SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 9
Baixar para ler offline
  1
ANALISIS INDUSTRI KEHUTANAN
DAN IMPLIKASI BAGI BUMN KEHUTANAN
Biro Riset LM FEUI
Industri Kehutanan Dunia
Produk kehutanan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok utama
yaitu pulp, paper dan sawn timber. Eksportir produk kehutanan terbesar dunia
masih didominasi negara maju seperti Kanada, Swedia, Finlandia dan Russia
sebagai 4 besar. Kecuali Russia yang memiliki lahan hutan yang relatif luas,
ketiga negara lainnya tidak memiliki lahan seluas Brazil misalnya yang hanya
menampati posisi 8 (delapan) dunia. Dominasi negara maju dapat terjadi karena
utilisasi kapasitas produksi yang lebih tinggi dan efektif. Sehingga dari lahan
yang relatif “terbatas” bisa menghasilkan volume produksi yang lebih tinggi.
Gambar 1. Eksportir Utama Dunia untuk Produk Kehutanan
Sumber: FAO & PPI in Skogsindustrierna, The Swedish Forest Industry Facts &
Figures 2009, April 2010
Gambar 2. Persebaran Hutan Dunia
Sumber: FAO in Skogsindustrierna, The Swedish Forest Industry Facts &
Figures 2009, April 2010
  2
Di antara semua negara produsen kehutanan terbesar dunia, Swedia
adalah yang paling berorientasi ekspor. 85 persen produksi pulp & paper dan 70
persen produksi sawn timber mereka dilempar ke pasar ekspor terutama ke
kawasan Eropa. Hanya 25% ekspor pulp & paper dan 35% ekspor sawn timber
Swedia yang keluar dari Eropa. Yang patut dikagumi adalah Swedia hanya
memiliki lahan hutan sekitar 1 % dari total luas hutan dunia (sekitar 39.5 juta
hektar) namun menghasilkan 6% volume produksi sawn timber dunia, 3%
produksi kertas dunia dan 6% produksi pulp dunia. Industri kehutanan Swedia
termasuk efisien dan produktif. Karena jika dilihat lebih jauh, hanya sekitar 39%
total lahan hutan di Swedia yang dimiliki dan dikelola secara intensif oleh
perusahaan (25% swasta dan 14% BUMN).
Gambar 3. Profil Pangsa Dunia untuk Produksi Kehutanan Swedia
Sumber: Swedish Forest Industries Federation (Skogsindustrierna), The
Swedish Forest Industry Facts & Figures 2009, April 2010
Gambar 4. Persebaran Kepemilikan Hutan di Swedia
Sumber: Swedish Forest Agency in Skogsindustrierna, The Swedish Forest
Industry Facts & Figures 2009, April 2010
  3
Krisis ekonomi global akhir 2008 juga memukul industri kehutanan terutama
yang berbasis di Eropa dan Amerika Serikat. Produksi kertas di Amerika Serikat
dan Eropa secara umum turun 10%. Secara khusus Kanada mengalami
penurunan 19%, Swedia turun 6% dan Finlandia turun 22%. Untuk kawasan
Eropa, misalnya permintaan akan kertas khususnya di industri media dan
publikasi sudah menurun sementara peluang bagi produsen Eropa untuk
melakukan ekspor keluar ke kawasan lain relatif terbatas karena biaya produksi
yang lebih mahal. Jenis kertas yang permintaannya masih bertumbuh untuk
kawasan Eropa hanyalah hygiene paper (seperti tissue). Pasar pulp Eropa juga
turut melemah, banyak produsen melakukan penghentian produksi dan
penurunan harga untuk sekedar menghabiskan persediaan yang sudah
menumpuk dari jadwal produksi sebelumnya. Namun sejak semester kedua
2009, level persediaan pulp sudah relatif “sehat” dan pasar pun terus bergerak
membaik.
Pasar pulp dunia meningkat sebesar 1% pada 2009. Namun jika dilihat
secara detail, produk pulp berbasis softwood (yang di dominasi produsen asal
Amerika Utara) cenderung menurun, sementara yang berbasis hardwood
cenderung meningkat. Kalau melihat berdasarkan wilayah, pasar Eropa,
Amerika Serikat dan Jepang mengalami penurunan, sementara China justru
meningkat permintaannya lebih dari 40% karena dipicu terus bertumbuhnya
kapasitas manufaktur kertas di negara tersebut. Sekitar 40% area hutan di China
dikuasai oleh negara dan BUMN-nya, namun penebangan berlebihan,
ketidakjelasan fungsi BUMN kehutanan China antara misi perlindungan dan
pemanfaatan komersial dan ditambah dengan ¾ wilayah yang tanamannya
belum mencapai usia tebang optimal membuat produktivitas lahan pemerintah
menjadi rendah.
Kedepan, trend pengelolaan bisnis kehutanan akan bergeser filosofinya
dengan memandang penting ekosistem sebagai penyedia berbagai jasa bagi
umat manusia, contohnya, hutan akan dipandang sebagai aset yang berguna
untuk — pengendalian air, klimatologi, habitat berbagai species, dan sarana
rekreasi — yang nilainya akan dipandang lebihg tinggi dari sekedar nilai jual
kayu yang dikandungnya. Di masa datang perusahaan kehutanan sekalipun,
mungkin akan lebih memilih tidak menebang pohon namun mengelolanya
sebagai sumber daya yang berkelanjutan.
Saat ini berbagai negara mulai menaruh perhatian lebih pada upaya
konservasi hutan. Negara seperti Costa Rica misalnya, memiliki sistem national
payment di mana pemerintah membuat sebuah central fund yang uangnya
digunakan untuk memberi kompensasi kepada para pemilik tanah untuk
melindungi atau merestorasi lahan mereka untuk jangka waktu 15-tahun.
Sumber dana berasal dari sumbangan swasta, alokasi penerimaan pajak BBM
(15%), pinjaman dari institusi internasional seperti Bank Dunia dan dana dari
LSM seperti WWF. Banyak negara lain yang memiliki sistem yang relatif serupa
seperti Bhutan, Meksiko, Brazil, Kolombia, Ekuador dan El Salvador. Dalam
skala kecil, perhatian akan konservasi juga mulai menyebar di negara maju
seperti Amerika Serikat yang selama ini relatif kurang peduli.
  4
Industri Kehutanan Indonesia
Secara geografis, letak Indonesia di garis Khatulistiwa memang
menguntungkan karena memiliki hutan tropis dengan kayu yang berkualitas
tinggi. Bahkan luas lahan hutan di Indonesia diperkirakan oleh FAO (UN Food
and Agriculture Organization) mencapai 60% dari luas daratan, meskipun saat
ini terus mengalami degradasi akibat alih fungsi hutan. Hutan Indonesia pun
