SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 7
Baixar para ler offline
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
P O L I C Y B R I E F
URGENSI ANGGARAN
DAERAH UNTUK
MENURUNKAN ANGKA
DEFORESTRASI DAN
PENCAPAIAN TARGET
PERHUTANAN SOSIAL DI
KALBAR
URGENSI ANGGARAN
DAERAH UNTUK
MENURUNKAN ANGKA
DEFORESTRASI DAN
PENCAPAIAN TARGET
PERHUTANAN SOSIAL DI
KALBAR
RPJMN 2015-2019 menargetkan perhutanan sosial di
Kalimantan Barat seluas 2,1 juta hektar. Banyak studi yang
menunjukan manfaat perhutanan sosial, seperti terjaganya
kelestarian dan keberlangsungan manfaat
hutan melalui pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan,
Penambahan stok karbon. Melalui
perhutanan sosial, pemerintah tidak perlu
mengalokasikan belanja untuk rehabilitasi
hutan dan lahan, mengingat pengelolaan
perhutanan sosial oleh masyarakat,
dengan mengedepankan kearifan lokal,
dapat menjaga kelestarian fungsi
kawasan.
Pentingnya perhutanan sosial juga
berdampak langsung pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat sekitar hutan.
Hal ini cukup beralasan ketika sebagian
besar manfaat hutan hanya dinikmati oleh
pihak lain diluar masyarakat sekitar hutan.
Padahal, pola dan karakteristik hidup
masyarakat sekitar hutan memiliki
ketergantungan tinggi terhadap hutan.
Banyak studi yang menunjukkan manfaat
ekonomi secara signifikan yang dihasilkan
melalui pengelolaan perhutanan sosial.
Semisal, Hasil studi Siti Zunariyah (2002)
yang menunjukkan bahwa pengelolaan
Hutan Desa di Kab. Kulon Progo yang
menunjukkan Net Percent Value (NPV)1
pada pengelolaan di Hutan Produksi
berkisar 2,1 juta per hektar per tahun
hingga 9,3 juta per hektar per tahun.
Sedangkan pengelolaan pada Hutan
Lindung memiliki NPV sebesar 436 ribu
per hektar per tahun hingga 3,4 juta per hektar per tahun.
Pada studi yang lain, (Motoku dkk, 2014) menunjukkan
bahwa pengelolaan Hutan mangrove di Sulawesi Tengah
memiliki manfaat ekonomi lebih dari 1 milyar per tahun
dikawasan seluas 230 hektar.
Keberadaan perhutanan sosial merupakan upaya
optimalisasi potensi hutan untuk dikelola
secara arif dan lestari. Untuk mendukung
pencapaian tujuan nasional, maka penting
bagi tiap daerah, termasuklah Kalimantan
Barat, untuk meninjau ulang pelaksanaan
pembangunan disektor kehutanan.
Beranjak dari banyaknya manfaat
pengelolaan hutan oleh masyarakat, JARI dan
kalangan masyarakat sipil lainnya
berpandangan bahwa pengelolaan hutan yang
lestari dan berkelanjutan tidak dapat lagi
disandarkan pada kekuatan swasta yang
selama ini terbukti secara dominan telah
menghasilkan kerusakan hutan yang parah
akibat dari konsep developmentalism yang
tidak terkontrol. Karena itu sudah saatnya,
pengelolaan hutan diberikan ruang yang
seluasnya kepada masyarakat untuk
mendapatkan akses dan hak untuk mengelola
hutan yang selama ini dekat dengan
kehidupan dan kebudayaan mereka. JARI
memandang bahwa hal in sejalan dengan
prinsip TRI SAKTI PEMBANGUNAN
Pemerintahan JOKOWI -JK . Karena itu
Perhutanan sosial diyakni merupakan
manifestasi dari konsep tersebut dimana
masyarakat mendapat pengakuan atas hak
terhadap hutan (berdaulat di bidang politik),
untuk mendapatkan kesejahteraan melalui
hutan tanpa bertumpu pada kekuatan modal
besar (berdikari di bidang ekonomi) dan tetap
menjalankan kearifan lokal dalam
melestarikan hutan (berkepribadian dalam kebudayaan).
Karena itu target perhutanan sosial yang telah ditetapkan
oleh Pemerintahan JOKOWI-JK harus diapresiasi dan
1
Selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon
faktor. Dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini.
PENDAHULUAN
“Melalui
perhutanan
sosial,
pemerintah
tidak perlu
mengalokasikan
belanja untuk
rehabilitasi
hutan dan
lahan,
mengingat
pengelolaan
perhutanan
sosial oleh
masyarakat,
dengan
mengedepankan
kearifan lokal,
dapat menjaga
kelestarian
fungsi
kawasan”
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
diupayakan secara kuat oleh
seluruh komponen . Baik
Pemerintah daerah maupun
pusat juga oleh kalangan
masyarakat sipil dan stake-
holder lainnya. Dalam konteks
mandatory, hal ini jelas sebagai
provinsi yang memiliki potensi
hutan yang luas, maka target
2,1 juta hektar membutuhkan
kerja keras pemerintahan Kali-
mantan Barat untuk men-
capainya.
Target perhutanan sosial
seluas 2,1 juta hektar membu-
tuhkan kerja keras bagi peme-
rintahan Kalimantan Barat.
Luas kawasan yang dicadang-
kan untuk perhutanan sosial
(Hutan Desa, Hutan Kemasya-
rakatan, dan Hutan Tanaman
Rakyat) baru mencapai
11,83% dari target, yaitu se-
luas 265,5 ribu hektar (detail
lokasi, target, dan capaian perhutanan sosial dapat dilihat
pada lampiran 1). Angka tersebut terbatas pada
pencadangan kawasan untuk perhutanan sosial, dan
pastinya mengalami penyusutan untuk kawasan yang telah
memiliki izin pengelolaan. Hanya sebesar 1% atau seluas
15,4 ribu hektar kawasan yang telah memperoleh izin
pengelolaan pada skema perhutanan sosial. Perlunya
penanganan cepat terhadap perhutanan sosial, disamping
alasan ekonomis, ekologis, dan kualitas hidup masyarakat,
juga untuk menghindari habisnya masa berlaku PAK di Kab.
Kayong Utara seluas 15,5 ribu hektar. Hal tersebut terjadi
akibat terbatasnya kemampuan dalam pendampingan dan
fasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Dorongan untuk
memperluas perhutanan sosial bukannya tidak beralasan.
Kondisi ini beranjak dari tingginya laju deforestasi dan
luasnya lahan kritis di Kalimantan Barat. Rata-rata
deforestasi pertahun sejak 2003-2012 di Kalimantan Barat
sekitar 71 ribu hektar per tahun. Tingginya angka
deforestasi diperparah dengan luasnya lahan kritis. Pada
tahun 2014, berdasarkan statistik kehutanan Kalimantan
Barat 2014, luas lahan kritis yang teridentifikasi adalah
seluas 1.271.985 Ha.
Beranjak dari tingginya
angka pengurangan tutu-
pan hutan dan luasnya
lahan rusak, maka doro-
ngan untuk memperluas
kawasan perhutanan sosial
menjadi penting. Permasa-
lahannya, penanganan la-
han kritis bernasib sama
dengan upaya mendorong
perhutanan sosial. Jika me-
ngacu pada program ta-
hunan sebagai turunan dari
Renstra Dinas Kehutanan
Kalimantan Barat, hanya
terbatas pada penyediaan
bibit dan mendorong kepe-
dulian masyarakat dalam
perlindungan dan peles-
tarian hutan. Penyediaan
bibit pun sangat terbatas,
yaitu sekitar 1500-an bibit
per tahun. Jika dirata-
ratakan, maka luasan lahan yang dapat ditanami pada bibit
tersebut, adalah sekitar 3,75 s.d 4 hektar.
Jika mengacu pada peraturan perundangan sebelum
terbitnya UU No. 23/ 2014, penanganan lahan kritis peme-
rintah provinsi terbatas pada rehabilitasi hutan dan lahan
pada Taman Hutan Raya2
. Namun saat, kewenangan ter-
sebut bertambah. Tak hanya Tahura, namun pula Lahan
Kritis diluar kawasan hutan negara, yaitu seluas 604.602
Ha. Jika tetap mempertahankan pola penanganan seperti
sebelumnya, maka kontribusi per tahun hanya sebesar
sebesar 0,00062% dari total luas lahan kritis diluar
kawasan hutan.
2
Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 35 ayat (2)
Gambar 1. Realisasi dan Target Perhutanan Sosial Kalimantan
Barat
“Target Perhutanan Sosial
Kalbar baru mencapai 11,83%
dari target RPJMN”
ALOKASI ANGGARAN VS ANCAMAN LAHAN KRITIS
Rendahnya capaian pada Perhutanan Sosial dan Reha-
bilitasi Lahan Kritiis dipengaruhi oleh rendahnya alokasi
belanja per tahun untuk urusan kehutanan. Alokasi belanja
pada Dinas Kehutanan cenderung menga-
lami penurunan pada tiap APBD Peruba-
han. Meskipun disaat bersamaan, terjadi
kenaikan ruang fiskal yang diakibatkan oleh
meningkatnya pendapatan, dan berakibat
pada perubahan total belanja daerah.
Gambar 2 menunjukkan peningkatan
pendapatan dan bertambahnya ruang fiskal
pada tiap APBD Perubahan tidak ber-
dampak pada peningkatan belanja urusan
kehutanan. Justru sebaliknya, pada tiap kali
perubahan APBD justru mengakibatkan
berkurangnya belanja urusan kehutanan.
Kondisi ini menunjukkan adanya pengabai-
an terhadap urusan kehutanan ditingkat
Pemerintah Provinsi.
Cenderung menurunnya alokasi belan-
ja untuk urusan kehutanan, diperparah dengan besarnya
alokasi untuk belanja tidak langsung. Hal tersebut secara
otomatis mengakibatkan terbatasnya penggunaan belanja
langsung.
Gambar 2. Persentase perubahan dari APBDM ke APBDP
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Gambar 4. Komposisi Pengunaan Belanja urusan Kehutanan
Lebih dari separuh belanja pertahun pada Dinas Kehu-
tanan diperuntukkan pada Belanja Tak Langsung. Hal ini
berakibat pada semakin rendahnya porsi belanja untuk pen-
capaian tujuan program yang dialokasikan melalui Belanja
Langsung. Belum lagi, tidak seluruh alokasi pada Belanja
Langsung diperuntukkan pada pencapaian tujuan program.
Sekitar 40% dari total belanja langsung diperuntukkan bagi
kepentingan operasional kantor ataupun dikenal dengan
belanja generik.
Berdasarkan gambar 4, dapat terlihat bahwa keterbata-
san alokasi belanja untuk urusan kehutanan, tidak sepe-
nuhnya diperuntukkan bagi pencapaian tujuan. Hanya
sekitar 27% dari total alokasi belanja yang diperuntukkan
bagi pencapaian tujuan rencana strategis Dinas Kehutanan.
ALOKASI BELANJA MINIMAL UNTUK MENDORONG PERHUTANAN SOSIAL
Dalam pandangan JARI, skema perhutanan sosial yang
