SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 113
Baixar para ler offline
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
 PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA
                        PEMBUNUHAN
( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi )




                             SKRIPSI
         Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
                Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
                         Dalam Ilmu Syari’ah




                               Oleh :
                       MUHAMAD THOHIR
                          NIM. 072211024




                JURUSAN JINAYAH SIYASAH
                     FAKULTAS SYARIAH
               IAIN WALISONGO SEMARANG
                               2012
Akhmad Arif Junaidi, M.Ag
Jl. Raya Sedayu Indah, Bangetayu Wetan RT 5/II, Genuk Semarang.
Briliyan Erna Wati, SH. M.Hum
Jl. Bukit Agung E.41 Semarang.

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.
Hal    : Naskah skripsi
         An. Sdr. Muhamad Thohir
                                                   Kepada Yth.
                                                   Dekan fakultas syariah
                                                   IAIN Walisongo Semarang
                                                   Di Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
      Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
      Nama            : MUHAMAD THOHIR
      Nim             : 072211024
      Jurusan         : Siyasah Jinayah
      Judul skripsi   : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian
                          Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (
                          Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999
                          Tentang Remisi )
      Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima diucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
                                              Semarang, 9 Mei 2012
KEMENTRIAN AGAMA
          INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
                         FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG
           Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185

                               PENGESAHAN

Nama            : MUHAMAD THOHIR
Nim             : 072211024
Jurusan         : Siyasah Jinayah
Judul skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi
                  Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis
                  Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ).
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syariah Institut Agama Islam
Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik /
cukup, pada tanggal : 11 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun
akademik 2012/2013.
DEKLARASI




Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah
atau pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Dengan
demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain,
kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang
menjadi bahan rujukan.




                                Semarang, 11 Mei 2012
                                Deklarator,




                                Muhamad Thohir
                                NIM. 072211024
Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
   hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang
          memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)....
                    ( QS. Al Baqarah : 178)
ABSTRAK


        Remisi merupakan pengampunan hukuman yang diberikan kepada
seseorang yang dijatuhi hukuman pidana yang berupa pengurangan masa
hukuman. Remisi diberikan kepada nara pidana dan anak pidana yang melakukan
tindak pidana salah satunya pelaku tindak pidana pembunhan, Kewenangan
pemberi remisi dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Remisi
diberikan kepada anakpidana maupun narapidana yang berkelakuan baik sesuai
dengan peraturan yang berlaku..Remisi di Indonesia diatur dalam Keppres RI No
174 Tahun 1999 yang didalamnya mengatur tentang jenis, syarat, banyaknya
remisi yang diterima, dan sebagainya.Dengan adanya remisi maka putusan hakim
yang mempunyai ketetapan akan menjadi berubah. Karena pada akhirnya
terpidana atau pelaku tindak pembunuhan tidak harus menjalani secara penuh
hukuman yang dijatuhkan kepadannya asalkan dia memenuhi syarat untuk
mendapatkan remisi. Tentu ini kurang adil jika dilihat dari pihak korban.
        Dalam skripsi ini mencoba menggali dan mengkaji remisi pembunuhan
menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 maupun dalam fiqh jinayah. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana ketentuan remisi yang terdapat dalam
Keppres RI No 174 tahun 1999 dan Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam
terhadap Keppres RI No 174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepada
pelaku tindak pidana pembunuhan.
        Penelitian ini bersifat deskriptif analilitik dan content analitik karena
metode yang dipakai dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data-data,
menyusun, menjelaskan dan menganalisa yang kemudian diinterpretasikan dan
disimpulkan. Jenis penelitian ini adalah library reseach atau penelitian
kepustakaan dimana data primernya adalah Keppres RI No 174 tahun 1999
        Hasil dari penelitian ini pada dasarnya pemberian remisi pembunuhan
menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 ini diberikan kepada pelaku setelah ia
mendapatkan putusan atau dengan kata lain setelah ia melaksanakan hukumannya,
remisi penulis kategorikan sebagai mashlahah mursalah karena perbedaan remisi
dengan pengampunan dalam jarimah qishas diyat. Pengampunan dalam jarimah
qishas dan diyat menyerahkan hukuman kepada pihak ahli waris korban meskipun
tetap dalam pengawasan ulil amri sedangkan remisi dari pihak korban tidak
mempunyai kewengan menjatuhkan hukuman karena sudah ada hakim yang
menjalankan proses peradilannya. Selain itu secara tidak langsung putusan hakim
yang mempunyai ketetapan hukum dapat berubah dengan adanya pengurangan
hukuman, tentu dirasa kurang adil bagi pihak korban yang nyata-nyata telah
kehilangan nyawa keluarganya.

Kata kunci: remisi, qishas diyat, hukum islam
PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim.
       Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT atas rahmat, hidayah dan karuniaNya, shalawat serta salam penulis haturkan
kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat-
sahabat dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dalam memberikan
pencerahan hidup bagi seluruh umat di bumi ini, Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: Tinjauan Hukum Pidana
Islam Terhadap Pemberian Remisi             Kepada Pelaku Tindak Pidana
Pembunuhan ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang
Remisi ), dengan baik tanpa banyak kendala yang berarti.
       Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih
payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari
usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. DR. Muhibbin. M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. DR. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
   Semarang dan pembantu-pembantu Dekan yang telah memberikan ijin kepada
   penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga
   kini.
3. Drs. M. Solek, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah dan Rustam
   DKAH, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah
   IAIN Walisongo Semarang.
4. Kedua Pembimbing penulis, Bapak Akhmad Arif Junaidi. M.Ag dan Ibu
   Briliyan Erna Wati. SH. M.Hum yang telah memberikan bimbingan dan
   pengarahan dengan sabar dan tulus ikhlas.
5. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala doa, perhatian
   dan arahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapan dalam untaian
   kata-kata.
6. Teman-teman senasib seperjuangan jurusan Siyasah Jinayah angkatan 2007 ;
   Arif, Anita, Fachrudin, Faqeh, Fajrin, Gufron, Ibad, Kholisudin, Khumaeni,
   Nasron, Nunik, Khasan, Setyanto, Tegar, Zeni, Farid, Himam, Muhayati, Tri
   Wuryani, Mustofa, dll , biarpun kalian berbeda tempat namun tetap dihati.
7. Teman-teman di UKM Binora. Rofik, Aufa, Duki, Rouf, Wuri, Tegar, Olif,
   Tresno, Sulaeman dan masih banyak lagi yang penulis tidak dapat sebutkan.
   Sukses slalu buat kalian.
8. Dan Seluruh Keluarga Besar Institut Agama Islam Negeri Walisongo
   Semarang yang selalu saya banggakan.
       Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman
pada umumnya. Amin.




                                                    Semarang, 11 Mei 2011
                                                    Penulis




                                                    Muhamad Thohir
                                                    NIM. 072211024
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN


       Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan
                           dan Menteri Kebudayaan RI
                  No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987
                           Tertanggal 22 Januari 1988
A. Konsonan Tunggal

    Huruf Arab   Nama             Huruf Latin                  Nama

         ‫ا‬        alif        tidak dilambangkan        Tidak dilambangkan

        ‫ب‬         ba                  b                            -

        ‫ت‬             ta               t                           -

        ‫ث‬          sa                  s                s (dengan titik di atas)

        ‫ج‬         jim                  j                           -

        ‫ح‬         ha’                 h            h (dengan titik di bawah)

        ‫خ‬        kha’                 kh                           -

         ‫د‬        dal                 d                            -

         ‫ذ‬        zal                 ż                 z (dengan titik di atas)

        ‫ر‬          ra                  r                           -

        ‫ز‬         za                  ż                            -

        ‫س‬         sin                  s                           -

        ‫ش‬         syin                sy                           -
‫ص‬         sad            S              s (dengan titik di bawah)

            ‫ض‬         dad            D              d (dengan titik di bawah)

            ‫ط‬          ta            T              t (dengan titik di bawah)

            ‫ظ‬          za            Z              z (dengan titik di bawah)

            ‫ع‬         ‘ain            ‘              koma terbalik ke atas

            ‫غ‬         gain           G                          -

            ‫ف‬          fa            F                          -

            ‫ق‬         qaf            Q                          -

            ‫ك‬         kaf            K                          -

            ‫ل‬         lam            L                          -

            ‫م‬        mim             M                          -

            ‫ن‬         nun            N                          -

            ‫و‬        wawu            W                          -

            ‫ه‬         ha             H                          -

            ‫ء‬       hamzah            َ◌                    apostrof

            ‫ي‬         ya’            Y

B. Konsonan Rangkap
   Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. contoh :
   ‫ا ﺣـﻤﺪ‬       ditulis Ahmadiyyah
C. Ta’ Marbutah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap
        menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya. Contoh :
        ‫ ﺟـﻤﺎ ﻋـﺔ‬ditulis jama’ah
   2. Bila dihidupkan ditulis t, contoh :
                  ‫ﻛﺮا ﻣـﺔ اﻷ‬   ditulis karamatul-auliya’
D. Vokal Pendek
   Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u.
E. Vokal Panjang
    Panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī dan u panjang ditulis ū, masing-masing
   dengan tanda hubung (-) di atasnya.
F. Vokal Rangkap
   1. Fathah + ya’ mati ditulis ai, contoh :
                  ditulis bainakum,
   2. Fathah + wawu mati ditulis au, contoh :
        ‫ ﻗـﻮ ل‬ditulis qaul
G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
   apostrof (‘)
   ‫أاﻧﺘـﻢ‬   ditulis a’antum ‫ ﻣﺆ ﻧـﺚ‬ditulis mu’annas
H. Kata Sandang Alif + Lam
   1. Bila diikuti huruf Qamariyyah, contoh :
        ‫اﻟﻘـﺮان‬    ditulis al-Qur’an              ditulis al-Qiyas
   2. Bila didikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf
        Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya.
        ‫اﻟﺴـﻤﺎء‬     ditulis as-Sama ‫اﻟﺸـﻤﺲ‬     ditulis asy-Syams
I. Penulisan huruf kapital

             Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
   trasliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan itu seperti yang
   berlaku pada EYD, diantara huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf
   awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri diawali dengan kata
   sandang maka yang ditulis menggunakan huruf kapital tetap huruf awal nama
   diri tersebut bukan huruf awal kata sandang.
J. Kata dalam rangkaian Frasa dan Kalimat
   1. Ditulis kata per kata, contoh :
      ‫ ذوى اﻟﻔـﺮوض‬ditulis zawi al-furud
   2. Ditulis menurut bunyi atau pengucaspan dalam rangkaian tersebut,
      contoh:
                   ditulis ahl as-Sunnah
      ‫ﻻﺳـﻼم‬         ditulis Syaikh al-Islam atau Syaikhul-Islam
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ..................................................................................i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ………..…………………….…... ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................….iii
HALAMAN DEKLARASI .................................................................….iv
HALAMAN MOTTO .........................................................................….v
HALAMAN ABSTRAK ....................................................................….vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................….vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................…viii
HALAMAN TRANSLITERASI ......................................................…...x
HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................…xiv


BAB I PENDAHULUAN
           A. Latar Belakang Masalah……………………………............... 1
           B. Rumusan Masalah ................................................................... 7
           C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................... 7
           D. Kajian Pustaka            …………………………….……………… 8
           E. Metode Penelitian ……………………………………....…… 9
           F. Sistematika Penulisan ............................................................ 11


BAB II REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
           A. Pengertian Remisi Menurut Hukum Pidana Islam ................ 13
           B. Dasar Hukum Remisi dalam Hukum Pidana Islam .............. 14
           C. Tindak Pidana Pembunhaan Dalam Hukum Pidana Islam ....18
               1. Pengertian Pembunuhan menurut Hukum Pidana Islam ...19
               2. Macam-Macam Pembunuhan Menurut Hukum
                   Pidana Islam ..................................................................... 20
               3. Hukuman terhadap pelaku jarimah pembunuhan
                   menurut hukum pidana islam ............................................ 22
BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM
       KEPPRES RI NO                  174 TAHUN 1999
      A. Ketentuan tentang Remisi Menurut Keppres RI No 174
           Tahun        1999 ........................................................................ 34
      B. Pengertian Tindak Pidana Pembuunhan Menurut
           Hukum Positif ....................................................................... 40
      C. Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan
           di dalam KUHP ..................................................................... 41
      D. Sanksi Pidana menurut Hukum Positif ................................ 51
      E. Ketentuan Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak
           Pidana Pembunuhan menurut Keppres Ri No 174
           Tahun 1999 ............................................................................ 61


BAB IV ANALISIS PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU
       TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
      A. Analisis Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak
           Pidana Pembunuhan menurut Keppres RI No 174
           Tahun 1999............................................................................. 65
      B. Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap
           Keppres RI No 174 Tahun 1999 tentang Pemberian
            Remisi kepada Pelaku Tindak Pidana
           Pembunuhan .......................................................................... 74


BAB V PENUTUP
      A. Kesimpulan ........................................... ............................... 85
      B. Saran-Saran ........................................................................... 86
      C. Penutup .................................................................................. 87


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I

                                    PENDAHULUAN



A.   Latar Belakang Masalah

       Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut

perlu adanya suatu aturan yang dibuat untuk ditaati dan dijalankan oleh setiap

individu yang tergabung dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Aturan yang

menyangkut kehidupan orang banyak biasa disebut dengan hukum.

       Salah satu hukum yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat adalah

hukum pidana. Banyak pengertian mengenai arti dari hukum pidana salah satunya

adalah menurut Pompe yang mengatakan “ Hukum pidana adalah semua aturan

hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan

pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian"1. Sedangkan di dalam Islam,

hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah yaitu segala

ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan

oleh orang-orang mukallaf, sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum

yang terperinci dari Al Qur’an dan hadis.2

       Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan

kemauan Pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman




       1
           Siantury, Kanter, Asas-Asas hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta :
           Storia Grafika, 2002. h. 14.
       2
           Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam , Jakarta : Sinar Grafika, 2009. h. 1


                                              1
2




masyarakat. Oleh karena itu putusan hakim haruslah mengandung rasa keadilan

agar dipatuhi oleh masyarakat.3

     Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) maupun di dalam

hukum pidana Islam, tindak pidana mempunyai macam-macam bentuknya,

ancaman hukuman yang diberikanpun berbeda antar satu tindak pidana, baik dari

pidana yang paling ringan maupun yang terberat sekalipun, Salah satu contohnya

adalah tindak pidana pembunuhan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana ( KUHP ) hukuman bagi tindak pidana pembunuhanpun berbeda antara

pasal satu dengan pasal yang lain, seperti halnya dalam Pasal 338 KUHP

disebutkan “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

penjara”,4 tetapi akan berbeda pula hukumannya jika pembunuhan itu didahului

dengan perencanaan seperti dalam Pasal 339 yang diancam dengan hukuman

seumur hidup.

     Di dalam KUHP pidana itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan

seperti yang telah tercantum dalam Pasal 10 KUHP bahwa pidana pokok terdiri

dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda , pidana tutupan,

dan juga pidana tambahan yang berupa pencabutan hak tertentu, perampasan

barang-barang, dan pengumuman putusan hakim.5 Sedang di dalam hukum pidana

Islam jenis hukuman dibedakan menjadi dua yaitu jarimah hudud dan jarimah

ta’zir. Hudud adalah ketentuan hukuman yang pasti mengenai berat ringannya

hukuman termasuk qishas dan diyat yang tercantum dalam Al Qur’an dan hadis,
       3
           Ibid. h. 11
       4
           Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta ; Rineka Cipta, 2006. h. 134
       5
           Ibid. h. 6
3




sedangkan ta’zir adalah ketentuan hukuman yang dibuat oleh hakim melalaui

putusannya.6 Pembunuhan termasuk jarimah atau tindak pidana yang diancam

dengan hukuman qishash.

     Di dalam hukum pidana Islam pembunuhan dikelompokkan menjadi tiga

yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan tidak sengaja, dan pembunuhan semi

sengaja. Hukum pidana Islam menjatuhkan sanksi pidana yang sangat berat bagi

pelaku pembunuhan yang disengaja. yaitu dengan tindakan hukuman pidana mati

atau hukuman qishash. Namun pelaksanaan hukuman itu diserahkan pada putusan

keluarga si terbunuh, pilihannya apakah tetap dilaksanakan hukuman qishash atau

dimaafkan dengan penggantian berupa diyat atau denda sebesar yang ditetapkan

oleh keluarga si terbunuh. Meskipun keputusan diserahkan kepada keluarga si

terbunuh, tapi adanya hukuman qishash ini ternyata efektif untuk meminimalisir

terjadinya pembunuhan nyawa orang yang tidak bersalah.7

     Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah

ayat 178 :


                      ....


      Artinya. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
     berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh..


     Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishash itu tidak

dilakukan, bila yang membunuh mendapat pema'afan dari ahli waris yang

terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat

     6
         Zainudin Ali. Op. cit. h.11
     7
         Muhammad Amin Suma, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, Dan Tantangan,
         Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001. h. 88
4




diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan

yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak

menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan

hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si

pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash

dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih. Jadi qishash itu berarti

memberlakukan seseorang sebagaimana orang itu memperlakukan orang lain.8

     Didalam hukum pidana Islam juga dikenal dengan adanya gugurnya

hukuman karena sebab tertentu. Gugurnya hukuman disini adalah tidak dapat

dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan atau diputuskan oleh

hakim, berhubung tempat ( badan atau bagiannya ) untuk melaksanakan hukuman

sudah tidak ada lagi, atau waktu untuk melaksanakannya sudah lewat. Adapun

sebab-sebab gugurnya           hukuman tersebut salah        satunya    adalah adanya

pengampunan.9 Kasus pembunuhanpun, hukum Islam mengenal asas pemaafan

sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam penggalan surat Al

Baqarah 178 yang berbunyi :


                        ....                                                    ....


      Artinya :Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
     saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara
     yang baik,




     8
         Ibid. h. 90
     9
         Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Huum Pidana Islam Fiqh Jinayah, Jakarta :
          Sinar Grafika, 2006, h.173
5




     Memang dalam sejarah hukum pidana di Indonesia, pelaksanaan pidana mati

masih sangat jarang terjadi, dengan alasan kemanusiaan hukuman mati sering

digantikan dengan hukuman penjara. Pidana penjara merupakan salah satu bentuk

pidana perampasan kemerdekaan.10Pidana penjara atau pidana lain yang

menghilangkan kemerdekaan bergerak seseorang, pada akhir tujuannya adalah

melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan.11 Tetapi apakah demikian

yang terjadi di dalam masyarakat, karena dengan berjalannya masa hukuman,

Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM setiap tahun ketika hari hari besar

kenegaraan dan hari besar agama memberikan suatu pengurangan masa tahanan

atau yang sering disebut dengan Remisi. Pengertian remisi adalah sebagai

pembebasan hukuman untuk seluruhnya atau sebagian atau dari seumur hidup

menjadi hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus. 12 Sedangkan

remisi menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 adalah pengurangan masa pidana

yang diberikan kepada setiap narapidana bila yang bersangkutan berkelakuan baik

selama menjalani pidananya.13 Dengan demikian maka nararpidana tidak akan

menjalankan hukuman yang diberikan secara penuh sehingga dengan adanya

remisi ini apakah akan membuat jera bagi pelaku tindak pidana untuk tidak

mengulangi perbuatannya lagi atau menjadi residifis.

     KUHP dalam penerapannya sudah mulai disesuaikan dengan prinsip

keadilan bagi masyarakat Indonesia, tetapi mengapa putusan seorang hakim yang

mempunyai putusan tetap dapat berubah dan berkurang dengan adanya remisi ini.

