SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula merupakan salah satu kebutuhan pangan yang karena perannya dalam memenuhi
kelengkapan kebutuhan pangan, ditetapkan oleh negara sebagai salah satu komoditas
strategis. Industri pergulaan nasional menarik untuk dikaji mengingat bahwa komoditas gula
menyangkut kebutuhan pokok hidup masyarakat dan Indonesia merupakan salah satu negara
yang terletak di kawasan tropis. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi negara yang memiliki
keunggulan komparatif sebagai penghasil gula tebu. Sejarah telah mencatat bahwa pada
tahun 1930 yang menjadi tahun pertama dimasa penjajahan, Belanda mulai membangun
industri gula di Indonesia. Pada saat itu produksi tebu mencapai hampir 26 juta ton dengan
luas tanam hampir 200 ribu hektar atau kira-kira 130,63 ton per hektar pertahun (PSE, 2005).
Namun dengan berjalannya waktu, jumlah produksi gula di Indonesia mengalami
penurunan dan penurunan ini tampak lebih signifikan pada era pasca nasionalisasi
perusahaan-perusahaan gula milik Belanda oleh pemerintah Indonesia. Berbagai usaha telah
banyak dilakukan oleh pemerintah setelah kemerdekaan dalam usaha meningkatkan
produktivitas industri gula di Indonesia melalui beberapa kebijakan terkait pengembangan
industri gula nasional, namun produksi nasional selama ini tidak beranjak meningkat dan
justru menurun baik secara kualitas maupun kuantitas.
Banyaknya kebijakan-kebijakan yang selama ini dirasakan oleh pelaku industri
pergulaan, baik di tingkat petani tebu, pabrik gula, distribusi, dan perdagangan gula yang
saling tumpang tindih tidak terkoordinasi dengan baik, dan justru menimbulkan situasi yang
kontra produktif bagi pengembangan industri pergulaan nasional. Dalam kaitannya dengan
impor gula, pemerintah berfungsi sebagai pengendali pelaksanaan impor tesebut dengan
tujuan menjaga harga gula pada tingkat yang cukup tinggi. Upaya ini dilakukan agar menarik
minat petani untuk menanam tebu.
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Maslah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gula di Indonesia
Saat masa panen tebu ini umumnya petani tebu bisa mendapat keuntungan setelah masa
tanam selesai apalagi setelah melonjaknya harga gula di pasaran hingga mencapai Rp
11000,00/kg namun pada kenyatannya keuntungan tersebut tidak dinikmati oleh semua kalangan
pergulaan di Indonesia termasuk petani tebu dan pekerja pabrik gula. Masalah gula juga masih
menjadi masalah pelik di Indonesia mengingat kebutuhan gula di Indonesia rata-rata sebesar 4
juta ton sedangkan produksi nasional hanya sekitar 2,3 juta ton saja sehingga sisanya harus
diimpor dari luar. Impor gula inipun juga masih menjadi pro dan kontra karena kalangan petani
dan industri gula menolak penjualan gula rafinasi di tingkat pengecer karena akan merusak harga
gula lokal mengingat gula rafinasi hanya dijual Rp 6000 per kilogram. Ada apa dengan industri
gula di Indonesia? Industri gula adalah industri yang cukup tua di Indonesia karena sudah berdiri
sejak abad 17 dan mencapai puncaknya pada tahun 1930-an dimana produksi saat itu adalah 3
jutan ton serta mengekspor gula hingga 2 juta ton ke luar Indonesia.
Pada masa kolonial pemerintah Belanda memberika peluang pembukaan pabrik gula serta
sistem sewa tanah yang murah kepada penduduk lokal hingga 99 tahun untuk mengelola industri
gula serta perkebunan tebu. Didukung oleh tenaga kerja yang murah serta alih konversi lahan
pertanian kepada perkebunan gula maka produksi gula saat itu mencapai puncaknya namun
setelah Indonesia merdeka mulai terjadi penurunan kuantitas dan kualitas industri gula. Dari data
Proefstation Voor De Java Suikerindustrie – Jaargang 1934 rendemen tebu saat itu mencapai
11% namun saat ini rata-rata rendemen tebu hanya mencapai 7%. Secara garis besar ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemunduran industri gula di Indonesia yaitu
1 Penurunan lahan perkebunan tebu, saat ini lahan tebu yang ada di Indonesia mencapai
400.000 ha turun jika dibandingkan luasan tertinggi pada tahun 1996 yaitu 450.000 ha
2 Penurunan produktivitas lahan, dengan produktivitas lahan 6 ton/ha maka kebutuhan
gula di Indonesia masih perlu dibantu dengan impor. Penurunan ini banyak terjadi
2
karena tidak adanya peremajaan secara berkala terhadap tanaman tebu serta kualitas
