Dokumen tersebut membahas tentang sistem keuangan Islam, termasuk tujuan, struktur ideal, lembaga keuangan Islam, dan permasalahan yang dihadapi. Sistem keuangan Islam bertujuan untuk mencapai distribusi pendapatan yang adil serta promosi pembangunan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Syariah, dengan menghilangkan bunga dan menggantikannya dengan akad-akad seperti bagi hasil dan jual beli. Lembaga keuangan Islam menjal
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
EKONOMIKA ISLAM > SISTEM KEUANGAN ISLAM
1. 1
SISTEM KEUANGAN ISLAM
Suatu sistem yang mempunyai tugas menjadi media untuk
mengalahkan dana dari surplus dana kepada pengguna dana yang
berdasarkan prinsip-prinsip Islam.
A. TUJUAN SISTEM KEUANGAN ISLAM
1. Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan
pembaharuan semua aktivitas bank agar sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam.
Tujuan pertama dari penghapusan bunga dan
memperkenalkan prinsip-prinsip Islam adalah tujuan
keagamaan (dalam rangka menegakkan syariat ALLAH di
muka bumi), sehingga demikian sulit untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau kegagalannya dari sudut pandang sekuler
murni. Selain itu, riba dilarang karena menimbulkan
ketidakadilan, sebagaimana dalam Al-Qur’an diungkapkan
“la tazhlimuna wa-la tuzhlamun” (kamu tidak menganiaya
dan tidak pula kamu teraniaya).
2. Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.
Hal ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menyebarkan
kepemilikan sumber daya produktif masyarakat, atau dapat
diartikan sebagai perjuangan untuk mengubah distribusi
hasil-hasil produksi antara tenaga kerja (termasuk
pengusaha) dan modal.
3. Promosi pembangunan ekonomi.
Sasaran pembangunan ekonomi terdiri atas tingkat
pertumbuhan yang optimum, konsistensi dengan stabilitas
nilai uang dan juga aspek kesempatan kerja penuh tanpa
pengangguran.
B. STRUKTUR IDEAL DARI SISTEM KEUANGAN ISLAM
1. Struktur Ideal Chapra
Struktur Ideal dari Sistem Keuangan Islam menurut Chapra
(1985), meliputi beberapa institusi berikut:
a. Bank Central
b. Bank Komersial
2. 2
c. Lembaga Keuangan Non Bank
d. Institusi Kredit Khusus
e. Korporasi Asuransi Deposit
f. Korporasi audit investasi
2. Kerangka Ismail
Abdul Halim Ismail (1986) mengusulkan pembagian
tanggung jawab yang lebih cermat dengan membuat sketsa
sistem ekonomi islam yang meliputi tiga sektor,yaitu :
a. Siasi, yaitu sektor pemerintah meliputi dana publik dan
bank sentral.
b. Ijtima’i, yaitu sektor kesejahteraan yang bertanggung
jawab atas administrasi pajak.
c. Tijari, yaitu sektor komersial meliputi semua aktivitas
komersial sektor swasta.
C. LEMBAGA KEUANGAN ISLAM
1. Peranan Lembaga Keuangan Islam Era Sahabat
Lembaga Keuangan Islam atau aslanya adalah Baitul Mal
mulai diadakan pada zaman khalifah Abu Bakar r.a, karena
harta yang dimiliki kaum muslimin pada saat itu sudah
melimpah.
Berdasarkan sumber dana yang ada, Baitul Mal saat itu
terbagi menjadi:
a. Baitul Mal Zakat, lembaga ini berfungsi untuk
menampung semua dana dari zakat.
b. Baitul Mal Akhmas, lembaga ini berfungsi
menyimpan harta yang berasal dari ghanimah dan
pajak.
c. Baitul Mal Fa’I, lembaga ini berfungsi menyimpan
harta yang berasal dari kharaj, jizyah, usr dan
pajak.
d. Baitul Mal Dhawa’I, lembaga ini berfungsi
menyimpan harta yang tidak diketahui pemiliknya
dan harta warisan yang tidak ada ahli warisnya.
2. Peranan dan Fungsi Lembaga Keuangan Islam Era
Kontemporer.
Fungsi Lembaga Keuangan Islam secara umum ialah
mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu
masyarakat dengan melakukan kegiatan, finansial, komersial
dan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
3. 3
Jadi, kegiatan Lembaga Keuangan Islam haruslah
didasarkan atas:
a. Larangan bunga pada semua bentuk transaksi.
b. Pelaksanaan pada aktivitas bisnis dan perdagangan atas
dasar kejujuran dan keuntungan yang sah.
c. Pemupukan dana serta penggunaannya di Negara-
negara islam.
d. Pembinaan kebiasaan menabung di kalangan umat
islam.
e. Penataan aktivitas bisnis yang dapat diterima oleh dan
sesuai dengan Syari’ah.
f. Kerja sama dengan lembaga keuangan Islam lain di luar
negeri untuk mendorong pembangunan ekonomi dan
kemajuan sosial masyarakat muslim.
3. Perbedaan Lembaga Keuangan Islam dengan Lembaga
Keuangan Konvensional.
a. Aspek akad dan legalitas
Setiap akad dalam Lembaga Keuangan Islam, baik
dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan
lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal
berikut:
Rukun, seperti; penjual, pembeli, barang, harga,
akad/ijjan-qabul.
Syarat, meliputi;
Barang dan jasa harus halal.