     10
          Sianturi,. Kanter, op.cit. h.467
     11
          Widiada Gunakaya, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan, Bandung:CV ARMICO,
          1988. h.42
     12
          Andi Hamzah, Kamus Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986. h. 503
     13
          Keppres RI No 174 tahun 1999 pasal 1.
6




Padahal pemberian remisi ini tidak melihat dari jenis tindak pidana yang

dilakukan, akan tetapi hanya pada lamanya masa tahanan yang akan dijalani dan

berperilaku baik selama menjalani hukuman. Seperti pada tindak pidana

pembunuhan sekalipun yang tetap mendapat remisi, padahal tindak pidana

pembunuhan ini telah nyata merampas hak hidup orang lain. Tentu muncul

pertanyaan adilkah remisi ini dilihat dari pihak korban? Tentu ini menjadi

persoalan yang tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang semata.

     Berdasarkan latar belakang yang penulis sampaikan di atas, menarik minat

penulis untuk mengetahui bagimana remisi itu diberikan mengingat hanya

narapidana yang mempunyai syarat-syarat tertentu saja yang bisa mendapatkan

remisi itu lebih-lebih untuk kasus seperti pembunuhan. Selain itu penulis marasa

tertarik untuk mengetahui remisi itu ditinjau dari sudut pandang atau perspektif

hukum pidana Islam ( Fiqh Jinayah ), kemudian penulis mencoba menganalisis

dalam bentuk karya ilmiah yang disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul

Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak

Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun

1999 tentang Remisi )
7




B.    Rumusan Masalah

      Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis

merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1.   Dapatkah ketentuan remisi yang terdapat dalam Keppres RI No 174 tahun

     1999 diterapkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan ?

2.   Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No 174 tahun

     1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana pembunuhan ?

C.    Tujuan dan Manfaat Analisa

      Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :

1.    Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ketentuan remisi yang terdapat

      dalam Keppres RI No 174 tahun 1999.

2.    Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No

      174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana

      pembunuhan.

      Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini akan

memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut :

1.    Penelitian ini diharapkan dapat menambah dapat memberikan ilmu

      pengetahuan baru mengenai pemberian remisi baik dari sudut pandang

      hukum pidana Islam maupun hukum pidana di Indonesia.

2.    Menjadikan sumber inspirasi dalam rangka memberikan kontribusi ilmiah

      mengenai masalah pemberian remisi, sejalan dengan menjunjung tinggi hak

      asasi manusia. Dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mengenai
8




     masalah remisi bagi masyarakat awam umumnya yang kurang begitu jelas

     tentang pemberian remisi.

D.   Kajian Pustaka

     Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa

sumber yang membicarakan masalah tersebut di antaranya :

     Skripsi karya Inayatur Rahman mahasiswi Fakultas Syariah Institut Agama

Islam Sunan Ampel Surabaya yang berjudul, ”Tinjauan Filsafat Hukum Islam

Terhadap Pelaksanaan Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana ( Analisis Yuridis

Keppres RI No 174 Tahun 1999 )”. Skripsi ini memberikan gambaran pemberian

remisi menurut filsafat hukum Islam sehingga memberikan perbedaan dengan

skripsi yang penulis buat karena berbeda dalam sudut pandangnya.14

     Skripsi Zaenal Arifin, mahasiswa fakultas syariah Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Pemberian Remisi pada Narapidana”. Skripsi ini memberikan gambaran tentang

remisi pada umumnya sehingga belum ada klasifikasi secara khusus terutama

mengenai tindak pidana yang dilakukan. Dengan kata lain skripsi ini hanya

memberikan gambaran umum tentang remisi baik dilihat dari sudut pandang

hukum Islam.15

     Skripsi karya Lasiyo mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “ Pemberian Remisi Terhadap

Koruptor dalam Sudut Pandang Fiqh Jinyah”. Skripsi ini merupakan karya tulis

     14
           Inayatur Rahman, ” skripsi Tinjauan Filsafat Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan
          Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana ( Analisis Yuridis Keppres RI No 174 Tahun 1999
          )”, Surabaya : IAIN Sunan Ampel : 2009.
     15
          Zaenal Arifin, “skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Pada
          Narapidana, ,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009.
9




yang cukup memberikan gambaran mengenai remisi, terutama yang menyangkut

tentang tindak pidana korupsi.16

     Dari berbagai kajian di atas jelas membedakan dengan penelitian yang

penulis buat. Hal ini nampak jelas dari permasalahan yang diangkat. Peneliti

dalam tulisan ini mengangkat pemberian remisi terhadap suatu tindak pidana

pembunuhan. Sehingga penelitian tentang Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap

Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis

Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi ) diharapkan

dapat menambah khasanah ilmu dan wawasan baru terutama di bidang ilmu

hukum pada umumnya.

E.   Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

     Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang juga

sering disebut dengan penelitian kepustakaan ( Library Research ), yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, maka penelitian ini

bersifat kualitatif. Menurut Bambang Sunggono,SH.,M.S pada penelitian ini

peneliti mencari landasan teoritis dari perrmasalahan penelitiannya sehingga

penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat ” trial and error”.17

Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti

buku, majalah, jurnal dan berbagai sumber lainnya.

2. Sumber Data


     16
          Lasiyo, Skripsi Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang Fiqh
          Jinyah, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011.
     17
          Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
          .1998. h. 114
10




     Sumber data merupakan bahan-bahan yang diperoleh berdasarkan dari data-

data primer dan sekunder.

1) Data Primer : Keppres RI nomor 174 tahun 1999. sebagai data pokok yang

   dianalisis dalam skripsi ini.

2) Data Sekunder : berupa buku-buku atau bahan-bahan hukum yang diambil

   dari pendapat atau tulisan-tulisan para ahli dalam bidang remisi untuk

   digunakan dalam membuat konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan

   penelitian ini dan dianggap sangat penting.

3. Metode Pengumpulan Data

     Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-

bahan kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari

peraturan perundang-undangan, teori-teori atau tulisan-tulisan yang terdapat

dalam buku-buku literatur, catatan kuliah, surat kabar, dan bahan-bahan bacaan

ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diangkat. 18

4. Analisis Data

     Adapun untuk menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif analisis,

karena sebagian sumber data dari penelitian ini berupa informasi dan berupa teks

dokumen. Maka penulis dalam menganalisis menggunakan teknik analisis

dokumen yang sering disebut content analisys. Disamping itu data yang dipakai

adalah data yang bersifat deskriptif, yang mengungkapkan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian

     18
          Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas
          Indonesia,1986. hlm.21
11




dan analisis data yang dipergunakan dengan pendekatan kualitatif terhadap data

primer dan data sekunder.

F.   Sistematika Penulisan Skripsi

     Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hal

yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi

penulisan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut.

BAB I : Pendahuluan

     Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian,

Sistematika Penulisan Skripsi

BAB II : Remisi Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

       Pada bab dua ini diuraikan Remisi dari sudut pandang Islam yaitu

Pengertian Remisi dalam hukum Islam, Dasar hukum Remisi dalam hukum

pidana Islam, Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam

BAB III : Pemberian Remisi Bagi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut

Keppres RI No 174 Tahun 1999

       Dalam bab tiga ini diuraikan Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres

RI No 174 Tahun 1999 , Pengertian tindak pidana Pembunuhan Menurut Hukum

Positif, Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP,

Sanksi pidana Menurut Hukum Positif
12




BAB IV : Analisis Hukum Pidana             Islam Tentang Pemberian Remisi

Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan.

     Dalam bab empat ini berisikan tentang Analisis Ketentuan Pemberian

Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan menurut Keppres RI No 174

tahun 1999 dan Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Keppres RI No

174 Tahun 1999 Tentang       Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan.

BAB V : Penutup

     Bab yang terakhir ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan

dari hasil pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang

dilakukan.
BAB II

                   REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM



A. Pengertian Remisi Menurut Hukum Pidana Islam

     Kata remisi berasal dari bahasa Inggris yaitu remission. Re yang berarti

kembali dan mission yang berarti mengirim, mengutus. Remisi diartikan

pengampunan atau pengurangan hukuman. Dari pengertian tersebut, Remisi

merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa asing yang kemudian

digunakan dalam pengistilahan hukum di Indonesia. Sebagaimana Remisi

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan hukuman yang

diberikan kepada orang yang terhukum.1 Selain itu menurut kamus hukum karya

Soedarsono, remisi mempunyai arti pengampunan hukuman yang diberikan

kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2

     Dalam istilah Arab memang tidak dijumpai pengertian yang pasti mengenai

kata remisi, tetapi ada beberapa istilah yang hampir sepadan dengan makna remisi

itu sendiri, yaitu al-Afu’ (maaf, ampunan), ghafar (ampunan), rukhsah

(keringanan), syafa’at (pertolongan), tahfif (pengurangan). Selain itu menurut

Sayid Sabiq memaafkan disebut juga dengan Al-Qawdu’ “menggiring” atau

memaafkan yang ada halnya dengan diyat atau rekonsiliasi tanpa diyat walau

melebihinya.3 Dalam hukum pidana Islam istilah yang sering digunakan dan

memiliki makna hampir menyerupai istilah remisi adalah tahfiful uqubah

     1
         Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
          Pustaka, 2005. h. 945
     2
         Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rhineka Cipta, 1992. h.402
     3
         Sayyid Sabiq (ed.), Fiqih Sunah, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari ”Fiqhus
          Sunah”, Jakarta : Pena Pundi Aksara.2006.h.419


                                            13
14




(peringanan hukuman). Dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam peringanan atau

pengampunan hukuman merupakan salah satu sebab pengurungan (pembatalan)

hukuman, baik diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa. 4

B. Dasar Hukum Remisi dalam Hukum Pidana Islam

         Dasar pengampunan hukuman yang menjadi hak korban/walinya terdapat

dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dasar dari Al-Qur’an adalah firman Allah SWT

dalam surat Al Baqaarah ayat 178 yaitu:




         Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
         qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
         merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
         dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
         dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan
         cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar
         (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula).
         yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
         suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
         Maka baginya siksa yang sangat pedih.”5

     Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah riwayat yang berasal dari

Qatadah yang menceritakan bahwa penduduk jahiliyah suka melakukan

penganiayaan dan tunduk kepada setan. Jika terjadi permusuhan di antara mereka
     4
         Abdul Qadir Audah ( ed ), Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh
         Ahsin Sakho Muhammad dkk dari. “Al tasryi’ Al-jina’I Al-Islami” Jakarta: PT
         Kharisma Ilmu. 2008. h.168
     5
         Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya, Semarang : Cv Asy Syifa’,
         2000. h.21
15




maka budak mereka akan membunuh budak orang yang dimusuhinya. Mereka

juga sering mengatakan , “ kami hanya akan membunuh orang merdeka sebagai

ganti dari budak itu.” Sebagai ungkapan bahwa mereka lebih mulia dari suku lain.

Seandainya seorang wanita dari mereka membunuh wanita lainnya, merekapun

berkata, “ kami hanya akan membunuh seorang lelaki sebagai ganti wanita

tersebut”, maka Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi ” Orang merdeka

dengan orang merdeka , hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.” 6

     Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair rahimahullah bahwa sesaat sebelum

Islam datang, bangsa Arab Jahiliyah terbiasa membunuh. Terjadi pembunuhan

dan saling melukai diantara mereka hingga merekapun membunuh budak dan

kaum wanita. Mereka tidak menerapkan qishas dalam pembunuhan tersebut

hingga mereka masuk Islam, bahkan salah seorang dari mereka melampaui batas

dengan melakukan permusuhan dan mengambil harta orang lain. Mereka juga

bersumpah untuk tidak merelakan sampai dapat membunuh orang yang merdeka

sebagai ganti budak yang terbunuh, dan membunuh seorang laki-laki sebagai

ganti dari wanita yang terbunuh, maka Allah menurunkan firman-Nya, ” Hai

orang-orang yang beriman, diwajibbkan atas kamu Qishash berkenaan dengan

orang-orang yang dibunuh.”7

     Selain mewajibkan Qishash , Islam juga lebih menganjurkan pemberian

maaf, dan mengatur tata cara ( hududnya ), sehingga sikap pemberian maaf ini

terasa sangat adil dan muncul setelah penetapan Qishash . Anjuran pemberian

maaf ini bertujuan untuk mencapai kemuliaan , bukan suatu keharusan , sehingga
     6
         Abdurrahman Kasdi Dan Umma Farida , Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-Ladziina
          Aamanuu 1, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2005. h. 63
     7
         Ibid, h. 64
16




bertentangan dengan naluri manusia dan membebani manusia dengan hal-hal di

luar kemampuan mereka. Allah SWT berfirman, ” Maka Barangsiapa yang

mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar

(diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)”.

         Selain itu terdapat juga dalam surat Al Maaidah ayat 45 :




      Artinya : Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At
     Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
     hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan
     luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak
     kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
     Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
     Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-
     Ma’idah: 45)8

     Ayat ini menekankan bahwa ketetapan hukum diyat tersebut ditetapkan

kepada mereka mareka Bani Isra’il di dalam kitab Taurat. Penekanan ini

disamping bertujuan membuktikan betapa mereka melanggar ketentuan-ketentuan

hukum yang ada dalam kitab suci mereka, juga untuk menekankan bahwa prinsip-

prinsip yang ditetapkan oleh Al Qur’an ini pada hakekatnya serupa dengan

prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah terhadap umat-umat yang lalu. Dengan



     8
         Departeman Agama RI, op. cit. h.92
17




demikian diharapkan ketentuan hukum tersebut dapat diterima dan dilaksanakan

oleh semua umat termasuk umat Islam.9

     Penafsiran dalam penutupan ayat ini, ” Barangsiapa tidak memutuskan

perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-

orang yang zalim” mengesankan bahwa anjuran memberi maaf bukan berarti

melecehkan hukum Qishas karena hukum ini mengandung tujuan yang sangat

agung, antara lain menghalangi siapapun melakukan penganiayaan, mengobati

hati yang teraniaya atau keluarganya, menghalangi adanya balas dendam dan lain-

lain. Sehingga jika hukum ini dilecehkan maka kemaslahatan itu tidak akan

tercapai dan ketika itu dapat terjadi kedzaliman. Oleh sebab itu putuskanlah

perkara sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, memberi maaf atau

melaksanakan qishash. Karena barang siapa yang tidak melaksanakan hal tersebut

yakni tidak memberi maaf atau tidak menegakkan pembalasan yang seimbang,

maka dia termasuk orang yang zalim.

     Disamping dasar pengampunan dari Al Qu‘ran Selain itu terdapat pula

dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra dan HR Ahmad, Abu

Daud, An Nasa-Ydan Ibnu Majah; Al Muntaqa yaitu :

            ٌ ‫ﺷ َﻲ ْ ء‬   َ ‫و َ ﺳ َ ﻠﱠﻢ َ ر ُ ﻓِﻊ‬   ُ ‫اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﱠ ﺻ َ ﻠ ﷲ ﱠ‬
                                                        ‫ﱠﻰ‬                        ‫ﻋ َﻦ ْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦ ِ ﻣ َﺎﻟِﻚ ٍ ﻗَﺎل َ ﻣ َﺎ‬
                                                                           10
                                                                                .‫ﺑِﺎﻟْﻌ َ ﻔْﻮ‬    َ ‫ﻗِﺼ َ ﺎصإِﻻ ﱠ أَﻣ َﺮ‬
                                                                                                              ٌ

     Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telah
     menceritakan kepada kami Abdullah bin bakr bin Abdullah Al Muzani
     dari Atha bin Abu Maimunah dari Anas bin Malik ia berkata, "Aku
     tidak pernah melihat Nabi shallAllahu 'alaihi wasallam mendapat

     9
          M. Quraishi Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Quran, Jakarta :
          Lentera Hati, 2002. h.107
     10
          Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah 173
18




     pengaduan yang padanya ada Qishas, kecuali beliau menganjurkan
     untuk memaafkan."   ( HR.Ahmad Abu Daud 4497 )

C. Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam

     Di dalam hukum pidana Islam perbuatan yang dilarang oleh syara’ biasa

disebut dengan jarimah, sedangkan hukumannya disebut dengan uqubah. Jarimah

ditinjau dari segi hukumannya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu jarimah hudud,

jarimah qishas dan diyat serta jarimah ta’zir.11 Jarimah hudud merupakan jarimah

yang diancam dengan hukuman had, sedangkan jarimah qishas dan diyat

merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman qishas atau diyat, dan jarimah

ta’zir merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir . Perbedaan dari

ketiga jarimah itu adalah jika hukuman had merupakan hak Allah sepenuhnya

sedangkan qishas dan diyat serta ta’zir merupakan hak individu ( hak manusia ).

Jarimah pembunuhan termasuk kedalam jarimah qisas dan diyat karena terdapat

hak individu disamping hak Allah SWT.

     Setiap jarimah harus mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi yaitu;

a)    Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya, dan

     unsur ini biasa disebut dengan Unsur Formil


b)   Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-

     perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat, dan unsur ini biasa disebut

     dengan Unsur Materiil .




     11
          Ahmad Wardi Muslich, op. cit. h. IX
19




c)   Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai

     pertanggunganjawab terhadap jarimah yang diperbuatnya, dan unsur ini

     biasa disebut dengan Unsur Moriil


1. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam.

     Tindak pidana pembunuhan termasuk kedalam ketegori jarimah qisas dan

diyat. Dalam bahasa arab, pembunuhan disebut (‫ ) ﻗﺘﻞ‬yang sinonimya (‫)اﻣﺖ‬

artinya mematikan. Para ulama mempunyai definisi yang berbeda-beda walaupun

kesimpulannya sama yaitu tentang menghilangkan nyawa orang lain.

     Berbagai        ulama’ yang mendefinisikan pembunuhan dengan suatu

perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Yang

pertama adalah didefiniskan oleh Wahbah Az-Zuhayliy yang mengutip pendapat

Khatib    Syarbini    sebagai    berikut   ”Pembunuhan adalah     perbuatan   yang

menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang”, Selain itu Abdul Qadir Al

Audah menerangkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang yang

menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan jiwa anak adam oleh

perbuatan anak adam yang lain.12 Sedangkan menurut Ahmad Wardi Muslich

definisi pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang

mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan

sengaja maupun tidak sengaja,13 Pengertian jarimah pembunuhan menurut

Zainudin Ali dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Islam adalah suatu

aktivitas yang dilakukan seseorang dan atau beberapa orang yang mengakibatkan


     12
          Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit. h.177
     13
          Ahmad Wardi Muslich,.Hukum Pidana Islam, op.cit h.137
20




seseorang dan/atau beberapa orang meninggal dunia.14                 Jadi, banyak sekali

pengertian-pengertian yang dapat ditarik kesimpulan bahwa pembunuhan itu

merupakan aktifitas menghilangkan nyawa orang lain yang dapat dilihat dari

berbagai aspek tinjauan hukum.

2. Macam-Macam Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam

      Tidak semua tindakan kejam terhadap jiwa membawa konsekuensi untuk

hukum Qishas. Sebab, diantara tindakan kejam itu ada yang disengaja, ada yang

menyerupai kesengajaan, ada kalanya kesalahan, dan ada kalanya diluar itu

semua. Jarimah Qishas dan Diyat sebenarnya dibagi menjadi dua, yaitu

pembunuhan dan penganiayaan. Para fuqahapun membagi pembunuhan dengan

pembagian yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang masing-masing. Tetapi

apabila dilihat dari segi sifat perbuatannya pembunuhan dapat dibagi lagi menjadi

tiga15, yaitu :

a. Pembunuhan Disengaja ( amd ),


      Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk

membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk

membunuh. Sedangkan unsur-unsur dari pembunuhan sengaja yaitu korban yang

dibunuh adalah manusia yang hidup, kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku,

pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian.16Dalam hukum Islam

pembunuhan disengaja termasuk dosa paling besar dan tindak pidana paling jahat.