bahan tanam yang kurang sebagai akibat fluktuasi harga gula nasional serta tidak
adanya kepedulian pemerintah terhadap peningkatan rendemen tebu.
3 Penurunan efisiensi pabrik gula, rata-rata pabrik gula di Indonesia yang berada di bawah
BUMN PT. Rajawali Nasional Indonesia (RNI) adalah pabrik gula peninggalan Belanda
dimana peralatan sudah cukup tua dan proses produksi tentu mengalami degradasi
karena faktor usia.
Tiga faktor dominan diatas adalah penyebab menurunnya produksi nasional sedangkan
kebutuhan nasional akan gula semakin meningkat terutama dengan munculnya industri makanan
dan minuman serta kebutuhan gula untuk rumah tangga. Lalu apa yang seharusnya dilakukan
demi menjaga stok kebutuhan gula nasional? Swasembada pangan termasuk gula bukan hal yang
tidak mungkin dilakukan mengingat sejarah bahwa Indonesia pernah menjadi negara pengekspor
gula ataupun jika terpaksa mengimpor gula maka setidaknya industri gula di Indonesia wajib
diberikan lingkungan usaha yang adil yaitu pengenaan pajak gula impor sehingga harga gula
impor seperti gula rafinasi tidak merusak harga pasar serta pemberian insentif pengembangan
produktivitas lahan serta peningkatan efisiensi pabrik gula dengan peremajaan alat produksi serta
penggunaan bibit tebu yang tinggi rendemennya.
Peningkatan produktivitas tebu tidak harus selalu dengan memperluas lahan perkebunan
tebu. India dan Vietnam sebagai negara pengekspor gula mampu mempertahankan produksi
nasionalnya tanpa harus memperluas areal perkebunan. Di India rata-rata pabrik gula mampu
mencapai produksi 5000 ton/hari dengan rendemen tebu rata-rata sebesar 8% dan jumlah pabrik
sebanyak 553 buah sedangkan Vietnam dengan 37 buah pabrik gulanya mampu memproduksi
gula sebanyak 96300ton/hari. Oleh karena itu industri gula di Indonesia bisa mengejar
ketertinggalan dengan cara peremajaan tanaman tebu serta perbaikan sistem tanam guna
meningkatkan rendemen tebu kiranya ahli perkebunan di Indonesia sudah cukup berkompeten
dalam hal penelitian untuk meningkatkan produktivitas tanaman.
Menurut P3GI (1997), terdapat lima kriteria pokok yang dapat dijadikan pedoman awal untuk
menentukan tidak efisiennya suatu pabrik gula, yaitu :
1.Kesulitan memperoleh lahan.
3
2.Pengembangan lahan tebu mengarah ke lahan kering sehingga biaya angkut tebu meningkat.
3.Jumlah produksi gula kurang dari 250.000 kwintal per tahun, sehingga harga pokok per unit
hasil masih mahal.
4.Mutu bahan baku belum optimal sehingga biaya produksi pabrik gula tidak efisien.
5.Kapasitas giling masih banyak yang dibawah 2000 ton tebu per hari.
Berdasarkan lima kriteria pokok tersebut terdapat indikasi bahwa efisiensi pabrik gula
Indonesia masihrendah khususnya pabrik gula milik BUMN yang dapat disebabkan karena biaya
produksi gula belum efisien (Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 1997)
Sedangkan dalam perbandingan efektifitas untuk cara pembuatan gula di Indonesia dan
gula impor memang benar namun untuk proses gula impor lebih cepat dan efektif karena
teknologinya yang lebih baik dan canggih serta dapat memenuhi kebutuhan konsumen serta hasil
gula akhir yang lebih baik.
Revitalisasi pabrik gula di Indonesia adalah hal yang perlu dilakukan mengingat
berkurangnya jumlah pabrik gula di Indonesia sejak masa kemeredekaan dari 176 buah pabrik
menjadi 43 pabrik yang dikelola BUMN dan 17 pabrik dikelola swasta (Dewan Gula Indonesia,
2000). Pembangunan pabrik baru apabila tidak disertai dengan manajemen yang baik serta
kualitas SDM yang teruji tidak akan membawa dampak yang signifikan. Diantara tahun 1970-
1990 pemerintah telah membangun kurang lebih 9 pabrik gula baru namun produksinya tidak
mencapai 5000 ton/hari maka dari sini bisa dianalisa bahwa pembangunan pabrik gula baru tidak
selalu berarti penambahan produksi secara nasional jika manajemennya gagal mengelola pabrik.
Gula di Indonesia akan menjadi menurun jika pengelolaan tidak efisien serta semakin
berkurang produksi nasionalnya dan terpaksa mengandalkan impor semata sehingga harganya
harus mengikuti pasaran internasional mengingat negara-negara industri justru melindungi
produk pertanian dan perkebunan mereka dengan menaikkan pajak impor produk agrobisnis dan
mendorong pertumbuhan ekspor hasil pertaniannya ke negara-negara berkembang.
2.2 Mengatasi Masalah Gula di Indonesia