dikenal sebagai paru-paru dunia karena melingkupi 10% dari total areal hutan
tropis dan sumber hutan terbesar di wilayah Asia menjadi filter natural
respiratory system dunia yang dapat mengubah polusi CO2 menjadi O2. Oleh
karena itu sesungguhnya tidak semua kawasan hutan Indonesia dapat menjadi
lahan usaha untuk penyediaan kayu dengan alasan lingkungan hidup. Kawasan
hutan lindung (undisturbed forests) tertutup untuk usaha penyediaan kayu dan
alih fungsi lahan hutan. Peluang industri kehutanan sangat bergantung pada
lahan kelola (logging/managed forests) dan pengelolaan sumber daya hutan itu
sendiri. Masih menurut FAO, Indonesia juga mempunyai kawasan hutan yang
tidak produktif (unproductive forests). Hitungan FAO pada tahun 1981,
undisturbed forest sebesar 34% dari luas hutan, managed forest 30% dan
sisanya 36% merupakan unproductive forest. Komposisi ini tentu saja sudah
jauh berubah dengan meningkatnya populasi dan alih fungsi hutan. Secara
logika, melihat begitu luas lahan hutan yang dimiliki, semestinya Indonesia
menjadi produsen dan eksporter kayu (tropical hardwood) terbesar di Asia.
Indonesia diakui sebagai negara yang memiliki hutan tropis terbesar
ketiga di dunia dengan luas kawasan hutan mencapai 133,69 juta ha pada tahun
2007 dan luas kawasan hutan ini terus meningkat hingga mencapai 133,84 juta
ha pada tahun 2009. Produk utama hutan adalah kayu yang kemudian
dimanfaatkan untuk keperluan domestik dan juga dikonversi menjadi produk
kayu olahan untuk ekspor. Hasil produksi kayu hutan Indonesia (logging)
cenderung mengalami peningkatan hingga 128% pada tahun 2007 jika
dibandingkan dengan tahun 2000 atau meningkat 44,51% (yoy) meskipun
sempat tumbuh negatif 10,03% (yoy) pada tahun 2006 (Gambar 5.1). Dan nilai
produksi ini terus meningkat terlihat dari meningkatnya pertumbuhan subsektor
kehutanan pada PDB hingga tahun 2009 sebesar 1,51% (yoy), (Gambar 5.2).
Meskipun produksi kayu (logging) ini terus meningkat, namun produksi kayu
olahan seperti kayu lapis dan kayu gergaji justru mengalami penurunan. Pada
tahun 2007 ketika produksi kayu tumbuh 44,51% (yoy), produksi kayu lapis dan
kayu gergaji justru turun masing-masing 9,38% dan 22,68%. Celah yang
semakin besar antara hasil produksi kayu olahan (kayu lapis, kayu gergaji, dll)
dengan hasil produksi bahan input yaitu kayu gelondongan (logging)
menunjukkan pengelolaan hutan yang buruk. Illegal logging dan penyelundupan
kayu gelondongan ke luar negeri masih menjadi permasalahan terkait celah
yang semakin besar tersebut.
  5
Gambar 5.1. Produksi Kayu
Sumber: CEIC, diolah
Sumber: CEIC, diolah
Kinerja produk kayu olahan yang menurun juga ditunjukkan oleh nilai
ekspor yang terus tumbuh negatif sejak tahun 2006 hingga 2009 (Gambar 5.3).
Selain itu, nilai ekspor beberapa komoditas hasil produk turunan kayu lainnya
seperti potongan kayu, kertas dan gabus juga tidak memberikan kontribusi yang
signifikan total ekspor bahkan cenderung turun (Gambar 5.4). Penurunan ekspor
ini disebabkan oleh relatif turunnya harga komoditas produk olahan kayu ini di
pasar dunia. Selain pengaruh harga komoditas di pasar dunia, penurunan nilai
ekspor disebabkan oleh pemanfaatan hasil hutan lebih diutamakan untuk
memenuhi konsumsi dalam negeri yang cenderung meningkat meskipun tidak
signifikan. Konsumsi kayu olahan ini mencapai 68,29% pada tahun 2007 jika
dibandingkan dengan tahun 2000.
  6
Sumber: CEIC, diolah
Gambar 5.4. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Kayu
Sumber: CEIC, diolah
Gambar 5.5. Harga Rata-rata Tahunan
  7
Sumber: CEIC, diolah
Secara ekonomi, konsep produksi pada Industri kehutanan (forestry
industry) mempunyai karakteristik khusus. Pertama, output yang dihasilkan
adalah hasil pelepasan sumber daya alam (natural resources). Output tersebut
bisa tanpa dilakukan proses lebih lanjut (primary commodity) seperti
unprocessed sawnwood atau juga yang melalui proses lanjutan (final good)
untuk sampai ke pasar, misalnya hard sawnwood dan plywood. Karakter kedua
adalah tersedianya bahan produksi industri kehutanan sangat bergantung pada
tata kelola lahan hutan karena berkaitan dengan tempo proses pembaharuan
pohon (renewable lag). Setidaknya perlu waktu 5-8 tahun agar kayu siap
ditebang sejak penanaman kawasan hutan. Sampai periode tersebut, seolah
tidak ada aktivitas produksi selain perawatan hutan apabila tata kelola
pembaharuan hutan tidak dilakukan secara segmentasi waktu bergilir
berdasarkan kawasan (kawasan hutan dibagi menjadi beberapa bagian
mengikuti umur pematangan tanaman). Jika terjadi keterlambatan dalam proses
pembaharuan hutan melalui reboisasi jelas akan mengganggu alur produksi
output berupa kayu (sawnwood).
Ada pergeseran tren permintaan dunia terhadap output hutan. Harga kayu
tanpa olahan mengalami penurunan, seringkali terkena isu lingkungan hidup
dan pembalakan liar (illegal logging) menyebabkan produk kayu olahan sulit
memasuki pasar tanpa hambatan. Sementara harga kayu olahan seperti hard
sawnwood dan plywood terus mengalami kenaikan. Industri pengolahan kayu
nampaknya tidak berani menanggung beban eksternalitas negatif akibat
masalah lingkungan hidup dan penegakan hukum. Tidak mudah menangkal
tindakan melawan hukum terutama di kawasan yang jauh dari jangkauan karena
membedakan antara pembalakan resmi dan tidak resmi bukan perkara mudah.
Selain penyediaan kayu, industri kehutanan sebenarnya berpeluang
dikembangkan pada usaha turunan dengan penyediaan produk-produk lain,
seperti misalnya pemberian sewa hak-hak pengelolaan hutan dan lahan yang
dialihfungsikan ke perkebunan, industri agro dan bahan baku manufaktur atau
industri (pulp). Transformasi bisnis inti industri kehutanan dari penyediaan kayu
 