saat ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat dengan
banyaknya usulan untuk mendapatkan akses pengelolaan
hutan, menunjukkan bahwa ada keyakinan yang besar dari
masyarakat sekitar hutan yang selama ini mendapatkan
manfaat yang berlimpah dari hutan dengan
hak pengelolaan yang dimiliki, maka akan
terjadi peningkatan pendapatan yang
berujung pada peningkatan kesejahteraan
dan martabat yang siginifikan dari hutan.
Karena itu jelas mereka memiliki kepen-
tingan yang kuat agar hutan tetap lestari
dan berkelanjutan. Dalam konteks yang
lebih makro, Pemerintah daerah juga ber-
kepentingan dengan perhutanan sosial,
baik dalam kepentingan yang pragmatis
(mendapatkan insentif dari diversifikasi
produk hutan yan non-timber minded)
maupun yang substantif (peningkatan
indeks pembangunan manusia dan
pertumbuhan ekonomi lokal).
Untuk itu maka menjadi penting dalam
melihat sejauhmana komitmen pemerintah
daerah dalam mendorong perhutanan sosi-
al yang kami batasi pada dua skema yakni hutan desa dan
hutan kemasyarakatan. Karena itu berdasarkan kewena-
ngan dan konsepsi program kerja yang dimiliki oleh Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, maka analisis ang-
garan yang ideal untuk skema perhutanan sosial adalah
sebagai berikut :
Hutan Desa (HD)
Alokasi belanja pada Hutan Desa berada pada “Kegiatan
Fasilitasi Pembentukan Pengelolaan Pembangunan Hutan
Desa.” Nominal belanja yang diperuntukkan pada kegiatan
ini cenderung mengalami penurunan, meskipun pada saat
bersamaan nominal belanja pada Dinas Kehutanan
mengalami peningkatan.
Jika dirata-ratakan sejak 2013, biaya yang diperuntukkan
dalam melakukan fasilitasi sekitar Rp. 30,3 juta per tahun.
Jumlah tersebut diharuskan untuk memfasilitasi 65,9 ribu
hektar hutan desa yang telah memperoleh SK Penetapan
Areal Kerja (PAK). Maka, biaya riil yang diperuntukkan dalam
memfasilitasi hutan desa hanya sebesar Rp. 459 per
hektar3
. Tentunya angka tersebut sangat kecil jika
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari hasil
Hutan Desa.
Namun, jumlah tersebut mampu mendorong 4 usulan
Hutan Desa memperoleh Izin HPHD (Hak Pengelolaan Hu-
tan Desa). Artinya alokasi sebesar Rp. 30,3 juta per tahun
Gambar 5. Alokasi Belanja Dinas Kehutanan dan Kegiatan
Fasilitasi Hutan Desa
“Biaya riil yang
diperuntukkan
dalam
memfasilitasi
hutan desa
hanya sebesar
Rp. 459 per
hektar”
mampu memfasilitasi seluas 7.040 hektar untuk mem-
peroleh HPHD. Maka angka minimal yang dibutuhkan ada-
lah sebesar Rp. 4.300 per hektar4
.
Untuk mendorong percepatan agar lahan 65,9 ribu
hektar yang telah memperoleh PAK, namun belum memiliki
HPHD, dibutuhkan anggaran sebesar Rp.
283,5 juta5
. Jumlah tersebut ditambah
pula dengan jumlah usulan HD yang di-
asumsikan memperoleh PAK, yaitu
sebesar Rp. 302.5 juta6
. Sehingga to-
tal untuk memperoleh HPHD dari kawa-
san yang telah memperoleh PAK dan
usulan desa terhadap pengelolaan Hutan
Desa adalah sekitar Rp. 586 juta.
Dari jumlah 586 juta tersebut, sebesar
Rp. 131.795.000 harus dapat
dikucurkan pada tahun 2016. Hal ini
mengingat masa berlaku PAK hanya 2
tahun dan usulan yang telah memperoleh
PAK ditahun 2014 seluas 22,2 ribu hektar
dan 2015 seluas 8,5 ribu hektar.
Keseluruhan angka diatas hanya untuk
melakukan fasilitasi dalam memperoleh
HPHD bagi usulan yang telah mempero-
leh PAK. Namun, masih terdapat seluas 70.350 hektar
usulan HD yang belum memperoleh PAK. Jika diasumsikan
kegiatan pendampingan untuk memperoleh PAK sama
dengan fasilitasi dalam memperoleh HPHD, maka biaya
yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 302.5 juta7
.
3
Diperoleh melalui (rata-rata belanja pertahun)/(PAK-HPHD)
4
Diperoleh melalui (rata-rata belanja pertahun)/(HPHD)
5
Diperoleh melalui (HPHD-PAK) x 4.300
6
Diasumsikan usulan HD telah memperoleh PAK, maka (Usulan
HD-(PAK + HPHD) x 4.300)
7
Diperoleh melalui (Usulan HD-(PAK + HPHD) x 4.300)
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Sebelum diberlakukannya UU No. 23/2014, kewenangan
provinsi sangat terbatas. Mengacu pada Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.88/Menhut-II/2014. Pada pasal 8 ayat (6),
fasilitasi yang dilakukan dalam pengusulan areal kerja HKm
Gambar 7. Komposisi Status HKm
Gambar 8. Logika Alokasi Belanja Hutan Kemasyarakatan
8
Diperoleh melalui (PAK-IUPHKm) x 4.300
9
Diperoleh melalui (usulan HKm-(PAK+IUPHKm) x 4.300
10
Diperoleh melalui (usulan HKm-(IUPHKm) x 4.300
Mengacu pada hasil perhitungan diatas, maka belanja
minimal yang perlu dialokasikan untuk fasilitasi dan pen-
dampingan adalah sebesar Rp. 888,6 juta untuk lahan
seluas 136,2 ribu hektar atau 6% dari target perhutanan
sosial pada RPJMN.
Gambar 6. Logika Alokasi Belanja Hutan Desa
merupakan kewenangan Bupati/Walikota. Pemerintah pro-
vinsi, dapat terlibat, namun keberadaannya bukan meru-
pakan kewajiban (pasal 11 ayat 4).
Hingga 2016, luas hutan kemasyarakatan yang telah
memperoleh izin pengelolaan (IUPHKm) adalah seluas
8.900 hektar, atau 26% dari total usulan HKm yang seluas
33,7 ribu hektar. Diakibatkan keterbatasan kewenangan
tersebut, maka tidak dapat dilacak apakah keberadaan 8,9
ribu hektar IUPHHKm tersebut merupakan kontribusi pe-
merintah provinsi ataukah pemerintah kabupaten. Perma-
salahannya, berdasarkan UU No. 23/2014, Pemerintah
Kabupaten tidak lagi memiliki kewenangan dalam
perhutanan sosial, dan dipindahkan ke Pemerintah Provinsi.
Jika diasumsikan bahwa belanja perhektar pada HKm
sama dengan belanja fasilitasi HD, maka biaya yang
dibutuhkan untuk memfasilitasi wilayah yang telah
memperoleh PAK namun belum memperoleh IUPHKm
adalah seluas Rp. 2,7 juta8
. Namun terdapat pula seluas
24 ribu hektar usulan yang belum memperoleh PAK. Jika
diasumsikan luas usulan tersebut telah memperoleh PAK,
maka total biaya fasilitasi HKm adalah sebesar Rp. 104
juta9
untuk 24 ribu hektar HKm. Sehingga total biaya
fasilitasi HKm untuk memperoleh IUPHKm adalah sebesar
Rp. 106,7 juta10
untuk lahan seluas 24,8 ribu hektar, atau
seluas 1% dari target perhutanan sosial pada RPJMN.
Namun, sebelum 24 ribu hektar HKm tersebut
memperoleh PAK, dibutuhkan pendampingan dan
pematangan bagi masyarakat yang mengusulkan HKm.
Diasumsikan pula, bahwa nominal belanja perhektar sama
dengan belanja yang digunakan pada HD, yaitu sebesar
Rp. 4.300 per hektar. Sehingga jumlah yang dibutuhkan
untuk mendorong usulan masyarakat dalam memperoleh
PAK adalah sebesar Rp. 104 juta. Total biaya yang
dibutuhkan untuk perwujudan perhutanan sosial melalui
HKm adalah sebesar Rp. 210,5 juta.
Total biaya yang
dibutuhkan untuk
perwujudan perhutanan
sosial melalui HKm adalah
sebesar Rp. 210,5 juta
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Belanja Minimal Perhutanan Sosial
Berdasarkan kajian diatas, jika hanya menindaklanjuti
usulan yang sudah ada pada HD (Rp. 888,6 juta) dan HKm
(Rp. 201,5 juta), maka total belanja yang dibutuhkan adalah
sekitar Rp. 1 milyar. Jumlah tersebut hanya mampu
menangani 161 ribu hektar atau hanya sebesar 8% dari
target perhutanan sosial di Kalimantan Barat. Jika
diasumsikan bahwa sebesar 161 ribu hektar tersebut telah
memperoleh izin pengelolaan, ditambah dengan
perhutanan sosial yang saat ini telah memperoleh izin
pengelolaan, maka total luas wilayah perhutanan sosial
adalah 177 ribu hektar. Setidaknya dibutuhkan sekitar
1,9 juta hektar atau 11 kali lipat untuk mencapai target
RPJMN. Sehingga total yang biaya minimal yang dibutuhkan
hingga 2019, adalah sekitar Rp. 12 milyar11
. Angka
tersebut belum memasukkan kegiatan yang mendorong
masyarakat untuk mengusulkan perhutanan sosial.
11
Diperoleh melalui 11 milyar untuk 1,9 juta hektar target yang
belum diusulkan + 1 milyar pada luas yang telah diusulkan
ALOKASI BELANJA MINIMAL REHABILITASI LAHAN KRITIS
Pada RPJMN 2015-2019, dalam konteks rehabilitasi lahan
kritis, target nasional pertahun yang ingin dicapai adalah
5,5 juta hektar (kumulatif). Jika target tersebut
disandingkan dengan daftar lahan kritis secara nasional,
luas lahan kritis di Kalbar adalah 4% dari total lahan kritis
secara nasional12
. Secara sederhana, target akumulatif yang
harus ditangani kalbar hingga 2015 adalah seluas 220 ribu
hektar. Meskipun angka tersebut tidak dapat menutupi
luasan lahan kritis di Kalimantan Barat, namun dalam rangka
mendukung kebijakan nasional, target RPJMN dapat
menyelesaikan seluas 17% dari total lahan kritis13
.
12
Statistik BPDAS 2014
13
Luas lahan kritis di Kalbar, berdasarkan Statistik Kehutanan
Kalimantan Barat 2014 adalah seluas 1.271.985 hektar yang
terbagi menjadi 667.383 Ha didalam kawasan hutan, dan 604.602
Ha diluar kawasan hutan negara
14
Asumsi jarak antar bibit yang ditanam adalam 5 x 5 meter, dan
hasil diperoleh melalui 1500 bibit x 25 m2
15
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian
Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pasal 9 ayat (3)
yang menjelaskan bahwa penanaman 1.600 bibit/hektar untuk
hutan dan lahan kategori kritis dan sangat kritis (prioritas I),
ataupun 1.100 bibit/hektar untuk hutan dan lahan kategori agak
kritis (prioritas II). Untuk kawasan mangrove membutuhkan bibit
yang lebih banyak, yaitu 3.300 batang/hektar untuk prioritas I,
dan 6.000 batang u
ntuk prioritas II.
16
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2013 pasal 5
