Dokumen tersebut membahas sejarah dan jenis-jenis tari tradisional di Jawa Tengah. Ada tiga jenis tari yaitu klasik seperti Bedhaya dan Gambyong, tradisional seperti Kuda Lumping dan Jathilan, serta kreasi baru seperti Tari Prawiroguno. Tari-tari tersebut mencerminkan budaya Jawa serta digunakan untuk berbagai keperluan seperti hiburan, ritual, dan religius.
2. Sejarah Tari Di Indonesia
A. ZAMAN PRASEJARAH
Zaman prasejarah adalah zaman sebelum lahirnya kerajaan di Indonesia. Entuk dan wujud
tariannya cenderung menirukan gerak alam lingkungannya yang bersifat imiatatif. Sebagai
contoh menirukan binatang yang akan diburu, pemujaan dan penyembuhan penyakit
B. ZAMAN INDONESIA HINDU
Pada zaman Indonesia hindu, seni tari mulai digarap dan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
dar India. Beberapa jenis tari pada zaman Indonesia hindu seperi tari-tarian adat dan keagamaan
berhasil disempurnakan menjadi tarian klasik yang beratistik tinggi. Sebagai contoh wayang
wong, wayang topeng.
C. ZAMAN INDONESIA ISLAM
Pada zaman Indonesia islam, seni mengalami keyaan penggarapannya kebanyakan di keraton
yaitu kasutanan dan kesultanan. Kedua kerajaan tersebut mengembangkan identitasnya yang
akhirnya menjadi 2 jenis tari yaitu kasunanan dan kasultanan.
D. ZAMN PENJAJAHAN
Pada zaman penjajahan, tari-tarian mengalami kesuraman sebab berada dalam suasana
peperangan dan penjajahan.
E. ZAMAN SETELAH MERDEKA SAMPAI SEKARANG
Setelah merdeka, peran tari mulai difungskikan untuk keagamaan ataupun sebagai hiburan dan
muncul banyak kreasi-kreasi baru ataupun inovasi terhadap seni tari klasik.
3. Di dalam Seni Tari yang ada di Jawa tengah
tedapat 3 jenis tari , yaitu :
1. Tari Klasik
2. Tari Tradisional
3. Tari Kreasi Baru
1. Tarian Klasik Jawa Tengah
a) Tari Bedhaya
Tarian ini bertemakan percintaan.
Tari Bedhaya mengalami masa kejayaan pada abad ke 18 pada masa kekuasaan PB II, PB III, PB
IV, dan PB VIII Artinya pada masa-masa itulah banyak diciptakan tarian Bedhaya (G.R. Ay.
Koes Indriyah dalam David t.t.: 59-60). Dari sekian banyak gendhing Bedhaya hanya tinggal
Gendhing yang masih dapat diketahui tarian diantaranya Bedhoyo Durudasih, Bedhaya Pangkur,
Bedhaya Tejanata. Bedhaya Endhol-endhol, Bedhaya Sukaharja, Bedhaya Kaduk Manis,
Bedhaya Sinom, Bedhayo Kabor, Bedhaya Gambir Sawit dan Bedhaya
4. Banyak tari Bedhaya yang hilang atau tidak tergali, disebabkan adanya larangan dari pihak
kraton Surakarta bahwa tari dan karawitan milik kraton tidak diperbolehkan untuk dipelajari
secara privat atau ditulis (didiskripsikan). Bila menginginkan belajar harus di dalam kraton, di
samping itu ada peraturan yang membatasi bahwa yang boleh belajar tari hanyalah wanita yang
belum menikah. Dengan demikian dapat dimaklumi jika jarang penari dapat mendalami tarian
dengan sungguh-sungguh (G.R. Ay. Moertiyah, Wawancara: September 1997).
Diantara 11 bentuk tari Bedhaya yang dianggap paling tua adalah Bedhaya Ketawang. Tari
Bedhaya Ketawang sampai sekarang disakralkan bagi pihak kraton Surakarta, disajikan hanya
untuk rangkaian upacara Jumenengan Tinggalan Dalem di kraton. Bagi kraton Surakarta tari
Bedhaya Ketawang merupakan salah satu pusaka, sehingga jika disajikan sebagai pertunjukan
diberlakukan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Namun demikian tidak berarti semua tari
Bedhaya bersifat sakral dan tertutup bagi masyarakat umum, maka diciptakanlah tari-tari
Bedhaya lain yang sifatnya hanya untuk sesuka atau untuk kepuasan batin, untuk hiburan raja,
yang mana cakepan sindenannya kebanyakan menggambarkan kehidupan raja semata (G.R. Ay.
