2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Teorema Dasar Kalkulus
1. TEOREMA DASAR KALKULUS
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Analisis Riil 2
oleh
Nida Shafiyanti (3125111218)
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
2013
3. ABSTRACT
Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus,
yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian
pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus
pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng-
gunakan pendiferensialan. Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema
dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu se-
buah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. Bagian teorema
ini memiliki aplikasi yang sangat penting, karena ia dengan signifikan memper-
mudah perhitungan integral tertentu.
Kata kunci: diferensial, integral.
ii
4. 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus,
yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian
pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus
pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng-
gunakan pendiferensialan. Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema
dasar kalkulus kedua, mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu se-
buah fungsi menggunakan salah satu dari banyak antiturunan. Bagian teorema
ini memiliki aplikasi yang sangat penting, karena ia dengan signifikan memper-
mudah perhitungan integral tertentu.
Penyataan yang pertama kali dipublikasikan dan bukti matematika dari ver-
si terbatas teorema dasar ini diberikan oleh James Gregory (1638-1675). Isaac
Barrow membuktikan versi umum bagian pertama teorema ini, sedangkan anak
didik Barrow, Isaac Newton (1643-1727) menyelesaikan perkembangan dari teori
matematika di sekitarnya. Gottfried Leibniz (1646-1716) mensistematisasi ilmu
ini menjadi kalkulus untuk kuantitas infinitesimal.
Teorema dasar kalkulus kadang-kadang juga disebut sebagai Teorema dasar
kalkulus Leibniz atau Teorema dasar kalkulus Torricelli-Barrow.
1.2 Teorema Dasar Kalkulus
Pada bahasan ini selanjutnya akan menyelidiki hubungan antara turunan dan in-
tegral. Ada dua teorema yang berkaitan dengan masalah ini: yang pertama yaitu
dengan mengintegralkan sebuah turunan, dan yang lainnya dengan menurunkan
suatu integral. Teorema ini, biasa disebut Teorema Fundamental Kalkulus. Pada
makalah ini akan dibahas Teorema Dasar Kalkulus Bentuk Pertama, dan Bentuk
Kedua.
1
5. 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Integral dan Turunan
2.1.1 Turunan
Garis singgung pada (x, f(x)). Turunan f (x) dari sebuah kurva pada sebuah
titik adalah kemiringan dari garis singgung yang menyinggung kurva pada titik
tersebut. Turunan fungsi f di x adalah gradien garis singgung tersebut. Secara
formal Turunan fungsi f di x didefinisikan sebagai berikut:
f (x) = lim
h→0
f(x + h) − f(h)
h
2.1.2 Integral
Integral taktentu adalah antiturunan, yakni kebalikan dari turunan. F adalah
integral taktentu dari f ketika f adalah turunan dari F. Integral tertentu mema-
sukkan sebuah fungsi dengan outputnya adalah sebuah angka, yang mana mem-
berikan luas antar grafik yang dimasukkan dengan sumbu x. Pada gambar,
b
a
f(x)dx adalah luas daerah S, daerah yang diasir.
2.2 Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk Pertama)
Bentuk pertama dari Teorema Fundamental memberikan sebuah dasar teoritis
untuk metode penghitungan suatu integral, dimana pembaca telah mempelajari
2
6. dalam kalkulus. Sekarang dengan Teorema Dasar Kalkulus I (Bentuk pertama)
akan membedakan integral yang melibatkan batas atas variabelnya.
Definisi 2.2.1. Jika f ∈ R[a, b] maka fungsi yang didefenisikan sebagai
F(z) :=
z
a
f untuk z ∈ [a, b] (2.2.1)
ini disebut integral tak tentu dari f dengan nilai awal a. (Kadang nilai selain a
dapat pula digunakan sebagai nilai awal)
Teorema Adivitas Jika f ∈ R[a, b] dan jika c ∈ [a, b], fungsi yang didefinisikan
oleh Fc(z) =
z
c
f untuk z ∈ [a, b] dikatakan Intergal tak tentu dari f dengan
nilai awal c. Maka terdapat hubungan antara Fa dan Fc sebagai berikut;
Fa(z) =
z
a
f untuk z ∈ [a, b]
dan
Fc(z) =
z
c
f untuk c, z ∈ [a, b]
maka
Fa(z) =
c
a
f +
z
c
f =
c
a
f + Fc(z)
sehingga
Fc(z) = Fa(z) −
c
a
f
Akan ditunjukkan bahwa jika f ∈ R[a, b] maka integral tak tentu F memenuhi
kondisi Lipshictz maka F kontinu pada [a, b].
