SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 146
Baixar para ler offline
Tugas Akhir



Perancangan Peletakan Sprinkler Dan Detector Pada Conveyor
PT. YTL Jawa Timur Sebagai Upaya Untuk Pencegahan Dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran




ELY SANDI YUDHA
NRP.6507040022




PROGAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2011




                                                             1
TUGAS AKHIR



PERANCANGAN PELETAKAN SPRINKLER DAN DETECTOR
PADA CONVEYOR PT. YTL JAWA TIMUR SEBAGAI UPAYA
UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA
KEBAKARAN
(Study Kasus PT. YTL Jawa Timur)




Ely Sandi Yudha
NRP. 6507040022




PROGAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2011
3
ii
ABSTRAK




          ii
ABSTRAK

            PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan yang bergerak pada
bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 dan 6. Bahan bakar
yang digunakan yaitu batu bara, sedangkan batu bara itu di angkut dari jetty
sampai bunker melalui conveyor. Conveyor ini sering terjadi kebakaran seperti
yang terjadi pada conveyor EAC 41, kasus kebakaran di conveyor juga pernah
terjadi tahun 2007 di PT. YTL Malaysia. Sehingga perlu perancangan system
sprinkler dan detector agar lebih efektif untuk memadamkan api secara cepat di
conveyor.
            Penelitian ini diawali dengan pengambilan data yang berupa layout
conveyor PT. YTL Jawa Timur dan data sprinkler serta detector. Pengolahan data
yang dilakukan mengacu pada SNI 03-3985-2000, NFPA 15 dan NFPA 850
meliputi menghitung jumlah sprinkler yang dibutuhkan, jumlah detektor,
menghitung kebutuhan air, menentukan dimensi bak reservoir, menghitung head,
dan daya pompa yang digunakan pada perancangan ini.
            Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
jumlah kepala sprinkler yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah 1539
buah. Detektor yang digunakan adalah Linear Heat Detector (LHD) dengan
temperatur 850C dan suhu Ambien mencapai 450C pada area conveyor. Pipa yang
digunakan yaitu pipa cast iron dengan total head 1974,72 m. Pompa pada
perancangan sistem instalasi sprinkler ini adalah 2371,71 hp, sedangkan untuk
penggerak mulanya adalah 2846,052 hp.Volume persediaan air/reservoir yang di
butuhkan adalah 355,25 m3.

Kata Kunci:   System sprinkler, Linear Heat Detector (LHD), Pipa, Pompa, dan
              Reservoir.




                                                                             ii
ABSTRACT

            YTL East Java Company is firm constituted on PLTU operation and
preserve area to unit 5 and 6. Fuel that is utilized which is smolder stone;
meanwhile that smolder stone is transported from jetty until bunker via conveyor.
This Conveyor often happens burn up as one of happening on conveyor EAC 41,
fire case at conveyor also has once happened year 2007 at YTL Malaysia. So
needs to design sprinkler system and detector that more effective to turn off fire
rapidly at conveyor.
            This research is started by downloading the data such as YTL East
Java company conveyor layout and sprinkler and detector data. Data processing
that doing to point on SNI 03 3985 2000, NFPA 15 and NFPA 850 covers to
account total sprinkler one that is needed, total detector, accounting amount of
water required, determining reservoir font dimension, account head, and pump
energy that is utilized on this scheme.
            Based on observational result that already been done, it is said that
the amount sprinkler heads that is 1539 numbers. Detector that is utilized is
linear Heat Detector (LHD) with temperature 850C and Ambience temperature
reaches 450C on conveyor area. Pipe that is utilized which is cast iron pipe with
full scale head 1974,72 m. Pumps on this sprinkler system installation design is
2371,71 hp, meanwhile for its beginning drive is 2846,052 hp. Volume of water
supply / reservoir one that at needs is 355,25 m 3 .

Key words:    Sprinkler system, Linear Heat Detector (LHD), Pipe, Pump, and
              Reservoir.




                                                                               iii
KATA PENGANTAR




                 iv
KATA PENGANTAR

       Segala puji hanya tercurah kepada ALLAH SWT yang telah berkehendak
memberikan karunia serta nikmat-Nya berupa terselesaikannya Tugas Akhir ini
dengan baik sebagai persyaratan kelulusan tahap Diploma Empat di Jurusan
Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tiada daya dan upaya
dari penulis seorang untuk menyelesaikan semua ini tanpa adanya bantuan dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penghargaan serta ucapan terima kasih yang sangat
besar penulis sampaikan kepada:
   1. Seluruh keluarga besarku terutama kedua orang tuaku Nasiruddin dan
       Aida Yunining yang tercinta dan adik-adikku (Ary, Angga, & Ratu) atas
       doa, kasih sayang, cinta, kesabaran, ketulusan dan pengertiannya yang
       senantiasa tercurah untuk Ananda dan semoga selalu dalam bimbingan
       Allah SWT serta Barokah-NYA. Amien Ya Robb.....
   2. Bapak Ir. Muhammad Mahfud, M.MT selaku Direktur Politeknik
       Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
       Surabaya.
   3. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
       Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri
       Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
   4. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku dosen pembimbing I yang telah
       dengan sabar membantu, mengarahkan dan membimbing penulis selama
       pelaksanaan pengerjaan Tugas Akhir ini.
   5. Bapak Moch. Luqman Ashari, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang
       telah dengan sabar membantu mengarahkan penulis selama masa
       pengerjaan Tugas Akhir ini.
   6. Seluruh staff pengajar Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan
       Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya
       yang telah membekali penulis dengan banyak ilmu selama masa
       perkuliahan.




                                                                              iv
7. Seluruh staff karyawan Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan
   Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya
   yang telah membantu penulis dalam kelancaran administrasi selama masa
   perkuliahan.
8. Bapak Josman Ginting selaku Section Head Health and Safety
   Engineering di PT. YTL Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas
   kepada kami untuk bisa melaksanakan on the job training di PT. YTL
   Jawa Timur.
9. Bapak Moch. Subagiyo, S.KM dan Bapak Mugi Santoso ST. selaku
   pemimbing lapangan di PT. YTL Jawa Timur yang telah membantu
   kelengkapan data dari penelitian ini serta bantuan pikiran selama
   pengambilan data dan proses pengerjaan Tugas Akhir ini.
10. Bapak Kasim Ari, Bapak Miftahul Huda dan Seluruh Karyawan di Coal
   Plan PT. YTL Jawa Timur yang telah banyak membantu memberikan
   masukan dan ide-ide selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
11. Bundaku tercinta Arin yang telah banyak memberikan motivasi, masukan
   serta dengan sabar menemani Ayah setiap ada masalah selama pengerjaan
   Tugas Akhir ini. Makasih ya sayank…
12. Temen – temen ku “NIKKAPALA ’07, mas & mbak serta adek” yang
   telah membesarkan ku tentang organisasi dari tidak tahu apa2 sampek bisa
   organisasi walaupun sedikit tahu tentang pahit manisnya organisasi.
   Berani dan Bangga!!!
13. Teman–temanku “K3 ’07” di PPNS-ITS yang kompak mendukung satu
   sama lain. Aku sangat bangga bersama dengan kalian selama kurang lebih
   empat tahun ini, kalianlah teman terbaikku selama ini yang tidak akan aku
   lupakan selamanya. Vivat ITS . . .
14. Teman–teman senasib dan seperjuangan, Doni, Bagus, Fuad, Luthfi, Aga,
   Saad dan yang lainnya atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
15. Master AutoCad Febry, Tambret dan Odunt yang dengan ikhlas membagi
   ilmunya kepada saya, dari yang tidak bisa menjadi sedikit bisa AutoCad.




                                                                             v
16. Teman–teman kost Jl. Semampir Tengah No. 25 Semolowaru, yang telah
       menemani dan membantu dengan sabar serta atas kritik dan sarannya. Tak
       lupa juga buat ibu kostQ yang uda mau jadi ibu ke-2 ku di surabaya,
       terima kasih ya bu atas doa dan semuanya.
   17. Pihak–pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
       telah membantu kelancaran Tugas Akhir ini dan penyusunan laporan
       Tugas Akhir ini.

       Semoga ALLAH SWT selalu mengaruniakan kebaikan dan mengganti
dengan sesuatu yang lebih baik dari yang pernah diberikan. Penulis penyadari
banyaknya kekurangan selama pengerjaan Tugas Akhir ini, untuk itu kritik dan
saran sangat diharapkan agar pada penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Tiada kebahagiaan yang begitu besar kecuali semua ikhtiar ini dapat bermanfaat
dan tidak meninggalkan kesia-sian. Semoga ALLAH SWT meridhoi.Amien…


                                                   Surabaya,   21 Juli 2011




                                                         Penulis




                                                                              vi
DAFTAR ISI




         vii
DAFTAR ISI
COVER DALAM ............................................................................................            i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................                    ii
ABSTRAK .......................................................................................................   iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................              iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................    vii
DAFTARGAMBAR ........................................................................................              x
DAFTAR TABEL ............................................................................................         xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................              xii
BAB I PENDAHULUAN
     1.1     LATAR BELAKANG ......................................................................                 1
     1.2     PERUMUSAN MASALAH .............................................................                       2
     1.3     TUJUAN PENELITIAN ...................................................................                 3
     1.4     MANFAAT PENELITIAN ..............................................................                     3
     1.5     BATASAN MASALAH ...................................................................                   3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
     2.1     KOMPONEN CONVEYOR ..............................................................                      4
        2.1.1      Jenis-jenis Conveyor ...................................................................        4
        2.1.2      Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor ................................                        5
     2.2     PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN ........................................                                 6
        2.2.1      Fenomena Kebakaran .................................................................            7
        2.2.2      Teori Dasar Tentang Api ............................................................            8
             2.2.2.1Teori Segitiga Api (Triangle of fire) .....................................                    8
             2.2.2.2Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire) ...........                                  9
        2.2.3      Klasifikasi Kebakaran ................................................................         11
        2.2.4      Bahaya Kebakaran ......................................................................        13
        2.2.5      Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api .......................                           14
        2.2.6      Klasifikasi Sifat Hunian .............................................................         15
     2.3     DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API ............................                                        16
     2.4     SISTEM DETECTOR ......................................................................               16
        2.4.1      Klasifikasi Detektor Kebakaran .................................................               18
             2.4.1.1Detektor Asap (Smoke Detector) ...........................................                    18



                                                                                                                  vii
2.4.1.2Detektor Panas (Linear Heat Detector) .................................                          21
        2.4.1.3Detektor Nyala Api ................................................................              24
  2.5   SISTEM SPRINKLER .....................................................................                  25
    2.5.1    Klasifikasi Sistem Sprinkler .......................................................               25
    2.5.2    Jenis Sistem Sprinkler ................................................................            26
    2.5.3    Peletakan Sistem Sprinkler .........................................................               27
        2.5.3.1Letak Kepala Sprinkler ..........................................................                27
        2.5.3.2Spesifikasi Kepala Sprinkler .................................................                   32
    2.5.4    Sistem Perpipaan ........................................................................          35
        2.5.4.1Jenis Sistem Pipa Sprinkler ...................................................                  36
        2.5.4.2Klasifikasi Sistem Pipa Tegak ...............................................                    37
        2.5.4.3Susunan Pipa Instalasi Sprinkler ...........................................                     38
    2.5.5    Sistem Persedian Air Sprinkler ..................................................                  38
        2.5.5.1Persyaratan Umum ................................................................                38
        2.5.5.2Syarat Penyambungan ...........................................................                  38
        2.5.5.3Sumber Penyediaan Air .........................................................                  41
    2.5.6    Sistem Pompa Sprinkler .............................................................               41
        2.5.6.1Spesifikasi Pompa ..................................................................             41
        2.5.6.2Daya Pompa ...........................................................................           47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
 3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL .........................................................                          48
 3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA ......................................................                              48
 3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA .........................................................                            48
    3.3.1    Pengolahan Data Kualitatif ........................................................                48
    3.3.2    Pengolahan Data Kuantitatif ......................................................                 48
 3.4 TAHAP ANALISA DAN KESIMPULAN ..........................................                                    50
    3.4.1    Analisa ........................................................................................   50
    3.4.2    Kesimpulan .................................................................................       50
 3.5 FLOW CHART PENYELESAIAN TUGAS AKHIR ..........................                                             51
 3.6 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN .......................................                                      52




                                                                                                                viii
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
 4.1 PENGUMPULAN DATA ....................................................................                     53
 4.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA .........................................................                           53
     4.2.1      Perencanaan Jumlah dan Peletakan Sprinkler ............................                        54
         4.2.1.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler ...............................................                  56
     4.2.2      Perencanaan Volume Air Sprinkler dan Bak Penampung Air ...                                     58
     4.2.3      Perhitungan Sistem Perpipaan ....................................................              59
          4.2.3.1Pipa Isap (Suction) .................................................................         59
          4.2.3.2Pipa Utama Pengeluaran (Discharge) ...................................                        61
          4.2.3.3Head Kerugian Total .............................................................             65
          4.2.3.4Head Statis (Ha) ....................................................................         65
          4.2.3.5Head Tekanan (Δhp) ..............................................................             65
          4.2.3.6Head Total Pada Instalasi Perpipaan Sprinkler .....................                           66
     4.2.4      Perhitungan Sistem Pompa Sprinkler .........................................                   66
          4.2.4.1Daya Pompa ...........................................................................        67
     4.2.5      Sistem Deteksi Pemadam Kebarakan Otomatis .........................                            68
          4.2.5.1Detector (Linear Heat Detector) ...........................................                   68
          4.2.5.2Alarm .....................................................................................   59
          4.2.5.3Titik Panggil Manual .............................................................            70
          4.2.5.4Alarm Fire Control Panel ......................................................               70
 4.3 ANALISA DATA .................................................................................            71
     4.3.1      Analisa Perencanaan Sprinkler ...................................................              71
     4.3.2      Spesifikasi Perpipaan .................................................................        72
     4.3.3      Penentuan Sistem Pompa ...........................................................             73
     4.3.4      Pemilihan Detektor .....................................................................       74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
 5.1 KESIMPULAN .....................................................................................          75
 5.2 SARAN .................................................................................................   76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




                                                                                                               ix
DAFTAR GAMBAR




            x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor ............................................................                 5
Gambar 2.2. Belt Conveyor Pltu Paiton Unit 5 Dan 6 ....................................                          6
Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran ....................................................                       7
Gambar 2.4. Segitiga Api ...............................................................................         9
Gambar 2.5. Bidang Empat Api ......................................................................             10
Gambar 2.6. Pendekatan Ionisation Detector .................................................                    18
Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector ..................................................                    19
Gambar 2.8 Light Scatter Detector .................................................................             20
Gambar 2.9 Detector Dan Obscuration Detector ............................................                       21
Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler ...............................                          23
Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery .............................                           23
Gambar 2.12 Penempatan Kepala Sprinkler Tambahan ..................................                             27
Gambar 2.13 Jarak Kepala Sprinkler Terhadap Balok ....................................                          28
Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler ...................................................                 31
Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler .......................................................                31
Gambar 2.16 Tangki Gravitasi .........................................................................          39
Gambar 2.15 Tangki Bertekanan .....................................................................             40
Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir .....................................                          51
Gambar 4.1 Jari – Jari jangkauan sprinkler .....................................................                55
Gambar 4.2 Jarak antar kepala sprinkler .........................................................               56
Gambar 4.3 Konstruksi bak air (reservoir) ......................................................                60
Gambar 4.4 Rangkaian Linear Heat Detector pada conveyor .........................                               70
Gambar 4.5 Letak Linear Heat Detector pada conveyor .................................                           70
Gambar 4.6 Alarm ............................................................................................   71
Gambar 4.7 Titik Panggil Manual (manual push button) ................................                           71
Gambar 4.8 Alarm Fire Control Panel ............................................................                72




                                                                                                                 x
DAFTAR TABEL




           xi
DAFTAR TABEL


Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran ......................................................................         12
Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD) ........................................                      22
Tabel 2.3 Kuda-kuda ........................................................................................   29
Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler .......................................................               33
Tabel 2.5 Konstanta “k” ...................................................................................    33
Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala springkler ........................................................              33
Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler ................................................                    34
Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan .............................................                   35
Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm
             dan air jenuh di atas 1000 C) ..............................................................      43
Tabel 3.1 Tabel Rencana Kegiatan ..................................................................            52
Tabel 4.1 Ukuran Conveyor Unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur .........................                                53
Tabel 4.2 Jumlah sprinkler yang dibutuhkan tiap area ....................................                      58
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Sistem Perpipaan ................................................                  65




                                                                                                               xi
DAFTAR LAMPIRAN




              xii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
  1.1 Surat Ijin Pengambilan Data Tugas Akhir
  1.2 Accident Record PT YTL Jawa Timur
  1.3 Data Kecelakaan PT YTL Jawa Timur & PT IPMOMI
  1.4 Layout Conveyor

LAMPIRAN 2
2.1 Gambar Perancangan Ulang Conveyor
2.2 Gambar Peletakan Sprinkler
2.3 Gambar Sistem Perpipaan

LAMPIRAN 3
  3.1 Kepadatan Pancaran
  3.2 Kapasitas Minimum Dari Volume Bak Penampang

LAMPIRAN 4
  4.1 Catalog Diameter
  4.2 Sifat Fisik-Fisik Air
  4.3 Relative Roughness For Pipe

LAMPIRAN 5
  5.1 Bilangan Reynold
  5.2 Koefeisien Kerugian Katup
  5.3 Efesiensi Standart Pompa

LAMPIRAN 6
6.1 Data Detektor Yang Digunakan

LAMPIRAN 7
7.1 Data Sprinkler Yang Digiunakaan

LAMPIRAN 8
8.1 Perhitungan Sistem Sprinkler
8.2 Perhitungan Sistem Perpipaan

LAMPIRAN 9
9.1                Spesifikasi Pompa
9.2                Lembar Kemajuan Konsultasi Dosen Pembimbimng




                                                                  xii
BAB I
PENDAHULUAN




          xiii
BAB I
                             PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
             Kebakaran merupakan bencana yang disebabkan oleh api yang
  tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian yang besar baik berupa
  harta benda maupun jiwa manusia. Saat ini kebakaran sudah menjadi masalah
  nasional, karena bukan saja merugikan pribadi secara individual, melainkan
  meliputi instalasi atau sarana vital yang menguasai hajat hidup orang banyak
  seperti pabrik, pembangkit tenaga listrik, pelabuhan, dan instalasi-instalasi
  lain yang vital dan sangat         mahal harganya. Faktor terbesar yang
  menyebabkan kebakaran adalah adanya nyala api dan listrik.
             Sesuai dengan ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3
  penanggulangan kebakaran adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-
  Undang 1 tahun 1970 yang tersirat pada konsideran UU 1/70 yaitu tentang
  tujuan umum K3 yang termasuk penanggulangan kebakaran yang bertujuan
  untuk melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset perusahaan dan lingkungan
  masyarakat. Dan yang tertera pada ketentuan pasal 3 ayat (1) huruf b,d,q bahwa
  penanggulangan kebakaran meliputi pencegahan, pengurangan dan pemadaman
  kebakaran, memberikan kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu
  kebakaran serta pengendalian penyebaran panas, asap dan gas. Selain itu pada
  Kepmenaker 186/Men/1999 yang menjelaskan bahwa perusahaan wajib
  mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja.
             PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan Pembangkit Listrik
  Tenaga Uap (PLTU) swasta terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini
  bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 &
  6 Paiton. Daya listrik yang dihasilkan dari keseluruhan PLTU berasal dari
  energi pembakaran batu bara (coal) yang telah mengalami proses yang
  panjang mulai dari Jetty, stock pile, kemudian batu bara (coal) akan di
  distribusikan ke bunker melalui conveyor. Conveyor tersebut memiliki bahaya
  kebakaran yang tinggi dikarenakan terdapat timbunan debu batu bara, kiriman
  batu bara panas dari stock pile dan adanya gesekan belt conveyor dengan roll



                                                                              1
sehingga menimbulkan listrik statis. Contoh kasus yang pertama yaitu pada
  Belt conveyor EAC 41 yang stand by terbakar karena ada sisa debu batu bara,
  kasus kedua dinding tripper floor terbakar dari akumulasi debu, kasus ketiga
  dedusting filter terbakar karena ada timbunan debu batu bara, dan kasus
  keempat terjadi hot spot di stock pile unit 5&6 PT YTL Jawa Timur tahun
  2010. Kasus kebakaran ini juga pernah terjadi pada tahun 2007 di PT YTL
  Malaysia bahkan sampai membakar seluruh conveyor. Pada oktober 2010 juga
  terjadi kebarakaran pada conveyor PT IPMOMI. Karena sering terjadi
  kebakaran di conveyor maka PT IPMOMI merancang sistem pencegahan dan
  penanggulangan kebakaran seperti APAR dan hydrant namun itu semua
  kurang efektif untuk memadamkan api secara cepat di conveyor sehingga
  perlu perancangan system sprinkler dan detector. Sekarang PT IPMOMI sudah
  mempunyai APAR, hydrant, system sprinkler dan detector pada conveyor.
              Berdasarkan pengamatan terhadap kasus–kasus kebakaran selama
  ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara lain adalah bahwa
  sistem proteksi kebakaran tidaklah cukup hanya dengan penyediaan Alat
  Pemadam Api Ringan (APAR) atau hidrant yang disebut sebagai sistem
  proteksi aktif. Masih diperlukan sarana proteksi lainnya yakni sprinkler dan
  detector untuk mendukung APAR dan Hidrant sebagai sistem proteksi aktif.
  Pada conveyor PT YTL Jawa Timur belum terdapat sprinkler dan detector.
  Maka penelitian ini adalah melakukan perancangan sprinkler dan detector.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
         Perumusan masalah dalam penelitian:
  1. Bagaimana rancangan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
  2. Bagaimana rancangan sistem detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur
  3. Bagaimana rancangan perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa
     Timur.
  4. Bagaimana rancangan pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur
  5. Bagaimana rancangan dimensi reservoir atau bak penampung air pada
     conveyor PT YTL Jawa Timur.