Moertiyah, Wamancara: September 1997). Menurut Gusti Puger bahwa tari di samping sebagai
hiburan juga sebagai ungkapan rasa syukur menyambut kelahiran seorang anak dan juga bisa
digunakan untuk penyambutan tamu.
5. b) Tari Gambyong
Tari Gambyong merupakan suatu tarian yang disajikan untuk
menyambut tamu atau mengawali suatu resepsi perkawinan. Ciri
khas, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Tariannya terlihat
indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak
dengan irama kendang dan gending.
Instrumen : gender, kendang, kenong, kempul, dan gong
Perkembangan : Awal mula istilah Gambying tampaknya berawal
dari nama seorang penari taledhek.
Penari yang bernama Gambyong ini hidup pada zaman Sunan
Paku Buwana IV di Surakarta.
Penari ini juga dsiebutkan dalam buku “Cariyos Lelampahanipun”
karya Suwargi R.Ng. Ronggowarsito (1803-1873) yang
mengungkapkan adanya penari ledhek yang bernama Gambyong
yang memiliki kemnahiran dalam menari dan kemerduan dalam
suara sehingga menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.
6. Gerak tari
Koreografi tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki,
tubuh, lengan dan kepala. Gerak kepala dan tangan yang halus dan terkendali merupakan
spesifikasi dalam tari Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak mengikuti arah gerak
tangan dengan memandang jari-jari tangan ,menjadikan faktor dominan gerak-gerak tangan
dalam ekspresi tari Gambyong. Gerak kaki pada saat sikap beridiri dan berjalan mempunyai
korelasi yang harmonis.
Sebagai contoh , pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah-langkah kecil),
nacah miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki kanan
diletakkan di depan kaki kiri, kengser (gerak kaki ke samping dengan cara bergeser/posisi
telapak kaki tetap merapat ke lanati). Gerak kaki yang spsifik pada tari Gambyong adalah
gerak embat atau entrag, yaitu posisi lutut yang membuka karena mendhak bergerak ke
bawah dan ke atas.
Penggarapan pola lantai pada tari Gambyong dilakukan pada peralihan rangklaian
gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak berikutnya.
Sedangkan perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung,
yaitu srisig, singket ukel karana, kengser, dan nacah miring. Selain itu dilakukan pada
rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku) ataupun gerak di tempat (sekaran mandheg).
7. c) Tari Bondan
Tari Bondan adalah tari yang berasal dari Surakarta, Jawa
Tengah. Seorang anak wanita dengan menggendong boneka
mainan dan payung terbuka, menari dengan hati-hati di atas
kendi yang diinjak dan tidak boleh pecah. Tarian ini
melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya dengan
hati-hati.
Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan
Mardisiwi, dan Bondan Pegunungan/ Tani. Tari Bondan Cindogo
dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu yang menjaga
anaknya yang baru lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih
sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimangtimang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan
Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa
menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
8. 2. Tari Tradisional Jawa Tengah
a) Kuda Lumping :
Tema : berisi unsur hiburan, religi, unsur ritual.
Kuda Lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda
tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan
sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Konon, tari Kuda Lumping merupakan bentuk apresiasi dan
dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam
menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari
Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu
oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan
bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang
dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi
pasukan Belanda.
9. Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari Kuda Lumping merefleksikan
semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri.
Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan
anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah
peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari Kuda Lumping, juga menampilkan atraksi yang
mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi
mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas
pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan
supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa,
dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan
Belanda.Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan
himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat
pada Sang Pencipta.
Gerak tari : Dalam setiap pagelarannya, tari Kuda Lumping ini menghadirkan 4
fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.
10. b) Jathilan :
Jatilan adalah salah satu jenis tarian rakyat yang bila ditelusur latar belakang
sejarahnya termasuk tarian yang paling tua di Jawa.
Tari yang selalu dilengkapi dengan property berupa kuda kepang ini lazimnya
dipertunjukkan sampai klimaksnya, yaitu keadaan tidak sadar diri pada salah seorang
penarinya.
Penari jatilan dahulu hanya berjumlah 2 orang tetapi sekarang bisa dilakukan
oleh lebih banyak orang lagi dalam formasi yang berpasangan. Tarian jatilan
menggambarkan peperangan dengan naik kuda dan bersenjatakan pedang.
Selain penari berkuda, ada juga penari yang tidak berkuda tetapi memakai
topeng.
Di antaranya adalah penthul, bejer, cepet, gendruwo dan barongan.