Definisi 2.2.2. Fungsi Lipschitz Misalkan A ⊆ R dan f : A → R. Jika terdapat
konstanta K > 0 sedemikian sehingga
|f(x) − f(u)| ≤ K|x − u|
untuk setiap x, u ∈ A, maka f dikatakan fungsi Lipschitz.
Teorema 2.2.1. Integral tak tentu F yang disefiniikan (2.1.1) adalah kontinu pa-
da [a, b]. Faktanya jika |f(x)| ≤ M untuk semua x ∈ [a.b], maka |F(z) − F(w)| ≤
M|z − w| untuk semua z, w ∈ [a, b].
Jika z, w ∈ [a, b] dan misalkan w ≤ z, maka
F(z) =
z
a
f =
w
a
f +
z
w
f = F(w) +
z
w
f
3
7. Sehingga diperoleh,
F(z) − F(w) =
z
w
f
sekarang jika −M ≤ f(x) ≤ M utuk semua x ∈ [a, b], maka
Teorema 2.2.2. Misalkan f dan g didalam R[a, b]
jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ [a, b], maka
b
a
f ≤
b
a
g
dari teorema 2.1.2 diatas diperoleh:
z
w
−Mdx ≤
z
w
f(x)dx ≤
z
w
Mdx
−Mx|z
w ≤
z
w
f(x) ≤ Mx|z
w
−M(z − w) ≤
z
w
f(x) ≤ M(z − w)
menyatakan bahwa
−M(z − w) ≤
z
w
f(x) ≤ M(z − w)
sehingga diperoleh
|F(z) − F(w)| ≤
z
w
f ≤ M|z − w|
Terbukti,
Selanjutnya akan ditunjukkan integral tak tentu F adalah terdiferensial pada
sembarang titik dimana f kontinu.
Misalkan f ∈ R[a, b] dan f kontinu pada titik c ∈ R[a, b]. Maka integral tak tentu
yang didefenisikan dari (2.1.1), adalah terdiferensial di c dan F (c) = f(c),
Bukti. Andaikan c ∈ [a, b) dan mengingat turunan dari kanan F pada c. Ker-
ena f kontinu pada c, diberikan > 0 terdapat n > 0 sedemikian sehingga jika
c ≤ x ≤ c + n , maka
f(c) − < f(x) < f(c) + (2.2.2)
4
8. Ambil h yang memenuhi 0 < h < n . Teorema Adivitas menunjukkan bahwa f
adalah terintergalkan pada interval [a, c], [a, c + h] dan [c, c + h] dan
F(c + h) − F(c) =
c+h
c
f
F(c + h) =
h
c
f +
c+h
c
f
c+h
c
(f(c) − )dx ≤
c+h
c
f ≤ (f(c) + )dx
x(f(c) − )|c+h
c ≤
c+h
c
f ≤ x(f(c) + )|c+h
c
(c + h)(f(c) − ) − c(f(c) − ) ≤
c+h
c
f ≤ (c + h)(f(c) + ) − c(f(c) + )
h(f(c) − ) ≤
c+h
c
f ≤ h(f(c) + )
Sekarang pada interval [c, c + h] fungsi f memenuhi pertidaksamaan (2.1.2), se-
hingga (dari teorema 2.1.2) diperoleh
(f(c) − ).h ≤ F(c + h) − F(c) =
c+h
c
f ≤ (f(c) + ).h
Jika dibagi dengan h > 0 dan menguranginya dengan f(c) maka diperoleh
F(c + h) − F(c)
h
− f(c) ≤
tetapi > 0 berubah-ubah, dapat disimpulkan limit kanan diberikan oleh
lim
h→0+
F(c + h) − F(c)
h
= f(c)
dengan cara sama dibuktikan untuk limit kirinya juga sama dengan f(c) dimana
c ∈ (a, b], sehingga pernyataan terpenuhi.
Teorema 2.2.3. Jika f kontinu pada [a, b] maka integral tak tentu F, yang
didefiniskan oleh persamaan (2.1.1) adalah terdiferensial di [a, b] dan F (x) = f(x)
untuk semua x ∈ [a, b].
