1. TEBANG PILIH TANAM
INDONESIA (TPTI)
Oleh :
Linda Budiarti (DKT/1462)
Nunik Dayu Astuti (DKT/1464)
Widyastika Anggi Ricasiwi (DKT/1466)
Gesang Arbaraka (DKT/1468)
Fierdaz Sabda Apriliandi (DKT/1470)
2. SEJARAH TPTI
Direktur
Surat Keputusan
Jendral TPI , THPA,
No.
Kehutanan THPB
485/Kpts/II/1989
(1976)
SK Dirjen
Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan
P.9/VI/BPHA/2009 Pengusahaan Hutan No. 564/Kpts/IV-
tanggal 21 Agustus No. 151/Kpts/IV- BPHH/1989 dan
2009, sehingga Lahirlah BPHH/1993 Lahirlah TPTI
TPTI 2009 ( saat ini ) Penyempurnaan TPTI
1989
3. RINCIAN SEJARAH TPTI
Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) menyatakan bahwa sistem-sistem silvikultur
dalam eksploitasi hutan adalah Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Habis
dengan Permudaan Alam (THPA) dan Tebang Habis dengan Permudaan Buatan
(THPB). Sebagai usaha penyempurnaan sistem silvikultur untuk pengusahaan
hutan alam produksi, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan No.
485/Kpts/II/1989 tentang Sistem Silvikultur Pengelolaan Hutan Alam Produksi
Indonesia. SK inikemudian ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan
No. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI) dan disempurnakan dengan Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No.
151/Kpts/IV-BPHH/1993 tentang Pedoman dan Petunjuk Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI) pada hutan alam dratan.
TPTI mengalami penyempurnaan yaitu dengan diterbitkannya pedoman TPTI yang
dituangkan dalam SK. Dirjen Pengusahaan Hutan Nomor 151/Kpts-BPHH/1993
tanggal 13 Oktober 1993 (Anonim, 1993), kemudian SK. Dirjen ini diganti dengan
SK. Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor P.9/VI/BPHA/2009 tanggal 21
Agustus 2009.
4. APA ITU TPTI ?
Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur
yang mengatur cara penebangan dan permudaan
buatan. Sistem silvikuktur ini merrupakan sistem
yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada hutan alam
produksi dan pada hutan-hutan alam yang tak
seumur di Indonesia, kecuali untuk hutan payau.
Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pengelolaan
hutan, sistem silvikultur merupakan sarana utama
untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan
komposisi yang dikehendaki. Pelaksanaan suatu
sistem silvikultur yang sesuai dengan lingkungan
setempat telah menjadi tuntutan demi terwujudnya
pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
5. TUJUAN TPTI APA?
Tujuan dari sistem silikultur tebang pilih tanam
Indonesia adalah untuk mengatur
pemanfatan hutan alam prroduksi., serta
meningkatkan nilai hutan baik kualitas
maupun kuantitas pada areal bekas
tebangan untuk rotasi tebang berikutnya
agar terbentuk tegakan hutan campuran
yang diharapakan dapat berfungsi sebagai
penghasil kayu dan penghara industri secara
lestari.
6. PERBEDAAN SISTEM TPI DAN TPTI
• Perbedaan yang mencolok antara sistem TPTI
dibanding dengan sistem TPI adalah secara politis
pemerintah menekankan perlunya pembinaan
hutan, pemungutan dan pembinaan hutan harus
seimbang. Pemegang HPH diwajibkan untuk
melengkapi unit organisasi pembinaan hutan,
yang terpisah dengan unit logging, tenaga teknis
kehutanan menengah yang terampil dalam
jumlah yang cukup dan anggaran yang memadai
untuk kegiatan pembinaan hutan.
7. DASAR-DASAR KONSEP TPTI
Dasar-dasar konsepsi TPTI meliputi cara penebangan dengan limit diameter dan permudaan
hutan alam produksi serta meningkatkan nilai hutan, baik kualitas maupun kuantitas pada
bekas areal tebangan berikutnya agar terbentuk tegakan campuran yang diharapkan dapat
menghasilkan kayu untuk keperluan industri secara lestari. Tujuan tersebut dicapai dengan
menerapkan tekni-teknik silvikultur pada permudaan alam dengan memperhatikan :
• - Pengaturan komposisi jenis pohon penyusun tegakan campur di dalam hutan yang lebih
menguntungkan dari segi ekologi dan ekonomi.
• - Pengaturan struktur tegakan, kepadatan tegakan yang optimal yang diharapkan untuk
meningkatkan potensi yang ada.
• - Tetap terjaminnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan pengawetan tanah.
• - Tetap terjaganya fungsi perlindungan hutan.
• Namun demikian dasar asumsi TPTI adalah sama dengan TPI, yaitu bahwa tegakan tinggal
(residual stand) mempunyai cukup stok pohon jenis komersial yang berdiameter 20 cm ke
atas yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh menjadi tegakan yang sehat yang dapat
dipungut hasilnya secara ekonomis dalam kurun waktu 35 tahun yang akan datang. Asumsi
dasar inilah yang sebenarnya perlu dipertimbangkan lagi, karena hampir pasti bahwa
asumsi dasar ini tidak lagi valid.
