"Bawal99: Menikmati Sensasi Taruhan Olahraga Online dengan Aman dan Nyaman"
IT BSC and Strategic Alignment Model (SAM)
1. Tata Kelola Teknologi Informasi
Kajian Seputar “Strategic Alignment Model & IT BSC”
Oleh:
Muhamad Nasrullah
2. Keselarasan antara Bisnis dan IT merupakan kecocokan dan integrasi antara strategi bisnis,
strategi TI, struktur bisnis dan struktur TI. Keselarasan antara Strategi TI dengan Strategi Bisnis
Organisasi sangat diperlukan agar keunggulan kinerja organisasi dapat dicapai.
SAM (STRATEGIC ALIGNMENT MODEL)
Tujuan Tata kelola untuk Benefit Realization, Optimasi Risiko dan Optimalisasi Sumber Daya
tidak dapat dicapai tanpa keselarasan efektif antara bisnis dan strategi TI. Keselarasan antara
bisnis dan strategi TI tidak dapat dicapai secara kebetulan.
Henderson dan Venkatraman adalah yang pertama secara jelas menggambarkan keterkaitan
antara strategi bisnis dan strategi TI dengan modelnya yang dikenal dengan Strategic Alignment
Model (SAM).
Gambar 1: Strategic Alignment Model (ISACA, 2015)
“SAM adalah keselarasan strategis antara bisnis dan TI adalah sebuah proses serta tujuan
untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengembangan dan mempertahankan hubungan
timbal balik antara bisnis dan TI”
SAM didefinisikan sebagai model kerangka kerja manajemen bisnis dan TI dalam rangka
menunjang kesuksesan dari implementasi bisnis, SI/TI dan komponen infrastruktur pendukungnya
(Henderson and Venkatraman 1993). Model dari kerangka kerja SAM mencakup 4 fokus area atau 4
kuadran yang mewakili pilihan strategis yang mencakup : Strategi Bisnis, Strategi TI, Infrastruktur
Operasional dan proses-proses (organizational infrastrucure and processes), infrastruktur SI/TI
dan proses-proses (IS/IT infrastructure and processes).
3. Gambar 2: Strategic Alignment Model (Henderson and Venkatraman 1993)
Komponen-komponen tersebut menjelaskan hubungan lebih lanjut dari keselarasan strategi bisnis
dan TI. Berikut ini penjelasan dari komponen-komponen empat fokus area yang dimaksud:
a) Strategi Bisnis (Business Strategy)
• Ruang lingkup bisnis (Business Scope) mencakup : pasar, produk, jasa, pelanggan, lokasi di
mana organisasi berkompetisi, kompetitor (mencakup kompetitor yang bersifat alternatif,
berpengaruh pada lingkungan bisnis di mana organisasi beroperasi).
• Kompetisi pembeda (Distinctive Competencies) : faktor utama penentu kesuksesan/CSF
(Critical Succes Factor) dan kompetisi utama dari organisasi yang membentuk
keunggulan kompetitif termasuk merek, jenis produk/jasa yang dihasilkan, riset,
manufaktur, pengembangan produk, struktur biaya dan harga serta jalur distribusi dan
pemasaran.
• Tata Kelola Bisnis (Business Governance) : bagaimana organisasi membina hubungan
dengan para manajemen, para pemegang saham dan para direktur.
b) Infrastruktur organisasi dan proses-proses (organizational infrastrucure and processes)
Kuadran ini mempunyai 3 (tiga) komponen, yaitu Administrative Infrastructure (struktur
administratif), Process dan Skills (Keahlian) (Henderson and Venkatraman 1993). Struktur
administratif terdiri dari struktur otorisasi, tanggung jawab dan peran di dalam organisasi.
4. Komponen proses organisasi menyangkut aktivitas dalam organisasi yang menentukan
sejauh mana tingkat pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan TI. Komponen keahlian
berfokus kepada sumber daya manusia dan organisasi, khususnya berkaitan dengan
pelatihan dan pengalaman personil, penciptaan budaya organisasi yang berkaitan dengan
pelatihan dan pengalaman personil, penciptaan budaya organisasi, kesempatan outsourcing,
serta mencakup definisi dari kompetensi, norma dan nilai, gaji dan penghargaan dan penilaian
dari sumber daya manusia terhadap pencapaian tujuan organisasi.
c) Strategi TI (IT Strategy)
Pada kuadran ini (Henderson and Venkatraman 1993) menjelaskan tentang lingkup
teknologi, kompetensi sistematis, dan tata kelola terhadap komponen-komponen TI. Lingkup
teknologi dalam hal ini adalah keseluruhan esensi dari informasi aplikasi-aplikasi serta
teknologi-teknologi yang digunakan dalam menjalankan kepentingan bisnis. Sedangkan
kompetensi sistematis yang dimaksud adalah seluruh kemampuan yang dapat menghasilkan
layanan TI lainnya yang melibatkan besarnya peran bisnis terhadap informasi tersebut dalam
kaitannya pada strategi bisnis yang dibangun. Untuk tata kelola komponen TI menjelaskan
tentang membangun otoritas, sumber daya, risiko dan tanggung jawab yang dijalankan
terhadap rekan bisnis, manajemen TI maupun penyedia layanan. Proses pemilihan dan
prioritas proyek TI dalam bisnis menjadi bagian pada komponen ini (Coleman & Papp, 2006).
d) Infrastruktur SI/TI dan Proses-proses (IS/IT Infrastructure and processes)
Kuadran ini terdiri dari komponen Architecture (Arsitektur), Process (proses) dan Skills
(keahlian). Infrastruktur TI mencakup hardware, software, data, aplikasi dan platform
komunikasi yang digunakan organisasi untuk mencapai strategi TI dan strategi organisasi.