Harga barang dan jasa harus jelas.
Tempat penyerahan harus jelas.
Barang yang ditransaksikan harus
sepenuhnya dalam kepemilikan.
b. Struktur Organisasi
c. Struktur organisasi antara Lembaga Keuangan Islam
mempunyai karakteristik khusus, yaitu adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional
(DSN) di tingkat nasional.
d. Operasional
Perbedaan Lembaga Keuangan Islam dengan
Konvensional adalah sebagai berikut;
4. 4
Lembaga Keuangan Islam
Lembaga Keuangan konvensional
a. Melakukan investasi
yang halal saja.
a. Investasi yang halal dan
haram.
b. Berdasarkan prinsip bagi
hasil, jual beli, atau
sewa.
b. Memakai perangkat bunga.
c. Berorientasi pada
keuntungan (profit
oriented) dan
kemakmuran dan
kebahagiaan dunia
akhirat.
c. Profit oriented
d. Hubungan dengan
nasabah dalam
hubungan bentuk
kemitraan.
d. Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk hubungan
kreditur-debitur
e. Penghimpunan dan
penyaluran dana harus
sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas
Syariah.
e. Tidak terdapat dewan sejenis.
4. Produk dan Jasa Lembaga Keuangan Islam Era
kontemporer
Produk-produk tersebut dapat dikategorikan berdasarkan ciri
transaksi atau prinsip usaha, antara lain:
a. Produk Pembiayaan, dapat berupa Al Mudharabah, Al
Musyarakah, Al Muzara’ah, Al Mukharabah dan Al
Musaqqah.
b. Produk Jual-beli, dapat berupa Bai al Murabahah, Bai as
Salam dan Bai al Istishna’.
c. Produk Jasa, dapat berupa jasa titipan atau simpanan (al
Wadiah), Hiwalah, Wakalah, Jialah, Daman, dan
sebagainya.
d. Produk Sosial, yaitu al qhordhul hasan, yaitu produk atau
pemberian dana yang diberikan secara cuma-cuma
(gratis) tidak ada unsur pengembalian.
5. 5
D. PERMASALAHAN LEMBAGA KEUANGAN ISLAM
1. Kurangnya simpanan atau deposito.
Lembaga Keuangan Islam, dibandingkan lembaga
ekonomi dan keuangan tradisional berdasarkan bunga,
masih merupakan minoritas kecil bahkan di dunia
muslim, dan deposito lembaga keuangan Islam belum
meningkat secara berarti dengan mengorbankan bank-
bank tradisional berdasarkan bunga.
2. Likuiditas berlebihan.
Lembaga Keuangan Islam tentu cenderung
mempertahankan risiko yang tinggi antara uang tunai
dengan simpanan disbanding dengan bank berasas
bunga. Alasannya antara lain:
a. Lantaran sebagian rekening tabungan adalah milik
orang-orang muslim yang tidak mau mengambil
risiko dan dan tidak pula mendapatkan
keuntungandari tabungannya, simpanan yang
dijamin oleh bank adapat ditarik sewaktu-waktu
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
b. Tidak semua nasabah Lembaga Keuangan Islam
yang potensial menyetujui memimjamkan uangnya
berdasarkan kemitraan.
3. Problema biaya dan profitabilitas.
Lembaga Keuangan Islam bekerja dengan hukum dan
peraturan yang ketat dalam memilih investasi yang sah
saja. Alasannya antara lain:
a. Untuk mengurangi pengeluaran manajerial.
b. Untuk meminimalisasi potensi kerugian yang
timbul dari investasi mudarabahnya.
c. Untuk mengamankan tingkat keuntungan yang
lebih tinggi dari lembaga keuangan atau bank-
bank yang berasas bunga.
4. Problema pendanaan pinjaman untuk konsumsi.
Lembaga Keuangan Islam yang bebas bunga
nampaknya hanya member perhatian yang kecil terhadap
pinjaman bertujuan konsumtif. Alasanya ialah:
a. Lembaga Kauangan Islam memiliki dan yang
terbatas untuk dapat dipinjamkan tanpa
memperoleh keuntungan.
6. 6
b. Tidak mudah memperhitungkan keuntungan yang
diperoleh dari pinjaman yang bersifat konsumtif,
dan lebih sulit lagi membagi keuntungan itu
diantara lembaga dan nasabah.
c. Lembaga Keuangan Islam tidak menangani dana
zakat pada skala nasional, padahal zakat atau
shodakoh berkaitan erat dengan pembiayaan
konsumtif.
d. Pendaan pinjaman konsumtif dari permintaan dan
tabungan deposito tanpa mencari keuntungan
hanya mungkin bilaa deposan member izin pada
bank untuk menggunakan uangnya bagi keperluan
tersebut.
5. Problema pendanaan perumahan dan barang tahan
lama.
Lembaga Keuangan Islam sekarang memakai alat Al
Murabah dan al Ijarah dalam pendanaan barang tahan
tahan lama dan perumahan nasabah. Karen kebanyakan
Lembaga Keuangan Islam adalah milik swasta yang
bergerak dengan dana operasional milik pribadi kaum
muslimin, maka dalam peggerakannya dengan system
kehati-hatian yang ekstra. Berbeda dengan ketika
pendanaan milik pemerintahan yang dijamin sepenuhnya
oleh pemerintah unsure kehati-hatian tidak se-ekstra
pada milik swasta murni.