SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 5
Baixar para ler offline
HANTRI (Hak Antri)
Niwa Dwitama
Keadaan seperti gambar di samping adalah
pemandangan yang sering kita lihat atau bahkan
kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari.
Geram rasanya ketika orang menyerobot dari kiri
dan kanan ketika kita sedang menunggu giliran di
suatu tempat pelayanan publik. Seperti yang saya
alami pagi hari ketika ide solusi ini muncul. Pagi, 6
Desember 2013, saya harus menghadiri
persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat untuk pembayaran denda dan pengambilan
SIM karena beberapa waktu lalu saya telah
melakukan pelanggaran lalu lintas dengan
memutar di belokan yang tidak semestinya,
karena ikut-ikutan kendaraan di depan yang
menghindari macet.
Perasaan frustasi ini tak lagi dapat dibendung. Ketika mengantri, selalu saja ada orang dari
samping kiri atau kanan yang menyerobot – sok akrab dengan petugas – dan mendapatkan
pelayanan terlebih dahulu dari petugas tersebut. Tanpa pikir panjang dan melihat lingkungan
dan orang sekitar, yang mereka pikirkan adalah bagaimana urusannya cepat selesai dan tuntas.
Antri memang belum menjadi bagian dari budaya sebagian besar masyarakat kita, terutama di
beberapa tempat pelayanan publik, termasuk di PN Jakarta Pusat. Ketiadaan sikap antri ini tak
dapat dianggap remeh. Gara-gara masalah antrian, orang bisa berkelahi, bahkan kekacauannya
dapat menelan korban jiwa seperti pada kasus antrian daging kurban atau Bantuan Langsung
Tunai (BLT). Hal ini adalah fakta yang tak bisa dipungkiri. Faktanya, dalam satu minggu (Juli
2013), pelanggaran lalu lintas bisa mencapai 17.982 sepeda motor, 2.525 kendaraan pribadi,
1.949 mikrolet dan lainnya (sumber: Polda Metro Jaya). Bisa kita bayangkan seberapa banyak
orang yang akan mengikuti proses yang sama di PN Jakarta Pusat setiap harinya.
Dalam kasus antri, menurut saya ada tiga jenis orang: 1) Orang yang sadar dan melaksanakan
esensi dari antri, 2) Orang yang sadar namun beresiko untuk menyerobot antrian, 3) Orang
yang memang tidak sadar dan bersikap egois. Hal yang paling berbahaya adalah pada saat
golongan kedua (sadar namun beresiko untuk menyerobot) bertransformasi menjadi golongan
ketiga yang bersikap egois karena lingkungan yang mendukung hal tersebut. Golongan kedua
inilah yang setidaknya harus kita selamatkan sehingga setidaknya budaya antri bisa menjadi
kebiasaan lebih banyak masyarakat kita sampai pada akhirnya nilai menghormati hak orang lain,
kesabaran dan moral-etis dalam antri bisa menjadi bagian dari kultur masyarakat.
Saya pikir ada yang tidak bekerja dengan norma sosial yang selama ini `dianggap` benar dalam
masyarakat kita. Pendidikan dan sistem sosial telah gagal menumbuhkan kesadaran antri
sebagai suatu kewajiban. Untuk itulah saya menawarkan inisiatif HANTRI Atau Hak Antri yaitu
kampanye sosial pelayanan publik, dalam kasus ini PN Jakarta Pusat, untuk memfasilitasi
kondisi pelayanan yang dapat mendukung masyarakat yang sadar akan haknya yang perlu
dilindungi dalam melakukan antri. HANTRI menggeser perspektif antri sebagai suatu kewajiban
menjadi suatu hak, yaitu hak untuk dapat melindungi antrian anda dari tindakan tak
bertanggung jawab orang yang suka menerobos. Dengan demikian adanya suatu sistem dua
arah (check and balance) dalam menciptakan keadaan antri. Melalui inisiasi dan juga kampanye
sosial ini, pencetus ide ingin menciptakan persepsi bahwa dalam sikap antri, setiap orang
memiliki hak yang perlu dihormati dan hak yang perlu dilindungi dari orang yang tak
bertanggung-jawab dan orang antri berhak menegur dan memberikan sanksi sosial kepada
penerobos antrian. Improvisasi dan pengkondisian tempat pelayanan publik adalah cara yang
ingin ditempuh.