Proses berpusat pada pengembangan praktik TI secara khusus dan bagaimana proses itu
dapat ditingkatkan. Komponen proses juga mencakup pengembangan aplikasi, manajemen
sistem, dan fungsi maintenance (pemeliharaan). Sedangkan keahlian membahas tentang
pengalaman, kompetensi dan nilai dari pekerja teknologi, norma dan budaya TI, gaji personil
dan pelatihannya.
Kecocokan Strategis (Strategic Fit)
Strategi Fit menyepakati bahwa strategi TI harus diartikulasikan (diucapkan dengan jelas)
dalam hal domain eksternal (bagaimana perusahaan diposisikan pada IT marketplace) dan domain
internal (bagaimana bisnis dan proses TI, termasuk infrastruktur, dirancang dan terstruktur
(tersusun)) (ISACA, 2015).
5. Kecocokan strategis (Henderson and Venkatraman 1993) menjelaskan hubungan vertikal di
mana perlu adanya keselarasan antara aspek eksternal dengan aspek internal. Sebagai contoh,
strategi bisnis (aspek eksternal) menentukan peran dan posisi organisasi di industri dan pasar, yang
mana faktor kesuksesannya dipengaruhi oleh pemilihan struktur internal yang diwakili infrastruktur
organisasi dan proses-proses (aspek internal). Performa dicapai ketika strategi keduanya (aspek
internal dan aspek eksternal) konsisten, di mana perubahan pada strategi bisnis juga harus diimbangi
dengan perubahan dan penyesuaian pada proses-proses organisasionalnya. Hal yang sama juga
berlaku untuk strategi TI (aspek eksternal) dengan infrastruktur TI dan proses-proses (aspek
internal), hubungan yang konsisten ditunjukkan dengan penggunaan sumber daya TI yang optimal
dalam rangka menciptakan keunggulan kompetitif bagi organisasi.
Integrasi Fungsional (Functional Integration)
Strategi integrasi fungsional adalah hubungan antara strategi bisnis dan strategi TI yang
mencerminkan komponen eksternal yang penting bagi banyak perusahaan, sama seperti TI muncul
sebagai sumber keuntungan strategis. Integrasi Fungsional Operasional meliputi domain internal
dan berkaitan dengan hubungan antara infrastruktur dan proses organisasi dan infrastruktur TI dan
proses (ISACA, 2015).
Integrasi fungsional (Henderson and Venkatraman 1993) menjelaskan hubungan horizontal
(Gambar 2) yang merupakan pengembangan dari kecocokan strategis yang menghubungkan fungsi
bisnis dengan TI. Ketika terjadi perubahan pada strategi bisnis, strategi TI dan proses-proses
pendukungnya juga harus ikut menyesuaikan. Demikian juga sebaliknya, perubahan pada strategi TI
(di mana TI difungsikan sebagai alat inovasi) disesuaikan melalui perubahan pada strategi bisnis (di
mana bisnis dapat menciptakan peluang-peluang baru, mengeksploitasi kesempatan yang ada melalui
inovasi TI).
Keselarasan Antar Dimensi (Cross-Dimension Alignment)
Terdapat 4 perspektif keselarasan strategi bisnis dan TI yang diidentifikasi pada model SAM
(Gambar 2) yang memperlihatkan hubungan antar dimensi yang terjadi sebagai akibat dari kombinasi
kecocokan strategis dan integrasi fungsional. Keempat perspektif strategis tersebut meliputi
perspektif pelaksanaan strategi (strategy execution perspective), perspektif potensi teknologi
(technology potential perspective), perspektif potensi yang bersifat kompetitif (competitive potential
perspective) dan perspektif tingkat layanan (service level perspective). Keempat perspektif tersebut
dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori, yaitu : strategi bisnis sebagai penggerak yang mencakup
perspektif pelaksanaan strategi dan perspektif potensi teknologi dan strategi TI sebagai pemicu yang
mencakup perspektif (Henderson and Venkatraman 1993).
6. Perspektif Pertama: Eksekusi Strategi (Strategy Execution)
Perspektif ini memberikan fokus pada ekspresi strategi, menjadikan strategi organisasi
sebagai driver. Gambar 2 menunjukkan bahwa strategi organisasi sebagai domain jangkar dari
organisasi memiliki strategi yang kuat dan sudah dibuat. Domain yang lemah adalah Infrastruktur
Organisasi bahkan juga proses organisasi dan keahlian personil. Sedangkan yang berfungsi sebagai
domain yang dipengaruhi adalah Infrastruktur TI (IT Infrastructure), sebagai bagian yang berdampak
akibat perubahan proses organisasi. Top Management sering berfungsi sebagai leader dalam
perspektif ini dan manajemen TI sebagai subordinat fungsional dalam peran organisasi. Area mission
critical dalam organisasi dan critical success factor harus didefinisikan dan dikomunikasikan kepada
semua personil. Manager TI berperan untuk mengimplementasikan dan mendukung prioritas dari
organisasi, sehingga dalam hal ini TI kebanyakan berfungsi reaktif atau responsif yang tujuannya
adalah memenuhi permintaan dari strategi organisasi. Ukuran kinerja dari perspektif ini biasanya
adalah hanya faktor finansial. Gambar 3 berikut mengilustrasikan perspektif strategy execution.
