Dokumen tersebut membahas literasi politik menurut pandangan Ian Davies dengan mengutip pendapat Bernard Crick. Terdapat 3 poin utama Crick yaitu: (1) pendidikan politik tidak bisa lagi dihindari, (2) membutuhkan proses panjang untuk membangun literasi politik, (3) politik harus diajarkan dengan cara yang menyenangkan. Dokumen ini juga menjelaskan perkembangan pendidikan politik di Inggris dan Indonesia serta instrumen yang digunakan unt
3. Ada tiga poin yang menjadi fokus Crick dalam program
pendidikan politik yaitu:
1. Pendidikan politik tidak lagi bisa dihindari
2. Adanya proses yang panjang, perhatian, maupun waktu
dalam perkembangan pendidikan dan literasi politik
3. Politik harus diajarkan dengan metode yang menyenangkan
FOKUS CRICK
4. Tahun 1970 di Inggris, setiap penduduk berusia 18 tahun sudah
diperbolehkan untuk memilih
Ketidaktepatan paradigma politik bagi kaum muda pada tahun
1960-an
Kecenderungan peningkatan aksi kekerasan dan kurangnya
partisipasi politik masyarakat
Oleh karena itu, pendidikan politik tidak lagi bisa dihindari.
Partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi dan hubungannya
dengan pemerintah bukan hanya hubungan saling mempengaruhi
namun juga hubungan fungsional. Pendidikan politik dipandang
perlu untuk diintegrasikan dalam program pendidikan
POIN PERTAMA
5. Heater (1977), Brennan (1980) dan Batho (1990), merupakan tokoh-tokoh
yang setuju dengan gagasan oposisi aktif untuk pendidikan politik di Inggris.
Sangat sedikit pendidikan politik yang dilakukan secara eksplisit sebelum tahun
1970-an.
Pendidikan politik secara fundamental dilakukan oleh Dewey (1916 dan 1966),
dikembangkan dan diteliti secara relevan oleh Oliver dan Shaver (1966), dan
dilanjutkan oleh Crick di tahun 1970 untuk mempromosikan politik melalui
Program Pendidikan Politik
Selama tahun 1980 dan 1990-an, pendidikan politik dan politik literasi ditolak
dalam berbagai pendekatan pembelajaran.
Baru setelah periode tahun 1990-an, pendidikan kewarganegaraan (yang
mencakup pendidikan politik didalamnya) dipandang baik dan memiliki
signifikansi tinggi.
POIN KEDUA
(PERIODE TAHUN 1970-1990)
6. Perlu ditekankan bahwa akar dari laporan Crick yang menekankan melek
politik belum diperkuat dengan upaya agar subjek pembahasan dijadikan
sebagai bagian dari Kurikulum Nasional (QCA/DfEE, 2000).
Pada saat itu, komunitas terfokus pada agenda politik penguasa.
Penguasaan konsepsi sangat minim karena terbatasnya pemahaman politik;
sarana yang profesional bisa mulai mengembangkan ide mendasar dalam
penemuan cara mengajar yang menarik tetapi dalam konteks kontroversial
Pendidikan politik diperebutkan oleh pendidikan IPS dan dikelola secara
sentral oleh guru sehingga bukannya memperjelas, tapi menambah
kebingungan dan pengabaian lebih lanjut dari politik.
Disini Crick (2000) melihat pendidikan kewarganegaraan hanya sebagai
konjungsi sederhana politik dan ilmu sosial adalah politik yang cerdas.
POIN KEDUA
(PERIODE TAHUN 1990-2000)
7. Apa yang dibutuhkan pada saat ini dalam pengembangan literasi politik secara
praktis, terorganisir, dan sistematis.
Crick memandang bahwa pendidikan politik harus dilakukan secara
menyenangkan
Adapun konsep dasar yang dipandang perlu dalam membentuk literasi politik
masyarakat adalah:
a) rasionalitas didasarkan pada apresiasi kritis realitas sosial dan politik;
b) toleransi dalam konteks demokrasi pluralistik;
c) partisipasi yang timbul dari penerimaan seseorang akan topik sospol;
d) tanggung jawab, penghargaan hak-hak orang lain, dan hak sendiri.