Solusi yang ditawarkan terdiri dari tiga lapisan:
1) Internalisasi prinsip antri bagi petugas pelayanan publik  Sebelum menerapkan inisiatif ini
diperlukan komitmen tinggi dari pimpinan institusi pelayanan publik terkait untuk
mempengaruhi dan meyakinkan petugas pelayanan tentang esensi program dan pentingnya
sikap disiplin, menghormati hak orang lain dan efektifitas kerja dalam suatu sikap antri. Hal ini
dapat diciptakan melalui penyampaian pesan dalam pertemuan pagi atau apel yang dilakukan
oleh institusi pelayanan tersebut setiap pagi hari. Sistem award-punishment kepada petugas
pun dapat diaplikasikan melalui survei kepuasan masyarakat pengguna layanan.
2) Pengadaan tiang batas antri di PN Jakarta Pusat (gambar 1)  harus diakui bahwa antri
belum menjadi kultur sebagian besar masyarakat kita karena itu pengkondisian suatu sistem
pelayanan publik menjadi hal krusial. Garis dan tiang pembatas antri akan membentuk barisan
antrian yang mencegah orang baru datang untuk menyerobot dari kiri dan kanan. Sebagai
bagian penting dari kampanye ini, garis pembatas akan disertakan dengan papan notifikasi
`Mohon Antri (lindungi hak anda!). Beberapa jargon lainnya yang dapat dipromosikan, seperti:
`Jangan biarkan orang menerobos anda!`; `Budayakan antri,untuk Indonesia yang lebih baik!`;
`yang gak ngantri, kurang punya hati!,` dan lain-lain.
Masyarakat kita tampaknya harus diberikan tanda yang harus betul-betul jelas untuk bisa
melakukan antri, oleh karena itu pengadaan tiang batas antrian dan papan tulisan ini menjadi
sangat penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan publik yang lebih baik. Tulisan
lindungi “hak antri anda!” tersebut juga bermaksud untuk menyampaikan pesan kepada
pembaca (orang antri) untuk dapat aktif berpartisipasi dalam antri sambil melindungi hak
antrinya yaitu untuk mencegah, menegur dan memberikan sanksi sosial bagi pelanggar antrian.
Dampak sampingan dari keadaan yang lebih tertib ini juga akan memberikan kesempatan bagi
pelanggar lalu lintas (seperti saya saat itu) untuk bertanya beberapa informasi penting
pelanggaran lalu lintas (seperti kenapa saya mendapat formulir tilang merah, bukan biru seperti
yang lain, dst). Hal ini akan mendukung suatu pelayanan publik yang lebih akuntabel dan
transparan serta masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dalam pengetahuan regulasi dan
pelayanan publik.
3) Pengadaan rambu tahapan pelayanan yang sederhana dan jelas (gambar 1). Yang sering
saya temukan di tempat pelayanan publik, termasuk PN Jakarta Pusat, adalah: a) papan
informasi yang terlalu lengkap dan tidak sederhana sehingga orang sulit dan sungkan
membacanya (gambar 3); b) penempatan skema pelayanan yang tidak strategis, sehingga tidak
dibaca orang; c) belum lagi fasilitas yang tidak efektif bekerja, seperti monitor informasi yang
mati atau eror (gambar 2).
Untuk mendukung ketertiban dalam pelayanan publik, adanya rambu dan skema pelayanan
yang jelas adalah suatu keharusan. Solusi yang saya tawarkan adalah membuat siklus
pengadilan pelanggaran lalu lintas dengan bahasa dan media yang sederhana dan jelas;
menggunakan papan kecil bergantung di koridor depan ruang sidang, sehingga skema tersebut
akan sengaja dan tidak sengaja langsung terlihat dan dibaca oleh orang yang baru datang; tidak
hiruk-pikuk kebingungan kepada siapa harus bertanya.
4) Penyediaan X-Banner tentang HANTRI di daerah sekitar antrian (sehingga juga bisa dibaca
saat mengantri) tentang ulasan singkat inisiasi yang mengkampanyekan antri sebagai suatu hak
yang perlu dilindungi bagi pengantri dan bahwa antri adalah norma yang butuh dibiasakan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bentuk sosialisasi melalui bahasa seperti ini tentunya
dapat menginternalisasi dalam masyarakat, jika sudah menjadi jargon yang sering
