MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
Makalah "Kesetaraan Gender"
1. Page 1 of 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin
bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam
mencapai cita – cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan
gender. Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh merekayang
dominan baik secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan
dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang
termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih
terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap
tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan lakilaki juga dapat mengalaminya.
Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam
proses perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum
perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak negatifnya.
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender
yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu,
kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya
upaya tersebut diarahkan untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi, Penyusun Kebijakan
Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan Peningkatan Partisipasi Politik.
B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan penulis dalam menyusun makalah ini tiada lain adalah
sebagai tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang di berikan oleh Dosen pengajar
sebagai tugas perkuliahan Fakultas Ekonomi Universitas Madura. Selain itu untuk lebih
menambah wawasan tentang Kesetaraan Gender
C. Rumusan Masalah
- Apa yang perbedaan antara Gender dan Seks (Jenis Kelamin)?
- Apa pengertian dari kesetaraan Gender?
- Bagaimana wujud kesetaraan gender di Indonesia?
- Bagaimana wujud kesetaraan gender di dunia pendidikan?
- Bagaimana pandangan etis Agama terhadap kesetaraan Laki-laki dan Perempuan?
2. Page 2 of 10
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesetaraan Gender
Dalam memahami kajian kesetaraan gender, seseorang harus mengetahui terlebih
dahulu perbedaan antara gender dengan seks ( jenis kelamin ). Kurangnya pemahaman
tentang pengertian Gender menjadi salah satu penyebab dalam pertentangan menerima suatu
analisis gender di suatu persoalan ketidakadilan social.
Hungu (2007) mengatakan “seks ( jenis kelamin ) merupakan perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks ( jenis kelamin )
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma,
sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,
hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak
dapat dipertukarkan diantara keduanya…..”.
Sedangkan secara etimologis, gender memiliki arti sebagai perbedaan jenis kelamin
yang diciptakan oleh seseorang itu sendiri melalui proses social budaya yang panjang.
perbedaan perilaku antara laki – laki dengan perempuan selain disebabkan oleh factor biologis
juga factor proses social dan cultural. oleh sebab itu gender dapat berubah – ubah dari tempat
ke tempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas social ekonomi masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan perbedaan antara jenis kelamin dengan gender
yaitu, jenis kelamin lebih condong terhadap fisik seseorang sedangkan gender lebih condong
terhadap tingkah lakunya. selain itu jenis kelamin merupakan status yang melekat / bawaan
sedangkan gender merupakan status yang diperoleh / diperoleh. Gender tidak bersifat
biologis, melainkan dikontruksikan secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir,
melainkan dipelajari melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat berubah.
Setelah mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan gender, maka langkah selanjutnya
yaitu kita dapat memahami pengertian “Kesetaraan Gender”. Kesetaraan Gender merupakan
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-
haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan
gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap
laki-laki maupun perempuan.
kesetaraan gender memiliki kaitan dengan keadilan gender. keadilan gender merupakan
suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki – laki dan perempuan. terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki – laki
maupun perempuan. sehingga denga hal ini setiap orang memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan control atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
dari pembangunan tersebut.
Memiliki akses di atas mempunyai tafsiran yaitu setiap orang mempunyai peluang /
kesempatan dalam memperoleh akses yang adil dan setara terhadap sumber daya dan
memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber
daya tersebut. Memiliki partisipasi berarti mempunyai kesempatan untuk berkreasi / ikut andil
dalam pembangunan nasional. Sedangkan memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh
manfaat yang sama dari pembangunan.
3. Page 3 of 10
B. Kesetaraan Gender di Indonesia dalam Bermasyarakat
Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum laki
– laki dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam
berbagai bentuk ketidakadilan, yakni :
a. Marginalisasi Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi perempuan.
Marginalisasi perempuan ( penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi di lingkungan sekitar.
Nampak contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan menjadi miskin
akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan
pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak
dimiliki laki-laki, dan perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya
dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Dengan hal ini banyak sekali kaum pria yang beranggapan
bahwa perempuan hanya mempunyai tugas di sekitar rumah saja.
b. Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi.
