3. GAMBARAN UMUM
The Constitution of The United States of America mendorong
lahirnya constitutional states di beberapa kawasan dunia,
termasuk negara-negara monarki, yang dikenal dengan
penamaan: constitutional monarch.
Dalam perkembangannya, beberapa constitutional state
menyadari bahwa konstitusi negara-negara dimaksud kurang
memuat pengaturan hal pembatasan penguasa dan
pengakuan hak-hak sipil rakyat banyak di dalamnya.
Muncul gagasan agar dalam konstitusi diatur semacam
constitutional government, yang pada hakikatnya
mewujudkan hal pembatasan pemerintahan atau limited
government.
4. KONSTITUSI
• Konstitusi atau Grondwet, Grundgesetz, Undang-
Undang Dasar menempati tata urutan peraturan
perundang-undangan tertinggi dalam negara (constitutie
is de hoogste wet).
• Dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna
permakluman tertinggi yang menetapkan antara lain
pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk
negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif,
kekuasaan peradilan, dan pelbagai lembaga negara
serta hak-hak rakyat.
5. KONSTITUSIONALISME MEMUAT
ESENSI PEMBATASAN KEKUASAAN
• Konstitusionalisme mengatur agar penyelenggaraan
negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang dan
hal dimaksud dinyatakan serta diatur secara tegas
dalam pasal-pasal konstitusi.
• Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UUD, tidak
boleh dijalankan atas dasar the ruling of the mob.
• UUD 1945 (redaksi lama) nyaris tidak mengindahkan
paham konstitusionalisme, walaupun di dalamnya telah
memberlakukan distribution of power di antara bidang-
bidang kekuasaan negara.
6. UNSUR-UNSUR YANG PERLU DIADOPSI
DALAM KONSTITUSI
• Sistem separation of power atau distribution of power yang
disertai checks and balances; sistem kekuasaan peradilan
yang merdeka dan mandiri, utamanya lebih memberdayakan
peradilan adminstrasi;
• Pengakuan hak-hak sipil dan politik warga, utamanya yang
berkaitan dengan pemilihan umum dan pemilukada;
• Pembatasan masa jabatan-jabatan publik dalam negara;
• Memberikan kewenangan pengaduan konstitusional
(constitutional complaint) bagi Mahkamah Konstitusi.
8. GAMBARAN UMUM
• Perubahan Ketiga UUD 1945 menghasilkan pergeseran ke
arah susunan kekuasaan yang bersifat horizontal fungsional,
dimana kedudukan lembaga-lembaga negara menjadi setara.
• Dengan demikian, terjadi pergeseran dari sistem supremasi
parlemen menjadi sistem supremasi konstitusi
• Tujuannya menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan
negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui
pemisahan dan/atau pembagian kekuasaan yang lebih tegas,
sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan,
serta pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru
9. GAMBARAN UMUM
• Perubahan tersebut melandasi dibentuknya MK.
• Salah satu kewenangan yang dimiliki MK yakni
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, secara umum/lazim disebut judicial review.
• Putusan MK dalam proses pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, adalah merupakan
sebuah pendapat tertulis Hakim Konstitusi, yang
mengakhiri dan menyelesaikan perselisihan yang
diajukan tentang penafsiran konstitusi.
10. MAHKAMAH KONSTITUSI DAN
JUDICIAL REVIEW
• Fungsi judicial review ini juga semestinya dilihat dari
pandangan teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky
yang menyatakan bahwa Staatsfundamentalnorm (norma
dasar negara) sebagai norma tertinggi yang harus menjadi
acuan bagi norma-norma hukum yang berada di bawahnya.
• Permasalahan yang timbul adalah apabila norma atau
undang-undang di bawah norma dasar bertentangan dengan
staatsfundamentalnorm tersebut, sehingga harus dibentuk
sebuah mekanisme tersendiri agar penyimpangan yang
terjadi dapat diluruskan.
11. UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM
HUKUM INDONESIA
• Terdapat perbedaan undang-undang dilihat dari bentuk
maupun isinya. Perbedaan jenis undang-undang tersebut
sama sekali tidak disinggung baik dalam UUD 1945 maupun
dalam UU MK.
