4. STRATEGI SPESIFIK ELIMINASI MALARIA
Strategi spesifik Sasaran Tujuan Kegiatan Utama
•Kampanye kelambu berinsektisida secara
massal
•IRS di desa dengan API > 20 ‰ &
pengendalian vektor lain sesuai bukti lokal
•Perluasan Diagnosis Dini - Pengobatan
tepat
•Kelambu berinsektisida untuk
focus/kelompok berisiko tinggi
•Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan
komplit
•IRS pada KLB & pengendalian vektor lain
sesuai bukti lokal
•Penemuan kasus aktif
•Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan
komplit serta jejaringnya
• Penyelidikan Epid. setiap kasus &
respons dengan formula 1-2-5
•Pengamatan daerah reseptif dan
pengendalian vektor sesuai bukti lokal
•Penemuan kasus aktif - MBS
• Surveilans Migrasi
• Penyelidikan Epid. setiap kasus &
respons dengan formula 1-2-5
• Penguatan jejaring tatalaksana kasus
•Pengamatan daerah reseptif dan
pengendalian vektor sesuai bukti lokal
ELIMINASI daerah endemis rendah
menghentikan
penularan
setempat/
menghilangkan
kasus indigenus
PEMELIHARAAN daerah bebas malaria
mencegah
munculnya
penularan malaria
daerah endemis tinggi
(khususnya Papua,
Papua Barat, NTT,
Maluku)
AKSELERASI
menurunkan
jumlah kasus
secepat mungkin
INTENSIFIKASI
daerah yang
mempunyai fokus-
fokus (daerah endemis
sedang)
Menghilangkan
fokus aktif
6. 1. Notifikasi Kasus Positif Malarian (1)
Tujuan
untuk melakukan penanggulangan kasus
secara cepat sehingga tidak menimbulkan
penularan.
Waktu Pelaksanaan
Notifikasi kasus malaria pada daerah yang telah
masuk fase eliminasi dan pemeliharaan dalam
waktu 1X24 jam !
Metode
Notifikasi diberikan dari semua fasyankes yang
dapat melakukan diagnostik malaria ke
Puskesmas atau Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Notifikasi kasus malaria pada daerah yang telah masuk fase eliminasi dan
pemeliharaan dalam waktu 1X24 jam !
7. 1. Notifikasi Kasus Positif Malaria (2)
Alur Notifikasi
Notifikasi memuat informasi seperti nama penderita, jenis kelamin, hasil
diagnostik dll yang ada dalam formulir notifikasi kasus malaria
11. Tujuan penyelidikan kasus adalah untuk mengetahui
klasifikasi kasus
Waktu pelaksanaannya adalah selambat-lambatnya 1 hari
setelah kasus dinotifikasi.
Penyelidikan kasus malaria dilakukan dengan melakukan
wawancara kepada kasus menggunakan formulir wawancara
kasus. kegiatan wawancara dapat dilakukan di fasyankes
saat pasien datang maupun di tempat tinggal pasien.
Tujua
n
Waktu
Metod
e
2. Penyelidikan Epidemiologi (1)
A. Penyelidikan Kasus
13. 2. Penyelidikan Epidemiologi (3)
B. Survai Kontak
Tujuan
Survei kontak dilakukan untuk mengetahui luasnya penularan atau kejadian malaria.
Waktu Pelaksanaan
Survei kontak dilakukan setelah kasus diklasifikasikan dan dalam rentang waktu 2-4
hari.
Metode
Klasifikasi kasus menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus
dilaksanakan, setelah kasus diklasifikasikan langkah selanjutnya adalah melakukan
kontak survai, namun tidak semua kasus perlu dilakukan kontak survai, hal tersebut
dapat lebih jelas terlihat pada bagan dibawah ini:
14. Kontak survai dilakukan pada kasus:
1. penularan lokal (indigenous)
2. kasus import di daerah reseptif
3. kasus impor yang datang secara berkelompok.
Pengamatan faktor risiko dilakukan pada kasus:
1. penularan lokal (indigenous)
2. kasus import di daerah reseptif .
15. Kontak Survai pada Kasus
Indigenous
Seluruh anggota
keluarga/orang
yang tinggal
bersama penderita
Tetangga yang
tinggal dalam radius
200 m atau 5 rumah
sekitar penderita
(indeks kasus).