4
Terkait dengan segmentasi pasar gula, kebijakan pemisahan pasar gula kristal dan gula
rafinasi dalam jangka panjang idealnya dihilangkan karena kebijakan tersebut dapat menghalangi
masyarakat untuk membeli dan mengonsumsi secara langsung gula rafinasi yang lebih bersih dan
lebih murah. Apabila kebijakan ini dapat dilakukan maka berarti di pasar gula Indonesia hanya
diterapkan satu jenis gula yang bisa dikonsumsi langsung dan untuk keperluan industri makanan
dan minuman. Masalahnya adalah, harga gula di pasar internasional masih jauh lebih rendah
daripada biaya produksi gula kristal dalam negeri. Tanpa perlindungan yang memadai, petani
tebu dan pabrik gula di Indonesia akan dirugikan dan dalam jangka panjang berhenti
menghasilkan gula. Untuk itu diperlukan perubahan bertahap seiring dengan pencapaian
keberhasilan program revitalisasi pabrik gula.
Apabila segmentasi pasar gula ingin tetap dipertahankan, maka ada beberapa langkah
kebijakan untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri.
1 Pertama, perlu adanya penerapan tarif impor gula mentah yang disesuaikan dengan harga
pokok produksi gula kristal dalam negeri. Tarif impor disesuaikan dengan harga gula mentah
di pasar internasional, sehingga harga jual gula rafinasi minimal sama dengan harga pokok
produksi gula kristal.
2 Kedua, stabilisasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen perlu terus dijaga agar tidak
merugikan industri makanan minuman skala mikro dan rumah tangga sehingga tidak
menyumbang pada inflasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan kebutuhan pasar gula
konsumsi (gula kristal) terpenuhi, baik dari produksi gula petani maupun dari gula rafinasi
(apabila masih kurang).
3 Ketiga, untuk menjaga stabilitas harga gula petani, maka perlu dicegah rembesan gula
rafinasi ke pasar gula konsumsi. Harga lelang gula kristal milik petani dan pabrik gula harus
mampu memberikan insentif untuk petani meningkatkan produksinya. Biaya usahatani dan
pengolahan tebu perlu dihitung dengan cermat untuk dapat menentukan HPP gula yang
masih memberikan keuntungan memadai bagi petani tebu.
4 Keempat, untuk mencegah harga gula menyumbang pada inflasi, maka perlu kebijakan
stabilisasi harga di dua tingkatan, yaitu stabilisasi harga di tingkat pasar lelang gula milik
petani tebu dan stabilisasi harga di tingkat pasar konsumsi gula kristal. Untuk stabilisasi
5
harga di dua tingkatan pasar ini, pemerintah perlu memiliki lembaga yang dapat dijadikan
instrumen. Jika ada lembaga yang ditunjuk sebagai lembaga dengan tugas menjaga stabilisasi
harga di dua tingkatan ini, maka harus ada penguatan dan mekanisme yang membuat
lembaga tersebut efektif. Stabilisasi harga di pasar lelang gula milik petani berarti lembaga
tersebut harus membeli pada saat harga di bawah HPP. Artinya, membeli dengan harga yang
lebih mahal dari seharusnya. Sebaliknya, untuk stabilisasi harga di pasar konsumsi gula
kristal, lembaga ini harus mampu menekan harga gula pada saat harga naik di tingkat eceran.
Artinya, lembaga ini harus menjual gula dengan harga yang lebih murah dibanding harga
yang sedang berlaku agar harga pasar turun. Dengan kondisi harga gula refinasi (impor) yang
jauh lebih rendah daripada harga gula di pasar konsumsi domestik dan mudahnya gula
rafinasi merembes ke pasar konsumsi gula kristal, maka tingkat efektivitas lembaga ini
sebagai stabilisator harga akan rendah jika tidak ada mekanisme penguatannya.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi strategi dan kebijakan untuk keluar dari perangkap
lower middle income dan menjadi negara high income adalah:
a. Memperkuat Sektor Pertanian
Sektor pertanian masih merupakan sektor strategis karena penyerapan tenaga kerja tetap
yang terbesar, namun ketersediaan lahan pertanian dan faktor produksi semakin menurun.
Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan di pedesaan
dan menyediakan pasokan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Revitalisasi sektor
pertanian harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari strategi intensifikasi
(peningkatan kualitas bibit, pupuk, irigasi), ekstensifikasi (pembukaan dan pencetakan
lahan pertanian baru), penanganan pada saat panen dan paska panen, hingga akses pasar
untuk mendapatkan harga jual yang lebih tinggi, sehingga petani mendapatkan manfaat
