu Tholib
 
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiatPp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiatJimmy Agung Silitonga
 
Tugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtbTugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtbibeth_rtk
 
Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai
Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea MateraiMakalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai
Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea MateraiUniversitas Muhammadiyah Gresik
 
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfPP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfnesyanurhalimah1
 
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptxdaniameida
 
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxPRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxIcha257332
 
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptxPenangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptxFaizRivaldy1
 
Pengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiPengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiLeks&Co
 
7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb
7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb
7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbbJosua Sitorus
 
ppt tugas hpl akbar.pptx
ppt tugas hpl akbar.pptxppt tugas hpl akbar.pptx
ppt tugas hpl akbar.pptxAkbarRachmaddi
 
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasiPeraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasippbkab
 
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANDwi Paris Caesar
 

Semelhante a UU 21 1997 (20)

Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
 
Uu 20 2000
Uu 20 2000Uu 20 2000
Uu 20 2000
 
Pertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajakPertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajak
 
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanPajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan
 
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiatPp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
 
Materi_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptxMateri_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptx
 
Tugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtbTugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtb
 
Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai
Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea MateraiMakalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai
Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai
 
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab SumbawaPerda PBB P2 Kab Sumbawa
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
 
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfPP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
 
Makalah perpajakan
Makalah perpajakanMakalah perpajakan
Makalah perpajakan
 
Bphtb present
Bphtb presentBphtb present
Bphtb present
 
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
 
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxPRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
 
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptxPenangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
 
Pengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiPengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker properti
 
7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb
7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb
7. pengembalian kelebihan dan sanksi pbb
 
ppt tugas hpl akbar.pptx
ppt tugas hpl akbar.pptxppt tugas hpl akbar.pptx
ppt tugas hpl akbar.pptx
 
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasiPeraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
 
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
 

Mais de Pajeg Lempung

Permendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desa
Permendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desaPermendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desa
Permendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desaPajeg Lempung
 
Permendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desa
Permendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desaPermendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desa
Permendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desaPajeg Lempung
 
Permendagri 84 2015 sotk pemdes
Permendagri 84 2015 sotk pemdesPermendagri 84 2015 sotk pemdes
Permendagri 84 2015 sotk pemdesPajeg Lempung
 
Permen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahan
Permen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahanPermen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahan
Permen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahanPajeg Lempung
 
Permen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumd
Permen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumdPermen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumd
Permen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumdPajeg Lempung
 
Permen.110 tahun 2016
Permen.110 tahun 2016Permen.110 tahun 2016
Permen.110 tahun 2016Pajeg Lempung
 
Permen no.47 th 2016 lampiran
Permen no.47 th 2016 lampiranPermen no.47 th 2016 lampiran
Permen no.47 th 2016 lampiranPajeg Lempung
 
Permen no.47 th 2016
Permen no.47 th 2016Permen no.47 th 2016
Permen no.47 th 2016Pajeg Lempung
 
Permen no.46 th 2016 lampiran
Permen no.46 th 2016 lampiranPermen no.46 th 2016 lampiran
Permen no.46 th 2016 lampiranPajeg Lempung
 
Permen no.46 th 2016
Permen no.46 th 2016Permen no.46 th 2016
Permen no.46 th 2016Pajeg Lempung
 
Peraturan mentri tentang pemerintah desa
Peraturan mentri tentang pemerintah desaPeraturan mentri tentang pemerintah desa
Peraturan mentri tentang pemerintah desaPajeg Lempung
 
Peraturan menteri desa no 5 tentang penetapan prioritas pembangunan desa
Peraturan menteri desa no 5  tentang penetapan prioritas pembangunan desaPeraturan menteri desa no 5  tentang penetapan prioritas pembangunan desa
Peraturan menteri desa no 5 tentang penetapan prioritas pembangunan desaPajeg Lempung
 
Indeks desa membangun-kementerian-desa
Indeks desa membangun-kementerian-desaIndeks desa membangun-kementerian-desa
Indeks desa membangun-kementerian-desaPajeg Lempung
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaPajeg Lempung
 
316397195 rab-siskeudes
316397195 rab-siskeudes316397195 rab-siskeudes
316397195 rab-siskeudesPajeg Lempung
 
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2Pajeg Lempung
 
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014Undang undang desa nomor 06 tahun 2014
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014Pajeg Lempung
 
Tata cara penyusunan apb des nkri berbagi
Tata cara penyusunan apb des   nkri berbagiTata cara penyusunan apb des   nkri berbagi
Tata cara penyusunan apb des nkri berbagiPajeg Lempung
 
Salinan -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...
Salinan  -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...Salinan  -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...
Salinan -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...Pajeg Lempung
 
Pp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desa
Pp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desaPp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desa
Pp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desaPajeg Lempung
 

Mais de Pajeg Lempung (20)

Permendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desa
Permendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desaPermendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desa
Permendagri no.83 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentiaan_perangkat_desa
 
Permendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desa
Permendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desaPermendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desa
Permendagri no.82 th_2015_tentang_pengangkatan_pemberhentian_kepala_desa
 
Permendagri 84 2015 sotk pemdes
Permendagri 84 2015 sotk pemdesPermendagri 84 2015 sotk pemdes
Permendagri 84 2015 sotk pemdes
 
Permen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahan
Permen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahanPermen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahan
Permen no81 th_2015_ tentang evaluasi_perkembangan_desa_kelurahan
 
Permen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumd
Permen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumdPermen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumd
Permen no 4_2015 pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran bumd
 