8. •
KONSEP TPTI 1989 sebagai berikut:
Rangkaian kegiatan pada sistem TPTI secara keseluruhan adalah
1. Penetapan Areal Kerja (E-3)
2. ITSP (E-2)
3. Pembukaan Wilayah Hutan (E-1)
4. Penebangan (E)
5. Pembebasan (E+1)
6. Inventarisasi Tegakan Tinggal (E+2)
7. Pengadaan Bibit (E+2)
8. Penanaman / Pengayaan (E+2)
9. Pemeliharaan Tahap Pertama (E+3)
10. Pemeliharaan Lanjutan
Pembebasan (E+4)
Penjarangan (E+9)
Penjarangan (E+14)
Penjarangan (E+19)
11. Perlindungan dan Penelitian (Terus-menerus)
9. KONSEP TPTI 1993
• Pengelolaan hutan alam produksi dengan sistem silvikultur TPTI mengikuti tahaptahap
• sebagai berikut (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993):
• 1. Penataan Areal Kerja (Et-3)
• 2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (Et-2)
• 3. Pembukaan Wilayah Hutan (Et-1)
• 4. Penebangan (Et)
• 5. Perapihan (Et+1)
• 6. Inventarisasi Tegakan Tingggal (Et+2)
• 7. Pembebasan Tahap I (Et+2)
• 8. Pengadaan bibit (Et+2)
• 9. Pengayaan/rehabilitasi (Wt+3)
• 10. Pemeliharaan tanaman (Et+3,4,5)
• 11. Pembebasan Tahap II dan III (Et+4,6)
• 12. Penjaranagan tegakan tinggal (Et+10,15,20)
Dirjen Kehutanan (1990) menyatakan bahwa dalam sistem TPTI kegiatan pemanenan
kayu harus meninggalkan sekurang-kurangnya 25 pohon per hektar sebagai pohon inti dari jenis
komersil dengan diameter 20 cm. Pohon inti ini diharpakan akan memberntuk tegakan utama
yang akan ditebang pada rotasi berikutnya.
10. PEDOMAN PELAKSANAAN TPTI 2009
• Tahap Kegiatan :
1. Penetapan Areal Kerja (PAK)
2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan
(ITSP)
3. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
4. Pemanenan
5. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Pengayaan
6. Pembebasan Pohon Binaan
7. Perlindungan dan Pengamanan Hutan
11. 1. PENATAAN AREAL KERJA (PAK)
1.1. Prinsip
• 1) Menata areal ke dalam blok dan petak kerja tahunan berdasarkan RKUPHHK.
• 2) Dilakukan tidak lebih dari 4 tahun sebelum pemanenan.
• 3) Dibentuk sebagai satu bagian hutan khusus untuk regime TPTI.
1.2. Perencanaan
• 1) Mempedomani RKUPHHK yang telah disahkan.
• 2) Membagi areal kerja ke dalam blok-blok kerja tahunan dan petakpetak kerja.
• 3) Sesuaikan jumlah blok dan petak kerja dengan siklus tebang yang ditetapkan.
• 4) Sesuaikan bentuk dan luas blok dan petak kerja dengan kondisi lapangan.
• 5) Gunakan angka romawi untuk menandai setiap blok kerja sesuai rencana tahun penebangan,
sedangkan petak kerja diberi angka secara berurutan dari petak pertama sampai petak terakhir.
• 6) Buat rencana tata batas blok dan petak kerja.
• 7) Buat peta rencana PAK dengan skala minimal 1 : 10.000.
1.3. Pelaksanaan
• Buat Prosedur Operasi Standar (POS) Kerja untuk PAK berdasarkan
• prinsip pada angka 1.1. di atas.
12. 2. ITSP (INVENTARISASI TEGAKAN SEBELUM PENEBANGAN )
2.1. Prinsip
• 1) Risalah hutan dengan intensitas 100 % untuk pohon niagawi dengan diameter >
40 cm dan pohon yang dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku.
• 2) Dilakukan sebelum penyusunan Usulan RKTUPHHK.
2.2. Perencanaan
• 1)Buat rencana jalur-jalur inventarisasi pada setiap petak kerja yang ada di dalam
blok RKT, berdasarkan peta hasil PAK.
• 2)Buat semua jalur ukur dalam petak searah (misal Utara - Selatan).
• 3)Siapkan daftar ukur yang diperlukan untuk mencatat hasil ITSP.
• 4)Buat peta rencana ITSP skala 1 : 5.000.
2.3. Pelaksanaan
• Buat Prosedur Operasi Standar (POS) Kerja untuk ITSP berdasarkan
• prinsip pada angka 2.1. di atas, dan sekaligus membuat peta kontur
• dan sebaran pohon skala 1 : 1.000.
13. 3. PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH)
3.1. Prinsip
• Efisien, efektif, tertib, dan ramah lingkungan.