stagnann 
  8
menjadi pengelola lahan (landlord) harus diikuti dengan tata kelola hutan yang
teguh pada aturan main. Misalnya, pembaharuan sumber (resource renewability)
hutan tetap harus dilakukan bilamana hak pengelolaan hutan tersebut nantinya
berakhir. Namun, ada kemungkinan terjadi dua problem dasar. Pertama,
problema tragedy of common dapat terjadi di sini, yakni pada luas managed
forests yang konstan tetapi pelaku pengelolaan hutan bertambah justru akan
semakin menurunkan produktivitas lahan hutan. Konsep tata ruang lahan hutan
harus ditetapkan dan dipatuhi oleh para penyewa (tenant) agar tidak terjadi
dampak negatif menyebar (negative spill over) yang justru membuat usaha alih
fungsi hutan merusak ekosistem dan terjerumus dalam isu lingkungan hidup.
Konsep tata ruang tersebut tidak hanya condong pada total penghasilan tetapi
secara jangka panjang menghasilkan nilai tambah ekonomis yang meningkat
dari produk-produk yang dihasilkan dalam kawasan alih fungsi hutan, seperti
meningkan ekspor dan investasi CPO dan kontribusi ekspor produk perkebunan.
Konsep tata ruang ini menjadi kunci transformasi industri kehutanan Indonesia
untuk memanfaatkan lahan kawasan secara lebih produktif.
Implikasi bagi BUMN Kehutanan
Sebagai respon dari stagnasi harga kayu mentah dan olahan sebagai
produk utama industri kehutanan di pasar dunia mendorong industri kehutanan
Indonesia yang memiliki lahan kawasan luas untuk melakukan transformasi
usaha. Transformasi usaha ini harus dapat bersifat komplementer dengan
produk pokok untuk menghindari biaya peralihan yang besar dan berhentinya
penyerapan tenaga kerja. Transformasi usaha menjadi langkah pengembangan
usaha yang mengarah pada produk bernilai tambah lebih tinggi dan tetap
mempertimbangkan keunggulan kawasan tropis serta lingkungan hidup.
Transformasi bagi industri kehutanan paling tepat adalah membuka kawasan
usaha agro terpadu melalui pengalihan alih fungsi hutan yang tetap
mempertimbangan keseimbangan ekosistem dan taat lingkungan hidup.
Mencari model BUMN kehutanan yang berhasil tidaklah mudah, karena
industri kehutanan dunia baik di bidang pulp and paper maupun bidang olahan
kayu (sawn timber) didominasi oleh swasta. Di negara maju seperti Amerika
Serikat, penguasaan dan pengelolaan negara atas lahan hutan lebih diutamakan
untuk fungsi perlindungan lingkungan atau militer. Sementara di Eropa memang
terdapat beberapa BUMN kehutanan seperti di Swedia dengan Sveaskog AB,
yang merupakan BUMN dengan 100% kepemilikan negara namun bisnis
komersialnya tidak besar dan berpusat pada pariwisata. Finlandia memiliki
Metsähallitus, BUMN yang mengelola sekitar 12 Juta hektar lahan, namun hanya
3.4 Juta hektar diantaranya (25%) yang dikelola untuk keperluan komersial,
sisanya untuk konservasi. Di Jerman pengelolaan hutan negara ditangani oleh
general forest administration yang juga berfungsi sebagai pengawas
pengelolaan hutan swasta, fungsi organisasi inipun lebih menitikberatkan pada
perlindungan hutan.
China memang lahan hutannya sebagian besar (40%) dikuasai BUMN
dan negara, namun sampai saat ini masih belum dapat memutuskan fokus
pengelolaan hutannya apakah ke fungsi perlindungan atau pemanfaatan
  9
komersial. Brazil yang kini muncul sebagai raksasa pemasok pulp dunia berhasil
justru karena aktifnya konsolidasi diantara produsen swasta yang ada di sana
(hingga melahirkan Fibria yang mencontoh konsolidasi produsen di Swedia dan
Finlandia yang melahirkan raksasa Stora-Enso).
Melihat pengalaman bisnis dan kinerja perusahaan BUMN Kehutanan
Indonesia hingga saat ini masih berfokus pada bidang Forestry yang terdiri dari
penyediaan hasil kayu (lumber), forest management yang terkait dengan
pengelolaan waktu tanam dan tebang serta pemeliharaan hutan dan aktivitas
rebosiasi hutan (reforestation). Sementara, pengembangan diversifikasi lebih
mengarah kepada pemanfaatan hasil hutan non kayu, pariwisata dan
pengolahan kayu menjadi produk akhir furniture, komponen pintu, dan jendela.
Untuk itu BUMN kehutanan kedepan lebih berpotensi mengembangkan
usahanya mengikuti arah pengembangan yang selama ini dilakukan hanya
dalam fokus yang lebih jelas dan skala yang lebih besar. Intinya bisnis yang
dijalankan harus dapat mencakup seluruh kegiatan rantai pasokan.