didengungkan orang dan dilihat di berbagai institusi pelayanan publik. Resonansi antri di
berbagai tempat semoga dapat mendekatkan kita kepada upaya menciptakan masyarakat yang
sadar akan budaya antri dan saling menghargai.
***
Mungkin solusi ini bukan ide terobosan yang begitu luar biasa, namun saya yakin pelayanan
publik yang lebih baik berawal dari perbaikan hal kecil yang dapat berdampak besar terhadap
kinerja pelayanan yang lebih efektif atau bahkan mendukung upaya pencerdasan masyarakat,
dalam hal ini untuk mengantri. Solusi ini juga bisa diterapkan di berbagai tempat pelayanan
publik lainya karena praktis dan mudah dilakukan. Jika ada SOP dan regulasi yang didukung
dengan komitmen pimpinan suatu institusi pelayanan publik, tentu upaya semacam ini dapat
berkelanjutan dan menciptakan lingkungan pelayanan publik yang lebih baik.
Bayangkan jika masyarakat kita sudah terbiasa dengan tonggak dan jargon HANTRI di berbagai
tempat, tentu kata antri dapat menjadi resonansi yang akan terus terlihat, terdengar dan
dipraktikkan yang semoga suatu saat nanti bisa menjadi bagian dari kultur masyarakat
Indonesia. Pihak PN Jakarta Pusat butuh mengkondisikan tahapan diatas sebagai salah satu
inovasi peningkatan layanan publik dan mencerdaskan masyarakat untuk mengantri. Caranya
adalah dengan menggeser perspektif antri dari suatu kewajiban menjadi suatu hak, yaitu hak
untuk dapat melindungi antrian anda dari tindakan tak bertanggung jawab orang yang suka
menerobos. Mari HANTRI!
Semoga bermanfaat.
(Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)
Rangkuman:
Kondisi saling menyerobot dalam pelayanan publik adalah hal yang sering kita lihat di beberapa
tempat pelayanan publik ataupun pelayanan umum lainnya. Sikap antri harus diakui belum
menjadi kultur dari sebagian besar masyarakat kita. Frustasi dengan keadaan ini, penulis
berupaya untuk menawarkan suatu solusi penciptaan keadaan antri dalam pelayanan publik
untuk pelayanan yang lebih efektif, teratur dan mencerdaskan masyarakat untuk mengantri.
Hal ini dilakukan dengan inisiasi yang dinamakan HANTRI (Hak Antri)
Deskripsi:
Inisiatif HANTRI Atau Hak Antri adalah kampanye sosial pelayanan publik, dalam kasus ini PN
Jakarta Pusat, untuk memfasilitasi kondisi pelayanan yang dapat mendukung masyarakat yang
sadar akan haknya yang perlu dilindungi dalam melakukan antri. HANTRI menggeser perspektif
antri sebagai suatu kewajiban menjadi suatu hak, yaitu hak untuk dapat melindungi antrian
anda dari tindakan tak bertanggung jawab orang yang suka menerobos. Dengan demikian
adanya suatu sistem dua arah (check and balance) dalam menciptakan keadaan antri. Melalui
inisiasi dan juga kampanye sosial ini, pencetus ide ingin menciptakan persepsi bahwa dalam
sikap antri, setiap orang memiliki hak yang perlu dihormati dan hak yang perlu dilindungi dari
orang yang tak bertanggung-jawab dan orang antri berhak menegur dan memberikan sanksi
sosial kepada penerobos antrian. Improvisasi dan pengkondisian tempat pelayanan publik
adalah cara yang ingin ditempuh.
Manfaat:
- Meningkatkan ketertiban dan kenyamanan kondisi pelayanan di tempat pelayanan publik.
- Meningkatkan profesionalisme dan kedisiplinan aparat pelayanan publik.
- Mencerdaskan masyarakat akan pentingnya menghormati hak orang lain dan menanamkan
perasaan malu dalam menyerobot antrian.
- Mengarusutamakan kata antri dalam masyarakat agar menjadi suatu kultur, demi
masyarakat Indonesia yang lebih baik.
Bagaimana menjalankannya:
1) Internalisasi prinsip antri bagi petugas pelayanan publik.
2) Pengadaan tiang batas antri di PN Jakarta Pusat.
3) Pengadaan rambu tahapan pelayanan yang sederhana dan jelas.
4) Penyediaan X-Banner tentang HANTRI di daerah sekitar antrian.