yang lebih besar dan lebih sejahtera.
b. Transformasi Struktural ke Sektor yang Lebih Produktif
Pengembangan sektor industri manufaktur perlu diakselerasi untuk meningkatkan
penyediaan lapangan kerja dengan tingkat upah yang lebih layak dan produk barang yang
lebih murah, lebih baikdan lebih inovatif. Peningkatan teknologi dan nilai tambah dalam
sektor Industri mutlak harus dilakukan untuk beralih dari ketergantungan terhadap
6
sumber daya alam alokasi tenaga kerja murah (resources and low cost-driven
growth)menjadi industri yang bernilai tambah tinggi dengan memanfaatkan modal fisik
dan sumber daya manusia terampil (productivity-driven growth), termasuk
pengembangan industri agribisnis serta hilirisasi produk pertanian (karet, CPO, kakao)
dan mineral (besi, nikel, aluminium). Untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan
lebih inovatif, maka diperlukan kemudahan usaha dan akses produksi (peningkatan
konektivitas dan sistem logistik) serta insentif bagi sektor industri untuk mengembangkan
kegiatan riset dan teknologi untuk menghasilkan produk yang lebih inovatif dan berdaya
saing tinggi di pasar domestik dan global.
c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan sumber daya
manusia yang lebih trampil, maka program peningkatan kualitas sumber daya manusia
perlu terus ditingkatkan, baik di bidang kesehatan, pendidikan dan ketrampilan.
Modernisasi dan globalisasi ekonomi memacu kompetisi dan persaingan yang sangat
ketat melintasi batas-batas negara, sehingga kualitas dan ketrampilan tenaga kerja
menjadi faktor penentu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan produktivitas
yang lebih tinggi. Tantangan berikutnya adalah penyediaan dan penciptaan lapangan
kerja yang sesuai dengan harapan, ketrampilan dan latar belakang pendidikan dari pencari
kerja.
d. Konsolidasi Fiskal
Pengalokasian anggaran belanja Pemerintah harus lebih efisien, terutama terkait dengan
pengeluaran subsidi. Kebijakan subsidi harus lebih tepat sasaran, sehingga subsidi harus
diarahkan bagi penerima yang berhak dan bukan terhadap produk (seperti BBM) yang
berlaku umum serta lebih banyak dinikmati oleh golongan yang mampu. Begitu pula
dengan anggaran belanja untuk pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan dan infrastruktur)
7
dan perlindungan sosial harus diperbesar, khususnya di daerah yang tertinggal untuk
mengurangi ketimpangan daerah, mengurangi kemiskinan dan mewujudkan pemerataan.
e. Mempertahankan Stabilitas Makro Ekonomi
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat bersumber dari pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Agar pertumbuhan ekonomi terus tinggi dan dirasakan
manfaat oleh semua lapisan masyarakat (pertumbuhan inklusif) maka diperlukan
landasan stabilitasi makro ekonomi seperti tingkat inflasi yang terkendali, menjaga nilai
tukar rupiahdan mempertahankan daya beli. Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan
akibat ketergantungan pada energi fossil (impor minyak bumi yang semakin besar), maka
perlu dikembangkanpemanfaatan energi baru terbarukan bagi transportasi, pembangkitan
listrik dan industri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS): Profil Kemiskinan di Indonesia September 2013, Berita Resmi
Statistik Nomor 06/01/Th. XVII, Januari 2014.
Badan Pusat Statistik (BPS): Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III/2013, November
2013.
Badan Pusat Statistik (BPS): Laporan Data Sosial Ekonomi, November 2013.
9
Bambang P.S. Brodjonegoro: Technical Workshop Report untuk Konferensi “Avoiding the
Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and
Sustainably”, Bali, 12-13 Desember 2013.
Iwan Jaya Azis: Asia and Middle Income Trap, paper dalam Konferensi “Avoiding the Middle
Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably”,
Bali, 12-13 Desember 2013.
Jesus Felipe: Structural Transformation and the Middle Income Trap Notes on Indonesia,
paper dalam Konferensi “Avoiding the Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for
Indonesia to Grow Equitably and Sustainably”, Bali, 12-13 Desember 2013.
Mudrajad Kuncoro: Mengurangi Ketimpangan, Artikel dalam Harian Kompas, 2 Maret 2013.
Muhammad Chatib Basri: Jebakan Negara Berpendapatan Menengah, Artikel dalam Harian
Kompas, 14 Mei 2012.
10