Terhadap pelaku pembunuhan yang disengaja pihak keluarga korban dapat


      14
           Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, op. cit. h. 24
      15
           Ibid , h 24
      16
           Ahmad Wardi muslich, Hukum Pidana Islam, op.cit. h. 141
21




memutuskan salah satu dari tiga pilihan hukuman yaitu qishas, diyat, atau pihak

keluarga memaafkannya apakah dengan syarat atau tanpa syarat.17. selain itu

pembunuhan sengaja akan membawa akibat selain dari tiga hukuman tersebut

yaitu dosa dan terhalang dari hak waris dan menerima wasiat.

b. Pembunuhan semi sengaja ( syibul amd )


     Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja tetapi tidak

ada niat dalam diri pelaku untuk membunuh korban. Sedangkan unsur-unsur yang

terdapat dalam pembunuhan semi sengaja adalah adanya perbuatan dari pelaku

yang mengakibatkan kematian, adanya kesengajaan dalam melakukan perbuatan,

kematian adalah akibat perbuatan pelaku.18. Dalam hal ini hukumannya tidak

seperti pembunuhan sengaja karena pelaku tidak berniat membunuh. Hukuman

pokok dari pembunuhan semi sengaja selain dosa karena ia telah membunuh

seseorang yang darahnya diharamkan Allah dialirkan, kecuali karena haq ( Alasan

syari’ ) adalah diyat dan kafarat, dan hukuman penggantinya adalah ta’zir dan

puasa dan ada hukuman tambahan yaitu pencabutan hak mewaris dan pencabutan

hak menerima wasiat19

c. Pembunuhan tidak disengaja ( khata )


     Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur

kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sedangkan unsur-

unsur dari pembunuhan karena kesalahan yaitu sebagaimana yang dikemukakan


     17
          Ali, Zainudin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar
          Grafika. 2006. h.127
     18
          Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam, op.cit. h 142
     19
          Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit. h.338
22




oleh Abdul Qadir Al Audah      ada tiga bagian, yaitu adanya perbuatan yang

mengakibatkan matinya korban, perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan

pelaku, antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat hubungan

sebab akibat. Hukuman bagi pembunuhan tersalah hampir sama dengan

pembunuhan menyerupai sengaja yaitu hukuman pokok diyat dan kafarat, dan

hukuman penggantinya adalah ta’zir dan puasa dan ada hukuman tambahan yaitu

pencabutan hak mewaris dan pencabutan hak menerima wasiat.

3. Hukuman Terhadap Pelaku Jarimah Pembunuhan Menurut Hukum

     Pidana Islam.

      Pembunuhan dalam syariat Islam diancam dengan beberapa macam

hukuman, sebagian hukuman pokok dan dan pengganti. Berikut ini akan

dijelaskan macam-macam hukuman bagi tindak pidana pembunuhan menurut

hukum pidana Islam.

a. Hukuman Qishas

1)    Pengertian Qishas

      Qishas dalam arti bahasa adalah       artinya menyelusuri jejak. Selain

itu qishas dapat diartikan keseimbangan dan kesepadanan. Sedangkan menurut

istilah syara, Qishash adalah memberikan balasan yang kepada pelaku sesuai

dengan perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah

menghilangkan nyawa orang lain ( membunuh ), maka hukuman yang setimpal

adalah dibunuh atau hukuman mati.
23




2)   Dasar Hukum Qishash

     Dasar dari hukuman qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu Al-Qur’an

surat Al Baqaarah ayat 178 dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum dalam

halaman diatas. Selain dari dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum qishash

juga terdapat dalam Al-Qur’an surat Al Baqaarah ayat 179 yang berbunyi :




      Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
     bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS.
     Al Baqaarah 179)


     Selain itu hukuman Qishash ini dijelaskan dalam hadits An-Nas’i yang

berbunyi :

          ْ ‫ﻋ َﻦ ْ ﻋ َ ﻤ ْ ﺮٍوﻋ َﻦ‬                ْ ‫و َ أَﻧَﺎأَﺳ ْ ﻤ َ ﻊُﻋ َﻦ‬          ً‫ﻗِﺮ َ اء َ ة‬            ُ ‫ﻗَﺎل َاﻟْﺤ َ ﺎرِث ُ ﺑْﻦ‬

                   ْ ‫اﻟْﻘِﺼ َ ﺎص ُ و َ ﻟَﻢ ْﺗَﻜ ُﻦ‬                   ‫ﻋ َﻦ ْ اﺑْﻦ ِ ﻋ َ ﺒﱠﺎسٍ ﻗَﺎلﻛ َﺎن َ ﻓِﻲ ﺑَﻨِﻲ‬

          ‫اﻟْﻘِﺼ َ ﺎص ُ ﻓِﻲ اﻟْﻘَﺘْﻠَﻰاﻟْﺤ ُﺮ ﱡ ﺑِﺎﻟْﺤ ُ ﺮ ﱢ‬                      َ ‫ﻓَﺄَﻧْﺰ َ ل َﷲ ﱠ ُ ﻋ َ ﺰ ﱠو َ ﺟ َ ﻞ ّ )ﻛُ ﺘِﺐ‬

          ٌ‫ﺷ َﻲ ْ ء ٌ ﻓَﺎﺗﱢﺒَﺎع‬            ْ ‫ﻓَ ﻦ ْ ﻋ ُ ﻔِﻲ َ ﻣ ِﻦ‬
                                                              َ‫ﻤ‬                 ‫و َ اﻟْﻌ َ ﺒْﺪ ُ ﺑِﺎﻟْﻌ َ ﺒْﺪَِ اﻷ ْ ُﻧْﺜَﻰِﺎﻷ ْ ُﻧْﺜَﻰ إِﻟَﻰ‬
                                                                                                   ‫ﺑ‬             ‫و‬

          ٌ‫ﻓِﻲاﻟْﻌ َ ﻤ ْ ﺪ ِ و َ اﺗﱢﺒَﺎع‬                        ْ ‫ﺑِﺈِﺣ ْ ﺴ َﺎن ٍ ( ﻓَﺎﻟْﻌ َ ﻔْﻮ ُ أَن‬       ٌ ‫ﺑِﺎﻟْﻤ َ ﻌ ْ ﺮ ُوف ِ و َ أَد َاء‬

          ٍ ‫ﺑِﺈِﺣ ْ ﺴ َﺎن‬                    ٍ ‫ﺑِﺈِﺣ ْ ﺴ َﺎن‬       ٌ ‫ﺑِﺎﻟْﻤ َ ﻌ ْ ﺮ ُوف ِو َ أَد َاء‬                        ٍ ‫ﺑِﻤ َ ﻌ ْ ﺮ ُوف‬

                 ‫ﻣ ِﻦ ْ ر َ ﺑﱢﻜ ُ ﻢو َ ر َﺣ ْ ﻤ َ ﺔٌ ﻣ ِ ﻤ ﱠﺎ ﻛ ُ ﺘِﺐ َ ﻋ َ ﻠَﻰﻣ َﻦ ْ ﻛ َﺎن َ ﻗَﺒْﻠَﻜ ُﻢ ْ إِﻧﱠﻤ َﺎ‬
                                                                                                 ْ                                   َ ‫ذ َ ﻟِﻚ‬
                                                                                                       20
                                                                                                                           ُ ‫اﻟْﻘِﺼ َ ﺎص‬



     20
          Imam Abdurrrohman Ahmad Syuaib Nasa’i, Kitab Sunan Al-Kubro, Beirut-Lebanon :
           Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.1991. h.229
24




           (NASAI - 6983) : Al Harits bin Miskin berkata dengan
          membacakan riwayat dan saya mendengar dari Sufyan dari
          'Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia berkata; dahulu pada
          Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat pada
          mereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang-
          orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
          dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
          merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
          Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
          saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan
          cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar
          (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)).
          Pemberian maaf itu adalah menerima diyat pada pembunuhan
          dengan sengaja, dan hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti
          dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
          membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang
          baik (pula)), serta melaksanakan ini dengan kebaikan. Yang
          demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
          rahmat dari apa yang diwajibkan atas kaum sebelum kalian,
          sesungguhnya hal tersebut adalah qishas bukan diyat.

3)   Syarat-syarat Qishas

     Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang harus

terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku ( pembunuh

), korban ( yang dibunuh ), perbuatan pembunuhannya dan wali dari korban21 .

adapun penjelasannya adalah sebagai berikut ;

a) Syarat-Syarat Pelaku ( Pembunuh )

     menurut Ahmad Wardi Muslich yang mengutip dari Wahbah Zuhaily

mengatakan ada syarat yang harus terpenuhi oleh pelaku ( pembunuh ) untuk

diterapkannya hukuman Qishash , syarat tersebut adalah pelaku harus mukallaf,

yaitu baligh dan berakal, pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku (

pembunuh ) harus orang yang mempunyai kebebasan.22



     21
          Zainudin Ali,Hukum Pidana Islam .op. cit h. 151
     22
          Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. op.cit. h.152
25




b) Korban ( yang dibunuh ),

     Untuk dapat diterapkannya hukuman qishas kepada pelaku harus memenuhi

syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat tersebut adalah korban

harus orang orang yang ma’shum ad-dam artinya korban adalah orang yang

dijamin keselamatannya oleh negara Islam, korban bukan bagian dari pelaku,

artinya bahwa keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak,                adanya

keseimbangan antara pelaku dengan korban ( tetapi para jumhur ulama saling

berbeda pendapat dalam keseimbangan ini).

c) Perbuatan Pembunuhannya

     Dalam hal perbuatan menurut hanafiyah pelaku diisyaratkan harus perbuatan

langsung ( mubasyaroh), bukan perbuatn tidak langsung ( tasabbub ). Apabila

tassabub maka hukumannya bukan qishas melainkan diyat. Akan tetapi, ulama-

ulama selain hanafiyah tidak mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat bahwa

pembunuhan tidak langsung juga dapat dikenakan hukuman Qishash.

d) Wali ( Keluarga ) dari Korban

     Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban tidak

diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksankan. Akan tetapi ulama-

ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.

4)   Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman Qishas

     Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur, tetapi sebab

ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang dapat membatalkan

seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-
26




beda terhadap hukuman.23 Adapun sebab-sebab yang dapat menggugurkan

hukuman adalah :

a)   Meninggalnya pelaku tindak pidana,

b)   Hilangnya tempat melakukan qishas

c)   Tobatnya pelaku tindak pidana,

d)   Perdamaian,

e)   Pengampunan,

f)   Diwarisnya qishas,

g)   Kadaluarsa ( at-taqadum )

     Dari beberapa sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman yang paling

mendekati dengan Remisi adalah sebab yang ke lima yaitu pengampunan.

b. Hukuman Diyat

1) Pengertian Diyat

     Pengertian diyat yang sebagaimana dikutip dari sayid sabiq adalah harta

benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan kepada

korban kajahatan atau walinya.24

     Diyat diwajibkan dalam kasus pembunuhan sengaja dimana kehormatan

orang yang terbunuh lebih rendah dari pada kehormatan pembunuh, seperti

seorang laki-laki merdeka membunuh hamba sahaya. Selain itu diyat diwajibkan

atas pembunuh yang dibantu oleh para Aqilahnya ( saudara-saudara laki-laki dari

pihak ayah ), hal ini bilamana pembunh mempunyai saudara. Ini diwajibkan atas




     23
          Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993.
     24
          Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.451
27




kasus pembunuhan serupa kesengajaan dan pembunuhan karena suatu

kesalahan.25

2) Jenis Diyat Dan Kadarnya

Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad Ibn Hasan, dan Imam Ahmad Ibn

Hanbal, jenis diat itu ada 6 macam, yaitu ;26

1.    Unta,

2.    Emas

3.    Perak,

4.    Sapi,

5.    Kambing, atau

6.    Pakaian.

      Diyat itu ada kalanya          berat dan adakalanya ringan. Diyat yang ringan

dibebankan atas pembunhan yang tidak disengaja, dan diyat yang berat

dibebankan atas pembunhan yang serupa kesengajaan.

3) Sebab-Sebab Yang Menimbulkan Diyat

      Menurut H. Moh Anwar, sebab-sebab yang dapat menimbulkan diyat

ialah:27

a) Karena adanya pengampunan dari qishas oleh ahli waris korban, maka dapat

     diganti dengan diyat.


b) Pembunuhan dimana pelakunya lari akan tetapi sudah dapat diketahuai

     orangnya, maka diyatnya dibebankan kepada ahli waris pembunuh. Ini
      25
           Ibid. h.456
      26
           Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam .op.cit. h168
      27
           Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993. h.536
28




     dikarenakan untuk memperbaiki adat kaun jahiliyah dahulu yang di mana jika

     terjadi pembunuhan yang disebabkan oleh kesalahan mereka suka membela

     pembunuhagar dibebaskan dari diyat dan secara logika untuk menjamin

     keamanan yang menyeluruh, sehingga para setiap anggaota keluarga saling

     menjaga dari kekejaman yang dapat menimbulkan penderitaan orang lain.


c) Karena sukar atau susah melakasanakan Qishas.


      Bila wali memberi maaf atau ampunan terhadap pembunhan yang disengaja

maka menurut imam syafi’i dan hanbali berpendapat harus diyat yang diperberat.

Tetapi menurut Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam kasus pembunuhan

sengaja tidak ada diyat , tetapi yang wajib adalah berdasarkan persetujuan dari

kedua belah pihak ( wali korban dengan pelaku pembunuh) dan wajib dibayar

seketika dengan tidak boleh ditangguhkan.28

c.

      Ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang

hukumannya belum ditentukan oleh syara’29Dengan kata lain ta’zir adalah

hukuman yang bersaifat edukatifyang ditenukan oleh hakim.30

      Adapun jenis dari hukuman ta’zir bermacam-macam, menurut H. Zainudin

Ali jenis hukuamn yang termasuk ta’zir antara lain hukuman penjara, skors atau

pemecatan, ganti rugi, pukulan, teguran dengan kata-kata, dan jenis-jenis

hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya. Bahkan

menurut abu hanifah , pelanggaran ringan yang dilakukan oleh seseorang berulang

      28
           Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.454
      29
           Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam op.cit. h.249
      30
           Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.491
29




kali, hakim dapat menjatuhkan hukuman mati, seperti seorang pencuri yang

dipenjara tetapi masih tetap mengulangi perbuatan tercela itu ketika ia dipenjara,

maka hakim berwenang menjatuhi hukuman mati kepadanya.

     Hukuman pengganti yang ke dua setelah diyat yaitu ta’zir. Apabila hukuman

diyat gugur karena sebab pengampunan atau lainnya, hukuman tersebut diganti

dengan hukuman ta’zir. Seperti halnya dalam pembunhan sengaja, dalam

pembunuhan yang menyerupai sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih

jenis hukuman ta’zir yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

d. Pidana Penjara Dalam Hukum Pidana Islam

     Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara pertama Al-

Habsu; kedua As-sijnu. Pengertian Al-Habsu menurut bahasa adalah Al-Man’u

yang artinya mencegah atau menahan. Menurut imam ibn al qayyim al jauziyah

yang dimaksud dengan al-habsu menurut syara’ bukanlah menahan pelaku

ditempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia

tidak melakukan perbuatan hukum, baik penahanan tersebut di dalam rumah, atau

masjid, maupun tempat lainnya, penahanan seperti itulah yang dilakukan pada

masa Nabi dan Abu Bakar. Pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang

khusus disediakan untuk menahan seaorang pelaku tindak pidana. Dan barulah

pada masa Pemerintahan Khalifah Umar menyediakan penjara dengan cara

membeli rumah Shafwan Ibn Umayah sebagai penjaranya.31

     Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi menjadi dua, yaitu ;

a) Hukuman Penjara Terbatas


     31
          Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam .op.cit. h.261
30




     Hukuman penjara terbatas adalah hpukuman penjara yang lama waktunya

dibatasi secara tegas. Tentang batas tertinggi dan terendah dari hukuman penjara

dikalangan ulama’pun tidak ada yang bersepakat. Dengan tidak adanya ketentuan

yang pasti ini maka para ulama hanya menyerahkan kepada ijtihat Imam ( Ulil

Amri ) tentang batas terendah dan tertinggi untuk hukuman penjara.32

     Sebagai akibat dari perbedaan pendapat tersebut banyak orang yang

mendapatkan hukuman kawalan pada negara-negara yang memakai hukum

positif, sedang pada Negara yang memakai hukum Islam akan lebih sedikit

jumlahnya.33

b) Hukuman Penjara Tidak Terbatas


     Yaitu hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan

berlangsung terus menerus sampai orang yang terhukum mati atau sampai ia

bertobat. Dalam istilah lain dapat disebut dengan hukuman seumur hidup.

e. Pengampunan Dalam Jarimah Pembunuhan.

     Pengampunan bagi tindak pelaku pembunuhan merupakan hak dari wali

korban. Wali diberi wewenang untuk mengampuni hukuman qishas. Apabila ia

memaafkan maka gugurlah hukuman qishas tersebut. Dalam hal pemberian

ampunan bisa saja dari ahli waris korban memberikan dengan Cuma-Cuma atau

dengan meminta diyat. Tetapi meskipun demikian tidaklah menjadi penghalang

bagi penguasa untuk menjatuhkan hukuman takzir yang sesuai terhadap pelaku.

     Wali korban boleh memaafkan secara cuma-cuma dan inilah yang lebih

utama, oleh karena Allah SWT. telah berfirman dalam surat Al Baqarah 237 ;

     32
          Ibid, h.263
     33
          Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta:PT Bulan Bintang , 1993, h.309
31




                                                                         ....




      “Dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah
     kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah
     Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.”

     Menurut madzab syafi’i dan madzab hambali, pengampunan dari qishas

mempunyai pengertian ganda, yaitu pengampunan dari qishas saja atau

pengampunan dari qishas dan diganti dengan diyat. Kedua pengertian tersebut

merupakan pembebasan hukuman dari pihak korban tanpa menunggu persetujuan

dari pihak pelaku.34Sedangkan menurut imam malik dan abu hanifah,

pengampunan itu hanya pembebasan dari hukuman qishas saja sedangkan diyat

menurut keduanya hanya bersifat perdamaian ( Sulh ).

     Memang pada dasarnya di dalam perkara pidana umum korban dan walinya

tidak mempunyai wewenang untuk memberikan pengampunan tetapi lainnya

halnya dalam pidana qishas dan diyat, korban dan walinya diberi wewenang

untuk memberikan pengampunan terhadap pelaku sebagai pengecualian karena

tindak pidana ini sangat erat hubungannya dengan pribadi korban, selain itu tindak

pidana ini lebih banyak menyentuh pribadi korban dari pada keamanan

masyarakat, sehingga pihak korban atau walinya diberikan hak tersebut.