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Niwa solusimu

Prposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docxPrposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docx
AmsalNasution1
 
Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah Masyarakat
Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah MasyarakatSatpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah Masyarakat
Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah Masyarakat
musniumar
 

Semelhante a Niwa solusimu (20)

Abdi Kurniawan, MAN Model Banda Aceh, Pemilihan Duta Demokrasi, Sayembara Men...
Abdi Kurniawan, MAN Model Banda Aceh, Pemilihan Duta Demokrasi, Sayembara Men...Abdi Kurniawan, MAN Model Banda Aceh, Pemilihan Duta Demokrasi, Sayembara Men...
Abdi Kurniawan, MAN Model Banda Aceh, Pemilihan Duta Demokrasi, Sayembara Men...
 
Jejak Langkah Menciptakan Pengacara Rakyat
Jejak Langkah Menciptakan Pengacara RakyatJejak Langkah Menciptakan Pengacara Rakyat
Jejak Langkah Menciptakan Pengacara Rakyat
 
Podjok Anti Korupsi - Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT)
Podjok Anti Korupsi - Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) Podjok Anti Korupsi - Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT)
Podjok Anti Korupsi - Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT)
 
Pelayanan publik kuliah ke 2
Pelayanan publik kuliah ke 2Pelayanan publik kuliah ke 2
Pelayanan publik kuliah ke 2
 
Artikel b.indo revisi 2 (1)
Artikel b.indo revisi 2  (1)Artikel b.indo revisi 2  (1)
Artikel b.indo revisi 2 (1)
 
Partisipasi Masyarakat DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012
Partisipasi Masyarakat  DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012 Partisipasi Masyarakat  DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012
Partisipasi Masyarakat DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012
 
Print penindakan
Print penindakanPrint penindakan
Print penindakan
 
GG dan Paradigma Baru Manajemen Pembangunan
GG dan Paradigma Baru Manajemen PembangunanGG dan Paradigma Baru Manajemen Pembangunan
GG dan Paradigma Baru Manajemen Pembangunan
 
Natural aceh
Natural acehNatural aceh
Natural aceh
 
Musni Umar: Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Hilangkan Citra Negatif di Mas...
Musni Umar: Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Hilangkan Citra Negatif di Mas...Musni Umar: Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Hilangkan Citra Negatif di Mas...
Musni Umar: Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Hilangkan Citra Negatif di Mas...
 
Prposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docxPrposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docx
 
Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah Masyarakat
Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah MasyarakatSatpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah Masyarakat
Satpol PP Bangun Cinta dan Empati, Citra Positif Tumbuhkan di Tengah Masyarakat
 
Bulan februari 2015
Bulan februari 2015Bulan februari 2015
Bulan februari 2015
 
Membangun Citra Positif Satpol PP di Tengah Masyarakat DKI Jakarta2013 1
Membangun Citra Positif Satpol PP di Tengah Masyarakat DKI Jakarta2013 1Membangun Citra Positif Satpol PP di Tengah Masyarakat DKI Jakarta2013 1
Membangun Citra Positif Satpol PP di Tengah Masyarakat DKI Jakarta2013 1
 
Makalah kualitas pelayanan publik di indonesia
Makalah kualitas pelayanan publik di indonesiaMakalah kualitas pelayanan publik di indonesia
Makalah kualitas pelayanan publik di indonesia
 
Natural aceh
Natural acehNatural aceh
Natural aceh
 
Prinsip prinsip-pelayanan-publik2
Prinsip prinsip-pelayanan-publik2Prinsip prinsip-pelayanan-publik2
Prinsip prinsip-pelayanan-publik2
 
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat AdatMengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
 
Teknik-Teknik Perencanaan Partisipatif.pdf
Teknik-Teknik Perencanaan Partisipatif.pdfTeknik-Teknik Perencanaan Partisipatif.pdf
Teknik-Teknik Perencanaan Partisipatif.pdf
 
