Tugas akhir ini membahas perancangan sistem sprinkler dan detektor pada conveyor PT YTL Jawa Timur. Meliputi pengumpulan data layout conveyor, perhitungan jumlah sprinkler dan detektor yang dibutuhkan, serta desain sistem pipa dan pompa berdasarkan standar. Hasilnya adalah direncanakan 1539 kepala sprinkler, detektor linear heat, pipa besi tuang dengan total kepala 1974,72 m, dan pompa 2371,71 hp.
1. Tugas Akhir
Perancangan Peletakan Sprinkler Dan Detector Pada Conveyor
PT. YTL Jawa Timur Sebagai Upaya Untuk Pencegahan Dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran
ELY SANDI YUDHA
NRP.6507040022
PROGAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2011
1
2. TUGAS AKHIR
PERANCANGAN PELETAKAN SPRINKLER DAN DETECTOR
PADA CONVEYOR PT. YTL JAWA TIMUR SEBAGAI UPAYA
UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA
KEBAKARAN
(Study Kasus PT. YTL Jawa Timur)
Ely Sandi Yudha
NRP. 6507040022
PROGAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2011
6. ABSTRAK
PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan yang bergerak pada
bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 dan 6. Bahan bakar
yang digunakan yaitu batu bara, sedangkan batu bara itu di angkut dari jetty
sampai bunker melalui conveyor. Conveyor ini sering terjadi kebakaran seperti
yang terjadi pada conveyor EAC 41, kasus kebakaran di conveyor juga pernah
terjadi tahun 2007 di PT. YTL Malaysia. Sehingga perlu perancangan system
sprinkler dan detector agar lebih efektif untuk memadamkan api secara cepat di
conveyor.
Penelitian ini diawali dengan pengambilan data yang berupa layout
conveyor PT. YTL Jawa Timur dan data sprinkler serta detector. Pengolahan data
yang dilakukan mengacu pada SNI 03-3985-2000, NFPA 15 dan NFPA 850
meliputi menghitung jumlah sprinkler yang dibutuhkan, jumlah detektor,
menghitung kebutuhan air, menentukan dimensi bak reservoir, menghitung head,
dan daya pompa yang digunakan pada perancangan ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
jumlah kepala sprinkler yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah 1539
buah. Detektor yang digunakan adalah Linear Heat Detector (LHD) dengan
temperatur 850C dan suhu Ambien mencapai 450C pada area conveyor. Pipa yang
digunakan yaitu pipa cast iron dengan total head 1974,72 m. Pompa pada
perancangan sistem instalasi sprinkler ini adalah 2371,71 hp, sedangkan untuk
penggerak mulanya adalah 2846,052 hp.Volume persediaan air/reservoir yang di
butuhkan adalah 355,25 m3.
Kata Kunci: System sprinkler, Linear Heat Detector (LHD), Pipa, Pompa, dan
Reservoir.
ii
7. ABSTRACT
YTL East Java Company is firm constituted on PLTU operation and
preserve area to unit 5 and 6. Fuel that is utilized which is smolder stone;
meanwhile that smolder stone is transported from jetty until bunker via conveyor.
This Conveyor often happens burn up as one of happening on conveyor EAC 41,
fire case at conveyor also has once happened year 2007 at YTL Malaysia. So
needs to design sprinkler system and detector that more effective to turn off fire
rapidly at conveyor.
This research is started by downloading the data such as YTL East
Java company conveyor layout and sprinkler and detector data. Data processing
that doing to point on SNI 03 3985 2000, NFPA 15 and NFPA 850 covers to
account total sprinkler one that is needed, total detector, accounting amount of
water required, determining reservoir font dimension, account head, and pump
energy that is utilized on this scheme.
Based on observational result that already been done, it is said that
the amount sprinkler heads that is 1539 numbers. Detector that is utilized is
linear Heat Detector (LHD) with temperature 850C and Ambience temperature
reaches 450C on conveyor area. Pipe that is utilized which is cast iron pipe with
full scale head 1974,72 m. Pumps on this sprinkler system installation design is
2371,71 hp, meanwhile for its beginning drive is 2846,052 hp. Volume of water
supply / reservoir one that at needs is 355,25 m 3 .
Key words: Sprinkler system, Linear Heat Detector (LHD), Pipe, Pump, and
Reservoir.
iii
9. KATA PENGANTAR
Segala puji hanya tercurah kepada ALLAH SWT yang telah berkehendak
memberikan karunia serta nikmat-Nya berupa terselesaikannya Tugas Akhir ini
dengan baik sebagai persyaratan kelulusan tahap Diploma Empat di Jurusan
Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tiada daya dan upaya
dari penulis seorang untuk menyelesaikan semua ini tanpa adanya bantuan dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penghargaan serta ucapan terima kasih yang sangat
besar penulis sampaikan kepada:
1. Seluruh keluarga besarku terutama kedua orang tuaku Nasiruddin dan
Aida Yunining yang tercinta dan adik-adikku (Ary, Angga, & Ratu) atas
doa, kasih sayang, cinta, kesabaran, ketulusan dan pengertiannya yang
senantiasa tercurah untuk Ananda dan semoga selalu dalam bimbingan
Allah SWT serta Barokah-NYA. Amien Ya Robb.....
2. Bapak Ir. Muhammad Mahfud, M.MT selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
3. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
4. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku dosen pembimbing I yang telah
dengan sabar membantu, mengarahkan dan membimbing penulis selama
pelaksanaan pengerjaan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Moch. Luqman Ashari, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang
telah dengan sabar membantu mengarahkan penulis selama masa
pengerjaan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh staff pengajar Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya
yang telah membekali penulis dengan banyak ilmu selama masa
perkuliahan.
iv
10. 7. Seluruh staff karyawan Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya
yang telah membantu penulis dalam kelancaran administrasi selama masa
perkuliahan.
8. Bapak Josman Ginting selaku Section Head Health and Safety
Engineering di PT. YTL Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas
kepada kami untuk bisa melaksanakan on the job training di PT. YTL
Jawa Timur.
9. Bapak Moch. Subagiyo, S.KM dan Bapak Mugi Santoso ST. selaku
pemimbing lapangan di PT. YTL Jawa Timur yang telah membantu
kelengkapan data dari penelitian ini serta bantuan pikiran selama
pengambilan data dan proses pengerjaan Tugas Akhir ini.
10. Bapak Kasim Ari, Bapak Miftahul Huda dan Seluruh Karyawan di Coal
Plan PT. YTL Jawa Timur yang telah banyak membantu memberikan
masukan dan ide-ide selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
11. Bundaku tercinta Arin yang telah banyak memberikan motivasi, masukan
serta dengan sabar menemani Ayah setiap ada masalah selama pengerjaan
Tugas Akhir ini. Makasih ya sayank…
12. Temen – temen ku “NIKKAPALA ’07, mas & mbak serta adek” yang
telah membesarkan ku tentang organisasi dari tidak tahu apa2 sampek bisa
organisasi walaupun sedikit tahu tentang pahit manisnya organisasi.
Berani dan Bangga!!!
13. Teman–temanku “K3 ’07” di PPNS-ITS yang kompak mendukung satu
sama lain. Aku sangat bangga bersama dengan kalian selama kurang lebih
empat tahun ini, kalianlah teman terbaikku selama ini yang tidak akan aku
lupakan selamanya. Vivat ITS . . .
14. Teman–teman senasib dan seperjuangan, Doni, Bagus, Fuad, Luthfi, Aga,
Saad dan yang lainnya atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
15. Master AutoCad Febry, Tambret dan Odunt yang dengan ikhlas membagi
ilmunya kepada saya, dari yang tidak bisa menjadi sedikit bisa AutoCad.
v
11. 16. Teman–teman kost Jl. Semampir Tengah No. 25 Semolowaru, yang telah
menemani dan membantu dengan sabar serta atas kritik dan sarannya. Tak
lupa juga buat ibu kostQ yang uda mau jadi ibu ke-2 ku di surabaya,
terima kasih ya bu atas doa dan semuanya.
17. Pihak–pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
telah membantu kelancaran Tugas Akhir ini dan penyusunan laporan
Tugas Akhir ini.