ayat (1)
17
Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 35 ayat (2)
18
Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 34 ayat (1)
Terbatasnya peran dalam penanganan lahan kritis
diakibatkan rendahnya alokasi belanja pertahunnya.
Pengelompokkan kegiatan yang masuk pada kategori
rehabilitasi hutan dan lahan yang ada pada Dinas Kehutanan
terbatas pada koordinasi, monitoring, dan evaluasi.
Outputnya, terbatas pada penyediaan bibit dan mendorong
kepedulian masyarakat dalam perlindungan dan pelestarian
hutan.
Ironisnya, penyediaan bibit pun sangat terbatas, yaitu
sekitar 1500 bibit per tahun. Jika dirata-ratakan, maka
luasan lahan yang dapat ditanami pada bibit tersebut,
adalah sekitar 3,75 hektar14
per tahun.
Jika dalam 1 tahun, maka kontribusi penanganan lahan
kritis oleh Dinas Kehutanan hanya seluas 3,75 Ha pertahun,
maka upaya penyelesaian yang dilakukan hanya sebesar
0,00062% dari total luas lahan kritis pertahun. Bahkan,
jika mengacu pada Permenhut No. P.9/Menhut-II/201315
1500 bibit hanya dapat diperuntukkan bagi 1-2 Hektar.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka untuk menangani lahan
kritis diluar kawasan hutan, dibutuhkan waktu ratusan ribu
tahun (161.227 tahun). Kecilnya kontribusi dinas kehutanan
provinsi, memungkinkan akan semakin menjadi lebih kecil
ketika rehabilitasi hutan dan lahan tidak hanya sebatas pada
kegiatan pembibitan dan persemaian, namun juga perlu
dilakukan aktivitas lanjutan, seperti (1) penanaman, (2)
pemeliharaan tanaman, (3) pengamanan, dan (4) kegiatan
pendukung16
.
Disamping itu, pengadaan bibit sebagaimana yang
dijelaskan diatas hanya diakomodir oleh dua kegiatan, yaitu
(1) kegiatan Pengelolaan Lokasi Pengembangan Tanaman
Unggulan Lokal, dan (2) Kegiatan Pengelolaan Persemaian
Dinas Kehutanan Prov. Kalbar. Rata-rata alokasi belanja
yang diperuntukkan bagi dua kegiatan tersebut sebesar
Rp. 115.772.000 untuk pengadaan dan persemaian bibit.
Jumlah rata-rata belanja tersebut, jika dibagi dengan jumlah
bibit yang tersedia, yaitu sebesar Rp. 77.181 untuk
penyediaan dan penyemaian 1 batang bibit. Ironisnya, bibit
tersebut tidak dipersiapkan untuk penanganan rehabilitasi
Rendahnya Kemampuan dalam
Penanganan Lahan Kritis
hutan dan lahan secara langsung oleh Dinas Kehutanan,
melainkan untuk kebutuhan pihak lain yang membutuhkan
untuk kepentingan studi, riset, ataupun penanaman yang
berada diluar kendali Dinas Kehutanan Provinsi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kontribusi yang dilakukan
Dinas Kehutanan terhadap rehabilitasi hutan dan
lahan sangat kecil, yaitu hanya sebesar 0,00062%.
Kecilnya kontribusi yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan
Provinsi diakibatkan oleh terbatasnya kewenangan yang
dimilki. Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 76
tahun 2008, Pemerintah Provinsi hanya dapat
melakukan rehabilitasi hutan dan lahan pada
Taman Hutan Raya17
. Dan kegiatan yang dilakukan
tersebut hanya sebatas kegiatan pendukung untuk
pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan18
. Pelaksana
rehabilitasi hutan dan lahan berada pada pemerintah pusat
(kawasan hutan konservasi kecuali taman hutan raya),
pemerintah kabupaten/kota (kawasan hutan produksi dan
hutan lindung yang tidak dibebani hak atau izin), dan
pemegang izin.
Berdasarkan ketentuan tersebut, keterbatasan kewe-
nangan pada pemerintah provinsi berakibat pada kecilnya
kontribusi untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini
berakibat pula pada terbatasnya alokasi belanja yang
diperuntukkan pada penangan urusan tersebut.
Kontribusi penanganan lahan
kritis hanya seluas 3,75 Ha
pertahun
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Jika mengacu pada UU No. 23 tahun 2014, terjadi
penambahan kewenangan pada Pemerintah Provinsi dalam
urusan kehutanan. Dalam konteks rehabilitasi lahan,
pemerintah provinsi berkewajiban melakukan Pelaksanaan
rehabilitasi di luar kawasan hutan negara. Jika sebelumnya
pemerintah Kabupaten memiliki kewenangan serupa dalam
kawasan hutan skala kabupaten, kewenangan tersebut
dialihkan pada pemerintahan provinsi.
Perubahan kewenangan dalam penanganan lahan kritis
membutuhkan perumusan ulang terhadap alokasi belanja
penanganan lahan kritis. Jumlah yang selama ini
dialokasikan untuk penanganan masih sangat rendah. Jika
mengacu pada Permenhut No. P.26/Menhut-II/2009
tentang Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman
Industri dan Hutan Tanaman Rakyat, untuk biaya terendah
kegiatan penanaman (termasuklah (1) persemaian dan
pembibitan, (2) persiapan lahan, dan (3) penanaman)
adalah sebesar Rp. 5.320.40019
. Biaya tersebut tidak
termasuk kegiatan pemeliharaan, perlindungan, dan
pengamanan hutan dan lahan.
Rumusan Biaya Minimal Penanganan Lahan Kritis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, target
akumulatif yang harus ditangani kalbar hingga 2015
(mengacu pada target capaian RPJMN) adalah seluas 220
ribu hektar. Ataupun 17% dari total lahan kritis dapat diatasi
hingga 2019.
Anggap saja target 220 ribu hektar tersebut dibagi
penanganannya antara Pemerintah Pusat (lahan kritis
didalam kawasan hutan) dan pemerintah provinsi (diluar
kawasan hutan), sehingga masing-masing memiliki target
110 ribu hektar hingga 2019. Tersisa waktu 3 tahun untuk
mencapai target tersebut, sehingga target tahunan yang
harus dipenuhi oleh pemerintah provinsi adalah 36,7 ribu
hektar. Jika menggunakan standar biaya penanaman,
dengan jumlah minimal per hektar adalah Rp. 5.320.400,
maka biaya yang perlu dialokasikan pertahun adalah Rp.
195 milyar per tahun.
19
Biaya terendah sebesar Rp. 5.320.400 dan tertinggi adalah Rp.
7.315.551
REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. Mendudukan konsep pemahaman bahwa urusan
kehutanan (yang merupakan urusan pilihan) bukan
lagi dianggap sebagai urusan yang bukan
prioritas seperti yang dipahami oleh mainstream,
Namun menjadi prioritas karena memang urusan pilihan
lebih karena karakter wilayah dan secara nyata telah
memberikan dampak yang dashyat (bencana alam,
hilangnya sumber daya ekonomi dsb) yang ditimbulkan
dari kerusakan hutan.
2. Banyaknya masyarakat sekitar hutan yang memiliki
hukum adat namun tidak memiliki / berkurangnya
wilayah adat mereka karena tergerus oleh ekspansi
lahan yang diakibatkan oleh pemilik konsesi, hendaknya
menjadi peluang untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai
adat melalui pengakuan terhadap hak atas pengelolaan
hutan yang mandiri dan berkelanjutan
3. Melakukan review terhadap rencana kerja tahunan
untuk program perhutanan sosial di Dinas kehutanan
yang hanya setiap tahunnya menargetkan 2 skema
perhutanan sosial yakni 1 hutan desa dan 1 hutan
kemasyarakatan yang mendapatkan hak pengeloaan
menjadi 20 pada tahun 2017 mendatang
4. Perlunya alokasi belanja sebesar 283,5 juta ditahun
2016 dan 302,5 juta ditahun berikutnya, untuk
melakukan fasilitasi Hutan Desa yang telah memperoleh
SK PAK agar memperoleh HPHD. Hal ini dapat
dialokasikan pada APBD Perubahan 2016 ,
mengingat adanya masa kadaluarsa status
penetapan areal kerja hutan desa yang jika tidak
segera diproses akan berpengaruh terhadap
proses pengurusan perizinannya.
5. Perlunya alokasi belanja sebesar 302,5 juta ditahun
2016, untuk melakukan pendampingan terhadap usulan
Hutan Desa agar memperoleh SK PAK
6. Perlunya alokasi belanja sebesar 2,7 juta ditahun 2016
dan 104 ditahun berikutnya untuk meningkatkan sta-
tus HKm yang telah memperoleh PAK menjadi IUPHKm
7. Perlunya alokasi belanja sebesar 104 juta ditahun 2016
untuk melakukan pendampingan terhadap usulan HKm
agar memperoleh SK PAK
8. Perlunya pendampingan secara aktif dalam mendorong
perhutanan sosial dari Pemerintah Daerah dalam
mencapai target perhutanan sosial yang diamanahkan
oleh RPJMN
9. Perlu alokasi belanja sebesar 195 milyar per tahun untuk
rehabilitasi lahan kritis
SUMBER
1. APBDM dan APBDP Provinsi Kalimantan Barat 2013,
2014, 2015, dan 2016
2. Statistik Kehutanan Kalimantan Barat 2014
3. Statistik BPDAS 2014
4. Perkembangan Hutan Desa di Kalimantan Barat 2016,
Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
5. Perkembangan Hutan Kemasyarakatan di Kalimantan
Barat 2015, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
6. Luas Pencandangan dan Luas Realisasi Penerbitan
IUPHHK-HTR 2016, Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Barat
7. Lampiran RPJMN 2015-2019
8. RKP Pusat 2016
9. Siti Zunariyah (2002), Analisa Ekonomi Dan Finansial
Pengelolaan Hutan desa Di kabupaten Kulon Progo DIY,
http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/
RegionalStudies/ Analisa%20Ekonomi%20Finansial
%20Pengelolaan %20Hutan%20Desa.pdf, diakses pada
20 Mei 2016
10. Abner Widoyo Motoku, Syukur Umar, Bau Toknok
(2014), Nilai Manfaat Hutan Mangrove Di Desa Sausu
Peore Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong,
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/
WartaRimba/article/view/3619/2622, diakses pada 20
Mei 2016
Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584
Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org
Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat
Lampiran1.TargetdanCapaianPerhutananSosial