     Selain itu dalam jarimah hudud pengampunan tidak memiliki pengaruh

apapun bagi tindak piadana yang dijatuhi hukuamna hudud, baik itu diberikan

oleh wali korbannya maupun penguasa. Karena hukuman dalam hudud bersifat


     34
          Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. op cit. h. 195
32




wajib dan harus dilaksanakan. Para ulama menyebut tindak pidana hudud sebagai

hak Allah sehingga tidak boleh diampuni atau dibatalkan.35

     Begitu juga dalam tindak pidana ta’zir sudah disepakati bahwa penguasa

memiliki hak pengampunan yang sempurna pada tindak pidana ta’zir. Karena itu

penguasa boleh memberi ampunan dan hukumannya baik sebagian maupun

keseluruhannya. 36

     Adapun yang berhak memberikan pengampunan adalah korban itu sendiri

apabila ia telah baligh dan berakal. Apabila dia belum baligh dan akalnya tidak

sehat menurut madzab Syafi’i dan madzab Hambali, hak itu dimiliki oleh walinya.

Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, wali dan washi (

pemegang wasiat ) tidak memiliki hak maaf, melainkan hanya hak untuk

mengadakan perdamaian ( shulh) saja37.

     Pengampunan terhadap qishas dibolehkan menurut kesepakatan para fuqaha,

bahkan lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaannya. Hal ini didasarkan

kepada firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 178.


          ...                                                               ....



     …Maka    Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
     saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara
     yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat)
     kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)....( QS. Al
     Baqarah : 178)38


     35
          Abdul Qadir Audah ( ed ), op.cit. h.169
     36
          Ibid.h.171
     37
          Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. op cit. h. 195
     38
          Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya,h.21
33




    Selain itu dalam surat AL Maidah ayat 45 tentang pelukaan disebutkan :


                                              ...                                                                ...

     Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak
     itu (menjadi) penebus dosa baginya. ..( QS Al maaidah : 45 )39

     Dalam hadits Nabi melalui Anas ibn Malik, ia berkata;

             ٌ ‫ﺷ َﻲ ْ ء‬   َ ‫و َ ﺳ َ ﻠﱠﻢ َ ر ُ ﻓِﻊ‬   ُ ‫اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﱠ ﺻ َ ﻠﱠ ﷲ ﱠ‬
                                                         ‫ﻰ‬                          ‫ﻋ َﻦ ْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦ ِ ﻣ َﺎﻟِﻚ ٍ ﻗَﺎل َ ﻣ َﺎ‬
                                                                             40
                                                                                  ِ‫ﺑِﺎﻟْﻌ َ ﻔْﻮ‬   َ ‫ﻗِﺼ َ ﺎصإِﻻ ﱠ أَﻣ َﺮ‬
                                                                                                               ٌ

    ( HR.Ahmad Abu Daud : 4497 ) Telah menceritakan kepada kami
    Musa bin Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah
    bin bakr bin Abdullah Al Muzani dari Atha bin Abu Maimunah dari
    Anas bin Malik ia berkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi
    shallAllahu 'alaihi wasallam mendapat pengaduan yang padanya ada
    Qishas, kecuali beliau menganjurkan untuk memaafkan."

    Pernyataan untuk memberikan pengampunan tersebut dapat dilakukan secar

lisan maupun tertulis. Redaksinya bisa dengan lafaz ( kata ) memaafkan,

membebaskan, menggugurkan, melepaskan, memberikan dan sebagainya.




     39
          Ibid.h.92
     40
          Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud. Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.
          1996.h.173
BAB III

REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI

                                 NO 174 TAHUN 1999



A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

1. Pengertian Remisi

     Pengertian Remisi memang tidak hanya terpaku dalam satu pengertian saja.

Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli maupun yang sudah tercantum

dalam peraturan perundang-undangan. Walaupun dalam KeppresRI No 174 Tahun

1999 tidak memberikan pengertian Remisi dengan jelas karena di dalam keppres

ini hanya menyebutkan “ setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani

pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan Remisi apabila

yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana “.

     Remisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan

hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum.1 Kamus Hukum karya Drs

Soedarsono SH        memberikan pengertian bahwa Remisi adalah pengampunan

hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2

Sedangkan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah dalam dalam Kamus Hukum

karyanya, beliau memberikan pengertian Remisi adalah sebagai suatu pembebasan

untuk seluruhnya atau sebagian atau dari hukuman seumur hidup menjadi

hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 agustus3. Selain itu pengertian

Remisi juga terdapat dalam peraturan Pemerintah republik Indonesia no 32 tahun

     1
         Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op. Cit. h. 945
     2
         Soedarsono, Op. Cit h.402
     3
         Andi Hamzah, Kamus Hukum , Op. Cit. h.503


                                            34
35




1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan,

dalam pasal 1 ( satu ) ayat 6 ( enam ) yang berbunyi ; “Remisi adalah pengurangan

masa menjalani pidana yang diberikan kepada nara pidana dan Anak Pidana yng

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian

Remisi, yaitu pengampunan atau pengurangan masa hukuman kepada Narapidana

atau Anak Pidana yang sedang menjalakan hukumannya sesuai dengan syarat-

syarat yang berlaku.

2. Dasar Hukum Pemberian Remisi
     Dasar hukum pemberian Remisi sudah mengalami bebrapa kali perubahan,

bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keppres No. 69 tahun 1999 dan belum

sempat diterapkan akan tetapi kemudian dicabut kembali dengan Keppres No. 174

Tahun 1999. Remisi yang belaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak jaman

belanda sampai sekarang adalah berturut-turut sebagai berikut :

a.   Gouvernement besluit tanggal 10 agustus 1935 No. 23 bijblad N0. 13515 jo.

     9 juli 1841 No. 12 dan 26 januari 1942 No. 22 : merupakan yang diberikan

     sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran sri ratu belanda.

b.   Keputusan Presiden nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat dalam

     Berita Negara No. 26 tanggal 28 April 1950 Jo. Peraturan Presiden RI No.1

     tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan Peraturan Menteri Kehakiman RI

     No .G.8/106 tanggal 10 Januari 1947 jo. Keputusan Presiden RI No. 120

     tahun 1955, tanggal 23 juli 1955 tentang ampunan.

c.   Keputusan Presiden No.5 tahun 1987 jo. Keputusan Menteri Kehakiman RI

     No. 01.HN.02.01 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No.5
36




     tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman Ri No. 04.HN.02.01 tahun 1988

     tanggal 14 mei 1988 tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang

     Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah Dan Keputusan Menteri

     Kehakimanri No.03.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 10 maret 1988 tentang

     Tata Cara Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi

     Pidana Penjara Sementara Berdasarkan Keputusan Presiden RI N0. 5 tahun

     1987.

d.   Keputusan Presiden No. 69 tahun 1999 tentang pengurangan masa pidana (

     Remisi );

e.   Keputusan Presiden No 174 tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum Dan

     Perundang-Undangan RI No . M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

     Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, Keputusan Menteri

     Hukum Dan Perundang-Undangan No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

     Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

     Ketentuan yang masih berlaku adalah ketentuan yang terbaru, yaitu nomor

lima (e) tetapi ketentuan tersebut masih ditambahkan dengan beberapa ketentuan

yang lain, sehingga ketentuan yang masih berlaku untuk Remisi saat ini adalah4 :

a)   Keputusan Presiden RI No 120 Tahun 1955, Tanggal 23 Juli 1955 tentang

     Ampunan Istimewa.

b)   Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 04.HN.02.01 Tahun 1988 Tanggal 14

     Mei Tahun 1988 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi

     Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah.


     4
         Dwidja Priyatno, op. cit. h.135
37




c)    Keputusan         Menteri     Hukum       dan    Perundang-Undangan   RI   No.

      M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No

      174 Tahun 1999.

d)    Keputusan        Menteri      Hukum      Dan     Perundang-Undangan   RI   No.

      M.10.HN.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian

      Remisi Khusus.

e)    Surat Edaran No. E.PS.01-03-15 Tanggal 26 Mei 2000 tentang Perubahan

      Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

f)    Surat Edaran No. W8-Pk.04.01-2586, Tanggal 14 april 1993 tentang

      pengangkatan pemuka kerja.

3. Klasifikasi dan syarat-syarat pemberian Remisi
      Remisi menurut KeppresRI No 174 Tahun 1999 dibagi menjadi tiga (3)

yaitu 5:

a.    Remisi umum yaitu Remisi yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi

      Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus

b.    Remisi khusus yaitu Remisi yang diberikan pada hari besar keagamaan yang

      dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan

      ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan

      dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan

      oleh penganut agama yang bersangkutan.

c.    Remisi tambahan yaitu Remisi yang diberikan apabila Narapidana atau

      Anak Pidana         yang bersangkutan selama menjalani pidana berbuat jasa

      kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau

      5
           Indonesia, Keputusan Presiden RI No 174 Tahun 1999
38




     kemanusiaan , atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan

     pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

4. Prosedur dalam pemberian Remisi

a.   Remisi umum

     Pemberian Remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

1)   pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat

     satu (1);

2)   pada tahun kedua diberikan Remisi 3 (tiga) bulan;

3)   pada tahun ketiga diberikan Remisi 4 (empat) bulan;

4)   pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 5 (lima)

     bulan; dan

5)   pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 6 (enam bulan) setiap

     tahun.

     Besarnya Remisi umum adalah:

1)   1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

     pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

2)   2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana

     selama 12 (duabelas) bulan atau lebih.

b.   Remisi khusus

     Pemberian Remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

1)   pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksudkan dalam

     ayat (1);
39




2)   pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan Remisi 1 (satu)

     bulan;

3)   pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 1

     (satu) bulan 15 (lima belas) hari; dan

4)   pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 2 (dua) bulan setiap

     tahun.

     Besarnya Remisi khusus adalah:


1)   15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah

     menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

2)   1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

     pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

c. Remisi tambahan

     Besarnya Remisi tambahan adalah:


1)   1/2 (satu perdua) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

     bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa

     kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara

     atau kemanusiaan; dan

2)   1/3 (satu pertiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

     bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah melakukan

     perbuatan    yang    membantu     kegiatan   pembinaan   di   Lembaga

     Pemasyarakatan sebagai pemuka.
40




B. Pengertian tindak pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif

     Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh; perbuatan (hal,

dsb) membunuh.6 Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah

kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.7 Pembunuhan adalah perbuatan

yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, di mana perbuatan tersebut

merupakan kejahatan yang telah diatur dalam ketentuan yang ada dalam KUHP




     Untuk menghilangkan nyawa orang lain seorang harus melakukan sesuatu

atau serangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan

catatan opzet (kesengajaan) dari pelakunya harus ditujukan pada akibat yang

berupa meninggalnya orang lain itu. Jadi tindak pidana pembunuhan itu

merupakan suatu delik materiil yang artinya delik yang baru dapat dianggap

sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang

dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.9




     6
         W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. 5 ,Jakarta: Balai Pustaka,
          1982, h.169.
     7
         P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, cet. 1, Bandung: Bina Cipta, 1986, h. 1.
     8
         Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, h. 22
     9
         P.A.F Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, & Kesehatan:Op. Cit..h. 2
41




C. Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP

     Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan

terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13

Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Ketentuan yang dirumuskan dalam pasal

338 KUHP itu merupakan suatu ketentuan pidana umum, sedang ketentuan yang

dirumuskan dalam pasal 339 sampai 349 merupakan ketentuan-ketentuan pidana

khusus.10

     Kejahatan




1.   Pembunuhan Biasa

          Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak

pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara

lengkap dengan semua unsur-unsurnya.11 Adapun rumusan Pasal 338 KUHP

adalah : “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam,

karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun”.

Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan ”Barang siapa dengan sengaja dan


     10
           Ibid. h. 23
     11
           P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus., Op. Cit . h..17.
42




dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

     Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan

biasa adalah sebagai berikut :

a) Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja ,

b) Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.

     Kesengajaan di sini ditujukan kepada hilangnya nyawa orang lain, inilah

yang membedakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, karena

dalam penganiayaan tidak ada maksud atau kesengajaan untuk menghilangkan

nyawa orang lain.12 Sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah

suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang

terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu13. Dengan demikian unsur-unsur

dalam pasal 340 ini adalah unsur obyektifnya selain menghilangkan nyawa orang

lain tetapi juga ada unsur dengan direncanakan terlebih dahulu.

2.   Pembunuhan Dengan Pemberatan

     Ketentuan pidana tentang tindak pidana pembunuhan dengan keadaan-

keadaan yang memberatkan dalam hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya

sebagai berikut :

     “Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu delik, yang
     dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
     pelaksanaanya, atau untuk melepaskan dirisendiri maupun peserta lainnya
     dari pidana dalam hal tertangkap tanga, ataupun untuk memastikan
     penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam
      12
           Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu ( Special Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta Sinar
           Grafika 2010, h. 45
      13
           P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus., Op. Cit.h. 30-31.
43




        dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
        lama 20 tahun.”

        Yang menjadikan perbedaan unsur dengan unsur pembunuhan Pasal 338

KUHP ialah :unsur obyektifnya terdapat “diikuti, disertai, atau didahului oleh

tindak pidana”. Unsur didahului oleh perbuatan lain berarti pembunuhan

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan agar perrbuatan lain dapat

dilakukan atau mungkin dilakukan, sedang unsur disertai oleh perbuatan lain yang

dapat        dihukum     berarti   pembunuhan      dilakukan    dengan     maksud     untuk

mempermudah pelaksanaan perrbuatan tindak pidana lain, dan unsur diikuti oleh

perbuatan lain dapat dihukum berarti pembunuhan dengan maksud agar ketika

tertangkap tangan pelaku atau peserta lain dapat menghindarkan diri dan jaminan

untuk memperoleh barang yang diperolehnya dengan melawan hukum.14

3.      Pembunuhan Berencana

        Tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu yang oleh

undang-undang disebut dengan moord                diatur dalam pasal 340 KUHP yang

berbunyi :

             “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
             merampas orang lain, diancam karena pembunuhan berencana dengan
             pidana mati atau dengan pidana seumur hidup, atau selama waktu tertentu,
             paling lama dua puluh tahun.”

        Dalam pasal 340 diatas mempunyai unsur-unsur :

a)      Unsur subyektif : dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu.

b)      Unsur obyektifnya : menghilangkan nyawa orang lain.




        14
             H.A.K Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
             1989. h. 92
44




     Tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan direncanakan terlebih

dahulu ternyata undang-undang tidak memberikan penjelasannya, sehingga timbul

suatu masalah apakah jangka waktu tertentu antara waktu seorang pelaku

menyusun rencananya dengan waktu pelaksanaan dari rencana tersebut

merupakan syarat untuk memastikan tentang adanya suatu perencanaan terlebih

dahulu (voorbedachte raad )15.

4.   Tindak Pidana Pembunuhan Anak ( kinder-doodslag )

     Tindak      pidana    anak     yang    oleh    undang-undang       disebut    dengan

kinderdoodslag diatur dalam pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

     “Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat
     anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
     anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
     paling lama tujuh tahun”.


     Unsur pokok dalam Pasal 341 di atas adalah :

a)   Unsur subyektifnya : dengan sengaja

b)   Unsur obyektifnya : seorang ibu dan menghilangkan nyawa anaknya.

     Berdasarkan unsur unsur tersebut, perbuatan yang dengan sengaja

menimbulkan hilangnya jiwa seorang anak, dengan kekhususan pembunuhan

dilakukan oleh seorang ibu dan sedang atau tidak lama dilahirkan dengan alasan

atau motif ketakutan karena takut diketahui melahirkan maka alasan ini

memberikan keringanan hukuman karena membunuh anaknya sendiri dan seorang

ibu disini adalah wanita yang belum menikah.16



     15
          P.A.F. Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan. Jakarta; Sinar
          Grafika.2010. h 53
     16
          H.A.K. Moch Anwar, Op. Cit. h.94
45




5.   Pembunuhan Anak Dengan Direncanakan Lebih Dahulu ( kinder-moord )

     Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

     “Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
     akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
     atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena
     melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan penjara
     paling lama Sembilan tahun”.

     Adapun unsur daripada pasal 342 adalah sebagai berikut :

a)   Unsur subyektifnya : dengan sengaja.

b)   Unsur obyektifnya : seorang ibu menghilangkan nyawa anaknya, dan atau

     untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya

     Unsur yang terdapat dalam pasal 342 sebenarnya tidak jauh beda dengan

pasal 341, hanya saja bahwa perbuatan menghilangkan nyawa anaknya sendiri

oleh seorang ibu di dalam pembunuhan anak dengan direncanakan terlebih

dahulu. Dengan motif terdorong oleh perasaan takut akan ketahuan bahwa ia

melahirkan seorang anak.17

6.   Keturutsertaan Dalam Tindak Pidana Anak

     Keturutsertaan atau deelneming pada tindak pidana pembunuhan anak itu

pertanggungjawaban para peserta atau deelnemer, yang tercantum dalam pasal

343 KUHP yang berbunyi :

     “Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang
     lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
     anak berencana”.

     Dari ketentuan yang diatur dalam pasal 343 KUHP tersebut, orang dapat

mengetahui bahwa keringanan yang berlaku bagi pelaku dari tindak pidana


     17
          P.A.F. Lamintang,. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan. Op. Cit. h 67
46




pembunuhan anak atau tindak pidana anak dengan direncanakan terlebih dahulu

itu tidak diberlakukan terhadap mereka yang telah turut serta dalam tindak-tindak

pidana tersebut. Jika turut serta dalam tindak pembunuhan biasa seperti yang

diatur dalam pasal 338 KUHP hingga sesuai dengan ketentuan pasal 55 KUHP,

maka keturutsertaanya tersebut dapat diancam pidana penjara selama-lamanya

lima belas tahun, sedangkan mereka yang turut serta dalam pembunuhan anak

dengan direncanakan lebih dulu seperti dalam pasal 342, pasal 340 dan pasal 55

KUHP mereka dapat diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau

pidana sementara selama-lamanya dua puluh tahun.18

7.   Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri

     Pembunhan atas permintaan korban terdapat dalam pasal 344 KUHP yang

berbunyi :

     “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri
     yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana
     penjara paling lama dua belas tahuan.”

     Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa pasal tersebut tidak mempunyai

unsur obyektif melainkan hanya mempunyai unsur obyektif yaitu menghilangkan

nyawa atas permintaan orang itu sendiri. Tidak disebutkannya “dengan sengaja”

dalam pasal ini tidak berarti tidak diisyaratkan adanya kesengajaan. Kesengajaan

sudah terbenih di dalam rumusan itu sendiri.19 Unsur adanya permintaan yang

sifatnya tegas dan sungguh-sungguh dari korban merupakan dasar yang




     18
          Ibid. h. 69
     19
          Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu, Op. cit h. 60
47




meringankan pidana bagi tindak pidana pembunuhan seperti yang diatur dalam

pasal 344 KUHP.20

8.   Kesengajaan Mendorong Orang Lain Melakukan Bunuh Diri.

     Kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri, merupakan

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, sesuai

dengan yang tercantum dalam pasal 345 KUHP yang berbunyi :

     “Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
     menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,
     diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi
     bunuh diri”.

           Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal ini memiliki unsur-unsur :

a)   Unsur subjektifnya : dengan sengaja.

b)   Unsur objektifnya : mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya

     dalam perbuatan itu atau memberi sarana untuk itu, atau orang iru jadi

     bunuh diri.

     Mendorong orang dengan sengaja untuk bunuh diri merupakan larangan,

jika itu dilakukan maka ia melanggarnya dan mempunyai akibat hukum yaitu

dapat dipidananya pelanggar itu yang tentunya tergantung kepada kenyataan

apakah sesuatu kejadian yang dilarang itu kemuadian benar-benar timbul atau

tidak, yaitu terjadinya bunuh diri.21

9.   Tindak Pidana Menyebabkan Atau Menyuruh Menyebabkan Gugurnya

     Kandungan Atau Matinya Janin Yang Berada Dalam Kandungan.