Citien's Charter
Citien's CharterCitien's Charter
Citien's Charter
 

Niwa solusimu

  • 1. HANTRI (Hak Antri) Niwa Dwitama Keadaan seperti gambar di samping adalah pemandangan yang sering kita lihat atau bahkan kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Geram rasanya ketika orang menyerobot dari kiri dan kanan ketika kita sedang menunggu giliran di suatu tempat pelayanan publik. Seperti yang saya alami pagi hari ketika ide solusi ini muncul. Pagi, 6 Desember 2013, saya harus menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk pembayaran denda dan pengambilan SIM karena beberapa waktu lalu saya telah melakukan pelanggaran lalu lintas dengan memutar di belokan yang tidak semestinya, karena ikut-ikutan kendaraan di depan yang menghindari macet. Perasaan frustasi ini tak lagi dapat dibendung. Ketika mengantri, selalu saja ada orang dari samping kiri atau kanan yang menyerobot – sok akrab dengan petugas – dan mendapatkan pelayanan terlebih dahulu dari petugas tersebut. Tanpa pikir panjang dan melihat lingkungan dan orang sekitar, yang mereka pikirkan adalah bagaimana urusannya cepat selesai dan tuntas. Antri memang belum menjadi bagian dari budaya sebagian besar masyarakat kita, terutama di beberapa tempat pelayanan publik, termasuk di PN Jakarta Pusat. Ketiadaan sikap antri ini tak dapat dianggap remeh. Gara-gara masalah antrian, orang bisa berkelahi, bahkan kekacauannya dapat menelan korban jiwa seperti pada kasus antrian daging kurban atau Bantuan Langsung Tunai (BLT). Hal ini adalah fakta yang tak bisa dipungkiri. Faktanya, dalam satu minggu (Juli 2013), pelanggaran lalu lintas bisa mencapai 17.982 sepeda motor, 2.525 kendaraan pribadi, 1.949 mikrolet dan lainnya (sumber: Polda Metro Jaya). Bisa kita bayangkan seberapa banyak orang yang akan mengikuti proses yang sama di PN Jakarta Pusat setiap harinya. Dalam kasus antri, menurut saya ada tiga jenis orang: 1) Orang yang sadar dan melaksanakan esensi dari antri, 2) Orang yang sadar namun beresiko untuk menyerobot antrian, 3) Orang yang memang tidak sadar dan bersikap egois. Hal yang paling berbahaya adalah pada saat golongan kedua (sadar namun beresiko untuk menyerobot) bertransformasi menjadi golongan ketiga yang bersikap egois karena lingkungan yang mendukung hal tersebut. Golongan kedua inilah yang setidaknya harus kita selamatkan sehingga setidaknya budaya antri bisa menjadi kebiasaan lebih banyak masyarakat kita sampai pada akhirnya nilai menghormati hak orang lain, kesabaran dan moral-etis dalam antri bisa menjadi bagian dari kultur masyarakat. Saya pikir ada yang tidak bekerja dengan norma sosial yang selama ini `dianggap` benar dalam masyarakat kita. Pendidikan dan sistem sosial telah gagal menumbuhkan kesadaran antri sebagai suatu kewajiban. Untuk itulah saya menawarkan inisiatif HANTRI Atau Hak Antri yaitu
  • 2. kampanye sosial pelayanan publik, dalam kasus ini PN Jakarta Pusat, untuk memfasilitasi kondisi pelayanan yang dapat mendukung masyarakat yang sadar akan haknya yang perlu dilindungi dalam melakukan antri. HANTRI menggeser perspektif antri sebagai suatu kewajiban menjadi suatu hak, yaitu hak untuk dapat melindungi antrian anda dari tindakan tak bertanggung jawab orang yang suka menerobos. Dengan demikian adanya suatu sistem dua arah (check and balance) dalam menciptakan keadaan antri. Melalui inisiasi dan juga kampanye sosial ini, pencetus ide ingin menciptakan persepsi bahwa dalam sikap antri, setiap orang memiliki hak yang perlu dihormati dan hak yang perlu dilindungi dari orang yang tak bertanggung-jawab dan orang antri berhak menegur dan memberikan sanksi sosial kepada penerobos antrian. Improvisasi dan pengkondisian tempat pelayanan publik adalah cara yang ingin