Gambar 3: Perspektif Eksekusi Strategi (Henderson and Venkatraman 1993)
Pada perspektif eksekusi strategi berfokus pada perencanaan TI atau transformasi
organisasi. Biasanya ada keterkaitan yang erat untuk metode perencanaan TI dan prototyping
biasanya sering dilakukan dalam lingkungan operasi sehari-hari. Tujuan dari perspektif yang berfokus
pada strategy execution biasanya untuk mengurangi delay dan error, meningkatkan layanan dan
menghemat waktu (mengurangi pekerjaan administrasi, redefinisi tugas dan lain-lain) (Henderson
and Venkatraman 1993).
7. Perspektif Kedua: Transformasi Teknologi (Technology Transformation)
Pada perspektif transformasi teknologi menyangkut proses penilaian implementasi strategi
organisasi yang dipilih melalui strategi TI yang tepat dan dinyatakan melalui infratsruktur TI dan
proses yang tepat.
Gambar 4: Perspektif Transformasi Teknologi (Henderson and Venkatraman 1993)
Strategi organisasi masih sebagai driver. Berlawanan dengan perspektif Strategy Execution,
perspektif ini tidak dibatasi oleh desain struktur organisasi saat ini, tetapi lebih kepada mencari
bentuk kompetensi TI yang paling mungkin melalui positioning yang tepat untuk TI dan dalam waktu
bersamaan juga menilai infrastruktur internal TI yang ada. Teknik yang digunakan untuk membantu
Top Management untuk memformulasikan strategi organisasi meliputi technology forecasting dan
pendekatan perencanaan infrastruktur TI. Peran dari executive management dalam perspektif ini
sebagai penyedia technology vision yang dapat mendukung strategi organisasi. Peran dari manager
TI lebih kepada fungsi technology architect, yang mendesain dan mengimplementasikan infrastruktur
TI yang dibutuhkan berdasarkan visi TI (ruang lingkup, kompetensi dan tata kelola). Kriteria kinerja
untuk perspektif ini berdasarkan technology leadership (Henderson and Venkatraman 1993).
Perspektif Ketiga: Potensial Kompetitif (Competitive Potential)
Perspektif ini lebih bertumpu pada eksploitasi kemampuan TI untuk memberi dampak pada
layanan (ruang lingkup organisasi) mempengaruhi strategi (kompetensi khusus) dan membangun
bentuk baru hubungan organisasi (tata kelola organisasi) (Henderson and Venkatraman 1993).
Pada perspektif kompetitif potensial ini memungkinkan adaptasi strategi organisasi karena
implementasi strategi TI. Strategi TI sebagai anchor domain, perspektif ini mencari pilihan terbaik
strategi organisasi dan implikasinya terhadap infrastruktur organisasi. Peran khusus top
management dalam perspektif ini agar sukses adalah sebagai Organization Visionary, yaitu
8. seseorang yang mampu menerjemahkan bagaimana kompetensi dan fungsionalitas TI yang baru
muncul dapat mempengaruhi strategi organisasi. Peran dari manajer TI adalah sebagai katalis, yaitu
orang yang mengidentifikasikan tren dalam TI yang bisa mempengaruhi organisasi. Kriteria kinerja
berdasarkan pada kepemimpinan organisasi secara kualitatif dan kuantitatif sehubungan dengan
pengadaan layanan (Henderson and Venkatraman 1993).
Gambar 5: Perspektif Potensial Kompetitif (Henderson and Venkatraman 1993)
Perspektif Keempat: Tingkat Layanan (Service Level)
Perspektif ini difokuskan kepada bagaimana membangun sebuah organisasi layanan sistem
informasi kelas dunia. Hal ini membutuhkan pemahaman dimensi eksternal dari strategi TI dalam
hubungannya dengan desain infrastruktur dan proses TI. Kesesuaian strategi TI menciptakan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Berikut gambaran perspektif yang terlihat pada
Gambar 6.
Gambar 6: Perspektif Tingkat Layanan (Henderson and Venkatraman 1993)
9. Peran dari strategi organisasi secara tidak langsung dan dipandang dalam penyediaan arahan
untuk menstimulasi permintaan pengguna. Perspektif ini sering dipandang penting (tetapi tidak
cukup) untuk memastikan penggunaan TI secara efektif. Teknologi informasi organisasi harus
menurunkan sumber daya dan mampu responsif terhadap perubahan dan permintaan end user yang
cepat berubah. Peran khusus dari top management untuk membuat perspektif ini sukses adalah
untuk memprioritaskan bagian yang terpenting yang menentukan begaimana mengalokasikan
sumber daya yang ada di organisasi dan di luar organisasi. Peran dari manajer TI adalah sebagai
executive leadership, dengan tugas khusus untuk menjadikan layanan internal organisasi sukses
sesuai dengan arahan top management. Kriteria kinerjanya adalah berdasarkan kepuasan pengguna
yang didapatkan melalui metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan benchmarking internal dan
eksternal organisasi (Henderson and Venkatraman 1993).
Dalam literatur lain yaitu CGEIT Review Manual 7 th Edition (ISACA, 2015) disebutkan
dengan istilah lain “The Complexity of Strategic Alignment”, sebagaimana pada sub pembahasan
berikut ini.