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Dinamika dan Konflik dalam Kelompok Sosial
Dinamika dan Konflik dalam Kelompok SosialDinamika dan Konflik dalam Kelompok Sosial
Dinamika dan Konflik dalam Kelompok SosialAgung Susilo
 
Teori keseimbangan - heider
Teori keseimbangan - heiderTeori keseimbangan - heider
Teori keseimbangan - heiderHafnita Kirei
 
Stratifikasi sosial
Stratifikasi sosialStratifikasi sosial
Stratifikasi sosialChaerul Uman
 
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukumPelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukumFuji Lestari
 
Masalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinya
Masalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinyaMasalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinya
Masalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinyaMagdalena Palma Renia
 
Dunia Pergaulan dan Etika Dalam Pergaulan
Dunia Pergaulan dan Etika Dalam PergaulanDunia Pergaulan dan Etika Dalam Pergaulan
Dunia Pergaulan dan Etika Dalam PergaulanRizka Andita
 
Perubahan sosial dalam masyarakat pedesaan
Perubahan sosial dalam masyarakat pedesaanPerubahan sosial dalam masyarakat pedesaan
Perubahan sosial dalam masyarakat pedesaanVeronica Silalahi II
 
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan KebijakanContoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaLestari Moerdijat
 
PPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptx
PPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptxPPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptx
PPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptxssuser0e43d9
 
Geografi Desa XII IPS
Geografi Desa XII IPSGeografi Desa XII IPS
Geografi Desa XII IPSIsaka Yoga
 
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial Zulfira Farah Nubua
 
contoh proposal kewirausahaan
contoh proposal kewirausahaancontoh proposal kewirausahaan
contoh proposal kewirausahaanRISA ANDRIANI
 
Teori modernisasi fd
Teori modernisasi fdTeori modernisasi fd
Teori modernisasi fdFrans Dione
 
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)Ahmad Dani
 
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)Nurul Khairani Firnia
 

Mais procurados (20)

Dinamika dan Konflik dalam Kelompok Sosial
Dinamika dan Konflik dalam Kelompok SosialDinamika dan Konflik dalam Kelompok Sosial
Dinamika dan Konflik dalam Kelompok Sosial
 
Hubungan Masyarakat Asimetris dan Simetris
Hubungan Masyarakat Asimetris dan SimetrisHubungan Masyarakat Asimetris dan Simetris
Hubungan Masyarakat Asimetris dan Simetris
 
Teori keseimbangan - heider
Teori keseimbangan - heiderTeori keseimbangan - heider
Teori keseimbangan - heider
 
Stratifikasi sosial
Stratifikasi sosialStratifikasi sosial
Stratifikasi sosial
 
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukumPelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
 
Kesamaptaan
KesamaptaanKesamaptaan
Kesamaptaan
 
1. pendahuluan ppt
1. pendahuluan ppt1. pendahuluan ppt
1. pendahuluan ppt
 
Masalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinya
Masalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinyaMasalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinya
Masalah-masalah Pembangunan dan cara mengatasinya
 
Dunia Pergaulan dan Etika Dalam Pergaulan
Dunia Pergaulan dan Etika Dalam PergaulanDunia Pergaulan dan Etika Dalam Pergaulan
Dunia Pergaulan dan Etika Dalam Pergaulan
 
2.morfometri das
2.morfometri das2.morfometri das
2.morfometri das
 
Perubahan sosial dalam masyarakat pedesaan
Perubahan sosial dalam masyarakat pedesaanPerubahan sosial dalam masyarakat pedesaan
Perubahan sosial dalam masyarakat pedesaan
 
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan KebijakanContoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
 
PPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptx
PPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptxPPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptx
PPT_GEMPA_PALU_KELOMPOK_3[1].pptx
 
Geografi Desa XII IPS
Geografi Desa XII IPSGeografi Desa XII IPS
Geografi Desa XII IPS
 
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
 
contoh proposal kewirausahaan
contoh proposal kewirausahaancontoh proposal kewirausahaan
contoh proposal kewirausahaan
 
Teori modernisasi fd
Teori modernisasi fdTeori modernisasi fd
Teori modernisasi fd
 
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)
 
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
 

Destaque

Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019People Power
 
150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat
150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat
150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan MasyarakatAndhika Vega Praputra
 
PermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial
PermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan SosialPermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial
PermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan SosialRyadhi EthniCitizen
 
Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...
Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...
Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Data Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan Minumnya
Data Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan MinumnyaData Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan Minumnya
Data Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan MinumnyaJARI Indonesia Borneo Barat
 
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2Sani Saragih
 
VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...
VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...
VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...Rusman R. Manik
 
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)Rusman R. Manik
 
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten Bantul
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten BantulMenghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten Bantul
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten BantulRusman R. Manik
 
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNSKonsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNSRusman R. Manik
 
Daftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalianDaftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalianRusman R. Manik
 
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di Indonesia
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di IndonesiaPembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di Indonesia
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di IndonesiaRusman R. Manik
 
Sekelumit Tentang Penyusunan Policy Brief
Sekelumit Tentang Penyusunan Policy BriefSekelumit Tentang Penyusunan Policy Brief
Sekelumit Tentang Penyusunan Policy BriefRusman R. Manik
 
Sekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan Publik
Sekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan PublikSekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan Publik
Sekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan PublikRusman R. Manik
 

Destaque (19)

Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
 
Policy Brief Kebakaran Hutan dan Lahan
Policy Brief Kebakaran Hutan dan LahanPolicy Brief Kebakaran Hutan dan Lahan
Policy Brief Kebakaran Hutan dan Lahan
 
150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat
150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat
150116 Policy Brief_Menata Era Baru Kehutanan Masyarakat
 
PermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial
PermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan SosialPermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial
PermenLHK 83/2016 tentang Perhutanan Sosial
 
Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...
Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...
Sumber pendapatan Kabupaten Kubu Raya dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya ...
 