Lebih lanjut, guru harus mempu mendorong siswa dalam hal:
a) keterbukaan pikiran dan mobilisasi
b) pengetahuan dan pemahaman, baik dengan jalan diskusi terbuka atau
penggunaan bahasa yang pesuasif.
POIN KETIGA
8. Berapa sih angka melek politik di Indonesia
???•Jangankan MELEK POLITIK, angka MELEK HURUF pada orang dewasa
di Indonesia menurut data UNESCO (2012) sebesar 65.5%.
•35.5% orang dewasa di Indonesia masih BUTA.
•Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara yang diteliti
ANGKA LITERASI
POLITIK DI INDONESIA
9. Jika mengacu pada pendapat Crick (2005) bahwa literasi
merupakan gabungan antara pengetahuan, sikap, dan
keterampilan maka dapat dikatakan bahwa data yang mengulas
tentang literasi di Indonesia belum ada.
Yang sejauh ini diteliti di Indonesia adalah angka partisipasi
politik yang sebenarnya tidak cukup menggambarkan ketiga aspek
literasi sebagaimana yang dipaparkan oleh Crick
PERSOALAN DATA!
11. Seringkali keberhasilan pendidikan politik diukur dengan persentase partisipasi
masyarakat dalam Pemilu.
Pertanyaannya adalah:
1. Apakah jika tingkat partisipasi politik masyarakat tinggi, bisa dikatakan
bahwa tingkat literasi politik masyarakat juga tinggi?
2. Apakah tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu merupakan tolok
ukur keberhasilan pendidikan politik dalam menciptakan literasi politik?
Gun Gun Heryanto dalam buku Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi
(2012) mengatakan bahwa rasio attentive public (publik yang berperhatian) di
sebuah negara jarang melampaui angka 15% walau statistik mencatat bahwa
tingkat partisipasi politik di beberapa negara seperti India, Tanzania, Nigeria,
Mexico, Brazil mencapai 64,5%
KESALAHAN PERSEPSI
12. Crick (2005) menggambarkan pendidikan politik sebagai sarana untuk
membentuk literasi politik masyarakat melalui pendidikan formal maupun
informal dengan penekanan pada penguasaan konsep, kemahiran berbahasa,
dengan menguraikan masalah faktual yang dekat dengan kehidupan
masyarakat. Konsep politik disini dimaknai konsep mengenai negara,
masyarakat, dan hubungan diantara keduanya.
Merujuk pada studi yang dilakukan oleh Paulo Friere dalam bukunya Politik
Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan (2004), ada gagasan
bahwa pendidikan politik tidak hanya hanya dipandang sebagai alat untuk
mempertahankan nilai atau dukungan pada rejim yang berkuasa namun
berfungsi untuk melakukan proses penyadaran.
Penyadaran disini bisa dimaknai sebagai proses pendidikan dan pembinaan
untuk melahirkan nilai dan budaya baru, serta merekonstruksi masyarakat.
MODEL PENDIDIKAN POLITIK
13. 1. Pendidikan Kewarganegaraan
2. Partai Politik
3. Media/Pers
4. Non Government Organisation/LSM
INSTRUMEN PERKEMBANGAN
LITERASI POLITIK
DI INDONESIA
14. ORDE LAMA
(1945 - 1965)
ORDE BARU
(1965 - 1998)
PASCA REFORMASI
(1998 - sekarang)
1954
Dimulai dengan
Pendidikan
Kemasyarakatan
(Negara, Bumi,
KWN)
1960-an
MANIPOL,
USDEK, Pancasila
& UUD 1945
1970-an
Filsafat Pancasila
1973
PKN, Civic Hukum
1975/1984
Pendidikan
Moral/PMP
1989-1990-an
Pendidikan Kewiraan
2000
Perbaikan dan
pembenahan konten
2004
Namanya menjadi
PKN dengan fokus
pada politik, hukum,
dan moral.