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Analisis industri kehutanan

Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]
Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]
Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]Rahthino Giovanni
 
Paper Concept Jeda Tebang Hutan
Paper Concept   Jeda Tebang HutanPaper Concept   Jeda Tebang Hutan
Paper Concept Jeda Tebang HutanPeople Power
 
Rencana usaha budidaya sengon
Rencana usaha budidaya sengonRencana usaha budidaya sengon
Rencana usaha budidaya sengonSurya Atmaja
 
Bio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayu
Bio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayuBio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayu
Bio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayuKEHATI
 
5 pilar kelayakan green property
5 pilar kelayakan green property5 pilar kelayakan green property
5 pilar kelayakan green propertydmanaf
 
Proposal 5 pilar_kelayakan_green_property
Proposal 5 pilar_kelayakan_green_propertyProposal 5 pilar_kelayakan_green_property
Proposal 5 pilar_kelayakan_green_propertyanom monalope
 
Kimia akibat konversi hutan
Kimia   akibat konversi hutanKimia   akibat konversi hutan
Kimia akibat konversi hutanAziz_Kurniawan
 
Kejahatanan kehutanan
Kejahatanan kehutananKejahatanan kehutanan
Kejahatanan kehutananSang Edw
 
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsiPerubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsihutanindonesia
 
LABA SEGAR KAYU JABON
LABA SEGAR KAYU JABONLABA SEGAR KAYU JABON
LABA SEGAR KAYU JABONI-Gist
 

Semelhante a Analisis industri kehutanan (13)

Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]
Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]
Rahthino Giovanni - Akibat Konversi Hutan [41615110071]
 
Paper Concept Jeda Tebang Hutan
Paper Concept   Jeda Tebang HutanPaper Concept   Jeda Tebang Hutan
Paper Concept Jeda Tebang Hutan
 
Rencana usaha budidaya sengon
Rencana usaha budidaya sengonRencana usaha budidaya sengon
Rencana usaha budidaya sengon
 
Bio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayu
Bio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayuBio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayu
Bio composite, pilihan strategis penyediaan alternatif kayu
 
5 pilar kelayakan green property
5 pilar kelayakan green property5 pilar kelayakan green property
5 pilar kelayakan green property
 
Proposal 5 pilar_kelayakan_green_property
Proposal 5 pilar_kelayakan_green_propertyProposal 5 pilar_kelayakan_green_property
Proposal 5 pilar_kelayakan_green_property
 
Kimia akibat konversi hutan
Kimia   akibat konversi hutanKimia   akibat konversi hutan
Kimia akibat konversi hutan
 
Kejahatanan kehutanan
Kejahatanan kehutananKejahatanan kehutanan
Kejahatanan kehutanan
 
Alih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi KawasanAlih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi Kawasan
 
Illegal loging
Illegal logingIllegal loging
Illegal loging
 
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsiPerubahan iklim dan peran hutan diki warsi
Perubahan iklim dan peran hutan diki warsi
 
Tsr siaran pers
Tsr   siaran persTsr   siaran pers
Tsr siaran pers
 
LABA SEGAR KAYU JABON
LABA SEGAR KAYU JABONLABA SEGAR KAYU JABON
LABA SEGAR KAYU JABON
 

Último

Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganlangkahgontay88
 
Dasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptx
Dasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptxDasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptx
Dasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptxadel876203
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppttami83
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxMunawwarahDjalil
 
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptxmatematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptxArvaAthallahSusanto
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxRito Doank
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxFrida Adnantara
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 

Último (20)

Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
 
Dasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptx
Dasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptxDasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptx
Dasar Dasar Perpajakan dalam mata kuliah pajak.pptx
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
 
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptxmatematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 