Semoga ALLAH SWT selalu mengaruniakan kebaikan dan mengganti
dengan sesuatu yang lebih baik dari yang pernah diberikan. Penulis penyadari
banyaknya kekurangan selama pengerjaan Tugas Akhir ini, untuk itu kritik dan
saran sangat diharapkan agar pada penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Tiada kebahagiaan yang begitu besar kecuali semua ikhtiar ini dapat bermanfaat
dan tidak meninggalkan kesia-sian. Semoga ALLAH SWT meridhoi.Amien…
Surabaya, 21 Juli 2011
Penulis
vi
13. DAFTAR ISI
COVER DALAM ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTARGAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ............................................................. 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 3
1.5 BATASAN MASALAH ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMPONEN CONVEYOR .............................................................. 4
2.1.1 Jenis-jenis Conveyor ................................................................... 4
2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor ................................ 5
2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN ........................................ 6
2.2.1 Fenomena Kebakaran ................................................................. 7
2.2.2 Teori Dasar Tentang Api ............................................................ 8
2.2.2.1Teori Segitiga Api (Triangle of fire) ..................................... 8
2.2.2.2Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire) ........... 9
2.2.3 Klasifikasi Kebakaran ................................................................ 11
2.2.4 Bahaya Kebakaran ...................................................................... 13
2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api ....................... 14
2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian ............................................................. 15
2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API ............................ 16
2.4 SISTEM DETECTOR ...................................................................... 16
2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran ................................................. 18
2.4.1.1Detektor Asap (Smoke Detector) ........................................... 18
vii
14. 2.4.1.2Detektor Panas (Linear Heat Detector) ................................. 21
2.4.1.3Detektor Nyala Api ................................................................ 24
2.5 SISTEM SPRINKLER ..................................................................... 25
2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler ....................................................... 25
2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler ................................................................ 26
2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler ......................................................... 27
2.5.3.1Letak Kepala Sprinkler .......................................................... 27
2.5.3.2Spesifikasi Kepala Sprinkler ................................................. 32
2.5.4 Sistem Perpipaan ........................................................................ 35
2.5.4.1Jenis Sistem Pipa Sprinkler ................................................... 36
2.5.4.2Klasifikasi Sistem Pipa Tegak ............................................... 37
2.5.4.3Susunan Pipa Instalasi Sprinkler ........................................... 38
2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler .................................................. 38
2.5.5.1Persyaratan Umum ................................................................ 38
2.5.5.2Syarat Penyambungan ........................................................... 38
2.5.5.3Sumber Penyediaan Air ......................................................... 41
2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler ............................................................. 41
2.5.6.1Spesifikasi Pompa .................................................................. 41
2.5.6.2Daya Pompa ........................................................................... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL ......................................................... 48
3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA ...................................................... 48
3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA ......................................................... 48
3.3.1 Pengolahan Data Kualitatif ........................................................ 48
3.3.2 Pengolahan Data Kuantitatif ...................................................... 48
3.4 TAHAP ANALISA DAN KESIMPULAN .......................................... 50
3.4.1 Analisa ........................................................................................ 50
3.4.2 Kesimpulan ................................................................................. 50
3.5 FLOW CHART PENYELESAIAN TUGAS AKHIR .......................... 51
3.6 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN ....................................... 52
viii
15. BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
4.1 PENGUMPULAN DATA .................................................................... 53
4.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA ......................................................... 53
4.2.1 Perencanaan Jumlah dan Peletakan Sprinkler ............................ 54
4.2.1.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler ............................................... 56
4.2.2 Perencanaan Volume Air Sprinkler dan Bak Penampung Air ... 58
4.2.3 Perhitungan Sistem Perpipaan .................................................... 59
4.2.3.1Pipa Isap (Suction) ................................................................. 59
4.2.3.2Pipa Utama Pengeluaran (Discharge) ................................... 61
4.2.3.3Head Kerugian Total ............................................................. 65
4.2.3.4Head Statis (Ha) .................................................................... 65
4.2.3.5Head Tekanan (Δhp) .............................................................. 65
4.2.3.6Head Total Pada Instalasi Perpipaan Sprinkler ..................... 66
4.2.4 Perhitungan Sistem Pompa Sprinkler ......................................... 66
4.2.4.1Daya Pompa ........................................................................... 67
4.2.5 Sistem Deteksi Pemadam Kebarakan Otomatis ......................... 68
4.2.5.1Detector (Linear Heat Detector) ........................................... 68
4.2.5.2Alarm ..................................................................................... 59
4.2.5.3Titik Panggil Manual ............................................................. 70
4.2.5.4Alarm Fire Control Panel ...................................................... 70
4.3 ANALISA DATA ................................................................................. 71
4.3.1 Analisa Perencanaan Sprinkler ................................................... 71
4.3.2 Spesifikasi Perpipaan ................................................................. 72
4.3.3 Penentuan Sistem Pompa ........................................................... 73
4.3.4 Pemilihan Detektor ..................................................................... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN ..................................................................................... 75
5.2 SARAN ................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
17. DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor ............................................................ 5
Gambar 2.2. Belt Conveyor Pltu Paiton Unit 5 Dan 6 .................................... 6
Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran .................................................... 7
Gambar 2.4. Segitiga Api ............................................................................... 9
Gambar 2.5. Bidang Empat Api ...................................................................... 10
Gambar 2.6. Pendekatan Ionisation Detector ................................................. 18
Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector .................................................. 19
Gambar 2.8 Light Scatter Detector ................................................................. 20
Gambar 2.9 Detector Dan Obscuration Detector ............................................ 21
Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler ............................... 23
Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery ............................. 23
Gambar 2.12 Penempatan Kepala Sprinkler Tambahan .................................. 27
Gambar 2.13 Jarak Kepala Sprinkler Terhadap Balok .................................... 28
Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler ................................................... 31
Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler ....................................................... 31
Gambar 2.16 Tangki Gravitasi ......................................................................... 39
Gambar 2.15 Tangki Bertekanan ..................................................................... 40
Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir ..................................... 51
Gambar 4.1 Jari – Jari jangkauan sprinkler ..................................................... 55
Gambar 4.2 Jarak antar kepala sprinkler ......................................................... 56
Gambar 4.3 Konstruksi bak air (reservoir) ...................................................... 60
Gambar 4.4 Rangkaian Linear Heat Detector pada conveyor ......................... 70
Gambar 4.5 Letak Linear Heat Detector pada conveyor ................................. 70
Gambar 4.6 Alarm ............................................................................................ 71
Gambar 4.7 Titik Panggil Manual (manual push button) ................................ 71
Gambar 4.8 Alarm Fire Control Panel ............................................................ 72
x
19. DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran ...................................................................... 12
Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD) ........................................ 22
Tabel 2.3 Kuda-kuda ........................................................................................ 29
Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler ....................................................... 33
Tabel 2.5 Konstanta “k” ................................................................................... 33
Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala springkler ........................................................ 33
Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler ................................................ 34
Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan ............................................. 35
Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm
dan air jenuh di atas 1000 C) .............................................................. 43
Tabel 3.1 Tabel Rencana Kegiatan .................................................................. 52
Tabel 4.1 Ukuran Conveyor Unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur ......................... 53
Tabel 4.2 Jumlah sprinkler yang dibutuhkan tiap area .................................... 58
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Sistem Perpipaan ................................................ 65
xi
21. DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
1.1 Surat Ijin Pengambilan Data Tugas Akhir
1.2 Accident Record PT YTL Jawa Timur
1.3 Data Kecelakaan PT YTL Jawa Timur & PT IPMOMI
1.4 Layout Conveyor
LAMPIRAN 2
2.1 Gambar Perancangan Ulang Conveyor
2.2 Gambar Peletakan Sprinkler
2.3 Gambar Sistem Perpipaan
LAMPIRAN 3
3.1 Kepadatan Pancaran
3.2 Kapasitas Minimum Dari Volume Bak Penampang
LAMPIRAN 4
4.1 Catalog Diameter
4.2 Sifat Fisik-Fisik Air
4.3 Relative Roughness For Pipe
LAMPIRAN 5
5.1 Bilangan Reynold
5.2 Koefeisien Kerugian Katup
5.3 Efesiensi Standart Pompa
LAMPIRAN 6
6.1 Data Detektor Yang Digunakan
LAMPIRAN 7
7.1 Data Sprinkler Yang Digiunakaan
LAMPIRAN 8
8.1 Perhitungan Sistem Sprinkler
8.2 Perhitungan Sistem Perpipaan
LAMPIRAN 9
9.1 Spesifikasi Pompa
9.2 Lembar Kemajuan Konsultasi Dosen Pembimbimng
xii
23. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kebakaran merupakan bencana yang disebabkan oleh api yang
tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian yang besar baik berupa
harta benda maupun jiwa manusia. Saat ini kebakaran sudah menjadi masalah
nasional, karena bukan saja merugikan pribadi secara individual, melainkan
meliputi instalasi atau sarana vital yang menguasai hajat hidup orang banyak
seperti pabrik, pembangkit tenaga listrik, pelabuhan, dan instalasi-instalasi
lain yang vital dan sangat mahal harganya. Faktor terbesar yang
menyebabkan kebakaran adalah adanya nyala api dan listrik.
Sesuai dengan ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3
penanggulangan kebakaran adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-
Undang 1 tahun 1970 yang tersirat pada konsideran UU 1/70 yaitu tentang
tujuan umum K3 yang termasuk penanggulangan kebakaran yang bertujuan
untuk melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset perusahaan dan lingkungan
masyarakat. Dan yang tertera pada ketentuan pasal 3 ayat (1) huruf b,d,q bahwa
penanggulangan kebakaran meliputi pencegahan, pengurangan dan pemadaman
kebakaran, memberikan kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran serta pengendalian penyebaran panas, asap dan gas. Selain itu pada
Kepmenaker 186/Men/1999 yang menjelaskan bahwa perusahaan wajib
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja.
PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) swasta terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini
bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 &
6 Paiton. Daya listrik yang dihasilkan dari keseluruhan PLTU berasal dari
energi pembakaran batu bara (coal) yang telah mengalami proses yang
panjang mulai dari Jetty, stock pile, kemudian batu bara (coal) akan di
distribusikan ke bunker melalui conveyor. Conveyor tersebut memiliki bahaya
kebakaran yang tinggi dikarenakan terdapat timbunan debu batu bara, kiriman
batu bara panas dari stock pile dan adanya gesekan belt conveyor dengan roll
1
24. sehingga menimbulkan listrik statis. Contoh kasus yang pertama yaitu pada
Belt conveyor EAC 41 yang stand by terbakar karena ada sisa debu batu bara,
kasus kedua dinding tripper floor terbakar dari akumulasi debu, kasus ketiga
dedusting filter terbakar karena ada timbunan debu batu bara, dan kasus
keempat terjadi hot spot di stock pile unit 5&6 PT YTL Jawa Timur tahun
2010. Kasus kebakaran ini juga pernah terjadi pada tahun 2007 di PT YTL
Malaysia bahkan sampai membakar seluruh conveyor. Pada oktober 2010 juga
terjadi kebarakaran pada conveyor PT IPMOMI. Karena sering terjadi
kebakaran di conveyor maka PT IPMOMI merancang sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran seperti APAR dan hydrant namun itu semua
kurang efektif untuk memadamkan api secara cepat di conveyor sehingga
perlu perancangan system sprinkler dan detector. Sekarang PT IPMOMI sudah
mempunyai APAR, hydrant, system sprinkler dan detector pada conveyor.
Berdasarkan pengamatan terhadap kasus–kasus kebakaran selama
ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara lain adalah bahwa
sistem proteksi kebakaran tidaklah cukup hanya dengan penyediaan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) atau hidrant yang disebut sebagai sistem
proteksi aktif. Masih diperlukan sarana proteksi lainnya yakni sprinkler dan
detector untuk mendukung APAR dan Hidrant sebagai sistem proteksi aktif.
Pada conveyor PT YTL Jawa Timur belum terdapat sprinkler dan detector.
Maka penelitian ini adalah melakukan perancangan sprinkler dan detector.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian:
1. Bagaimana rancangan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
2. Bagaimana rancangan sistem detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur
3. Bagaimana rancangan perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa
Timur.
4. Bagaimana rancangan pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur
5. Bagaimana rancangan dimensi reservoir atau bak penampung air pada
conveyor PT YTL Jawa Timur.
2
25. 1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Merancang sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
2. Merancang system detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
3. Merancang perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
4. Merancang pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
5. Merancang dimensi reservoir atau bak penampung air pada conveyor PT
YTL Jawa Timur.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi mahasiswa
Sebagai kompetensi dasar yang nanti dapat diterapkan lebih lanjut didalam
dunia industri.
2. Bagi Institusi
Sebagai tambahan bahan literatur/referensi bagi semua civitas akademika
khususnya yang ada di PPNS-ITS.
3. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang diperlukan
ketika terjadi bahaya kebakaran besar yang disebabkan oleh banyaknya
timbunan debu batu bara di conveyor dengan temperatur tinggi maka akan
terjadi kebakaran yang tidak diinginkan.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:.
1. Perancangan sprinkler dan detector di conveyor PT YTL Jawa Timur.
2. Tidak membahas masalah sistem kelistrikan dan estimasi biaya.
3
27. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMPONEN CONVEYOR
2.1.1 Jenis-jenis Conveyor
Berdasarkan kepada jenis material yang akan dipindahkan,
conveyor dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Mesin Pemindah Muatan Curah (bulk load)
Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah:
a. Bucket Conveyor
b. Screw Conveyor
2. Mesin Pemindah Muatan Satuan (unit load)
Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah:
a. Roller Conveyor
b. Eskalator
3. Mesin Pemindah Muatan Keduanya (unit load dan bulk load)
a. Belt Conveyor
b. Appron Conveyor
Berdasarkan transmisi dayanya, conveyor dibedakan menjadi 4
macam, yaitu:
1. Mesin pemidah mekanis
2. Mesin pemindah pneumatis
3. Mesin pemindah hidrolis
4. Mesin pemindah gravitasi
Pemilihan alat pemindah bahan biasanya didasarkan pada
aspek ekonomi seperti biaya investasi awal dan biaya operasional
(running cost). Misalnya biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya bahan,
dan biaya perawatan.
4
28. 2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor
Pada umumnya, belt conveyor terdiri dari beberapa bagian,
yaitu: kerangka (frame) (1), dua buah pulley yang terdiri pulley
penggerak (driving pulley) (2) yang terletak pada head end dan pulley
pembalik (take-up pulley) (3) yang terletak pada tail end, endless belt
(4), idler roller atas (5) dan idler roller bawah (6), unit penggerak (7),
cawan pengisi (feed hooper) (8) dipasang diatas conveyor, saluran
buang (discharge spout) (9) dan pembersih belt (belt cleaner/scrapper)
(10) yang biasa dipasang didekat pulley penggerak.
Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor
(Sumber: Dhani Astarawulan, 2011)
Belt Conveyor berbentuk semacam sabuk besar yang terbuat
dari karet yang bergerak melewati Head Pulley dan Tail Pulley,
keduanya berfungsi untuk menggerakkan Belt Conveyor, serta
Tansioning Pulley yang berfungsi sebagai peregang Belt conveyor.
Untuk menyangga Belt Conveyor beserta bobot batubara yang
diangkut dipasang Idler pada jarak tertentu diantara Head Pulley dan
Tail Pulley. Idler adalah bantalan berputar yang dilewati oleh Belt
Conveyor. Batubara yang diangkut oleh Conveyor dituangkan dari
sebuah bak peluncur (Chute) diujung Tail Pulley kemudian bergerak
menuju ke arah Head Pulley. Biasanya , muatan batubara akan jatuh
ke dalam bak peluncur lainnya yang terletak dibawah Head Pulley
untuk diteruskan ke conveyor lainnya atau masuk ke Bak Penyimpan.
Disetiap belokan antar Conveyor satu dengan yang lain dihubungkan
dengan Transfer House, selain itu pada belt Conveyor ditambahkan
5
29. juga beberapa aksesori yang bertujuan untuk meningkatkan
fleksibilitasnya, antara lain:
1. Pengambil Sampel
Dilakukan secara otomatis, jika terdeteksi adanya metal pada
batu bara pengambil sampel langsung berhenti.
2. Metal Detector
Merupakan alat untuk mendeteksi adanya logam-logam
didalam batu bara yang tercampur pada proses pengiriman.
3. Magnetic Separator
Untuk memisahkan logam-logam yang terkandung dalam
batubara pada proses pengiriman.
4. Belt Scale
Untuk mengetahui jumlah tonnase berat batubara yang
diangkut oleh Belt Conveyor.
Gambar 2.2 Belt Conveyor PLTU Paiton Unit 5 dan 6
(Sumber: PT. YTL Jawa Timur)
2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya
nyala api yang tidak terkendali. Pencegahan bahaya kebakaran adalah segala
usaha yang dilakukan agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak terkendali.
Sedangkan penanggulangan bahaya kebakaran mengandung arti bahwa
peristiwa kebakaran sudah terjadi sehingga menimbulkan bahaya terhadap
keselamatan jiwa, harta benda, maupun lingkungan.
6
30. Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsur-
unsur tersebut adalah oksigen, panas dan bahan mudah terbakar. Tanpa
oksigen pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar tidak
mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tidak akan timbul.
2.2.1 Fenomena Kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai
awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati
beberapa fase tertentu seperti dilukiskan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran
(Sumber: www.indonetwork.co.id, 2010)
Penjelasan:
1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya
api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencentusnya
(source energy) yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali.
2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat
yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal
(initiation) bermula dari sumber api / nyala yang relatif kecil.
3. Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi,
maka nyala api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api
akan menjalar bila ada media disekelilingnya.
4. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan
panas ke semua arah secara konduksi, konveksi, dan radiasi,
hingga pada suatu saat kurang lebih 3–10 menit atau setelah
temperatur mencapai 300°C akan terjadi penyalaan api serentak
yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca.
5. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut
7
31. periode kebakaran mantap (steady/full development fire).
Temperatur pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai
600 – 1000°C. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan
runtuh pada temperatur 700°C. Bangunan dengan konstruksi
beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak
layak lagi untuk digunakan.
6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala
akan berkurang/surut dan berangsur–angsur akan padam, yang
disebut periode surut (decay).