      20
           P.A.F. Lamintang,. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan.Op. cit. h 77
      21
           Ibid. h 83
48




     Tindak pidana menyebabkan atau menyuruh menyebabkan gugurnya

kandungan atau matinya janin yang berada dalam kandungan oleh wanita yang

mengandung janin itu telah diatur dalam pasal 346 KUHP yang rumusannya

sebagai berikut :

       “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
       kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu. Diancam dengan
       pidana penjara paling lama empat tahun.”

     Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal ini memiliki unsur-unsur :

a)   Unsur subjektifnya : dengan sengaja.

b)   Unsur objektifnya : menggugurkan kandungan atau membiarkan orang lain

     untuk itu.

     Dari unsur subjektif yang pertama diatas dapat diketahui bahwa laranga

untuk melakukan tindakan-tindakan seperti yang disebutkan dalam pasal 346

KUHP itu sebenarnya ditujukan kepada wanita yang mengandung janin, yang

menjadi objek dari tindak pidana pengguguran atau pembunuhan seperti

dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang didalam ketentuan pidana yang

telah dirumuskan dalam pasal 346 KUHP. Karena perbuatan menyebabkan gugur

atau matinya janin didalam kandungan, ketentuan pidana tersebut juga dapat

dilakukan orang lain yang suruh untuk berbuat demikian. Orang lain yang

menyebabkan gugur atau matinya janin yang dikandung oleh seorang wanita itu

tidak dapat dituntut karena telah melakukan sesuatu bentuk keturutsertaan

(deelneming) dalam tindak pidana menurut pasal 346 KUHP, melainkan ia dapat

dituntut karena bersalah telah melanggar larangan-larangan yang diatur dalam

pasal 347, pasal 348 dan pasal 349 KUHP, yakni pada kenyataan apakah ia
49




merupakan orang yang secara limitatif telah disebutkan dalam pasal 349 KUHP

(dokter, bidan atau peramu obat-obatan) atau tidak.22

10. Tindak Pidana Menyebabkan Gugurnya Tanggunggan Atau Matinya Janin

     Yang Berada Dalam Kandungan, Dengan Ijin Atau Tanpa Ijin Wanita Yang

     Mengandung .

      Undang-undang telah mengatur hal ini dalam pasal 347 ayat (1) yang

berbunyi :

           “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
           seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
           paling lama dua belas tahun.”


      Adapun tindak pidana yang menyebabkan gugurnya kandungan atau

matinya janin yang berada dalam kandungan seorang wanita dengan ijin wanita

itu sendiri, oleh undang-undang telah diatur dalam pasal 348 ayat (1) yang

berbunyi

           “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
           seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
           paling lama lima tahun enam bulan.”

      Dilihat dari rumusan kedua ketentuan pidana diatas mempunyai unsur yang

sama yaitu :

a)    Unsur subjektif: dengan sengaja.

b)    Unsur objektif: menyebabkan gugur, menyebabkan mati

      Perbedaan dari kedua pasal tersebut dilakukan tanpa ijin dan dilakukan

dengan seijin wanita yang bersangkutan. Menurut rumusannya didalam undang-

undang terletak dibelakang unsur dengan sengaja (opzettelijk) hingga unsur-unsur

      22
           P.A.F. Lamintang,. Loc, cit
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)
Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)
Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)ekho109
 
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...Anwar Dmk
 
Bab i, bab v, daftar pustaka
Bab i, bab v, daftar pustakaBab i, bab v, daftar pustaka
Bab i, bab v, daftar pustakaFajar Syafar
 
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasiPenegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasiyahyaanto
 
Buku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan PertandinganBuku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan Pertandingansrjb
 
85559144 skripsi-tps (1)
85559144 skripsi-tps (1)85559144 skripsi-tps (1)
85559144 skripsi-tps (1)Adnan Cmoci
 
04110201 niwatun
04110201 niwatun04110201 niwatun
04110201 niwatunbekicotzz
 
Buku panduan peraturan pertandingan terkini
Buku panduan peraturan pertandingan  terkiniBuku panduan peraturan pertandingan  terkini
Buku panduan peraturan pertandingan terkinisrjb
 
A. buku panduan peraturan pertandingan terkini
A. buku panduan peraturan pertandingan  terkiniA. buku panduan peraturan pertandingan  terkini
A. buku panduan peraturan pertandingan terkinisrjb
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvory_fakod
 
Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2tyasputri9
 
Bab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustakaBab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustakadesti najla
 

Mais procurados (16)

Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)
Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)
Nota Keberatan (Eksepsi) Anas Urbaningrum (sumber: peradilan.co)
 
Cover n pengantar
Cover n pengantarCover n pengantar
Cover n pengantar
 
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
 
Bab i, bab v, daftar pustaka
Bab i, bab v, daftar pustakaBab i, bab v, daftar pustaka
Bab i, bab v, daftar pustaka
 
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasiPenegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
Penegakan hukum pidana lingkungan oleh korporasi
 
Buku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan PertandinganBuku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan Pertandingan
 
Kawin kontrak
Kawin kontrakKawin kontrak
Kawin kontrak
 
04110012
0411001204110012
04110012
 
85559144 skripsi-tps (1)
85559144 skripsi-tps (1)85559144 skripsi-tps (1)
85559144 skripsi-tps (1)
 
04110201 niwatun
04110201 niwatun04110201 niwatun
04110201 niwatun
 
Buku panduan peraturan pertandingan terkini
Buku panduan peraturan pertandingan  terkiniBuku panduan peraturan pertandingan  terkini
Buku panduan peraturan pertandingan terkini
 
A. buku panduan peraturan pertandingan terkini
A. buku panduan peraturan pertandingan  terkiniA. buku panduan peraturan pertandingan  terkini
A. buku panduan peraturan pertandingan terkini
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cv
 
Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2
 
Bab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustakaBab i,iv, daftar pustaka
Bab i,iv, daftar pustaka
 
Uas agama islam
Uas agama islamUas agama islam
Uas agama islam
 

Semelhante a Skripsi m tohir 072211024

Skripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullSkripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullkipanji
 
Buku reformasi HKI robiah.pdf
Buku reformasi HKI robiah.pdfBuku reformasi HKI robiah.pdf
Buku reformasi HKI robiah.pdfEmirPasha1
 
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019kipanji
 
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhyadin Rite
 
Inayah fsh
Inayah fshInayah fsh
Inayah fshyona95
 
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...Khairul Fadhli
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUMEvi Rohmatul Aini
 
NILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAH
NILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAHNILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAH
NILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAHDEPDIKNASBUD
 
SKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdf
SKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdfSKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdf
SKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdfFa2dili
 
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)AliRomay
 
Metode Penelitian Hukum Islam ok.pdf
Metode Penelitian Hukum Islam ok.pdfMetode Penelitian Hukum Islam ok.pdf
Metode Penelitian Hukum Islam ok.pdfFayizAfif1
 
hukum pidana prof. adni sofyan.pdf
hukum pidana prof. adni sofyan.pdfhukum pidana prof. adni sofyan.pdf
hukum pidana prof. adni sofyan.pdfBUMIManilapai1
 
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudAllah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudIbrahym Ullah
 
SKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docx
SKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docxSKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docx
SKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docxWaginemYogya
 
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdfMEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdfOnlineShop15
 
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfpamtahpamtah
 
IRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxIRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxSandiFadil
 

Semelhante a Skripsi m tohir 072211024 (20)

Skripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullSkripsi zuhri full
Skripsi zuhri full
 
Buku reformasi HKI robiah.pdf
Buku reformasi HKI robiah.pdfBuku reformasi HKI robiah.pdf
Buku reformasi HKI robiah.pdf
 
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
 
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
 
Inayah fsh
Inayah fshInayah fsh
Inayah fsh
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 
Makalah pai
Makalah paiMakalah pai
Makalah pai
 
Laporan magang
Laporan magangLaporan magang
Laporan magang
 
NILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAH
NILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAHNILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAH
NILAI-NILAI ISLAMI DALAM SINETRON RAHASIA ILLAHI 3 KARYA DIDI ARDIANSYAH
 
SKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdf
SKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdfSKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdf
SKRIPSI_LENGKAP_1_NUR.pdf
 
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
 
Metode Penelitian Hukum Islam ok.pdf
Metode Penelitian Hukum Islam ok.pdfMetode Penelitian Hukum Islam ok.pdf
Metode Penelitian Hukum Islam ok.pdf
 
hukum pidana prof. adni sofyan.pdf
hukum pidana prof. adni sofyan.pdfhukum pidana prof. adni sofyan.pdf
hukum pidana prof. adni sofyan.pdf
 
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudAllah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud
 
SKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docx
SKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docxSKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docx
SKRIPSI REVISI KE BUK FITRIA 12.12.2022.docx
 
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdfMEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
 
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
 
IRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxIRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docx
 

