GMP adalah Suatu pedoman bagi suatu industri, bagaimana cara memproduksi suatu produk dengan baik. Seluruh lembaga regulasi di dunia mengharuskan penerapan cGMP secara teratur bagi industri yang memproduksi produk farmasi maupun produk biologi (WHO, 2006).
4. GMP
Diperkenalkan FDA
Amerika Serikat, Tahun
1963
Suatu pedoman bagi suatu industri, bagaimana cara
memproduksi suatu produk dengan baik. Seluruh
lembaga regulasi di dunia mengharuskan penerapan
cGMP secara teratur bagi industri yang memproduksi
produk farmasi maupun produk biologi (WHO, 2006).
Untuk mengatasi berbagai
permasalahan terkait obat dan
bahan makanan yang banyak
terjadi dari tahun 1900-1980-an
Sejarah Current Good Manufacturing Practice (cGMP)
6. Awal 1900-an
Obat-obatan yang tidak
aman terus diproduksi.
Banyak diproduksi
“miracle elixir” yang di
klaim memiliki banyak
khasiat termasuk
mengobati kanker.
Tidak ada standar untuk
iklan, sehingga manfaat
obat sering dilebih-
lebihkan.
Sejarah cGMP
7. 12 anak meninggal karena vaksin dipteri yang telah tercemar oleh bakteri tetanus bacili
Terbentuk The Biologi control act untuk menjamin keamanan dari sediaan biologi
Sirup untuk meredakan sindrom “colicky” babies dan “tonics” mengandung
alkohol, opium, morfin bahan berbahaya
Dibuatlah agen regulasi pemerintah pertama Governtment Regulatory Agency guna
menangani obat yang palsu/tanpa merek.
Sejarah cGMP
TAHUN 1902
TAHUN 1906
8. TAHUN 1937-1938
• 107 orang meninggal menggunakan obat oral sulfanilamide yang
mengandung pelarut beracun dietilen glikol
• Terbentuklah Federal Food, Drug and Cosmetic (FD&C) sehingga
produsen harus membuktikan keamanan dari produk sebelum
dipasarkan, yang berubah menjadi Food and Drug Administration
(FDA) , tahun 1938
TAHUN 1941
• Hampir 300 orang terbunuh atau terluka oleh sulfathiazole
satu perusahaan tablet Obat sulfa tercemar dengan obat
penenang, fenobarbital.
• FDA merevisi manufaktur dan persyaratan kontrol kualitas.
Sejarah cGMP
9. TAHUN 1950-an (1995)
1 > 60% populasi terkena polio akibat kesalahan vaksin polio.
Akibat tragedi tersebut FDA melakukan perubahan pada QC Permulaan GMP
TAHUN 1960
• Thalidomide dipasarkan di Eropa sebagai obat tidur dan untuk
mengobati morning sickness ESO teratogenik
• Bayi dari ibu yang mengkonsumsi thalidomide dalam trimester
pertama, lahir dengan tangan dan kaki yang cacat;
• Frances Kelsey menyangkal penggunaan thalidomide di US
(Penghargaan Distinguished Federal Civilian Service Award)
Sejarah cGMP
10. TAHUN 1962
Amerika mengeluarkan kamufer and Harris amendement
Kefauver and Harris amendment
• Perusahaan bukan hanya harus menguji keamanan produk tetapi efikasi dari
kegunaan obat tersebut
• Aturan pengujian klinis, harus diuji terlebih dahulu pada hewan
• Perusahaan harus menginformasikan partisipan bila obat yang digunakan
untuk tujuan percobaan dan harus ada “inform consent”
TAHUN 1963
Pada tahun 1963, Good Manufacturing Practices, GMP pertama kali
diterbitkan. Peraturan ini memandu perusahaan dalam produksi obat
yang aman dan efektif.
Sejarah cGMP
11. Sejumlah cedera dan kematian di tahun 1960-
an dan 1970-an yang disebabkan oleh produk
yang terkontaminasi menyebabkan GMP
direvisi pada akhir 1970-an.
TAHUN 1970-1980
1975 Alat kontrasepsi ditarik dari peredaran karna
menyebabkan ribuan orang terluka (infeksi
panggul, infertilitas, dan kematian)
Kekurangan ini menyebabkan berlakunya Good
Laboratory Practices pada tahun 1976, yang tujuannya
adalah untuk menjamin kualitas data yang diajukan ke
FDA untuk mendukung keamanan produk baru. 1978
dibuat pula GMP untuk obat dan alat medis
Tahun 1982
Adanya kejadian bahwa kapsul tylenol
(acetaminophen) meracuni konsumen dikarenakan
kandungan sianidanya. Kejadian ini menghasilkan
revisi GMP yang membutuhkan peraturan tentang
kemasan.