• Perbedaan undang-undang dalam arti formil dan dalam arti
materiil didasarkan bukan hanya pada pembuatnya,
melainkan dapat juga dilihat dari substansi atau materi
muatan yang dikandung.
• Jimly Asshidiqie memberi gambaran perbedaan antara bentuk
dan isi peraturan dimaksud yaitu: (i) ada peraturan yang
berbentuk undang-undang tetapi materi yang diaturnya
seharusnya cukup dituangkan dalam bentuk peraturan
pemerintah saja; (ii) ada peraturan yang berbentuk Peraturan
Presiden, namun isinya seharusnya berbentuk undang-
undang.
12. UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM
HUKUM INDONESIA
• Pembedaan jenis undang-undang yang disinggung terdahulu,
menunjukkan bahwa terdapat peraturan perundang-undangan
yang dilihat dari bentuknya merupakan undang-undang
namun dari segi substansi, sesungguhnya terdapat juga
undang-undang yang lebih ditujukan kepada penyelenggara
pemerintahan, karena lebih merupakan rencana, pengaturan,
dan kebijakan makro dalam perekonomian.
• Pengujian undang-undang yang demikian, memiliki implikasi
yang berbeda, jika dibandingkan dengan undang-undang
yang mengikat secara umum, yang meletakkan kewajiban,
larangan, dan perintah secara langsung kepada seluruh
rakyat.
13. UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM
HUKUM INDONESIA
• “undang-undang” dalam konteks pengertian teknis
ketatanegaraan Indonesia (lama) yang menurut A. Hamid, S.
A. ialah “produk hukum yang dibentuk oleh Presiden” dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dengan
persetujuan DPR.
• Dengan adanya amendemen terhadap UUD 1945, rumusan
tersebut sudah tidak tepat lagi, pemegang kekuasaan
membentuk undang-undang saat ini berada di tangan DPR,
tidak lagi di tangan Presiden.
• TAP MPR yang masih berlaku karena memuat ketentuan
yang mengikat umum “dapat disamakan kedudukannya”
dengan undang-undang
14. PENGUJIAN PERPU
• Pasal 7 ayat (1) UU 10/2004 telah mendudukan Perpu
sejajar dengan Undang-Undang.
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
adalah jenis peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan
yang memaksa.
• Pada tataran peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang dan yang bukan merupakan Perpu,
tetap masih tersisa persoalan uji konstitusionalitas yang
timbul akibat disintegrasi dan diferensiasi wewenang
pengujian yang dilakukan oleh 2 (dua) lembaga
peradilan yang berbeda.
15. TANTANGAN
• Perluasan akses keadilan konstitusional melalui
kemungkinan pengujian konstitusionalitas peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang .
• Sebaliknya di negara-negara yang menganut
kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan
secara terintegrasi di satu tangan.
• Ruang lingkup akibat hukum putusan MK yang
menyatakan satu undang-undang tidak sesuai dengan
konstitusi, meliputi peraturan-peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah yang lahir dari undang-
undang yang diuji.
17. GAMBARAN UMUM
• Jabatan hakim di satu sisi merupakan jabatan yang
sangat mulia, dan di sisi lain, jika tidak hati-hati, dapat
merendahkan martabatnya karena banyak godaan yang
siap menjerumuskannya.
• Putusan hakim diharapkan mengandung nilai ijtihad
(baca: adil) dengan melalui peran Komisi Yudisial.
18. UNSUR-UNSUR KOMISI YUDISIAL
• Komisi Yudisial bersifat mandiri;
• berwenang mengusulkan calon hakim agung;
• menjaga kehormatan dan perilaku hakim;
• menegakkan kehormatan hakim
19. TUGAS KOMISI YUDISIAL
• Tugas pertama (mengusulkan Hakim Agung kepada
DPR) tentu tidak begitu sulit.
• Berbeda dengan tugas kedua, yakni melaksanakan
pengawasan terhadap perilaku hakim; tentunya akan
mengalami banyak kesulitan, terutama mengingat
jumlah hakim se-Indonsia yang akan diawasi mencapai
ribuan orang.
• Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas
pengawasan tanpa menggunakan metode yang tepat,
akan sulit untuk dapat berjalan secara efektif.
20. TUGAS PENGAWASAN KY
• Tugas pengawasan ini dibedakan menjadi dua, yakni
menjaga dalam pengertian preventif dan menegakkan
dalam arti represif.
• Fungsi menjaga sebagaimana disebut dalam Pasal 24B
UUD 1945 belum banyak diterjemahkan dalam Undang-
Undang KY.
• Fungsi menjaga melalui pendidikan dan latihan akan
lebih efektif mencegah perilaku buruk hakim daripada
fungsi menegakkan disiplin hakim.
22. GAMBARAN UMUM
• Ketersediaan informasi konstitusionalisme di situs
(website) MK dapat menjadi salah satu sumber
pengetahuan hukum dan administrasi publik
• Tak heran, dalam masa komodifikasi informasi, opini
publik terhadap putusan MK kian kompleks dan
terkadang melesat jauh dari apa yang dimaksudkan oleh
substansi putusan itu sendiri. Salah satu media
elektronik mencatat putusan MK itu telah memenangkan
judicial review yang diajukan mantan Menteri Sekretaris
Negara Yusril Ihza Mahendra dan tidak berarti
melepaskannya dari kasus Sisminbakum.
23. GAMBARAN UMUM
• Ilmu hukum harus bersedia mengembangkan tata
hukum yang menjadi objek kajiannya tetap dalam
konsepnya sebagai suatu sistem norma yang tak lagi
berwatak positif yang sempit dan dimodelkan sebagai
sistem perkaidahan yang tertutup, melainkan melakukan
suatu sistem yang terbuka.
• Layanan forum constitutional questions dan
constitutional complaint bermakna pula ketika dilihat dari
titik-lontar (milestone) berupa perubahan (change).We
live in a world where the only certainty is change (Roger
Lovell).
24. CATATAN
• Ancamannya adalah sapuan gelombang dari para pengakses
website yang bersekutu dengan struktur pasar (yang tidak
efisien) guna mengajak warga negara menjadi pelaku
cyberloafing.
• Cyberloafing adalah tindakan menggunakan akses internet
organisasi selama jam kerja untuk tujuan pribadi.
• Tindakan ini telah meruntuhkan perusahaan AS hingga $3
juta setahun untuk setiap 1.000 staf dengan akses internet. Di
sektor publik, ancaman perilaku cyberloafing mengganggu
konsentrasi atas pelayanan-kolaboratif pada e-constitutional
complaint, dan disisi lain mempercepat kemerosotan kualitas
opini publik pada e-constitutional questions.
26. MUATAN KONSTITUSI HIJAU
• Konstitusi Negara Indonesia menegaskan bahwa setiap
orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai pengaturan hak asasi manusia
khususnya dalam bidang lingkungan dalam UUD 1945.
Pengaturan ini ini menjadi sesuatu hal yang baru
mengingat dalam konstitusi sebelum amandemen, hak
asasi khususnya mengenai lingkungan hidup tidak diatur
dan dibahas secara tegas dan jelas.
27. KONSTITUSI HIJAU SEBAGAI SUBJEK
HUKUM DI EKUADOR
• Setiap orang di Ekuador mempunyai hak-hak dasar yang
dijamin UUD dan oleh instrumen-instrumen internasional
serta alam merupakan subyek yang juga berhak atas
segala hak yang dijamin dalam UUD.
• Alam merupakan tempat kehidupan bersama, tumbuh
dan mengalami reproduksi, juga mempunyai hak
asasinya sendiri, disamping hak asasi manusia.
• Setiap orang, masyarakat, atau bangsa membutuhkan
pengakuan akan hak-haknya atas alam dihadapan
hukum dan pemerintahan .