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

CONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAANCONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAANRestu Wahono
 
Kelompok 4 ppt konsep
Kelompok 4 ppt konsepKelompok 4 ppt konsep
Kelompok 4 ppt konsepMuhammad Zaqi
 
Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...
Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...
Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...heru septian
 
Ilustrasi Bisnis Franchise Raja Dimsum
Ilustrasi Bisnis Franchise Raja DimsumIlustrasi Bisnis Franchise Raja Dimsum
Ilustrasi Bisnis Franchise Raja DimsumRaja Dimsum
 
Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)
Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)
Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)Ressa Nurafiah
 
Laporan observasi pasar tradisional dan pasar modern
Laporan observasi pasar tradisional dan pasar modernLaporan observasi pasar tradisional dan pasar modern
Laporan observasi pasar tradisional dan pasar modernfaisal maulana
 
Bahan praktek-microsoft-office-2003
Bahan praktek-microsoft-office-2003Bahan praktek-microsoft-office-2003
Bahan praktek-microsoft-office-2003zaki mubarok
 
Company Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and Care
Company Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and CareCompany Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and Care
Company Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and CareAASantoso1
 
Company profile Nusantara Cleaning
Company profile Nusantara CleaningCompany profile Nusantara Cleaning
Company profile Nusantara CleaningNusantara Cleaning
 
Martabak manis
Martabak manisMartabak manis
Martabak manisagungtok
 
Komunikasi bisnis in Bahasa PPT
Komunikasi bisnis in Bahasa PPTKomunikasi bisnis in Bahasa PPT
Komunikasi bisnis in Bahasa PPTYesica Adicondro
 
Produk kerajinan batok kelapa
Produk kerajinan batok kelapaProduk kerajinan batok kelapa
Produk kerajinan batok kelapapandirambo900
 
Penerbit dan masalahnya
Penerbit dan masalahnyaPenerbit dan masalahnya
Penerbit dan masalahnyaArdian Syam
 
CONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAANCONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAANbamzz17
 
Proposal Novobot Nov Hotel
Proposal Novobot Nov HotelProposal Novobot Nov Hotel
Proposal Novobot Nov HotelTarik Ulur
 
Presentasi usaha pisang coklat
Presentasi usaha pisang coklatPresentasi usaha pisang coklat
Presentasi usaha pisang coklatriki saputra
 
Ppt kel.2 toko buku gramedia
Ppt kel.2 toko buku gramediaPpt kel.2 toko buku gramedia
Ppt kel.2 toko buku gramediaanghandika
 
Laporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo Magelang
Laporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo MagelangLaporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo Magelang
Laporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo MagelangDanang Eko
 

Mais procurados (20)

CONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAANCONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT TENTANG PERUSAHAAN
 
Kelompok 4 ppt konsep
Kelompok 4 ppt konsepKelompok 4 ppt konsep
Kelompok 4 ppt konsep
 
Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...
Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...
Be&gg,heru eko septian,prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma,studi kasus pelan...
 
Ilustrasi Bisnis Franchise Raja Dimsum
Ilustrasi Bisnis Franchise Raja DimsumIlustrasi Bisnis Franchise Raja Dimsum
Ilustrasi Bisnis Franchise Raja Dimsum
 
Ppt penawaran
Ppt penawaranPpt penawaran
Ppt penawaran
 
Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)
Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)
Laporan Prakerin Ressa Nurapiah (Power Point)
 
Laporan observasi pasar tradisional dan pasar modern
Laporan observasi pasar tradisional dan pasar modernLaporan observasi pasar tradisional dan pasar modern
Laporan observasi pasar tradisional dan pasar modern
 
Bahan praktek-microsoft-office-2003
Bahan praktek-microsoft-office-2003Bahan praktek-microsoft-office-2003
Bahan praktek-microsoft-office-2003
 
Company Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and Care
Company Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and CareCompany Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and Care
Company Profile PT Kobra Jaga Negara Clean and Care
 
Company profile Nusantara Cleaning
Company profile Nusantara CleaningCompany profile Nusantara Cleaning
Company profile Nusantara Cleaning
 
Martabak manis
Martabak manisMartabak manis
Martabak manis
 
Komunikasi bisnis in Bahasa PPT
Komunikasi bisnis in Bahasa PPTKomunikasi bisnis in Bahasa PPT
Komunikasi bisnis in Bahasa PPT
 
Produk kerajinan batok kelapa
Produk kerajinan batok kelapaProduk kerajinan batok kelapa
Produk kerajinan batok kelapa
 
Penerbit dan masalahnya
Penerbit dan masalahnyaPenerbit dan masalahnya
Penerbit dan masalahnya
 
Analisa swot pt ultramilk
Analisa  swot pt ultramilkAnalisa  swot pt ultramilk
Analisa swot pt ultramilk
 
CONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAANCONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAAN
CONTOH POWER POINT MATERI PERUSAHAAN
 
Proposal Novobot Nov Hotel
Proposal Novobot Nov HotelProposal Novobot Nov Hotel
Proposal Novobot Nov Hotel
 
Presentasi usaha pisang coklat
Presentasi usaha pisang coklatPresentasi usaha pisang coklat
Presentasi usaha pisang coklat
 
Ppt kel.2 toko buku gramedia
Ppt kel.2 toko buku gramediaPpt kel.2 toko buku gramedia
Ppt kel.2 toko buku gramedia
 
Laporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo Magelang
Laporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo MagelangLaporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo Magelang
Laporan Kunjungan Industri PT Madu Kismo Magelang
 

Semelhante a MENINGKATKAN PRODUKSI GULA DI INDONESIA

UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemen
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemenUBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemen
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemenSri Hartatik
 
Konsep peningkatan-rendemen
Konsep peningkatan-rendemenKonsep peningkatan-rendemen
Konsep peningkatan-rendemenAgus Wiyanto
 
Prospek tebu di way kanan
Prospek tebu di way kananProspek tebu di way kanan
Prospek tebu di way kananHanafie El Khan
 
Proses pembuatan gula
Proses pembuatan gulaProses pembuatan gula
Proses pembuatan gulaRudy Edwin
 