Analisis industri kehutanan

  • 1.   1 ANALISIS INDUSTRI KEHUTANAN DAN IMPLIKASI BAGI BUMN KEHUTANAN Biro Riset LM FEUI Industri Kehutanan Dunia Produk kehutanan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu pulp, paper dan sawn timber. Eksportir produk kehutanan terbesar dunia masih didominasi negara maju seperti Kanada, Swedia, Finlandia dan Russia sebagai 4 besar. Kecuali Russia yang memiliki lahan hutan yang relatif luas, ketiga negara lainnya tidak memiliki lahan seluas Brazil misalnya yang hanya menampati posisi 8 (delapan) dunia. Dominasi negara maju dapat terjadi karena utilisasi kapasitas produksi yang lebih tinggi dan efektif. Sehingga dari lahan yang relatif “terbatas” bisa menghasilkan volume produksi yang lebih tinggi. Gambar 1. Eksportir Utama Dunia untuk Produk Kehutanan Sumber: FAO & PPI in Skogsindustrierna, The Swedish Forest Industry Facts & Figures 2009, April 2010 Gambar 2. Persebaran Hutan Dunia Sumber: FAO in Skogsindustrierna, The Swedish Forest Industry Facts & Figures 2009, April 2010
  • 2.   2 Di antara semua negara produsen kehutanan terbesar dunia, Swedia adalah yang paling berorientasi ekspor. 85 persen produksi pulp & paper dan 70 persen produksi sawn timber mereka dilempar ke pasar ekspor terutama ke kawasan Eropa. Hanya 25% ekspor pulp & paper dan 35% ekspor sawn timber Swedia yang keluar dari Eropa. Yang patut dikagumi adalah Swedia hanya memiliki lahan hutan sekitar 1 % dari total luas hutan dunia (sekitar 39.5 juta hektar) namun menghasilkan 6% volume produksi sawn timber dunia, 3% produksi kertas dunia dan 6% produksi pulp dunia. Industri kehutanan Swedia termasuk efisien dan produktif. Karena jika dilihat lebih jauh, hanya sekitar 39% total lahan hutan di Swedia yang dimiliki dan dikelola secara intensif oleh perusahaan (25% swasta dan 14% BUMN). Gambar 3. Profil Pangsa Dunia untuk Produksi Kehutanan Swedia Sumber: Swedish Forest Industries Federation (Skogsindustrierna), The Swedish Forest Industry Facts & Figures 2009, April 2010 Gambar 4. Persebaran Kepemilikan Hutan di Swedia Sumber: Swedish Forest Agency in Skogsindustrierna, The Swedish Forest Industry Facts & Figures 2009, April 2010
  • 3.   3 Krisis ekonomi global akhir 2008 juga memukul industri kehutanan terutama yang berbasis di Eropa dan Amerika Serikat. Produksi kertas di Amerika Serikat dan Eropa secara umum turun 10%. Secara khusus Kanada mengalami penurunan 19%, Swedia turun 6% dan Finlandia turun 22%. Untuk kawasan Eropa, misalnya permintaan akan kertas khususnya di industri media dan publikasi sudah menurun sementara peluang bagi produsen Eropa untuk melakukan ekspor keluar ke kawasan lain relatif terbatas karena biaya produksi yang lebih mahal. Jenis kertas yang permintaannya masih bertumbuh untuk kawasan Eropa hanyalah hygiene paper (seperti tissue). Pasar pulp Eropa juga turut melemah, banyak produsen melakukan penghentian produksi dan penurunan harga untuk sekedar menghabiskan persediaan yang sudah menumpuk dari jadwal produksi sebelumnya. Namun sejak semester kedua 2009, level persediaan pulp sudah relatif “sehat” dan pasar pun terus bergerak membaik. Pasar pulp dunia meningkat sebesar 1% pada 2009. Namun jika dilihat secara detail, produk pulp berbasis softwood (yang di dominasi produsen asal Amerika Utara) cenderung menurun, sementara yang berbasis hardwood cenderung meningkat. Kalau melihat berdasarkan wilayah, pasar Eropa, Amerika Serikat dan Jepang mengalami penurunan, sementara China justru meningkat permintaannya lebih dari 40% karena dipicu terus bertumbuhnya kapasitas manufaktur kertas di negara tersebut. Sekitar 40% area hutan di China dikuasai oleh negara dan BUMN-nya, namun penebangan berlebihan, ketidakjelasan fungsi BUMN kehutanan China antara misi perlindungan dan pemanfaatan komersial dan ditambah dengan ¾ wilayah yang tanamannya belum mencapai usia tebang optimal membuat produktivitas lahan pemerintah menjadi rendah. Kedepan, trend pengelolaan bisnis kehutanan akan bergeser filosofinya dengan memandang penting ekosistem sebagai penyedia berbagai jasa bagi umat manusia, contohnya, hutan akan dipandang sebagai aset yang berguna untuk — pengendalian air, klimatologi, habitat berbagai species, dan sarana rekreasi — yang nilainya akan dipandang lebihg tinggi dari sekedar nilai jual kayu yang dikandungnya. Di masa datang perusahaan kehutanan sekalipun, mungkin akan lebih memilih tidak menebang pohon namun mengelolanya sebagai sumber daya yang berkelanjutan. Saat ini berbagai negara mulai menaruh perhatian lebih pada upaya konservasi hutan. Negara seperti Costa Rica misalnya, memiliki sistem national payment di mana pemerintah membuat sebuah central fund yang uangnya digunakan untuk memberi kompensasi kepada para pemilik tanah untuk melindungi atau merestorasi lahan mereka untuk jangka waktu 15-tahun. Sumber dana berasal dari sumbangan swasta, alokasi penerimaan pajak BBM (15%), pinjaman dari institusi internasional seperti Bank Dunia dan dana dari LSM seperti WWF. Banyak negara lain yang memiliki sistem yang relatif serupa seperti Bhutan, Meksiko, Brazil, Kolombia, Ekuador dan El Salvador. Dalam skala kecil, perhatian akan konservasi juga mulai menyebar di negara maju seperti Amerika Serikat yang selama ini relatif kurang peduli.