The Complexity of Strategic Alignment
Alasan penting dari SAM adalah bahwa tata kelola yang efektif dari IT perusahaan
membutuhkan keseimbangan antara pilihan yang dibuat di semua empat domain dari gambar 1.
Henderson dan Venkatraman menjelaskan dua hubungan lintas domain di mana strategi bisnis
memainkan peran sebagai Driver, dan dua hubungan di mana strategi TI adalah Enabler, yang
ditunjukkan pada gambar 7.
10. Gambar 7: Alignment Domain Relationships (ISACA, 2015)
The strategic execution perspective merupakan perspektif yang dimulai dari premis strategi
bisnis yang diartikulasikan dan strategi ini merupakan driver (pendorong) pilihan dalam desain
organisasi dan desain infrastruktur TI.
The technology transformation perspective dimulai dari strategi bisnis yang ada, namun
berfokus pada pelaksanaan strategi ini melalui strategi TI yang tepat dan artikulasi(pengucapan)
infrastruktur TI yang diperlukan dan proses.
The competitive potential perspective memungkinkan adaptasi strategi bisnis muncul melalui
kemampuan IT.
The service level perspective berfokus pada bagaimana membangun organisasi layanan TI kelas
dunia. Ini membutuhkan pemahaman tentang dimensi eksternal dari strategi IT dengan desain
internal yang sesuai dari infrastruktur TI dan proses.
Henderson dan Venkatraman memperingatkan masalah yang mungkin muncul ketika
pendekatan bivariat dilakukan sehubungan dengan menyeimbangkan seluruh empat domain:
• Strategi IT
• Strategi bisnis
• infrastruktur TI
• Infrastruktur Organisasi
11. Faktor Pemicu dan Penghambat Keselarasan
Mencapai keselarasan adalah suatu yang berlangsung secara evolusioner dan dinamis. TI
membutuhkan dukungan yang kuat dari manajemen senior, hubungan kerja yang baik, kepemimpinan
yang kuat, prioritas yang tepat, kepercayaan, dan komunikasi yang efektif, serta pemahaman yang
menyeluruh tentang lingkungan bisnis dan teknis. Mencapai dan mempertahankan keselarasan
tuntutan fokus pada memaksimalkan enabler dan meminimalkan inhibitor yang memanfaatkan
integrasi TI dan bisnis (Luftman et al. n.d.).Penelitian Luftman yang lain mengidentifikasikan faktor-
faktor pemicu (enabler) dan penghambat (inhibitor) yang mempengaruhi keselarasan bisnis dengan
TI (Papp, 1999) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 1: Faktor Pemicu dan penghambat Keselarasan
Enabler Inhibitor
Dukungan Eksekutif senior terhadap TI Hubungan antara TI-Bisnis kurang terjaga
TI dilibatkan dalam pengembangan strategi TI tidak menjadi Prioritas
TI memahami bisnis TI gagal memenuhi komitmen
Kerjasama antara TI dan Bisnis TI tidak memahami kebutuhan bisnis
Proyek TI mendapat prioritas yang baik Eksekutif senior tidak memberikan dukungan
terhadap TI
TI menunjukkan kepemimpinan Manajemen TI kurang dalam kepemimpinan
Penjelasan 6 faktor yang menjadi pemicu keselarasan sebagai berikut (Luftman & Papp, 1999) :
1. Pimpinan eksekutif mendukung TI (senior executive supports IT), ditemukan adanya
kebutuhan bisnis dalam memahami dan terlibat dengan inovasi-inovasi teknologi. Beberapa
pertimbangan penting terkait dengan peran pimpinan eksekutif bisnis :
• Mengetahui manfaat penggunaan TI
• Mendefinisikan, mengkomunikasikan visi dan strategi yang melibatkan peran TI
• Mensponsori proyek-proyek TI dalam hal kepemimpinan dan pendanaan
2. TI dilibatkan dalam pengembangan strategi (IT involved in strategy development) hasil
penelitian menunjukkan adanya keinginan dari pihak pimpinan eksekutif TI dan non TI untuk
dapat bekerja sama dalam rangka formulasi strategis, mereka menyadari bahwa keselarasan
lebih mudah untuk dicapai jika tim bersifat lintas fungsi (bisnis dan TI). Hal tersebut dapat
tercapai jika bisnis dan TI mau saling mendengarkan, berkomunikasi secara efektif dan mau
belajar untuk menggali potensi TI dalam rangka menciptakan keunggulan kompetitif. Hal
12. penting lainnya yang menjadi dasar adalah lingkungan yang mendukung terjadinya
komunikasi yang terbuka dan jujur.
Beberapa pertimbangan berikut berdasarkan pengalaman Luftman dalam penelitiannya :
TI ikut berpartisipasi dalam pembuatan strategi bisnis
• Definisi dan dukungan tata kelola TI yang efektif
• Menciptakan hubungan relasi yang erat antara bisnis dengan TI atas dasar kepercayaan
• Kampanye yang efektif akan manfaat TI
3. TI memahami bisnis (IT understands the business), pemahaman terhadap bisnis yang
dimaksud adalah lingkungan di mana bisnis berjalan yang mencakup konsumen dan
kompetitor. Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan :
• TI memahami bisnis
• Bisnis memahami TI
• TI mampu berkomunikasi dalam bahasa bisnis
• TI berfokus pada upaya untuk mengimplementasikan pengetahuan teknisnya dalam
rangka mengidentifikasi potensi-potensi bisnis
4. Relasi hubungan antara bisnis dan TI (business-IT partnership), hubungan erat terlihat
dari peran strategis TI dalam bisnis, di mana TI memiliki peran vital sehingga kelangsungan
hidup TI merupakan kelangsungan hidup bisnis, di mana bisnis tidak akan berjalan jika TI
gagal beroperasi.