3.2. Perencanaan
• 1) Buat rencana PWH berdasarkan peta blok RKT. 5
• 2) Buat rencana trace jalan angkutan dan jalan sarad berdasarkan
peta kontur hasil ITSP.
• 3) Buat rencana lokasi base camp, TPK, Tpn, pondok kerja, dan lain-
lain.
3.3. Pelaksanaan
• Buat Prosedur Operasi Standar (POS) Kerja PWH berdasarkan
prinsip
• pada angka 3.1. di atas.
14. 4. PEMANENAN
4.1. Prinsip
• 1) Memanen tidak boleh melebihi riap.
• 2) Efisien, efektif, tertib, dan ramah lingkungan.
• 3) Perapihan tidak dilakukan pada areal Hutan Produksi Terbatas.
4.2. Perencanaan
• 1) Penebangan dilakukan berdasarkan peta sebaran pohon skala 1 :1.000.
• 2) Penebangan dilaksanakan pada petak tebangan dalam blok RKT yang telah
disahkan.
• 3) Perapihan dilaksanakan setelah pelaksanaan pemanenan sekaligus
mengidentifikasi lokasi pengayaan.
4.3. Pelaksanaan
• 1) Buat Prosedur Operasi Standar (POS) Kerja untuk Pemanenan berdasarkan
prinsip pada angka 4.1. di atas.
• 2) Alat-alat pemanenan mengikuti peraturan yang berlaku.
15. 5. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
TANAMAN PENGAYAAN
5.1. Prinsip
• 1) Memulihkan produktivitas areal tidak produktif pada
blok RKT. 6
• 2) Menggunakan bibit jenis lokal unggulan setempat.
5.2. Perencanaan
• 1) Buat dan kelola persemaian dengan mengutamakan bibit
jenis lokal.
• 2) Buat peta rencana pengayaan berdasarkan hasil
perapihan. 5.3. Pelaksanaan Buat Prosedur Operasi Standar
(POS) Kerja Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Pengayaan berdasarkan prinsip pada angka 5.1. di atas.
16. 6. PEMBEBASAN PHON BINAAN
6.1. Prinsip
• 1) Meningkatkan riap pohon binaan.
• 2) Pohon binaan bisa berasal dari permudaan alam dan tanaman pengayaan.
• 3) Tidak dilakukan pada areal Hutan Produksi Terbatas.
6.2. Perencanaan
• 1) Menetapkan pohon terbaik sebagai pohon binaan di petak kerja.
• 2) Membebaskan pohon binaan dari tanaman pesaing.
• 3) Membuat peta sebaran pohon binaan hasil pembebasan.
6.3. Pelaksanaan
• 1) Buat Prosedur Operasi Standar (POS) Kerja untuk Pembebasan Pohon Binaan
berdasarkan prinsip pada angka 6.1. di atas,
• 2) Pembebasan pohon dapat menggunakan antara lain arborisida yang ramah
lingkungan khusus pohon besar.
17. 7. PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN
7.1. Prinsip
• 1) Pengendalian hama dan penyakit, perlindungan hutan dari
kebakaran hutan, perambahan hutan, dan pencurian hasil hutan.
• 2) Memberikan kepastian usaha dalam pengelolaan hutan produksi.
7.2. Perencanaan
• Menyusun rencana perlindungan dan pengamanan hutan secara
periodik dalam 1 periode RKT.
7.3. Pelaksanaan
• Buat Prosedur Operasi Standar (POS) Kerja Perlindungan dan
• Pengamanan Hutan berdasarkan prinsip pada angka 7.1. di atas.
18. KESIMPULAN
Kesimpulannya adalah bahwa kinerja sistem TPTI yang diterapkan
di Indonesia saat ini pada aspek pelestarian hasil hutan belum nampak
memuaskan. Dua masalah pokok yang nampak jelas pada sistem ini
yaitu :
• 1. Berkaitan dengan kondisi hutannya sendiri, yaitu disamping kualitas
dan kuantitas minimum dari tegakan tinggal selalu tidak mencukupi,
juga kecepatan tumbuhnya tidak seperti yang diharapkan.
• 2. Berhubungan dengan aspek kelembagaannya, bobot kerja untuk
melakukan pengawasan cukup berat sehingga sulit untuk mengontrol
kepatuhan para pemegang IUPHHK pada ketentuan TPTI itu sendiri,
terutama persyaratan untuk melakukan tanaman pengayaan dan
penyulaman pada areal IUPHHK. Akibat yang timbul adalah merosotnya
kualitas tegakan hutan setelah siklus tebangan pertama.
19. DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1990. Pedoman dan Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 2009. Pedoman dan Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
http://mukti-aji.blogspot.com
http://www.silvikultur.com
Atau bisa juga anda download di http://gesangsharewithyou.blogspot.com
20. TERIMA KASIH ATAS KESEMPATAN YANG
TELAH DIBERIKAN KEPADA KAMI
SEE YOU NEXT TIME (~^_^)~