  • 4.   4 Industri Kehutanan Indonesia Secara geografis, letak Indonesia di garis Khatulistiwa memang menguntungkan karena memiliki hutan tropis dengan kayu yang berkualitas tinggi. Bahkan luas lahan hutan di Indonesia diperkirakan oleh FAO (UN Food and Agriculture Organization) mencapai 60% dari luas daratan, meskipun saat ini terus mengalami degradasi akibat alih fungsi hutan. Hutan Indonesia pun dikenal sebagai paru-paru dunia karena melingkupi 10% dari total areal hutan tropis dan sumber hutan terbesar di wilayah Asia menjadi filter natural respiratory system dunia yang dapat mengubah polusi CO2 menjadi O2. Oleh karena itu sesungguhnya tidak semua kawasan hutan Indonesia dapat menjadi lahan usaha untuk penyediaan kayu dengan alasan lingkungan hidup. Kawasan hutan lindung (undisturbed forests) tertutup untuk usaha penyediaan kayu dan alih fungsi lahan hutan. Peluang industri kehutanan sangat bergantung pada lahan kelola (logging/managed forests) dan pengelolaan sumber daya hutan itu sendiri. Masih menurut FAO, Indonesia juga mempunyai kawasan hutan yang tidak produktif (unproductive forests). Hitungan FAO pada tahun 1981, undisturbed forest sebesar 34% dari luas hutan, managed forest 30% dan sisanya 36% merupakan unproductive forest. Komposisi ini tentu saja sudah jauh berubah dengan meningkatnya populasi dan alih fungsi hutan. Secara logika, melihat begitu luas lahan hutan yang dimiliki, semestinya Indonesia menjadi produsen dan eksporter kayu (tropical hardwood) terbesar di Asia. Indonesia diakui sebagai negara yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia dengan luas kawasan hutan mencapai 133,69 juta ha pada tahun 2007 dan luas kawasan hutan ini terus meningkat hingga mencapai 133,84 juta ha pada tahun 2009. Produk utama hutan adalah kayu yang kemudian dimanfaatkan untuk keperluan domestik dan juga dikonversi menjadi produk kayu olahan untuk ekspor. Hasil produksi kayu hutan Indonesia (logging) cenderung mengalami peningkatan hingga 128% pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan tahun 2000 atau meningkat 44,51% (yoy) meskipun sempat tumbuh negatif 10,03% (yoy) pada tahun 2006 (Gambar 5.1). Dan nilai produksi ini terus meningkat terlihat dari meningkatnya pertumbuhan subsektor kehutanan pada PDB hingga tahun 2009 sebesar 1,51% (yoy), (Gambar 5.2). Meskipun produksi kayu (logging) ini terus meningkat, namun produksi kayu olahan seperti kayu lapis dan kayu gergaji justru mengalami penurunan. Pada tahun 2007 ketika produksi kayu tumbuh 44,51% (yoy), produksi kayu lapis dan kayu gergaji justru turun masing-masing 9,38% dan 22,68%. Celah yang semakin besar antara hasil produksi kayu olahan (kayu lapis, kayu gergaji, dll) dengan hasil produksi bahan input yaitu kayu gelondongan (logging) menunjukkan pengelolaan hutan yang buruk. Illegal logging dan penyelundupan kayu gelondongan ke luar negeri masih menjadi permasalahan terkait celah yang semakin besar tersebut.
  • 5.   5 Gambar 5.1. Produksi Kayu Sumber: CEIC, diolah Sumber: CEIC, diolah Kinerja produk kayu olahan yang menurun juga ditunjukkan oleh nilai ekspor yang terus tumbuh negatif sejak tahun 2006 hingga 2009 (Gambar 5.3). Selain itu, nilai ekspor beberapa komoditas hasil produk turunan kayu lainnya seperti potongan kayu, kertas dan gabus juga tidak memberikan kontribusi yang signifikan total ekspor bahkan cenderung turun (Gambar 5.4). Penurunan ekspor ini disebabkan oleh relatif turunnya harga komoditas produk olahan kayu ini di pasar dunia. Selain pengaruh harga komoditas di pasar dunia, penurunan nilai ekspor disebabkan oleh pemanfaatan hasil hutan lebih diutamakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri yang cenderung meningkat meskipun tidak signifikan. Konsumsi kayu olahan ini mencapai 68,29% pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan tahun 2000.
  • 6.   6 Sumber: CEIC, diolah Gambar 5.4. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Kayu Sumber: CEIC, diolah Gambar 5.5. Harga Rata-rata Tahunan
  • 7.   7 Sumber: CEIC, diolah Secara ekonomi, konsep produksi pada Industri kehutanan (forestry industry) mempunyai karakteristik khusus. Pertama, output yang dihasilkan adalah hasil pelepasan sumber daya alam (natural resources). Output tersebut bisa tanpa dilakukan proses lebih lanjut (primary commodity) seperti unprocessed sawnwood atau juga yang melalui proses lanjutan (final good) untuk sampai ke pasar, misalnya hard sawnwood dan plywood. Karakter kedua adalah tersedianya bahan produksi industri kehutanan sangat bergantung pada tata kelola lahan hutan karena berkaitan dengan tempo proses pembaharuan pohon (renewable lag). Setidaknya perlu waktu 5-8 tahun agar kayu siap ditebang sejak penanaman kawasan hutan. Sampai periode tersebut, seolah tidak ada aktivitas produksi selain perawatan hutan apabila tata kelola pembaharuan hutan tidak dilakukan secara segmentasi waktu bergilir berdasarkan kawasan (kawasan hutan dibagi menjadi beberapa bagian mengikuti umur pematangan tanaman). Jika terjadi keterlambatan dalam proses pembaharuan hutan melalui reboisasi jelas akan mengganggu alur produksi output berupa kayu (sawnwood). Ada pergeseran tren permintaan dunia terhadap output