Subordinasi memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap
lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu
terdapat pandanganyang menempatkan kedudukan dan peran perempuan yang lebih rendah
dari laki – laki. Salah satu contohnya yaitu perempuan di anggap makhluk yang lemah,
sehingga sering sekali kaum adam bersikap seolah – olah berkuasa (wanita tidak mampu
mengalahkan kehebatan laki – laki). Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang
lingkup pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu,
maka sama halnya dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk mengapresiasikan
pikirannya di luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak
sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu
melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian
gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini
mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum
perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan.
Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja
dan masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau
tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap
perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak
menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah
tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis
atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner)
mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau
tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang
harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu
rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa
dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan
hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja,
selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih
mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan
banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di
satu sisi.
Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks perlindungan hak ketenagakerjaan
serta upah yang sepadan, tampaknya kita perlu menilik kembali peran pemerintah terhadap
4. Page 4 of 10
para pahlawan devisa, khususnya para kaum perempuan. Mereka adalah pihak yang memliki
suara paling kecil untuk didengar oleh pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya
yang seolah tak memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.
Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum sepenuhnya terlindungi oleh
negara. Masih marak pula terjadi kasus yang tak terselesaikan sebab insignifikansi
pemerintah (pemerintah mengganggap masalah ini tidak penting) tentang hal ini. Lucunya,
kasus TKW seringkali hanya disambut dengan komentar ringan berupa ‘pemerintah belum
dapat melindungi hak-hak umum para TKW, serta belum dapat mengawasi seluruhnya kasus
tentang pemerkosaan yang marak terjadi’.
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang memberatkan
atau bahkan menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera diselesaikan dengan aksi
nyata. Apalagi TKW merupakan major labour yang bertugas menopang satu dari beberapa
pilar utama negara, lewat peran pentingnya terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak
berarti mereka menyumbang peran yang kecil pula untuk negara.
Bisa jadi, dengan adanya aksi peningkatan perlindungan kepada TKW secara nyata dan
signifikan dari pemerintah akan memunculkan stabilitas ekonomi lebih mumpuni, sehingga
perannya untuk kesejahteraan negeri secara langsung juga akan terasa besar. Pertanyaannya,
apakah pemerintah bersedia? Sebuah renungan untuk bangsa ini tentunya.
C. Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan di Indonesia
Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya dengan laki – laki.
Akan terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masa lalu saat Indonesia masih di jajah, Para
penjajah kurang menghargai kaum perempuan. Mereka berlaku sewenang – wenang sesuka
hati terhadap kaum perempuan di Indonesia. Peristiwa ini menggambarkan bahwa kesetaraan
gender sama sekali belum ditegakkan. Dampak dari peristiwa tersebut, pandangan –
pandangan masyarakat sepeninggalnya yaitu terdapat masyarakat yang beranggapan bahwa
perempuan belum memiliki kesempatan untuk berperan sentral diberbagai bidang seperti
sekarang ini. Orang tua yang memiliki pandangan seperti itu, akan menyekolahkan anak laki –
lakinya setinggi – tingginya sedangkan anak perempuan tidak harus bersekolah ke jenjang
yang lebih tinggi. Salah satu factor peristiwa tersebut yaitu orang tua hanya beranggaoan
bahwa peran perempuan dalam kehidupan tidak lain adalah sebagai ibu rumah tangga yang
tak perlu sekolah tinggi – tinggi. Namun saat ini pemerintahan telah berupaya untuk
menegakkan kesetaraan gender. Hal ini terbukti dengan adanya program pemerataan
pendidikan di seluruh Indonesia, dengan hal ini banyak generasi penerus bangsa yang
merupakan calon pembangunan Negara ini mendapatkan mendapatkan kesempatan yang sama
dalam mengenyam pendidikan. Terlepas dari permasalahan pendidikan yang ada, namun
dapat diakui bahwa pandangan orang tua kolot masa lalu yang tidak menyekolahkan anak
perempuannya kini telah berubah. Terlihat bahwa pada saat sekarang kaum perempuan pun
banyak yang bersekolah hingga jenjang yang tinggi. Selain hak untuk mendapatkan
pendidikan, di Negara Indonesia sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender dalam
tatanan organisasi dari mulai organisasi yang kecil hingga pemerintahan. Buktinya ialah
perempuan pun memiliki peranan yang sama dalam hal menduduki jabatan tertentu dalam
suatu institusi. Presiden Negara Indonesia yang pernah diduduki oleh seorang perempuan
yaitu Megawati Soekarno Putri merupakan bukti real-nya.