Teman yang
bekerja/Beraktivitas
dilingkungan yang
sama dengan
penderita
Survai kontak pada kasus indigenous dilakukan di sekitar tempat yang
dicurigai sebagai tempat penularan
16. Kontak Survai pada Kasus Impor
Kontak survai di
Daerah Reseptif
dilakukan pada
populasi berisiko
(seperti pada kasus
indigenous)
kontak survai pada
daerah non-reseptif
dilakukan pada seluruh
anggota kelompok atau
rombongan yang pergi
bersama dengan kasus
Kontak survai pada kasus impor dilakukan berdasarkan reseptifitas
suatu daerah
17. 2. Penyelidikan Epidemiologi (4)
C. Penyelidikan Faktor Risiko
Tujuan
Mengetahui faktor risiko lingkungan dan perilaku yang berhubungan
dengan penularan malaria
Waktu Pelaksanaan
Penyelidikan faktor risiko dilakukan dalam rentang waktu 2-5 hari
Tempat
Dilaksanakan di sekitar tempat yang dicurigai menjadi tempat
penularan
Metode
1. Pengamatan Lingkungan
2. Pengamatan Perilaku Masyarakat
18. C. Penyelidikan Faktor Risiko
Pengamatan lingkungan disekitar tempat
yang dicurigai sebagai tempat penularan
meliputi:
> Melakukan pemerikasaan jentik di tempat
perindukan nyamuk seperti lagoon, rawa, mata
air, sungai, sawah, dan genangan air lainnya
yang ada di alam serta pemetaannya.
Pengumpulan data entomologis.
> Bila reseptif tinggi (ditemukan tempat
perindukan yang positif larva Anopheles ≥1%
dan atau MBR-Man Biting Rate > 0,025 gigitan
nyamuk/orang/malam) dilakukan pengendalian
vektor yang sesuai
>Pengamatan lingkungan disertai juga dengan
pengumpulan informasi mengenai upaya
program pengendalian malaria setempat (IRS,
pembagian kelambu, larvaciding)
Pengamatan Perilaku
Masyarakat
Pengamatan perilaku
masyarakat dilakukan
dengan:
observasi perilaku penduduk
yang berpotensi terjadinya
penularan malaria
19.
20. C. Klasifikasi dan Pemetaan Fokus
2. Penyelidikan Epidemiologi (5)
Fokus diklasifikasikan menjadi tiga daerah fokus antara lain:
oFokus Aktif
Fokus aktif merupakan daerah reseptif yang masih terdapat
penularan setempat dalam waktu satu tahun berjalan.
oFokus Non Aktif
adalah daerah reseptif malaria yang tidak terdapat penularan
dalam tahun berjalan hingga 2 tahun sebelumnya.
oFokus Bebas
Fokus Bebas adalah daerah reseptif yang tidak ada penularan
dalam waktu 3 tahun berturut-turut.
28. 1. Fokus Aktif
a. Pemantauan minum obat dan follow up pengobatan pada hari ke 4-7-14-21-28-
(+90 untuk vivax)
b. Jika ditemukan kasus kedua yang berhubungan dengan kasus pertama dilakukan
kunjungan rumah setiap hari selama 1 bulan (2 kali masa inkubasi)
c. Pengendalian vektor dilakukan dengan pembagian kelambu dan pengendalian
vektor lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat seperti IRS dan Larvaciding
serta manajemen lingkungan
d. Promosi kesehatan
e. Melakukan analisis kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan oleh lintas
program/sektor terkait sesuai permasalahan penularan malaria di daerah tersebut.
29. 2. Fokus Non-Aktif
a. Pemantauan minum obat dan follow up pengobatan pada hari ke 4-7-14-21-28-
(+90 untuk vivax)
b. Jika ditemukan kasus kedua yang berhubungan dengan kasus pertama dilakukan
kunjungan rumah setiap hari selama 1 bulan (2 kali masa inkubasi)
c. Pengendalian vektor dilakukan dengan pembagian kelambu dan pengendalian
vektor lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat seperti IRS dan Larvaciding
serta manajemen lingkungan
d. Promosi kesehatan
e. Melakukan analisis kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan oleh lintas
program/sektor terkait sesuai permasalahan penularan malaria di daerah tersebut.
f. Penguatan Surveilans Migrasi
30. 3. Penanggulangan Daerah
Fokus Bebas
a. Penguatan Diagnostik Malaria
• Pemeriksaan Lab Menggunakan
Mikroskop
• Kemampuan Mikroskopis di fasyankes
minimal level 3.