5
9. Teorema 2.2.4. dapat diringkas: Jika f kontinu pada [a, b], maka integral tak
tentu dari f adalah anti turunannya. Akan ditinjau bahwa secara umum, integral
tak tentu tidak harus menjadi antiturunan (baik karena turunan dari integral tak
tentu tidak ada atau tidak sama f(x).
contoh 1. Jika f(x) = sgn(x) pada [−1, 1] maka maka f ∈ R[−1, 1] dan integral
tak tentu F(x) := |x| − 1 dengan nilai awal -1. Tetapi, F (0) tidak ada, F bukan
anti turunan dari f pada [−1, 1]
2.3 Teorema Dasar Kalkulus II (Bentuk Kedua)
Hal ini menyatakan bahwa jika suatu fungsi f adalah turunan dari suatu fungsi
F, dan jika f anggota dari R[a, b] , maka integral
b
a
f dapat dihitung dengan
cara menunjukkan nilai F|b
a := F(b)−F(a) . Suatu fungsi F sedemikian sehingga
F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b] disebut antiturunan atau primitive dari f
pada [a, b]. Jadi, jika f memiliki suatu antiturunan, itu adalah suatu persoalan
yang sederhana untuk menghitung integral.
Teorema 2.3.1. Misalkan terdapat sebuah himpunan berhingga E di [a, b] dan
fungsi f, F : [a, b] → R memenuhi:
1. F adalah kontinu di [a, b],
2. F (x) = f(x) untuk semua x ∈ [a, b] E,
3. f anggota dari R[a, b].
Maka diperoleh;
a
b
f = F(a) − F(b) (2.3.1)
Bukti. E := {a, b}. Secara umum dapat diperoleh dengan mengubah interval ke
dalam gabungan dari suatu interval bilangan terbatas.
Diberikan > 0 , karena f ∈ R[a, b] diasumsikan ada δ > 0 sedemikian sehingga
jika P adalah suatu tag partisi dengan P < δ , maka
|S(f; P) −
b
a
f| < (2.3.2)
Dimana titik di atas P menunjukkan bahwa tag telah dipilih untuk setiap sub
interval.
P := {([xi−1, xi], ti)}n
i=1 dan
S(f, P) := n
i=1 f(ti)(xi − x1−i), merupakan jumlah Rieman dari fungsi f :
[a, b] → R
Jika subinterval dalam P adalah [xi−1, xi], maka dengan menggunakan Teore-
ma Nilai Rata-Rata 2.2.2 untuk F pada [xi−1, xi] menyatakan bahwa ada ui ∈
6
10. (xi−1, xi) sedemikian sehingga
F(xi) − F(xi−1) = F (ui).(xi − xi−1) untuk i = 1, . . . , n
Teorema Nilai Rata-Rata
Teorema 2.3.2. f(b)-f(a)=f’(c)(b-a)
Jika menambahkan bentuk ini, dilihat dari jumlah dan bukti yang ada bahwa
F (ui) = f(ui), maka diperoleh
F(b) − F(a) =
n
i=1
(Fxi − F(xi−1)) =
n
i=1
f(ui)(xi − xi−1)
Sekarang, misalkan Pu := {([xi−1, xi], ui)}n
i=1, jadi jumlah pada persamaan kanan
S(f; Pu).
Jika kita substitusi F(b) − F(a) = S(f; Pu) pada persamaan (2.2.2), dapat disim-
pulkan bahwa
F(b) − F(a) −
b
a
f <
Namun, karena > 0 berubah-ubah, maka dapat diambil kesimpulan bahwa per-
samaan (2.2.1) berlaku.
Teorema 2.3.3. Jika f : I → R mempunyai sebuah turunan di c ∈ I, maka f
kontinu di c.
Keterangan Jika suatu F terdiferensial pada setiap interval dari [a, b] maka
(dengan Teorema 2.2.3) hipotesis (1) secara otomatis memenuhi. Jika f tidak
terdefinisi untuk beberapa titik c ∈ E, kita mengambil f(c) := 0. Namun jika
F terdiferensial pada setiap interval dari [a, b], kondisi (3) tidak secara otomatis
memenuhi, karena ada fungsi F sedemikian sehingga F bukan terintegral secara
Riemann.
contoh 2. Jika F(x) := 1
2
x2
untuk semua x ∈ [a, b], maka F (x) = x untuk
semua x ∈ [a, b]. Selanjutnya, f = F adalah kontinu di R[a, b]. Oleh karena itu,
Teorema Fundamental (dengan E = ∅) menyatakan bahwa
b
a
xdx = F(b) − F(a) =
1
2
(b2
− a2
)
contoh 3. Misalkan K(x) := x2
cos( 1
x2 ) untuk x ∈ (0, 1] dan misalkan K(0) := 0.