Data Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan Minumnya
Data Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan MinumnyaData Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan Minumnya
Data Anggaran Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2016 vs Makan Minumnya
 
DAFTAR USULAN PROGRAM 6 DESA KABUPATEN KUBURAYA
DAFTAR USULAN PROGRAM 6 DESA KABUPATEN KUBURAYADAFTAR USULAN PROGRAM 6 DESA KABUPATEN KUBURAYA
DAFTAR USULAN PROGRAM 6 DESA KABUPATEN KUBURAYA
 
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2
Resume perjalanan pegusulan hutan desa 2
 
Analisis sementara apbd kkr 2015 2016
Analisis sementara apbd kkr 2015 2016Analisis sementara apbd kkr 2015 2016
Analisis sementara apbd kkr 2015 2016
 
Merancang Policy Brief
Merancang Policy BriefMerancang Policy Brief
Merancang Policy Brief
 
VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...
VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...
VERSI 2: Sekelumit tentang Indikator Sukses Lembaga Ombudsman (LO) Daerah Ist...
 
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)
Sekelumit tentang IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat)
 
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten Bantul
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten BantulMenghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten Bantul
Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Melalui LKD di Kabupaten Bantul
 
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNSKonsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
 
Strategi advokasi
Strategi advokasiStrategi advokasi
Strategi advokasi
 
Daftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalianDaftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalian
 
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di Indonesia
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di IndonesiaPembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di Indonesia
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial di Indonesia
 
Sekelumit Tentang Penyusunan Policy Brief
Sekelumit Tentang Penyusunan Policy BriefSekelumit Tentang Penyusunan Policy Brief
Sekelumit Tentang Penyusunan Policy Brief
 
Sekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan Publik
Sekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan PublikSekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan Publik
Sekelumit tentang Konsep Dasar Pelayanan Publik
 

Semelhante a Policy Brief perhutanan sosial

Hutan desa setengah hati
Hutan desa   setengah hatiHutan desa   setengah hati
Hutan desa setengah hatiZainuri Hasyim
 
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan Sosial
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan SosialPeningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan Sosial
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan SosialRamlanNugraha3
 
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialPanduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialRyadhi EthniCitizen
 
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaPemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaHabibullah
 
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilPolicy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)editResume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)editkphnganjuk
 
Bunga rampai alamku 2007 hutan papua
Bunga rampai alamku 2007 hutan papuaBunga rampai alamku 2007 hutan papua
Bunga rampai alamku 2007 hutan papuasumardi basri
 
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPeople Power
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)kphnganjuk
 
Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...
Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...
Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptxMuhSuyutiHamsi
 
Bisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdf
Bisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdfBisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdf
Bisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdfAvioAviensi1
 
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Fatur Fatkhurohman
 
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Selvia Sari
 
Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...
Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...
Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...imaniar nastiti
 
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)Kurniawan Saputra
 

Semelhante a Policy Brief perhutanan sosial (20)

Hutan desa setengah hati
Hutan desa   setengah hatiHutan desa   setengah hati
Hutan desa setengah hati
 
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan Sosial
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan SosialPeningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan Sosial
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan Sosial
 
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialPanduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
 
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialPanduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
 
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaPemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
 
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilPolicy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang Adil
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)editResume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)edit
 
Bunga rampai alamku 2007 hutan papua
Bunga rampai alamku 2007 hutan papuaBunga rampai alamku 2007 hutan papua
Bunga rampai alamku 2007 hutan papua
 
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
 
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjoProposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
 
Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...
Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...
Policy brief : terobosan kebijakan kehutanan dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2019...
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptx
 
Bisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdf
Bisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdfBisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdf
Bisnis KPH NTB-Menuju KPH Mandiri-KPHL Dit_Julmansyah.pdf
 
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
 
Sos dak 2012 kehutanan
Sos dak 2012   kehutananSos dak 2012   kehutanan
Sos dak 2012 kehutanan
 
Warta tenure 04e
Warta tenure 04eWarta tenure 04e
Warta tenure 04e
 
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
 
Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...
Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...
Kebijakan Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan Ruang dalam ...
 
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
 

Mais de JARI Indonesia Borneo Barat

PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...
PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...
PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...
Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...
Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan BaratBuku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan BaratJARI Indonesia Borneo Barat
 
Permendagri nomor 1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa
Permendagri nomor 1 tahun 2016  tentang pengelolaan aset desa Permendagri nomor 1 tahun 2016  tentang pengelolaan aset desa
Permendagri nomor 1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa JARI Indonesia Borneo Barat
 
Permendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desa
Permendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desaPermendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desa
Permendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desaJARI Indonesia Borneo Barat
 
Permendagri no 113 thn 2014 pengelolaan keuangan desa
Permendagri no 113 thn  2014 pengelolaan keuangan desaPermendagri no 113 thn  2014 pengelolaan keuangan desa
Permendagri no 113 thn 2014 pengelolaan keuangan desaJARI Indonesia Borneo Barat
 
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala Desa
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala DesaPermendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala Desa
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala DesaJARI Indonesia Borneo Barat
 
Permendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan Desa
Permendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan DesaPermendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan Desa
Permendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan DesaJARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desa
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desaPeraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desa
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desaJARI Indonesia Borneo Barat
 
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...JARI Indonesia Borneo Barat
 
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012JARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006JARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...JARI Indonesia Borneo Barat
 
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...JARI Indonesia Borneo Barat
 

Mais de JARI Indonesia Borneo Barat (20)

PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...
PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...
PP 45 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan ...
 
Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...
Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...
Keputusan Bupati Kubu Raya No 502/BAPPEDA/2017 Tentang Tim Koordinasi, Kelomp...
 
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan BaratBuku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
 
Permendagri nomor 1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa
Permendagri nomor 1 tahun 2016  tentang pengelolaan aset desa Permendagri nomor 1 tahun 2016  tentang pengelolaan aset desa
Permendagri nomor 1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa
 
Permendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desa
Permendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desaPermendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desa
Permendagri nomor 114 th 2014 pedoman pembangunan desa
 
Permendagri no 113 thn 2014 pengelolaan keuangan desa
Permendagri no 113 thn  2014 pengelolaan keuangan desaPermendagri no 113 thn  2014 pengelolaan keuangan desa
Permendagri no 113 thn 2014 pengelolaan keuangan desa
 
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala Desa
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala DesaPermendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala Desa
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 Pemilihan Kepala Desa
 
Permendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan Desa
Permendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan DesaPermendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan Desa
Permendagri No 111 Tahun 2014 Pedoman Teknis Peraturan Desa
 
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desa
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desaPeraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desa
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang undang desa
 
Buku tanya jawab dana desa untuk membangun Desa
Buku tanya jawab dana desa untuk membangun DesaBuku tanya jawab dana desa untuk membangun Desa
Buku tanya jawab dana desa untuk membangun Desa
 
Kajian regulasi harmonisasi uu desa
Kajian regulasi harmonisasi uu desaKajian regulasi harmonisasi uu desa
Kajian regulasi harmonisasi uu desa
 
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG...
 
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG...
 
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari A...
 
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang DesaUU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
 
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 76 tahun 2012
 
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2006
 
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
 
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
 
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan transmigrasi Nomor...
 

Último

KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxInstrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxZhardestiny
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxPPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxsitifaiza3
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugaslisapalena
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 

Último (9)

KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxInstrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxPPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 