Sejarah cGMP
12. Sejarah cGMP
Tahun 1987
Guideline on General Principles of Process
Validation prinsip-prinsip dan praktek-praktek
yang tidak memenuhi persyaratan hukum
TAHUN 1980-1990-2008
Tahun 1982
Guide to Inspection of Computerized Systems in Drug
Processing menandakan awal validasi komputer
Tahun 1996 Usulan Revisi cGMP for Drugs and
Biologics (21 CFR 21-211)
Menambahkan detil untuk validasi, keseragaman
campuran, pencegahan kontaminasi silang, dan
penanganan hasil spesifikasi
Tahun 2008
Revisi atau perbaikan terhadap cGMP menghasilkan
aturan untuk produksi obat steril, produksi sediaan
injeksi, dan proses verifikasi
15. GMP dari berbagai negara maju hampir mirip, sebagain besar
memerlukan :
a) Peralatan fasilitas yang direncanakan dengan baik, dipelihara, dan
dibersihkan
b) Standar Operasional prosedur (SOP) ditulis dan disetujui
c) Sebuah unit kualitas independen (QC/QA)
d) Personil terlatih dan dalam manejemen yang baik
16. 1. Negara Uni Eropa
2 pedoman GMP
Directive 91/356/EEC
Produk manusia
Directive 91/412/EEC
Produk kedokteran
hewan
17. Part I
Medical
Products Chapter 1
Pharmaceutical
Quality System
Chapter 6
QC
Chapter 2
Personnel
Chapter 7
Outsourced
Activities
Chapter 3
Premise and
Equipment
Chapter 8
Complaints
and Product
Recall
Chapter 4
Documenta
tion
Chapter 9
Self Inspection
Chapter 5
Production
Part II
GMP of API’s
Part III
GMP
Documents
Annex
Isi/Struktural
GMP Eropa
(European commission.2013)
18. 2. KANADA
GMP
Disusun oleh Health Canada
Berlaku untuk pembuat, pengemas/pelabel, pengimpor, distributor,
pedagang besar, dan penguji
•Produksi
•Pengemasan
•Pengujian
Pemasukan
Penjualan
Distribusi
Tahap
pemeriksaan
2 tahun
sekali
3 tahun
sekali
19. Regulasi GMP di Kanada
meliputi poin :
1. Sale
2. Use in Fabrication
3. Premises
4. Equipment
5. Personnel
6. Sanitation
7. Raw Material Testing
8. Manufacturing
Control
9. Quality Control
Department
10. Packaging
Material Testing
11. Finished Product
Testing
12.Records
13.Samples
14.Stability
15.Sterile Products
16.Medical Gases
17.Division 2-GMP
Lanjutan…
20. 3. JEPANG
Tahun 1969 JGMP (Japan
Pharmaceutical Manufactures
Association)
Tahun 2004 Kewenangan
inspeksi GMP di jepang
dilakukan oleh Pharmaceutical
Medical Devices Agency
(PMDA).
Tahun 2005 Persyaratan
baru GMP Jepang hanya
pedoman dokumen GMP ICH
(ICH Q7A GMP tentang
pembuatan bahan aktif obat)
yang diadopsi oleh Japanese
MLHW (Ministry of Health,
Labor dan Welfare) (Nippo,
2003).
21. Perbedaan GMP Jepang GMP International
Personalia Menggambarkan peran
dan fungsi sebagai
Manufacturing Control
manager, Quality Control
Manager, dan Product
Security Pharmacist
Gambaran umum
mengenai tanggung
jawab masing-
masing personel
Penanganan
Keluhan
Secara pribadi Business-like
manner
22. GMP di Jepang terdiri dari :
1. Introduction
2. Quality Management
System
3. Personnel
4. Building and Facilities
5. Process Equipment
6. Documentation and
Records
7. Control of Raw Materials
and Packaging/Labeling
Materials
8. Production and In-
Process Controls
9. Packaging and Labeling
10. Storage and Release from
Manufacturing Site
11. Laoratory Controls
12. Validation
13. Change Control
14. Rejected Products and Reprocessing
15. Quality Information
16. Recall Processing
23. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menjamin
kualitas produk obat dengan peraturan Current Good
Manufacturing Practice (cGMP) (U.S. Department of Health and
Human Services.2016)
Regulasi GMP di amerika serikat diatur oleh FDA dimulai pada
tahun 1962
Pada tahun 1978 cGMP mengalami revisi yang berkaitan dengan
personal dan fasilitas termasuk proses produksi dan produk.