                                                                             2
1.3 TUJUAN PENELITIAN
         Tujuan penelitian ini adalah:
  1. Merancang sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
  2. Merancang system detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
  3. Merancang perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
  4. Merancang pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
  5. Merancang dimensi reservoir atau bak penampung air pada conveyor PT
     YTL Jawa Timur.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
         Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
  1. Bagi mahasiswa
     Sebagai kompetensi dasar yang nanti dapat diterapkan lebih lanjut didalam
     dunia industri.
  2. Bagi Institusi
     Sebagai tambahan bahan literatur/referensi bagi semua civitas akademika
     khususnya yang ada di PPNS-ITS.
  3. Bagi Perusahaan
     Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang diperlukan
     ketika terjadi bahaya kebakaran besar yang disebabkan oleh banyaknya
     timbunan debu batu bara di conveyor dengan temperatur tinggi maka akan
     terjadi kebakaran yang tidak diinginkan.
1.5 BATASAN MASALAH
         Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:.
  1. Perancangan sprinkler dan detector di conveyor PT YTL Jawa Timur.
  2. Tidak membahas masalah sistem kelistrikan dan estimasi biaya.




                                                                            3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA




               4
BAB II
                         TINJAUAN PUSTAKA


2.1 KOMPONEN CONVEYOR
       2.1.1      Jenis-jenis Conveyor
               Berdasarkan kepada jenis material yang akan dipindahkan,
       conveyor dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
       1. Mesin Pemindah Muatan Curah (bulk load)
          Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah:
          a. Bucket Conveyor
          b. Screw Conveyor
       2. Mesin Pemindah Muatan Satuan (unit load)
          Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah:
          a. Roller Conveyor
          b. Eskalator
       3. Mesin Pemindah Muatan Keduanya (unit load dan bulk load)
          a. Belt Conveyor
          b. Appron Conveyor
               Berdasarkan transmisi dayanya, conveyor dibedakan menjadi 4
       macam, yaitu:
       1. Mesin pemidah mekanis
       2. Mesin pemindah pneumatis
       3. Mesin pemindah hidrolis
       4. Mesin pemindah gravitasi
               Pemilihan alat pemindah bahan biasanya didasarkan pada
       aspek ekonomi seperti biaya investasi awal dan biaya operasional
       (running cost). Misalnya biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya bahan,
       dan biaya perawatan.




                                                                            4
2.1.2      Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor
        Pada umumnya, belt conveyor terdiri dari beberapa bagian,
yaitu: kerangka (frame) (1), dua buah pulley yang terdiri pulley
penggerak (driving pulley) (2) yang terletak pada head end dan pulley
pembalik (take-up pulley) (3) yang terletak pada tail end, endless belt
(4), idler roller atas (5) dan idler roller bawah (6), unit penggerak (7),
cawan pengisi (feed hooper) (8) dipasang diatas conveyor, saluran
buang (discharge spout) (9) dan pembersih belt (belt cleaner/scrapper)
(10) yang biasa dipasang didekat pulley penggerak.




           Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor
             (Sumber: Dhani Astarawulan, 2011)

        Belt Conveyor berbentuk semacam sabuk besar yang terbuat
dari karet yang bergerak melewati Head Pulley dan Tail Pulley,
keduanya berfungsi untuk menggerakkan Belt Conveyor, serta
Tansioning Pulley yang berfungsi sebagai peregang Belt conveyor.
Untuk menyangga Belt Conveyor beserta bobot batubara yang
diangkut dipasang Idler pada jarak tertentu diantara Head Pulley dan
Tail Pulley. Idler adalah bantalan berputar yang dilewati oleh Belt
Conveyor. Batubara yang diangkut oleh Conveyor dituangkan dari
sebuah bak peluncur (Chute) diujung Tail Pulley kemudian bergerak
menuju ke arah Head Pulley. Biasanya , muatan batubara akan jatuh
ke dalam bak peluncur lainnya yang terletak dibawah Head Pulley
untuk diteruskan ke conveyor lainnya atau masuk ke Bak Penyimpan.
Disetiap belokan antar Conveyor satu dengan yang lain dihubungkan
dengan Transfer House, selain itu pada belt Conveyor ditambahkan




                                                                        5
juga   beberapa     aksesori     yang   bertujuan   untuk   meningkatkan
         fleksibilitasnya, antara lain:
         1. Pengambil Sampel
                 Dilakukan secara otomatis, jika terdeteksi adanya metal pada
         batu bara pengambil sampel langsung berhenti.
         2. Metal Detector
                 Merupakan alat untuk mendeteksi adanya logam-logam
         didalam batu bara yang tercampur pada proses pengiriman.
         3. Magnetic Separator
                 Untuk memisahkan logam-logam yang terkandung dalam
         batubara pada proses pengiriman.
         4. Belt Scale
                 Untuk mengetahui jumlah tonnase berat batubara yang
         diangkut oleh Belt Conveyor.




           Gambar 2.2 Belt Conveyor PLTU Paiton Unit 5 dan 6
                         (Sumber: PT. YTL Jawa Timur)
2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN
           Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya
  nyala api yang tidak terkendali. Pencegahan bahaya kebakaran adalah segala
  usaha yang dilakukan agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak terkendali.
  Sedangkan penanggulangan bahaya kebakaran mengandung arti bahwa
  peristiwa kebakaran sudah terjadi sehingga menimbulkan bahaya terhadap
  keselamatan jiwa, harta benda, maupun lingkungan.




                                                                               6
Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsur-
unsur tersebut adalah oksigen, panas dan bahan mudah terbakar. Tanpa
oksigen pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar tidak
mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tidak akan timbul.
       2.2.1      Fenomena Kebakaran

               Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai
       awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati
       beberapa fase tertentu seperti dilukiskan pada gambar dibawah ini.




               Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran
                  (Sumber: www.indonetwork.co.id, 2010)
       Penjelasan:
          1.         Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya
          api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencentusnya
          (source energy) yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali.
          2.         Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat
          yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal
          (initiation) bermula dari sumber api / nyala yang relatif kecil.
          3.         Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi,
          maka nyala api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api
          akan menjalar bila ada media disekelilingnya.
          4.         Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan
          panas ke semua arah secara konduksi, konveksi, dan radiasi,
          hingga pada suatu saat kurang lebih 3–10 menit atau setelah
          temperatur mencapai 300°C akan terjadi penyalaan api serentak
          yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca.
          5.         Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut




                                                                             7
periode     kebakaran   mantap    (steady/full   development   fire).
      Temperatur pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai
      600 – 1000°C. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan
      runtuh pada      temperatur   700°C. Bangunan dengan konstruksi
      beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak
      layak lagi untuk digunakan.
      6.         Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala
      akan berkurang/surut dan berangsur–angsur akan padam, yang
      disebut periode surut (decay).


2.2.2           Teori Dasar Tentang Api

            Menurut Bickerdike (1996) api adalah proses pembakaran
dengan karakteristit timbulnya emisi panas yang diikuti dengan smoke
dan        flame. Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati
gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang
terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan
telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya
maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar
akan berubah menjadi arang, abu, atau hilang menjadi gas dan sifat
kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan
tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia.
2.2.2.1 Teori Segitiga Api (Triangle of fire)
                     Teori segitiga api (Triangle of fire) menjelaskan
            bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan
            adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur: bahan yang
            dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau
            dari bahan oksidator, dan panas yang cukup.




                                                                         8
Gambar 2.4 Segitiga Api
         (Sumber: http://www.pp.okstate.edu, 2010)
               Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari
      segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang
      cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan yang dapat terbakar
      jenisnya dapat berupa bahan padat, cair, maupun gas. Sifat
      penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu
      gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair
      maupun padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar
      dibandingkan dengan bahan padat, disini menggambarkan
      adanya tingkat suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan.
      Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada kesimbangan
      besaran angka-angka      yang      menghubungkan segitiga    api.
      Besaran angka-angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada
      segitiga api tersebut     antara      lain “flash point, ignition
      temperature, dan flammable range”.


2.2.2.2 Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire)
               Gambar di atas menjelaskan hubungan antara tiga
      unsur yang dapat menyebabkan timbulnya api. Jika salah satu
      unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan terjadi. Namun
      study selanjutnya mengenai fisika dan kimia, menyatakan
      bahwa peristiwa pembakaran mempunyai tambahan lagi
      mengenai pengertian dimensi pada segi tiga api, menjadi teori
      model baru yang disebut bidang empat api atau “Tetrahedron
      Of Fire”.




                                                                      9
Gambar 2.5 Bidang Empat Api
        (Sumber: www.himarraya.com, 2011)
         Studi ini menjelaskan bahwa pembakaran tidak hanya
terjadi atas tiga unsur, namun reaksi kimia yang terjadi
menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran yaitu : CO, CO2,
SO2, asap dan gas. Hasil yang lain dari reaksi ini adalah adanya
radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam
bentuk hidroksil (OH).
         Bila ada dua gugus OH, maka akn pecah menjadi H2O
dan radikal bebas O. Dimana reaksinya 2OH → H2O + O
radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai
umpan pada proses        pembakaran sehingga disebut reaksi
pembakaran berantai (Cain Reaction Of Combustion). Dari
reaksi kimia, selama proses pembakaran berlangsung ini
memberikan kepercayaan pada hipotesa baru, dari prinsip segi
tiga api kemudian terbentuk bidang empat api. Dimana sisi
yang ke empat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi
pembakaran.Lebih jelasnya, perbedaan antara Teori Segi Tiga
Api dan Tetrahedron Of Fire adalah sebagai berikut:
   −       Pada Teori Segi Tiga Api, bahan bakar sendiri tidak
   terbakar. Tapi mengalami pemanasan hingga menghasilkan
   gas dan uap. Gas dan uap yang terbakar tersebut oleh
   karena letaknya yang berdekatan dengan bahan bakar
   (fuel), sehingga bahan bakar akan terlihat seolah-olah
   terbakar.




                                                             10
−       Pada Tetrahedron Of Fire bahan bakar mengalami
            pemanasan sehingga mengeluarkan gas dan uap yang
            menyala akibat timbulnya reaksi kimia. Pada akhirnya
            bahan bakar (fuel) akan terbakar dan habis.
                  Prosentasi oksigen di atmosfer adalah 21%, namun
        terkadang pada ruang atau kondisi tertentu prosentasi oksigen
        dapat berubah. Prosentase oksigen yang dapat membuat api
        tetap menyala adalah kisaran antara 12% hingga 21%. Api akan
        padam jika prosentase oksigen kurang dari 12%, sedangkan api
        akan sulit sekali dipadamkan jika prosentase oksigen diatas
        21% karena oksigen dengan prosentase tersebut menjadi
        bersifat flammable.
                  Selain ketersediaan oksigen, ketersediaan bahan bakar
        juga mempengaruhi muncul atau tidaknya api. Bahan bakar
        dibagi menjadi tiga macam, yaitu bahan bakar padat (contoh:
        kayu, kertas, batu bara, arang, dll), cair (bensin, solar, minyak
        tanah, alkohol, dll) dan gas (Elpiji, nitrogen oksida, propana).
                  Oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah menjadi
        api jika tidak ada panas. Jika suhunya tidak mencukupi,
        oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah terbakar. Sumber
        panas yang paling berperan dalam munculnya api adalah
        matahari. Jadi reaksi antara ketiga unsur tersebut yang menjadi
        asal mula terjadinya api yang selama ini kita kenal sebagai teori
        segitiga api.
2.2.3       Klasifikasi Kebakaran
        Yang dimaksud klasifikasi      kebakaran adalah penggolongan
atau pembagian kebakaran berdasarkan atas jenis bahan bakarnya
(Wahyudi,1991). Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi
standard yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran
menurut Standard Inggris yaitu LPC (Loss Prevention Committee)
yang sebelumnya adalah FOC (Fire Office Committee) menetapkan
klasifikasi kebakaran dibagi Klas A, B, C, D, dan E sedangkan




                                                                       11
Standard Amerika yaitu NFPA (National Fire Preventio Assosiation),
menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A, B, C, dan D.
Pengklasifikasian jenis kebakaran yang        didasarkan menurut jenis
material yang terbakar seperti dalam daftar tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran
      Standard Amerika (NFPA)               Standard Inggris (LPC)
 Klas           Jenis Kebakaran        Klas         Jenis Kebakaran
        Bahan padat kecuali logam,           Bahan padat kecuali logam,
        seperti kayu, arang, kertas,         seperti kayu, arang kertas
  A                                     A
        tekstil, plastik, dan                tekstil, plastik dan
        sejenisnya.                          sejenisnya
        Bahan cair dan gas, seperti          Bahan cair seperti bensin,
        bensin, solar, minyak tanah,         solar, minyak tanah, dan
  B     aspal, gemuk, alkohol, gas      B    sejenisnya.
        alam, gas LPG dan
        sejenisnya.
        Peralatan listrik yg                 Bahan gas, seperti gas
  C     bertegangan.                    C
                                             alam, gas LPG.
        Bahan logam, seperti                 Bahan logam, seperti
  D     magnesium, alumunium,           D    magnesium, alumunium,
        kalium, dan lain-lain.               kalium, dan lain-lain.
                                             Peralatan listrik yg
  E                   -                 E
                                             bertegangan.
(Sumber: Depnakertrans R.I., 2010)
        Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu pada Standar
NFPA, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Sifat-sifat dari masing-masing klasifikasi kebakaran
diatas adalah:
   1.       Klas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara,
   2.       Klas B (cair), terbakar pada permukaan,
   3.       Klas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir,
   4.       Klas C atau klas E menurut Standard British, adalah
   ditinjau dari aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas,
   5.       Klas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi,
   sehingga bila dipadamkan dapat terjadi peledakan karena
   perubahan fase media pemadam menjadi gas.




                                                                       12
2.2.4       Bahaya Kebakaran
        Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh api
yang tidak terkendali, sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa,
harta benda dan lingkungan (Wahyudi, 1991). Kemudahan suatu zat
untuk terbakar ditentukan oleh:
   1.       Titik nyala (flash point) yakni suhu terendah dimana uap
   zat dapat dinyalakan.
   2.       Titik bakar (ignition point) yakni suhu dimana zat terbakar
   dengan sendirinya.
   3.       Konsentrasi mudah terbakar (flammable limits) yakni
   daerah konsentrasi uap gas yang dapat dinyalakan.
        -          Low Flammable Limit (LFL) yakni konsentrasi uap
        zat terendah yang masih dapat dinyalakan.
        -          Upper Flammable Limit (UFL) yakni konsentrasi
        uap tertinggi yang masih dapat dinyalakan.
        Jadi daerah mudah terbakar dibatasi oleh LFL dan UFL serta
sifat kemudahan membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan
oksidasinya. Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998, bahaya kebakaran
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Bahaya kebakaran ringan (light / low hazard)
        Yang termasuk bahaya kebakaran ringan yaitu lokasi        atau
tempat dimana jumlah class A combustible material termasuk perabot,
dekorasi, dan isinya berada dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat
dimiliki oleh gedung atau ruangan seperti kantor, ruang kelas, gereja,
ruang tamu di hotel atau motel, dan lain-lain. Sejumlah kecil class B
flammable material yang digunakan untuk duplicating machines, art
departments dan lain-lain juga termasuk.
2. Bahaya kebakaran sedang (ordinary / moderate hazard)
        Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable
material yang ada lebih besar dari yang diharapkan pada bahaya
kebakaran ringan. Lokasi atau tempat yang termasuk bahaya




                                                                    13
kebakaran sedang bisa seperti ruang makan, mercantile shop, light
manufacturing, auto showroom, area parkir, bengkel, dan lain-lain.
3. Bahaya kebakaran berat (extra/high hazard)
        Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable
material yang ada, di dalam tempat penyimpanan (storage),
diproduksi, digunakan, produk akhir, atau dicampur melebihi          dan
diatas jumlah yang diharapkan pada bahaya kebakaran sedang. Lokasi
yang termasu dalam bahaya kebakaran berat bisa seperti pekerjaan
yang berhubungan dengan material kayu, vehicle repair, aircraft dan
boat servicing, area memasak, dan tempat penyimpanan serta proses
manufaktur    seperti   painting,   dipping,   and   coating,   termasuk
penanganan cairan flammable.
2.2.5      Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api
        Karakteristik pertumbuhan dan penyebaran api, sama seperti
penyalaan api, kecepatan penyebaran, dan pemancaran panas, asap dan
gas berbahaya, ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
   1.      Kondisi geometris ruangan
   2.      Bahan yang ada
   3.      Sumber isi
   4.      Jarak antara sumber api dengan material yang terbakar
   5.      Karakteristik dari material interior
   6.      Tipe dan volume material
   7.      Kondisi dan penataan ruangan
        Api dengan cepat berkembang besar melalui konveksi, dan
kemudian menyebar secara lateral terus ke langit-langitbila ruangan
terbatas. Sesuatu yang terbakar, disamping menghasilkan gas, juga
asap dan pans. Panas gas yang timbul peristiwa kebakaran             bisa
mencapai 650 ºC – 950 ºC. Salah satu fenomena khas terjadi peristiwa
kebakaran adalah terjadinya “flashover”, dimana api tiba-tiba
membesar dengan nyala yang besar pula.