2.2.2 Teori Dasar Tentang Api
Menurut Bickerdike (1996) api adalah proses pembakaran
dengan karakteristit timbulnya emisi panas yang diikuti dengan smoke
dan flame. Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati
gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang
terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan
telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya
maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar
akan berubah menjadi arang, abu, atau hilang menjadi gas dan sifat
kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan
tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia.
2.2.2.1 Teori Segitiga Api (Triangle of fire)
Teori segitiga api (Triangle of fire) menjelaskan
bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan
adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur: bahan yang
dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau
dari bahan oksidator, dan panas yang cukup.
8
32. Gambar 2.4 Segitiga Api
(Sumber: http://www.pp.okstate.edu, 2010)
Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari
segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang
cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan yang dapat terbakar
jenisnya dapat berupa bahan padat, cair, maupun gas. Sifat
penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu
gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair
maupun padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar
dibandingkan dengan bahan padat, disini menggambarkan
adanya tingkat suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan.
Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada kesimbangan
besaran angka-angka yang menghubungkan segitiga api.
Besaran angka-angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada
segitiga api tersebut antara lain “flash point, ignition
temperature, dan flammable range”.
2.2.2.2 Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire)
Gambar di atas menjelaskan hubungan antara tiga
unsur yang dapat menyebabkan timbulnya api. Jika salah satu
unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan terjadi. Namun
study selanjutnya mengenai fisika dan kimia, menyatakan
bahwa peristiwa pembakaran mempunyai tambahan lagi
mengenai pengertian dimensi pada segi tiga api, menjadi teori
model baru yang disebut bidang empat api atau “Tetrahedron
Of Fire”.
9
33. Gambar 2.5 Bidang Empat Api
(Sumber: www.himarraya.com, 2011)
Studi ini menjelaskan bahwa pembakaran tidak hanya
terjadi atas tiga unsur, namun reaksi kimia yang terjadi
menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran yaitu : CO, CO2,
SO2, asap dan gas. Hasil yang lain dari reaksi ini adalah adanya
radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam
bentuk hidroksil (OH).
Bila ada dua gugus OH, maka akn pecah menjadi H2O
dan radikal bebas O. Dimana reaksinya 2OH → H2O + O
radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai
umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi
pembakaran berantai (Cain Reaction Of Combustion). Dari
reaksi kimia, selama proses pembakaran berlangsung ini
memberikan kepercayaan pada hipotesa baru, dari prinsip segi
tiga api kemudian terbentuk bidang empat api. Dimana sisi
yang ke empat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi
pembakaran.Lebih jelasnya, perbedaan antara Teori Segi Tiga
Api dan Tetrahedron Of Fire adalah sebagai berikut:
− Pada Teori Segi Tiga Api, bahan bakar sendiri tidak
terbakar. Tapi mengalami pemanasan hingga menghasilkan
gas dan uap. Gas dan uap yang terbakar tersebut oleh
karena letaknya yang berdekatan dengan bahan bakar
(fuel), sehingga bahan bakar akan terlihat seolah-olah
terbakar.
10
34. − Pada Tetrahedron Of Fire bahan bakar mengalami
pemanasan sehingga mengeluarkan gas dan uap yang
menyala akibat timbulnya reaksi kimia. Pada akhirnya
bahan bakar (fuel) akan terbakar dan habis.
Prosentasi oksigen di atmosfer adalah 21%, namun
terkadang pada ruang atau kondisi tertentu prosentasi oksigen
dapat berubah. Prosentase oksigen yang dapat membuat api
tetap menyala adalah kisaran antara 12% hingga 21%. Api akan
padam jika prosentase oksigen kurang dari 12%, sedangkan api
akan sulit sekali dipadamkan jika prosentase oksigen diatas
21% karena oksigen dengan prosentase tersebut menjadi
bersifat flammable.
Selain ketersediaan oksigen, ketersediaan bahan bakar
juga mempengaruhi muncul atau tidaknya api. Bahan bakar
dibagi menjadi tiga macam, yaitu bahan bakar padat (contoh:
kayu, kertas, batu bara, arang, dll), cair (bensin, solar, minyak
tanah, alkohol, dll) dan gas (Elpiji, nitrogen oksida, propana).
Oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah menjadi
api jika tidak ada panas. Jika suhunya tidak mencukupi,
oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah terbakar. Sumber
panas yang paling berperan dalam munculnya api adalah
matahari. Jadi reaksi antara ketiga unsur tersebut yang menjadi
asal mula terjadinya api yang selama ini kita kenal sebagai teori
segitiga api.
2.2.3 Klasifikasi Kebakaran
Yang dimaksud klasifikasi kebakaran adalah penggolongan
atau pembagian kebakaran berdasarkan atas jenis bahan bakarnya
(Wahyudi,1991). Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi
standard yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran
menurut Standard Inggris yaitu LPC (Loss Prevention Committee)
yang sebelumnya adalah FOC (Fire Office Committee) menetapkan
klasifikasi kebakaran dibagi Klas A, B, C, D, dan E sedangkan
11
35. Standard Amerika yaitu NFPA (National Fire Preventio Assosiation),
menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A, B, C, dan D.
Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan menurut jenis
material yang terbakar seperti dalam daftar tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran
Standard Amerika (NFPA) Standard Inggris (LPC)
Klas Jenis Kebakaran Klas Jenis Kebakaran
Bahan padat kecuali logam, Bahan padat kecuali logam,
seperti kayu, arang, kertas, seperti kayu, arang kertas
A A
tekstil, plastik, dan tekstil, plastik dan
sejenisnya. sejenisnya
Bahan cair dan gas, seperti Bahan cair seperti bensin,
bensin, solar, minyak tanah, solar, minyak tanah, dan
B aspal, gemuk, alkohol, gas B sejenisnya.
alam, gas LPG dan
sejenisnya.
Peralatan listrik yg Bahan gas, seperti gas
C bertegangan. C
alam, gas LPG.
Bahan logam, seperti Bahan logam, seperti
D magnesium, alumunium, D magnesium, alumunium,
kalium, dan lain-lain. kalium, dan lain-lain.
Peralatan listrik yg
E - E
bertegangan.
(Sumber: Depnakertrans R.I., 2010)
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu pada Standar
NFPA, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Sifat-sifat dari masing-masing klasifikasi kebakaran
diatas adalah:
1. Klas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara,
2. Klas B (cair), terbakar pada permukaan,
3. Klas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir,
4. Klas C atau klas E menurut Standard British, adalah
ditinjau dari aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas,
5. Klas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi,
sehingga bila dipadamkan dapat terjadi peledakan karena
perubahan fase media pemadam menjadi gas.
12
36. 2.2.4 Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh api
yang tidak terkendali, sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa,
harta benda dan lingkungan (Wahyudi, 1991). Kemudahan suatu zat
untuk terbakar ditentukan oleh:
1. Titik nyala (flash point) yakni suhu terendah dimana uap
zat dapat dinyalakan.
2. Titik bakar (ignition point) yakni suhu dimana zat terbakar
dengan sendirinya.
3. Konsentrasi mudah terbakar (flammable limits) yakni
daerah konsentrasi uap gas yang dapat dinyalakan.
- Low Flammable Limit (LFL) yakni konsentrasi uap
zat terendah yang masih dapat dinyalakan.
- Upper Flammable Limit (UFL) yakni konsentrasi
uap tertinggi yang masih dapat dinyalakan.
Jadi daerah mudah terbakar dibatasi oleh LFL dan UFL serta
sifat kemudahan membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan
oksidasinya. Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998, bahaya kebakaran
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Bahaya kebakaran ringan (light / low hazard)
Yang termasuk bahaya kebakaran ringan yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible material termasuk perabot,
dekorasi, dan isinya berada dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat
dimiliki oleh gedung atau ruangan seperti kantor, ruang kelas, gereja,
ruang tamu di hotel atau motel, dan lain-lain. Sejumlah kecil class B
flammable material yang digunakan untuk duplicating machines, art
departments dan lain-lain juga termasuk.
2. Bahaya kebakaran sedang (ordinary / moderate hazard)
Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable
material yang ada lebih besar dari yang diharapkan pada bahaya
kebakaran ringan. Lokasi atau tempat yang termasuk bahaya
13
37. kebakaran sedang bisa seperti ruang makan, mercantile shop, light
manufacturing, auto showroom, area parkir, bengkel, dan lain-lain.
3. Bahaya kebakaran berat (extra/high hazard)
Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable
material yang ada, di dalam tempat penyimpanan (storage),
diproduksi, digunakan, produk akhir, atau dicampur melebihi dan
diatas jumlah yang diharapkan pada bahaya kebakaran sedang. Lokasi
yang termasu dalam bahaya kebakaran berat bisa seperti pekerjaan
yang berhubungan dengan material kayu, vehicle repair, aircraft dan
boat servicing, area memasak, dan tempat penyimpanan serta proses
manufaktur seperti painting, dipping, and coating, termasuk
penanganan cairan flammable.