Pada tahun 1979 revisi keseluruhan selesai dilakukan
(Swarbrick, 2007)
4. USA
24. Federal Food, Drug and Cosmetic Act and related statutes merupakan
dokumen acuan dan regulasi yang dikeluarkan oleh FDA.
Section 21 dari CFR berisi sebagian besar peraturan yang berkaitan
dengan makanan dan obat-obatan.
CFR 21 Part
210
CFR 21 Part
211
Prinsip dari GMP US FDA adalah pengendalian dalam proses pembuatan,
pengolahan, pengemasan, atau memegang obat untuk memastikan bahwa
obat tersebut memenuhi persyaratan undang-undang untuk keselamatan, dan
memiliki identitas dan kekuatan dan memenuhi karakteristik kualitas dan
kemurnian yang dimaksudkan (Karmacharya, 2012).
25. 4. AUSTRALIA
Australia dikenal Therapeutic Goods Administration (TGA) :
memastikan efikasi dan keamanan obat-obatan yang beredar di
Australia.
termasuk Code of Good Manufacturing Practice (GMP).
Program TGA mengenai inspeksi dan re-inspeksi GMP Manufacturing
merupakan cara terbaik untuk pemerintah Australia sehingga dapat
memastikan bahwa barang-barang terapi diproduksi dengan standar
internasional tertinggi.
Therapeutic Goods Administration,201
26. • Pada tanggal 29 juli 2009, Therapeutic Goods (Manufacturing
Principle)Determination No. 1 of 2009 mengadopsi panduan PIC/S untuk
GMP. Pada tanggal 15 januari 2009 PE-009-8 menjadi Code of GMP,
kecuali Annexes 4, 5 dan 14 yang tidak diadopsi oleh Australia.
• Kode ini diperbarui untuk menggantikan Australian Code of Good
Manufacturing Practice untuk produk obat (16 Agustus 2002) dan untuk
produk tabir surya (1994).
• The 2009 Code terdiri dari dua bagian dan lima belas lampiran. Bagian I
berlaku untuk pembuatan produk obat jadi dan Bagian II berlaku untuk
pembuatan Active Pharmaceutical Ingredients (APIs). Bagian III identik
dengan ICH GMP yang merupakan panduan untuk APIs, yang sudah
ditetapkan sebagai standar dalam prinsip manufaktur sebelumnya.
Lanjutan…
27. 5. CHINA
Tahun 1988, China’s State Food and Drug Administration (SFDA) mempublikasikan peraturan
GMP pertama kali di China. Mengalami revisi 2 kali yaitu tahun 1992 dan 1999.
Tahun 2010, SFDA mengeluarkan peraturan GMP yang terbaru, berisi persyaratan lebih rinci
mengenai aspek-aspek kunci dari proses manufaktur obat. GMP 2010 ini banyak mengadopsi
peraturan EU GMP yang relevan dengan ICH dan WHO Guide to Good Manufacturing Practice
(GMP) Requirements.
Tahun 2011, SFDA mengeluarkan lampiran pedoman penerapan GMP untuk 5 kategori
produk: obat steril, bahan obat aktif (API), produk biologi, produk darah, dan pengobatan
tradisional Cina (TCM).
(ECA Foundation, 2011)
28. General Provisions
Quality Management
Organization and Personel
Premises and Facilities
Equipment
Materials and Products
Qualification and Validation
Documentation Management
Production Management
Quality Control and Quality
Assurance
Contract Manufacture and
Analysis
Product Distribution and Recalls
Self Inspections
Supplementary Provisions
The Westin, 2011
30. Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar
mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan.