5. Proyek-proyek TI yang diprioritaskan dengan baik (well prioritized IT projects),
keberhasilan dari prioritas proyek telihat bagaimana organisasi mampu menerapkan
teknologi dalam strategi mereka sehingga tidak tertinggal dari kompetitor.
6. TI memperlihatkan kepemimpinan (IT demonstrates leadership), kepemimpinan TI
terlihat ketika penggunaan teknologi menjadikan organisasi memiliki produk atau layanan
unik yang membedakannya dari kompetitor atau bagaimana TI dapat diimplementasikan
secara inovatif.
Sedangkan penjelasan atas faktor-faktor penghambat (inhibitors) keselarasan sebagai
berikut (Luftman & Papp, 1999):
1. Kurang atau tidak adanya relasi hubungan antara bisnis dengan TI (IT business lack
close relationship), mayoritas organisasi yang diteliti oleh Luftman tidak melibatkan
eksekutif TI dalam merumuskan strategi bisnis.
Eksekutif bisnis diharapkan dapat memberikan arahan terkait inisiatif TI karena daur hidup
informasi bisnis dikelola oleh TI. Hanya eksekutif bisnis yang dapat mengarahkan pada
13. realisasi dari manfaat TI. TI berdiri sendiri tidak akan memberikan manfaat karenanya sangat
penting agar relasi dengan bisnis terbina dengan baik sehingga prioritas TI tepat sasaran.
2. TI tidak diprioritaskan dengan baik (IT does not prioritize well), dengan batasan-batasan
sumber daya yang ada, eksekutif TI harus membuat prioritas. Pemilihan prioritas didasarkan
pada pilihan strategi dan objektif bisnis organisasi.
3. TI gagal dalam memenuhi komitmennya (IT fails to meets its commitment), kegagagalan
yang dimaksud mencakup proyek yang tidak selesai atau gagal di tengah jalan, proyek tidak
selesai tepat waktu, proyek melebihi anggaran yang ditentukan. Berdasarkan penelitian
penyebab kegagalan bukan dikarenakan faktor teknis tetapi faktor tidak disiplin terkait
dengan manajemen proyek serta hubungan relasi antara bisnis dengan TI yang tidak terbina
dengan baik. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan :
• Manajemen perubahan
• Membagi proyek besar menjadi beberapa proyek kecil
• Pengelolaan risiko proyek yang melibatkan kedua belah pihak (bisnis dan TI)
4. TI tidak memahami bisnis (IT does not understand business), inisiatif TI tidak selaras atau
mendukung pilihan strategis dan objektif bisnis, karena itu penting bagi eksekutif untuk
memahami peran TI bagi bisnis dan ikut terlibat dalam rangka mengarahkan peran TI yang
mendukung bisnis.
5. Eksekutif senior tidak mendukung TI (senior executives do not support IT), terjadi karena
TI hanya dipandang dari aspek teknis . TI tidak dilibatkan dan dijadikan sebagai bagian dari
strategi bisnis akibatnya TI tidak dapat difungsikan sebagai alat inovasi.
6. Kurang atau tidak adanya kepemimpinan terkait manajemen TI (IT management lack
leadership), ketidakmampuan memanfaatkan teknologi sebagai alat inovasi dalam
menciptakan keunggulan kompetitif.
Faktor-faktor penghambat (inhibitors) tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait satu sama
lain. Sebagai contoh ketidakmampuan memprioritaskan sumber daya TI berhubungan erat dengan
masalah kurang atau tidak adanya relasi hubungan antara bisnis dengan TI.
Sedangkan menurut CGEIT Review Manual 7th Edition (ISACA, 2015), Keselarasan strategis
adalah upaya yang memiliki banyak aspek dan kompleks, sering disebut sebagai tantangan
keselarasan. Untuk mengatasi hambatan keselarasan, penting untuk memahami kesulitan yang
dialami organisasi dalam menyelaraskan bisnis dengan IT.
14. Weill dan Broadbent menggambarkan sejumlah kesulitan (rintangan) yang dialami organisasi dalam
menyelaraskan bisnis dengan TI: hambatan ekspresi, hambatan spesifikasi dan pelaksanaan
hambatan.
Hambatan Ekspresi
Hambatan ekspresi muncul dari konteks strategis organisasi dan dari perilaku manajemen
senior, termasuk kurangnya arah dalam strategi bisnis. Hal ini menyebabkan kurang memahami dan
komitmen untuk fokus terhadap strategis organisasi oleh manajemen operasional.
Hambatan Spesifikasi
Hambatan spesifikasi timbul dari keadaan strategi organisasi TI, seperti kurangnya
keterlibatan IT dalam pengembangan strategi dan bisnis, dan manajemen TI
melakukan/melaksanakan dua monolog independen. Hasil dalam situasi di mana usaha dan strategi
TI terus menerus dalam isolasi(pengasingan) dan tidak terkait secara memadai.
Hambatan Pelaksanaan
Sifat portofolio organisasi TI saat ini menciptakan hambatan implementasi, yang muncul
ketika ada kendala teknis, politik atau keuangan pada infrastruktur saat ini. Sebuah contoh yang baik
dari penghalang terakhir ini adalah susahnya integrasi sistem warisan(sistem turunan yang udah
ada).