D. Pandangan Agama terhadap kesetaraan Gender
a. Kesetaraan gender menurut agama muslim
Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis
kelamin. Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan
keadilan gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran Islam
tidak dikenal adanya isu gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan
menetapkan perempuan pada posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan
martabat yang sama dan setara dengan laki – laki.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat – ayat Al-
Qur’an. Suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama
yang belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan,
dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat
5. Page 5 of 10
dari salah memahami alasan untuk mempertahankan subordinasi, marginalisasi, dan
diskriminasi terhadap perempuan.
Al-Qur an sebagai “Hudan linnasi”, petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi
Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”, tentu saja
menolak anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk
ketidak-adilan. Sejak awal dipromosikan, Islam adalah agama pembebasan.
Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan
sebagai representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna
kulit. Islam mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian, keselarasan, dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan
lingkungan alamnya.
b. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama khatolik
Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya,
khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang
lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan
gender. Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu
kebenaran. Begitu juga di Indonesia, ajaran kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga
Indonesia. Dalam Kejadian 2 (Kejadian 2 (disingkat Kej 2) adalah bagian dari Kitab Kejadian
dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.) Disebutkan bahwa Allah
menciptakan manusia dari bumi. Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam.
Kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa
Adam jatuh ke dalam dosa karena Hawa. Teks ini memunculkan pandangan bahwa
perempuan adalah manusia kedua. Perempuan juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja
mengambil teks ini sebagai dasar pandangan hubungan (relasi) antara laki-laki dengan
perempuan. Hubungan ini dipandang hanya berdasarkan jenis kelamin saja. Posisi
subordinat (posisi yang rendah) perempuan seperti inilah yang menjadi dasar pandangan
awal gereja mengenai perempuan.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan zaman,
Gereja menolak ketidakadilan gender, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Gereja memperhatikan dengan serius dasar-dasar ajaran agama, yaitu; tradisi, teologi dan
filsafat, kitab suci serta ajaran gereja dengan pastoral lainnya.
1. Aspek Tradisi
Salah satu sumber ajaran iman dan moral Katolik adalah tradisi. Tradisi gereja
masih dipengaruhi oleh budaya yang bersifat patriarkhis (Budaya yang menomor
satukan laki – laki). Suami merupakan penguasa dalam keluarga. Wanita diletakkan
dalam posisi subordinat. Hal ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan gender yang
mendasar. Namun Perjanjian Baru memandang bahwa laki-laki dan perempuan adalah
sama, sehingga dengan jelas Perjanjian Baru menolak segala bentuk kekerasan dalam
rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan perubahan penafsiran
kitab suci, terutama Kitab Perjanjian Lama.
2. Aspek Teologi (Ilmu tentang Ketuhanan) dan Filsafat
Dalam Kristen, baik itu Katolik maupun Protestan, pencitraan Allah adalah
sebagai Bapak, sehingga muncul pandangan bahwa Allah adalah laki-laki. Hal ini
mengontruksikan suatu pemikiran bahwa laki-laki adalah penguasa dalam keluarga
sehingga sangat berpotensi menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.
Sesungguhnya hubungan manusia dengan Allah adalah bersifat personal sehingga Allah
dapat mempersonifikasikan diri sebagai Bapak maupun sebagai Ibu.