Sanksi Administratif Jika Tidak Menerapkan CPOB:
• Peringatan
• Peringatan keras
• Penghentian sementara kegiatan
• Pembekuan sertifikat CPOB
• Pencabutan sertifikat CPOB
• Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi
32. CPOB 2001 CPOB 2006 CPOB 2012
10 Bab :
1. Ketentuan Umum
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri
9. Penanganan Keluhan
Terhadap Obat,
Penarikan Kembali
Obat dan Obat
Kembalian
10.Dokumetasi
12 Bab :
1. Menejemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan
Terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk dan Produk
Kembalian
10.Dokumetasi
11.Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak
12.Kualifikasi dan Validasi
12 Bab :
1. Menejemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan
Audit & Persetujuan Pemasok
9. Penanganan Keluhan Terhadap
Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian
10.Dokumetasi
11.Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak
12.Kualifikasi dan Validasi
33. CPOB 2001 CPOB 2006 CPOB 2012
4 Aneks
1. Pembuatan
Produk Biologi
2. Pembuatan Gas
Medisinal
3. Pembuatan
Inhalasi Dosis
Terukur
Bertekanan
(Aerosol)
4. Pembuatan
Produk Darah
7 Aneks :
1. Pembuatan Produk Steril
2. Pembuatan Produk
Biologi
3. Pembuatan Gas
Medisinal
4. Pembuatan Inhalasi
Dosis Terukur
Bertekanan (Aerosol)
5. Pembuatan Produk
Darah
6. Pembuatan Obat
Investigasi Untuk Uji
Klinis
7. Sistem Komputerisasi
14 Aneks :
1. Pembuatan Produk Steril
2. Pembuatan Obat Produk Biologi
3. Pembuatan Gas Medisinal
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur
Bertekanan (Aerosol)
5. Pembuatan Produk dari Darah atau Plasma
Manusia
6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji
Klinis
7. Sistem Komputerisasi
8. Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat
yang Baik
9. Pembuatan Radiofarmaka
10. Penggunaan Radiasi Pengion dalam
Pembuatan Obat
11. Sampel Pembanding dan Sampel
Pertinggal
12. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat
yang Baik
13. Pelulusan Parametris
14. Manajemen Risiko Mutu
Perbedaan CPOB Tahun 2001, 2006, 2012
34. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195
TAHUN 2012
Tentang Penerapan Pedoman CPOB
BAB 1
MANAJEMEN MUTU
Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor.
Syarat Mencapai Tujuan Mutu :
- Sistem pemastian mutu (meliputi pengawasan mutu untuk menguji bahan sebelum di produksi,
atau obat sebelum lulus untuk di jual, memvalidasi, evaluasi, mengawasi dan memastikan produk
telah sesuai aturan)
- Pengawasan mutu (Memastikan produk obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaian, dipengaruhi desain dan pengembangan produk).
- Manajemen risiko mutu (melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap
mutu produk).
BAB 2
PERSONALIA Tersedia personil yang terkualifikasi, berpengalaman, dalam jumlah yang memadai untuk melakukan
semua tugas. Secara rutin mengadakan pelatihan bagi personil baru atau personil lama. Memiliki
struktur organisasi yang sesuai dengan industri.
Personil kunci terdiri dari:
- Kepala bagian produksi
- Kepala bagian pengawasan mutu
- Kepala bagian manajemen mutu
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009, industri farmasi harus memiliki 3 (tiga)
orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi
35. President Director
HRD Manager Finance ManagerPlant Manager Marketing Manager
Production
Manager
Technical
Manager
R&D Manager
QC/Lab
Manager
QA ManagerPPIC Manager
Production
Supervisor
Packaging
Supervisor
Validation Off.
Int. Auditor
Product dev.
Packaging dev.
Registration Off.
Lab. Supervisor
Microbiology
IPC Spv. Product Stability
Contoh Struktur Organiasai di Industri Farmasi
36. L A N J UTAN
B e rdas arkan Pe raturan Ke pal a B a dan P OM N OMOR H K . 0 3. 1 . 33. 12. 12. 8195 TAH UN 2 0 1 2
Te ntang Pe ne rapan Pe do man C P OB
BAB 3
BANGUNAN &
FASILITAS
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan
kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat .
Umumnya area yang ada di industri Farmasi terdiri dari :
- Area penimbangan - Area pengawasan mutu
- Area produksi - Sarana pendukung seperti ruang istirahat, toilet
- Area penyimpanan sarana pengganti pakaian dll.
BAB 4
PERALATAN
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets
dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu
atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
Peralatan harus memperhatikan :
Desain dan kontruksi, Pemasangan dan penempatan dan Perawatan
Terdapat beberapa kualifikasi berkaitan dengan peralatan :
- Kualifikasi Desaign
- Kualifikasi Instalasi
- Kualifikasi Operasional
- Kualifikasi Kinerja
37. BAB 5
SANITASI & HIGIENE
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi :
Personil,
Bangunan,
Peralatan dan perlengkapan,
Bahan produksi serta wadahnya,
Bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu
Sanitasi dan higiene terdiri dari :
Higiene Perorangan, sanitasi bangunan dan fasilitas, pembersihan dan sanitasi peralatan serta validasi prosedur
pembersihan dan sanitasi.
BAB 6
PRODUKSI
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yang dapat menjamin senantiasa menghasilkan obat jadi yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan.