Policy Brief perhutanan sosial

  • 1. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat P O L I C Y B R I E F URGENSI ANGGARAN DAERAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA DEFORESTRASI DAN PENCAPAIAN TARGET PERHUTANAN SOSIAL DI KALBAR URGENSI ANGGARAN DAERAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA DEFORESTRASI DAN PENCAPAIAN TARGET PERHUTANAN SOSIAL DI KALBAR RPJMN 2015-2019 menargetkan perhutanan sosial di Kalimantan Barat seluas 2,1 juta hektar. Banyak studi yang menunjukan manfaat perhutanan sosial, seperti terjaganya kelestarian dan keberlangsungan manfaat hutan melalui pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan, Penambahan stok karbon. Melalui perhutanan sosial, pemerintah tidak perlu mengalokasikan belanja untuk rehabilitasi hutan dan lahan, mengingat pengelolaan perhutanan sosial oleh masyarakat, dengan mengedepankan kearifan lokal, dapat menjaga kelestarian fungsi kawasan. Pentingnya perhutanan sosial juga berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar hutan. Hal ini cukup beralasan ketika sebagian besar manfaat hutan hanya dinikmati oleh pihak lain diluar masyarakat sekitar hutan. Padahal, pola dan karakteristik hidup masyarakat sekitar hutan memiliki ketergantungan tinggi terhadap hutan. Banyak studi yang menunjukkan manfaat ekonomi secara signifikan yang dihasilkan melalui pengelolaan perhutanan sosial. Semisal, Hasil studi Siti Zunariyah (2002) yang menunjukkan bahwa pengelolaan Hutan Desa di Kab. Kulon Progo yang menunjukkan Net Percent Value (NPV)1 pada pengelolaan di Hutan Produksi berkisar 2,1 juta per hektar per tahun hingga 9,3 juta per hektar per tahun. Sedangkan pengelolaan pada Hutan Lindung memiliki NPV sebesar 436 ribu per hektar per tahun hingga 3,4 juta per hektar per tahun. Pada studi yang lain, (Motoku dkk, 2014) menunjukkan bahwa pengelolaan Hutan mangrove di Sulawesi Tengah memiliki manfaat ekonomi lebih dari 1 milyar per tahun dikawasan seluas 230 hektar. Keberadaan perhutanan sosial merupakan upaya optimalisasi potensi hutan untuk dikelola secara arif dan lestari. Untuk mendukung pencapaian tujuan nasional, maka penting bagi tiap daerah, termasuklah Kalimantan Barat, untuk meninjau ulang pelaksanaan pembangunan disektor kehutanan. Beranjak dari banyaknya manfaat pengelolaan hutan oleh masyarakat, JARI dan kalangan masyarakat sipil lainnya berpandangan bahwa pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan tidak dapat lagi disandarkan pada kekuatan swasta yang selama ini terbukti secara dominan telah menghasilkan kerusakan hutan yang parah akibat dari konsep developmentalism yang tidak terkontrol. Karena itu sudah saatnya, pengelolaan hutan diberikan ruang yang seluasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan akses dan hak untuk mengelola hutan yang selama ini dekat dengan kehidupan dan kebudayaan mereka. JARI memandang bahwa hal in sejalan dengan prinsip TRI SAKTI PEMBANGUNAN Pemerintahan JOKOWI -JK . Karena itu Perhutanan sosial diyakni merupakan manifestasi dari konsep tersebut dimana masyarakat mendapat pengakuan atas hak terhadap hutan (berdaulat di bidang politik), untuk mendapatkan kesejahteraan melalui hutan tanpa bertumpu pada kekuatan modal besar (berdikari di bidang ekonomi) dan tetap menjalankan kearifan lokal dalam melestarikan hutan (berkepribadian dalam kebudayaan). Karena itu target perhutanan sosial yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan JOKOWI-JK harus diapresiasi dan 1 Selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor. Dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini. PENDAHULUAN “Melalui perhutanan sosial, pemerintah tidak perlu mengalokasikan belanja untuk rehabilitasi hutan dan lahan, mengingat pengelolaan perhutanan sosial oleh masyarakat, dengan mengedepankan kearifan lokal, dapat menjaga kelestarian fungsi kawasan”
  • 2. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat diupayakan secara kuat oleh seluruh komponen . Baik Pemerintah daerah maupun pusat juga oleh kalangan masyarakat sipil dan stake- holder lainnya. Dalam konteks mandatory, hal ini jelas sebagai provinsi yang memiliki potensi hutan yang luas, maka target 2,1 juta hektar membutuhkan kerja keras pemerintahan Kali- mantan Barat untuk men- capainya. Target perhutanan sosial seluas 2,1 juta hektar membu- tuhkan kerja keras bagi peme- rintahan Kalimantan Barat. Luas kawasan yang dicadang- kan untuk perhutanan sosial (Hutan Desa, Hutan Kemasya- rakatan, dan Hutan Tanaman Rakyat) baru mencapai 11,83% dari target, yaitu se- luas 265,5 ribu hektar (detail lokasi, target, dan capaian perhutanan sosial dapat dilihat pada lampiran 1). Angka tersebut terbatas pada pencadangan kawasan untuk perhutanan sosial, dan pastinya mengalami penyusutan untuk kawasan yang telah memiliki izin pengelolaan. Hanya sebesar 1% atau seluas 15,4 ribu hektar kawasan yang telah memperoleh izin pengelolaan pada skema perhutanan sosial. Perlunya penanganan cepat terhadap perhutanan sosial, disamping alasan ekonomis, ekologis, dan kualitas hidup masyarakat, juga untuk menghindari habisnya masa berlaku PAK di Kab. Kayong Utara seluas 15,5 ribu hektar. Hal tersebut terjadi akibat terbatasnya kemampuan dalam pendampingan dan fasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Dorongan untuk memperluas perhutanan sosial bukannya tidak beralasan. Kondisi ini beranjak dari tingginya laju deforestasi dan luasnya lahan kritis di Kalimantan Barat. Rata-rata deforestasi pertahun sejak 2003-2012 di Kalimantan Barat sekitar 71 ribu hektar per tahun. Tingginya angka deforestasi diperparah dengan luasnya lahan kritis. Pada tahun 2014, berdasarkan statistik kehutanan Kalimantan Barat 2014, luas lahan kritis yang teridentifikasi adalah seluas 1.271.985 Ha. Beranjak dari tingginya angka pengurangan tutu- pan hutan dan luasnya lahan rusak, maka doro- ngan untuk memperluas kawasan perhutanan sosial menjadi penting. Permasa- lahannya, penanganan la- han kritis bernasib sama dengan upaya mendorong perhutanan sosial. Jika me- ngacu pada program ta- hunan sebagai turunan dari Renstra Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, hanya terbatas pada penyediaan bibit dan mendorong kepe- dulian masyarakat dalam perlindungan dan peles- tarian hutan. Penyediaan bibit pun sangat terbatas, yaitu sekitar 1500-an bibit per tahun. Jika dirata- ratakan, maka luasan lahan yang dapat ditanami pada bibit tersebut, adalah sekitar 3,75 s.d 4 hektar. Jika mengacu pada peraturan perundangan sebelum terbitnya UU No. 23/ 2014, penanganan lahan kritis peme- rintah provinsi terbatas pada rehabilitasi hutan dan lahan pada Taman Hutan Raya2 . Namun saat, kewenangan ter- sebut bertambah. Tak hanya Tahura, namun pula Lahan Kritis diluar kawasan hutan negara, yaitu seluas 604.602 Ha. Jika tetap mempertahankan pola penanganan seperti sebelumnya, maka kontribusi per tahun hanya sebesar sebesar 0,00062% dari total luas lahan kritis diluar kawasan hutan. 2 Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 35 ayat (2) Gambar 1. Realisasi dan Target Perhutanan Sosial Kalimantan Barat “Target Perhutanan Sosial Kalbar baru mencapai 11,83% dari target RPJMN” ALOKASI ANGGARAN VS ANCAMAN LAHAN KRITIS Rendahnya capaian pada Perhutanan Sosial dan Reha- bilitasi Lahan Kritiis dipengaruhi oleh rendahnya alokasi belanja per tahun untuk urusan kehutanan. Alokasi belanja pada Dinas Kehutanan cenderung menga- lami penurunan pada tiap APBD Peruba- han. Meskipun disaat bersamaan, terjadi kenaikan ruang fiskal yang diakibatkan oleh meningkatnya pendapatan, dan berakibat pada perubahan total belanja daerah. Gambar 2 menunjukkan peningkatan pendapatan dan bertambahnya ruang fiskal pada tiap APBD Perubahan tidak ber- dampak pada peningkatan belanja urusan kehutanan. Justru sebaliknya, pada tiap kali perubahan APBD justru mengakibatkan berkurangnya belanja urusan kehutanan. Kondisi ini menunjukkan adanya pengabai- an terhadap urusan kehutanan ditingkat Pemerintah Provinsi. Cenderung menurunnya alokasi belan- ja untuk urusan kehutanan, diperparah dengan besarnya alokasi untuk belanja tidak langsung. Hal tersebut secara otomatis mengakibatkan terbatasnya penggunaan belanja langsung. Gambar 2. Persentase perubahan dari APBDM ke APBDP