                                                                      14
2.2.6       Klasifikasi Sifat Hunian
        Klasifikasi sifat hunian adalah klasifikasi tingkat risiko bahaya
kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan bangunan,
banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan
terbakarnya, juga ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya.
Klasifikasi sifat hunian dibagi atas:
1.                  Hunian bahaya kebakaran ringan.
              Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
     terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
     rendah, sehingga menjalarnya api lambat.
2.                  Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I.
              Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
     terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
     tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran
     melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
3.                  Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.
              Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
     terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
     tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran
     melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
4.                  Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.
              Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
     terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
     tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.
5.                  Hunian bahaya kebakaran berat.
              Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
     terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
     tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, sampah, serat,
     atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar
     dengan melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api cepat.




                                                                      15
6.                  Hunian khusus.
                       Untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat
              dimana penggunaan cairan yang mempunyai kemudahan terbakar
              tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak. Karena keadaan
              yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh
              keringanan satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi
              yang berwenang.
2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API
         Dasar-dasar system pemadaman api adalah merusak keseimbangan
  reaksi api. Hal ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
     −         Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau menyingkirkan
     bahan-bahan yang mudah terbakar.
     −         Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga
     temperature bahan yang terbakar turun sampai dibawah titik normalnya
     −         Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai
     dibawah 12 % atau mencegah reaksi dengan oksigen.
2.4 SISTEM DETECTOR
         Klasifikasi sistem alarm kebakaran meliputi:
     1. Manual
     2. Otomatik (semi addressable atau fully addressable)
              Pada sistem ini hanya sebagian yang bekerja secara otomatis,
     sedangkan peralatan yang lain masih diperlukan tenaga manusia untuk
     memadamkan api.
     3. Otomatic integrated system (deteksi, alarm dan pemadaman)
              Pada sistem ini alat deteksi bahaya api selain mengaktifkan
     alarm bahaya juga langsung mengaktifkan alat-alat pemadam kebakaran
     Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari:
     1. Detektor dan tombol manual (input signal)
                 Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara
         otomatik, yang dapat dipilih tipe yangs sesuai dengan karakteristik
         ruangan, diharapakan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan
         tidak memberikan informasi palsu.




                                                                            16
Pada prinsipnya detektor dibedakan menjadi tiga yaitu:
       − Detektor asap (smoke detector) tipe foto elektrik dan ionisasi.
       Alat ini memberi alarm bila terjadi asap diruangan tempat alat
       dipasang.
       − Detektor nyala api (flame detector) tipe ultraviolet dan
       inframerah. Mendeteksi adanya nyala api yang tidak terkendali
       dengan cara menangkap sinar ultraviolet ataupun inframerah yang
       dipancarkan oleh nyala api.
       − Detektor panas (heat detector) tipe suhu tetap maupun tipe
       kenaikan suhu. Mendeteksi adanya bahaya kebakaran dengan cara
       membedakan kenaikan temperatur (panas) yang terjadi diruangan
       (Suko Wahyudi,1991).
           Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak
   jangkauan yang efektif sesuai spesifikasinya.
           Tombol manual adalah alat yang dapat dioperasikan secara
   manual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara
   manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang
   melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja.
2. Panel indikator kebakaran (sistem control)
           Merupakan pusat pengendali sistem deteksi dan alarm, yang
   dapat mengindikasikan status standby normal, mengindikasikan signal
   input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm
   tanda   kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau
   lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual
   yang diaktifkan.
3. Alarm audible atau visible (signal output)
           Merupakan indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat
   didengar (audible alarm) berupa bell berdering, sirene atau yang dapat
   dilihat (visible alarm) berupa lampu.




                                                                      17
2.4.1         Klasifikasi Detektor Kebakaran
        Untuk kepentingan perancangan ini, detektor kebakaran
otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti tersebut di
bawah ini :
        2.4.1.1       Detektor Asap (Smoke Detector)
                  Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk
        hasil pembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya
        kebakaran. Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-
        layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu
        pembakaran. Sesuai dengan cara kerjanya smoke detector
        dapatdibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
        - Ionisation Detector
                  Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya
        produk hasil pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul.
        Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang
        tidak kelihatan (ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang
        diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran. Reaksinya agak
        lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari
        kebanyakan api tanpa nyala.
                  Secara umum gambaran prinsip pendeteksian ionisation
        detector adalah sebagai berikut:

                  Radio-active
                    source




                  Gambar 2.6 Pendekatan Ionisation Detector
                  (Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)




                                                                     18
Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai
sejumlah kecil bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di
dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara
bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus
dua elektroda yang bermuatan. Ini menjadikan kamar
pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif. Ketika
partikel     asap     memasuki    daerah    ionisasi,    partikel    ini
menurunkan konduktansi dari udara dengan jalan mengikatkan
diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika
konduktansi         rendah   dibandingkan    suatu      tingkat     yang
ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi.




           Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector
       (Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)

       Pada kondisi normal, dimana daerah ionisasi bebas dari
asap maka electrical circuit dalam keadan balance atau
seimbang. Electrical circuit ini berfungsi sebagai switch atau
sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada alarm jika
terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi akan
menyebabkan           terhambatnya    perpindahan         ion       yang
mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang . Hal ini
berakibat voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudian
relay aktif dan mengaktifkan alarm sebagai sinyal pertanda
terjadinya kebakaran. - Optical Detector



                                                                     19
Bila ionisation detector dapat mengindera produk
    pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka
    optical       detector   berfungsi   untuk      mengindera   produk
    pembakaran yang bisa dilihat (visible light), misalnya partikel-
    partikel carbon dan bahan-bahan kimia yang apabila terbakar
    menghasilkan asap.
                Optical detector memiliki 2 komponen penting, yaitu
    sumber cahaya dan photo-electric cell. Berdasarkan cara
    kerjanya optical detector dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
    Light Scatter Detector dan Obscuration Detector.
    1. Light Scatter Detector
                 Prinsip kerja dari detector jenis ini adalah karena
      adanya cahaya yang masuk pada photo electric cell. Sumber
      cahaya dan photo-electric cell berada dalam ruangan yang
      kedap cahaya dan dirancang agar asap kebakaran dapat
      masuk keruangan tersebut. Bila tidak ada asap yang masuk
      (tidak terjadi kebakaran) maka posisi cahaya dari sumber
      cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-electric cell).
                                             Poto electric
                                  To alarm   cell




Light sources

                     Gambar 2.8 Light Scatter Detector
                      (Sumber: Study Lapangan, 2010)


    2. Detector dan Obscuration Detector
                   Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel-
      partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut,
      sehingga cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah
      ke photo-electric cell sebagai akibat dari terkena asap




                                                                    20
kebakaran. Dengan membeloknya cahaya ke photo electric
 cell maka dapt mengatifkan aliran listrik dalam circuit
 detector yang ditangkap oleh amplifier untuk menggerakkan
 relay alarm.




       Gambar 2.9 Detector dan Obscuration Detector
               (Sumber: Study Lapangan, 2010)

2.4.1.2      Detektor Panas (Linear Heat Detector)
          Linear Heat Detector (LHD) merupakan detektor panas
(Heat Detector) yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas
(temperatur) tertentu. Linear Heat Detector (LHD) dirancang
untuk mengindera adanya kebakran pada tingkatan yang lebih
besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini
mulai meningkat. LHD ini cocok untuk lingkungan yang
daerahnya panas.
          Sistem ini terdiri dari dua komponen yaitu kabel sensor
yang berdiameter kecil dan modul interface. Kabel sensor
dibuat dengan bahan yang koefisien suhunya negatif, dimana
perubahan suhu dapat menurunkan ketahanan sensor.
          Linear Heat Detector (LHD) ini dapat diaplikasikan
diberbagai area diantaranya meliputi:
   -         Open area protection
   -         Cable trays
   -         Rack storage
   -         Freezer warehouses




                                                              21
-       Belt conveyers
                     -       Floating roof fuel tanks
                     -       Cooling towers
                     -       Dust collectors
                     -       Dust collectors
                     -       Waste fuel drum storage
                     -       Power distribution apparatus
                     -       Escalators
                     1.      Spesifikasi
                           Panas dari api menyebabkan isolasi kabel LHD dapat
                     mencair pada suhu tertentu, yang memungkinkan dua
                     konduktor trouble bersamaan sehingga menimbulkan alarm
                     berbunyi. Spesikasi dari LHD ini bias dilihat pada tabel
                     dibawah ini.
Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD)




(Sumber: www.fenwalfire.com, 2011)



                                                                          22
2.       Keuntungan
         Kelebihan atau keuntungan dari LHD ini dapat di
 lihat dari berbagai sisi yaitu mulai dari kefleksibelannya,
 tahan lama, kehandalannya dan sensitif dalam mengukur
 suhu.
 3.       Lokasi Pemasangan di Conveyor Galleries
         Untuk mendeteksi awal adanya overheat dari bearing
 conveyor maka LHD dapat ditempatkan di dekat roller
 bearing yang bisa dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini.




Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler
         (Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)
         Untuk mendeteksi kebakaran menyeluruh di conveyor
 maka LHD harus dihentikan. LHD ini terletak diatas belt
 conveyor yang dipasang tidak lebih dari 7 ft (2,13 m). Bisa
 dilihat pada gambar 2.11




   Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery
               (Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)




                                                           23
2.4.1.3       Detektor Nyala Api
          Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api,
yaitu:
   -          Detektor Nyala Api Ultra Violet
   -          Detektor Nyala Api Infra Merah
          Detektor   Gas     adalah   detektor     yang   bekerjanya
berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat
kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.
   4.         Alarm Kebakaran
              Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang
   memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran
   yang dapat berupa:
          -   Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau
          isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).
          -   Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau
          isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara
          jelas(Visible Alarm).
          -   Alarm lamp.
          -   Alarm pada fire-voice-communication system.
          -   Firefighter phone, untuk komunikasi dengan fire
          brigade.
          -   Graphic      display,   untuk      mengetahui   lokasi
          kebakaran secara tepat.
   5.         Titik Panggil Manual
              Titik panggil manual adalah suatu alat yang
   bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan isyarat
   adanya kebakaran yang dapat berupa:
          -   Titik Panggil Manual secara tuas (full down)
          -   Titik Panggil Manual secara tombol tekan (push
          bottom)




                                                                 24
6.     Panel Indikator Kebakaran
                             Panel indikator merupakan pusat kontrol dari
                      seluruh peralatan fire alarm system untuk mengendalikan
                      bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator.
                      7.     Zone Detection
                             Adalah suatu kawasan yang diawasi oleh satu
                      kelompok detektor.
2.5 SISTEM SPRINKLER
           Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis
  dengan memancarakan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan
  kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran. Instalasi
  sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat
  memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di
  tempat mula terjadi kebakaran.
         2.5.1        Klasifikasi Sistem Sprinkler
                  Klasifikasi sprinkler dibagi menjadi dua macam berdasarkan
         Standar Kontruksi Bangunan Indonesia (SKBI 3.4.53.1987), yaitu:
            1.        Berdasarkan arah pancaran:
                             Pancaran keatas
                             Pancaran kebawah
                             Pancaran arah dinding
            2.        Berdasarkan kepekaan terhadap suhu:
                    1.               Warna segel:
                             Warna putih pada temperatur 93° C
                             Warna biru pada temperatur 141° C
                             Warna kuning pada temperatur 182° C
                             Warna merah pada temperatur 227° C
                             Tidak berwarna pada temperatur 68° C / 74° C
                 2. Warna cairan dalam tabung:
                    − Warna jingga pada temperatur 53° C
                    − Warna merah pada temperatur 68° C
                    − Warna kuning pada temperatur 79° C



                                                                            25
− Warna hijau pada temperatur 93° C
         − Warna biru pada temperatur 141° C
         − Warna ungu pada temperatur 182° C
         − Warna hitam pada temperatur 201° C – 260° C
2.5.2      Jenis Sistem Sprinkler
        Sistem sprinkler secara otomatis akan bekerja bila segelnya
pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem Sprinkler dapat
dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
   1.      Sistem Pipa Basah (Wet Pipe System).
           Dalam sistem ini, sistem pipa mulai dari sumber suplai air
   sampai katup kontrol (Control valves) yang menuju ke sprinkler
   sudah terisi air. Sistem pipa basah biasanya dipasang pada gedung
   atau hunian dimana tidak ada kemungkinan terjadinya air
   membeku dalam pipa.
           Untuk sistem pipa ini banyaknya sprinkler yang dipasang
   dikontrol oleh satu set valve dan tidak melebihi 500 buah untuk
   tingkat bahaya ringan atau 1000 buah untuk tingkat bahaya
   kebakaran sedang dan tinggi.
   2.      Sistem Pipa Kering (Dry Pipe System).
           Sistem ini biasanya digunakan dalam suatu bangunan
   dimana kondisi temperatur berada pada keadaan yang bisa beku,
   seperti pada ruang pendingin atau temperatur yang dapat dijaga
   diatas 70° C, seperti oven pengering. Pipa kering tersebut selalu
   terisi udara dengan tekanan yang cukup untuk menahan air.
   3.      Alternatif Sistem Pipa Basah dan Pipa Kering (Combined
   Dry Pipe-Preaction).
           Sistem ini biasanya dipasang tanpa pemanas air, dimana
   dalam sistem basah ada kemungkinan air membeku pada musim
   dingin. Sehingga sistem ini biasanya dioperasikan pada musim
   panas untuk sistem basah dan sistem kering pada musim dingin.
   Jika hendak mengoperasikan dengan sistem basah, maka dry valve




                                                                  26
harus diubah fungsinya ke sistem basah dan ini biasanya dapat
   dilakukan dengan cepat.
   4.      Sistem Pipa Kering Pada Ujungnya (Deluge System).
           Sprinkler untuk sistem ini harus dipasang menghadap
   kelangit-langit, kecuali jika dijinkan untuk dipasang jenis pendent.
   5.      Tindakan Awal (Pre-Action System).
           sistem ini merupakan gabungan antara standart sprinkler
   sistem dan pemasangan alat pengindera kebakaran. Pada umumnya
   detctor panas atau asap akan bekerja lebih dahulu dankatub yang
   bekerja lebih awal akan terbuka sehingga air mengalir ke pipa
   sprinkler sebelum sprinkler pertama bekerja.
2.5.3      Peletakan Sistem Sprinkler
        2.5.3.1      Letak Kepala Sprinkler

           Dinding Dan Pemisah
                     Jarak antara dinding dan kepala sprinkler dalam hal
           sistem bahaya kebakaran ringan tidak boleh melebihi 2,3 m
           dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem
           bahaya kebakaran berat tidak boleh melebihi dari 2 m.
           Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak
           kepala springkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,5 m.
           Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala
           sprinkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih dari 1,5 m.




                  Gambar 2.12 Penempatan kepala sprinkler tambahan
                              (Sumber: SNI 03-3989- 2000)




                                                                     27
1.              Kolom
       Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan
bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari
dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6
m, maka harus ditempatkan sebuah kepala springkler
tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang
berlawanan.
2.              Balok
       Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak
sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok. Apabila balok
mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200
mm, maka kepala springkler boleh dipasang di sebelah atas
gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala springkler
harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok.




Gambar 2.13 Jarak kepala sprinkler terhadap balok
              (Sumber: SNI 03-3989- 2000)


3.              Kuda – Kuda
       Pada umumnya kepala springkler harus selalu
dipasang pada jarak mendatar sejauh minimum 0,3 m dari
balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama
dengan 100 mm, dan minimum 0,6 m apabila balok kuda-
kuda yang lebarnya lebih besar dari 100 mm.




                                                         28
Apabila   pipa   cabang    ditempatkan    menyilang
       terhadap balok kuda-kuda, maka kepala springkler boleh
       ditempatkan disebelah atas sumbu balok kuda-kuda yang
       lebarnya lebih kecil atau sama dengan 200 mm dengan
       ketentuan bahwa deflektor kepala springkler berjarak lebih
       besar dari 150 mm dari balok kuda-kuda.

              Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok
       kuda-kuda, maka jarak kepala springkler terhadap balok
       kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kuda-kuda




(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

       4.             Penempatan kepala sprinkler dinding
              Penempatan deflektor kepala sprinkler dinding tidak
       boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 100 mm dari
       langit-langit. Sumbu kepala sprinkler tidak boleh lebih dari
       150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding tempat kepala
       sprinkler dipasang.




                                                                29
Sepanjang dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan
4,6 m. Sistem bahaya kebakaran sedang, 3,4 m (langit-
langit tidak tahan api), 3,7 m (langit-langit tahan api). Dari
ujung dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m,
Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m.

5.                Jumlah deretan kepala sprinkler
-        Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama
    dengan 3,7 m, cukup dilengkapi dengan sederet sprinkler
    sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara
    3,7 m sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan
    sprinkler.

-        Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m
    (bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari 7,4 m (bahaya
    kebakaran sedang) deretan sprinkler harus dipasang
    selang-seling, sehingga setiap kepala sprinkler terletak
    pada garis tengah antara dua kepala sprinkler yang
    berhadapan.

-        Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m
    deretan kepala sprinkler jenis konvensional (dipasang
    pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di
    tengah-tengah antara dua deret kepala sprinkler sebagai
    tambahan sepanjang ruangan pada tiap sisinya.

-        Berdasarkan NFPA 15 jarak maksimum antar
    sprinkler 3,7 meter sehingga jari – jari jangkauannya
    adalah 1,85 meter. Kemudian dapat dihitung jumlah
    kepala sprinkler tiap luas bangun, yaitu:




                                                           30
Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler
Luas Sprinkler/perlindungan              = π R2
Luas Bangunan      = PxL ........................................ 2.1
                                 Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler   = Luas Sprinkler/ perlindung an

                       PxL
                   =        ....................................... 2.2
                       πR 2
Keterangan:
          R = Jari-jari sprinkler (1,85 m)
          P = Panjang conveyor (m2)
          L = Lebar conveyor (m2)
     Dalam perencanaan ini jarak antar sprinkler
menurut model E Spray nozzles vk 810 – vk 817 yang
digunakan adalah 3 meter agar area perlindungan bisa
terjangkau seluruhnya. Bisa dilihat pada Lampiran 7 dan
gambar yang direncanakan adalah:




   Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler




                                                                      31
2.5.3.2      Spesifikasi Kepala Sprinkler

          Kepala sprinkler yang digunakan harus kepala sprinkler
standar. Kepala sprinkler yang boleh digunakan hanya kepala
sprinkler yang terdaftar. Perubahan apapun tidak dibolehkan
pada kepala sprinkler setelah keluar dari pabrik. Sifat-sifat
aliran kepala sprinkler harus dibedakan dalam tiga hal:

-            Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala
    sprinkler pancaran atas.