KEBIJAKAN DAN TATA CARA UNTUK MENDUKUNG SUPPORT
IT DAN BUSINESS STRATEGIC ALIGNMENT
Pengetahuan tentang kebijakan dan prosedur yang mendukung proses perencanaan strategis
memungkinkan pengembangan strategi TI yang didefinisikan dan dilaksanakan sejalan dengan
imperatif bisnis.
ISACA mengidentifikasi dalam survei global tentang keselarasan yang ada pada perusahaan,
bahwa terdapat sejumlah kekhawatiran termasuk:
• Hampir 50 persen dari entitas menanggapi survei, tidak memiliki struktur pemerintahan formal
yang dirancang untuk memastikan IT dan keselarasan bisnis
• Tanggung jawab untuk strategi TI sering didelegasikan kepada manajemen di bawah tingkat
dewan. Secara khusus, kurang dari 25 persen dari entitas melibatkan anggota dewan langsung
dalam proses strategi-pengaturan IT.
Practices Supporting Strategic Alignment
Dalam menyelaraskan strategi TI dengan strategi bisnis, penting bahwa rencana
implementasi strategi TI akan didukung oleh semua pihak yang terkait. Hal ini juga penting bahwa
15. rencana implementasi IT dipecah menjadi bagian-bagian yang dikelola, masing-masing dengan
Business case yang jelas menggabungkan rencana untuk mencapai hasil dan menyadari manfaat.
Dewan harus memastikan bahwa strategi ditinjau secara teratur dalam keterangan perubahan
teknologi dan operasional. Baik dewan atau dewan komite yang berdedikasi terhadap strategi TI,
harus mendorong penyelarasan bisnis dengan:
• Memastikan bahwa strategi TI sejalan dengan strategi bisnis dan strategi IT
didistribusikan secara konsisten dan terpadu
• Memastikan bahwa IT memberi pengaruh/kontirbusi terhadap strategi melalui harapan
yang jelas dan pengukuran (BSC)
• Menyeimbangkan investasi antara sistem yang mendukung perusahaan, transformasi
perusahaan atau yang memungkinkan bisnis untuk tumbuh dan bersaing di arena baru
• Membuat pertimbangan keputusan tentang fokus sumber daya TI (contohnya, digunakan
untuk masuk ke pasar baru, mendorong strategi kompetitif, meningkatkan generasi
pendapatan keseluruhan, meningkatkan kepuasan pelanggan dan / atau menjamin retensi
pelanggan)
Keselarasan memerlukan proses manajemen yang direncanakan dan terarah, seperti:
• Membuat dan mempertahankan kesadaran akan peran strategis IT pada tingkat
manajemen puncak
• Mengklarifikasi peran yang IT harus bermain-utilitas vs enabler
• Membuat prinsip panduan IT dari kaidah bisnis (strategi bisnis, ambisi, tujuan, dan lain-
lain). Misalnya, mengembangkan kemitraan dengan pelanggan di seluruh dunia "dapat
menyebabkan" mengkonsolidasikan basis data pelanggan dan pemrosesan order proses. "
• Pemantauan dampak bisnis dari portofolio infrastruktur TI dan aplikasi
• Mengevaluasi manfaat pelaksanaan pasca disampaikan oleh program TI-Enabled
Peran Komite Strategi IT
Peran TI bergeser dari menjadi Enabler untuk menjadi penting bagi kelangsungan hidup.
Komite strategi TI perlu untuk memperluas ruang lingkup mereka. Mereka tidak hanya harus
menawarkan saran tentang strategi ketika membantu tanggung jawab dewan di GEIT, tetapi mereka
juga perlu fokus pada nilai IT, risiko dan kinerja. Dengan cara ini, komite strategi TI dapat membantu
dewan dalam efektif dengan asumsi akuntabilitas untuk mengevaluasi, mengarahkan dan
pemantauan IT.
Pentingnya Kebijakan dan Prosedur
Kebijakan dan prosedur mencerminkan petunjuk manajemen dan arah dalam
mengembangkan kontrol atas sistem informasi, sumber daya yang terkait dan proses departemen IS.
16. Kebijakan
Kebijakan adalah dokumen tingkat tinggi yang mewakili filosofi perusahaan dari suatu
organisasi. Untuk menjadi efektif, kebijakan harus jelas dan ringkas. Manajemen harus menciptakan
lingkungan kontrol positif dengan mengasumsikan tanggung jawab untuk merumuskan,
mengembangkan, mendokumentasikan, menyebarkan dan mengendalikan kebijakan yang mencakup
tujuan umum dan arahan. Kebijakan memberikan pedoman yang lebih untuk mempraktikkan prinsip-
prinsip. Kebijakan yang baik efektif, efisien dan non-intrusive (tidak mengganggu)
Prosedur
Prosedur adalah langkah-langkah rinci ditetapkan dan didokumentasikan untuk
melaksanakan kebijakan. Mereka harus berasal dari kebijakan induk dan dirancang untuk mencapai
semangat (niat) dari pernyataan kebijakan. Prosedur harus ditulis secara jelas dan ringkas sehingga
mereka dapat dengan mudah dan benar dipahami oleh mereka diatur oleh mereka. Umumnya,
prosedur yang lebih dinamis dari kebijakan induk masing-masing.