Skripsi m tohir 072211024

  • 1. TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : MUHAMAD THOHIR NIM. 072211024 JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH IAIN WALISONGO SEMARANG 2012
  • 2. Akhmad Arif Junaidi, M.Ag Jl. Raya Sedayu Indah, Bangetayu Wetan RT 5/II, Genuk Semarang. Briliyan Erna Wati, SH. M.Hum Jl. Bukit Agung E.41 Semarang. PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 ( empat ) eks. Hal : Naskah skripsi An. Sdr. Muhamad Thohir Kepada Yth. Dekan fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang Di Semarang Assalamualaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara : Nama : MUHAMAD THOHIR Nim : 072211024 Jurusan : Siyasah Jinayah Judul skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ) Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima diucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. Semarang, 9 Mei 2012
  • 3. KEMENTRIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185 PENGESAHAN Nama : MUHAMAD THOHIR Nim : 072211024 Jurusan : Siyasah Jinayah Judul skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ). Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syariah Institut Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik / cukup, pada tanggal : 11 Juni 2012 Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun akademik 2012/2013.
  • 4. DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah atau pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Dengan demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang menjadi bahan rujukan. Semarang, 11 Mei 2012 Deklarator, Muhamad Thohir NIM. 072211024
  • 5. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula).... ( QS. Al Baqarah : 178)
  • 6. ABSTRAK Remisi merupakan pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana yang berupa pengurangan masa hukuman. Remisi diberikan kepada nara pidana dan anak pidana yang melakukan tindak pidana salah satunya pelaku tindak pidana pembunhan, Kewenangan pemberi remisi dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Remisi diberikan kepada anakpidana maupun narapidana yang berkelakuan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku..Remisi di Indonesia diatur dalam Keppres RI No 174 Tahun 1999 yang didalamnya mengatur tentang jenis, syarat, banyaknya remisi yang diterima, dan sebagainya.Dengan adanya remisi maka putusan hakim yang mempunyai ketetapan akan menjadi berubah. Karena pada akhirnya terpidana atau pelaku tindak pembunuhan tidak harus menjalani secara penuh hukuman yang dijatuhkan kepadannya asalkan dia memenuhi syarat untuk mendapatkan remisi. Tentu ini kurang adil jika dilihat dari pihak korban. Dalam skripsi ini mencoba menggali dan mengkaji remisi pembunuhan menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 maupun dalam fiqh jinayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana ketentuan remisi yang terdapat dalam Keppres RI No 174 tahun 1999 dan Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No 174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana pembunuhan. Penelitian ini bersifat deskriptif analilitik dan content analitik karena metode yang dipakai dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data-data, menyusun, menjelaskan dan menganalisa yang kemudian diinterpretasikan dan disimpulkan. Jenis penelitian ini adalah library reseach atau penelitian kepustakaan dimana data primernya adalah Keppres RI No 174 tahun 1999 Hasil dari penelitian ini pada dasarnya pemberian remisi pembunuhan menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 ini diberikan kepada pelaku setelah ia mendapatkan putusan atau dengan kata lain setelah ia melaksanakan hukumannya, remisi penulis kategorikan sebagai mashlahah mursalah karena perbedaan remisi dengan pengampunan dalam jarimah qishas diyat. Pengampunan dalam jarimah qishas dan diyat menyerahkan hukuman kepada pihak ahli waris korban meskipun tetap dalam pengawasan ulil amri sedangkan remisi dari pihak korban tidak mempunyai kewengan menjatuhkan hukuman karena sudah ada hakim yang menjalankan proses peradilannya. Selain itu secara tidak langsung putusan hakim yang mempunyai ketetapan hukum dapat berubah dengan adanya pengurangan hukuman, tentu dirasa kurang adil bagi pihak korban yang nyata-nyata telah kehilangan nyawa keluarganya. Kata kunci: remisi, qishas diyat, hukum islam
  • 8. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan karuniaNya, shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat- sahabat dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dalam memberikan pencerahan hidup bagi seluruh umat di bumi ini, Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ), dengan baik tanpa banyak kendala yang berarti. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Prof. DR. Muhibbin. M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 2. DR. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan pembantu-pembantu Dekan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga kini. 3. Drs. M. Solek, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah dan Rustam DKAH, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 4. Kedua Pembimbing penulis, Bapak Akhmad Arif Junaidi. M.Ag dan Ibu Briliyan Erna Wati. SH. M.Hum yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan sabar dan tulus ikhlas. 5. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala doa, perhatian dan arahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapan dalam untaian kata-kata.
  • 9. 6. Teman-teman senasib seperjuangan jurusan Siyasah Jinayah angkatan 2007 ; Arif, Anita, Fachrudin, Faqeh, Fajrin, Gufron, Ibad, Kholisudin, Khumaeni, Nasron, Nunik, Khasan, Setyanto, Tegar, Zeni, Farid, Himam, Muhayati, Tri Wuryani, Mustofa, dll , biarpun kalian berbeda tempat namun tetap dihati. 7. Teman-teman di UKM Binora. Rofik, Aufa, Duki, Rouf, Wuri, Tegar, Olif, Tresno, Sulaeman dan masih banyak lagi yang penulis tidak dapat sebutkan. Sukses slalu buat kalian. 8. Dan Seluruh Keluarga Besar Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang yang selalu saya banggakan. Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman pada umumnya. Amin. Semarang, 11 Mei 2011 Penulis Muhamad Thohir NIM. 072211024
  • 10. PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan dan Menteri Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 Tertanggal 22 Januari 1988 A. Konsonan Tunggal Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama ‫ا‬ alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ‫ب‬ ba b - ‫ت‬ ta t - ‫ث‬ sa s s (dengan titik di atas) ‫ج‬ jim j - ‫ح‬ ha’ h h (dengan titik di bawah) ‫خ‬ kha’ kh - ‫د‬ dal d - ‫ذ‬ zal ż z (dengan titik di atas) ‫ر‬ ra r - ‫ز‬ za ż - ‫س‬ sin s - ‫ش‬ syin sy -
  • 11. ‫ص‬ sad S s (dengan titik di bawah) ‫ض‬ dad D d (dengan titik di bawah) ‫ط‬ ta T t (dengan titik di bawah) ‫ظ‬ za Z z (dengan titik di bawah) ‫ع‬ ‘ain ‘ koma terbalik ke atas ‫غ‬ gain G - ‫ف‬ fa F - ‫ق‬ qaf Q - ‫ك‬ kaf K - ‫ل‬ lam L - ‫م‬ mim M - ‫ن‬ nun N - ‫و‬ wawu W - ‫ه‬ ha H - ‫ء‬ hamzah َ◌ apostrof ‫ي‬ ya’ Y B. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. contoh : ‫ا ﺣـﻤﺪ‬ ditulis Ahmadiyyah C. Ta’ Marbutah di Akhir Kata
  • 12. 1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya. Contoh : ‫ ﺟـﻤﺎ ﻋـﺔ‬ditulis jama’ah 2. Bila dihidupkan ditulis t, contoh : ‫ﻛﺮا ﻣـﺔ اﻷ‬ ditulis karamatul-auliya’ D. Vokal Pendek Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u. E. Vokal Panjang Panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī dan u panjang ditulis ū, masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya. F. Vokal Rangkap 1. Fathah + ya’ mati ditulis ai, contoh : ditulis bainakum, 2. Fathah + wawu mati ditulis au, contoh : ‫ ﻗـﻮ ل‬ditulis qaul G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof (‘) ‫أاﻧﺘـﻢ‬ ditulis a’antum ‫ ﻣﺆ ﻧـﺚ‬ditulis mu’annas H. Kata Sandang Alif + Lam 1. Bila diikuti huruf Qamariyyah, contoh : ‫اﻟﻘـﺮان‬ ditulis al-Qur’an ditulis al-Qiyas 2. Bila didikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya. ‫اﻟﺴـﻤﺎء‬ ditulis as-Sama ‫اﻟﺸـﻤﺲ‬ ditulis asy-Syams I. Penulisan huruf kapital Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam trasliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan itu seperti yang berlaku pada EYD, diantara huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri diawali dengan kata sandang maka yang ditulis menggunakan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut bukan huruf awal kata sandang.
  • 13. J. Kata dalam rangkaian Frasa dan Kalimat 1. Ditulis kata per kata, contoh : ‫ ذوى اﻟﻔـﺮوض‬ditulis zawi al-furud 2. Ditulis menurut bunyi atau pengucaspan dalam rangkaian tersebut, contoh: ditulis ahl as-Sunnah ‫ﻻﺳـﻼم‬ ditulis Syaikh al-Islam atau Syaikhul-Islam
  • 14. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................i HALAMAN NOTA PEMBIMBING ………..…………………….…... ii HALAMAN PENGESAHAN..............................................................….iii HALAMAN DEKLARASI .................................................................….iv HALAMAN MOTTO .........................................................................….v HALAMAN ABSTRAK ....................................................................….vi HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................….vii HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................…viii HALAMAN TRANSLITERASI ......................................................…...x HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................…xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………............... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 7 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................... 7 D. Kajian Pustaka …………………………….……………… 8 E. Metode Penelitian ……………………………………....…… 9 F. Sistematika Penulisan ............................................................ 11 BAB II REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Remisi Menurut Hukum Pidana Islam ................ 13 B. Dasar Hukum Remisi dalam Hukum Pidana Islam .............. 14 C. Tindak Pidana Pembunhaan Dalam Hukum Pidana Islam ....18 1. Pengertian Pembunuhan menurut Hukum Pidana Islam ...19 2. Macam-Macam Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam ..................................................................... 20 3. Hukuman terhadap pelaku jarimah pembunuhan menurut hukum pidana islam ............................................ 22
  • 15. BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Ketentuan tentang Remisi Menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 ........................................................................ 34 B. Pengertian Tindak Pidana Pembuunhan Menurut Hukum Positif ....................................................................... 40 C. Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP ..................................................................... 41 D. Sanksi Pidana menurut Hukum Positif ................................ 51 E. Ketentuan Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan menurut Keppres Ri No 174 Tahun 1999 ............................................................................ 61 BAB IV ANALISIS PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN A. Analisis Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999............................................................................. 65 B. Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Keppres RI No 174 Tahun 1999 tentang Pemberian Remisi kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan .......................................................................... 74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................... ............................... 85 B. Saran-Saran ........................................................................... 86 C. Penutup .................................................................................. 87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
  • 16. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya suatu aturan yang dibuat untuk ditaati dan dijalankan oleh setiap individu yang tergabung dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Aturan yang menyangkut kehidupan orang banyak biasa disebut dengan hukum. Salah satu hukum yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat adalah hukum pidana. Banyak pengertian mengenai arti dari hukum pidana salah satunya adalah menurut Pompe yang mengatakan “ Hukum pidana adalah semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian"1. Sedangkan di dalam Islam, hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah yaitu segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf, sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan hadis.2 Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan Pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman 1 Siantury, Kanter, Asas-Asas hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, 2002. h. 14. 2 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam , Jakarta : Sinar Grafika, 2009. h. 1 1
  • 17. 2 masyarakat. Oleh karena itu putusan hakim haruslah mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat.3 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) maupun di dalam hukum pidana Islam, tindak pidana mempunyai macam-macam bentuknya, ancaman hukuman yang diberikanpun berbeda antar satu tindak pidana, baik dari pidana yang paling ringan maupun yang terberat sekalipun, Salah satu contohnya adalah tindak pidana pembunuhan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) hukuman bagi tindak pidana pembunuhanpun berbeda antara pasal satu dengan pasal yang lain, seperti halnya dalam Pasal 338 KUHP disebutkan “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun penjara”,4 tetapi akan berbeda pula hukumannya jika pembunuhan itu didahului dengan perencanaan seperti dalam Pasal 339 yang diancam dengan hukuman seumur hidup. Di dalam KUHP pidana itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan seperti yang telah tercantum dalam Pasal 10 KUHP bahwa pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda , pidana tutupan, dan juga pidana tambahan yang berupa pencabutan hak tertentu, perampasan barang-barang, dan pengumuman putusan hakim.5 Sedang di dalam hukum pidana Islam jenis hukuman dibedakan menjadi dua yaitu jarimah hudud dan jarimah ta’zir. Hudud adalah ketentuan hukuman yang pasti mengenai berat ringannya hukuman termasuk qishas dan diyat yang tercantum dalam Al Qur’an dan hadis, 3 Ibid. h. 11 4 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta ; Rineka Cipta, 2006. h. 134 5 Ibid. h. 6
  • 18. 3 sedangkan ta’zir adalah ketentuan hukuman yang dibuat oleh hakim melalaui putusannya.6 Pembunuhan termasuk jarimah atau tindak pidana yang diancam dengan hukuman qishash. Di dalam hukum pidana Islam pembunuhan dikelompokkan menjadi tiga yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan tidak sengaja, dan pembunuhan semi sengaja. Hukum pidana Islam menjatuhkan sanksi pidana yang sangat berat bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. yaitu dengan tindakan hukuman pidana mati atau hukuman qishash. Namun pelaksanaan hukuman itu diserahkan pada putusan keluarga si terbunuh, pilihannya apakah tetap dilaksanakan hukuman qishash atau dimaafkan dengan penggantian berupa diyat atau denda sebesar yang ditetapkan oleh keluarga si terbunuh. Meskipun keputusan diserahkan kepada keluarga si terbunuh, tapi adanya hukuman qishash ini ternyata efektif untuk meminimalisir terjadinya pembunuhan nyawa orang yang tidak bersalah.7 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 178 : .... Artinya. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.. Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat pema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat 6 Zainudin Ali. Op. cit. h.11 7 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, Dan Tantangan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001. h. 88
  • 19. 4 diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih. Jadi qishash itu berarti memberlakukan seseorang sebagaimana orang itu memperlakukan orang lain.8 Didalam hukum pidana Islam juga dikenal dengan adanya gugurnya hukuman karena sebab tertentu. Gugurnya hukuman disini adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan atau diputuskan oleh hakim, berhubung tempat ( badan atau bagiannya ) untuk melaksanakan hukuman sudah tidak ada lagi, atau waktu untuk melaksanakannya sudah lewat. Adapun sebab-sebab gugurnya hukuman tersebut salah satunya adalah adanya pengampunan.9 Kasus pembunuhanpun, hukum Islam mengenal asas pemaafan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam penggalan surat Al Baqarah 178 yang berbunyi : .... .... Artinya :Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, 8 Ibid. h. 90 9 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Huum Pidana Islam Fiqh Jinayah, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, h.173
  • 20. 5 Memang dalam sejarah hukum pidana di Indonesia, pelaksanaan pidana mati masih sangat jarang terjadi, dengan alasan kemanusiaan hukuman mati sering digantikan dengan hukuman penjara. Pidana penjara merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan.10Pidana penjara atau pidana lain yang menghilangkan kemerdekaan bergerak seseorang, pada akhir tujuannya adalah melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan.11 Tetapi apakah demikian yang terjadi di dalam masyarakat, karena dengan berjalannya masa hukuman, Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM setiap tahun ketika hari hari besar kenegaraan dan hari besar agama memberikan suatu pengurangan masa tahanan atau yang sering disebut dengan Remisi. Pengertian remisi adalah sebagai pembebasan hukuman untuk seluruhnya atau sebagian atau dari seumur hidup menjadi hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus. 12 Sedangkan remisi menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada setiap narapidana bila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidananya.13 Dengan demikian maka nararpidana tidak akan menjalankan hukuman yang diberikan secara penuh sehingga dengan adanya remisi ini apakah akan membuat jera bagi pelaku tindak pidana untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi atau menjadi residifis. KUHP dalam penerapannya sudah mulai disesuaikan dengan prinsip keadilan bagi masyarakat Indonesia, tetapi mengapa putusan seorang hakim yang mempunyai putusan tetap dapat berubah dan berkurang dengan adanya remisi ini. 10 Sianturi,. Kanter, op.cit. h.467 11 Widiada Gunakaya, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan, Bandung:CV ARMICO, 1988. h.42 12 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986. h. 503 13 Keppres RI No 174 tahun 1999 pasal 1.
  • 21. 6 Padahal pemberian remisi ini tidak melihat dari jenis tindak pidana yang dilakukan, akan tetapi hanya pada lamanya masa tahanan yang akan dijalani dan berperilaku baik selama menjalani hukuman. Seperti pada tindak pidana pembunuhan sekalipun yang tetap mendapat remisi, padahal tindak pidana pembunuhan ini telah nyata merampas hak hidup orang lain. Tentu muncul pertanyaan adilkah remisi ini dilihat dari pihak korban? Tentu ini menjadi persoalan yang tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang semata. Berdasarkan latar belakang yang penulis sampaikan di atas, menarik minat penulis untuk mengetahui bagimana remisi itu diberikan mengingat hanya narapidana yang mempunyai syarat-syarat tertentu saja yang bisa mendapatkan remisi itu lebih-lebih untuk kasus seperti pembunuhan. Selain itu penulis marasa tertarik untuk mengetahui remisi itu ditinjau dari sudut pandang atau perspektif hukum pidana Islam ( Fiqh Jinayah ), kemudian penulis mencoba menganalisis dalam bentuk karya ilmiah yang disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi )
  • 22. 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Dapatkah ketentuan remisi yang terdapat dalam Keppres RI No 174 tahun 1999 diterapkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan ? 2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No 174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana pembunuhan ? C. Tujuan dan Manfaat Analisa Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah : 1. Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ketentuan remisi yang terdapat dalam Keppres RI No 174 tahun 1999. 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No 174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana pembunuhan. Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini akan memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dapat memberikan ilmu pengetahuan baru mengenai pemberian remisi baik dari sudut pandang hukum pidana Islam maupun hukum pidana di Indonesia. 2. Menjadikan sumber inspirasi dalam rangka memberikan kontribusi ilmiah mengenai masalah pemberian remisi, sejalan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mengenai
  • 23. 8 masalah remisi bagi masyarakat awam umumnya yang kurang begitu jelas tentang pemberian remisi. D. Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa sumber yang membicarakan masalah tersebut di antaranya : Skripsi karya Inayatur Rahman mahasiswi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Sunan Ampel Surabaya yang berjudul, ”Tinjauan Filsafat Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana ( Analisis Yuridis Keppres RI No 174 Tahun 1999 )”. Skripsi ini memberikan gambaran pemberian remisi menurut filsafat hukum Islam sehingga memberikan perbedaan dengan skripsi yang penulis buat karena berbeda dalam sudut pandangnya.14 Skripsi Zaenal Arifin, mahasiswa fakultas syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi pada Narapidana”. Skripsi ini memberikan gambaran tentang remisi pada umumnya sehingga belum ada klasifikasi secara khusus terutama mengenai tindak pidana yang dilakukan. Dengan kata lain skripsi ini hanya memberikan gambaran umum tentang remisi baik dilihat dari sudut pandang hukum Islam.15 Skripsi karya Lasiyo mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “ Pemberian Remisi Terhadap Koruptor dalam Sudut Pandang Fiqh Jinyah”. Skripsi ini merupakan karya tulis 14 Inayatur Rahman, ” skripsi Tinjauan Filsafat Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana ( Analisis Yuridis Keppres RI No 174 Tahun 1999 )”, Surabaya : IAIN Sunan Ampel : 2009. 15 Zaenal Arifin, “skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Pada Narapidana, ,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009.
  • 24. 9 yang cukup memberikan gambaran mengenai remisi, terutama yang menyangkut tentang tindak pidana korupsi.16 Dari berbagai kajian di atas jelas membedakan dengan penelitian yang penulis buat. Hal ini nampak jelas dari permasalahan yang diangkat. Peneliti dalam tulisan ini mengangkat pemberian remisi terhadap suatu tindak pidana pembunuhan. Sehingga penelitian tentang Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi ) diharapkan dapat menambah khasanah ilmu dan wawasan baru terutama di bidang ilmu hukum pada umumnya. E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang juga sering disebut dengan penelitian kepustakaan ( Library Research ), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Menurut Bambang Sunggono,SH.,M.S pada penelitian ini peneliti mencari landasan teoritis dari perrmasalahan penelitiannya sehingga penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat ” trial and error”.17 Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, jurnal dan berbagai sumber lainnya. 2. Sumber Data 16 Lasiyo, Skripsi Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang Fiqh Jinyah, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011. 17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada .1998. h. 114
  • 25. 10 Sumber data merupakan bahan-bahan yang diperoleh berdasarkan dari data- data primer dan sekunder. 1) Data Primer : Keppres RI nomor 174 tahun 1999. sebagai data pokok yang dianalisis dalam skripsi ini. 2) Data Sekunder : berupa buku-buku atau bahan-bahan hukum yang diambil dari pendapat atau tulisan-tulisan para ahli dalam bidang remisi untuk digunakan dalam membuat konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan penelitian ini dan dianggap sangat penting. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan- bahan kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari peraturan perundang-undangan, teori-teori atau tulisan-tulisan yang terdapat dalam buku-buku literatur, catatan kuliah, surat kabar, dan bahan-bahan bacaan ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diangkat. 18 4. Analisis Data Adapun untuk menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif analisis, karena sebagian sumber data dari penelitian ini berupa informasi dan berupa teks dokumen. Maka penulis dalam menganalisis menggunakan teknik analisis dokumen yang sering disebut content analisys. Disamping itu data yang dipakai adalah data yang bersifat deskriptif, yang mengungkapkan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,1986. hlm.21