• Menunjuk petugas uji silang melalui SK
kepala dinas di seluruh kab dan provinsi
• uji silang sediaan darah di laboratorium
rujukan kabupaten, bila hasil
pemeriksaan berbeda (discordence) uji
silang dilanjutkan di laboratorium rujukan
provinsi
31. b. Penguatan Tatalaksana malaria
dan jejaringnya
• Di wilayah (puskesmas) yang reseptif dan atau
vulnerabel, penemuan penderita secara dini
dilakukan secara Pasive Case Detection (PCD),
Active Case Detection (ACD) dilaksanakan pada
saat situasi khusus
• Perlu adanya penetapan Fasyankes dan Focal
point untuk diagnosis, tatalaksana kasus dan
logistik malaria.
• Perlu adanya hotline penatalaksanaan kasus.
• Audit kematian Malaria
32. c. Surveilans Vektor di daerah
reseptif
• Pemantauan nyamuk Anopheles (larva dan
ataunyamuk dewasa) secara berkala, minimal 6 bulan
sekali.
• Untuk daerah reseptif dan atau vulnerabel dilakukan
kegiatan pengendalian vektor yang sesuai
33. D. Penguatan Surveilans Migrasi
• Melakukan pengamatan terus menerus terhadap penduduk dengan
riwayat perjalanan atau sedang melakukan perjalanan baik dari atau ke
daerah endemis malaria
• Kegiatan yang dilakukan meliputi : penemuan kasus secara pasif
maupun aktif, dengan pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah
pada pelaku perjalanan, penyuluhan, notifikasi silang, monitoring dan
evaluasi
• Berkoordinasi dengan KKP dalam kegiatan surveilans migrasi di pintu
masuk
Logistik
Laporan
Notifikasi
Pelatihan
Surveilans Vektor
34. E. Penguatan kemandirian masyarakat dalam
mencegah munculnya kasus baru malaria.
• Melaksanakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
untuk kebersihan lingkungan.
• Mengaktifkan peran keluarga dalam mengenali gejala
malaria dan pencegahannya.
• Mengaktifkan peran Kader/Juru Malaria Desa (JMD)
dalam pengamatan kasus, jentik, tempat perindukan,
migrasi (penduduk yang datang dan pergi) diwilayahnya.
• Mengaktifkan masyarakat terlibat dalam perencanaan dan
pemanfaatan dana desa.
• Penguatan organisasi masyarakat yang terintegrasi untuk
pencegahan penyakit tular vektor (Posmaldes, kelompok
pengajian, poskesdes, pos bindu, dsb)
35. PETUGAS YANG PERNAH DILATIH
SISMAL VERSI 2(ON LINE) TAHUN
2018
NO NAMA ASAL
1 SUHARDI
WARDONO,S.SOS
DINKES KAB TULUNGAGUNG
2 ENDAH WIJI ASTUTI RSUD dr Iskak Tulungagung
3 Siti Choliifah , Amd AK PKM Besole Kab Tulungagung
4 Arvita Ernawati, Amd PKM Campurdarat
Tulungagung
40. DIAGNOSA MALARIA
DEMAM
1 BULAN TERAKHIR BARU PULANG DARI DAERAH
ENDEMIS MALARIA, BARU DATANG DARI TEMPAT
TINGGAL DI DAERAH ENDEMIS MALARIA, PERNAH
SAKIT MALARIA
PERIKSA LABORAT (DARAH)
Notas do Editor
Kasus relaps adalah kasus kekambuhan yang bukan disebabkan gigitan kembali nyamuk infektif malaria, biasanya terjadi pada plasmodium vivax akibat masih adanya hipnozoid di dalam hati
a) Indigenous: adalah kasus malaria positif yang penularannya terjadi di wilayah setempat dan tidak ada bukti langsung berhubungan dengan kasus impor. Secara teknis, kasus malaria indigenous adalah kasus tersangka malaria yang tidak memiliki riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dalam empat minggu sebelum sakit dan hasil pemeriksaan sediaan darah adalah positif malaria.
b) Impor: adalah kasus malaria positif yang penularannya terjadi di luar wilayah. Secara teknis kasus malaria impor adalah kasus tersangka malaria dengan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dalam 4 minggu terakhir sebelum menderita sakit dan hasil pemeriksaan sediaan darah adalah positif malaria
c) Induced (Kongenital, Transfusi): adalah kasus malaria yang penularannya tidak melalui nyamuk (melalui plasenta dari ibu ke janin dan transfusi darah)
Pengamatan RESEPTIF melalui pengamatan jentik, jika jentiknya di permukaan, maka merupakan jentik anopheles