Prospek tanaman kakao di Indonesia
Prospek tanaman kakao di IndonesiaProspek tanaman kakao di Indonesia
Prospek tanaman kakao di IndonesiaEmma Femi
 
PROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNG
PROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNGPROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNG
PROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNGWelly Febrianto
 
Tahun Suram Petani Tebu
Tahun Suram Petani TebuTahun Suram Petani Tebu
Tahun Suram Petani TebuPindai Media
 
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)Septian Prakoso
 
Analisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesia
Analisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesiaAnalisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesia
Analisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesiaSi Marshall
 
Asia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi Malaysia
Asia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi MalaysiaAsia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi Malaysia
Asia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi MalaysiaSharifah Nor Hadaniah
 
Industri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energi
Industri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energiIndustri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energi
Industri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energiFawwaz Amirullah Shidiq
 
Its undergraduate
Its undergraduateIts undergraduate
Its undergraduatedeniarda
 
Indonesia mau impor beras lagi
Indonesia mau impor beras lagiIndonesia mau impor beras lagi
Indonesia mau impor beras lagiEdi Nasution
 

Semelhante a MENINGKATKAN PRODUKSI GULA DI INDONESIA (20)

Pabrik Gula Mini
Pabrik Gula MiniPabrik Gula Mini
Pabrik Gula Mini
 
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemen
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemenUBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemen
UBKPU BUDIDAYA TEBU 2012-Konsep peningkatan-rendemen
 
Konsep peningkatan-rendemen
Konsep peningkatan-rendemenKonsep peningkatan-rendemen
Konsep peningkatan-rendemen
 
Perkembangan rafinasi
Perkembangan rafinasiPerkembangan rafinasi
Perkembangan rafinasi
 
Prospek tebu di way kanan
Prospek tebu di way kananProspek tebu di way kanan
Prospek tebu di way kanan
 
Sulaiman 121510601102
Sulaiman 121510601102Sulaiman 121510601102
Sulaiman 121510601102
 
Proses pembuatan gula
Proses pembuatan gulaProses pembuatan gula
Proses pembuatan gula
 
Proposal 50 Td 2008
Proposal 50 Td 2008Proposal 50 Td 2008
Proposal 50 Td 2008
 
Prospek tanaman kakao di Indonesia
Prospek tanaman kakao di IndonesiaProspek tanaman kakao di Indonesia
Prospek tanaman kakao di Indonesia
 
PROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNG
PROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNGPROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNG
PROPOSAL "PEMBUATAN PABRIK GULA DEXTROSE di LAMPUNG
 
Tahun Suram Petani Tebu
Tahun Suram Petani TebuTahun Suram Petani Tebu
Tahun Suram Petani Tebu
 
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
Proposal Proyek Septian Prakoso (2312100028)
 
Analisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesia
Analisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesiaAnalisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesia
Analisa dampak-kebijakan-terhadap-produksi-dan-permintaan-kopi-di-indonesia
 
Pkm kel.qu
Pkm  kel.quPkm  kel.qu
Pkm kel.qu
 
Proposal BAB I - BAB III
Proposal BAB I - BAB IIIProposal BAB I - BAB III
Proposal BAB I - BAB III
 
Pabrik tahu-1
Pabrik tahu-1Pabrik tahu-1
Pabrik tahu-1
 
Asia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi Malaysia
Asia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi MalaysiaAsia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi Malaysia
Asia Tenggara Dalam Transformasi : contoh pertanian padi Malaysia
 
Industri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energi
Industri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energiIndustri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energi
Industri kelapa sawit sebagai solusi alternatif penghasil energi
 
Its undergraduate
Its undergraduateIts undergraduate
Its undergraduate
 
Indonesia mau impor beras lagi
Indonesia mau impor beras lagiIndonesia mau impor beras lagi
Indonesia mau impor beras lagi
 

