Dokumen tersebut membahas tentang perdarahan postpartum yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pasca melahirkan. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi dua, yaitu early postpartum yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan dan late postpartum yang terjadi lebih dari 24 jam. Tiga hal penting dalam menangani perdarahan postpartum adalah menghentikan perdarahan, mencegah syok, dan mengganti darah yang hilang.
3. AKI salah satu indikator penilaian status
kesehatan.
Tiga faktor utama kematian ibu melahirkan :
perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi
(11%).
• Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
target yang ingin dicapai sesuai tujuan MDGS ke-5,
pada tahun 2015 AKI turun menjadi 102 kematian per
100.000 kelahiran hidup, yaitu mengurangi kematian
maternal 75% dari tahun 1990 sampai dengan 2015.
• perdarahan postpartum penyebab utama kematian
ibu saat melahirkan.
4. Perdarahan postpartum yang masif yang
berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan
pada jalan lahir, dan jaringan sekitarnya.
Perdarahan postpartum bukanlah suatu diagnosis
akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari
kausalnya
Perdarahan postpartum yang dapat
menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24
jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam
satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88%
dalam dua minggu setelah bayi lahir.
7. EPIDEMIOLOGI
Insidensi angka kejadian perdarahan postpartum
setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8%.
Peningkatan angka kematian maternal karena
perdarahan postpartum terjadi dinegara
berkembang :
1. kurangnya tenaga kesehatan yang memadai
2. kurangnya layanan transfusi
3. kurangnya layanan operasi.
8. KLASIFIKASI
Perdarahan postpartum primer (early postpartum
hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah
anak lahir.
Perdarahan postpartum sekunder (late
postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24
jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15
postpartum.
9. Postpartum Primer (early postpartum hemorrhage)
Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.
Faktor predisposisi :
Umur : umur yang terlalu muda atau tua.
Uterus yang mengalami distensi berlebihan rentan menjadi
hipotonus setelah pelahiran. Distensi uterus berlebihan
dapat terjadi pada perempuan dengan janin besar,
multiple, atau hidramnion.
Paritas : multipara dan grandemultipara.
Partus lama dan partus terlantar.
Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri dan solusio
plasenta.
Malnutrisi
10. Diagnosis atonia uteri ditegakkan:
1. bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
2. pada palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek.
11. Robekan jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada
persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif
dan traumatik robekan jalan lahir.
Dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan
jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan
spontan perineum, trauma forceps atau vakum
ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.
12.
13. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah bila plasenta tetap
tinggal dalam uterus setengah jam setelah anak
lahir.
Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
14. Plasenta akreta : implantasi menembus desidua
basalis dan nitabuch layer.
Plasenta inkreta bila plasenta sampai
menembus miometrum
Plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium.
15. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan
plasenta akan ditandai oleh perdarahan
pervaginam (cala pelepasan Duncan) / plasenta
sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan schultze), sampai
akhirnya tahap ekspulsi plasenta lahir.
Retensio plasenta, sepanjang plasenta belum
lepas, maka tidak akan menimbulkan
perdarahan.
Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
(perdarahan kala III).
Diantisipasi melakukan plasenta manual,
meskipun kala uri belum lewat setengah jam
16. Sisa plasenta bisa diduga :
1. kala uri berlangsung tidak lancar
2. setelah melakukan plasenta manual atau
menemukan adanya kotiledon yang tidak
lengkap pada saat melakukan pemeriksaan
plasenta
3. masih ada perdarahan dari OUE pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan
lahir sudah terjahit.
• Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam
rahim dengan cara manual/digital atau kuret
dan pemberian uterotonika
17. Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
Perdarahan postpartum akibat gangguan
pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab
lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada
riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya.
Pada pemeriksaan penunjang :
hasil pemeriksaan faal hemostasis yang
abnormal.
Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP
(Fibrin degradation product) serta perpanjangan
tes protombin dan PTT (partial tromboplastin
time).
19. PENATALAKSANAAN
ATONIA UTERI
Kenali dan tegakkan diagnosis atonia uteri
Sikap trendelenburg, pemasangan infus, dan
oksigen
Merangsang kontraksi uterus dengan cara :
Masase fundus uteri dan merangsang putting
susu
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui
suntikan secara i.m, i.v atau s.c.
Pemberian derivat prostaglandin F2a.
Pemberian misoprostol 800-1000 ug perrektal.
20. Bila semua tindakan di atas telah dilakukan tetapi
masih terjadi perdarahan lakukan tindakan
spesifik :
Pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar
Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah
telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau
aliran darah yang keluar, bila perdaraha
berkurang kompresi dilakukan pertahankan
hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Apabila
belum berhasil, dapat dilakukan kompresi
bimanual internal.
21. Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada
dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti kontraksi).
Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan
kondisi ini bila perdarahan berkurang atau
berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi,
cobakan kompresi aorta abdominalis
22. Komrpresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,
hingga mencapai kolumna vertebralis.
Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau
sangat mengurangi denyut arteri femoralis.
23. Pada rumah sakit rujukan
Ligasi arteri uterine dan ovarika
Operasi ransel B Lynch
Histerektomi supravaginal atau total abdominal
24. Plasenta inkarserata
Pilih fluothane atau eter untuk kontriksi serviks
yang kuat tetapi siapkan infuse oksitosis 20 IU
dalam 500 ml NS/RL dengan 40 tetes per menit
untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang
disebabkan bahan anestesi tersebut
Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi
serviks dapat dilalui oleh cunam ovum lakukan
maneuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
Untuk prosedur tersebut, berikan analgetik
(tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV dan
sedative diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik
yang terpisah.
26. Plasenta dengan separasi parsial
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk
mengedan
Psang infuse oksitosin 20 unit dalam 500 cc
NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu
kombinasika dengan misoprostol 400 mg rectal.
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan
plasenta, lakukan manual plasenta.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi bila diperlukan.
Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 gr
IV/oral + metronidazol 1 g supositoria/oral).
27. Robekan jalan lahir
Semua sumber perdarahan yang terbuka harus
diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut
lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
1. Ruptur perineum dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi
laserasi dan sumber perdarahan.
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan
antiseptic.
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan
kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian.yang
paling distal terhadap operator
28. 2. Robekan serviks
Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang
robek sehingga perdarahan dapat dihentikan. Jika
setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan
lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung
atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua
robekan dapat dijahit.
Setelah tindakan periksa tanda vital pasien, kontraksi
uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca
tindakan.
Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas
ditemukan tanda-tanda infeksi.
Bila terjadi deficit cairan, lakukan restorasi dan bila
kadar HB di bawah 8 g% berikan transfusi darah.
29. Gangguan pembekuan darah
Transfusi darah dan produksnya sepertii plasma
beku segar, trombosit, fibrinogen, dan hepanisasi
atau pemberian EACA (epsilon amino caproic
acid)
30. PENCEGAHAN
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki
keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis,
anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan
persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan
optimal.
Mengenal faktor predisposisi perdarahan postpartum.
Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan
pencegahan partus lama.
Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas
rumah sakit rujukan.
Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga
kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun.
Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama
menghadapi perdarahan postpartum dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
32. Perdarahan postpartum salah satu penyebab
kematian ibu pasca melahirkan selain eklampsia
dan infeksi. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi
2, yaitu, Early Postpartum yang terjadi 24 jam
pertama setelah bayi lahir, dan Late Postpartum
yang terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah
bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum adalah menghentikan
perdarahan, mencegah timbulnya syok, dan
mengganti darah yang hilang.