ditempuh. Solusi yang ditawarkan terdiri dari tiga lapisan: 1) Internalisasi prinsip antri bagi petugas pelayanan publik  Sebelum menerapkan inisiatif ini diperlukan komitmen tinggi dari pimpinan institusi pelayanan publik terkait untuk mempengaruhi dan meyakinkan petugas pelayanan tentang esensi program dan pentingnya sikap disiplin, menghormati hak orang lain dan efektifitas kerja dalam suatu sikap antri. Hal ini dapat diciptakan melalui penyampaian pesan dalam pertemuan pagi atau apel yang dilakukan oleh institusi pelayanan tersebut setiap pagi hari. Sistem award-punishment kepada petugas pun dapat diaplikasikan melalui survei kepuasan masyarakat pengguna layanan. 2) Pengadaan tiang batas antri di PN Jakarta Pusat (gambar 1)  harus diakui bahwa antri belum menjadi kultur sebagian besar masyarakat kita karena itu pengkondisian suatu sistem pelayanan publik menjadi hal krusial. Garis dan tiang pembatas antri akan membentuk barisan antrian yang mencegah orang baru datang untuk menyerobot dari kiri dan kanan. Sebagai bagian penting dari kampanye ini, garis pembatas akan disertakan dengan papan notifikasi `Mohon Antri (lindungi hak anda!). Beberapa jargon lainnya yang dapat dipromosikan, seperti: `Jangan biarkan orang menerobos anda!`; `Budayakan antri,untuk Indonesia yang lebih baik!`; `yang gak ngantri, kurang punya hati!,` dan lain-lain. Masyarakat kita tampaknya harus diberikan tanda yang harus betul-betul jelas untuk bisa melakukan antri, oleh karena itu pengadaan tiang batas antrian dan papan tulisan ini menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan publik yang lebih baik. Tulisan lindungi “hak antri anda!” tersebut juga bermaksud untuk menyampaikan pesan kepada pembaca (orang antri) untuk dapat aktif berpartisipasi dalam antri sambil melindungi hak antrinya yaitu untuk mencegah, menegur dan memberikan sanksi sosial bagi pelanggar antrian. Dampak sampingan dari keadaan yang lebih tertib ini juga akan memberikan kesempatan bagi pelanggar lalu lintas (seperti saya saat itu) untuk bertanya beberapa informasi penting pelanggaran lalu lintas (seperti kenapa saya mendapat formulir tilang merah, bukan biru seperti yang lain, dst). Hal ini akan mendukung suatu pelayanan publik yang lebih akuntabel dan transparan serta masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dalam pengetahuan regulasi dan pelayanan publik.
  • 3. 3) Pengadaan rambu tahapan pelayanan yang sederhana dan jelas (gambar 1). Yang sering saya temukan di tempat pelayanan publik, termasuk PN Jakarta Pusat, adalah: a) papan informasi yang terlalu lengkap dan tidak sederhana sehingga orang sulit dan sungkan membacanya (gambar 3); b) penempatan skema pelayanan yang tidak strategis, sehingga tidak dibaca orang; c) belum lagi fasilitas yang tidak efektif bekerja, seperti monitor informasi yang mati atau eror (gambar 2). Untuk mendukung ketertiban dalam pelayanan publik, adanya rambu dan skema pelayanan yang jelas adalah suatu keharusan. Solusi yang saya tawarkan adalah membuat siklus pengadilan pelanggaran lalu lintas dengan bahasa dan media yang sederhana dan jelas; menggunakan papan kecil bergantung di koridor depan ruang sidang, sehingga skema tersebut akan sengaja dan tidak sengaja langsung terlihat dan dibaca oleh orang yang baru datang; tidak hiruk-pikuk kebingungan kepada siapa harus bertanya. 