COBIT 5 menekankan pentingnya memiliki kebijakan dan prosedur di salah satu proses manajemen,
lebih khusus APOO1 Mengelola Management Framework IT.
IT BALANCED SCORECARD (IT BSC)
Balanced Scorecard (BSC) diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton sebagai alat bantu (tools)
dalam mengevaluasi suatu organisasi yang memungkinkan organisasi mendorong strategi
berdasarkan pengukuran dan tindak lanjut. Beberapa tahun terakhir BSC telah diterapkan untuk
teknologi informasi (TI).
Pada tahun 1997, Van Grembergen dan Van Bruggen mengadopsi Balanced Scorecard (BSC)
untuk digunakan dalam Departemen Teknologi Informasi organisasi. Dalam pandangan mereka,
Departemen Teknologi Informasi tersebut merupakan penyedia layanan internal, maka perspektif
yang digunakan harus diubah dan disesuaikan. Melihat bahwa pengguna mereka adalah pegawai
internal dan kontribusi mereka dinilai berdasarkan pihak manajemen, maka mereka mengajukan
perubahan.
Gambar 8: Transformasi BSC (THE MAN WITHOUT EXPERIENCE, 2010)
17. Keterkaitan antara IT BSC dengan performa bisnis organisasi dilihat sebagai enabler bagi
BSC bisnis. IT BSC menggunakan indikator tingkat kematangan untuk mengukur tingkat
keberhasilan organisasi terkait penerapan IT BSC untuk mencapai keselarasan bisnis dan TI. Ada 5
tingkat kematangan IT BSC (Van Grembergen and Saull 2001) :
Level 1 Initial
Organisasi menyadari adanya kebutuhan akan sistem pengukuran terhadap divisi TI mereka.
Pendekatan pengukuran bersifat reaktif (ad hoc) terhadap 2 proses TI utama (operasional dan
pengembangan sistem). Biasanya proses pengukuran dilakukan oleh perorangan terkait isu-isu
spesifik tertentu.
Level 2 Repeatable
Pimpinan mengetahui konsep IT BSC dan mengkomunikasikan keinginannya untuk
mendefinisikan standar pengukuran. Pengukuran dikumpulkan dan dipresentasikan kepada pimpinan
dalam bentuk scorecard dan review dilakukan secara informal dan belum mengikuti standar baku
(compliance).
Level 3 Defined
Manajemen sudah melakukan proses standarisasi, dokumentasi dan mengkomunikasikan IT
BSC melalui pelatihan formal. Proses scorecard sudah terstruktur dan terhubung dengan siklus
perencanaan bisnis. Kebutuhan untuk mengikuti standar (compliance) sudah dikomunikasikan namun
masih belum konsisten. Pimpinan menyetujui dan menerima adanya kebutuhan untuk
mengintegrasikan IT BSC dengan proses penyelarasan bisnis dan TI. Ada upaya untuk melakukan
perubahan dalam rangka penyelarasan.
Level 4 Managed
IT BSC sudah secara lengkap terintegrasi dalam perencanaan strategis, operasional dan
sistem peninjauan terhadap bisnis dan TI. Hubungan antara ukuran keluaran dan faktor pendorong
secara sistematis ditinjau dan direvisi berdasarkan hasil analisis. Adanya pemahaman terhadap isu-
isu di semua jajaran organisasi yang disampaikan melalui proses pelatihan formal. Rencana jangka
panjang dan prioritas proyek terkait investasi TI telah terhubung dengan scorecard TI. Scorecard
bisnis dan scorecard TI (turunan dari scorecard bisnis) dikomunikasikan ke semua pegawai. Sasaran
individual dari sumber daya manusia TI terhubung dengan scorecard, sistem insentif dan pengukuran
IT BSC. Proses standarisasi (compliance) sudah terbina dengan tingkat kesesuaian atau disiplin yang
tinggi.
18. Level 5 Optimized
Tingkat keselarasan yang tinggi antara IT BSC dengan kerangka kerja manajemen strategi
bisnis, adanya proses peninjauan, pembaharuan dan peningkatan secara berkala terhadap visi
organisasi. Para ahli yang berasal dari dalam dan luar organisasi bekerja sama untuk memastikan
praktik terbaik (best practice) industri dikembangkan dan diadopsi. Pengukuran dan hasilnya adalah
bagian dari pelaporan manajemen dan menjadi dasar kebijakan bagi manajemen TI dan direksi.
Proses pemantauan, penilaian diri dan komunikasi sudah menyatu di dalam organisasi, juga ditambah
dukungan penggunaan teknologi secara optimal dalam rangka melakukan pengukuran, analisa,
komunikasi dan pelatihan. Pelajaran yang dapat diambil dari penelitian di atas bahwa membangun
dan menerapkan Scorecard tersebut merupakan pekerjaan yang membutuhkan substansi sumber
daya manusia dan keuangan. Selanjutnya, mendirikan sebuah IT BSC adalah proyek yang ditandai
dengan berbagai fase dalam waktu. Status saat ini dari Scorecard yang diperkenalkan dalam kasus di
penelitian ini adalah Level 2 dari model kematangan IT BSC. Hal ini menunjukkan bahwa kasus
Scorecard-TI harus terkait dengan Scorecard bisnis atau setidaknya tujuan bisnis untuk mendukung
proses penyelarasan TI-bisnis dan proses tata kelola TI. Saat ini, rencana untuk dua tahun ke depan
sedang dikembangkan dengan tujuan untuk membangun sebuah IT BSC yang matang yang secara
eksplisit terkait dengan bisnis. Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi TI dan siapa-siapa yang
terlibat dalam bisnis organisasi.