Aspek-aspek produksi yang perlu diperhatikan :
- Bahan awal - Bahan dan Produk Kering
- Validasi Proses - Produk Cair, Krim, dan Salep (nonsteril)
- Pencegahan dan Pencemaran Silang - Bahan Pengemas
- Sistem Penomoran Batch/Lot - Kegiatan Pengemasan
- Penimbangan dan Penyerahan - In-Process Control (Pengawasan Selama Proses)
- Pengembalian - Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan, dan Dikembalikan
- Operasi pengolahan-produk antara dan produk ruahan - Karantina dan Penyerahan Produk Jadi
- Catatan Pengendalian Pengiriman Obat
- Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk Jadi
38. LANJUTAN
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012
Tentang Penerapan Pedoman CPOB
BAB 7
PENGAWASAN MUTU
Bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaian. Pengawasan mutu meliputi pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian
yang relevan dapat dilakukan.
Pengawasan mutu umumnya di lakukan di laboratorium. Pelaksanaan pengambilan sampel hendaknya
dihindari dari kontaminasi yang dapat mempengaruhi mutu produk., setiap pengujian (metode analisis)
hendaknya dilakukan validasi dan dicatat setiap pengujian, dan selalu di pantau produknya untuk melihat
stabilitas dan mutu produk.
BAB 8
INSPEKSI DIRI, AUDIT
MUTU DAN AUDIT &
PERSETUJUAN
PEMASOK
Bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek pengawasan mutu telah memenuhi ketentuan CPOB.
Inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB. Inspeksi diri dilakukan
secara rutin minimal 1 kali setahun dan didokumentasikan setiap proses.
Audit mutu berguna untuk pelengkap inspeksi diri, meliputi pemeriksaan dan penilaian semua dari sistem
manajemen mutu, dilakukan oleh spesialis dari luar atau tim yang dibentuk khusus.
Audit dan persetujuan pemasok memeberikan daftar pemasok dan melakukan evaluasi pemasok sebelum
disetujui.
40. BAB 9
PENANGANAN
KELUHAN TERHADAP
PRODUK DAN
PENARIKAN KEMBALI
PRODUK
Setiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaknya dicatat mencakup asal ususl keluhan dan
diselidiki secara mendalam. Bila produk dalam suatu bets cacar maka perlu pemeriksaan terhadap bets
lain. Catatan keluhan harus dikaji untuk mengidentifikasi hal spesifik atau masalah yang berulang
terjadi.
Penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima
memiliki reaksi yang merugikan. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaknya
dihentikan dengan cara embargo, ditarik dan di analisis penyebabnya.
BAB 10
DOKUMENTASI
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen. Dokumen hendaknya di desain,
disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen selalu dikaji ulang secara berkala agar
selalu mutahir.
Dokumen yang diperlukan seperti :
- Spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
- Dokumen produksi meliputi dokumen produksi induk (mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan
dan deskripsi produk.
- Catatan pengolahan bets, pengemas bets
41. BAB 11
PEMBUATAN DAN
ANALISIS
BERDASARKAN
KONTRAK
Pembuatan dan analisis kontrak dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan supaya menghindari adanya
kesalahpahaman yang menyebabkan mutu produk berkurang. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) serta menjelaskan tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan POM
dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat.
BAB 12
KUALIFIKASI DAN
VALIDASI
Bertujuan untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan. Kegiatan validasi perlu direncanakan dan di dokumentasikan. Jenis kualifikasi sama seperti
yang telah dijelaskan pada bab 4 tentang peralatan. Sedangkan jenis validasi meliputi :
- Validasi proses terdiri dari validasi prospektif (dilakukan sebelum produk dipasarkan), validasi konkuren (dilakukan
selama proses produksi rutin dilakukan ) dan validasi retrospektif (Proses yang sudah berjalan hendaklah juga
divalidasi)
- Validasi pembersihan
- Validasi metode analisis (uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas dan uji kuantitatif zat
aktif dalam sampel)
- Validasi ulang (evaluasi secara berkala jenis validasi lain)
42. Komponen /proses yang memerlukan kualifikasi dan validasi mencakup antara lain:
Konstruksi dan desain bangunan dan fasilitas
Perlatan dan sarana penunjang kritis
Metode analisis
Kalibrasi instrumen
Bahan awal dan prosuk pengemas
Transfer proses produksi dan metode analisis
Peningkatan skala bets
Prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk
Prosedur pembersihan
Sistem komputerisasi
Personil
BAB 12
KUALIFIKASI DAN
VALIDASI
43. 1. Tulis prosedur kerja
2. Kerjakan sesuai prosedur
3. Catat/ dokumentasikan hasil kerja
4. Validasi pekerjaan
5. Gunakan fasilitas dan alat yang memadai
6. Pelihara fasilitas dan peralatan