4) Penyediaan X-Banner tentang HANTRI di daerah sekitar antrian (sehingga juga bisa dibaca saat mengantri) tentang ulasan singkat inisiasi yang mengkampanyekan antri sebagai suatu hak yang perlu dilindungi bagi pengantri dan bahwa antri adalah norma yang butuh dibiasakan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bentuk sosialisasi melalui bahasa seperti ini tentunya dapat menginternalisasi dalam masyarakat, jika sudah menjadi jargon yang sering didengungkan orang dan dilihat di berbagai institusi pelayanan publik. Resonansi antri di berbagai tempat semoga dapat mendekatkan kita kepada upaya menciptakan masyarakat yang sadar akan budaya antri dan saling menghargai. *** Mungkin solusi ini bukan ide terobosan yang begitu luar biasa, namun saya yakin pelayanan publik yang lebih baik berawal dari perbaikan hal kecil yang dapat berdampak besar terhadap kinerja pelayanan yang lebih efektif atau bahkan mendukung upaya pencerdasan masyarakat, dalam hal ini untuk mengantri. Solusi ini juga bisa diterapkan di berbagai tempat pelayanan publik lainya karena praktis dan mudah dilakukan. Jika ada SOP dan regulasi yang didukung dengan komitmen pimpinan suatu institusi pelayanan publik, tentu upaya semacam ini dapat berkelanjutan dan menciptakan lingkungan pelayanan publik yang lebih baik. Bayangkan jika masyarakat kita sudah terbiasa dengan tonggak dan jargon HANTRI di berbagai tempat, tentu kata antri dapat menjadi resonansi yang akan terus terlihat, terdengar dan dipraktikkan yang semoga suatu saat nanti bisa menjadi bagian dari kultur masyarakat Indonesia. Pihak PN Jakarta Pusat butuh mengkondisikan tahapan diatas sebagai salah satu inovasi peningkatan layanan publik dan mencerdaskan masyarakat untuk mengantri. Caranya adalah dengan menggeser perspektif antri dari suatu kewajiban menjadi suatu hak, yaitu hak untuk dapat melindungi antrian anda dari tindakan tak bertanggung jawab orang yang suka menerobos. Mari HANTRI! Semoga bermanfaat.
  • 5. Rangkuman: Kondisi saling menyerobot dalam pelayanan publik adalah hal yang sering kita lihat di beberapa tempat pelayanan publik ataupun pelayanan umum lainnya. Sikap antri harus diakui belum menjadi kultur dari sebagian besar masyarakat kita. Frustasi dengan keadaan ini, penulis berupaya untuk menawarkan suatu solusi penciptaan keadaan antri dalam pelayanan publik untuk pelayanan yang lebih efektif, teratur dan mencerdaskan masyarakat untuk mengantri. Hal ini dilakukan dengan inisiasi yang dinamakan HANTRI (Hak Antri) Deskripsi: Inisiatif HANTRI Atau Hak Antri adalah kampanye sosial pelayanan publik, dalam kasus ini PN Jakarta Pusat, untuk memfasilitasi kondisi pelayanan yang dapat mendukung masyarakat yang sadar akan haknya yang perlu dilindungi dalam melakukan antri. HANTRI menggeser perspektif antri sebagai suatu kewajiban menjadi suatu hak, yaitu hak untuk dapat melindungi antrian anda dari tindakan tak bertanggung jawab orang yang suka menerobos. Dengan demikian adanya suatu sistem dua arah (check and balance) dalam menciptakan keadaan antri. Melalui inisiasi dan juga kampanye sosial ini, pencetus ide ingin menciptakan persepsi bahwa dalam sikap antri, setiap orang memiliki hak yang perlu dihormati dan hak yang perlu dilindungi dari orang yang tak bertanggung-jawab dan orang antri berhak menegur dan memberikan sanksi sosial kepada penerobos antrian. Improvisasi dan pengkondisian tempat pelayanan publik adalah cara yang ingin ditempuh. Manfaat: - Meningkatkan ketertiban dan kenyamanan kondisi pelayanan di tempat pelayanan publik. - Meningkatkan profesionalisme dan kedisiplinan aparat pelayanan publik. - Mencerdaskan masyarakat akan pentingnya menghormati hak orang lain dan menanamkan perasaan malu dalam menyerobot antrian. - Mengarusutamakan kata antri dalam masyarakat agar menjadi suatu kultur, demi masyarakat Indonesia yang lebih baik. Bagaimana menjalankannya: 1) Internalisasi prinsip antri bagi petugas pelayanan publik. 2) Pengadaan tiang batas antri di PN Jakarta Pusat. 3) Pengadaan rambu tahapan pelayanan yang sederhana dan jelas. 4) Penyediaan X-Banner tentang HANTRI di daerah sekitar antrian.