-            Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala
    sprinkler pancaran bawah.

-            Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala
    sprinkler dinding.

       Kepala    sprinkler     terbuka   boleh   digunakan   untuk
melindungi bahaya kebakaran khusus seperti tempat-tempat
terbuka atau untuk tempat khusus lainnya. Kepala sprinkler
dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk
daerah atau keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak
yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran
lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran
lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan untuk
daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari
jumlah yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan
ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan
ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang
mempunyai ulir pipa besi 10 mm tidak boleh dipasang pada
sistem sprinkler terbaru.

     1.          Ukuran lubang kepala sprinkler

             Ukuran nominal lubang kepala sprinkler yang
     dibenarkan untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran
     adalah sebagai berikut:




                                                               32
Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler




(Sumber : SNI 03-3989- 2000)
2.           Konstanta ”k”

         Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala
sprinkler tersebut di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Konstanta “k”




(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
3.           Tingkat suhu kepala sprinkler
-        Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukkan
    dalam tabel di bawah ini:

    Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala sprinkler




    (Sumber: SNI 03-3989- 2000)




                                                        33
Pemilihan tingkat suhu kepala sprinkler tidak
    boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan.

-        Kepala sprinkler dalam ruangan tersembunyi atau
    pada ruang peragaan tanpa dilengkapi ventilasi harus dari
    tingkat suhu antara 790C - 1000C.

-        Kepala sprinkler yang digunakan untuk melindungi
    peralatan masak jenis komersial, tutup mesin pembuat
    kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus
    dari tingkat suhu tinggi.

-        Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di
    atas oven, maka pada langit-langit atau atap tersebut
    sampai radius 3 m harus dipasang kepala sprinkler
    dengan tingkat suhu yang sama dengan 1410C.

4.           Jumlah maksimum kepala sprinkler
         Jumlah maksimum kepala sprinkler yang dapat
dipasang pada satu katup kendali bisa dilihat pada tabel 2.6
dibawah ini.

Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler




(Sumber : SNI 03-3989- 2000)
5.           Persediaan kepala sprinkler cadangan

         Persediaan kepala sprinkler cadangan dan kunci
kepala sprinkler harus disimpan dalam satu kotak khusus
yang ditempatkan dalam ruangan yang setiap suhunya tidak
lebih dari 380C.




                                                          34
Persediaan kepala sprinkler cadangan tersebut
           paling sedikit adalah sebagai berikut:

           Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan




           (Sumber: SNI 03-3989- 2000)
           Catatan:

                  Perasediaanan kepala springkler cadangan harus
           meliputi semua jenis dan tingkat suhu dari kepala
           springkler yang terpasang.

                  Apabila terdapat lebih dari 2 sistem, maka jumlah
           persediaan springkler cadangan harus ditambah 50% dari
           ketentuan tersebut di atas.
2.5.4      Sistem Perpipaan
        Pipa utama air pemadam kebakaran biasanya 8 inchi,
sambungan cabangnya 6 inchi. Katup-katup harus di dalam pada
interval di jalur pipa utama, sehingga apabila ada perbaikan
sambungan baru dapat dilakukan tanpa membuat sistem berhenti.
Katup-katup yang disediakan tidak akan menghentikan perbaikan
dibawah 1000 ft dari sistem.
        Pipa utama pemadam air pemadam kebakaran harus dibuat
loop (ring atau O). Dimana untuk mendukung proses dan sistem kerja
sprinkler, maka diperlukan sistem distribusi pipa yang terhubung
dengan sumber air hingga ke titik sprinkler. Sistem ini memberikan
beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut:
   -              Air tetap dapat didistribusikan ke titik sprinkler
   walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan.
   -              Semburan air sprinkler lebih stabil, meskipun
   seluruh titik sprinkler dibuka.




                                                                 35
2.5.4.1   Jenis Sistem Pipa Sprinkler
   1.                                 Dry Pipe System
          Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
   otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya
   yang   mengandung     udara      atau   nitrogen   bertekanan.
   Pelepasan    udara    tersebut      akibat    adanya    panas
   mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve.
   Dengan demikian air akan mengalir ke dalam sistem
   perpipaan dan keluar dari kepala sprinkler yang terbuka.
   2.                                 Wet Pipe System
          Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
   otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply).
   Dengan demikian air akan segera keluar melalui sprinkler
   yang telah terbuka akibat adanya panas dari api.
   3.                                 Deluge System
          Adalah sistem yang menggunakan kepala sprinkler
   yang terbuka disambungkan pada sistem perpipaan yang
   dihubungkan ke suplai air melalui suatu valve. Valve ini
   dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang
   dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika
   valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan
   dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada.
   4.                                 Preaction System
          Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
   otomatis yang disambungkan pada suatu sistem perpipaan
   yang mengandung udara, baik yang bertekanan atau tidak,
   melalui suatu sistem deteksi tambahan yang dipasang pada
   area yang sama dengan sprinkler. Pengaktifan sistem
   deteksi akan membuka suatu valve yang mengakibatkan air
   akan mengalir ke dalam sistem perpipaan sprinkler dan
   dikeluarkan melalui sprinkler yang terbuka.




                                                              36
5.                                Combined     Dry    Pipe-
     Preaction
             Adalah sistem pipa berisi udara bertekanan. Jika
     terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup
     kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai,
     sehingga sistem akan terisi air dan bekerja seperti wet pipe
     system. Jika peralatan deteksi rusak, sistem akan bekerja
     seperti sistem dry pipe.
2.5.4.2      Klasifikasi Sistem Pipa Tegak
          Berdasarkan NFPA 14 - 2000 tentang “Standart for the
installation of standpipe, private hydrant and hose system”
menjelaskan mengenai kelas sistem pipa tegak diantaranya:
.1               Sistem kelas I
             Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran
     63,5 m (2½ inci) untuk pasokan air yang digunakan oleh
     petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih
.2               Sistem kelas II
             Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1
     mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan terutama
     oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam
     kebakaran selama tindakan awal.
     Pengecualian
     Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm (1 inci) diizinkan
     digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan
     dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
.3               Sistem kelas III.
             Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1
     mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan oleh
     penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm
     (2½ inci) untuk memasok air dengan volume lebih besar
     untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau
     mereka yang terlatih.




                                                              37
Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III
      harus berukuran sekurang-kurangnya 100 mm (4 inci). Pipa
      tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus
      berukuran sekurang-kurangnya 150 mm (6 inci).
      Pengecualian.
             Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan
      springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang
      dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya
      adalah 100 mm (4 inci ).
             Ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada
      tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada ujung slang terjauh dengan
      ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada
      ujung slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci),
      dirancang sesuai seperti tertera pada tabel 2.3 perancangan
      yang menggunakan cara.
   2.5.4.3   Susunan Pipa Instalasi Sprinkler
1. Susunan cabang ganda
             Susunan     sambungan      di   mana     pipa   cabang
      disambungkan ke dua sisi pipa pembagi.
2. Susunan cabang tunggal
             Susunan     sambungan      di   mana     pipa   cabang
      disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi.
3. Susunan pemasukan di tengah
             Susunan penyambungan di mana pipa pembagi
      mendapat aliran air dari tengah
4. Susunan pemasukan di ujung
             Susunan penyambungan di mana pipa pembagi
      mendapat aliran dari ujung.




                                                                    38
2.5.5      Sistem Persedian Air Sprinkler
        2.5.5.1       Persyaratan umum
                  Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi
        dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air
        yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas
        cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan
        air harus dibawah penguasaan pemilik gedung. Apabila pemilik
        tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang
        diberikan kuasa penuh untuk maksud tersebut. Air yang
        digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang
        dapat mengganggu bekerjanya springkler. Pemakaian air asin
        tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada
        waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas
        dengan air bersih.
        2.5.5.2       Syarat penyambungan
                  Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh
        dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti yang diatur dalam
        bagian ini.
           −          Tangki gravitasi
                      Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan
           direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem
           penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus
           memberikan aliran dan tekanan yang cukup.




                         Gambar 2.16 Tangki gravitasi
                          (Sumber: SNI 03-3989- 2000)



                                                                      39
−      Tangki bertekanan
       Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik
dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki
bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang
dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis.
Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem
penyediaan air, sistem tersebut harus juga dilengkapi
dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan
apabila tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun
melampaui batas yang ditentukan. Tanda bahaya harus
dihubungkan dengan jaringan listrik yang terpisah dengan
jaringan listrik yang melayani kompresor udara.
       Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk
melayani sistem sprinkler dan sistem slang kebakaran yang
dihubungkan pada pemipaan sprinkler. Tangki bertekanan
harus selalu terisi air 2/3 penuh, dan diberi tekanan udara
ditambah dengan 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat
air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki kecuali
ditetapkan lain oleh pejabat yang berwenang.




         Gambar 2.17 Tangki bertekanan
            (Sumber: SNI 03-3989- 2000)




                                                        40
2.5.5.3       Sumber Penyediaan Air
        -             Sumber air untuk kebutuhan hidran dapat berasal
            dari PDAM, sumur artesis, sumur gali dengan sistem
            penampungan, tangki gravitasi, tangki bertekanan reservoir
            air dengan sistem pemompaan.
        -             Berdasarkan SNI 03-3989-2000 tentang “Tata cara
            perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
            untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”
        -             Berdasarkan NFPA 13-1999 tentang “Standard for
            the Installation of Sprinkler Systems”
2.5.6        Sistem Pompa Sprinkler
        Pompa adalah salah satu alat angkut yang berfungsi untuk
memindahkan fluida melalui saluran tertutup dengan mengubah energi
mekanis dari pengerak menjadi energi tekan (pressure) terhadap fluida
sehingga akan terjadi perpindahan, contohnya seperti menggerakkan /
mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lainnya baik melalui
sarana pembantu seperti pipa, maupun secara langsung. Pompa
digunakan untuk memindahkan cairan, seperti cairan, gas atau slurries.
        2.5.6.1       Spesifikasi Pompa
             1.       Head
                      Head di dalam perpompaan dapat didefinisikan
             secara sederhana sebagai energi tiap satuan berat. Head dari
             instalasi pompa dapat dibedakan menjadi head statis dan
             head dinamis. Ada tiga bagian dari head yaitu:
                  -   Head total pompa
                       Head total pompa yang harus disediakan untuk
                  mengalirkan jumlah air seperti yang direncanakan,
                  dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan
                  dilayani oleh pompa. Head total pompa dapat ditulis
                  sebagai berikut:
                                         Vd 2
                  H = ha + ∆hp + h1 +         ….................................(2.3)
                                         2×g




                                                                                   41
Keterangan:
H : Head total pompa (m)
h1 : Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan,
       sambungan (m)
Δhp: Perbedaan tekanan yang bekerja pada kedua
       permukaan air (m)
           p 2 − p1
∆hp =               ....................................................... (2.4)
             ρxg
Ha : Head statis total (m)
       Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air
       di sisi keluar dan sisi isap.; tanda positif dipakai
       apabila muka air di sisi keluar lebih tinggi dari
       pada sisi isap.
       Head pada pompa biasanya disebabkan oleh
kerugian gesek didalam pipa, belokan – belokan,
reduser, katup – katup, dan sebagainya. Di bawah ini
akan diberikan cara perhitungannya satu persatu.
-   Head kerugian
       Head kerugian               yang        terjadi      pada instalasi
disebabkan oleh gesekan didalam pipa. Pengaruh
kecepatan terhadap rugi-rugi pada instalasi dinyatakan
dalam bilangan reynold yang didefinisikan sebagai
berikut:
       VxD
Re =            ..............................................................(2.5)
        µ
Keterangan:
Re : Bilangan reynolds (tak berdimensi)
D : Diameter dalam saluran (m)
V : Kecepatan aliran cairan (m/s)
µ : Kekentalan mutlak cairan (absolute viscosity,
       kg.s/m3)
Kekentalan mutlak cairan dapat dilihat pada tabel 2.9
dibawah ini.



                                                                                42
Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm dan
          air jenuh di atas 1000 C)




(Sumber: Sularso,1996)

-   Kerugian gesekan dalam pipa
        Kerugian gesekan didalam pipa tergantung pada
panjang pipa. Untuk menghitung besarnya kerugian
akibat gesekan didalam pipa digunakan persamaan:
              LxV 2
    hf = fx          .................................................
              2 xDxg

                                                                     (2.6)
    Keterangan:
    hf : Head karena kerugian gesekan/ friction (m)
    f    : Koefisien kerugian gesekan (bilangan
         reynold,Re)
    L : Panjang saluran (m)
    D : Diameter dalam saluran (m)
    V : Kecepatan rata-rata aliran (m/s)




                                                                         43
g      : Kecepatan gravitasi (m/s2)
         Untuk memperoleh nilai f dapat dilihat pada tabel
2.9 di atas.
-   Kerugian head di katup
         Kerugian head pada katup dapat ditulis sebagai
berikut:
                  V2
    hf = f v x         ...................................................
                  2 xg

                                                                               (2.7)
    Keterangan:
    hf : Head karena kerugian gesekan friction (m)
    fv : Koefisien kerugian gesekan. Harga fv untuk
            berbagai katup dalam keadaan terbuka penuh
            dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 5.1
    V : Kecepatan rerata aliran (m/s)
    g      : Kecepatan gravitasi (m/s2 )
-   Kerugian head pada fitting
         Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan
terjadi apabila ukuran pipa, bentuk penampang, atau arah
aliran berubah. Kerugian head di tempat-tempat transisi
yang demikian itu dinyatakan dalam rumus:
                V2
    hf = f x         ................................................... (2.8)
                2 xg

    Nilai f di dapatkan dengan menggunakan persamaan
    dibawah ini
                                     3, 5            0,5
                           D              θ 
        f = 0,131 + 1,847                              .....................
                           2R              90 
                                                                               (2.9)
    Keterangan:
    D : Diameter dalam saluran (m)
    R : Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)
    θ : Sudut belokan (derajat)
    f      : Koefisien kerugian gesekan




                                                                                   44
V : Kecepatan rerata aliran (m/s)
    g    : Kecepatan gravitasi (m/s2 )
-   Head yang tersedia
        Dalam      mencegah         terjadinya        kavitasi      maka
diusahakan agar tidak satu bagianpun aliran didalam
pompa yang mempunyai tekanan uap jenuhnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka didefinisikan
suatu besaran yang berguna untuk memperkirakan
keamanan pompa terhadap terjadinya kavitasi yaitu
tekanan hisap positif netto (Net Possitif Suction Head-
NPSH).        Ada       dua      jenis      NPSH         yang       harus
dipertimbangkan, yaitu NPSH yang dibutuhkan dan
NPSH yang tersedia.
        NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki
oleh zat cair pada sisi isap pompa (ekuivalen dengan
tekanan mutlak pada sisi isap pompa, dikurangi dengan
tekanan uap jenuh zat di tempat tersebut. NPSH yang
tersedia      dapat       dihitung        dengan        menggunakan
persamaan berikut:
H sv = ( Pa / γ ) − ( Pv / γ ) − H S − H LS .......................(2.10)

Keterangan:
Hsv : NSPH yang tersedia ( m )
Pa : Tekanan Atmosfir (kgf/m2)
Pv : Tekanan uap jenuh (kgf/m2)
γ   : Berat zat cair persatuan volume (kgf/l)
Hs : Head isap statis (m) bertanda positip (+) jika
        pompa terletak di atas permukaan zat cair yang
        diisap, dan bertanda negatip (-) jika di bawah.
HLS : Head di dalam pipa isap (m)
        Agar pompa dapat bekerja dengan baik, NPSH
yang tersedia harus lebih besar daripada NPSH yang
dibutuhkan. Untuk menentukan besarnya NPSH yang




                                                                        45
dibutuhkan secara teliti harus dilakukan pengujian
     terhadap pompa. Data NPSH yang dibutuhkan ini
     biasanya dapat diperoleh dari pabrik yang memproduksi
     pompa tersebut. Tetapi dalam perancangan, NPSH yang
     diperlukan biasanya diperkirakan dengan menggunakan
     persamaan berikut:
     H svN = σH N ........................................................(2.11)

     Keterangan:
     HsvN : NSPH yang diperlukan (m)
     σ      : koefisien kavitasi thoma
     HN     : Head total pompa (m)
     n      : Banyaknya putaran (rpm)
2.        Daya Poros Dan Efisiensi Pompa
     − Daya air
            Energi yang secara efektif diterima oleh air dari
     pompa persatuan waktu daya air, yang dapat ditulis
     sebagai berikut:
     Pw = 0,163 x γ x Q x H............................                (2.12)
     Pw : Daya air (kW)
     γ    : Berat air per satuan volume (kgf/l)
     g    : Percepatan gaya gravitasi (m/s2)
     Q : Kapasitas air (m3/s)
     H : Head total (m)
     − Daya poros
            Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan
     sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah
     kerugian daya didalam pompa.
            Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
     P = Pw / ηp ……..................................................(2.13)
     P :Daya poros sebuah pompa (kW)
     ηp : Efisiensi pompa (pecahan)




                                                                              46
2.5.6.2        Daya Pompa
          Dalam hal ini daya pompa dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu daya masuk dan daya keluar pompa. Besarnya
daya masuk pompa dipengaruhi oleh besarnya tegangan listrik
dan kuat arus yang terjadi, sehingga daya pompa dapat
ditentukan dengan persamaan, sedangkan daya keluar pompa
dipengaruhi oleh tinggi heat dan tekanan massa dalam hal ini
adalah fluida air. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pin = V . I..................................................................... (2.14)
Pout = vf . ∆P . mc ........................................................... (2.15)
Keterangan:
Pin = Daya masuk pompa (Watt)
Pout = Daya keluar pompa (Watt)
V      = Tegangan (Volt)
vf     = Volume Spesifik (m3/kg)
I      = Kuat Arus (Ampere)
mc     = Kapasitas pendingin (kg/s)




                                                                                      47
BAB III
METODELOGI PENELITIAN




                    48
BAB III
                         METODOLOGI PENELITIAN


      Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan langkah kerja yang
terstruktur dan sistematis untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
terdapat dalam penelitian ini. Adanya pembuatan kerangka pemikiran dan pola
kerja ini diharapkan akan dapat memberikan hasil yang maksimal.
3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL
              Tahap identifikasi awal merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
    penelitian dan tahap ini merupakan tahap yang sangatlah penting dimana pada
    tahap inilah penetapan tujuan dan identifikasi permasalahan dilakukan.
    Adapun isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut :
    1. Identifikasi Masalah
                Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
       didapatkan pada saat melakukan pengamatan sehingga bisa dilakukan
       sebuah penelitian.
    2. Penetapan Tujuan dan Rumusan Manfaat Penelitian
                Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai
       dan manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya. Tahap
       ini sebagai dasar tentang apa yang akan dilakukan selama penelitian.
    3. Studi Lapangan
                Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap conveyor PT YTL
       Jawa Timur. Dengan adanya pengamatan secara langsung akan didapatkan
       gambaran umum tentang conveyor PT YTL Jawa Timur.
    4. Studi Pustaka
                Untuk menunjang penyelesaian tugas akhir ini, perlu adanya studi
       pustaka dan literatur-literatur terkait. Pustaka yang ada akan digunkan
       sebagai acuan dalam menyelesaikan dan menganalisa permasalahan yang
       ada.