Dengan mengikuti Aturan Produk dan Aturan Rantai, didapat bahwa
K (x) = 2x cos
1
x2
+
2
x
sin
1
x2
untuk x ∈ (0, 1]
7
11. Aturan Produk fungsi fg terdiferensialkan di c dan
(fg) (c) = f (c)g(c) + f(c)g (c)
Aturan Rantai Diberikan I, J interval di R , g : I → R dan f : J → R adalah
fungsi sedemikian sehingga f(J) ⊆ I dan c ∈ J . Jika f terdiferensialkan di c
dan jika g terdiferensialkan di f(c) , maka fungsi komposit g ◦ f terdiferensialkan
di c dan
(g ◦ f) (c) = g (f(c)).f (c)
Turunan K pada x = 0, diperoleh dengan menggunakan defenisi dari turunan.
Diperoleh
K (0) = lim
x→0
K(x) − K(0)
x − 0
= lim
x→0
x2
cos( 1
x2 )
x
= lim
x→0
x cos(
1
x2
) = 0
Sehingga turunan K dari K ada untuk x ∈ [0, 1]. Jadi K kontinu dan terdifer-
ensial pada [0, 1]. Karena itu dapat dilihat bahwa fungsi K tidak terbatas pada
[0, 1] sehingga bukan bagian/anggota R[0, 1] dan Teorema Fundamental 2.2.1 tidak
berlaku untuk K .
Teorema 2.3.4. Teorema Subtitusi Misalkan J := [α, β] dan misalkan ϕ :
J → R memiliki turunan di J. Jika f : I → R adalah kontinu pada interval I
yang terdapat pada ϕ(J), maka
β
α
f(ϕ(t)).ϕ (t)dt =
ϕ(β)
ϕ(α)
f(x)dx (2.3.3)
Hipotesis bahwa f dan ϕ adalah kontinu yang membatasi, tetapi digunakan untuk
memastikan adanya integral Riemann pada sisi kiri (2.2.3)
Bukti: Misalkan F(x) adalah primitive (anti turunan) dari f(x) dan x =
ϕ(t) maka F(ϕ(t)) merupakan primitive dari f(ϕ(t)).ϕ (t). dengan menggunakan
aturan rantai dapat diperoleh
(F(ϕ(t))) = F (ϕ(t)).ϕ (t) = f(ϕ(t)).ϕ (t)
sehingga
ϕ(β)
ϕ(α)
f(x)dx = F(x) + c = F(ϕ(t)) + c =
β
α
f(ϕ(t)).ϕ (t)dt
contoh 4. Anggap
4
1
sin
√
t√
t
dt. Subtitusikan ϕ(t) =
√
t untuk t ∈ [1, 4] sehingga
ϕ (t) = 1
2
√
t
adalah kontinu pada [1, 4]. Misalkan f(x) = 2 sin x, maka intergradnya
memiliki bentuk (f ◦ ϕ).ϕ dan teorema subtitusi menyatakan bahwa persamaan
integral
2
1
2 sin xdx = −2 cos x|2
1 = 2(cos 1 − cos 2)
8
12. contoh 5. Anggap
4
0
sin
√
t√
t
dt. Karena ϕ(t) =
√
t tidak meiliki turunan kontinu
pada [0, 4], teorema subtitusi tidak dapat digunakan, paling tidak pada subtitusi
ini.
9
14. 3 KESIMPULAN
Teorema dasar kalkulus menjelaskan relasi antara dua operasi pusat kalkulus,
yaitu pendiferensialan (differentiation) dan pengintegralan (integration). Bagian
pertama dari teorema ini, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus
pertama, menunjukkan bahwa sebuah integral taktentu dapat dibalikkan meng-
gunakan pendiferensialan.
a) Teorema dasar Kalkulus I
Jika f kontinu pada selang [a, b], maka
F(x) =
x
a
f(t)dt, x ∈ [a, b]
mempunyai turunan pada selang [a, b] dengan
F (x) = f(x)∀x ∈ [a, b]
Bagian kedua, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus kedua,
mengijinkan seseorang menghitung integral tertentu sebuah fungsi menggunakan
salah satu dari banyak antiturunan.
b) Teorema dasar Kalkulus II
Jika fungsi f kontinu pada selang [a, b] dan F adalah anti turunan dari f pada
selang [a, b], maka
b
a
f(x)dx = F(b) − F(a)
11
15. Pustaka
[1] Wono Setya Budhi. Kuliah Kalkulus (http://wonosb.wordpress.com/kuliah-kalkulus/)
[2] Bartle, Robert G. (1927). Introduction to Real Analysis. Wiley)
[3] Helmer Aslaksen. Why Calculus? National University of Singapore..
[4] http://calculusmind.blogspot.com/2012/03/7-teorema-dasar-kalkulus.html.
[5] http://kalkulusdasar.blogspot.com/2011/10/pengaruh-penting.html
12