hutan. Harga kayu tanpa olahan mengalami penurunan, seringkali terkena isu lingkungan hidup dan pembalakan liar (illegal logging) menyebabkan produk kayu olahan sulit memasuki pasar tanpa hambatan. Sementara harga kayu olahan seperti hard sawnwood dan plywood terus mengalami kenaikan. Industri pengolahan kayu nampaknya tidak berani menanggung beban eksternalitas negatif akibat masalah lingkungan hidup dan penegakan hukum. Tidak mudah menangkal tindakan melawan hukum terutama di kawasan yang jauh dari jangkauan karena membedakan antara pembalakan resmi dan tidak resmi bukan perkara mudah. Selain penyediaan kayu, industri kehutanan sebenarnya berpeluang dikembangkan pada usaha turunan dengan penyediaan produk-produk lain, seperti misalnya pemberian sewa hak-hak pengelolaan hutan dan lahan yang dialihfungsikan ke perkebunan, industri agro dan bahan baku manufaktur atau industri (pulp). Transformasi bisnis inti industri kehutanan dari penyediaan kayu   stagnann 
  • 8.   8 menjadi pengelola lahan (landlord) harus diikuti dengan tata kelola hutan yang teguh pada aturan main. Misalnya, pembaharuan sumber (resource renewability) hutan tetap harus dilakukan bilamana hak pengelolaan hutan tersebut nantinya berakhir. Namun, ada kemungkinan terjadi dua problem dasar. Pertama, problema tragedy of common dapat terjadi di sini, yakni pada luas managed forests yang konstan tetapi pelaku pengelolaan hutan bertambah justru akan semakin menurunkan produktivitas lahan hutan. Konsep tata ruang lahan hutan harus ditetapkan dan dipatuhi oleh para penyewa (tenant) agar tidak terjadi dampak negatif menyebar (negative spill over) yang justru membuat usaha alih fungsi hutan merusak ekosistem dan terjerumus dalam isu lingkungan hidup. Konsep tata ruang tersebut tidak hanya condong pada total penghasilan tetapi secara jangka panjang menghasilkan nilai tambah ekonomis yang meningkat dari produk-produk yang dihasilkan dalam kawasan alih fungsi hutan, seperti meningkan ekspor dan investasi CPO dan kontribusi ekspor produk perkebunan. Konsep tata ruang ini menjadi kunci transformasi industri kehutanan Indonesia untuk memanfaatkan lahan kawasan secara lebih produktif. Implikasi bagi BUMN Kehutanan Sebagai respon dari stagnasi harga kayu mentah dan olahan sebagai produk utama industri kehutanan di pasar dunia mendorong industri kehutanan Indonesia yang memiliki lahan kawasan luas untuk melakukan transformasi usaha. Transformasi usaha ini harus dapat bersifat komplementer dengan produk pokok untuk menghindari biaya peralihan yang besar dan berhentinya penyerapan tenaga kerja. Transformasi usaha menjadi langkah pengembangan usaha yang mengarah pada produk bernilai tambah lebih tinggi dan tetap mempertimbangkan keunggulan kawasan tropis serta lingkungan hidup. Transformasi bagi industri kehutanan paling tepat adalah membuka kawasan usaha agro terpadu melalui pengalihan alih fungsi hutan yang tetap mempertimbangan keseimbangan ekosistem dan taat lingkungan hidup. Mencari model BUMN kehutanan yang berhasil tidaklah mudah, karena industri kehutanan dunia baik di bidang pulp and paper maupun bidang olahan kayu (sawn timber) didominasi oleh swasta. Di negara maju seperti Amerika Serikat, penguasaan dan pengelolaan negara atas lahan hutan lebih diutamakan untuk fungsi perlindungan lingkungan atau militer. Sementara di Eropa memang terdapat beberapa BUMN kehutanan seperti di Swedia dengan Sveaskog AB, yang merupakan BUMN dengan 100% kepemilikan negara namun bisnis komersialnya tidak besar dan berpusat pada pariwisata. Finlandia memiliki Metsähallitus, BUMN yang mengelola sekitar 12 Juta hektar lahan, namun hanya 3.4 Juta hektar diantaranya (25%) yang dikelola untuk keperluan komersial, sisanya untuk konservasi. Di Jerman pengelolaan hutan negara ditangani oleh general forest administration yang juga berfungsi sebagai pengawas pengelolaan hutan swasta, fungsi organisasi inipun lebih menitikberatkan pada perlindungan hutan. China memang lahan hutannya sebagian besar (40%) dikuasai BUMN dan negara, namun sampai saat ini masih belum dapat memutuskan fokus pengelolaan hutannya apakah ke fungsi perlindungan atau pemanfaatan
  • 9.   9 komersial. Brazil yang kini muncul sebagai raksasa pemasok pulp dunia berhasil justru karena aktifnya konsolidasi diantara produsen swasta yang ada di sana (hingga melahirkan Fibria yang mencontoh konsolidasi produsen di Swedia dan Finlandia yang melahirkan raksasa Stora-Enso). Melihat pengalaman bisnis dan kinerja perusahaan BUMN Kehutanan Indonesia hingga saat ini masih berfokus pada bidang Forestry yang terdiri dari penyediaan hasil kayu (lumber), forest management yang terkait dengan pengelolaan waktu tanam dan tebang serta pemeliharaan hutan dan aktivitas rebosiasi hutan (reforestation). Sementara, pengembangan diversifikasi lebih mengarah kepada pemanfaatan hasil hutan non kayu, pariwisata dan pengolahan kayu menjadi produk akhir furniture, komponen pintu, dan jendela. Untuk itu BUMN kehutanan kedepan lebih berpotensi mengembangkan usahanya mengikuti arah pengembangan yang selama ini dilakukan hanya dalam fokus yang lebih jelas dan skala yang lebih besar. Intinya bisnis yang dijalankan harus dapat mencakup seluruh kegiatan rantai pasokan.