  • 3. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat Gambar 4. Komposisi Pengunaan Belanja urusan Kehutanan Lebih dari separuh belanja pertahun pada Dinas Kehu- tanan diperuntukkan pada Belanja Tak Langsung. Hal ini berakibat pada semakin rendahnya porsi belanja untuk pen- capaian tujuan program yang dialokasikan melalui Belanja Langsung. Belum lagi, tidak seluruh alokasi pada Belanja Langsung diperuntukkan pada pencapaian tujuan program. Sekitar 40% dari total belanja langsung diperuntukkan bagi kepentingan operasional kantor ataupun dikenal dengan belanja generik. Berdasarkan gambar 4, dapat terlihat bahwa keterbata- san alokasi belanja untuk urusan kehutanan, tidak sepe- nuhnya diperuntukkan bagi pencapaian tujuan. Hanya sekitar 27% dari total alokasi belanja yang diperuntukkan bagi pencapaian tujuan rencana strategis Dinas Kehutanan. ALOKASI BELANJA MINIMAL UNTUK MENDORONG PERHUTANAN SOSIAL Dalam pandangan JARI, skema perhutanan sosial yang saat ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat dengan banyaknya usulan untuk mendapatkan akses pengelolaan hutan, menunjukkan bahwa ada keyakinan yang besar dari masyarakat sekitar hutan yang selama ini mendapatkan manfaat yang berlimpah dari hutan dengan hak pengelolaan yang dimiliki, maka akan terjadi peningkatan pendapatan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan dan martabat yang siginifikan dari hutan. Karena itu jelas mereka memiliki kepen- tingan yang kuat agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan. Dalam konteks yang lebih makro, Pemerintah daerah juga ber- kepentingan dengan perhutanan sosial, baik dalam kepentingan yang pragmatis (mendapatkan insentif dari diversifikasi produk hutan yan non-timber minded) maupun yang substantif (peningkatan indeks pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi lokal). Untuk itu maka menjadi penting dalam melihat sejauhmana komitmen pemerintah daerah dalam mendorong perhutanan sosi- al yang kami batasi pada dua skema yakni hutan desa dan hutan kemasyarakatan. Karena itu berdasarkan kewena- ngan dan konsepsi program kerja yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, maka analisis ang- garan yang ideal untuk skema perhutanan sosial adalah sebagai berikut : Hutan Desa (HD) Alokasi belanja pada Hutan Desa berada pada “Kegiatan Fasilitasi Pembentukan Pengelolaan Pembangunan Hutan Desa.” Nominal belanja yang diperuntukkan pada kegiatan ini cenderung mengalami penurunan, meskipun pada saat bersamaan nominal belanja pada Dinas Kehutanan mengalami peningkatan. Jika dirata-ratakan sejak 2013, biaya yang diperuntukkan dalam melakukan fasilitasi sekitar Rp. 30,3 juta per tahun. Jumlah tersebut diharuskan untuk memfasilitasi 65,9 ribu hektar hutan desa yang telah memperoleh SK Penetapan Areal Kerja (PAK). Maka, biaya riil yang diperuntukkan dalam memfasilitasi hutan desa hanya sebesar Rp. 459 per hektar3 . Tentunya angka tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari hasil Hutan Desa. Namun, jumlah tersebut mampu mendorong 4 usulan Hutan Desa memperoleh Izin HPHD (Hak Pengelolaan Hu- tan Desa). Artinya alokasi sebesar Rp. 30,3 juta per tahun Gambar 5. Alokasi Belanja Dinas Kehutanan dan Kegiatan Fasilitasi Hutan Desa “Biaya riil yang diperuntukkan dalam memfasilitasi hutan desa hanya sebesar Rp. 459 per hektar” mampu memfasilitasi seluas 7.040 hektar untuk mem- peroleh HPHD. Maka angka minimal yang dibutuhkan ada- lah sebesar Rp. 4.300 per hektar4 . Untuk mendorong percepatan agar lahan 65,9 ribu hektar yang telah memperoleh PAK, namun belum memiliki HPHD, dibutuhkan anggaran sebesar Rp. 283,5 juta5 . Jumlah tersebut ditambah pula dengan jumlah usulan HD yang di- asumsikan memperoleh PAK, yaitu sebesar Rp. 302.5 juta6 . Sehingga to- tal untuk memperoleh HPHD dari kawa- san yang telah memperoleh PAK dan usulan desa terhadap pengelolaan Hutan Desa adalah sekitar Rp. 586 juta. Dari jumlah 586 juta tersebut, sebesar Rp. 131.795.000 harus dapat dikucurkan pada tahun 2016. Hal ini mengingat masa berlaku PAK hanya 2 tahun dan usulan yang telah memperoleh PAK ditahun 2014 seluas 22,2 ribu hektar dan 2015 seluas 8,5 ribu hektar. Keseluruhan angka diatas hanya untuk melakukan fasilitasi dalam memperoleh HPHD bagi usulan yang telah mempero- leh PAK. Namun, masih terdapat seluas 70.350 hektar usulan HD yang belum memperoleh PAK. Jika diasumsikan kegiatan pendampingan untuk memperoleh PAK sama dengan fasilitasi dalam memperoleh HPHD, maka biaya yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 302.5 juta7 . 3 Diperoleh melalui (rata-rata belanja pertahun)/(PAK-HPHD) 4 Diperoleh melalui (rata-rata belanja pertahun)/(HPHD) 5 Diperoleh melalui (HPHD-PAK) x 4.300 6 Diasumsikan usulan HD telah memperoleh PAK, maka (Usulan HD-(PAK + HPHD) x 4.300) 7 Diperoleh melalui (Usulan HD-(PAK + HPHD) x 4.300)
  • 4. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sebelum diberlakukannya UU No. 23/2014, kewenangan provinsi sangat terbatas. Mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.88/Menhut-II/2014. Pada pasal 8 ayat (6), fasilitasi yang dilakukan dalam pengusulan areal kerja HKm Gambar 7. Komposisi Status HKm Gambar 8. Logika Alokasi Belanja Hutan Kemasyarakatan 8 Diperoleh melalui (PAK-IUPHKm) x 4.300 9 Diperoleh melalui (usulan HKm-(PAK+IUPHKm) x 4.300 10 Diperoleh melalui (usulan HKm-(IUPHKm) x 4.300 Mengacu pada hasil perhitungan diatas, maka belanja minimal yang perlu dialokasikan untuk fasilitasi dan pen- dampingan adalah sebesar Rp. 888,6 juta untuk lahan seluas 136,2 ribu hektar atau 6% dari target perhutanan sosial pada RPJMN. Gambar 6. Logika Alokasi Belanja Hutan Desa merupakan kewenangan Bupati/Walikota. Pemerintah pro- vinsi, dapat terlibat, namun keberadaannya bukan meru- pakan kewajiban (pasal 11 ayat 4). Hingga 2016, luas hutan kemasyarakatan yang telah memperoleh izin pengelolaan (IUPHKm) adalah seluas 8.900 hektar, atau 26% dari total usulan HKm yang seluas 33,7 ribu hektar. Diakibatkan keterbatasan kewenangan tersebut, maka tidak dapat dilacak apakah keberadaan 8,9 ribu hektar IUPHHKm tersebut merupakan kontribusi pe- merintah provinsi ataukah pemerintah kabupaten. Perma- salahannya, berdasarkan UU No. 23/2014, Pemerintah Kabupaten tidak lagi memiliki kewenangan dalam perhutanan sosial, dan dipindahkan ke Pemerintah Provinsi. Jika diasumsikan bahwa belanja perhektar pada HKm sama dengan belanja fasilitasi HD, maka biaya yang dibutuhkan untuk memfasilitasi wilayah yang telah memperoleh PAK namun belum memperoleh IUPHKm adalah seluas Rp. 2,7 juta8 . Namun terdapat pula seluas 24 ribu hektar usulan yang belum memperoleh PAK. Jika diasumsikan luas usulan tersebut telah memperoleh PAK, maka total biaya fasilitasi HKm adalah sebesar Rp. 104 juta9 untuk 24 ribu hektar HKm. Sehingga total biaya fasilitasi HKm untuk memperoleh IUPHKm adalah sebesar Rp. 106,7 juta10 untuk lahan seluas 24,8 ribu hektar, atau seluas 1% dari target perhutanan sosial pada RPJMN. Namun, sebelum 24 ribu hektar HKm tersebut memperoleh PAK, dibutuhkan pendampingan dan pematangan bagi masyarakat yang mengusulkan HKm. Diasumsikan pula, bahwa nominal belanja perhektar sama dengan belanja yang digunakan pada HD, yaitu sebesar Rp. 4.300 per hektar. Sehingga jumlah yang dibutuhkan untuk mendorong usulan masyarakat dalam memperoleh PAK adalah sebesar Rp. 104 juta. Total biaya yang dibutuhkan untuk perwujudan perhutanan sosial melalui HKm adalah sebesar Rp. 210,5 juta. Total biaya yang dibutuhkan untuk perwujudan perhutanan sosial melalui HKm adalah sebesar Rp. 210,5 juta
  • 5. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat Belanja Minimal Perhutanan Sosial Berdasarkan kajian diatas, jika hanya menindaklanjuti usulan yang sudah ada pada HD (Rp. 888,6 juta) dan HKm (Rp. 201,5 juta), maka total belanja yang dibutuhkan adalah sekitar Rp. 1 milyar. Jumlah tersebut hanya mampu menangani 161 ribu hektar atau hanya sebesar 8% dari target perhutanan sosial di Kalimantan Barat. Jika diasumsikan bahwa sebesar 161 ribu hektar tersebut telah memperoleh izin pengelolaan, ditambah dengan perhutanan sosial yang saat ini telah memperoleh izin pengelolaan, maka total luas wilayah perhutanan sosial adalah 177 ribu hektar. Setidaknya dibutuhkan sekitar 1,9 juta hektar atau 11 kali lipat untuk mencapai target RPJMN. Sehingga total yang biaya minimal yang dibutuhkan hingga 2019, adalah sekitar Rp. 12 milyar11 . Angka tersebut belum memasukkan kegiatan yang mendorong masyarakat untuk mengusulkan perhutanan sosial. 11 Diperoleh melalui 11 milyar untuk 1,9 juta hektar target yang belum diusulkan + 1 milyar pada luas yang telah diusulkan ALOKASI BELANJA MINIMAL REHABILITASI LAHAN KRITIS Pada RPJMN 2015-2019, dalam konteks rehabilitasi lahan kritis, target nasional pertahun yang ingin dicapai adalah 5,5 juta hektar (kumulatif). Jika target tersebut disandingkan dengan daftar lahan kritis secara nasional, luas lahan kritis di Kalbar adalah 4% dari total lahan kritis secara nasional12 . Secara sederhana, target akumulatif yang harus ditangani kalbar hingga 2015 adalah seluas 220 ribu hektar. Meskipun angka tersebut tidak dapat menutupi luasan lahan kritis di Kalimantan Barat, namun dalam rangka mendukung kebijakan nasional, target RPJMN dapat menyelesaikan seluas 17% dari total lahan kritis13 . 