                                                                              48
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler
Perencanaan sprinkler

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Modul sistem pendinginan
Modul sistem  pendinginanModul sistem  pendinginan
Modul sistem pendinginan
Arvin Saptyan
 
Sk penanggung jawab data pmkp
Sk penanggung jawab data pmkpSk penanggung jawab data pmkp
Sk penanggung jawab data pmkp
istirizky1
 
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaranPencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Mn Hidayat
 
Laporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah Jombang
Laporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah JombangLaporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah Jombang
Laporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah Jombang
Yudha Doank
 
Apol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety induction
Apol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety inductionApol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety induction
Apol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety induction
Dwi Yulianto
 
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Dimaz Raider's
 
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
RickySoebagya
 
8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat
8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat
8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat
risaf risafak
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Albaar Rubhasy
 
Materi pelatihan hydrant 1
Materi pelatihan hydrant 1Materi pelatihan hydrant 1
Materi pelatihan hydrant 1
Eko Kiswanto
 

Mais procurados (20)

Modul sistem pendinginan
Modul sistem  pendinginanModul sistem  pendinginan
Modul sistem pendinginan
 
Sop ambulance
Sop ambulanceSop ambulance
Sop ambulance
 
Project charter
Project charterProject charter
Project charter
 
Form laporan inspeksi bersama
Form laporan inspeksi bersamaForm laporan inspeksi bersama
Form laporan inspeksi bersama
 
Sk penanggung jawab data pmkp
Sk penanggung jawab data pmkpSk penanggung jawab data pmkp
Sk penanggung jawab data pmkp
 
1. surat undangan bias sosialisasi sekolah campak,dt, td, hpv
1. surat undangan bias sosialisasi sekolah campak,dt, td, hpv1. surat undangan bias sosialisasi sekolah campak,dt, td, hpv
1. surat undangan bias sosialisasi sekolah campak,dt, td, hpv
 
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaranPencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
 
Perancangan dan pemasangan sistem sprinkler pada gedung perkantoran
Perancangan dan pemasangan sistem sprinkler pada gedung perkantoranPerancangan dan pemasangan sistem sprinkler pada gedung perkantoran
Perancangan dan pemasangan sistem sprinkler pada gedung perkantoran
 
Laporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah Jombang
Laporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah JombangLaporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah Jombang
Laporan magang mahasiswa TI Universitas Wahab Chasbullah Jombang
 
Ppt k3 konstruksi
Ppt k3 konstruksiPpt k3 konstruksi
Ppt k3 konstruksi
 
Apol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety induction
Apol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety inductionApol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety induction
Apol.fom.jpr hse.17 daftar periksa safety induction
 
Ips
IpsIps
Ips
 
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
 
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
 
8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat
8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat
8.1.1.1 sop pemeriksaan laborat
 
PPT Utilitas Rumah Sakit
PPT Utilitas Rumah Sakit PPT Utilitas Rumah Sakit
PPT Utilitas Rumah Sakit
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
 
Project charter kelompok 5 kelompok 6
Project charter kelompok 5 kelompok 6Project charter kelompok 5 kelompok 6
Project charter kelompok 5 kelompok 6
 
Materi pelatihan hydrant 1
Materi pelatihan hydrant 1Materi pelatihan hydrant 1
Materi pelatihan hydrant 1
 
Kata pengantar pkl
Kata pengantar pklKata pengantar pkl
Kata pengantar pkl
 

Destaque

Materi pelatihan hydrant 2
Materi pelatihan hydrant 2Materi pelatihan hydrant 2
Materi pelatihan hydrant 2
Eko Kiswanto
 
Sistem plambing dalam gedung
Sistem plambing dalam gedungSistem plambing dalam gedung
Sistem plambing dalam gedung
Etwin Christian
 
Gallinas ponedoras avicultura sena
Gallinas ponedoras avicultura senaGallinas ponedoras avicultura sena
Gallinas ponedoras avicultura sena
Cesar Lascarro
 

Destaque (20)

Instalasi fire hydrant
Instalasi fire hydrantInstalasi fire hydrant
Instalasi fire hydrant
 
Sistem Pemadam Api dan Pengindera Api
Sistem Pemadam Api dan Pengindera ApiSistem Pemadam Api dan Pengindera Api
Sistem Pemadam Api dan Pengindera Api
 
Materi pelatihan hydrant 2
Materi pelatihan hydrant 2Materi pelatihan hydrant 2
Materi pelatihan hydrant 2
 
Sprinkler system.
Sprinkler system.Sprinkler system.
Sprinkler system.
 
Sistem plumbing gedung bertingkat
Sistem plumbing gedung bertingkatSistem plumbing gedung bertingkat
Sistem plumbing gedung bertingkat
 
Hydrant
HydrantHydrant
Hydrant
 
Sprinkler system
Sprinkler systemSprinkler system
Sprinkler system
 
Sistem pencegah kebakaran
Sistem pencegah kebakaranSistem pencegah kebakaran
Sistem pencegah kebakaran
 
Sistem plambing dalam gedung
Sistem plambing dalam gedungSistem plambing dalam gedung
Sistem plambing dalam gedung
 
1. penyediaan air bersih kedalam bangunan
1. penyediaan air bersih kedalam bangunan1. penyediaan air bersih kedalam bangunan
1. penyediaan air bersih kedalam bangunan
 
Sprinkler
SprinklerSprinkler
Sprinkler
 
Exstinguisher (APAR)
Exstinguisher (APAR)Exstinguisher (APAR)
Exstinguisher (APAR)
 
Utilitas 2 lift dan elevator
Utilitas 2 lift dan elevatorUtilitas 2 lift dan elevator
Utilitas 2 lift dan elevator
 
GALVANIS PIPE
GALVANIS PIPEGALVANIS PIPE
GALVANIS PIPE
 
Sistem pembuangan air (utilitas)
Sistem pembuangan air (utilitas)Sistem pembuangan air (utilitas)
Sistem pembuangan air (utilitas)
 
utilitas gedung
utilitas gedungutilitas gedung
utilitas gedung
 
Core dan Shaft
Core dan ShaftCore dan Shaft
Core dan Shaft
 
Pertemuan 3 pengantar plumbing air bersih
Pertemuan 3 pengantar plumbing air bersihPertemuan 3 pengantar plumbing air bersih
Pertemuan 3 pengantar plumbing air bersih
 
Sistem utilitas bangunan tinggi
Sistem utilitas bangunan tinggiSistem utilitas bangunan tinggi
Sistem utilitas bangunan tinggi
 
Gallinas ponedoras avicultura sena
Gallinas ponedoras avicultura senaGallinas ponedoras avicultura sena
Gallinas ponedoras avicultura sena
 

Semelhante a Perencanaan sprinkler

Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...
Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...
Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...
Muhammad Fadhil
 
Bab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustakaBab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustaka
irwanza
 
Panel Surya yang bekerja membantu kelistrikan
Panel Surya yang bekerja membantu kelistrikanPanel Surya yang bekerja membantu kelistrikan
Panel Surya yang bekerja membantu kelistrikan
RisaOktafin
 

Semelhante a Perencanaan sprinkler (20)

Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...
Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...
Material Evaluation of Inlet Pigtail and Outlet Pigtail and Analyze Crimping ...
 
contoh lembar pengesahan
contoh lembar pengesahancontoh lembar pengesahan
contoh lembar pengesahan
 
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
 
Laporan akhir ian kurniawan
Laporan akhir ian kurniawanLaporan akhir ian kurniawan
Laporan akhir ian kurniawan
 
09 e01292
09 e0129209 e01292
09 e01292
 
Bab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustakaBab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustaka
 
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
CONTOH LAPORAN PPL-KKN IKIP MATARAM 2015
 
Sistem Keamanan dan Optimalisasi Bandwidth menggunakan MikroTik RB750
Sistem Keamanan dan Optimalisasi Bandwidth menggunakan MikroTik RB750 Sistem Keamanan dan Optimalisasi Bandwidth menggunakan MikroTik RB750
Sistem Keamanan dan Optimalisasi Bandwidth menggunakan MikroTik RB750
 
Panel Surya yang bekerja membantu kelistrikan
Panel Surya yang bekerja membantu kelistrikanPanel Surya yang bekerja membantu kelistrikan
Panel Surya yang bekerja membantu kelistrikan
 
Laporan KP.docx
Laporan KP.docxLaporan KP.docx
Laporan KP.docx
 
“ANALYSIS TERJADINYA HYDRAULIC LOCK MENGGUNAKAN METODE WHY TREE ANALYSIS PADA...
“ANALYSIS TERJADINYA HYDRAULIC LOCK MENGGUNAKAN METODE WHY TREE ANALYSIS PADA...“ANALYSIS TERJADINYA HYDRAULIC LOCK MENGGUNAKAN METODE WHY TREE ANALYSIS PADA...
“ANALYSIS TERJADINYA HYDRAULIC LOCK MENGGUNAKAN METODE WHY TREE ANALYSIS PADA...
 
Skripsi
Skripsi Skripsi
Skripsi
 
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indon...
 
Risky tri kurniawan - proses pelembaban udara untuk budidaya jamur tiram
Risky tri kurniawan - proses pelembaban udara untuk budidaya jamur tiramRisky tri kurniawan - proses pelembaban udara untuk budidaya jamur tiram
Risky tri kurniawan - proses pelembaban udara untuk budidaya jamur tiram
 
Langkah pelaksanaan sml u sertifikasi iso 14001
Langkah pelaksanaan sml u sertifikasi iso 14001Langkah pelaksanaan sml u sertifikasi iso 14001
Langkah pelaksanaan sml u sertifikasi iso 14001
 
Laporan KP
Laporan KPLaporan KP
Laporan KP
 
Prinsip Kerja Sistem Pengendalian Tekanan pada Scrubber PV-3700
Prinsip Kerja Sistem Pengendalian Tekanan pada Scrubber PV-3700Prinsip Kerja Sistem Pengendalian Tekanan pada Scrubber PV-3700
Prinsip Kerja Sistem Pengendalian Tekanan pada Scrubber PV-3700
 
Sistem proteksi motor dengan relay REM 610 di PT IKPP Perawang
Sistem proteksi motor dengan relay REM 610 di PT IKPP PerawangSistem proteksi motor dengan relay REM 610 di PT IKPP Perawang
Sistem proteksi motor dengan relay REM 610 di PT IKPP Perawang
 
Kp1
Kp1Kp1
Kp1
 
Skripsi tanpa bab pembahasan
Skripsi tanpa bab pembahasanSkripsi tanpa bab pembahasan
Skripsi tanpa bab pembahasan
 