MENINGKATKAN PRODUKSI GULA DI INDONESIA

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan pangan yang karena perannya dalam memenuhi kelengkapan kebutuhan pangan, ditetapkan oleh negara sebagai salah satu komoditas strategis. Industri pergulaan nasional menarik untuk dikaji mengingat bahwa komoditas gula menyangkut kebutuhan pokok hidup masyarakat dan Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan tropis. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif sebagai penghasil gula tebu. Sejarah telah mencatat bahwa pada tahun 1930 yang menjadi tahun pertama dimasa penjajahan, Belanda mulai membangun industri gula di Indonesia. Pada saat itu produksi tebu mencapai hampir 26 juta ton dengan luas tanam hampir 200 ribu hektar atau kira-kira 130,63 ton per hektar pertahun (PSE, 2005). Namun dengan berjalannya waktu, jumlah produksi gula di Indonesia mengalami penurunan dan penurunan ini tampak lebih signifikan pada era pasca nasionalisasi perusahaan-perusahaan gula milik Belanda oleh pemerintah Indonesia. Berbagai usaha telah banyak dilakukan oleh pemerintah setelah kemerdekaan dalam usaha meningkatkan produktivitas industri gula di Indonesia melalui beberapa kebijakan terkait pengembangan industri gula nasional, namun produksi nasional selama ini tidak beranjak meningkat dan justru menurun baik secara kualitas maupun kuantitas. Banyaknya kebijakan-kebijakan yang selama ini dirasakan oleh pelaku industri pergulaan, baik di tingkat petani tebu, pabrik gula, distribusi, dan perdagangan gula yang saling tumpang tindih tidak terkoordinasi dengan baik, dan justru menimbulkan situasi yang kontra produktif bagi pengembangan industri pergulaan nasional. Dalam kaitannya dengan impor gula, pemerintah berfungsi sebagai pengendali pelaksanaan impor tesebut dengan tujuan menjaga harga gula pada tingkat yang cukup tinggi. Upaya ini dilakukan agar menarik minat petani untuk menanam tebu. 1.2 Tujuan 1.3 Rumusan Maslah 1
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Gula di Indonesia Saat masa panen tebu ini umumnya petani tebu bisa mendapat keuntungan setelah masa tanam selesai apalagi setelah melonjaknya harga gula di pasaran hingga mencapai Rp 11000,00/kg namun pada kenyatannya keuntungan tersebut tidak dinikmati oleh semua kalangan pergulaan di Indonesia termasuk petani tebu dan pekerja pabrik gula. Masalah gula juga masih menjadi masalah pelik di Indonesia mengingat kebutuhan gula di Indonesia rata-rata sebesar 4 juta ton sedangkan produksi nasional hanya sekitar 2,3 juta ton saja sehingga sisanya harus diimpor dari luar. Impor gula inipun juga masih menjadi pro dan kontra karena kalangan petani dan industri gula menolak penjualan gula rafinasi di tingkat pengecer karena akan merusak harga gula lokal mengingat gula rafinasi hanya dijual Rp 6000 per kilogram. Ada apa dengan industri gula di Indonesia? Industri gula adalah industri yang cukup tua di Indonesia karena sudah berdiri sejak abad 17 dan mencapai puncaknya pada tahun 1930-an dimana produksi saat itu adalah 3 jutan ton serta mengekspor gula hingga 2 juta ton ke luar Indonesia. Pada masa kolonial pemerintah Belanda memberika peluang pembukaan pabrik gula serta sistem sewa tanah yang murah kepada penduduk lokal hingga 99 tahun untuk mengelola industri gula serta perkebunan tebu. Didukung oleh tenaga kerja yang murah serta alih konversi lahan pertanian kepada perkebunan gula maka produksi gula saat itu mencapai puncaknya namun setelah Indonesia merdeka mulai terjadi penurunan kuantitas dan kualitas industri gula. Dari data Proefstation Voor De Java Suikerindustrie – Jaargang 1934 rendemen tebu saat itu mencapai 11% namun saat ini rata-rata rendemen tebu hanya mencapai 7%. Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemunduran industri gula di Indonesia yaitu 1 Penurunan lahan perkebunan tebu, saat ini lahan tebu yang ada di Indonesia mencapai 400.000 ha turun jika dibandingkan luasan tertinggi pada tahun 1996 yaitu 450.000 ha 2 Penurunan produktivitas lahan, dengan produktivitas lahan 6 ton/ha maka kebutuhan gula di Indonesia masih perlu dibantu dengan impor. Penurunan ini banyak terjadi 2
  • 3. karena tidak adanya peremajaan secara berkala terhadap tanaman tebu serta kualitas bahan tanam yang kurang sebagai akibat fluktuasi harga gula nasional serta tidak adanya kepedulian pemerintah terhadap peningkatan rendemen tebu. 3 Penurunan efisiensi pabrik gula, rata-rata pabrik gula di Indonesia yang berada di bawah BUMN PT. Rajawali Nasional Indonesia (RNI) adalah pabrik gula peninggalan Belanda dimana peralatan sudah cukup tua dan proses produksi tentu mengalami degradasi karena faktor usia. Tiga faktor dominan diatas adalah penyebab menurunnya produksi nasional sedangkan kebutuhan nasional akan gula semakin meningkat terutama dengan munculnya industri makanan dan minuman serta kebutuhan gula untuk rumah tangga. Lalu apa yang seharusnya dilakukan demi menjaga stok kebutuhan gula nasional? Swasembada pangan termasuk gula bukan hal yang tidak mungkin dilakukan mengingat sejarah bahwa Indonesia pernah menjadi negara pengekspor