Reog dan jatilan ini fungsinya hanya sebagai tontonan/hiburan, ini agak berbeda
dengan fungsi reog pada zaman dahulu yang selain untuk tontonan juga berfungsi
sebagai pengawal yang memeriahkan iring-iringan temanten atau anak yang dikhitan
serta untuk kepentingan pelepas nadzar atau midhang kepasar.
Anggota penari : Terdapat sekitar 35 orang dan terdiri dari laki-laki dengan
perincian: penari 20 orang; penabuh instrumen 10 orang; 4 orang penjaga keamanan/
pembantu umum untuk kalau ada pemain yang mengalami trance; dan 1 orang
sebagai koordinator pertunjukan (pawang).
11. e) Tari Beksan Gatotkaca vs Suteja :
v Asal : Yogyakarta.
v Tema : Peperangan.
v Latar belakang : Beksan Gatotkaca vs Suteja merupakan bagian dari
sebuah sajian wayang wong gaya Yogyakarta dalam kisah Rebutan Kikis
Tunggrana.
v Isi : Dalam tarian ini, dikisahkan perjuangan dari Gatotkaca maupun
Suteja dalam mempertahankan batas wilayah kekuasaannya yang berupa hutan,
bernama Hutan Tunggrana. Akhirnya jalan penyelesaian yang terpaksa dipilih
adalah melakukan perang tanding. Keduanya dikisahkan melakukan perang
tanding dengan naik kendaraan berupa burung garuda.
v Fungsi : Sebagai hiburan.
v Keunikan
Ø Gerak : Gerak-gerak penari membentuk sudut (tarian putra gagah).
Perang yang terjadi berlangsung sengit sehingga lebih menarik perhatian orang
yang melihatnya.
Ø Kostum : Pakainya tampil sederhana dengan memperlihat-kan
kekekaran diri penari.
Ø Iringan : Iringannnya cepat dan tegas sehingga menimbulkan kesan
gagah penarinya
12. c) Kethek Ogleng :
Kethek Ogleng merupakan salah satu bentuk kesenian rakyat yang
masih berkembang dengan bentuk yang beragam di Kabupaten Wonogiri Jawa
Tengah. kisahnya menceritakan seekor kera jelmaan raden gunung sari dalam
cerita panji dalam upaya mencari dewi sekartaji yang menghilang dari
istana.untuk mengelabuhi penduduk agar bebas keluar masuk desa dan
hutan,maka raden gunung sari menjelma jadi seekor kera putih yang lincah dan
lucu.
Tari Kethek Ogleng ini dalam mengekspresikannya menggambarkan
gerak-gerik sekelompok kera putih.dalam tarian ini terlintas ungkapan
kelincahan,kebersamaan,semangat,kelucuan dan atraktif.
Iringannya menggunakan instrumen gamelan jawa,alat perkusi tradisional dan
penggaran olah vokal yang tetap menghadirkan rasa dan nuansa kerakyatan.
13. 3. Tari Kreasi Baru Jawa Tengah
a) Tari Prawiroguno :
Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri
dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga
tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
b) Tari Ronggeng :
Asal : Jawa , Fungsi : Sebagai hiburan , Tema : Erotis , Pencipta :
Endang Caturwati
Tarian ronggeng memang berbeda dengan tarian lainnya. Gerak tarian
ronggeng lebih ekspresif bahkan mengarah ke eksotis.
Goyang, geol, gitek adalah ciri khas tarian ronggeng. Dengan ciri
khas inilah seni ronggeng menjadi identik sebagai seni yang mampu membuat
kaum lelaki bangkit libidonya, sehingga akhirnya citra seni ronggeng menjadi
sangat jelek.
Tari ronggeng sebenarnya merupakan bagian dari upacara untuk
meminta kesuburan tanah. Upacara ini dilakukan supaya hasil pertanian warga
melimpah ruah. Karena terkait dengan kesuburan inilah, gerakan dalam tarian
dengan penari laki-laki yang disebut bajidor ini, mirip gerakan orang yang
sedang bercinta.
14. c) Tari Kumbang :
Tari ini menggambarkan sepasang kumbang (jantan dan betina)
sedang mengisap sari bunga di taman, berterbangan ke sana ke mari sambil
berkejar-kejaran. Kumbang jantan dan betina memadu kasih dengan suasana
romantis di taman bunga. Penonton yang menyaksikan akan diajak
berimajinasi dalam suasana romantis, bahwa antara laki dan perempuan.
d) Tari Wira Pertiwi :
Tarian ini merupakan kreasi baru ciptaan Bagong Kussudiardjo yang
menggambarkan sosok kepahlawanan seorang prajurit putri Jawa. Ketegasan,
ketangkasan dan ketangguhan seorang prajurit tergambar dalam gerak yang
dinamis.