12 Statistik BPDAS 2014 13 Luas lahan kritis di Kalbar, berdasarkan Statistik Kehutanan Kalimantan Barat 2014 adalah seluas 1.271.985 hektar yang terbagi menjadi 667.383 Ha didalam kawasan hutan, dan 604.602 Ha diluar kawasan hutan negara 14 Asumsi jarak antar bibit yang ditanam adalam 5 x 5 meter, dan hasil diperoleh melalui 1500 bibit x 25 m2 15 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pasal 9 ayat (3) yang menjelaskan bahwa penanaman 1.600 bibit/hektar untuk hutan dan lahan kategori kritis dan sangat kritis (prioritas I), ataupun 1.100 bibit/hektar untuk hutan dan lahan kategori agak kritis (prioritas II). Untuk kawasan mangrove membutuhkan bibit yang lebih banyak, yaitu 3.300 batang/hektar untuk prioritas I, dan 6.000 batang u ntuk prioritas II. 16 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2013 pasal 5 ayat (1) 17 Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 35 ayat (2) 18 Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 pasal 34 ayat (1) Terbatasnya peran dalam penanganan lahan kritis diakibatkan rendahnya alokasi belanja pertahunnya. Pengelompokkan kegiatan yang masuk pada kategori rehabilitasi hutan dan lahan yang ada pada Dinas Kehutanan terbatas pada koordinasi, monitoring, dan evaluasi. Outputnya, terbatas pada penyediaan bibit dan mendorong kepedulian masyarakat dalam perlindungan dan pelestarian hutan. Ironisnya, penyediaan bibit pun sangat terbatas, yaitu sekitar 1500 bibit per tahun. Jika dirata-ratakan, maka luasan lahan yang dapat ditanami pada bibit tersebut, adalah sekitar 3,75 hektar14 per tahun. Jika dalam 1 tahun, maka kontribusi penanganan lahan kritis oleh Dinas Kehutanan hanya seluas 3,75 Ha pertahun, maka upaya penyelesaian yang dilakukan hanya sebesar 0,00062% dari total luas lahan kritis pertahun. Bahkan, jika mengacu pada Permenhut No. P.9/Menhut-II/201315 1500 bibit hanya dapat diperuntukkan bagi 1-2 Hektar. Jika kondisi ini dibiarkan, maka untuk menangani lahan kritis diluar kawasan hutan, dibutuhkan waktu ratusan ribu tahun (161.227 tahun). Kecilnya kontribusi dinas kehutanan provinsi, memungkinkan akan semakin menjadi lebih kecil ketika rehabilitasi hutan dan lahan tidak hanya sebatas pada kegiatan pembibitan dan persemaian, namun juga perlu dilakukan aktivitas lanjutan, seperti (1) penanaman, (2) pemeliharaan tanaman, (3) pengamanan, dan (4) kegiatan pendukung16 . Disamping itu, pengadaan bibit sebagaimana yang dijelaskan diatas hanya diakomodir oleh dua kegiatan, yaitu (1) kegiatan Pengelolaan Lokasi Pengembangan Tanaman Unggulan Lokal, dan (2) Kegiatan Pengelolaan Persemaian Dinas Kehutanan Prov. Kalbar. Rata-rata alokasi belanja yang diperuntukkan bagi dua kegiatan tersebut sebesar Rp. 115.772.000 untuk pengadaan dan persemaian bibit. Jumlah rata-rata belanja tersebut, jika dibagi dengan jumlah bibit yang tersedia, yaitu sebesar Rp. 77.181 untuk penyediaan dan penyemaian 1 batang bibit. Ironisnya, bibit tersebut tidak dipersiapkan untuk penanganan rehabilitasi Rendahnya Kemampuan dalam Penanganan Lahan Kritis hutan dan lahan secara langsung oleh Dinas Kehutanan, melainkan untuk kebutuhan pihak lain yang membutuhkan untuk kepentingan studi, riset, ataupun penanaman yang berada diluar kendali Dinas Kehutanan Provinsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa kontribusi yang dilakukan Dinas Kehutanan terhadap rehabilitasi hutan dan lahan sangat kecil, yaitu hanya sebesar 0,00062%. Kecilnya kontribusi yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan Provinsi diakibatkan oleh terbatasnya kewenangan yang dimilki. Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008, Pemerintah Provinsi hanya dapat melakukan rehabilitasi hutan dan lahan pada Taman Hutan Raya17 . Dan kegiatan yang dilakukan tersebut hanya sebatas kegiatan pendukung untuk pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan18 . Pelaksana rehabilitasi hutan dan lahan berada pada pemerintah pusat (kawasan hutan konservasi kecuali taman hutan raya), pemerintah kabupaten/kota (kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang tidak dibebani hak atau izin), dan pemegang izin. Berdasarkan ketentuan tersebut, keterbatasan kewe- nangan pada pemerintah provinsi berakibat pada kecilnya kontribusi untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini berakibat pula pada terbatasnya alokasi belanja yang diperuntukkan pada penangan urusan tersebut. Kontribusi penanganan lahan kritis hanya seluas 3,75 Ha pertahun
  • 6. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat Jika mengacu pada UU No. 23 tahun 2014, terjadi penambahan kewenangan pada Pemerintah Provinsi dalam urusan kehutanan. Dalam konteks rehabilitasi lahan, pemerintah provinsi berkewajiban melakukan Pelaksanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan negara. Jika sebelumnya pemerintah Kabupaten memiliki kewenangan serupa dalam kawasan hutan skala kabupaten, kewenangan tersebut dialihkan pada pemerintahan provinsi. Perubahan kewenangan dalam penanganan lahan kritis membutuhkan perumusan ulang terhadap alokasi belanja penanganan lahan kritis. Jumlah yang selama ini dialokasikan untuk penanganan masih sangat rendah. Jika mengacu pada Permenhut No. P.26/Menhut-II/2009 tentang Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat, untuk biaya terendah kegiatan penanaman (termasuklah (1) persemaian dan pembibitan, (2) persiapan lahan, dan (3) penanaman) adalah sebesar Rp. 5.320.40019 . Biaya tersebut tidak termasuk kegiatan pemeliharaan, perlindungan, dan pengamanan hutan dan lahan. Rumusan Biaya Minimal Penanganan Lahan Kritis Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, target akumulatif yang harus ditangani kalbar hingga 2015 (mengacu pada target capaian RPJMN) adalah seluas 220 ribu hektar. Ataupun 17% dari total lahan kritis dapat diatasi hingga 2019. Anggap saja target 220 ribu hektar tersebut dibagi penanganannya antara Pemerintah Pusat (lahan kritis didalam kawasan hutan) dan pemerintah provinsi (diluar kawasan hutan), sehingga masing-masing memiliki target 110 ribu hektar hingga 2019. Tersisa waktu 3 tahun untuk mencapai target tersebut, sehingga target tahunan yang harus dipenuhi oleh pemerintah provinsi adalah 36,7 ribu hektar. Jika menggunakan standar biaya penanaman, dengan jumlah minimal per hektar adalah Rp. 5.320.400, maka biaya yang perlu dialokasikan pertahun adalah Rp. 195 milyar per tahun. 19 Biaya terendah sebesar Rp. 5.320.400 dan tertinggi adalah Rp. 7.315.551 REKOMENDASI KEBIJAKAN 1. Mendudukan konsep pemahaman bahwa urusan kehutanan (yang merupakan urusan pilihan) bukan lagi dianggap sebagai urusan yang bukan prioritas seperti yang dipahami oleh mainstream, Namun menjadi prioritas karena memang urusan pilihan lebih karena karakter wilayah dan secara nyata telah memberikan dampak yang dashyat (bencana alam, hilangnya sumber daya ekonomi dsb) yang ditimbulkan dari kerusakan hutan. 2. Banyaknya masyarakat sekitar hutan yang memiliki hukum adat namun tidak memiliki / berkurangnya wilayah adat mereka karena tergerus oleh ekspansi lahan yang diakibatkan oleh pemilik konsesi, hendaknya menjadi peluang untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai adat melalui pengakuan terhadap hak atas pengelolaan hutan yang mandiri dan berkelanjutan 3. Melakukan review terhadap rencana kerja tahunan untuk program perhutanan sosial di Dinas kehutanan yang hanya setiap tahunnya menargetkan 2 skema perhutanan sosial yakni 1 hutan desa dan 1 hutan kemasyarakatan yang mendapatkan hak pengeloaan menjadi 20 pada tahun 2017 mendatang 4. Perlunya alokasi belanja sebesar 283,5 juta ditahun 2016 dan 302,5 juta ditahun berikutnya, untuk melakukan fasilitasi Hutan Desa yang telah memperoleh SK PAK agar memperoleh HPHD. Hal ini dapat dialokasikan pada APBD Perubahan 2016 , mengingat adanya masa kadaluarsa status penetapan areal kerja hutan desa yang jika tidak segera diproses akan berpengaruh terhadap proses pengurusan perizinannya. 5. Perlunya alokasi belanja sebesar 302,5 juta ditahun 2016, untuk melakukan pendampingan terhadap usulan Hutan Desa agar memperoleh SK PAK 6. Perlunya alokasi belanja sebesar 2,7 juta ditahun 2016 dan 104 ditahun berikutnya untuk meningkatkan sta- tus HKm yang telah memperoleh PAK menjadi IUPHKm 7. Perlunya alokasi belanja sebesar 104 juta ditahun 2016 untuk melakukan pendampingan terhadap usulan HKm agar memperoleh SK PAK 8. Perlunya pendampingan secara aktif dalam mendorong perhutanan sosial dari Pemerintah Daerah dalam mencapai target perhutanan sosial yang diamanahkan oleh RPJMN 9. Perlu alokasi belanja sebesar 195 milyar per tahun untuk rehabilitasi lahan kritis SUMBER 1. APBDM dan APBDP Provinsi Kalimantan Barat 2013, 2014, 2015, dan 2016 2. Statistik Kehutanan Kalimantan Barat 2014 3. Statistik BPDAS 2014 4. Perkembangan Hutan Desa di Kalimantan Barat 2016, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat 5. Perkembangan Hutan Kemasyarakatan di Kalimantan Barat 2015, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat 6. Luas Pencandangan dan Luas Realisasi Penerbitan IUPHHK-HTR 2016, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat 7. Lampiran RPJMN 2015-2019 8. RKP Pusat 2016 9. Siti Zunariyah (2002), Analisa Ekonomi Dan Finansial Pengelolaan Hutan desa Di kabupaten Kulon Progo DIY, http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/ RegionalStudies/ Analisa%20Ekonomi%20Finansial %20Pengelolaan %20Hutan%20Desa.pdf, diakses pada 20 Mei 2016 10. Abner Widoyo Motoku, Syukur Umar, Bau Toknok (2014), Nilai Manfaat Hutan Mangrove Di Desa Sausu Peore Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong, http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ WartaRimba/article/view/3619/2622, diakses pada 20 Mei 2016
  • 7. Jl. Parit Haji Husin II Komplek Permata Paris No. A10, Kelurahan Bangka Belitung Darat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Telp/Fax.0561-746584 Email :jariborbar@yahoo.com /sekretariatwilayah@jariborneo.org Website: jariborneo.org, Facebook :http://www.facebook.com/jariborneobarat Lampiran1.TargetdanCapaianPerhutananSosial