Perencanaan sprinkler

  • 1. Tugas Akhir Perancangan Peletakan Sprinkler Dan Detector Pada Conveyor PT. YTL Jawa Timur Sebagai Upaya Untuk Pencegahan Dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran ELY SANDI YUDHA NRP.6507040022 PROGAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 1
  • 2. TUGAS AKHIR PERANCANGAN PELETAKAN SPRINKLER DAN DETECTOR PADA CONVEYOR PT. YTL JAWA TIMUR SEBAGAI UPAYA UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN (Study Kasus PT. YTL Jawa Timur) Ely Sandi Yudha NRP. 6507040022 PROGAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
  • 3. 3
  • 4. ii
  • 5. ABSTRAK ii
  • 6. ABSTRAK PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 dan 6. Bahan bakar yang digunakan yaitu batu bara, sedangkan batu bara itu di angkut dari jetty sampai bunker melalui conveyor. Conveyor ini sering terjadi kebakaran seperti yang terjadi pada conveyor EAC 41, kasus kebakaran di conveyor juga pernah terjadi tahun 2007 di PT. YTL Malaysia. Sehingga perlu perancangan system sprinkler dan detector agar lebih efektif untuk memadamkan api secara cepat di conveyor. Penelitian ini diawali dengan pengambilan data yang berupa layout conveyor PT. YTL Jawa Timur dan data sprinkler serta detector. Pengolahan data yang dilakukan mengacu pada SNI 03-3985-2000, NFPA 15 dan NFPA 850 meliputi menghitung jumlah sprinkler yang dibutuhkan, jumlah detektor, menghitung kebutuhan air, menentukan dimensi bak reservoir, menghitung head, dan daya pompa yang digunakan pada perancangan ini. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa jumlah kepala sprinkler yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah 1539 buah. Detektor yang digunakan adalah Linear Heat Detector (LHD) dengan temperatur 850C dan suhu Ambien mencapai 450C pada area conveyor. Pipa yang digunakan yaitu pipa cast iron dengan total head 1974,72 m. Pompa pada perancangan sistem instalasi sprinkler ini adalah 2371,71 hp, sedangkan untuk penggerak mulanya adalah 2846,052 hp.Volume persediaan air/reservoir yang di butuhkan adalah 355,25 m3. Kata Kunci: System sprinkler, Linear Heat Detector (LHD), Pipa, Pompa, dan Reservoir. ii
  • 7. ABSTRACT YTL East Java Company is firm constituted on PLTU operation and preserve area to unit 5 and 6. Fuel that is utilized which is smolder stone; meanwhile that smolder stone is transported from jetty until bunker via conveyor. This Conveyor often happens burn up as one of happening on conveyor EAC 41, fire case at conveyor also has once happened year 2007 at YTL Malaysia. So needs to design sprinkler system and detector that more effective to turn off fire rapidly at conveyor. This research is started by downloading the data such as YTL East Java company conveyor layout and sprinkler and detector data. Data processing that doing to point on SNI 03 3985 2000, NFPA 15 and NFPA 850 covers to account total sprinkler one that is needed, total detector, accounting amount of water required, determining reservoir font dimension, account head, and pump energy that is utilized on this scheme. Based on observational result that already been done, it is said that the amount sprinkler heads that is 1539 numbers. Detector that is utilized is linear Heat Detector (LHD) with temperature 850C and Ambience temperature reaches 450C on conveyor area. Pipe that is utilized which is cast iron pipe with full scale head 1974,72 m. Pumps on this sprinkler system installation design is 2371,71 hp, meanwhile for its beginning drive is 2846,052 hp. Volume of water supply / reservoir one that at needs is 355,25 m 3 . Key words: Sprinkler system, Linear Heat Detector (LHD), Pipe, Pump, and Reservoir. iii
  • 9. KATA PENGANTAR Segala puji hanya tercurah kepada ALLAH SWT yang telah berkehendak memberikan karunia serta nikmat-Nya berupa terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik sebagai persyaratan kelulusan tahap Diploma Empat di Jurusan Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tiada daya dan upaya dari penulis seorang untuk menyelesaikan semua ini tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penghargaan serta ucapan terima kasih yang sangat besar penulis sampaikan kepada: 1. Seluruh keluarga besarku terutama kedua orang tuaku Nasiruddin dan Aida Yunining yang tercinta dan adik-adikku (Ary, Angga, & Ratu) atas doa, kasih sayang, cinta, kesabaran, ketulusan dan pengertiannya yang senantiasa tercurah untuk Ananda dan semoga selalu dalam bimbingan Allah SWT serta Barokah-NYA. Amien Ya Robb..... 2. Bapak Ir. Muhammad Mahfud, M.MT selaku Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 3. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 4. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar membantu, mengarahkan dan membimbing penulis selama pelaksanaan pengerjaan Tugas Akhir ini. 5. Bapak Moch. Luqman Ashari, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar membantu mengarahkan penulis selama masa pengerjaan Tugas Akhir ini. 6. Seluruh staff pengajar Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya yang telah membekali penulis dengan banyak ilmu selama masa perkuliahan. iv
  • 10. 7. Seluruh staff karyawan Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya yang telah membantu penulis dalam kelancaran administrasi selama masa perkuliahan. 8. Bapak Josman Ginting selaku Section Head Health and Safety Engineering di PT. YTL Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas kepada kami untuk bisa melaksanakan on the job training di PT. YTL Jawa Timur. 9. Bapak Moch. Subagiyo, S.KM dan Bapak Mugi Santoso ST. selaku pemimbing lapangan di PT. YTL Jawa Timur yang telah membantu kelengkapan data dari penelitian ini serta bantuan pikiran selama pengambilan data dan proses pengerjaan Tugas Akhir ini. 10. Bapak Kasim Ari, Bapak Miftahul Huda dan Seluruh Karyawan di Coal Plan PT. YTL Jawa Timur yang telah banyak membantu memberikan masukan dan ide-ide selama pengerjaan Tugas Akhir ini. 11. Bundaku tercinta Arin yang telah banyak memberikan motivasi, masukan serta dengan sabar menemani Ayah setiap ada masalah selama pengerjaan Tugas Akhir ini. Makasih ya sayank… 12. Temen – temen ku “NIKKAPALA ’07, mas & mbak serta adek” yang telah membesarkan ku tentang organisasi dari tidak tahu apa2 sampek bisa organisasi walaupun sedikit tahu tentang pahit manisnya organisasi. Berani dan Bangga!!! 13. Teman–temanku “K3 ’07” di PPNS-ITS yang kompak mendukung satu sama lain. Aku sangat bangga bersama dengan kalian selama kurang lebih empat tahun ini, kalianlah teman terbaikku selama ini yang tidak akan aku lupakan selamanya. Vivat ITS . . . 14. Teman–teman senasib dan seperjuangan, Doni, Bagus, Fuad, Luthfi, Aga, Saad dan yang lainnya atas dukungan dan kerjasamanya selama ini. 15. Master AutoCad Febry, Tambret dan Odunt yang dengan ikhlas membagi ilmunya kepada saya, dari yang tidak bisa menjadi sedikit bisa AutoCad. v
  • 11. 16. Teman–teman kost Jl. Semampir Tengah No. 25 Semolowaru, yang telah menemani dan membantu dengan sabar serta atas kritik dan sarannya. Tak lupa juga buat ibu kostQ yang uda mau jadi ibu ke-2 ku di surabaya, terima kasih ya bu atas doa dan semuanya. 17. Pihak–pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu kelancaran Tugas Akhir ini dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini. Semoga ALLAH SWT selalu mengaruniakan kebaikan dan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik dari yang pernah diberikan. Penulis penyadari banyaknya kekurangan selama pengerjaan Tugas Akhir ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan agar pada penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi. Tiada kebahagiaan yang begitu besar kecuali semua ikhtiar ini dapat bermanfaat dan tidak meninggalkan kesia-sian. Semoga ALLAH SWT meridhoi.Amien… Surabaya, 21 Juli 2011 Penulis vi
  • 12. DAFTAR ISI vii
  • 13. DAFTAR ISI COVER DALAM ............................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii ABSTRAK ....................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... vii DAFTARGAMBAR ........................................................................................ x DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 1 1.2 PERUMUSAN MASALAH ............................................................. 2 1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 3 1.4 MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 3 1.5 BATASAN MASALAH ................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KOMPONEN CONVEYOR .............................................................. 4 2.1.1 Jenis-jenis Conveyor ................................................................... 4 2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor ................................ 5 2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN ........................................ 6 2.2.1 Fenomena Kebakaran ................................................................. 7 2.2.2 Teori Dasar Tentang Api ............................................................ 8 2.2.2.1Teori Segitiga Api (Triangle of fire) ..................................... 8 2.2.2.2Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire) ........... 9 2.2.3 Klasifikasi Kebakaran ................................................................ 11 2.2.4 Bahaya Kebakaran ...................................................................... 13 2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api ....................... 14 2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian ............................................................. 15 2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API ............................ 16 2.4 SISTEM DETECTOR ...................................................................... 16 2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran ................................................. 18 2.4.1.1Detektor Asap (Smoke Detector) ........................................... 18 vii
  • 14. 2.4.1.2Detektor Panas (Linear Heat Detector) ................................. 21 2.4.1.3Detektor Nyala Api ................................................................ 24 2.5 SISTEM SPRINKLER ..................................................................... 25 2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler ....................................................... 25 2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler ................................................................ 26 2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler ......................................................... 27 2.5.3.1Letak Kepala Sprinkler .......................................................... 27 2.5.3.2Spesifikasi Kepala Sprinkler ................................................. 32 2.5.4 Sistem Perpipaan ........................................................................ 35 2.5.4.1Jenis Sistem Pipa Sprinkler ................................................... 36 2.5.4.2Klasifikasi Sistem Pipa Tegak ............................................... 37 2.5.4.3Susunan Pipa Instalasi Sprinkler ........................................... 38 2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler .................................................. 38 2.5.5.1Persyaratan Umum ................................................................ 38 2.5.5.2Syarat Penyambungan ........................................................... 38 2.5.5.3Sumber Penyediaan Air ......................................................... 41 2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler ............................................................. 41 2.5.6.1Spesifikasi Pompa .................................................................. 41 2.5.6.2Daya Pompa ........................................................................... 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL ......................................................... 48 3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA ...................................................... 48 3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA ......................................................... 48 3.3.1 Pengolahan Data Kualitatif ........................................................ 48 3.3.2 Pengolahan Data Kuantitatif ...................................................... 48 3.4 TAHAP ANALISA DAN KESIMPULAN .......................................... 50 3.4.1 Analisa ........................................................................................ 50 3.4.2 Kesimpulan ................................................................................. 50 3.5 FLOW CHART PENYELESAIAN TUGAS AKHIR .......................... 51 3.6 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN ....................................... 52 viii
  • 15. BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 PENGUMPULAN DATA .................................................................... 53 4.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA ......................................................... 53 4.2.1 Perencanaan Jumlah dan Peletakan Sprinkler ............................ 54 4.2.1.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler ............................................... 56 4.2.2 Perencanaan Volume Air Sprinkler dan Bak Penampung Air ... 58 4.2.3 Perhitungan Sistem Perpipaan .................................................... 59 4.2.3.1Pipa Isap (Suction) ................................................................. 59 4.2.3.2Pipa Utama Pengeluaran (Discharge) ................................... 61 4.2.3.3Head Kerugian Total ............................................................. 65 4.2.3.4Head Statis (Ha) .................................................................... 65 4.2.3.5Head Tekanan (Δhp) .............................................................. 65 4.2.3.6Head Total Pada Instalasi Perpipaan Sprinkler ..................... 66 4.2.4 Perhitungan Sistem Pompa Sprinkler ......................................... 66 4.2.4.1Daya Pompa ........................................................................... 67 4.2.5 Sistem Deteksi Pemadam Kebarakan Otomatis ......................... 68 4.2.5.1Detector (Linear Heat Detector) ........................................... 68 4.2.5.2Alarm ..................................................................................... 59 4.2.5.3Titik Panggil Manual ............................................................. 70 4.2.5.4Alarm Fire Control Panel ...................................................... 70 4.3 ANALISA DATA ................................................................................. 71 4.3.1 Analisa Perencanaan Sprinkler ................................................... 71 4.3.2 Spesifikasi Perpipaan ................................................................. 72 4.3.3 Penentuan Sistem Pompa ........................................................... 73 4.3.4 Pemilihan Detektor ..................................................................... 74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ..................................................................................... 75 5.2 SARAN ................................................................................................. 76 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix
  • 17. DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor ............................................................ 5 Gambar 2.2. Belt Conveyor Pltu Paiton Unit 5 Dan 6 .................................... 6 Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran .................................................... 7 Gambar 2.4. Segitiga Api ............................................................................... 9 Gambar 2.5. Bidang Empat Api ...................................................................... 10 Gambar 2.6. Pendekatan Ionisation Detector ................................................. 18 Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector .................................................. 19 Gambar 2.8 Light Scatter Detector ................................................................. 20 Gambar 2.9 Detector Dan Obscuration Detector ............................................ 21 Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler ............................... 23 Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery ............................. 23 Gambar 2.12 Penempatan Kepala Sprinkler Tambahan .................................. 27 Gambar 2.13 Jarak Kepala Sprinkler Terhadap Balok .................................... 28 Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler ................................................... 31 Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler ....................................................... 31 Gambar 2.16 Tangki Gravitasi ......................................................................... 39 Gambar 2.15 Tangki Bertekanan ..................................................................... 40 Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir ..................................... 51 Gambar 4.1 Jari – Jari jangkauan sprinkler ..................................................... 55 Gambar 4.2 Jarak antar kepala sprinkler ......................................................... 56 Gambar 4.3 Konstruksi bak air (reservoir) ...................................................... 60 Gambar 4.4 Rangkaian Linear Heat Detector pada conveyor ......................... 70 Gambar 4.5 Letak Linear Heat Detector pada conveyor ................................. 70 Gambar 4.6 Alarm ............................................................................................ 71 Gambar 4.7 Titik Panggil Manual (manual push button) ................................ 71 Gambar 4.8 Alarm Fire Control Panel ............................................................ 72 x
  • 19. DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran ...................................................................... 12 Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD) ........................................ 22 Tabel 2.3 Kuda-kuda ........................................................................................ 29 Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler ....................................................... 33 Tabel 2.5 Konstanta “k” ................................................................................... 33 Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala springkler ........................................................ 33 Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler ................................................ 34 Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan ............................................. 35 Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm dan air jenuh di atas 1000 C) .............................................................. 43 Tabel 3.1 Tabel Rencana Kegiatan .................................................................. 52 Tabel 4.1 Ukuran Conveyor Unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur ......................... 53 Tabel 4.2 Jumlah sprinkler yang dibutuhkan tiap area .................................... 58 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Sistem Perpipaan ................................................ 65 xi
  • 21. DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 1.1 Surat Ijin Pengambilan Data Tugas Akhir 1.2 Accident Record PT YTL Jawa Timur 1.3 Data Kecelakaan PT YTL Jawa Timur & PT IPMOMI 1.4 Layout Conveyor LAMPIRAN 2 2.1 Gambar Perancangan Ulang Conveyor 2.2 Gambar Peletakan Sprinkler 2.3 Gambar Sistem Perpipaan LAMPIRAN 3 3.1 Kepadatan Pancaran 3.2 Kapasitas Minimum Dari Volume Bak Penampang LAMPIRAN 4 4.1 Catalog Diameter 4.2 Sifat Fisik-Fisik Air 4.3 Relative Roughness For Pipe LAMPIRAN 5 5.1 Bilangan Reynold 5.2 Koefeisien Kerugian Katup 5.3 Efesiensi Standart Pompa LAMPIRAN 6 6.1 Data Detektor Yang Digunakan LAMPIRAN 7 7.1 Data Sprinkler Yang Digiunakaan LAMPIRAN 8 8.1 Perhitungan Sistem Sprinkler 8.2 Perhitungan Sistem Perpipaan LAMPIRAN 9 9.1 Spesifikasi Pompa 9.2 Lembar Kemajuan Konsultasi Dosen Pembimbimng xii
  • 23. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebakaran merupakan bencana yang disebabkan oleh api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian yang besar baik berupa harta benda maupun jiwa manusia. Saat ini kebakaran sudah menjadi masalah nasional, karena bukan saja merugikan pribadi secara individual, melainkan meliputi instalasi atau sarana vital yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti pabrik, pembangkit tenaga listrik, pelabuhan, dan instalasi-instalasi lain yang vital dan sangat mahal harganya. Faktor terbesar yang menyebabkan kebakaran adalah adanya nyala api dan listrik. Sesuai dengan ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3 penanggulangan kebakaran adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang- Undang 1 tahun 1970 yang tersirat pada konsideran UU 1/70 yaitu tentang tujuan umum K3 yang termasuk penanggulangan kebakaran yang bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset perusahaan dan lingkungan masyarakat. Dan yang tertera pada ketentuan pasal 3 ayat (1) huruf b,d,q bahwa penanggulangan kebakaran meliputi pencegahan, pengurangan dan pemadaman kebakaran, memberikan kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu kebakaran serta pengendalian penyebaran panas, asap dan gas. Selain itu pada Kepmenaker 186/Men/1999 yang menjelaskan bahwa perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja. PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) swasta terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 & 6 Paiton. Daya listrik yang dihasilkan dari keseluruhan PLTU berasal dari energi pembakaran batu bara (coal) yang telah mengalami proses yang panjang mulai dari Jetty, stock pile, kemudian batu bara (coal) akan di distribusikan ke bunker melalui conveyor. Conveyor tersebut memiliki bahaya kebakaran yang tinggi dikarenakan terdapat timbunan debu batu bara, kiriman batu bara panas dari stock pile dan adanya gesekan belt conveyor dengan roll 1
  • 24. sehingga menimbulkan listrik statis. Contoh kasus yang pertama yaitu pada Belt conveyor EAC 41 yang stand by terbakar karena ada sisa debu batu bara, kasus kedua dinding tripper floor terbakar dari akumulasi debu, kasus ketiga dedusting filter terbakar karena ada timbunan debu batu bara, dan kasus keempat terjadi hot spot di stock pile unit 5&6 PT YTL Jawa Timur tahun 2010. Kasus kebakaran ini juga pernah terjadi pada tahun 2007 di PT YTL Malaysia bahkan sampai membakar seluruh conveyor. Pada oktober 2010 juga terjadi kebarakaran pada conveyor PT IPMOMI. Karena sering terjadi kebakaran di conveyor maka PT IPMOMI merancang sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti APAR dan hydrant namun itu semua kurang efektif untuk memadamkan api secara cepat di conveyor sehingga perlu perancangan system sprinkler dan detector. Sekarang PT IPMOMI sudah mempunyai APAR, hydrant, system sprinkler dan detector pada conveyor. Berdasarkan pengamatan terhadap kasus–kasus kebakaran selama ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara lain adalah bahwa sistem proteksi kebakaran tidaklah cukup hanya dengan penyediaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) atau hidrant yang disebut sebagai sistem proteksi aktif. Masih diperlukan sarana proteksi lainnya yakni sprinkler dan detector untuk mendukung APAR dan Hidrant sebagai sistem proteksi aktif. Pada conveyor PT YTL Jawa Timur belum terdapat sprinkler dan detector. Maka penelitian ini adalah melakukan perancangan sprinkler dan detector. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penelitian: 1. Bagaimana rancangan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 2. Bagaimana rancangan sistem detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur 3. Bagaimana rancangan perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 4. Bagaimana rancangan pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur 5. Bagaimana rancangan dimensi reservoir atau bak penampung air pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 2
  • 25. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Merancang sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 2. Merancang system detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 3. Merancang perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 4. Merancang pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 5. Merancang dimensi reservoir atau bak penampung air pada conveyor PT YTL Jawa Timur. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi mahasiswa Sebagai kompetensi dasar yang nanti dapat diterapkan lebih lanjut didalam dunia industri. 2. Bagi Institusi Sebagai tambahan bahan literatur/referensi bagi semua civitas akademika khususnya yang ada di PPNS-ITS. 3. Bagi Perusahaan Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang diperlukan ketika terjadi bahaya kebakaran besar yang disebabkan oleh banyaknya timbunan debu batu bara di conveyor dengan temperatur tinggi maka akan terjadi kebakaran yang tidak diinginkan. 1.5 BATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:. 1. Perancangan sprinkler dan detector di conveyor PT YTL Jawa Timur. 2. Tidak membahas masalah sistem kelistrikan dan estimasi biaya. 3