Sedangkan berdasarkan CGEIT Review Manual 7th Edition (ISACA, 2015), penggunaan IT
BSC adalah salah satu cara yang paling efektif untuk membantu dewan dan manajemen dalam
mencapai IT dan keselarasan bisnis. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah sarana pelaporan
manajemen untuk dewan, untuk mendorong konsensus(sebuah frasa untuk menghasilkan atau
menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antarkelompok atau
individu setelah terjadi perdebatan) antara para pemangku kepentingan kunci tentang tujuan
strategis IT, untuk menunjukkan efektivitas dan nilai tambah IT, dan berkomunikasi tentang kinerja
TI, risiko dan kemampuan. Hal ini ditunjukkan pada gambar 8.
19. Gambar 9: Hubungan Sebab Akibat Antar Dimensi Scorcecard (ISACA, 2015)
Untuk menerapkan konsep fungsi IT BSC, ada empat perspektif yang harus didefinisi.
Format/Template IT BSC yang harus dikembangkan dengan mempertimbangkan pertanyaan-
pertanyaan berikut:
• Kontribusi perusahaan — bagaimana eksekutif bisnis melihat departemen TI?
• Orientasi pelanggan — bagaimana pengguna melihat departemen TI?
• Keunggulan operasional — Bagaimana proses IT yang efektif dan efisien?
• Orientasi masa depan — Seberapa baik teknologi diposisikan untuk memenuhi kebutuhan
masa depan?
Seperti yang tercantum dalam publikasi pengarahan dewan pengurus ISACA, penggunaan IT
BSC adalah salah satu cara yang paling efektif untuk membantu dewan dan manajemen dalam
mencapai IT dan keselarasan bisnis dan merupakan praktik terbaik untuk pengukuran kinerja dan
keselarasan.
Untuk menerapkan praktik yang baik, fungsi IT sebagai penyedia layanan internal, harus
diubah sesuai empat perspektif umum BSC.
Pada Gambar 9, ditampilkan sebuah BSC IT secara umum untuk departemen IT. Perspektif
orientasi pengguna merupakan evaluasi pengguna TI. Perspektif operasional keunggulan merupakan
proses TI yang digunakan untuk mengembangkan dan menyerahkan aplikasi. Perspektif orientasi
masa depan merupakan sumber manusia dan teknologi yang dibutuhkan oleh TI untuk memberikan
20. layanan dari waktu ke waktu. Perspektif kontribusi bisnis menangkap nilai bisnis diciptakan dari
investasi TI.
Gambar 10 Generic IT Balanced Scorecard (ISACA, 2015)
Masing-masing perspektif ini harus diterjemahkan ke dalam metrik yang sesuai dan langkah-
langkah yang menilai situasi saat ini. Sebagaimana dicatat sebelumnya, hubungan sebab-akibat di
antara pengukuran adalah komponen penting dari IT BSC, dan hubungan ini diartikulasikan oleh dua
jenis pengukuran: pengukuran hasil dan pendorong kinerja.
Ukuran hasil, seperti produktivitas programmer (misalnya, jumlah titik fungsi per orang per
bulan), membutuhkan driver (penggerak) kinerja.
Driver (penggerak) kinerja perlu mengukur hasil untuk memastikan cara untuk menentukan apakah
strategi yang dipilih adalah yang efektif, terutama penting dalam kasus di mana investasi yang
signifikan dibuat.
Hubungan sebab-akibat tersebut harus didefinisikan di seluruh Scorecard: pendidikan yang
lebih banyak dan lebih baik untuk staf TI (orientasi masa depan) adalah enabler
(penggerak/pendorong kinerja) untuk kualitas yang lebih baik dari sistem yang dikembangkan
(excellence perspektif operasional) yang, pada gilirannya, adalah enabler untuk meningkatkan
kepuasan pengguna (perspektif pengguna) itu, akhirnya akan menyebabkan nilai bisnis yang lebih
tinggi dari IT (kontribusi bisnis).
21. Referensi
Van Grembergen, Wim, and Ronald Saull. 2001. “Aligning Business and Information Technology
through the Balanced Scorecard at a Major Canadian Financial Group: Its Status Measured with
an IT BSC Maturity Model.” Proceedings of the Hawaii International Conference on System
Sciences 0(c): 242.
Henderson, J. C., and H. Venkatraman. 1993. “Strategic Alignment: Leveraging Information
Technology for Transforming Organizations.” IBM Systems Journal 32(1): 472–84.
http://ieeexplore.ieee.org/document/5387398/.
ISACA. (2015). CGEIT Review Manual, 7th Edition. Rolling Meadows: ISACA.
Luftman, Jerry N., Tal Ben-Zvi, Rajeev Dwivedi, and Eduardo Henrique Rigoni. “IT Governance.”
Business Strategy and Applications in Enterprise IT Governance: 87–101. http://services.igi-
global.com/resolvedoi/resolve.aspx?doi=10.4018/978-1-4666-1779-7.ch006.
Papp, J. N. (1999). Enablers and Inhibitors of Business-IT Alignment. Communications of AIS.
THE MAN WITHOUT EXPERIENCE. (2010, 08 16). Diambil kembali dari Pengertian IT Balance
Scorecard: https://tmwe.wordpress.com/2010/08/16/pengertian-it-balance-scorecard/