Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun yang menyerang sendi, ditandai dengan peradangan kronis dan kerusakan sendi permanen. Prevalensinya lebih tinggi pada wanita dan usia 50-54 tahun. Penyebabnya kompleks antara genetik dan lingkungan seperti rokok. Pengobatannya meliputi non-farmakologi seperti olahraga dan farmakologi seperti DMARDs, NSAID, dan kortikosteroid untuk mengontrol gejala dan mence
2. Definisi Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit
reumatik autoimun yang paling sering dijumpai, ditandai
dengan adanya proses peradangan kronis, bersifat
sistematik, penyakit progresif dan menimbulkan
kerusakan sendi yang permanen.
Sumber: Perhimpunan Rheumatologi, 2021
3. Prevalensi Rheumatoid Arthritis
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan
lainnya. Wanita memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena AR dibanding laki-
laki.
Kejadian akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia namun tidak ada
perbedaan secara statistik kasus pada wanita dan laki-laki di atas usia 70 tahun.
Insidensi kasus tertinggi pada kelompok usia 50-54 tahun.
Jumlah penderita AR di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun saat
ini diperkiraan tidak kurang dari 1,3 juta orang menderita AR di Indonesia
dengan perhitungan berdasarkan angka prevalensi AR di dunia antara 0,5-1%,
dari jumlah penduduk Indonesia 268 juta jiwa pada tahun 2020.
Sumber: Perhimpunan Rheumatologi, 2021
4. Etiologi Rheumatoid Arthritis
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan
interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.
Faktor Genetik : Faktor Lingkungan :
Genetik Merokok
Hormon Sex Minum Alkohol
Faktor Infeksi Kekurangan Vitamin D
Heat Shock Protein (HSP) Stress
Sumber: Jurnal Pharmascience Vol 3 Lutfi Chabib, 2016
5. Patofisiologi Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis terjadi akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang
melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya terjadi pembentukan pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan
degeneratif dengan menghilangnya kemampuan elastisitas pada otot dan kekuatan
kontraksi otot.
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya
masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil
individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.
Sumber: Jurnal Pharmascience Vol 3 Lutfi Chabib, 2016
6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama adalah poliartritis yaitu kerusakan
rawan sendi dan tulang sekitarnya. Kerusakan ini terutama
mengenai sendi perifer tangan dan kaki yang umumnya
bersifat simetris.
Gejala klinis umum adalah terjadi pembengkakan didaerah
sekitar sendi, warna kemerahan, terasa hangat, bila ditekan
terasa lunak dan disertai rasa sakit, kekakuan/sendi tidak
dapat digerakkan secara normal biasanya sering terjadi di
pagi hari.
Sumber: Jurnal Pharmascience Vol 3 Lutfi Chabib, 2016
7. Diagnosa Rheumatoid Arthritis
X-ray
MRI
USG
Laju Endap Darah (LED)
Dan
C-Reactive Protein (CRP)
Cairan sinovial atau tes
antinuklear antibodi
Densitometri atau
scan tulang
Tes hitung
darah lengkap
Test RNF
Test Antibodi
Anti CCP
Sumber: Perhimpunan Rheumatologi,
2021
8. Penatalaksanaan Terapi
Tujuan dilakukan terapi :
Tujuan dari pengobatan rheumatoid arthritis tidak hanya mengontrol gejala
penyakit, tetapi juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegah
kerusakan permanen. Pemberian terapi rheumatoid arthritis dilakukan untuk
mengurangi nyeri sendi dan bengkak, serta meringankan kekakuan dan
mencegah kerusakan sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien meringankan gejala tetapi juga memperlambat kemajuan penyakit.
9. Terapi RA Non Farmakologi
Olahraga : latihan rentang gerak, latihan penguatan, latihan daya tahan.
Tujuan nya adalah untuk mengurangi rasa sakit dan lelah dan meningkatkan fleksibilitas dan
kekuatan gerak.
Istirahat : Sembuhkan stress sendi, cegah kerusakan sendi, imobilitas.
Pengurangan berat badan
Pola hidup yang baik seperti banyak makan buah dan sayur, protein tanpa lemak, susu rendah lemak
dan stop rokok dan minum alkohol.
Dilakukan pembedahan dengan Artoplasti (penggantian total sendi), perbaikan tendon, sinovektomi
(penghapusan lapisan sendi), arthrodesis (fusi sendi).
Sumber: Perhimpunan Rheumatologi, 2014
11. Terapi Farmakologi Slow Acting
DMARDs (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs) dimulai selama 3 bulan pertama
setelah didiagnosis RA ditegakkan
Mekanisme aksi?? Tidak jelas, kemungkinan memodifikasi sistem imun dengan beberapa
cara
Efek obat baru terlihat setelah pemakaian selama 6-8 bulan
Lini pertama : METOTREKSAT
Pilihan lain : LEFLUNOMID
Kombinasi maka lebih efektif
Agen biologik, mengeblok sistem kekebalan tubuh : TNF, IL-1
Anti TNF : Etanercept, Infliximab, Adalimumab
Antagonis Reseptor IL-1 : Anakinra, Abatacept, Rituximab
Kombinasi dengan DMARDs : Infliximab + Metotreksat mencegah perkembangan antibodi.
14. Terapi Farmakologi Fast Acting
Kortikosteroid : Golongan obat kortikosteroid : (dexamethasone, triamcinolone,
methylprednisolone & prednisone). Berikan kortikosteroid dalam jangka waktu
sesingkat mungkin dan dosis serendah mungkin yang dapat mencapai efek klinis.
Dikatakan dosis rendah jika diberikan kortikosteroid setara prednison < 7,5 mg sehari
dan dosis sedang jika diberikan 7,5 mg- 30 mg sehari. Selama penggunaan
kortikosteroid harus diperhatikan efek samping yang dapat ditimbulkannya seperti
hipertensi, retensi cairan, hiperglikemi, osteoporosis, katarak dan kemungkinan
terjadinya aterosklerosis dini.
NSAID : Obat NSAID dapat diberikan pada pasien RA untuk mengurangi nyeri dan
kekakuan pada sendi dengan menghambat siklooksigenase (COX). NSAID harus
diberikan dengan dosis efektif serendah mungkin dalam waktu sesingkat mungkin.
Perlu diingatkan bahwa NSAID tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ataupun
mencegah kerusakan sendi.
16. Interaksi Obat Metotreksat
Beberapa efek interaksi obat yang dapat terjadi apabila methotrexate digunakan dengan obat lain:
Penurunan efektivitas methotrexate jika digunakan dengan asam folat
Penurunan kadar asam valproat dalam darah
Penurunan kadar methotrexate dalam darah jika digunakan dengan cholestyramine
Peningkatan kadar methotrexate dalam darah jika digunakan dengan omeprazole
Peningkatan risiko terjadinya efek samping jika digunakan dengan fluorouracil
Peningkatan kadar mercaptopurine di dalam darah
Peningkatan risiko terjadinya keracunan obat jika digunakan dengan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS), aspirin, probenecid, penisilin, aminoglikosida, neomycin, paromomycin,
sulfonamida, kotrimoksazol, trimethoprim, cisplatin, etretinate, atau ciclosporin.