2006
+ Pendidikan Karakter
2013
Fokus: kognitif
(pengetahuan), afektif
(sikap), dan konatif
(perilaku)
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
15. ORDE LAMA
(1945 - 1965)
ORDE BARU
(1965 - 1998)
PASCA REFORMASI
(1998 - sekarang)
1953
(Pra Pemilu)
UU No.7 Tahun 1953
Tentang Parpol
1955
(Pemilu Pertama)
29 Partai
1959
Dekrit Pancasila dan
Demokrasi
Terpimpin. Presiden
membubarkan
Konstituante.
1966
(Pra Pemilu 1971)
TAP MPRS No. XX/1966
Penyederhanaan Parpol dan keikutsertaan
TNI/POLRI dalam MPR/DPR
1971
Perpol disaring sehingga hanya 10 yang
berhak ikut Pemilu
1973
(Pra Pemilu 1977)
Konsep Fusi diterima Dewan. Dikukuhkan
dengan UU No.3 Th.1975 tentang Parpol
dan Golongan. Hanya ada 2 Parpol yaitu
PPP dan PDI serta 1 Golongan Karya dalam
Pemilu.
1977-1997
(5 kali Pemilu)
Pendidikan Politik dalam Parpol mengarah
pada hegemoni kekuasaan
Parpol pada era orde baru tidak lagi berfungsi
sebagai alat penyadaran masyarakat. Dengan kata
lain , fungsi Parpol pada era orde baru telah
DIKEBIRI oleh penguasa.
1999
(Pra Pemilu)
UU No. 2 Tahun 1999 tentang Parpol.
Diikuti 48 Parpol. Mulai ada istilah koalisi.
Peran Parpol belum maksimal dalam
penyelesaian konflik
2004
24 Parpol. Tidak ada lagi dominasi politik
oleh satu partai
2009
38 Parpol. +6 Parpol Lokal di Aceh.
Stabilitas tergantung pada kompromi di
masing-masing koalisi. Untuk
menciptakan kestabilan perlu adanya
sharing of power.
2014
12 Parpol. +3 Parpol Lokal di Aceh.
Muncul 2 koalisi besar: KMP dan KIH.
Alih-alih menjadi sarana pendidikan
politik, partai politik kini lebih disibukkan
dengan penyelesaian konflik antar dua
koalisi besar dan saling berebut
kekuasaan.
PARTAI POLITIK
16. ORDE LAMA
(1945 - 1965)
ORDE BARU
(1965 - 1998)
PASCA REFORMASI
(1998 - sekarang)
1945
Wartawan mengambilalih
percetakan asing pada
saat itu.
1959
Semua pemberitaan
disensor. Media harus
punya SIT untuk menulis.
Jurnalisme telah kehilangan
fungsinya sebagai instrumen
pendidikan politik.
1966
Ada slogan bahwa pers di
masa ini adalah Pers
Pancasila
1974
Peristiwa Malari
1994
Pers kembali dibredel.
Perlu punya SIUPP untuk
menulis. Hanya TEMPO
pada saat itu yang
konsisten melawan
pemerintah.
Pasca 1998
Tuntutan akan kebebasan
pers semakin besar
sehingga lahir
UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM
UU No. 40 Tahun 1999
tentang Pers
Namun sayangnya, fungsi
pers sebagai pendidikan
politik kini direduksi oleh
market.
MEDIA/PERS
17. ORDE LAMA
(1945 - 1965)
ORDE BARU
(1965 - 1998)
PASCA REFORMASI
(1998 - sekarang)
Maaf, belum ada
LSM di Masa Orde
Lama
1970
Awal munculnya LSM.
1974-1998
Perkembangan LSM
pada masa Orde Baru
tak berjalan sesuai
dengan fungsi yang
seharusnya dilakukannya
ditengah masyarakat.
Lembaga tersebut lebih
dikekang oleh
Pemerintah untuk
kepentingan politik
tersendiri.
Dimulai dengan keterlibatan penuh
LSM didalam Pemilu 1999, sekarang
hampir semua aspek lembaga
Negara diawasi oleh LSM. Publik
Indonesia mengenal berbagai
macam organisasi,
misalnya Indonesian Corruption
Watch (ICW), Legislative
Watch (DPR-Watch), Government
Watch (GOWA), Police
Watch (PolWatch) dan Pemantauan
Anggaran (FITRA).
NON GOVERNMENT
ORGANISATION/LSM