  • 26. 11 dan analisis data yang dipergunakan dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. F. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi penulisan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut. BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan Skripsi BAB II : Remisi Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam Pada bab dua ini diuraikan Remisi dari sudut pandang Islam yaitu Pengertian Remisi dalam hukum Islam, Dasar hukum Remisi dalam hukum pidana Islam, Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam BAB III : Pemberian Remisi Bagi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 Dalam bab tiga ini diuraikan Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 , Pengertian tindak pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif, Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP, Sanksi pidana Menurut Hukum Positif
  • 27. 12 BAB IV : Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Pemberian Remisi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan. Dalam bab empat ini berisikan tentang Analisis Ketentuan Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 dan Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan. BAB V : Penutup Bab yang terakhir ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang dilakukan.
  • 28. BAB II REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Remisi Menurut Hukum Pidana Islam Kata remisi berasal dari bahasa Inggris yaitu remission. Re yang berarti kembali dan mission yang berarti mengirim, mengutus. Remisi diartikan pengampunan atau pengurangan hukuman. Dari pengertian tersebut, Remisi merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa asing yang kemudian digunakan dalam pengistilahan hukum di Indonesia. Sebagaimana Remisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum.1 Selain itu menurut kamus hukum karya Soedarsono, remisi mempunyai arti pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2 Dalam istilah Arab memang tidak dijumpai pengertian yang pasti mengenai kata remisi, tetapi ada beberapa istilah yang hampir sepadan dengan makna remisi itu sendiri, yaitu al-Afu’ (maaf, ampunan), ghafar (ampunan), rukhsah (keringanan), syafa’at (pertolongan), tahfif (pengurangan). Selain itu menurut Sayid Sabiq memaafkan disebut juga dengan Al-Qawdu’ “menggiring” atau memaafkan yang ada halnya dengan diyat atau rekonsiliasi tanpa diyat walau melebihinya.3 Dalam hukum pidana Islam istilah yang sering digunakan dan memiliki makna hampir menyerupai istilah remisi adalah tahfiful uqubah 1 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005. h. 945 2 Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rhineka Cipta, 1992. h.402 3 Sayyid Sabiq (ed.), Fiqih Sunah, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari ”Fiqhus Sunah”, Jakarta : Pena Pundi Aksara.2006.h.419 13
  • 29. 14 (peringanan hukuman). Dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam peringanan atau pengampunan hukuman merupakan salah satu sebab pengurungan (pembatalan) hukuman, baik diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa. 4 B. Dasar Hukum Remisi dalam Hukum Pidana Islam Dasar pengampunan hukuman yang menjadi hak korban/walinya terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dasar dari Al-Qur’an adalah firman Allah SWT dalam surat Al Baqaarah ayat 178 yaitu: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.”5 Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah riwayat yang berasal dari Qatadah yang menceritakan bahwa penduduk jahiliyah suka melakukan penganiayaan dan tunduk kepada setan. Jika terjadi permusuhan di antara mereka 4 Abdul Qadir Audah ( ed ), Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh Ahsin Sakho Muhammad dkk dari. “Al tasryi’ Al-jina’I Al-Islami” Jakarta: PT Kharisma Ilmu. 2008. h.168 5 Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya, Semarang : Cv Asy Syifa’, 2000. h.21
  • 30. 15 maka budak mereka akan membunuh budak orang yang dimusuhinya. Mereka juga sering mengatakan , “ kami hanya akan membunuh orang merdeka sebagai ganti dari budak itu.” Sebagai ungkapan bahwa mereka lebih mulia dari suku lain. Seandainya seorang wanita dari mereka membunuh wanita lainnya, merekapun berkata, “ kami hanya akan membunuh seorang lelaki sebagai ganti wanita tersebut”, maka Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi ” Orang merdeka dengan orang merdeka , hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.” 6 Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair rahimahullah bahwa sesaat sebelum Islam datang, bangsa Arab Jahiliyah terbiasa membunuh. Terjadi pembunuhan dan saling melukai diantara mereka hingga merekapun membunuh budak dan kaum wanita. Mereka tidak menerapkan qishas dalam pembunuhan tersebut hingga mereka masuk Islam, bahkan salah seorang dari mereka melampaui batas dengan melakukan permusuhan dan mengambil harta orang lain. Mereka juga bersumpah untuk tidak merelakan sampai dapat membunuh orang yang merdeka sebagai ganti budak yang terbunuh, dan membunuh seorang laki-laki sebagai ganti dari wanita yang terbunuh, maka Allah menurunkan firman-Nya, ” Hai orang-orang yang beriman, diwajibbkan atas kamu Qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.”7 Selain mewajibkan Qishash , Islam juga lebih menganjurkan pemberian maaf, dan mengatur tata cara ( hududnya ), sehingga sikap pemberian maaf ini terasa sangat adil dan muncul setelah penetapan Qishash . Anjuran pemberian maaf ini bertujuan untuk mencapai kemuliaan , bukan suatu keharusan , sehingga 6 Abdurrahman Kasdi Dan Umma Farida , Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-Ladziina Aamanuu 1, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2005. h. 63 7 Ibid, h. 64
  • 31. 16 bertentangan dengan naluri manusia dan membebani manusia dengan hal-hal di luar kemampuan mereka. Allah SWT berfirman, ” Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)”. Selain itu terdapat juga dalam surat Al Maaidah ayat 45 : Artinya : Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al- Ma’idah: 45)8 Ayat ini menekankan bahwa ketetapan hukum diyat tersebut ditetapkan kepada mereka mareka Bani Isra’il di dalam kitab Taurat. Penekanan ini disamping bertujuan membuktikan betapa mereka melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam kitab suci mereka, juga untuk menekankan bahwa prinsip- prinsip yang ditetapkan oleh Al Qur’an ini pada hakekatnya serupa dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah terhadap umat-umat yang lalu. Dengan 8 Departeman Agama RI, op. cit. h.92
  • 32. 17 demikian diharapkan ketentuan hukum tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua umat termasuk umat Islam.9 Penafsiran dalam penutupan ayat ini, ” Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang- orang yang zalim” mengesankan bahwa anjuran memberi maaf bukan berarti melecehkan hukum Qishas karena hukum ini mengandung tujuan yang sangat agung, antara lain menghalangi siapapun melakukan penganiayaan, mengobati hati yang teraniaya atau keluarganya, menghalangi adanya balas dendam dan lain- lain. Sehingga jika hukum ini dilecehkan maka kemaslahatan itu tidak akan tercapai dan ketika itu dapat terjadi kedzaliman. Oleh sebab itu putuskanlah perkara sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, memberi maaf atau melaksanakan qishash. Karena barang siapa yang tidak melaksanakan hal tersebut yakni tidak memberi maaf atau tidak menegakkan pembalasan yang seimbang, maka dia termasuk orang yang zalim. Disamping dasar pengampunan dari Al Qu‘ran Selain itu terdapat pula dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra dan HR Ahmad, Abu Daud, An Nasa-Ydan Ibnu Majah; Al Muntaqa yaitu : ٌ ‫ﺷ َﻲ ْ ء‬ َ ‫و َ ﺳ َ ﻠﱠﻢ َ ر ُ ﻓِﻊ‬ ُ ‫اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﱠ ﺻ َ ﻠ ﷲ ﱠ‬ ‫ﱠﻰ‬ ‫ﻋ َﻦ ْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦ ِ ﻣ َﺎﻟِﻚ ٍ ﻗَﺎل َ ﻣ َﺎ‬ 10 .‫ﺑِﺎﻟْﻌ َ ﻔْﻮ‬ َ ‫ﻗِﺼ َ ﺎصإِﻻ ﱠ أَﻣ َﺮ‬ ٌ Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin bakr bin Abdullah Al Muzani dari Atha bin Abu Maimunah dari Anas bin Malik ia berkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi shallAllahu 'alaihi wasallam mendapat 9 M. Quraishi Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Quran, Jakarta : Lentera Hati, 2002. h.107 10 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah 173
  • 33. 18 pengaduan yang padanya ada Qishas, kecuali beliau menganjurkan untuk memaafkan." ( HR.Ahmad Abu Daud 4497 ) C. Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam Di dalam hukum pidana Islam perbuatan yang dilarang oleh syara’ biasa disebut dengan jarimah, sedangkan hukumannya disebut dengan uqubah. Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishas dan diyat serta jarimah ta’zir.11 Jarimah hudud merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman had, sedangkan jarimah qishas dan diyat merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman qishas atau diyat, dan jarimah ta’zir merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir . Perbedaan dari ketiga jarimah itu adalah jika hukuman had merupakan hak Allah sepenuhnya sedangkan qishas dan diyat serta ta’zir merupakan hak individu ( hak manusia ). Jarimah pembunuhan termasuk kedalam jarimah qisas dan diyat karena terdapat hak individu disamping hak Allah SWT. Setiap jarimah harus mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi yaitu; a) Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasa disebut dengan Unsur Formil b) Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan- perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat, dan unsur ini biasa disebut dengan Unsur Materiil . 11 Ahmad Wardi Muslich, op. cit. h. IX
  • 34. 19 c) Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggunganjawab terhadap jarimah yang diperbuatnya, dan unsur ini biasa disebut dengan Unsur Moriil 1. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam. Tindak pidana pembunuhan termasuk kedalam ketegori jarimah qisas dan diyat. Dalam bahasa arab, pembunuhan disebut (‫ ) ﻗﺘﻞ‬yang sinonimya (‫)اﻣﺖ‬ artinya mematikan. Para ulama mempunyai definisi yang berbeda-beda walaupun kesimpulannya sama yaitu tentang menghilangkan nyawa orang lain. Berbagai ulama’ yang mendefinisikan pembunuhan dengan suatu perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Yang pertama adalah didefiniskan oleh Wahbah Az-Zuhayliy yang mengutip pendapat Khatib Syarbini sebagai berikut ”Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang”, Selain itu Abdul Qadir Al Audah menerangkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang yang menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan jiwa anak adam oleh perbuatan anak adam yang lain.12 Sedangkan menurut Ahmad Wardi Muslich definisi pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja,13 Pengertian jarimah pembunuhan menurut Zainudin Ali dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Islam adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dan atau beberapa orang yang mengakibatkan 12 Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit. h.177 13 Ahmad Wardi Muslich,.Hukum Pidana Islam, op.cit h.137
  • 35. 20 seseorang dan/atau beberapa orang meninggal dunia.14 Jadi, banyak sekali pengertian-pengertian yang dapat ditarik kesimpulan bahwa pembunuhan itu merupakan aktifitas menghilangkan nyawa orang lain yang dapat dilihat dari berbagai aspek tinjauan hukum. 2. Macam-Macam Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam Tidak semua tindakan kejam terhadap jiwa membawa konsekuensi untuk hukum Qishas. Sebab, diantara tindakan kejam itu ada yang disengaja, ada yang menyerupai kesengajaan, ada kalanya kesalahan, dan ada kalanya diluar itu semua. Jarimah Qishas dan Diyat sebenarnya dibagi menjadi dua, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Para fuqahapun membagi pembunuhan dengan pembagian yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang masing-masing. Tetapi apabila dilihat dari segi sifat perbuatannya pembunuhan dapat dibagi lagi menjadi tiga15, yaitu : a. Pembunuhan Disengaja ( amd ), Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh. Sedangkan unsur-unsur dari pembunuhan sengaja yaitu korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup, kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku, pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian.16Dalam hukum Islam pembunuhan disengaja termasuk dosa paling besar dan tindak pidana paling jahat. Terhadap pelaku pembunuhan yang disengaja pihak keluarga korban dapat 14 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, op. cit. h. 24 15 Ibid , h 24 16 Ahmad Wardi muslich, Hukum Pidana Islam, op.cit. h. 141
  • 36. 21 memutuskan salah satu dari tiga pilihan hukuman yaitu qishas, diyat, atau pihak keluarga memaafkannya apakah dengan syarat atau tanpa syarat.17. selain itu pembunuhan sengaja akan membawa akibat selain dari tiga hukuman tersebut yaitu dosa dan terhalang dari hak waris dan menerima wasiat. b. Pembunuhan semi sengaja ( syibul amd ) Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja tetapi tidak ada niat dalam diri pelaku untuk membunuh korban. Sedangkan unsur-unsur yang terdapat dalam pembunuhan semi sengaja adalah adanya perbuatan dari pelaku yang mengakibatkan kematian, adanya kesengajaan dalam melakukan perbuatan, kematian adalah akibat perbuatan pelaku.18. Dalam hal ini hukumannya tidak seperti pembunuhan sengaja karena pelaku tidak berniat membunuh. Hukuman pokok dari pembunuhan semi sengaja selain dosa karena ia telah membunuh seseorang yang darahnya diharamkan Allah dialirkan, kecuali karena haq ( Alasan syari’ ) adalah diyat dan kafarat, dan hukuman penggantinya adalah ta’zir dan puasa dan ada hukuman tambahan yaitu pencabutan hak mewaris dan pencabutan hak menerima wasiat19 c. Pembunuhan tidak disengaja ( khata ) Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sedangkan unsur- unsur dari pembunuhan karena kesalahan yaitu sebagaimana yang dikemukakan 17 Ali, Zainudin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2006. h.127 18 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam, op.cit. h 142 19 Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit. h.338
  • 37. 22 oleh Abdul Qadir Al Audah ada tiga bagian, yaitu adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban, perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan pelaku, antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat hubungan sebab akibat. Hukuman bagi pembunuhan tersalah hampir sama dengan pembunuhan menyerupai sengaja yaitu hukuman pokok diyat dan kafarat, dan hukuman penggantinya adalah ta’zir dan puasa dan ada hukuman tambahan yaitu pencabutan hak mewaris dan pencabutan hak menerima wasiat. 3. Hukuman Terhadap Pelaku Jarimah Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam. Pembunuhan dalam syariat Islam diancam dengan beberapa macam hukuman, sebagian hukuman pokok dan dan pengganti. Berikut ini akan dijelaskan macam-macam hukuman bagi tindak pidana pembunuhan menurut hukum pidana Islam. a. Hukuman Qishas 1) Pengertian Qishas Qishas dalam arti bahasa adalah artinya menyelusuri jejak. Selain itu qishas dapat diartikan keseimbangan dan kesepadanan. Sedangkan menurut istilah syara, Qishash adalah memberikan balasan yang kepada pelaku sesuai dengan perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain ( membunuh ), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
  • 38. 23 2) Dasar Hukum Qishash Dasar dari hukuman qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu Al-Qur’an surat Al Baqaarah ayat 178 dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum dalam halaman diatas. Selain dari dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum qishash juga terdapat dalam Al-Qur’an surat Al Baqaarah ayat 179 yang berbunyi : Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al Baqaarah 179) Selain itu hukuman Qishash ini dijelaskan dalam hadits An-Nas’i yang berbunyi : ْ ‫ﻋ َﻦ ْ ﻋ َ ﻤ ْ ﺮٍوﻋ َﻦ‬ ْ ‫و َ أَﻧَﺎأَﺳ ْ ﻤ َ ﻊُﻋ َﻦ‬ ً‫ﻗِﺮ َ اء َ ة‬ ُ ‫ﻗَﺎل َاﻟْﺤ َ ﺎرِث ُ ﺑْﻦ‬ ْ ‫اﻟْﻘِﺼ َ ﺎص ُ و َ ﻟَﻢ ْﺗَﻜ ُﻦ‬ ‫ﻋ َﻦ ْ اﺑْﻦ ِ ﻋ َ ﺒﱠﺎسٍ ﻗَﺎلﻛ َﺎن َ ﻓِﻲ ﺑَﻨِﻲ‬ ‫اﻟْﻘِﺼ َ ﺎص ُ ﻓِﻲ اﻟْﻘَﺘْﻠَﻰاﻟْﺤ ُﺮ ﱡ ﺑِﺎﻟْﺤ ُ ﺮ ﱢ‬ َ ‫ﻓَﺄَﻧْﺰ َ ل َﷲ ﱠ ُ ﻋ َ ﺰ ﱠو َ ﺟ َ ﻞ ّ )ﻛُ ﺘِﺐ‬ ٌ‫ﺷ َﻲ ْ ء ٌ ﻓَﺎﺗﱢﺒَﺎع‬ ْ ‫ﻓَ ﻦ ْ ﻋ ُ ﻔِﻲ َ ﻣ ِﻦ‬ َ‫ﻤ‬ ‫و َ اﻟْﻌ َ ﺒْﺪ ُ ﺑِﺎﻟْﻌ َ ﺒْﺪَِ اﻷ ْ ُﻧْﺜَﻰِﺎﻷ ْ ُﻧْﺜَﻰ إِﻟَﻰ‬ ‫ﺑ‬ ‫و‬ ٌ‫ﻓِﻲاﻟْﻌ َ ﻤ ْ ﺪ ِ و َ اﺗﱢﺒَﺎع‬ ْ ‫ﺑِﺈِﺣ ْ ﺴ َﺎن ٍ ( ﻓَﺎﻟْﻌ َ ﻔْﻮ ُ أَن‬ ٌ ‫ﺑِﺎﻟْﻤ َ ﻌ ْ ﺮ ُوف ِ و َ أَد َاء‬ ٍ ‫ﺑِﺈِﺣ ْ ﺴ َﺎن‬ ٍ ‫ﺑِﺈِﺣ ْ ﺴ َﺎن‬ ٌ ‫ﺑِﺎﻟْﻤ َ ﻌ ْ ﺮ ُوف ِو َ أَد َاء‬ ٍ ‫ﺑِﻤ َ ﻌ ْ ﺮ ُوف‬ ‫ﻣ ِﻦ ْ ر َ ﺑﱢﻜ ُ ﻢو َ ر َﺣ ْ ﻤ َ ﺔٌ ﻣ ِ ﻤ ﱠﺎ ﻛ ُ ﺘِﺐ َ ﻋ َ ﻠَﻰﻣ َﻦ ْ ﻛ َﺎن َ ﻗَﺒْﻠَﻜ ُﻢ ْ إِﻧﱠﻤ َﺎ‬ ْ َ ‫ذ َ ﻟِﻚ‬ 20 ُ ‫اﻟْﻘِﺼ َ ﺎص‬ 20 Imam Abdurrrohman Ahmad Syuaib Nasa’i, Kitab Sunan Al-Kubro, Beirut-Lebanon : Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.1991. h.229
  • 39. 24 (NASAI - 6983) : Al Harits bin Miskin berkata dengan membacakan riwayat dan saya mendengar dari Sufyan dari 'Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia berkata; dahulu pada Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat pada mereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang- orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)). Pemberian maaf itu adalah menerima diyat pada pembunuhan dengan sengaja, dan hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)), serta melaksanakan ini dengan kebaikan. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat dari apa yang diwajibkan atas kaum sebelum kalian, sesungguhnya hal tersebut adalah qishas bukan diyat. 3) Syarat-syarat Qishas Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku ( pembunuh ), korban ( yang dibunuh ), perbuatan pembunuhannya dan wali dari korban21 . adapun penjelasannya adalah sebagai berikut ; a) Syarat-Syarat Pelaku ( Pembunuh ) menurut Ahmad Wardi Muslich yang mengutip dari Wahbah Zuhaily mengatakan ada syarat yang harus terpenuhi oleh pelaku ( pembunuh ) untuk diterapkannya hukuman Qishash , syarat tersebut adalah pelaku harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku ( pembunuh ) harus orang yang mempunyai kebebasan.22 21 Zainudin Ali,Hukum Pidana Islam .op. cit h. 151 22 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. op.cit. h.152
  • 40. 25 b) Korban ( yang dibunuh ), Untuk dapat diterapkannya hukuman qishas kepada pelaku harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat tersebut adalah korban harus orang orang yang ma’shum ad-dam artinya korban adalah orang yang dijamin keselamatannya oleh negara Islam, korban bukan bagian dari pelaku, artinya bahwa keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak, adanya keseimbangan antara pelaku dengan korban ( tetapi para jumhur ulama saling berbeda pendapat dalam keseimbangan ini). c) Perbuatan Pembunuhannya Dalam hal perbuatan menurut hanafiyah pelaku diisyaratkan harus perbuatan langsung ( mubasyaroh), bukan perbuatn tidak langsung ( tasabbub ). Apabila tassabub maka hukumannya bukan qishas melainkan diyat. Akan tetapi, ulama- ulama selain hanafiyah tidak mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat bahwa pembunuhan tidak langsung juga dapat dikenakan hukuman Qishash. d) Wali ( Keluarga ) dari Korban Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban tidak diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksankan. Akan tetapi ulama- ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini. 4) Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman Qishas Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur, tetapi sebab ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang dapat membatalkan seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-
  • 41. 26 beda terhadap hukuman.23 Adapun sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman adalah : a) Meninggalnya pelaku tindak pidana, b) Hilangnya tempat melakukan qishas c) Tobatnya pelaku tindak pidana, d) Perdamaian, e) Pengampunan, f) Diwarisnya qishas, g) Kadaluarsa ( at-taqadum ) Dari beberapa sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman yang paling mendekati dengan Remisi adalah sebab yang ke lima yaitu pengampunan. b. Hukuman Diyat 1) Pengertian Diyat Pengertian diyat yang sebagaimana dikutip dari sayid sabiq adalah harta benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan kepada korban kajahatan atau walinya.24 Diyat diwajibkan dalam kasus pembunuhan sengaja dimana kehormatan orang yang terbunuh lebih rendah dari pada kehormatan pembunuh, seperti seorang laki-laki merdeka membunuh hamba sahaya. Selain itu diyat diwajibkan atas pembunuh yang dibantu oleh para Aqilahnya ( saudara-saudara laki-laki dari pihak ayah ), hal ini bilamana pembunh mempunyai saudara. Ini diwajibkan atas 23 Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993. 24 Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.451
  • 42. 27 kasus pembunuhan serupa kesengajaan dan pembunuhan karena suatu kesalahan.25 2) Jenis Diyat Dan Kadarnya Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad Ibn Hasan, dan Imam Ahmad Ibn Hanbal, jenis diat itu ada 6 macam, yaitu ;26 1. Unta, 2. Emas 3. Perak, 4. Sapi, 5. Kambing, atau 6. Pakaian. Diyat itu ada kalanya berat dan adakalanya ringan. Diyat yang ringan dibebankan atas pembunhan yang tidak disengaja, dan diyat yang berat dibebankan atas pembunhan yang serupa kesengajaan. 3) Sebab-Sebab Yang Menimbulkan Diyat Menurut H. Moh Anwar, sebab-sebab yang dapat menimbulkan diyat ialah:27 a) Karena adanya pengampunan dari qishas oleh ahli waris korban, maka dapat diganti dengan diyat. b) Pembunuhan dimana pelakunya lari akan tetapi sudah dapat diketahuai orangnya, maka diyatnya dibebankan kepada ahli waris pembunuh. Ini 25 Ibid. h.456 26 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam .op.cit. h168 27 Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993. h.536
  • 43. 28 dikarenakan untuk memperbaiki adat kaun jahiliyah dahulu yang di mana jika terjadi pembunuhan yang disebabkan oleh kesalahan mereka suka membela pembunuhagar dibebaskan dari diyat dan secara logika untuk menjamin keamanan yang menyeluruh, sehingga para setiap anggaota keluarga saling menjaga dari kekejaman yang dapat menimbulkan penderitaan orang lain. c) Karena sukar atau susah melakasanakan Qishas. Bila wali memberi maaf atau ampunan terhadap pembunhan yang disengaja maka menurut imam syafi’i dan hanbali berpendapat harus diyat yang diperberat. Tetapi menurut Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam kasus pembunuhan sengaja tidak ada diyat , tetapi yang wajib adalah berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak ( wali korban dengan pelaku pembunuh) dan wajib dibayar seketika dengan tidak boleh ditangguhkan.28 c. Ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’29Dengan kata lain ta’zir adalah hukuman yang bersaifat edukatifyang ditenukan oleh hakim.30 Adapun jenis dari hukuman ta’zir bermacam-macam, menurut H. Zainudin Ali jenis hukuamn yang termasuk ta’zir antara lain hukuman penjara, skors atau pemecatan, ganti rugi, pukulan, teguran dengan kata-kata, dan jenis-jenis hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya. Bahkan menurut abu hanifah , pelanggaran ringan yang dilakukan oleh seseorang berulang 28 Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.454 29 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam op.cit. h.249 30 Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.491