7. Berlatih agar tetap terkini dan berkembang
8. Biasakan rapi dan bersih
9. Perhatikan kualitas
10. Lakukan audit untuk mengecek kesesuaian
45. BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II IZIN INDUSTRI FARMASI
BAB III PENYELENGGARAAN
BAB IV PELAPORAN
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
46. BAB I
Ketentuan Umum
• Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan
obat
• Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan
bahan pengemas, produksi pengemasan, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan
Pasal 1
(2) (4)
• Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan
obat yang ditujukan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
• Farmakoviligans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian,
penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek
samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat
Pasal 1
(5) (6)
47. BAB II
Izin Industri Farmasi
Pasal 3
(1)
Industri Farmasi dapat
melakukan kegiatan proses
pembuatan obat dan/atau
bahan obat untuk:
• Semua tahapan; dan/atau
• Sebagian tahapan
Pasal 3
(2)
sebagaimana dimaksud
harus berdasarkan penelitian
dan pengembangan yang
menyangkut produk sebagai
hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
48. Pasal 5
• Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas :
• Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
• Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
• Memiliki NPWP;
• Memiliki secara tetap paling sedikit 3 orang apoteker WNI masing-masing
sebagai penanggung jawab pemastian mutu produksi, dan pengawasan mutu;
dan
• Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian
• (2) Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf
a dan guruf b, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 8
• Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB
• Sertifikat CPOB berlaku selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan
49. BAB III
Penyelenggaraan
BAB IV
Pelaporan
Pasal15
• Industri Farmasi
mempunyai
fungsi:
• Pembuatan
obat dan/atau
bahan obat
• Pendidikan dan
pelatihan; dan
• Penelitian dan
pengembangan
Pasal16(1)
• Izin industri
farmasi berlaku
untuk seterusnya
selama Industri
Farmasi yang
bersangkutan
masih berproduksi
dan memenuhi
ketentuan
peraturan
• perundang-
undangan
Pasal23
• Industri Farmasi wajib menyampaikan
laporan industri secara berkala mengenai
kegiatan usahanya:
• Sekali dalam 6 bulan, meliputi jumlah dan
nilai produksi setiap obat atau bahan obat
yang dihasilkan
• Sekali dalam 1 tahun
• (2) Laporan industri Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Direktur Jendral dengan tembusan kepada
Kepala Badan
50. BAB V
Pembinaan dan Pengawasan
• Pembinaan terhadap pengembangan
Industri Farmasi dilakukan oleh Direktur
Jenderal
Pasal 24 (1)
• Pengawasan terhadap Industri Farmasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini
dilakukan oleh Kepala Badan
Pasal 25(1)
• Sanksi administratif berupa:
• a. peringatan secara tertulis;
• b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat
atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
• c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
• d. penghentian sementara kegiatan;
• e. pembekuan izin industri farmasi; atau
• f. pencabutan izin industri farmasi.
Pasal 26(1)
51. Pasal 8
• Fasilitas Produksi
Sediaan Farmasi
dapat berupa
industri farmasi
obat, industri
bahan baku obat,
industri obat
tradisional, dan
pabrik kosmetika.
Pasal 9 (1) (2)
• Industri farmasi
harus memiliki 3
(tiga) orang
Apoteker sebagai
penanggung jawab
masing-masing
pada bidang
pemastian mutu,
produksi, dan
pengawasan mutu
setiap produksi
Sediaan Farmasi
Pasal 10
• Pekerjaan
Kefarmasian
dalam Produksi
Sediaan Farmasi
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 7 harus
memenuhi
ketentuan Cara
Pembuatan yang
Baik yang
ditetapkan oleh
Menteri
52. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10690 TAHUN 2011
TENTANG PENERAPAN FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI
FARMASI.
Pasal 1
(4) farmakovigilans adalah seluruh kegiatan
tentang pendeteksian, penilaian
(assessment), pemahaman, dan
pencegahan efek samping atau masalah
lainnya terkait dengan penggunaan obat
Perihal yang telah dijelaskan pada
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 pasal 9
ayat (1) dimana setiap industri
farmasi harus melakukan
farmakovigilans.
Pasal 2
(2) Farmakovigilans dilakukan dengan
pelaporan dan pemantauan mengenai
(pasal 2; ayat 2):
a. aspek keamanan obat dalam
rangka deteksi, penilaian,
pemahaman, dan pencegahan efek
samping atau masalah lain terkait
dengan penggunaan;
b. perubahan profil manfaat-risiko
obat;
c. aspek mutu yang berpengaruh
terhadap keamanan obat.
53. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.33.12.11.09937 TAHUN 2011
TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA PEMBUATAN OBAT YANG
BAIK
Pasal 1(5)
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat
CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan
Perihal yang telah dijelaskan pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 pasal 8 ayat (1)
dimana Industri Farmasi wajib memenuhi
persyaratan CPOB
54. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 2
Perusahaan industri wajib memperoleh Izin Usaha Industri dan dapat berbentuk
perorangan, perusahaan persekutuan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia
Pasal 4
Izin Usaha Industri diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah memenuhi semua
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah selesai membangun pabrik dan
sarana produksi
Pasal 6 dan pasal 7
Izin Usaha Industri berlaku jika perusahaan industri kegiatannya berada dilahan
peruntukkan industri
Pasal 10
izin usaha industri dapat dicabut dalam hal perluasan tanpa izin, pemindah lokasian tanpa
persetujuan menteri, menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan melampaui
batas, dan tidak menyampaikan informasi industri yang tidak benar
55. PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI
OBAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
1120/MENKES/PER/XII/2008
Bab III
Persyaratan Registrasi
1. Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
2. Registrasi Obat Narkotika
3. Registrasi Obat Kontrak
4. Registrasi Obat Impor
5. Registrasi Obat Khusus Ekspor
6. Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
Bab IV
Tata cara memperoleh izin edar
1. Registrasi
2. Evaluasi dokumen resgistrasi meliputi : penilai obat, kasiat-
keamanan, penilai mutu, teknologi, penandaan, dan
kerasionalan obat,
3. Pemberian persetujuan atau penolakan izin edar
Bab II
Pasal 4
obat yang memiliki izin edar
harus memiliki kriteria,
salah satunya adalah
keamanan yang dibuktikan
melalui percobaan hewan dan
uji klinis, mutu yang
memenuhi syarat yang dinilai
dari proses produksi sesuai
CPOB, spesifikasi dan metoda
pengujian terhadapsemua
bahan yang digunakan serta
produk jadi dengan bukti yang
sahih
56. ATURAN DAN UNDANG-UNDANG LAIN YANG TERKAIT
DENGAN INDUSTRI FARMASI
56
PERMENKES RI No. 16 Th 2013 Tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI
Keputusan Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian nomor HK.03.06/01/197A/2011 tentang Pedoman Pelayanan
Perizinan Industri Farmasi
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi
Surat Keputusan Manteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 950/Kab/BVII/71 tahun 1971 tentang Produksi obat,
kelengkapan dan perlengkapan pabrik farmasi.
Surat Keputusan Menetri Kesehatan Republik Indonesia nomor 4234/A/SK/71 tahun 1971 tentang Dasar-dasar dari
pengawasan produksi dan mutu obat
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor Farmasi.
57. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 431/Menkes/SK/III tahun 1988 tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.3.02147
tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Revisi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.02152 tahun 2002 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Kriteria Izin
Edar
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.34.0387
tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Nasional Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).
58. 58
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 246/MenKes/Per/V/1990 mengatur tentang Industri Kecil
Obat Tradisional Industri Obat Tradisional (Iot), (Ikot), Usaha Jamu Racikan (Ujar), Usaha Jamu Gendong (Ujagen)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1380 Tahun 2005 tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.42.1018 Tentang Kosmetik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 965/MENKES/SK/XI/1992 tentang Cara Produksi Kosmetika
yang Baik (CPKB)
Keputusan Kepala BPOM RI No: HK.03.42.06.10.4556 tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik
Yang Baik
60. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker. Seorang apoteker harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) dan SIPA untuk dapat menjalankan praktik
kefarmasian.
Surat izin apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin
untuk menyelenggarakan apotek.
61. Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
• Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan
akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian
• Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien
• Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
• Memiliki ruang yang berfungsi untuk penerimaan resep, pelayanan, peracikan, konseling, dan lain-lain
• Prasarana paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih, listrik, tata udara, proteksi kebakaran
• Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi yang memiliki SIP
62. Pendirian Apotek Izin dari Menteri
(SIA)
berlaku 5 tahun dan dapat
diperpanjang
Apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan
menggunakan Formulir 1.
a. fotokopi STRA dengan
menunjukan STRA asli;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk
(KTP);
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib
Pajak Apoteker;
d. fotokopi peta lokasi dan denah
bangunan;dan
e. daftar prasarana, sarana, dan
peralatan.
Memenuhi PersyaratanTidak Memenuhi Persyaratan
Surat Penolakan
65. Izin Industri Farmasi
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi :
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang
apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai
penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu; dan
c. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang kefarmasian.
66. Persetujuan Prinsip
Ke Direktur Jenderal
Persetujuan Rencana
Induk Pembangunan
(RIP)
a. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Identitas direksi dan komisaris perusahaan;
c. susunan direksi dan komisaris;
d. pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi;
e. fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah;
f. fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan (HO);
g. fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan ;
h. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
j. persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi;
k. persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan;
l. rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
m. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing–masing apoteker penanggung
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung
jawab pemastian mutu; dan
n. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi,
apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian
mutu dari pimpinan perusahaan.