3. Aspek Kitab Suci
Untuk memahami Kitab Suci perlu dipahami latar belakang penulis. Dalam
Kejadian 2 pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa perempuan merupakan manusia kedua,
perempuan sebagai penggoda. Teks normatif ini sangat berpotensi memunculkan
kekerasan dalam rumah tangga jika ditafsirkan secara salah. Padahal dalam Kejadian 1
ayat (26) disbutkan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sama secitra
dengan Allah, keduanya adalah baik.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, banyak ketentuan-ketentuan yang menempatkan
perempuan sebagai mahkluk kedua, dan diposisikan pada posisi yang sub ordinat. Hal
6. Page 6 of 10
ini sangat berpotensi memunculkan kekerasan psikologis dalam keluarga.Pencitraan
perempuan yang cenderung terasa tidak adil gender ini diperbaharui dan diformulasikan
kembali dalam Kitab Perjanjian Baru. Dalam Kitab Perjanjian Baru, perempuan
mendapat posisi yang sejajar dengan laki-laki. Yesus menempatkan perempuan pada
posisi yang harus dihormati. Bahkan karena dianggap terlalu memuliakan perempuan
dan terlalu memperjuangkan perempuan inilah kemudian Yesus ditangkap dan
kemudian dihukum salib oleh penguasa pada waktu itu yang memegang faham
patriarkal.
4. Aspek Ajaran Gereja
Dalam pandangan Gereja Katolik, perempuan dianggap mempunyai martabat
yang sama dengan laki-laki. Mereka mempunyai hak untuk berperan dalam masyarakat.
Pengakuan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan haruslah dihormati. Gereja
mengemukakan sikap keterbukaan dalam keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga
muncul kesejajaran. Gereja Katolik dengan jelas bersikap tidak toleran terhadap
ketidakadilan, termasuk ketidakadilan gender yang berpotensi memicu kekerasan dalam
keluarga.
Dalam Katolik ada satu komisi yang melayani urusan keluarga yaitu pastoral
keluarga yang bertugas melakukan pendampingan keluarga, untuk menanggulangi
munculnya kekerasan dalam rumah tangga, termasuk perceraian. Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa Gereja Katolik menolak ketidakadilan gender. Tetapi untuk
mewujudkan keadilan gender dalam masyarakat masih terdapat hambatan yaitu faktor
tradisi patriarkhis.
c. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Kristen
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki menurut
gambar dan rupa Allah: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya
mereka” (Kej.1:27). Maksud dari ungkapan ‘menurut gambar Allah’ dalam ayat ini tidak
dalam arti bahwa manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta. Ungkapan itu lebih
berarti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk mulia, kudus, dan berakal budi,
sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, serta layak menerima mandat dari
Allah untuk menjadi pemimpin bagi segala makluk (Kej.1:28-30). Status se-“gambar”
dengan Allah dimiliki tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga oleh perempuan. Kedua pihak
punya status yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan adanya diskriminasi atau dominasi
dalam bentuk apapun hanya karena perbedaan jenis kelamin.
Alkitab mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempaun itu
terjadi setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah (Kej. 3:12dst). Adam
mempersalahkan Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan Hawa mempersalahkan ular
sebagai penggoda. Tetapi akhirnya Allah menghukum Adam. Adam dihukum bukan hanya
karena Adam ikut-ikutan makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa
berdialog dengan ular sampai memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di
sana tetapi ia bungkam. Dengan kata lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari
Adam. Karena itu kesalahan ada pada kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-
laki tidak bisa menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa dosa.
Dalam perkembangan selanjutnya peranan perempuan mulai dibatasi. Budaya
Yahudi tidak banyak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkiprah. Ada
sejumlah tokoh perempuan yang muncul dalam sejarah Israel, tetapi peran mereka sangat
terbatas. Di antara mereka ada Miryam, saudara perempuan nabi Musa. Miryam juga
dipakai Allah sebagai nabiah. Ia dan Harun menegur Musa saat Musa kawin lagi dengan
perempuan Kush. Meskipun Miryam dan Harun bersama-sama mengajukan protes namun
Miryamlah yang mendapat hukuman. Terjadi semacam diskriminasi hukum antara laki-laki
dan perempuan (Bil. 12). Diskriminasi itu juga terjadi ketika orang kawin. Dalam budaya
Israel seorang suami bisa mengambil istri lebih dari satu orang (polygamy). Tetapi seorang
istri tidak diperkenankan untuk mengambil suami lebih dari satu orang (poliyandry). Pada
saat seorang perempuan melahirkan anak juga terjadi diskriminasi. Jika perempuan
melahirkan anak laki-laki ia dianggap najis selama empat puluh hari. Sedangkan jika yang
lahir adalah anak perempuan, maka ibu anak itu dianggap najis selama delapanpuluh hari
7. Page 7 of 10
(Imamat 12). Dua perempuan Israel yang dianggap mujur yakni Deborah menjadi nabiah
dan hakim di Israel dan Ester sebagai permaisuri Raja Ahazweros (Hak. 4:4dst; Est 8).
Pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan masih
tetap berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia bersikap menentang
disriminasi dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin agama Yahudi menangkap
seorang perempuan yang kedapatan berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka minta
supaya perempuan ini dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli
terhadap permintaan mereka. Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak
menangkap laki-laki yang tidur dengan dia. Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa
yang tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali merajam perempuan ini”. Tidak ada
yang berani melakukannya. Akhirnya Yesus menyuruh perempuan itu pulang dengan
nasihat supaya tidak berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).
Dalam pelayanan-Nya, Yesus banyak menaruh perhatian kepada orang-orang yang
dianggap sebagai ‘sampah’ masyarakat, termasuk di dalamnya beberapa perempuan. Salah
satu di antaranya adalah Maria dari Magdala. Yesus menyembuhkan Maria dari ikatan roh
jahat. Kemudian Maria dan beberapa perempuan lain mengiring Yesus dalam pelayanan-
Nya (Luk 24:10). Lagi-lagi Yesus membela posisi perempuan ketika sejumlah orang Farisi
datang kepada-Nya dan bertanya:”Apakah seorang suami bisa menceraikan istrinya dengan
alasan apa saja?” Yesus menjawab mereka kata-Nya: sejak semula perkawinan hanya
terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (Adam-Hawa). Perceraian hanya
bisa terjadi jika salah satu di antaranya berbuat zinah. Lalu orang-orang itu bertanya lagi:
“Kalau begitu mengapa Musa mengijinkan seorang suami membuat surat cerai (talak)”?
Lalu Yesus menjawab: karena ketegaran hatimulah Musa melakukan hal itu. Tapi
seharusnya tidak demikian (Mat 19:1-12). Karena komitment-Nya terhadap kesetaraan
perempuan dan laki-laki, maka pada saat Yesus mati di salib, banyak perempuan ada
bersama-sama dengan Dia serta mengunjungi kubur-Nya.
Perjuangan menentang diskriminasi dan menegakkan hak-hak perempuan tidak
berakhir pada saat Yesus terangkat ke langit. Perjuangan itu terus berlangsung dari abad ke
abad. Umumnya orang mengakui bahwa perjuangan yang cukup sengit dimulai pada abad
ke-18, terutama sesudah berakhirnya Revolusi Amerika (1775-1783) dan Revolusi
Perancis (1789-1799). Kedua revolusi itu berhasil menanamkan nilai-nilai: kemerdekaan,
kesetaraan, dan persaudaraan antara semua penduduk. Momentum ini dipakai oleh kaum
perempuan untuk menuntut kesamaan hak dengan kaum lelaki. Selanjutnya pada tahun
1960-an terjadi gelombang protes anti perang dan perjuangan hak-hak sipil yang terjadi di
Amerika Utara, berikut di Australia, dan di seluruh Eropah. Kesempatan itu dianggap tepat
untuk memperjuangkan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang menarik
perhatian kita sekarang, bahwa gerakan memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi
gerakan yang mendunia. Ia bukan hanya merupakan usaha dari kelompok agama tertentu,
tetapi sudah menjadi gerakan bangsa-bangsa atas alasan kemanusiaan dan keadilan gender.
Tentu kita mendukung semua perjuangan semacam itu.
d. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Budha
Dalam kehidupan bermasyarakat, sang budha tidak membedakan peran laki-laki
maupun perempuan. Mereka memliki peran yang setara dan adil. Seperti laki-laki,
perempuan juga bisa menjadi majikan, atasan, guru(brahmana) sesuai kotbah sang Budha.