Permen.110 tahun 2016
Permen.110 tahun 2016Permen.110 tahun 2016
Permen.110 tahun 2016
 
Permen no.47 th 2016 lampiran
Permen no.47 th 2016 lampiranPermen no.47 th 2016 lampiran
Permen no.47 th 2016 lampiran
 
Permen no.47 th 2016
Permen no.47 th 2016Permen no.47 th 2016
Permen no.47 th 2016
 
Permen no.46 th 2016 lampiran
Permen no.46 th 2016 lampiranPermen no.46 th 2016 lampiran
Permen no.46 th 2016 lampiran
 
Permen no.46 th 2016
Permen no.46 th 2016Permen no.46 th 2016
Permen no.46 th 2016
 
Peraturan mentri tentang pemerintah desa
Peraturan mentri tentang pemerintah desaPeraturan mentri tentang pemerintah desa
Peraturan mentri tentang pemerintah desa
 
Peraturan menteri desa no 5 tentang penetapan prioritas pembangunan desa
Peraturan menteri desa no 5  tentang penetapan prioritas pembangunan desaPeraturan menteri desa no 5  tentang penetapan prioritas pembangunan desa
Peraturan menteri desa no 5 tentang penetapan prioritas pembangunan desa
 
Indeks desa membangun-kementerian-desa
Indeks desa membangun-kementerian-desaIndeks desa membangun-kementerian-desa
Indeks desa membangun-kementerian-desa
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
 
316397195 rab-siskeudes
316397195 rab-siskeudes316397195 rab-siskeudes
316397195 rab-siskeudes
 
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014 2
 
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014Undang undang desa nomor 06 tahun 2014
Undang undang desa nomor 06 tahun 2014
 
Tata cara penyusunan apb des nkri berbagi
Tata cara penyusunan apb des   nkri berbagiTata cara penyusunan apb des   nkri berbagi
Tata cara penyusunan apb des nkri berbagi
 
Salinan -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...
Salinan  -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...Salinan  -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...
Salinan -skb_3_menteri_percepatan_penyaluran_pengelolaan_dan_penggunaan_dana...
 
Pp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desa
Pp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desaPp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desa
Pp 47-tahun-2015-tentang-desa kumpulan-uu_desa
 

UU 21 1997

  • 1. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA , Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi masyarakat, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional; b. bahwa baik tanah yang mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa maupun bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang memperoleh suatu hak atasnya, oleh karena itu wajar bila mereka yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan diwajibkan membayar pajak kepada Negara; c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidak berlaku lagi, oleh karena itu pungutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924 Nomor 291 tidak dapat dilaksanakan; d. bahwa terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu dikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak; 2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan; 3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • 2. 4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat STB, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; 5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKBKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; 6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKBKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; 7. Surat Ketetapan bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKBLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang seharusnya terutang; 8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, yang dapat disingkat SKBN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar; 9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat SSB, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan; 10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; 11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketatapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang diajukan oleh Wajib Pajak; 12. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak; 13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II OBJEK PAJAK Pasal 2 (1) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. (2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pemindahan hak karena: 1) jual beli; 2) tukar menukar; 3) hibah; 4) hibah wasiat; 5) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya; 6) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 7) penunjukan pembeli dalam lelang; 8) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 9) hadiah. b. Pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak; 2) di luar pelepasan hak. (3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan;
  • 3. d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; f. hak pengelolaan. Pasal 3 (1) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh: a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri; d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. karena wakaf; f. karena warisan; g. untuk digunakan kepentingan ibadah. (2) Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III SUBJEK PAJAK Pasal 4 (1) Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. (2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini. BAB IV TARIF PAJAK Pasal 5 Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen). BAB V DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 6 (1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. (2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal: a. jual beli adalah harga transaksi; b. tukar menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut; c. hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut; d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak tersebut; e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar objek pajak tersebut; f. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang; g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut; h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut; i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut. (3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
  • 4. (4) Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan, Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Pasal 7 (1) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). (2) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 8 (1) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. (2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Kena Pajak. BAB VI SAAT DAN TEMPAT PAJAK YANG TERUTANG Pasal 9 (1) Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk: a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; b. tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; f. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang; g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan; i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; k. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta. (2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. BAB VII PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN Pasal 10 (1) Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. (2) Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri. (3) Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Pasal 11
  • 5. (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuran Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. Pasal 12 (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. Pasal 13 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila: a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga. (2) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua empat) bulan sejak saat terutangnya pajak. (3) Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagiamana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Pasal 14 (1) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. (2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. (3) Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 15 Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. BAB VIII KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN
  • 6. Pasal 16 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar; d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak. (6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak. (7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 17 (1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 18 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut. (3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 19 Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Pasal 20 (1) Atas permohonan Wajib Pajak, Menteri dapat memberikan pengurangan pajak yang terutang karena hal-hal tertentu. (2) Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. BAB IX PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
  • 7. Pasal 21 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak. (2) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. Pasal 22 (1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan: a. Surat Ketetapan bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang; b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabila jumlah pajak yang dibayar saman dengan jumlah pajak yang terutang. (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan serta Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (3) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar. (4) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. (5) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri. BAB PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK Pasal 23 (1) Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I. (2) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I. (3) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. (4) Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB XI KETENTUAN BAGI PEJABAT Pasal 24 (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. (2) Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. (3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Pasal 25 (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (2) Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
  • 8. Pemerintah. Pasal 26 (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap pelanggaran. (2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan. (3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 dengan segala perubahannya sepanjang mengenai pungutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap yang berupa tanah dan atau bangunan, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 28 Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1997 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1997 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MOERDIONO