  • 27. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KOMPONEN CONVEYOR 2.1.1 Jenis-jenis Conveyor Berdasarkan kepada jenis material yang akan dipindahkan, conveyor dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Mesin Pemindah Muatan Curah (bulk load) Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah: a. Bucket Conveyor b. Screw Conveyor 2. Mesin Pemindah Muatan Satuan (unit load) Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah: a. Roller Conveyor b. Eskalator 3. Mesin Pemindah Muatan Keduanya (unit load dan bulk load) a. Belt Conveyor b. Appron Conveyor Berdasarkan transmisi dayanya, conveyor dibedakan menjadi 4 macam, yaitu: 1. Mesin pemidah mekanis 2. Mesin pemindah pneumatis 3. Mesin pemindah hidrolis 4. Mesin pemindah gravitasi Pemilihan alat pemindah bahan biasanya didasarkan pada aspek ekonomi seperti biaya investasi awal dan biaya operasional (running cost). Misalnya biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya bahan, dan biaya perawatan. 4
  • 28. 2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor Pada umumnya, belt conveyor terdiri dari beberapa bagian, yaitu: kerangka (frame) (1), dua buah pulley yang terdiri pulley penggerak (driving pulley) (2) yang terletak pada head end dan pulley pembalik (take-up pulley) (3) yang terletak pada tail end, endless belt (4), idler roller atas (5) dan idler roller bawah (6), unit penggerak (7), cawan pengisi (feed hooper) (8) dipasang diatas conveyor, saluran buang (discharge spout) (9) dan pembersih belt (belt cleaner/scrapper) (10) yang biasa dipasang didekat pulley penggerak. Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor (Sumber: Dhani Astarawulan, 2011) Belt Conveyor berbentuk semacam sabuk besar yang terbuat dari karet yang bergerak melewati Head Pulley dan Tail Pulley, keduanya berfungsi untuk menggerakkan Belt Conveyor, serta Tansioning Pulley yang berfungsi sebagai peregang Belt conveyor. Untuk menyangga Belt Conveyor beserta bobot batubara yang diangkut dipasang Idler pada jarak tertentu diantara Head Pulley dan Tail Pulley. Idler adalah bantalan berputar yang dilewati oleh Belt Conveyor. Batubara yang diangkut oleh Conveyor dituangkan dari sebuah bak peluncur (Chute) diujung Tail Pulley kemudian bergerak menuju ke arah Head Pulley. Biasanya , muatan batubara akan jatuh ke dalam bak peluncur lainnya yang terletak dibawah Head Pulley untuk diteruskan ke conveyor lainnya atau masuk ke Bak Penyimpan. Disetiap belokan antar Conveyor satu dengan yang lain dihubungkan dengan Transfer House, selain itu pada belt Conveyor ditambahkan 5
  • 29. juga beberapa aksesori yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitasnya, antara lain: 1. Pengambil Sampel Dilakukan secara otomatis, jika terdeteksi adanya metal pada batu bara pengambil sampel langsung berhenti. 2. Metal Detector Merupakan alat untuk mendeteksi adanya logam-logam didalam batu bara yang tercampur pada proses pengiriman. 3. Magnetic Separator Untuk memisahkan logam-logam yang terkandung dalam batubara pada proses pengiriman. 4. Belt Scale Untuk mengetahui jumlah tonnase berat batubara yang diangkut oleh Belt Conveyor. Gambar 2.2 Belt Conveyor PLTU Paiton Unit 5 dan 6 (Sumber: PT. YTL Jawa Timur) 2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya nyala api yang tidak terkendali. Pencegahan bahaya kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak terkendali. Sedangkan penanggulangan bahaya kebakaran mengandung arti bahwa peristiwa kebakaran sudah terjadi sehingga menimbulkan bahaya terhadap keselamatan jiwa, harta benda, maupun lingkungan. 6
  • 30. Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsur- unsur tersebut adalah oksigen, panas dan bahan mudah terbakar. Tanpa oksigen pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar tidak mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tidak akan timbul. 2.2.1 Fenomena Kebakaran Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu seperti dilukiskan pada gambar dibawah ini. Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran (Sumber: www.indonetwork.co.id, 2010) Penjelasan: 1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencentusnya (source energy) yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali. 2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api / nyala yang relatif kecil. 3. Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya. 4. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas ke semua arah secara konduksi, konveksi, dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih 3–10 menit atau setelah temperatur mencapai 300°C akan terjadi penyalaan api serentak yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca. 5. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut 7
  • 31. periode kebakaran mantap (steady/full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai 600 – 1000°C. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada temperatur 700°C. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk digunakan. 6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut dan berangsur–angsur akan padam, yang disebut periode surut (decay). 2.2.2 Teori Dasar Tentang Api Menurut Bickerdike (1996) api adalah proses pembakaran dengan karakteristit timbulnya emisi panas yang diikuti dengan smoke dan flame. Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar akan berubah menjadi arang, abu, atau hilang menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan secara kimia. 2.2.2.1 Teori Segitiga Api (Triangle of fire) Teori segitiga api (Triangle of fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur: bahan yang dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup. 8
  • 32. Gambar 2.4 Segitiga Api (Sumber: http://www.pp.okstate.edu, 2010) Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan yang dapat terbakar jenisnya dapat berupa bahan padat, cair, maupun gas. Sifat penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair maupun padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan padat, disini menggambarkan adanya tingkat suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan. Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada kesimbangan besaran angka-angka yang menghubungkan segitiga api. Besaran angka-angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada segitiga api tersebut antara lain “flash point, ignition temperature, dan flammable range”. 2.2.2.2 Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire) Gambar di atas menjelaskan hubungan antara tiga unsur yang dapat menyebabkan timbulnya api. Jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan terjadi. Namun study selanjutnya mengenai fisika dan kimia, menyatakan bahwa peristiwa pembakaran mempunyai tambahan lagi mengenai pengertian dimensi pada segi tiga api, menjadi teori model baru yang disebut bidang empat api atau “Tetrahedron Of Fire”. 9
  • 33. Gambar 2.5 Bidang Empat Api (Sumber: www.himarraya.com, 2011) Studi ini menjelaskan bahwa pembakaran tidak hanya terjadi atas tiga unsur, namun reaksi kimia yang terjadi menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran yaitu : CO, CO2, SO2, asap dan gas. Hasil yang lain dari reaksi ini adalah adanya radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil (OH). Bila ada dua gugus OH, maka akn pecah menjadi H2O dan radikal bebas O. Dimana reaksinya 2OH → H2O + O radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi pembakaran berantai (Cain Reaction Of Combustion). Dari reaksi kimia, selama proses pembakaran berlangsung ini memberikan kepercayaan pada hipotesa baru, dari prinsip segi tiga api kemudian terbentuk bidang empat api. Dimana sisi yang ke empat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi pembakaran.Lebih jelasnya, perbedaan antara Teori Segi Tiga Api dan Tetrahedron Of Fire adalah sebagai berikut: − Pada Teori Segi Tiga Api, bahan bakar sendiri tidak terbakar. Tapi mengalami pemanasan hingga menghasilkan gas dan uap. Gas dan uap yang terbakar tersebut oleh karena letaknya yang berdekatan dengan bahan bakar (fuel), sehingga bahan bakar akan terlihat seolah-olah terbakar. 10
  • 34. Pada Tetrahedron Of Fire bahan bakar mengalami pemanasan sehingga mengeluarkan gas dan uap yang menyala akibat timbulnya reaksi kimia. Pada akhirnya bahan bakar (fuel) akan terbakar dan habis. Prosentasi oksigen di atmosfer adalah 21%, namun terkadang pada ruang atau kondisi tertentu prosentasi oksigen dapat berubah. Prosentase oksigen yang dapat membuat api tetap menyala adalah kisaran antara 12% hingga 21%. Api akan padam jika prosentase oksigen kurang dari 12%, sedangkan api akan sulit sekali dipadamkan jika prosentase oksigen diatas 21% karena oksigen dengan prosentase tersebut menjadi bersifat flammable. Selain ketersediaan oksigen, ketersediaan bahan bakar juga mempengaruhi muncul atau tidaknya api. Bahan bakar dibagi menjadi tiga macam, yaitu bahan bakar padat (contoh: kayu, kertas, batu bara, arang, dll), cair (bensin, solar, minyak tanah, alkohol, dll) dan gas (Elpiji, nitrogen oksida, propana). Oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah menjadi api jika tidak ada panas. Jika suhunya tidak mencukupi, oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah terbakar. Sumber panas yang paling berperan dalam munculnya api adalah matahari. Jadi reaksi antara ketiga unsur tersebut yang menjadi asal mula terjadinya api yang selama ini kita kenal sebagai teori segitiga api. 2.2.3 Klasifikasi Kebakaran Yang dimaksud klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran berdasarkan atas jenis bahan bakarnya (Wahyudi,1991). Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi standard yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran menurut Standard Inggris yaitu LPC (Loss Prevention Committee) yang sebelumnya adalah FOC (Fire Office Committee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi Klas A, B, C, D, dan E sedangkan 11
  • 35. Standard Amerika yaitu NFPA (National Fire Preventio Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A, B, C, dan D. Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan menurut jenis material yang terbakar seperti dalam daftar tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran Standard Amerika (NFPA) Standard Inggris (LPC) Klas Jenis Kebakaran Klas Jenis Kebakaran Bahan padat kecuali logam, Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, seperti kayu, arang kertas A A tekstil, plastik, dan tekstil, plastik dan sejenisnya. sejenisnya Bahan cair dan gas, seperti Bahan cair seperti bensin, bensin, solar, minyak tanah, solar, minyak tanah, dan B aspal, gemuk, alkohol, gas B sejenisnya. alam, gas LPG dan sejenisnya. Peralatan listrik yg Bahan gas, seperti gas C bertegangan. C alam, gas LPG. Bahan logam, seperti Bahan logam, seperti D magnesium, alumunium, D magnesium, alumunium, kalium, dan lain-lain. kalium, dan lain-lain. Peralatan listrik yg E - E bertegangan. (Sumber: Depnakertrans R.I., 2010) Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu pada Standar NFPA, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sifat-sifat dari masing-masing klasifikasi kebakaran diatas adalah: 1. Klas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara, 2. Klas B (cair), terbakar pada permukaan, 3. Klas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir, 4. Klas C atau klas E menurut Standard British, adalah ditinjau dari aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas, 5. Klas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi, sehingga bila dipadamkan dapat terjadi peledakan karena perubahan fase media pemadam menjadi gas. 12
  • 36. 2.2.4 Bahaya Kebakaran Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh api yang tidak terkendali, sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa, harta benda dan lingkungan (Wahyudi, 1991). Kemudahan suatu zat untuk terbakar ditentukan oleh: 1. Titik nyala (flash point) yakni suhu terendah dimana uap zat dapat dinyalakan. 2. Titik bakar (ignition point) yakni suhu dimana zat terbakar dengan sendirinya. 3. Konsentrasi mudah terbakar (flammable limits) yakni daerah konsentrasi uap gas yang dapat dinyalakan. - Low Flammable Limit (LFL) yakni konsentrasi uap zat terendah yang masih dapat dinyalakan. - Upper Flammable Limit (UFL) yakni konsentrasi uap tertinggi yang masih dapat dinyalakan. Jadi daerah mudah terbakar dibatasi oleh LFL dan UFL serta sifat kemudahan membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan oksidasinya. Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998, bahaya kebakaran diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 1. Bahaya kebakaran ringan (light / low hazard) Yang termasuk bahaya kebakaran ringan yaitu lokasi atau tempat dimana jumlah class A combustible material termasuk perabot, dekorasi, dan isinya berada dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat dimiliki oleh gedung atau ruangan seperti kantor, ruang kelas, gereja, ruang tamu di hotel atau motel, dan lain-lain. Sejumlah kecil class B flammable material yang digunakan untuk duplicating machines, art departments dan lain-lain juga termasuk. 2. Bahaya kebakaran sedang (ordinary / moderate hazard) Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable material yang ada lebih besar dari yang diharapkan pada bahaya kebakaran ringan. Lokasi atau tempat yang termasuk bahaya 13
  • 37. kebakaran sedang bisa seperti ruang makan, mercantile shop, light manufacturing, auto showroom, area parkir, bengkel, dan lain-lain. 3. Bahaya kebakaran berat (extra/high hazard) Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable material yang ada, di dalam tempat penyimpanan (storage), diproduksi, digunakan, produk akhir, atau dicampur melebihi dan diatas jumlah yang diharapkan pada bahaya kebakaran sedang. Lokasi yang termasu dalam bahaya kebakaran berat bisa seperti pekerjaan yang berhubungan dengan material kayu, vehicle repair, aircraft dan boat servicing, area memasak, dan tempat penyimpanan serta proses manufaktur seperti painting, dipping, and coating, termasuk penanganan cairan flammable. 2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api Karakteristik pertumbuhan dan penyebaran api, sama seperti penyalaan api, kecepatan penyebaran, dan pemancaran panas, asap dan gas berbahaya, ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Kondisi geometris ruangan 2. Bahan yang ada 3. Sumber isi 4. Jarak antara sumber api dengan material yang terbakar 5. Karakteristik dari material interior 6. Tipe dan volume material 7. Kondisi dan penataan ruangan Api dengan cepat berkembang besar melalui konveksi, dan kemudian menyebar secara lateral terus ke langit-langitbila ruangan terbatas. Sesuatu yang terbakar, disamping menghasilkan gas, juga asap dan pans. Panas gas yang timbul peristiwa kebakaran bisa mencapai 650 ºC – 950 ºC. Salah satu fenomena khas terjadi peristiwa kebakaran adalah terjadinya “flashover”, dimana api tiba-tiba membesar dengan nyala yang besar pula. 14
  • 38. 2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian Klasifikasi sifat hunian adalah klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan bangunan, banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan terbakarnya, juga ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya. Klasifikasi sifat hunian dibagi atas: 1. Hunian bahaya kebakaran ringan. Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga menjalarnya api lambat. 2. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I. Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. 3. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II. Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. 4. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III. Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. 5. Hunian bahaya kebakaran berat. Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, sampah, serat, atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar dengan melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api cepat. 15
  • 39. 6. Hunian khusus. Untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat dimana penggunaan cairan yang mempunyai kemudahan terbakar tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak. Karena keadaan yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh keringanan satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi yang berwenang. 2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API Dasar-dasar system pemadaman api adalah merusak keseimbangan reaksi api. Hal ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu: − Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau menyingkirkan bahan-bahan yang mudah terbakar. − Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga temperature bahan yang terbakar turun sampai dibawah titik normalnya − Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai dibawah 12 % atau mencegah reaksi dengan oksigen. 2.4 SISTEM DETECTOR Klasifikasi sistem alarm kebakaran meliputi: 1. Manual 2. Otomatik (semi addressable atau fully addressable) Pada sistem ini hanya sebagian yang bekerja secara otomatis, sedangkan peralatan yang lain masih diperlukan tenaga manusia untuk memadamkan api. 3. Otomatic integrated system (deteksi, alarm dan pemadaman) Pada sistem ini alat deteksi bahaya api selain mengaktifkan alarm bahaya juga langsung mengaktifkan alat-alat pemadam kebakaran Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari: 1. Detektor dan tombol manual (input signal) Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatik, yang dapat dipilih tipe yangs sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapakan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan tidak memberikan informasi palsu. 16
  • 40. Pada prinsipnya detektor dibedakan menjadi tiga yaitu: − Detektor asap (smoke detector) tipe foto elektrik dan ionisasi. Alat ini memberi alarm bila terjadi asap diruangan tempat alat dipasang. − Detektor nyala api (flame detector) tipe ultraviolet dan inframerah. Mendeteksi adanya nyala api yang tidak terkendali dengan cara menangkap sinar ultraviolet ataupun inframerah yang dipancarkan oleh nyala api. − Detektor panas (heat detector) tipe suhu tetap maupun tipe kenaikan suhu. Mendeteksi adanya bahaya kebakaran dengan cara membedakan kenaikan temperatur (panas) yang terjadi diruangan (Suko Wahyudi,1991). Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak jangkauan yang efektif sesuai spesifikasinya. Tombol manual adalah alat yang dapat dioperasikan secara manual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja. 2. Panel indikator kebakaran (sistem control) Merupakan pusat pengendali sistem deteksi dan alarm, yang dapat mengindikasikan status standby normal, mengindikasikan signal input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual yang diaktifkan. 3. Alarm audible atau visible (signal output) Merupakan indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat didengar (audible alarm) berupa bell berdering, sirene atau yang dapat dilihat (visible alarm) berupa lampu. 17
  • 41. 2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran Untuk kepentingan perancangan ini, detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti tersebut di bawah ini : 2.4.1.1 Detektor Asap (Smoke Detector) Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk hasil pembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya kebakaran. Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang- layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran. Sesuai dengan cara kerjanya smoke detector dapatdibedakan menjadi dua jenis, yaitu: - Ionisation Detector Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya produk hasil pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul. Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang tidak kelihatan (ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran. Reaksinya agak lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari kebanyakan api tanpa nyala. Secara umum gambaran prinsip pendeteksian ionisation detector adalah sebagai berikut: Radio-active source Gambar 2.6 Pendekatan Ionisation Detector (Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011) 18
  • 42. Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai sejumlah kecil bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus dua elektroda yang bermuatan. Ini menjadikan kamar pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif. Ketika partikel asap memasuki daerah ionisasi, partikel ini menurunkan konduktansi dari udara dengan jalan mengikatkan diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat yang ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi. Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector (Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011) Pada kondisi normal, dimana daerah ionisasi bebas dari asap maka electrical circuit dalam keadan balance atau seimbang. Electrical circuit ini berfungsi sebagai switch atau sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada alarm jika terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi akan menyebabkan terhambatnya perpindahan ion yang mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang . Hal ini berakibat voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudian relay aktif dan mengaktifkan alarm sebagai sinyal pertanda terjadinya kebakaran. - Optical Detector 19
  • 43. Bila ionisation detector dapat mengindera produk pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka optical detector berfungsi untuk mengindera produk pembakaran yang bisa dilihat (visible light), misalnya partikel- partikel carbon dan bahan-bahan kimia yang apabila terbakar menghasilkan asap. Optical detector memiliki 2 komponen penting, yaitu sumber cahaya dan photo-electric cell. Berdasarkan cara kerjanya optical detector dapat dibagi menjadi dua, yaitu : Light Scatter Detector dan Obscuration Detector. 1. Light Scatter Detector Prinsip kerja dari detector jenis ini adalah karena adanya cahaya yang masuk pada photo electric cell. Sumber cahaya dan photo-electric cell berada dalam ruangan yang kedap cahaya dan dirancang agar asap kebakaran dapat masuk keruangan tersebut. Bila tidak ada asap yang masuk (tidak terjadi kebakaran) maka posisi cahaya dari sumber cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-electric cell). Poto electric To alarm cell Light sources Gambar 2.8 Light Scatter Detector (Sumber: Study Lapangan, 2010) 2. Detector dan Obscuration Detector Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel- partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut, sehingga cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah ke photo-electric cell sebagai akibat dari terkena asap 20
  • 44. kebakaran. Dengan membeloknya cahaya ke photo electric cell maka dapt mengatifkan aliran listrik dalam circuit detector yang ditangkap oleh amplifier untuk menggerakkan relay alarm. Gambar 2.9 Detector dan Obscuration Detector (Sumber: Study Lapangan, 2010) 2.4.1.2 Detektor Panas (Linear Heat Detector) Linear Heat Detector (LHD) merupakan detektor panas (Heat Detector) yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Linear Heat Detector (LHD) dirancang untuk mengindera adanya kebakran pada tingkatan yang lebih besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini mulai meningkat. LHD ini cocok untuk lingkungan yang daerahnya panas. Sistem ini terdiri dari dua komponen yaitu kabel sensor yang berdiameter kecil dan modul interface. Kabel sensor dibuat dengan bahan yang koefisien suhunya negatif, dimana perubahan suhu dapat menurunkan ketahanan sensor. Linear Heat Detector (LHD) ini dapat diaplikasikan diberbagai area diantaranya meliputi: - Open area protection - Cable trays - Rack storage - Freezer warehouses 21
  • 45. - Belt conveyers - Floating roof fuel tanks - Cooling towers - Dust collectors - Dust collectors - Waste fuel drum storage - Power distribution apparatus - Escalators 1. Spesifikasi Panas dari api menyebabkan isolasi kabel LHD dapat mencair pada suhu tertentu, yang memungkinkan dua konduktor trouble bersamaan sehingga menimbulkan alarm berbunyi. Spesikasi dari LHD ini bias dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD) (Sumber: www.fenwalfire.com, 2011) 22
  • 46. 2. Keuntungan Kelebihan atau keuntungan dari LHD ini dapat di lihat dari berbagai sisi yaitu mulai dari kefleksibelannya, tahan lama, kehandalannya dan sensitif dalam mengukur suhu. 3. Lokasi Pemasangan di Conveyor Galleries Untuk mendeteksi awal adanya overheat dari bearing conveyor maka LHD dapat ditempatkan di dekat roller bearing yang bisa dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini. Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler (Sumber: www.fenwalfire.com, 2010) Untuk mendeteksi kebakaran menyeluruh di conveyor maka LHD harus dihentikan. LHD ini terletak diatas belt conveyor yang dipasang tidak lebih dari 7 ft (2,13 m). Bisa dilihat pada gambar 2.11 Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery (Sumber: www.fenwalfire.com, 2010) 23
  • 47. 2.4.1.3 Detektor Nyala Api Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api, yaitu: - Detektor Nyala Api Ultra Violet - Detektor Nyala Api Infra Merah Detektor Gas adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar. 4. Alarm Kebakaran Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa: - Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm). - Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas(Visible Alarm). - Alarm lamp. - Alarm pada fire-voice-communication system. - Firefighter phone, untuk komunikasi dengan fire brigade. - Graphic display, untuk mengetahui lokasi kebakaran secara tepat. 5. Titik Panggil Manual Titik panggil manual adalah suatu alat yang bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa: - Titik Panggil Manual secara tuas (full down) - Titik Panggil Manual secara tombol tekan (push bottom) 24