Mengacu pada perkembangan budha Dharma bahwa pemberdayaan dan
kemitrasejajaran perempuan telah diperjuangkan dan ditumbhkembangkan oleh sang
Budha. Hal ini dapat dikaji dari kisah-kisah siswa Budha yang sebagian adalah perempuan
dan diterangkan pula bahwaperempuan membawa peran penting dalam perkembangan
agama Budha
Kesetaraan gender dalam agama Budha didasari kewajiban dan tanggungjawab
bersama dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan
kehidupan berumah tangga. Menurut agama Budha, manusia terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang muncul bersama di muka bumi ini.dan dia dapat terlahir sesuai dengan
karmanya masing-masing, sehingga kedudukan antara laki-laki maupun perempuan dalam
agama budha tidak dipermasalahkan . agama budha membimbing umatnya untuk
menghargai gender.
8. Page 8 of 10
Dalam Paninivana Sutta, sang Budha mengatakan seluruh umat manusia tanpa
tertinggal memiliki jiwa Budha. Laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang agung,
karenanya agar terjadi keseimbangan dalam menjalanjan fungsi kehidupannya, maka
keduanya memiliki karakter yang berlawanan, padahal justru dari sinilah muncul
keseimbangan.
e. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Hindhu
Pengertian gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang
membedakan perilaku antara perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan
budaya, bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan
bertindak sesuai ketentuan sosial, moral, etika, dan budaya di mana mereka berada. Ada
yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan budaya, tetapi
tidak pantas dikerjakan oleh perempuan,demikian pula sebaliknya.Sesuai ajaran agama
hindu, gender bukan merupakan perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. agama
hindu mengajarkan bahwa seluruh umat manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan
sesuai dengan dharma baktinya.
Manusia yang dilahirkan ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang
sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun perempuan.
Istilah dewa-dewi lingga yoni dalam ajaran hindu menggambarkan bahwa dualism
ini sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena tuhan yang maha esa menciptakan
semua mahluk hidup selalu berpasangan.di dalam kitab suci hubungan suami dan istri
dalam ikatan perkawinan disebut sebagai satu jiwa dari dua badan yang berbeda .
Lebih jauh di dalam manapadharmasastra di uraikan bahwa tuhan yang maha esa
menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud “ardha-nari-isvari”,sebagai
sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai perempuan.
9. Page 9 of 10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan cita – cita demokrasi, suatu Negara harus mampu untuk
menegakkan kesetaraan gender. Gender sering disamakan pengertiannya dengan jenis
kelamin. Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara fisik laki – laki dengan fisik
perempuan yang dibawa sejak ia dilahirkan. Sedangkan gender merupakan tperbedaan jenis
kelamin yang diciptakan oleh social budaya yang panjang.
Kesetaraan gender berguna untuk memberikan kesempatan setiap orang untuk
berapresiasi terhadap hal – hal yang terjadi disekitarnya. Kesetaraan gender berkaitan dengan
keadilan gender. Keadilan gender merupakan perlakuan adil terhadap laki – laki dan
perempuan. perbedaan antara kesetaraan dan keadilan gender yaitu kesetaraan lebih condong
terhadap peluang sedangkan keadilan gender lebih condong terhadap tingkah laku laki – laki
dan perempuan.
Kesetaraan gender dan keadilan gender harusnya dapat ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain bermasyarakat kesetaraan gender dan keadilan gender haruslah di
tegakkan juga di dunia pendidikan. Bukan hanya kaum laki - laki saja yang harus sekolah
tinggi namun perempuan juga punya hak untuk dapat bersekolah setinggi – tingginya.
Pada dasarnya semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana Tuhan mewujudkan
kasihnya terhadap manusia tanpa memandang jenis kelamin, dari golongan mana, berapa
usianya, terang kasih Tuhan tidak ada yang mendominasi. Tuhan menciptakan laki-laki dan
perempuan dibentuk sedemikian rupa menurut rupa dan gambarnya dan Tuhan melihat bahwa
ciptaannya itu sungguh amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan
berkaitan dengan fungsi biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling melengkapi agar
menjadi utuh. Dalam agama mengajarkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki
kesamaan kondisi untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.
B. Saran
Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya
makalah ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling menegakkan
kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi permasalahan dalam kehidupan
bersosial.