2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api
Karakteristik pertumbuhan dan penyebaran api, sama seperti
penyalaan api, kecepatan penyebaran, dan pemancaran panas, asap dan
gas berbahaya, ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Kondisi geometris ruangan
2. Bahan yang ada
3. Sumber isi
4. Jarak antara sumber api dengan material yang terbakar
5. Karakteristik dari material interior
6. Tipe dan volume material
7. Kondisi dan penataan ruangan
Api dengan cepat berkembang besar melalui konveksi, dan
kemudian menyebar secara lateral terus ke langit-langitbila ruangan
terbatas. Sesuatu yang terbakar, disamping menghasilkan gas, juga
asap dan pans. Panas gas yang timbul peristiwa kebakaran bisa
mencapai 650 ºC – 950 ºC. Salah satu fenomena khas terjadi peristiwa
kebakaran adalah terjadinya “flashover”, dimana api tiba-tiba
membesar dengan nyala yang besar pula.
14
38. 2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian
Klasifikasi sifat hunian adalah klasifikasi tingkat risiko bahaya
kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan bangunan,
banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan
terbakarnya, juga ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya.
Klasifikasi sifat hunian dibagi atas:
1. Hunian bahaya kebakaran ringan.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
rendah, sehingga menjalarnya api lambat.
2. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
3. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
4. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.
5. Hunian bahaya kebakaran berat.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, sampah, serat,
atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar
dengan melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api cepat.
15
39. 6. Hunian khusus.
Untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat
dimana penggunaan cairan yang mempunyai kemudahan terbakar
tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak. Karena keadaan
yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh
keringanan satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi
yang berwenang.
2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API
Dasar-dasar system pemadaman api adalah merusak keseimbangan
reaksi api. Hal ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
− Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau menyingkirkan
bahan-bahan yang mudah terbakar.
− Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga
temperature bahan yang terbakar turun sampai dibawah titik normalnya
− Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai
dibawah 12 % atau mencegah reaksi dengan oksigen.
2.4 SISTEM DETECTOR
Klasifikasi sistem alarm kebakaran meliputi:
1. Manual
2. Otomatik (semi addressable atau fully addressable)
Pada sistem ini hanya sebagian yang bekerja secara otomatis,
sedangkan peralatan yang lain masih diperlukan tenaga manusia untuk
memadamkan api.
3. Otomatic integrated system (deteksi, alarm dan pemadaman)
Pada sistem ini alat deteksi bahaya api selain mengaktifkan
alarm bahaya juga langsung mengaktifkan alat-alat pemadam kebakaran
Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari:
1. Detektor dan tombol manual (input signal)
Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara
otomatik, yang dapat dipilih tipe yangs sesuai dengan karakteristik
ruangan, diharapakan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan
tidak memberikan informasi palsu.
16
40. Pada prinsipnya detektor dibedakan menjadi tiga yaitu:
− Detektor asap (smoke detector) tipe foto elektrik dan ionisasi.
Alat ini memberi alarm bila terjadi asap diruangan tempat alat
dipasang.
− Detektor nyala api (flame detector) tipe ultraviolet dan
inframerah. Mendeteksi adanya nyala api yang tidak terkendali
dengan cara menangkap sinar ultraviolet ataupun inframerah yang
dipancarkan oleh nyala api.
− Detektor panas (heat detector) tipe suhu tetap maupun tipe
kenaikan suhu. Mendeteksi adanya bahaya kebakaran dengan cara
membedakan kenaikan temperatur (panas) yang terjadi diruangan
(Suko Wahyudi,1991).
Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak
jangkauan yang efektif sesuai spesifikasinya.
Tombol manual adalah alat yang dapat dioperasikan secara
manual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara
manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang
melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja.
2. Panel indikator kebakaran (sistem control)
Merupakan pusat pengendali sistem deteksi dan alarm, yang
dapat mengindikasikan status standby normal, mengindikasikan signal
input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm
tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau
lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual
yang diaktifkan.
3. Alarm audible atau visible (signal output)
Merupakan indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat
didengar (audible alarm) berupa bell berdering, sirene atau yang dapat
dilihat (visible alarm) berupa lampu.
17
41. 2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran
Untuk kepentingan perancangan ini, detektor kebakaran
otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti tersebut di
bawah ini :
2.4.1.1 Detektor Asap (Smoke Detector)
Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk
hasil pembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya
kebakaran. Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-
layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu
pembakaran. Sesuai dengan cara kerjanya smoke detector
dapatdibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Ionisation Detector
Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya
produk hasil pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul.
Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang
tidak kelihatan (ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang
diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran. Reaksinya agak
lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari
kebanyakan api tanpa nyala.
Secara umum gambaran prinsip pendeteksian ionisation
detector adalah sebagai berikut:
Radio-active
source
Gambar 2.6 Pendekatan Ionisation Detector
(Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)
18
42. Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai
sejumlah kecil bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di
dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara
bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus
dua elektroda yang bermuatan. Ini menjadikan kamar
pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif. Ketika
partikel asap memasuki daerah ionisasi, partikel ini
menurunkan konduktansi dari udara dengan jalan mengikatkan
diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika
konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat yang
ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi.
Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector
(Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)
Pada kondisi normal, dimana daerah ionisasi bebas dari
asap maka electrical circuit dalam keadan balance atau
seimbang. Electrical circuit ini berfungsi sebagai switch atau
sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada alarm jika
terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi akan
menyebabkan terhambatnya perpindahan ion yang
mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang . Hal ini
berakibat voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudian
relay aktif dan mengaktifkan alarm sebagai sinyal pertanda
terjadinya kebakaran. - Optical Detector
19
43. Bila ionisation detector dapat mengindera produk
pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka
optical detector berfungsi untuk mengindera produk
pembakaran yang bisa dilihat (visible light), misalnya partikel-
partikel carbon dan bahan-bahan kimia yang apabila terbakar
menghasilkan asap.
Optical detector memiliki 2 komponen penting, yaitu
sumber cahaya dan photo-electric cell. Berdasarkan cara
kerjanya optical detector dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Light Scatter Detector dan Obscuration Detector.
1. Light Scatter Detector
Prinsip kerja dari detector jenis ini adalah karena
adanya cahaya yang masuk pada photo electric cell. Sumber
cahaya dan photo-electric cell berada dalam ruangan yang
kedap cahaya dan dirancang agar asap kebakaran dapat
masuk keruangan tersebut. Bila tidak ada asap yang masuk
(tidak terjadi kebakaran) maka posisi cahaya dari sumber
cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-electric cell).
Poto electric
To alarm cell
Light sources
Gambar 2.8 Light Scatter Detector
(Sumber: Study Lapangan, 2010)
2. Detector dan Obscuration Detector
Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel-
partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut,
sehingga cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah
ke photo-electric cell sebagai akibat dari terkena asap
20
44. kebakaran. Dengan membeloknya cahaya ke photo electric
cell maka dapt mengatifkan aliran listrik dalam circuit
detector yang ditangkap oleh amplifier untuk menggerakkan
relay alarm.
Gambar 2.9 Detector dan Obscuration Detector
(Sumber: Study Lapangan, 2010)
2.4.1.2 Detektor Panas (Linear Heat Detector)
Linear Heat Detector (LHD) merupakan detektor panas
(Heat Detector) yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas
(temperatur) tertentu. Linear Heat Detector (LHD) dirancang
untuk mengindera adanya kebakran pada tingkatan yang lebih
besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini
mulai meningkat. LHD ini cocok untuk lingkungan yang
daerahnya panas.
Sistem ini terdiri dari dua komponen yaitu kabel sensor
yang berdiameter kecil dan modul interface. Kabel sensor
dibuat dengan bahan yang koefisien suhunya negatif, dimana
perubahan suhu dapat menurunkan ketahanan sensor.
Linear Heat Detector (LHD) ini dapat diaplikasikan
diberbagai area diantaranya meliputi:
- Open area protection
- Cable trays
- Rack storage
- Freezer warehouses
21
45. - Belt conveyers
- Floating roof fuel tanks
- Cooling towers
- Dust collectors
- Dust collectors
- Waste fuel drum storage
- Power distribution apparatus
- Escalators
1. Spesifikasi
Panas dari api menyebabkan isolasi kabel LHD dapat
mencair pada suhu tertentu, yang memungkinkan dua
konduktor trouble bersamaan sehingga menimbulkan alarm
berbunyi. Spesikasi dari LHD ini bias dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD)
(Sumber: www.fenwalfire.com, 2011)
22
46. 2. Keuntungan
Kelebihan atau keuntungan dari LHD ini dapat di
lihat dari berbagai sisi yaitu mulai dari kefleksibelannya,
tahan lama, kehandalannya dan sensitif dalam mengukur
suhu.
3. Lokasi Pemasangan di Conveyor Galleries
Untuk mendeteksi awal adanya overheat dari bearing
conveyor maka LHD dapat ditempatkan di dekat roller
bearing yang bisa dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini.
Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler
(Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)
Untuk mendeteksi kebakaran menyeluruh di conveyor
maka LHD harus dihentikan. LHD ini terletak diatas belt
conveyor yang dipasang tidak lebih dari 7 ft (2,13 m). Bisa
dilihat pada gambar 2.11
Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery
(Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)
23
47. 2.4.1.3 Detektor Nyala Api
Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api,
yaitu:
- Detektor Nyala Api Ultra Violet
- Detektor Nyala Api Infra Merah
Detektor Gas adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat
kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.
4. Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang
memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran
yang dapat berupa:
- Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau
isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).
- Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau
isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara
jelas(Visible Alarm).
- Alarm lamp.
- Alarm pada fire-voice-communication system.
- Firefighter phone, untuk komunikasi dengan fire
brigade.
- Graphic display, untuk mengetahui lokasi
kebakaran secara tepat.
5. Titik Panggil Manual
Titik panggil manual adalah suatu alat yang
bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan isyarat
adanya kebakaran yang dapat berupa:
- Titik Panggil Manual secara tuas (full down)
- Titik Panggil Manual secara tombol tekan (push
bottom)
24
48. 6. Panel Indikator Kebakaran
Panel indikator merupakan pusat kontrol dari
seluruh peralatan fire alarm system untuk mengendalikan
bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator.
7. Zone Detection
Adalah suatu kawasan yang diawasi oleh satu
kelompok detektor.
2.5 SISTEM SPRINKLER
Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis
dengan memancarakan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan
kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran. Instalasi
sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat
memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di
tempat mula terjadi kebakaran.
2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler
Klasifikasi sprinkler dibagi menjadi dua macam berdasarkan
Standar Kontruksi Bangunan Indonesia (SKBI 3.4.53.1987), yaitu:
1. Berdasarkan arah pancaran:
Pancaran keatas
Pancaran kebawah
Pancaran arah dinding
2. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu:
1. Warna segel:
Warna putih pada temperatur 93° C
Warna biru pada temperatur 141° C
Warna kuning pada temperatur 182° C
Warna merah pada temperatur 227° C
Tidak berwarna pada temperatur 68° C / 74° C
2. Warna cairan dalam tabung:
− Warna jingga pada temperatur 53° C
− Warna merah pada temperatur 68° C
− Warna kuning pada temperatur 79° C
25
49. − Warna hijau pada temperatur 93° C
− Warna biru pada temperatur 141° C
− Warna ungu pada temperatur 182° C
− Warna hitam pada temperatur 201° C – 260° C
2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler
Sistem sprinkler secara otomatis akan bekerja bila segelnya
pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem Sprinkler dapat
dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
1. Sistem Pipa Basah (Wet Pipe System).
Dalam sistem ini, sistem pipa mulai dari sumber suplai air
sampai katup kontrol (Control valves) yang menuju ke sprinkler
sudah terisi air. Sistem pipa basah biasanya dipasang pada gedung
atau hunian dimana tidak ada kemungkinan terjadinya air
membeku dalam pipa.
Untuk sistem pipa ini banyaknya sprinkler yang dipasang
dikontrol oleh satu set valve dan tidak melebihi 500 buah untuk
tingkat bahaya ringan atau 1000 buah untuk tingkat bahaya
kebakaran sedang dan tinggi.
2. Sistem Pipa Kering (Dry Pipe System).
Sistem ini biasanya digunakan dalam suatu bangunan
dimana kondisi temperatur berada pada keadaan yang bisa beku,
seperti pada ruang pendingin atau temperatur yang dapat dijaga
diatas 70° C, seperti oven pengering. Pipa kering tersebut selalu
terisi udara dengan tekanan yang cukup untuk menahan air.
3. Alternatif Sistem Pipa Basah dan Pipa Kering (Combined
Dry Pipe-Preaction).
Sistem ini biasanya dipasang tanpa pemanas air, dimana
dalam sistem basah ada kemungkinan air membeku pada musim
dingin. Sehingga sistem ini biasanya dioperasikan pada musim
panas untuk sistem basah dan sistem kering pada musim dingin.
Jika hendak mengoperasikan dengan sistem basah, maka dry valve
26
50. harus diubah fungsinya ke sistem basah dan ini biasanya dapat
dilakukan dengan cepat.
4. Sistem Pipa Kering Pada Ujungnya (Deluge System).
Sprinkler untuk sistem ini harus dipasang menghadap
kelangit-langit, kecuali jika dijinkan untuk dipasang jenis pendent.
5. Tindakan Awal (Pre-Action System).
sistem ini merupakan gabungan antara standart sprinkler
sistem dan pemasangan alat pengindera kebakaran. Pada umumnya
detctor panas atau asap akan bekerja lebih dahulu dankatub yang
bekerja lebih awal akan terbuka sehingga air mengalir ke pipa
sprinkler sebelum sprinkler pertama bekerja.
2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler
2.5.3.1 Letak Kepala Sprinkler
Dinding Dan Pemisah
Jarak antara dinding dan kepala sprinkler dalam hal
sistem bahaya kebakaran ringan tidak boleh melebihi 2,3 m
dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem
bahaya kebakaran berat tidak boleh melebihi dari 2 m.
Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak
kepala springkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,5 m.
Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala
sprinkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih dari 1,5 m.
Gambar 2.12 Penempatan kepala sprinkler tambahan
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
27
51. 1. Kolom
Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan
bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari
dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6
m, maka harus ditempatkan sebuah kepala springkler
tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang
berlawanan.
2. Balok
Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak
sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok. Apabila balok
mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200
mm, maka kepala springkler boleh dipasang di sebelah atas
gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala springkler
harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok.
Gambar 2.13 Jarak kepala sprinkler terhadap balok
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
3. Kuda – Kuda
Pada umumnya kepala springkler harus selalu
dipasang pada jarak mendatar sejauh minimum 0,3 m dari
balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama
dengan 100 mm, dan minimum 0,6 m apabila balok kuda-
kuda yang lebarnya lebih besar dari 100 mm.
28
52. Apabila pipa cabang ditempatkan menyilang
terhadap balok kuda-kuda, maka kepala springkler boleh
ditempatkan disebelah atas sumbu balok kuda-kuda yang
lebarnya lebih kecil atau sama dengan 200 mm dengan
ketentuan bahwa deflektor kepala springkler berjarak lebih
besar dari 150 mm dari balok kuda-kuda.
Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok
kuda-kuda, maka jarak kepala springkler terhadap balok
kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kuda-kuda
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
4. Penempatan kepala sprinkler dinding
Penempatan deflektor kepala sprinkler dinding tidak
boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 100 mm dari
langit-langit. Sumbu kepala sprinkler tidak boleh lebih dari
150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding tempat kepala
sprinkler dipasang.
29
53. Sepanjang dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan
4,6 m. Sistem bahaya kebakaran sedang, 3,4 m (langit-
langit tidak tahan api), 3,7 m (langit-langit tahan api). Dari
ujung dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m,
Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m.
5. Jumlah deretan kepala sprinkler
- Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama
dengan 3,7 m, cukup dilengkapi dengan sederet sprinkler
sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara
3,7 m sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan
sprinkler.
- Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m
(bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari 7,4 m (bahaya
kebakaran sedang) deretan sprinkler harus dipasang
selang-seling, sehingga setiap kepala sprinkler terletak
pada garis tengah antara dua kepala sprinkler yang
berhadapan.
- Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m
deretan kepala sprinkler jenis konvensional (dipasang
pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di
tengah-tengah antara dua deret kepala sprinkler sebagai
tambahan sepanjang ruangan pada tiap sisinya.
- Berdasarkan NFPA 15 jarak maksimum antar
sprinkler 3,7 meter sehingga jari – jari jangkauannya
adalah 1,85 meter. Kemudian dapat dihitung jumlah
kepala sprinkler tiap luas bangun, yaitu:
30
54. Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler
Luas Sprinkler/perlindungan = π R2
Luas Bangunan = PxL ........................................ 2.1
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an
PxL
= ....................................... 2.2
πR 2
Keterangan:
R = Jari-jari sprinkler (1,85 m)
P = Panjang conveyor (m2)
L = Lebar conveyor (m2)
Dalam perencanaan ini jarak antar sprinkler
menurut model E Spray nozzles vk 810 – vk 817 yang
digunakan adalah 3 meter agar area perlindungan bisa
terjangkau seluruhnya. Bisa dilihat pada Lampiran 7 dan
gambar yang direncanakan adalah:
Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler
31
55. 2.5.3.2 Spesifikasi Kepala Sprinkler
Kepala sprinkler yang digunakan harus kepala sprinkler
standar. Kepala sprinkler yang boleh digunakan hanya kepala
sprinkler yang terdaftar. Perubahan apapun tidak dibolehkan
pada kepala sprinkler setelah keluar dari pabrik. Sifat-sifat
aliran kepala sprinkler harus dibedakan dalam tiga hal:
- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala
sprinkler pancaran atas.
- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala
sprinkler pancaran bawah.
- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala
sprinkler dinding.
Kepala sprinkler terbuka boleh digunakan untuk
melindungi bahaya kebakaran khusus seperti tempat-tempat
terbuka atau untuk tempat khusus lainnya. Kepala sprinkler
dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk
daerah atau keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak
yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran
lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran
lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan untuk
daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari
jumlah yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan
ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan
ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang
mempunyai ulir pipa besi 10 mm tidak boleh dipasang pada
sistem sprinkler terbaru.
1. Ukuran lubang kepala sprinkler
Ukuran nominal lubang kepala sprinkler yang
dibenarkan untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran
adalah sebagai berikut:
32
56. Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler
(Sumber : SNI 03-3989- 2000)
2. Konstanta ”k”
Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala
sprinkler tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5 Konstanta “k”
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
3. Tingkat suhu kepala sprinkler
- Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukkan
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala sprinkler
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
33
57. Pemilihan tingkat suhu kepala sprinkler tidak
boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan.
- Kepala sprinkler dalam ruangan tersembunyi atau
pada ruang peragaan tanpa dilengkapi ventilasi harus dari
tingkat suhu antara 790C - 1000C.
- Kepala sprinkler yang digunakan untuk melindungi
peralatan masak jenis komersial, tutup mesin pembuat
kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus
dari tingkat suhu tinggi.
- Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di
atas oven, maka pada langit-langit atau atap tersebut
sampai radius 3 m harus dipasang kepala sprinkler
dengan tingkat suhu yang sama dengan 1410C.
4. Jumlah maksimum kepala sprinkler
Jumlah maksimum kepala sprinkler yang dapat
dipasang pada satu katup kendali bisa dilihat pada tabel 2.6
dibawah ini.
Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler
(Sumber : SNI 03-3989- 2000)
5. Persediaan kepala sprinkler cadangan
Persediaan kepala sprinkler cadangan dan kunci
kepala sprinkler harus disimpan dalam satu kotak khusus
yang ditempatkan dalam ruangan yang setiap suhunya tidak
lebih dari 380C.
34
58. Persediaan kepala sprinkler cadangan tersebut
paling sedikit adalah sebagai berikut:
Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
Catatan:
Perasediaanan kepala springkler cadangan harus
meliputi semua jenis dan tingkat suhu dari kepala
springkler yang terpasang.
Apabila terdapat lebih dari 2 sistem, maka jumlah
persediaan springkler cadangan harus ditambah 50% dari
ketentuan tersebut di atas.
2.5.4 Sistem Perpipaan
Pipa utama air pemadam kebakaran biasanya 8 inchi,
sambungan cabangnya 6 inchi. Katup-katup harus di dalam pada
interval di jalur pipa utama, sehingga apabila ada perbaikan
sambungan baru dapat dilakukan tanpa membuat sistem berhenti.
Katup-katup yang disediakan tidak akan menghentikan perbaikan
dibawah 1000 ft dari sistem.
Pipa utama pemadam air pemadam kebakaran harus dibuat
loop (ring atau O). Dimana untuk mendukung proses dan sistem kerja
sprinkler, maka diperlukan sistem distribusi pipa yang terhubung
dengan sumber air hingga ke titik sprinkler. Sistem ini memberikan
beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut:
- Air tetap dapat didistribusikan ke titik sprinkler
walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan.
- Semburan air sprinkler lebih stabil, meskipun
seluruh titik sprinkler dibuka.
35
59. 2.5.4.1 Jenis Sistem Pipa Sprinkler
1. Dry Pipe System
Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya
yang mengandung udara atau nitrogen bertekanan.
Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas
mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve.
Dengan demikian air akan mengalir ke dalam sistem
perpipaan dan keluar dari kepala sprinkler yang terbuka.
2. Wet Pipe System
Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply).
Dengan demikian air akan segera keluar melalui sprinkler
yang telah terbuka akibat adanya panas dari api.
3. Deluge System
Adalah sistem yang menggunakan kepala sprinkler
yang terbuka disambungkan pada sistem perpipaan yang
dihubungkan ke suplai air melalui suatu valve. Valve ini
dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang
dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika
valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan
dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada.
4. Preaction System
Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan pada suatu sistem perpipaan
yang mengandung udara, baik yang bertekanan atau tidak,
melalui suatu sistem deteksi tambahan yang dipasang pada
area yang sama dengan sprinkler. Pengaktifan sistem
deteksi akan membuka suatu valve yang mengakibatkan air
akan mengalir ke dalam sistem perpipaan sprinkler dan
dikeluarkan melalui sprinkler yang terbuka.
36
60. 5. Combined Dry Pipe-
Preaction
Adalah sistem pipa berisi udara bertekanan. Jika
terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup
kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai,
sehingga sistem akan terisi air dan bekerja seperti wet pipe
system. Jika peralatan deteksi rusak, sistem akan bekerja
seperti sistem dry pipe.
2.5.4.2 Klasifikasi Sistem Pipa Tegak
Berdasarkan NFPA 14 - 2000 tentang “Standart for the
installation of standpipe, private hydrant and hose system”
menjelaskan mengenai kelas sistem pipa tegak diantaranya:
.1 Sistem kelas I
Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran
63,5 m (2½ inci) untuk pasokan air yang digunakan oleh
petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih
.2 Sistem kelas II
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1
mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan terutama
oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam
kebakaran selama tindakan awal.
Pengecualian
Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm (1 inci) diizinkan
digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan
dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
.3 Sistem kelas III.
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1
mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan oleh
penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm
(2½ inci) untuk memasok air dengan volume lebih besar
untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau
mereka yang terlatih.
37
61. Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III
harus berukuran sekurang-kurangnya 100 mm (4 inci). Pipa
tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus
berukuran sekurang-kurangnya 150 mm (6 inci).
Pengecualian.
Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan
springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang
dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya
adalah 100 mm (4 inci ).
Ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada
tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada ujung slang terjauh dengan
ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada
ujung slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci),
dirancang sesuai seperti tertera pada tabel 2.3 perancangan
yang menggunakan cara.
2.5.4.3 Susunan Pipa Instalasi Sprinkler
1. Susunan cabang ganda
Susunan sambungan di mana pipa cabang
disambungkan ke dua sisi pipa pembagi.
2. Susunan cabang tunggal
Susunan sambungan di mana pipa cabang
disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi.
3. Susunan pemasukan di tengah
Susunan penyambungan di mana pipa pembagi
mendapat aliran air dari tengah
4. Susunan pemasukan di ujung
Susunan penyambungan di mana pipa pembagi
mendapat aliran dari ujung.
38
62. 2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler
2.5.5.1 Persyaratan umum
Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi
dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air
yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas
cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan
air harus dibawah penguasaan pemilik gedung. Apabila pemilik
tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang
diberikan kuasa penuh untuk maksud tersebut. Air yang
digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang
dapat mengganggu bekerjanya springkler. Pemakaian air asin
tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada
waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas
dengan air bersih.
2.5.5.2 Syarat penyambungan
Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh
dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti yang diatur dalam
bagian ini.
− Tangki gravitasi
Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan
direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem
penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus
memberikan aliran dan tekanan yang cukup.
Gambar 2.16 Tangki gravitasi
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
39
63. − Tangki bertekanan
Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik
dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki
bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang
dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis.
Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem
penyediaan air, sistem tersebut harus juga dilengkapi
dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan
apabila tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun
melampaui batas yang ditentukan. Tanda bahaya harus
dihubungkan dengan jaringan listrik yang terpisah dengan
jaringan listrik yang melayani kompresor udara.
Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk
melayani sistem sprinkler dan sistem slang kebakaran yang
dihubungkan pada pemipaan sprinkler. Tangki bertekanan
harus selalu terisi air 2/3 penuh, dan diberi tekanan udara
ditambah dengan 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat
air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki kecuali
ditetapkan lain oleh pejabat yang berwenang.
Gambar 2.17 Tangki bertekanan
(Sumber: SNI 03-3989- 2000)
40
64. 2.5.5.3 Sumber Penyediaan Air
- Sumber air untuk kebutuhan hidran dapat berasal
dari PDAM, sumur artesis, sumur gali dengan sistem
penampungan, tangki gravitasi, tangki bertekanan reservoir
air dengan sistem pemompaan.
- Berdasarkan SNI 03-3989-2000 tentang “Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”
- Berdasarkan NFPA 13-1999 tentang “Standard for
the Installation of Sprinkler Systems”
2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler
Pompa adalah salah satu alat angkut yang berfungsi untuk
memindahkan fluida melalui saluran tertutup dengan mengubah energi
mekanis dari pengerak menjadi energi tekan (pressure) terhadap fluida
sehingga akan terjadi perpindahan, contohnya seperti menggerakkan /
mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lainnya baik melalui
sarana pembantu seperti pipa, maupun secara langsung. Pompa
digunakan untuk memindahkan cairan, seperti cairan, gas atau slurries.