  • 48. 6. Panel Indikator Kebakaran Panel indikator merupakan pusat kontrol dari seluruh peralatan fire alarm system untuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator. 7. Zone Detection Adalah suatu kawasan yang diawasi oleh satu kelompok detektor. 2.5 SISTEM SPRINKLER Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis dengan memancarakan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran. Instalasi sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran. 2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler Klasifikasi sprinkler dibagi menjadi dua macam berdasarkan Standar Kontruksi Bangunan Indonesia (SKBI 3.4.53.1987), yaitu: 1. Berdasarkan arah pancaran: Pancaran keatas Pancaran kebawah Pancaran arah dinding 2. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu: 1. Warna segel: Warna putih pada temperatur 93° C Warna biru pada temperatur 141° C Warna kuning pada temperatur 182° C Warna merah pada temperatur 227° C Tidak berwarna pada temperatur 68° C / 74° C 2. Warna cairan dalam tabung: − Warna jingga pada temperatur 53° C − Warna merah pada temperatur 68° C − Warna kuning pada temperatur 79° C 25
  • 49. − Warna hijau pada temperatur 93° C − Warna biru pada temperatur 141° C − Warna ungu pada temperatur 182° C − Warna hitam pada temperatur 201° C – 260° C 2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler Sistem sprinkler secara otomatis akan bekerja bila segelnya pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem Sprinkler dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu: 1. Sistem Pipa Basah (Wet Pipe System). Dalam sistem ini, sistem pipa mulai dari sumber suplai air sampai katup kontrol (Control valves) yang menuju ke sprinkler sudah terisi air. Sistem pipa basah biasanya dipasang pada gedung atau hunian dimana tidak ada kemungkinan terjadinya air membeku dalam pipa. Untuk sistem pipa ini banyaknya sprinkler yang dipasang dikontrol oleh satu set valve dan tidak melebihi 500 buah untuk tingkat bahaya ringan atau 1000 buah untuk tingkat bahaya kebakaran sedang dan tinggi. 2. Sistem Pipa Kering (Dry Pipe System). Sistem ini biasanya digunakan dalam suatu bangunan dimana kondisi temperatur berada pada keadaan yang bisa beku, seperti pada ruang pendingin atau temperatur yang dapat dijaga diatas 70° C, seperti oven pengering. Pipa kering tersebut selalu terisi udara dengan tekanan yang cukup untuk menahan air. 3. Alternatif Sistem Pipa Basah dan Pipa Kering (Combined Dry Pipe-Preaction). Sistem ini biasanya dipasang tanpa pemanas air, dimana dalam sistem basah ada kemungkinan air membeku pada musim dingin. Sehingga sistem ini biasanya dioperasikan pada musim panas untuk sistem basah dan sistem kering pada musim dingin. Jika hendak mengoperasikan dengan sistem basah, maka dry valve 26
  • 50. harus diubah fungsinya ke sistem basah dan ini biasanya dapat dilakukan dengan cepat. 4. Sistem Pipa Kering Pada Ujungnya (Deluge System). Sprinkler untuk sistem ini harus dipasang menghadap kelangit-langit, kecuali jika dijinkan untuk dipasang jenis pendent. 5. Tindakan Awal (Pre-Action System). sistem ini merupakan gabungan antara standart sprinkler sistem dan pemasangan alat pengindera kebakaran. Pada umumnya detctor panas atau asap akan bekerja lebih dahulu dankatub yang bekerja lebih awal akan terbuka sehingga air mengalir ke pipa sprinkler sebelum sprinkler pertama bekerja. 2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler 2.5.3.1 Letak Kepala Sprinkler Dinding Dan Pemisah Jarak antara dinding dan kepala sprinkler dalam hal sistem bahaya kebakaran ringan tidak boleh melebihi 2,3 m dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem bahaya kebakaran berat tidak boleh melebihi dari 2 m. Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak kepala springkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,5 m. Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala sprinkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih dari 1,5 m. Gambar 2.12 Penempatan kepala sprinkler tambahan (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 27
  • 51. 1. Kolom Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6 m, maka harus ditempatkan sebuah kepala springkler tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang berlawanan. 2. Balok Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok. Apabila balok mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200 mm, maka kepala springkler boleh dipasang di sebelah atas gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala springkler harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok. Gambar 2.13 Jarak kepala sprinkler terhadap balok (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 3. Kuda – Kuda Pada umumnya kepala springkler harus selalu dipasang pada jarak mendatar sejauh minimum 0,3 m dari balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 100 mm, dan minimum 0,6 m apabila balok kuda- kuda yang lebarnya lebih besar dari 100 mm. 28
  • 52. Apabila pipa cabang ditempatkan menyilang terhadap balok kuda-kuda, maka kepala springkler boleh ditempatkan disebelah atas sumbu balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 200 mm dengan ketentuan bahwa deflektor kepala springkler berjarak lebih besar dari 150 mm dari balok kuda-kuda. Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok kuda-kuda, maka jarak kepala springkler terhadap balok kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 2.3. Tabel 2.3 Kuda-kuda (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 4. Penempatan kepala sprinkler dinding Penempatan deflektor kepala sprinkler dinding tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 100 mm dari langit-langit. Sumbu kepala sprinkler tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding tempat kepala sprinkler dipasang. 29
  • 53. Sepanjang dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 4,6 m. Sistem bahaya kebakaran sedang, 3,4 m (langit- langit tidak tahan api), 3,7 m (langit-langit tahan api). Dari ujung dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m, Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m. 5. Jumlah deretan kepala sprinkler - Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 3,7 m, cukup dilengkapi dengan sederet sprinkler sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara 3,7 m sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan sprinkler. - Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m (bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari 7,4 m (bahaya kebakaran sedang) deretan sprinkler harus dipasang selang-seling, sehingga setiap kepala sprinkler terletak pada garis tengah antara dua kepala sprinkler yang berhadapan. - Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m deretan kepala sprinkler jenis konvensional (dipasang pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di tengah-tengah antara dua deret kepala sprinkler sebagai tambahan sepanjang ruangan pada tiap sisinya. - Berdasarkan NFPA 15 jarak maksimum antar sprinkler 3,7 meter sehingga jari – jari jangkauannya adalah 1,85 meter. Kemudian dapat dihitung jumlah kepala sprinkler tiap luas bangun, yaitu: 30
  • 54. Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler Luas Sprinkler/perlindungan = π R2 Luas Bangunan = PxL ........................................ 2.1 Luas Bangunan Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an PxL = ....................................... 2.2 πR 2 Keterangan: R = Jari-jari sprinkler (1,85 m) P = Panjang conveyor (m2) L = Lebar conveyor (m2) Dalam perencanaan ini jarak antar sprinkler menurut model E Spray nozzles vk 810 – vk 817 yang digunakan adalah 3 meter agar area perlindungan bisa terjangkau seluruhnya. Bisa dilihat pada Lampiran 7 dan gambar yang direncanakan adalah: Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler 31
  • 55. 2.5.3.2 Spesifikasi Kepala Sprinkler Kepala sprinkler yang digunakan harus kepala sprinkler standar. Kepala sprinkler yang boleh digunakan hanya kepala sprinkler yang terdaftar. Perubahan apapun tidak dibolehkan pada kepala sprinkler setelah keluar dari pabrik. Sifat-sifat aliran kepala sprinkler harus dibedakan dalam tiga hal: - Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala sprinkler pancaran atas. - Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala sprinkler pancaran bawah. - Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala sprinkler dinding. Kepala sprinkler terbuka boleh digunakan untuk melindungi bahaya kebakaran khusus seperti tempat-tempat terbuka atau untuk tempat khusus lainnya. Kepala sprinkler dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk daerah atau keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan untuk daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari jumlah yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang mempunyai ulir pipa besi 10 mm tidak boleh dipasang pada sistem sprinkler terbaru. 1. Ukuran lubang kepala sprinkler Ukuran nominal lubang kepala sprinkler yang dibenarkan untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran adalah sebagai berikut: 32
  • 56. Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler (Sumber : SNI 03-3989- 2000) 2. Konstanta ”k” Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala sprinkler tersebut di atas adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Konstanta “k” (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 3. Tingkat suhu kepala sprinkler - Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala sprinkler (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 33
  • 57. Pemilihan tingkat suhu kepala sprinkler tidak boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan. - Kepala sprinkler dalam ruangan tersembunyi atau pada ruang peragaan tanpa dilengkapi ventilasi harus dari tingkat suhu antara 790C - 1000C. - Kepala sprinkler yang digunakan untuk melindungi peralatan masak jenis komersial, tutup mesin pembuat kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus dari tingkat suhu tinggi. - Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di atas oven, maka pada langit-langit atau atap tersebut sampai radius 3 m harus dipasang kepala sprinkler dengan tingkat suhu yang sama dengan 1410C. 4. Jumlah maksimum kepala sprinkler Jumlah maksimum kepala sprinkler yang dapat dipasang pada satu katup kendali bisa dilihat pada tabel 2.6 dibawah ini. Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler (Sumber : SNI 03-3989- 2000) 5. Persediaan kepala sprinkler cadangan Persediaan kepala sprinkler cadangan dan kunci kepala sprinkler harus disimpan dalam satu kotak khusus yang ditempatkan dalam ruangan yang setiap suhunya tidak lebih dari 380C. 34
  • 58. Persediaan kepala sprinkler cadangan tersebut paling sedikit adalah sebagai berikut: Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan (Sumber: SNI 03-3989- 2000) Catatan: Perasediaanan kepala springkler cadangan harus meliputi semua jenis dan tingkat suhu dari kepala springkler yang terpasang. Apabila terdapat lebih dari 2 sistem, maka jumlah persediaan springkler cadangan harus ditambah 50% dari ketentuan tersebut di atas. 2.5.4 Sistem Perpipaan Pipa utama air pemadam kebakaran biasanya 8 inchi, sambungan cabangnya 6 inchi. Katup-katup harus di dalam pada interval di jalur pipa utama, sehingga apabila ada perbaikan sambungan baru dapat dilakukan tanpa membuat sistem berhenti. Katup-katup yang disediakan tidak akan menghentikan perbaikan dibawah 1000 ft dari sistem. Pipa utama pemadam air pemadam kebakaran harus dibuat loop (ring atau O). Dimana untuk mendukung proses dan sistem kerja sprinkler, maka diperlukan sistem distribusi pipa yang terhubung dengan sumber air hingga ke titik sprinkler. Sistem ini memberikan beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut: - Air tetap dapat didistribusikan ke titik sprinkler walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan. - Semburan air sprinkler lebih stabil, meskipun seluruh titik sprinkler dibuka. 35
  • 59. 2.5.4.1 Jenis Sistem Pipa Sprinkler 1. Dry Pipe System Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau nitrogen bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve. Dengan demikian air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan keluar dari kepala sprinkler yang terbuka. 2. Wet Pipe System Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply). Dengan demikian air akan segera keluar melalui sprinkler yang telah terbuka akibat adanya panas dari api. 3. Deluge System Adalah sistem yang menggunakan kepala sprinkler yang terbuka disambungkan pada sistem perpipaan yang dihubungkan ke suplai air melalui suatu valve. Valve ini dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada. 4. Preaction System Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan pada suatu sistem perpipaan yang mengandung udara, baik yang bertekanan atau tidak, melalui suatu sistem deteksi tambahan yang dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Pengaktifan sistem deteksi akan membuka suatu valve yang mengakibatkan air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan sprinkler dan dikeluarkan melalui sprinkler yang terbuka. 36
  • 60. 5. Combined Dry Pipe- Preaction Adalah sistem pipa berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem akan terisi air dan bekerja seperti wet pipe system. Jika peralatan deteksi rusak, sistem akan bekerja seperti sistem dry pipe. 2.5.4.2 Klasifikasi Sistem Pipa Tegak Berdasarkan NFPA 14 - 2000 tentang “Standart for the installation of standpipe, private hydrant and hose system” menjelaskan mengenai kelas sistem pipa tegak diantaranya: .1 Sistem kelas I Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran 63,5 m (2½ inci) untuk pasokan air yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih .2 Sistem kelas II Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam kebakaran selama tindakan awal. Pengecualian Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm (1 inci) diizinkan digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan dengan persetujuan dari instansi yang berwenang. .3 Sistem kelas III. Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan oleh penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2½ inci) untuk memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau mereka yang terlatih. 37
  • 61. Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III harus berukuran sekurang-kurangnya 100 mm (4 inci). Pipa tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus berukuran sekurang-kurangnya 150 mm (6 inci). Pengecualian. Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya adalah 100 mm (4 inci ). Ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada ujung slang terjauh dengan ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada ujung slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci), dirancang sesuai seperti tertera pada tabel 2.3 perancangan yang menggunakan cara. 2.5.4.3 Susunan Pipa Instalasi Sprinkler 1. Susunan cabang ganda Susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke dua sisi pipa pembagi. 2. Susunan cabang tunggal Susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi. 3. Susunan pemasukan di tengah Susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran air dari tengah 4. Susunan pemasukan di ujung Susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran dari ujung. 38
  • 62. 2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler 2.5.5.1 Persyaratan umum Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan air harus dibawah penguasaan pemilik gedung. Apabila pemilik tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang diberikan kuasa penuh untuk maksud tersebut. Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya springkler. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas dengan air bersih. 2.5.5.2 Syarat penyambungan Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti yang diatur dalam bagian ini. − Tangki gravitasi Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus memberikan aliran dan tekanan yang cukup. Gambar 2.16 Tangki gravitasi (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 39
  • 63. Tangki bertekanan Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis. Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyediaan air, sistem tersebut harus juga dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan apabila tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan. Tanda bahaya harus dihubungkan dengan jaringan listrik yang terpisah dengan jaringan listrik yang melayani kompresor udara. Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk melayani sistem sprinkler dan sistem slang kebakaran yang dihubungkan pada pemipaan sprinkler. Tangki bertekanan harus selalu terisi air 2/3 penuh, dan diberi tekanan udara ditambah dengan 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki kecuali ditetapkan lain oleh pejabat yang berwenang. Gambar 2.17 Tangki bertekanan (Sumber: SNI 03-3989- 2000) 40
  • 64. 2.5.5.3 Sumber Penyediaan Air - Sumber air untuk kebutuhan hidran dapat berasal dari PDAM, sumur artesis, sumur gali dengan sistem penampungan, tangki gravitasi, tangki bertekanan reservoir air dengan sistem pemompaan. - Berdasarkan SNI 03-3989-2000 tentang “Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung” - Berdasarkan NFPA 13-1999 tentang “Standard for the Installation of Sprinkler Systems” 2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler Pompa adalah salah satu alat angkut yang berfungsi untuk memindahkan fluida melalui saluran tertutup dengan mengubah energi mekanis dari pengerak menjadi energi tekan (pressure) terhadap fluida sehingga akan terjadi perpindahan, contohnya seperti menggerakkan / mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lainnya baik melalui sarana pembantu seperti pipa, maupun secara langsung. Pompa digunakan untuk memindahkan cairan, seperti cairan, gas atau slurries. 2.5.6.1 Spesifikasi Pompa 1. Head Head di dalam perpompaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai energi tiap satuan berat. Head dari instalasi pompa dapat dibedakan menjadi head statis dan head dinamis. Ada tiga bagian dari head yaitu: - Head total pompa Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti yang direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa. Head total pompa dapat ditulis sebagai berikut: Vd 2 H = ha + ∆hp + h1 + ….................................(2.3) 2×g 41
  • 65. Keterangan: H : Head total pompa (m) h1 : Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, sambungan (m) Δhp: Perbedaan tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m) p 2 − p1 ∆hp = ....................................................... (2.4) ρxg Ha : Head statis total (m) Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air di sisi keluar dan sisi isap.; tanda positif dipakai apabila muka air di sisi keluar lebih tinggi dari pada sisi isap. Head pada pompa biasanya disebabkan oleh kerugian gesek didalam pipa, belokan – belokan, reduser, katup – katup, dan sebagainya. Di bawah ini akan diberikan cara perhitungannya satu persatu. - Head kerugian Head kerugian yang terjadi pada instalasi disebabkan oleh gesekan didalam pipa. Pengaruh kecepatan terhadap rugi-rugi pada instalasi dinyatakan dalam bilangan reynold yang didefinisikan sebagai berikut: VxD Re = ..............................................................(2.5) µ Keterangan: Re : Bilangan reynolds (tak berdimensi) D : Diameter dalam saluran (m) V : Kecepatan aliran cairan (m/s) µ : Kekentalan mutlak cairan (absolute viscosity, kg.s/m3) Kekentalan mutlak cairan dapat dilihat pada tabel 2.9 dibawah ini. 42
  • 66. Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm dan air jenuh di atas 1000 C) (Sumber: Sularso,1996) - Kerugian gesekan dalam pipa Kerugian gesekan didalam pipa tergantung pada panjang pipa. Untuk menghitung besarnya kerugian akibat gesekan didalam pipa digunakan persamaan: LxV 2 hf = fx ................................................. 2 xDxg (2.6) Keterangan: hf : Head karena kerugian gesekan/ friction (m) f : Koefisien kerugian gesekan (bilangan reynold,Re) L : Panjang saluran (m) D : Diameter dalam saluran (m) V : Kecepatan rata-rata aliran (m/s) 43
  • 67. g : Kecepatan gravitasi (m/s2) Untuk memperoleh nilai f dapat dilihat pada tabel 2.9 di atas. - Kerugian head di katup Kerugian head pada katup dapat ditulis sebagai berikut: V2 hf = f v x ................................................... 2 xg (2.7) Keterangan: hf : Head karena kerugian gesekan friction (m) fv : Koefisien kerugian gesekan. Harga fv untuk berbagai katup dalam keadaan terbuka penuh dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 5.1 V : Kecepatan rerata aliran (m/s) g : Kecepatan gravitasi (m/s2 ) - Kerugian head pada fitting Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan terjadi apabila ukuran pipa, bentuk penampang, atau arah aliran berubah. Kerugian head di tempat-tempat transisi yang demikian itu dinyatakan dalam rumus: V2 hf = f x ................................................... (2.8) 2 xg Nilai f di dapatkan dengan menggunakan persamaan dibawah ini 3, 5 0,5  D  θ  f = 0,131 + 1,847     .....................  2R   90  (2.9) Keterangan: D : Diameter dalam saluran (m) R : Jari-jari lengkung sumbu belokan (m) θ : Sudut belokan (derajat) f : Koefisien kerugian gesekan 44
  • 68. V : Kecepatan rerata aliran (m/s) g : Kecepatan gravitasi (m/s2 ) - Head yang tersedia Dalam mencegah terjadinya kavitasi maka diusahakan agar tidak satu bagianpun aliran didalam pompa yang mempunyai tekanan uap jenuhnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka didefinisikan suatu besaran yang berguna untuk memperkirakan keamanan pompa terhadap terjadinya kavitasi yaitu tekanan hisap positif netto (Net Possitif Suction Head- NPSH). Ada dua jenis NPSH yang harus dipertimbangkan, yaitu NPSH yang dibutuhkan dan NPSH yang tersedia. NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki oleh zat cair pada sisi isap pompa (ekuivalen dengan tekanan mutlak pada sisi isap pompa, dikurangi dengan tekanan uap jenuh zat di tempat tersebut. NPSH yang tersedia dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: H sv = ( Pa / γ ) − ( Pv / γ ) − H S − H LS .......................(2.10) Keterangan: Hsv : NSPH yang tersedia ( m ) Pa : Tekanan Atmosfir (kgf/m2) Pv : Tekanan uap jenuh (kgf/m2) γ : Berat zat cair persatuan volume (kgf/l) Hs : Head isap statis (m) bertanda positip (+) jika pompa terletak di atas permukaan zat cair yang diisap, dan bertanda negatip (-) jika di bawah. HLS : Head di dalam pipa isap (m) Agar pompa dapat bekerja dengan baik, NPSH yang tersedia harus lebih besar daripada NPSH yang dibutuhkan. Untuk menentukan besarnya NPSH yang 45
  • 69. dibutuhkan secara teliti harus dilakukan pengujian terhadap pompa. Data NPSH yang dibutuhkan ini biasanya dapat diperoleh dari pabrik yang memproduksi pompa tersebut. Tetapi dalam perancangan, NPSH yang diperlukan biasanya diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut: H svN = σH N ........................................................(2.11) Keterangan: HsvN : NSPH yang diperlukan (m) σ : koefisien kavitasi thoma HN : Head total pompa (m) n : Banyaknya putaran (rpm) 2. Daya Poros Dan Efisiensi Pompa − Daya air Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa persatuan waktu daya air, yang dapat ditulis sebagai berikut: Pw = 0,163 x γ x Q x H............................ (2.12) Pw : Daya air (kW) γ : Berat air per satuan volume (kgf/l) g : Percepatan gaya gravitasi (m/s2) Q : Kapasitas air (m3/s) H : Head total (m) − Daya poros Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut: P = Pw / ηp ……..................................................(2.13) P :Daya poros sebuah pompa (kW) ηp : Efisiensi pompa (pecahan) 46
  • 70. 2.5.6.2 Daya Pompa Dalam hal ini daya pompa dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu daya masuk dan daya keluar pompa. Besarnya daya masuk pompa dipengaruhi oleh besarnya tegangan listrik dan kuat arus yang terjadi, sehingga daya pompa dapat ditentukan dengan persamaan, sedangkan daya keluar pompa dipengaruhi oleh tinggi heat dan tekanan massa dalam hal ini adalah fluida air. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Pin = V . I..................................................................... (2.14) Pout = vf . ∆P . mc ........................................................... (2.15) Keterangan: Pin = Daya masuk pompa (Watt) Pout = Daya keluar pompa (Watt) V = Tegangan (Volt) vf = Volume Spesifik (m3/kg) I = Kuat Arus (Ampere) mc = Kapasitas pendingin (kg/s) 47
  • 72. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan langkah kerja yang terstruktur dan sistematis untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Adanya pembuatan kerangka pemikiran dan pola kerja ini diharapkan akan dapat memberikan hasil yang maksimal. 3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL Tahap identifikasi awal merupakan langkah awal dalam pelaksanaan penelitian dan tahap ini merupakan tahap yang sangatlah penting dimana pada tahap inilah penetapan tujuan dan identifikasi permasalahan dilakukan. Adapun isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut : 1. Identifikasi Masalah Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang didapatkan pada saat melakukan pengamatan sehingga bisa dilakukan sebuah penelitian. 2. Penetapan Tujuan dan Rumusan Manfaat Penelitian Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai dan manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya. Tahap ini sebagai dasar tentang apa yang akan dilakukan selama penelitian. 3. Studi Lapangan Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap conveyor PT YTL Jawa Timur. Dengan adanya pengamatan secara langsung akan didapatkan gambaran umum tentang conveyor PT YTL Jawa Timur. 4. Studi Pustaka Untuk menunjang penyelesaian tugas akhir ini, perlu adanya studi pustaka dan literatur-literatur terkait. Pustaka yang ada akan digunkan sebagai acuan dalam menyelesaikan dan menganalisa permasalahan yang ada. 48