28. KONSTITUSI HIJAU SEBAGAI SUBJEK
HUKUM DI EKUADOR
• Setiap orang pribadi, masyarakat, kelompok dan bangsa
mempunyai keuntungan dari alam dan memupuk kekayaan
alam untuk kehidupan bersama. Alam disekitarnya tidak boleh
dirusak dan dikurangi daya dukung dan fungsinya bagi
kehidupan bersama
• Dengan ketentuan right of nature dalam konstitusi Ekuador,
dikatakan bahwa ekuador yang dinyatakan sebagai konstitusi
hijau di dunia saat ini. Ketentuan mengenai hak-hak
lingkungan alam yang diadopsi ke dalam ketentuan Konstitusi
Ekuador tersebut tidak lagi bersifat tempelan dan
menempatkan alam sebagai suplemen dalam hubungan
dengan manusia, tetapi justru menempatkan alam sebagai
subyek hak-hak konstitusional.
29. MASALAH
• Belum adanya ketentuan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara tegas dalam
konstitusi .
• Perlunya ketegasan pemerintah dalam menempatkan
hak lingkungan sebagai subyek hukum dalam
konstitusinya.
31. MEKANISME PEMAKZULAN
• Hak Angket; Sidang paripurna; MK memeriksa, mengadili, dan
memutus konstitusionalitas Presiden dan/atau Wakil Presiden atas
dugaan DPR tersebut; Setelah MK memutus Presiden dan/atau
Wakil Presiden bersalah dengan melanggar hukum dan konstitusi,
DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
• Selanjutnya, MPR wajib menggelar sidang paripurna untuk
memutus usul DPR untuk pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul DPR.
• Keputusan pemberhentian di MPR dilakukan dengan cara voting
oleh anggota MPR. Sebelum pemberhentian, Presiden dan/atau
Wakil Presiden mempunyai hak menyampaikan penjelasan di depan
sidang paripurna MPR.
32. MASALAH
• Penggunaan hak angket oleh DPR tidak dapat
menegakkan supremasi hukum dan keadilan yang
substantif dengan membawa Presiden dan/atau Wakil
Presiden kepada MK, walaupun dalam penyelidikan
ditemukan pelanggaran yang melibatkan Wakil Presiden.
• Konsep negara hukum di Indonesia berkaitan dalam
pemakzulan masih lemah karena cenderung dipengaruhi
oleh konfigurasi politik.
33. KONSISTENSI ASAS NEGARA HUKUM
DALAM PASAL 7B UUD 1945
• Ketentuan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (7)
UUD 1945 yaitu, “Keputusan MPR atas usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus
diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan
disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan
dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat.”
34. KONSISTENSI ASAS NEGARA HUKUM
DALAM PASAL 7B UUD 1945
• Dalam bunyi ketentuan tersebut jelas bahwa apabila MK
memutus Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum, pada akhirnya MPR menggelar
sidang paripurna untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden. Mekanisme pemberhentian di
MPR dilakukan dengan mekanisme voting, yaitu
keputusan diambil dengan dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir.
35. KOREKSI
• Terhadap asas negara hukum yang senantiasa
menjunjung tinggi supremasi hukum, hendaknya UUD
1945 memberikan ketentuan bahwa putusan MK harus
dijalankan sepenuhnya oleh MPR.
• Implikasinya, apabila MK memutuskan Presiden
dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran,
namun MPR tidak menyetujui pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden. Maka sendi-sendi hukum
dapat diruntuhkan oleh UUD 1945, mengingat secara
formal tindakan yang dilakukan oleh MPR adalah
konstitusional .
36. AGENDA PERUBAHAN
• Konsep negara hukum di Indonesia berkaitan dalam pemakzulan
masih lemah karena cenderung dipengaruhi oleh konfigurasi politik.
Oleh karena itu, supremasi hukum harus senantiasa diperkuat,
sehingga hukum dan konstitusi dapat ditegakkan tanpa intervensi
politik.
• Agenda penyempurnaan UUD 1945 tersebut dilakukan dengan
merubah ketentuan Pasal 7B ayat (3) yang menyatakan bahwa jika
ditemukan pelanggaran konstitusi, DPR harus mengajukan
permohonan kepada MK untuk memutus dugaan pelanggaran tanpa
menggunakan mekanisme pemungutan suara dan Pasal 7B ayat (7)
UUD 1945, dengan mencantumkan rumusan bahwa pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dilakukan oleh MPR dengan
kewajiban melaksanakan putusan MK.