67. Persetujuan Prinsip
Permohonan Izin Industri
Farmasi
Diajukan kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan
Kepada Kepala Badan dan
Dinas Kesehatan provinsi
setempat
Kepala Badan
Audit pemenuhan
Persyaratan CPOB
Kepala Dinas Kesehatan
Verifikasi Kelengkapan
persyaratan administratif
Memenuhi Persyaratan
Direktur Jenderal
Menerbitkan Izin
industri Farmasi
68. • asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
• fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;
• fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker
penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan
• Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang kefarmasian.
69.
70. Industri dan usaha di bidang OT Izin pendirian
IOT
Permohonan
Persetujuan diajukan
kepada Direktur
Jenderal
Diberikan kepada pemohon
untuk dapat melakukan
persiapan-persiapan dan
usaha
pembangunan,pengadaan,pe
masangan/instalasi peralatan
dan lain-lain yang diperlukan
pada lokasi yang disetujui
Permohonan
persetujuan rencana
induk pembangunan
(RIP) kepada Kepala
Badan
Setelah memperoleh
persetujuan prinsipi Pemohon
wajib menyampaikan informasi
mengenai kemajuan
pembangunan sarana produksi
setian 6 bulan sekali kepada
Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada kepala badan
71. a. surat permohonan;
b. fotokopi akta pendirian badan hukum
yang sah sesuai ketentuan;
c. susunan Direksi/Pengurus dan
Komisaris/Badan Pengawas;
d. fotokopi KTP/Identitas
Direksi/Pengurus dan
Komisaris/Badan Pengawas;
e. pernyataan Direksi/Pengurus dan
Komisaris/Badan Pengawas tidak
pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi;
f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan
bangunan;
g. fotokopi Surat Izin Tempat Usaha;
h. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
i. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
j. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
k. persetujuan lokasi dari Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota;
l. Rencana Induk Pembangunan (RIP)
yang mengacu pada pemenuhan CPOTB
dan disetujui Kepala Badan;
m. asli surat pernyataan kesediaan
bekerja penuh dari Apoteker
penanggung jawab;
n. fotokopi surat pengangkatan Apoteker
penanggung jawab dari pimpinan
perusahaan;
o. fotokopi Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA); dan
p. jadwal rencana pendirian bangunan
industri dan pemasangan
mesin/peralatan.
72. a. surat permohonan;
b. persetujuan prinsip;
c. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;
d. daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya;
e. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat tradisional
dan ekstrak yang akan dibuat;
f. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
g. rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan melampirkan
Berita Acara Pemeriksaan dari Kepala Balai setempat; dan
h. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
73. Permohonan izin IOT kepada direktur
Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan dan Kepala Dinkes
Provisi setempat
Kepala Badan melakukan
audit pemenuhan
persyaratan CPOTB
Kepala Dinkes Provinsi
Melakukan verifikasi kelengkapan
persyaratan administratif
Kepala Dinkes Provinsi mengeluarkan
rekomendasi permohonan persyaratan
administratif kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan
Kepala Badan mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan
CPOTB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Dinkes
Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
berproduksi kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala badan atau Kepala
Dinkes provinsi
74. DAFTAR PUSTAKA
• Australian Goverenment.2013. PIC/S Guide to Good Manufacturing Practice for Medicinal Products, PE 009-8 - 15 January
2009. Diakses dari https://www.tga.gov.au/publication/manufacturing-principles-medicinal-products
• ECA Foundation. 2011. GMP News. Available online at http://www.gmp-
compliance.org/eca_news_2490_6804,6863,6888,6850.html
• Health Canada. 2009. Health Products and Food Branch Inspectorate Good Manufacturing Practices (GMP) Guidelines –
2009 Edition, Version 2, Kanada: Canada Healthcare.
• Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek
• Permenkes Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi
• Permenkes Nomor 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
• Sakurai, Shingou. 2011. GMP System in Japan and Globalization Efforts. Tersedia di
http://www.ccpie.org/news/download/zrh-8.pdf
• The Westin. 2011. Update: Food Drug Law, Regulation and Education – Enforcement,Litigation & Compliance
Conference. Washington DC: Food and Drug Law Institute.Therapeutic Goods Administration. 2009. Manufacturing
principles for medicinal products.Tersedia di https://www.tga.gov.au/questions-answers-code-good-manufacturing-
practice-medicinal-products.
• Therapeutic Goods Administration. 2015. TGA Structure. Available online at https://www.tga.gov.au/tga-
structure
Notas do Editor
1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari
Direktur Jenderal.