  • 44. 29 kali, hakim dapat menjatuhkan hukuman mati, seperti seorang pencuri yang dipenjara tetapi masih tetap mengulangi perbuatan tercela itu ketika ia dipenjara, maka hakim berwenang menjatuhi hukuman mati kepadanya. Hukuman pengganti yang ke dua setelah diyat yaitu ta’zir. Apabila hukuman diyat gugur karena sebab pengampunan atau lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman ta’zir. Seperti halnya dalam pembunhan sengaja, dalam pembunuhan yang menyerupai sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih jenis hukuman ta’zir yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. d. Pidana Penjara Dalam Hukum Pidana Islam Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara pertama Al- Habsu; kedua As-sijnu. Pengertian Al-Habsu menurut bahasa adalah Al-Man’u yang artinya mencegah atau menahan. Menurut imam ibn al qayyim al jauziyah yang dimaksud dengan al-habsu menurut syara’ bukanlah menahan pelaku ditempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik penahanan tersebut di dalam rumah, atau masjid, maupun tempat lainnya, penahanan seperti itulah yang dilakukan pada masa Nabi dan Abu Bakar. Pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang khusus disediakan untuk menahan seaorang pelaku tindak pidana. Dan barulah pada masa Pemerintahan Khalifah Umar menyediakan penjara dengan cara membeli rumah Shafwan Ibn Umayah sebagai penjaranya.31 Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi menjadi dua, yaitu ; a) Hukuman Penjara Terbatas 31 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam .op.cit. h.261
  • 45. 30 Hukuman penjara terbatas adalah hpukuman penjara yang lama waktunya dibatasi secara tegas. Tentang batas tertinggi dan terendah dari hukuman penjara dikalangan ulama’pun tidak ada yang bersepakat. Dengan tidak adanya ketentuan yang pasti ini maka para ulama hanya menyerahkan kepada ijtihat Imam ( Ulil Amri ) tentang batas terendah dan tertinggi untuk hukuman penjara.32 Sebagai akibat dari perbedaan pendapat tersebut banyak orang yang mendapatkan hukuman kawalan pada negara-negara yang memakai hukum positif, sedang pada Negara yang memakai hukum Islam akan lebih sedikit jumlahnya.33 b) Hukuman Penjara Tidak Terbatas Yaitu hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus menerus sampai orang yang terhukum mati atau sampai ia bertobat. Dalam istilah lain dapat disebut dengan hukuman seumur hidup. e. Pengampunan Dalam Jarimah Pembunuhan. Pengampunan bagi tindak pelaku pembunuhan merupakan hak dari wali korban. Wali diberi wewenang untuk mengampuni hukuman qishas. Apabila ia memaafkan maka gugurlah hukuman qishas tersebut. Dalam hal pemberian ampunan bisa saja dari ahli waris korban memberikan dengan Cuma-Cuma atau dengan meminta diyat. Tetapi meskipun demikian tidaklah menjadi penghalang bagi penguasa untuk menjatuhkan hukuman takzir yang sesuai terhadap pelaku. Wali korban boleh memaafkan secara cuma-cuma dan inilah yang lebih utama, oleh karena Allah SWT. telah berfirman dalam surat Al Baqarah 237 ; 32 Ibid, h.263 33 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta:PT Bulan Bintang , 1993, h.309
  • 46. 31 .... “Dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.” Menurut madzab syafi’i dan madzab hambali, pengampunan dari qishas mempunyai pengertian ganda, yaitu pengampunan dari qishas saja atau pengampunan dari qishas dan diganti dengan diyat. Kedua pengertian tersebut merupakan pembebasan hukuman dari pihak korban tanpa menunggu persetujuan dari pihak pelaku.34Sedangkan menurut imam malik dan abu hanifah, pengampunan itu hanya pembebasan dari hukuman qishas saja sedangkan diyat menurut keduanya hanya bersifat perdamaian ( Sulh ). Memang pada dasarnya di dalam perkara pidana umum korban dan walinya tidak mempunyai wewenang untuk memberikan pengampunan tetapi lainnya halnya dalam pidana qishas dan diyat, korban dan walinya diberi wewenang untuk memberikan pengampunan terhadap pelaku sebagai pengecualian karena tindak pidana ini sangat erat hubungannya dengan pribadi korban, selain itu tindak pidana ini lebih banyak menyentuh pribadi korban dari pada keamanan masyarakat, sehingga pihak korban atau walinya diberikan hak tersebut. Selain itu dalam jarimah hudud pengampunan tidak memiliki pengaruh apapun bagi tindak piadana yang dijatuhi hukuamna hudud, baik itu diberikan oleh wali korbannya maupun penguasa. Karena hukuman dalam hudud bersifat 34 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. op cit. h. 195
  • 47. 32 wajib dan harus dilaksanakan. Para ulama menyebut tindak pidana hudud sebagai hak Allah sehingga tidak boleh diampuni atau dibatalkan.35 Begitu juga dalam tindak pidana ta’zir sudah disepakati bahwa penguasa memiliki hak pengampunan yang sempurna pada tindak pidana ta’zir. Karena itu penguasa boleh memberi ampunan dan hukumannya baik sebagian maupun keseluruhannya. 36 Adapun yang berhak memberikan pengampunan adalah korban itu sendiri apabila ia telah baligh dan berakal. Apabila dia belum baligh dan akalnya tidak sehat menurut madzab Syafi’i dan madzab Hambali, hak itu dimiliki oleh walinya. Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, wali dan washi ( pemegang wasiat ) tidak memiliki hak maaf, melainkan hanya hak untuk mengadakan perdamaian ( shulh) saja37. Pengampunan terhadap qishas dibolehkan menurut kesepakatan para fuqaha, bahkan lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaannya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 178. ... .... …Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)....( QS. Al Baqarah : 178)38 35 Abdul Qadir Audah ( ed ), op.cit. h.169 36 Ibid.h.171 37 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. op cit. h. 195 38 Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya,h.21
  • 48. 33 Selain itu dalam surat AL Maidah ayat 45 tentang pelukaan disebutkan : ... ... Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. ..( QS Al maaidah : 45 )39 Dalam hadits Nabi melalui Anas ibn Malik, ia berkata; ٌ ‫ﺷ َﻲ ْ ء‬ َ ‫و َ ﺳ َ ﻠﱠﻢ َ ر ُ ﻓِﻊ‬ ُ ‫اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﱠ ﺻ َ ﻠﱠ ﷲ ﱠ‬ ‫ﻰ‬ ‫ﻋ َﻦ ْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦ ِ ﻣ َﺎﻟِﻚ ٍ ﻗَﺎل َ ﻣ َﺎ‬ 40 ِ‫ﺑِﺎﻟْﻌ َ ﻔْﻮ‬ َ ‫ﻗِﺼ َ ﺎصإِﻻ ﱠ أَﻣ َﺮ‬ ٌ ( HR.Ahmad Abu Daud : 4497 ) Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin bakr bin Abdullah Al Muzani dari Atha bin Abu Maimunah dari Anas bin Malik ia berkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi shallAllahu 'alaihi wasallam mendapat pengaduan yang padanya ada Qishas, kecuali beliau menganjurkan untuk memaafkan." Pernyataan untuk memberikan pengampunan tersebut dapat dilakukan secar lisan maupun tertulis. Redaksinya bisa dengan lafaz ( kata ) memaafkan, membebaskan, menggugurkan, melepaskan, memberikan dan sebagainya. 39 Ibid.h.92 40 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud. Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah. 1996.h.173
  • 49. BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 1. Pengertian Remisi Pengertian Remisi memang tidak hanya terpaku dalam satu pengertian saja. Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Walaupun dalam KeppresRI No 174 Tahun 1999 tidak memberikan pengertian Remisi dengan jelas karena di dalam keppres ini hanya menyebutkan “ setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan Remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana “. Remisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum.1 Kamus Hukum karya Drs Soedarsono SH memberikan pengertian bahwa Remisi adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2 Sedangkan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah dalam dalam Kamus Hukum karyanya, beliau memberikan pengertian Remisi adalah sebagai suatu pembebasan untuk seluruhnya atau sebagian atau dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 agustus3. Selain itu pengertian Remisi juga terdapat dalam peraturan Pemerintah republik Indonesia no 32 tahun 1 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op. Cit. h. 945 2 Soedarsono, Op. Cit h.402 3 Andi Hamzah, Kamus Hukum , Op. Cit. h.503 34
  • 50. 35 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, dalam pasal 1 ( satu ) ayat 6 ( enam ) yang berbunyi ; “Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada nara pidana dan Anak Pidana yng memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian Remisi, yaitu pengampunan atau pengurangan masa hukuman kepada Narapidana atau Anak Pidana yang sedang menjalakan hukumannya sesuai dengan syarat- syarat yang berlaku. 2. Dasar Hukum Pemberian Remisi Dasar hukum pemberian Remisi sudah mengalami bebrapa kali perubahan, bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keppres No. 69 tahun 1999 dan belum sempat diterapkan akan tetapi kemudian dicabut kembali dengan Keppres No. 174 Tahun 1999. Remisi yang belaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak jaman belanda sampai sekarang adalah berturut-turut sebagai berikut : a. Gouvernement besluit tanggal 10 agustus 1935 No. 23 bijblad N0. 13515 jo. 9 juli 1841 No. 12 dan 26 januari 1942 No. 22 : merupakan yang diberikan sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran sri ratu belanda. b. Keputusan Presiden nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat dalam Berita Negara No. 26 tanggal 28 April 1950 Jo. Peraturan Presiden RI No.1 tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan Peraturan Menteri Kehakiman RI No .G.8/106 tanggal 10 Januari 1947 jo. Keputusan Presiden RI No. 120 tahun 1955, tanggal 23 juli 1955 tentang ampunan. c. Keputusan Presiden No.5 tahun 1987 jo. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 01.HN.02.01 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No.5
  • 51. 36 tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman Ri No. 04.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 14 mei 1988 tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah Dan Keputusan Menteri Kehakimanri No.03.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 10 maret 1988 tentang Tata Cara Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara Berdasarkan Keputusan Presiden RI N0. 5 tahun 1987. d. Keputusan Presiden No. 69 tahun 1999 tentang pengurangan masa pidana ( Remisi ); e. Keputusan Presiden No 174 tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI No . M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus. Ketentuan yang masih berlaku adalah ketentuan yang terbaru, yaitu nomor lima (e) tetapi ketentuan tersebut masih ditambahkan dengan beberapa ketentuan yang lain, sehingga ketentuan yang masih berlaku untuk Remisi saat ini adalah4 : a) Keputusan Presiden RI No 120 Tahun 1955, Tanggal 23 Juli 1955 tentang Ampunan Istimewa. b) Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 04.HN.02.01 Tahun 1988 Tanggal 14 Mei Tahun 1988 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah. 4 Dwidja Priyatno, op. cit. h.135
  • 52. 37 c) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No 174 Tahun 1999. d) Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus. e) Surat Edaran No. E.PS.01-03-15 Tanggal 26 Mei 2000 tentang Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. f) Surat Edaran No. W8-Pk.04.01-2586, Tanggal 14 april 1993 tentang pengangkatan pemuka kerja. 3. Klasifikasi dan syarat-syarat pemberian Remisi Remisi menurut KeppresRI No 174 Tahun 1999 dibagi menjadi tiga (3) yaitu 5: a. Remisi umum yaitu Remisi yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus b. Remisi khusus yaitu Remisi yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan. c. Remisi tambahan yaitu Remisi yang diberikan apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau 5 Indonesia, Keputusan Presiden RI No 174 Tahun 1999
  • 53. 38 kemanusiaan , atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. 4. Prosedur dalam pemberian Remisi a. Remisi umum Pemberian Remisi umum dilaksanakan sebagai berikut: 1) pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat satu (1); 2) pada tahun kedua diberikan Remisi 3 (tiga) bulan; 3) pada tahun ketiga diberikan Remisi 4 (empat) bulan; 4) pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 5 (lima) bulan; dan 5) pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 6 (enam bulan) setiap tahun. Besarnya Remisi umum adalah: 1) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan 2) 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (duabelas) bulan atau lebih. b. Remisi khusus Pemberian Remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut: 1) pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1);
  • 54. 39 2) pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan Remisi 1 (satu) bulan; 3) pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari; dan 4) pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 2 (dua) bulan setiap tahun. Besarnya Remisi khusus adalah: 1) 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan 2) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih. c. Remisi tambahan Besarnya Remisi tambahan adalah: 1) 1/2 (satu perdua) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; dan 2) 1/3 (satu pertiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagai pemuka.
  • 55. 40 B. Pengertian tindak pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh; perbuatan (hal, dsb) membunuh.6 Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.7 Pembunuhan adalah perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, di mana perbuatan tersebut merupakan kejahatan yang telah diatur dalam ketentuan yang ada dalam KUHP Untuk menghilangkan nyawa orang lain seorang harus melakukan sesuatu atau serangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan opzet (kesengajaan) dari pelakunya harus ditujukan pada akibat yang berupa meninggalnya orang lain itu. Jadi tindak pidana pembunuhan itu merupakan suatu delik materiil yang artinya delik yang baru dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.9 6 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. 5 ,Jakarta: Balai Pustaka, 1982, h.169. 7 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, cet. 1, Bandung: Bina Cipta, 1986, h. 1. 8 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, h. 22 9 P.A.F Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, & Kesehatan:Op. Cit..h. 2
  • 56. 41 C. Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Ketentuan yang dirumuskan dalam pasal 338 KUHP itu merupakan suatu ketentuan pidana umum, sedang ketentuan yang dirumuskan dalam pasal 339 sampai 349 merupakan ketentuan-ketentuan pidana khusus.10 Kejahatan 1. Pembunuhan Biasa Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya.11 Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah : “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun”. Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan ”Barang siapa dengan sengaja dan 10 Ibid. h. 23 11 P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus., Op. Cit . h..17.
  • 57. 42 dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut : a) Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja , b) Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. Kesengajaan di sini ditujukan kepada hilangnya nyawa orang lain, inilah yang membedakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, karena dalam penganiayaan tidak ada maksud atau kesengajaan untuk menghilangkan nyawa orang lain.12 Sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu13. Dengan demikian unsur-unsur dalam pasal 340 ini adalah unsur obyektifnya selain menghilangkan nyawa orang lain tetapi juga ada unsur dengan direncanakan terlebih dahulu. 2. Pembunuhan Dengan Pemberatan Ketentuan pidana tentang tindak pidana pembunuhan dengan keadaan- keadaan yang memberatkan dalam hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu delik, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaanya, atau untuk melepaskan dirisendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tanga, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam 12 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu ( Special Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta Sinar Grafika 2010, h. 45 13 P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus., Op. Cit.h. 30-31.
  • 58. 43 dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.” Yang menjadikan perbedaan unsur dengan unsur pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah :unsur obyektifnya terdapat “diikuti, disertai, atau didahului oleh tindak pidana”. Unsur didahului oleh perbuatan lain berarti pembunuhan dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan agar perrbuatan lain dapat dilakukan atau mungkin dilakukan, sedang unsur disertai oleh perbuatan lain yang dapat dihukum berarti pembunuhan dilakukan dengan maksud untuk mempermudah pelaksanaan perrbuatan tindak pidana lain, dan unsur diikuti oleh perbuatan lain dapat dihukum berarti pembunuhan dengan maksud agar ketika tertangkap tangan pelaku atau peserta lain dapat menghindarkan diri dan jaminan untuk memperoleh barang yang diperolehnya dengan melawan hukum.14 3. Pembunuhan Berencana Tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu yang oleh undang-undang disebut dengan moord diatur dalam pasal 340 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas orang lain, diancam karena pembunuhan berencana dengan pidana mati atau dengan pidana seumur hidup, atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.” Dalam pasal 340 diatas mempunyai unsur-unsur : a) Unsur subyektif : dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu. b) Unsur obyektifnya : menghilangkan nyawa orang lain. 14 H.A.K Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1989. h. 92
  • 59. 44 Tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan direncanakan terlebih dahulu ternyata undang-undang tidak memberikan penjelasannya, sehingga timbul suatu masalah apakah jangka waktu tertentu antara waktu seorang pelaku menyusun rencananya dengan waktu pelaksanaan dari rencana tersebut merupakan syarat untuk memastikan tentang adanya suatu perencanaan terlebih dahulu (voorbedachte raad )15. 4. Tindak Pidana Pembunuhan Anak ( kinder-doodslag ) Tindak pidana anak yang oleh undang-undang disebut dengan kinderdoodslag diatur dalam pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Unsur pokok dalam Pasal 341 di atas adalah : a) Unsur subyektifnya : dengan sengaja b) Unsur obyektifnya : seorang ibu dan menghilangkan nyawa anaknya. Berdasarkan unsur unsur tersebut, perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan hilangnya jiwa seorang anak, dengan kekhususan pembunuhan dilakukan oleh seorang ibu dan sedang atau tidak lama dilahirkan dengan alasan atau motif ketakutan karena takut diketahui melahirkan maka alasan ini memberikan keringanan hukuman karena membunuh anaknya sendiri dan seorang ibu disini adalah wanita yang belum menikah.16 15 P.A.F. Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan. Jakarta; Sinar Grafika.2010. h 53 16 H.A.K. Moch Anwar, Op. Cit. h.94
  • 60. 45 5. Pembunuhan Anak Dengan Direncanakan Lebih Dahulu ( kinder-moord ) Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan penjara paling lama Sembilan tahun”. Adapun unsur daripada pasal 342 adalah sebagai berikut : a) Unsur subyektifnya : dengan sengaja. b) Unsur obyektifnya : seorang ibu menghilangkan nyawa anaknya, dan atau untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya Unsur yang terdapat dalam pasal 342 sebenarnya tidak jauh beda dengan pasal 341, hanya saja bahwa perbuatan menghilangkan nyawa anaknya sendiri oleh seorang ibu di dalam pembunuhan anak dengan direncanakan terlebih dahulu. Dengan motif terdorong oleh perasaan takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan seorang anak.17 6. Keturutsertaan Dalam Tindak Pidana Anak Keturutsertaan atau deelneming pada tindak pidana pembunuhan anak itu pertanggungjawaban para peserta atau deelnemer, yang tercantum dalam pasal 343 KUHP yang berbunyi : “Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak berencana”. Dari ketentuan yang diatur dalam pasal 343 KUHP tersebut, orang dapat mengetahui bahwa keringanan yang berlaku bagi pelaku dari tindak pidana 17 P.A.F. Lamintang,. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan. Op. Cit. h 67
  • 61. 46 pembunuhan anak atau tindak pidana anak dengan direncanakan terlebih dahulu itu tidak diberlakukan terhadap mereka yang telah turut serta dalam tindak-tindak pidana tersebut. Jika turut serta dalam tindak pembunuhan biasa seperti yang diatur dalam pasal 338 KUHP hingga sesuai dengan ketentuan pasal 55 KUHP, maka keturutsertaanya tersebut dapat diancam pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, sedangkan mereka yang turut serta dalam pembunuhan anak dengan direncanakan lebih dulu seperti dalam pasal 342, pasal 340 dan pasal 55 KUHP mereka dapat diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana sementara selama-lamanya dua puluh tahun.18 7. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri Pembunhan atas permintaan korban terdapat dalam pasal 344 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahuan.” Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa pasal tersebut tidak mempunyai unsur obyektif melainkan hanya mempunyai unsur obyektif yaitu menghilangkan nyawa atas permintaan orang itu sendiri. Tidak disebutkannya “dengan sengaja” dalam pasal ini tidak berarti tidak diisyaratkan adanya kesengajaan. Kesengajaan sudah terbenih di dalam rumusan itu sendiri.19 Unsur adanya permintaan yang sifatnya tegas dan sungguh-sungguh dari korban merupakan dasar yang 18 Ibid. h. 69 19 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu, Op. cit h. 60
  • 62. 47 meringankan pidana bagi tindak pidana pembunuhan seperti yang diatur dalam pasal 344 KUHP.20 8. Kesengajaan Mendorong Orang Lain Melakukan Bunuh Diri. Kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri, merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 345 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”. Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal ini memiliki unsur-unsur : a) Unsur subjektifnya : dengan sengaja. b) Unsur objektifnya : mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana untuk itu, atau orang iru jadi bunuh diri. Mendorong orang dengan sengaja untuk bunuh diri merupakan larangan, jika itu dilakukan maka ia melanggarnya dan mempunyai akibat hukum yaitu dapat dipidananya pelanggar itu yang tentunya tergantung kepada kenyataan apakah sesuatu kejadian yang dilarang itu kemuadian benar-benar timbul atau tidak, yaitu terjadinya bunuh diri.21 9. Tindak Pidana Menyebabkan Atau Menyuruh Menyebabkan Gugurnya Kandungan Atau Matinya Janin Yang Berada Dalam Kandungan. 20 P.A.F. Lamintang,. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan.Op. cit. h 77 21 Ibid. h 83
  • 63. 48 Tindak pidana menyebabkan atau menyuruh menyebabkan gugurnya kandungan atau matinya janin yang berada dalam kandungan oleh wanita yang mengandung janin itu telah diatur dalam pasal 346 KUHP yang rumusannya sebagai berikut : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal ini memiliki unsur-unsur : a) Unsur subjektifnya : dengan sengaja. b) Unsur objektifnya : menggugurkan kandungan atau membiarkan orang lain untuk itu. Dari unsur subjektif yang pertama diatas dapat diketahui bahwa laranga untuk melakukan tindakan-tindakan seperti yang disebutkan dalam pasal 346 KUHP itu sebenarnya ditujukan kepada wanita yang mengandung janin, yang menjadi objek dari tindak pidana pengguguran atau pembunuhan seperti dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang didalam ketentuan pidana yang telah dirumuskan dalam pasal 346 KUHP. Karena perbuatan menyebabkan gugur atau matinya janin didalam kandungan, ketentuan pidana tersebut juga dapat dilakukan orang lain yang suruh untuk berbuat demikian. Orang lain yang menyebabkan gugur atau matinya janin yang dikandung oleh seorang wanita itu tidak dapat dituntut karena telah melakukan sesuatu bentuk keturutsertaan (deelneming) dalam tindak pidana menurut pasal 346 KUHP, melainkan ia dapat dituntut karena bersalah telah melanggar larangan-larangan yang diatur dalam pasal 347, pasal 348 dan pasal 349 KUHP, yakni pada kenyataan apakah ia
  • 64. 49 merupakan orang yang secara limitatif telah disebutkan dalam pasal 349 KUHP (dokter, bidan atau peramu obat-obatan) atau tidak.22 10. Tindak Pidana Menyebabkan Gugurnya Tanggunggan Atau Matinya Janin Yang Berada Dalam Kandungan, Dengan Ijin Atau Tanpa Ijin Wanita Yang Mengandung . Undang-undang telah mengatur hal ini dalam pasal 347 ayat (1) yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Adapun tindak pidana yang menyebabkan gugurnya kandungan atau matinya janin yang berada dalam kandungan seorang wanita dengan ijin wanita itu sendiri, oleh undang-undang telah diatur dalam pasal 348 ayat (1) yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.” Dilihat dari rumusan kedua ketentuan pidana diatas mempunyai unsur yang sama yaitu : a) Unsur subjektif: dengan sengaja. b) Unsur objektif: menyebabkan gugur, menyebabkan mati Perbedaan dari kedua pasal tersebut dilakukan tanpa ijin dan dilakukan dengan seijin wanita yang bersangkutan. Menurut rumusannya didalam undang- undang terletak dibelakang unsur dengan sengaja (opzettelijk) hingga unsur-unsur 22 P.A.F. Lamintang,. Loc, cit