2.5.6.1 Spesifikasi Pompa
1. Head
Head di dalam perpompaan dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai energi tiap satuan berat. Head dari
instalasi pompa dapat dibedakan menjadi head statis dan
head dinamis. Ada tiga bagian dari head yaitu:
- Head total pompa
Head total pompa yang harus disediakan untuk
mengalirkan jumlah air seperti yang direncanakan,
dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan
dilayani oleh pompa. Head total pompa dapat ditulis
sebagai berikut:
Vd 2
H = ha + ∆hp + h1 + ….................................(2.3)
2×g
41
65. Keterangan:
H : Head total pompa (m)
h1 : Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan,
sambungan (m)
Δhp: Perbedaan tekanan yang bekerja pada kedua
permukaan air (m)
p 2 − p1
∆hp = ....................................................... (2.4)
ρxg
Ha : Head statis total (m)
Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air
di sisi keluar dan sisi isap.; tanda positif dipakai
apabila muka air di sisi keluar lebih tinggi dari
pada sisi isap.
Head pada pompa biasanya disebabkan oleh
kerugian gesek didalam pipa, belokan – belokan,
reduser, katup – katup, dan sebagainya. Di bawah ini
akan diberikan cara perhitungannya satu persatu.
- Head kerugian
Head kerugian yang terjadi pada instalasi
disebabkan oleh gesekan didalam pipa. Pengaruh
kecepatan terhadap rugi-rugi pada instalasi dinyatakan
dalam bilangan reynold yang didefinisikan sebagai
berikut:
VxD
Re = ..............................................................(2.5)
µ
Keterangan:
Re : Bilangan reynolds (tak berdimensi)
D : Diameter dalam saluran (m)
V : Kecepatan aliran cairan (m/s)
µ : Kekentalan mutlak cairan (absolute viscosity,
kg.s/m3)
Kekentalan mutlak cairan dapat dilihat pada tabel 2.9
dibawah ini.
42
66. Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm dan
air jenuh di atas 1000 C)
(Sumber: Sularso,1996)
- Kerugian gesekan dalam pipa
Kerugian gesekan didalam pipa tergantung pada
panjang pipa. Untuk menghitung besarnya kerugian
akibat gesekan didalam pipa digunakan persamaan:
LxV 2
hf = fx .................................................
2 xDxg
(2.6)
Keterangan:
hf : Head karena kerugian gesekan/ friction (m)
f : Koefisien kerugian gesekan (bilangan
reynold,Re)
L : Panjang saluran (m)
D : Diameter dalam saluran (m)
V : Kecepatan rata-rata aliran (m/s)
43
67. g : Kecepatan gravitasi (m/s2)
Untuk memperoleh nilai f dapat dilihat pada tabel
2.9 di atas.
- Kerugian head di katup
Kerugian head pada katup dapat ditulis sebagai
berikut:
V2
hf = f v x ...................................................
2 xg
(2.7)
Keterangan:
hf : Head karena kerugian gesekan friction (m)
fv : Koefisien kerugian gesekan. Harga fv untuk
berbagai katup dalam keadaan terbuka penuh
dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 5.1
V : Kecepatan rerata aliran (m/s)
g : Kecepatan gravitasi (m/s2 )
- Kerugian head pada fitting
Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan
terjadi apabila ukuran pipa, bentuk penampang, atau arah
aliran berubah. Kerugian head di tempat-tempat transisi
yang demikian itu dinyatakan dalam rumus:
V2
hf = f x ................................................... (2.8)
2 xg
Nilai f di dapatkan dengan menggunakan persamaan
dibawah ini
3, 5 0,5
D θ
f = 0,131 + 1,847 .....................
2R 90
(2.9)
Keterangan:
D : Diameter dalam saluran (m)
R : Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)
θ : Sudut belokan (derajat)
f : Koefisien kerugian gesekan
44
68. V : Kecepatan rerata aliran (m/s)
g : Kecepatan gravitasi (m/s2 )
- Head yang tersedia
Dalam mencegah terjadinya kavitasi maka
diusahakan agar tidak satu bagianpun aliran didalam
pompa yang mempunyai tekanan uap jenuhnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka didefinisikan
suatu besaran yang berguna untuk memperkirakan
keamanan pompa terhadap terjadinya kavitasi yaitu
tekanan hisap positif netto (Net Possitif Suction Head-
NPSH). Ada dua jenis NPSH yang harus
dipertimbangkan, yaitu NPSH yang dibutuhkan dan
NPSH yang tersedia.
NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki
oleh zat cair pada sisi isap pompa (ekuivalen dengan
tekanan mutlak pada sisi isap pompa, dikurangi dengan
tekanan uap jenuh zat di tempat tersebut. NPSH yang
tersedia dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
H sv = ( Pa / γ ) − ( Pv / γ ) − H S − H LS .......................(2.10)
Keterangan:
Hsv : NSPH yang tersedia ( m )
Pa : Tekanan Atmosfir (kgf/m2)
Pv : Tekanan uap jenuh (kgf/m2)
γ : Berat zat cair persatuan volume (kgf/l)
Hs : Head isap statis (m) bertanda positip (+) jika
pompa terletak di atas permukaan zat cair yang
diisap, dan bertanda negatip (-) jika di bawah.
HLS : Head di dalam pipa isap (m)
Agar pompa dapat bekerja dengan baik, NPSH
yang tersedia harus lebih besar daripada NPSH yang
dibutuhkan. Untuk menentukan besarnya NPSH yang
45
69. dibutuhkan secara teliti harus dilakukan pengujian
terhadap pompa. Data NPSH yang dibutuhkan ini
biasanya dapat diperoleh dari pabrik yang memproduksi
pompa tersebut. Tetapi dalam perancangan, NPSH yang
diperlukan biasanya diperkirakan dengan menggunakan
persamaan berikut:
H svN = σH N ........................................................(2.11)
Keterangan:
HsvN : NSPH yang diperlukan (m)
σ : koefisien kavitasi thoma
HN : Head total pompa (m)
n : Banyaknya putaran (rpm)
2. Daya Poros Dan Efisiensi Pompa
− Daya air
Energi yang secara efektif diterima oleh air dari
pompa persatuan waktu daya air, yang dapat ditulis
sebagai berikut:
Pw = 0,163 x γ x Q x H............................ (2.12)
Pw : Daya air (kW)
γ : Berat air per satuan volume (kgf/l)
g : Percepatan gaya gravitasi (m/s2)
Q : Kapasitas air (m3/s)
H : Head total (m)
− Daya poros
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan
sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah
kerugian daya didalam pompa.
Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
P = Pw / ηp ……..................................................(2.13)
P :Daya poros sebuah pompa (kW)
ηp : Efisiensi pompa (pecahan)
46
70. 2.5.6.2 Daya Pompa
Dalam hal ini daya pompa dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu daya masuk dan daya keluar pompa. Besarnya
daya masuk pompa dipengaruhi oleh besarnya tegangan listrik
dan kuat arus yang terjadi, sehingga daya pompa dapat
ditentukan dengan persamaan, sedangkan daya keluar pompa
dipengaruhi oleh tinggi heat dan tekanan massa dalam hal ini
adalah fluida air. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pin = V . I..................................................................... (2.14)
Pout = vf . ∆P . mc ........................................................... (2.15)
Keterangan:
Pin = Daya masuk pompa (Watt)
Pout = Daya keluar pompa (Watt)
V = Tegangan (Volt)
vf = Volume Spesifik (m3/kg)
I = Kuat Arus (Ampere)
mc = Kapasitas pendingin (kg/s)
47
72. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan langkah kerja yang
terstruktur dan sistematis untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
terdapat dalam penelitian ini. Adanya pembuatan kerangka pemikiran dan pola
kerja ini diharapkan akan dapat memberikan hasil yang maksimal.
3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL
Tahap identifikasi awal merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
penelitian dan tahap ini merupakan tahap yang sangatlah penting dimana pada
tahap inilah penetapan tujuan dan identifikasi permasalahan dilakukan.
Adapun isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
didapatkan pada saat melakukan pengamatan sehingga bisa dilakukan
sebuah penelitian.
2. Penetapan Tujuan dan Rumusan Manfaat Penelitian
Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai
dan manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya. Tahap
ini sebagai dasar tentang apa yang akan dilakukan selama penelitian.
3. Studi Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap conveyor PT YTL
Jawa Timur. Dengan adanya pengamatan secara langsung akan didapatkan
gambaran umum tentang conveyor PT YTL Jawa Timur.
4. Studi Pustaka
Untuk menunjang penyelesaian tugas akhir ini, perlu adanya studi
pustaka dan literatur-literatur terkait. Pustaka yang ada akan digunkan
sebagai acuan dalam menyelesaikan dan menganalisa permasalahan yang
ada.
48