gula ataupun jika terpaksa mengimpor gula maka setidaknya industri gula di Indonesia wajib diberikan lingkungan usaha yang adil yaitu pengenaan pajak gula impor sehingga harga gula impor seperti gula rafinasi tidak merusak harga pasar serta pemberian insentif pengembangan produktivitas lahan serta peningkatan efisiensi pabrik gula dengan peremajaan alat produksi serta penggunaan bibit tebu yang tinggi rendemennya. Peningkatan produktivitas tebu tidak harus selalu dengan memperluas lahan perkebunan tebu. India dan Vietnam sebagai negara pengekspor gula mampu mempertahankan produksi nasionalnya tanpa harus memperluas areal perkebunan. Di India rata-rata pabrik gula mampu mencapai produksi 5000 ton/hari dengan rendemen tebu rata-rata sebesar 8% dan jumlah pabrik sebanyak 553 buah sedangkan Vietnam dengan 37 buah pabrik gulanya mampu memproduksi gula sebanyak 96300ton/hari. Oleh karena itu industri gula di Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dengan cara peremajaan tanaman tebu serta perbaikan sistem tanam guna meningkatkan rendemen tebu kiranya ahli perkebunan di Indonesia sudah cukup berkompeten dalam hal penelitian untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Menurut P3GI (1997), terdapat lima kriteria pokok yang dapat dijadikan pedoman awal untuk menentukan tidak efisiennya suatu pabrik gula, yaitu : 1.Kesulitan memperoleh lahan. 3
  • 4. 2.Pengembangan lahan tebu mengarah ke lahan kering sehingga biaya angkut tebu meningkat. 3.Jumlah produksi gula kurang dari 250.000 kwintal per tahun, sehingga harga pokok per unit hasil masih mahal. 4.Mutu bahan baku belum optimal sehingga biaya produksi pabrik gula tidak efisien. 5.Kapasitas giling masih banyak yang dibawah 2000 ton tebu per hari. Berdasarkan lima kriteria pokok tersebut terdapat indikasi bahwa efisiensi pabrik gula Indonesia masihrendah khususnya pabrik gula milik BUMN yang dapat disebabkan karena biaya produksi gula belum efisien (Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 1997) Sedangkan dalam perbandingan efektifitas untuk cara pembuatan gula di Indonesia dan gula impor memang benar namun untuk proses gula impor lebih cepat dan efektif karena teknologinya yang lebih baik dan canggih serta dapat memenuhi kebutuhan konsumen serta hasil gula akhir yang lebih baik. Revitalisasi pabrik gula di Indonesia adalah hal yang perlu dilakukan mengingat berkurangnya jumlah pabrik gula di Indonesia sejak masa kemeredekaan dari 176 buah pabrik menjadi 43 pabrik yang dikelola BUMN dan 17 pabrik dikelola swasta (Dewan Gula Indonesia, 2000). Pembangunan pabrik baru apabila tidak disertai dengan manajemen yang baik serta kualitas SDM yang teruji tidak akan membawa dampak yang signifikan. Diantara tahun 1970- 1990 pemerintah telah membangun kurang lebih 9 pabrik gula baru namun produksinya tidak mencapai 5000 ton/hari maka dari sini bisa dianalisa bahwa pembangunan pabrik gula baru tidak selalu berarti penambahan produksi secara nasional jika manajemennya gagal mengelola pabrik. Gula di Indonesia akan menjadi menurun jika pengelolaan tidak efisien serta semakin berkurang produksi nasionalnya dan terpaksa mengandalkan impor semata sehingga harganya harus mengikuti pasaran internasional mengingat negara-negara industri justru melindungi produk pertanian dan perkebunan mereka dengan menaikkan pajak impor produk agrobisnis dan mendorong pertumbuhan ekspor hasil pertaniannya ke negara-negara berkembang. 2.2 Mengatasi Masalah Gula di Indonesia 4
  • 5. Terkait dengan segmentasi pasar gula, kebijakan pemisahan pasar gula kristal dan gula rafinasi dalam jangka panjang idealnya dihilangkan karena kebijakan tersebut dapat menghalangi masyarakat untuk membeli dan mengonsumsi secara langsung gula rafinasi yang lebih bersih dan lebih murah. Apabila kebijakan ini dapat dilakukan maka berarti di pasar gula Indonesia hanya diterapkan satu jenis gula yang bisa dikonsumsi langsung dan untuk keperluan industri makanan dan minuman. Masalahnya adalah, harga gula di pasar internasional masih jauh lebih rendah daripada biaya produksi gula kristal dalam negeri. Tanpa perlindungan yang memadai, petani tebu dan pabrik gula di Indonesia akan dirugikan dan dalam jangka panjang berhenti menghasilkan gula. Untuk itu diperlukan perubahan bertahap seiring dengan pencapaian keberhasilan program revitalisasi pabrik gula. Apabila segmentasi pasar gula ingin tetap dipertahankan, maka ada beberapa langkah kebijakan untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri. 1 Pertama, perlu adanya penerapan tarif impor gula mentah yang disesuaikan dengan harga pokok produksi gula kristal dalam negeri. Tarif impor disesuaikan dengan harga gula mentah di pasar internasional, sehingga harga jual gula rafinasi minimal sama dengan harga pokok produksi gula kristal. 2 Kedua, stabilisasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen perlu terus dijaga agar tidak merugikan industri makanan minuman skala mikro dan rumah tangga sehingga tidak menyumbang pada inflasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan kebutuhan pasar gula konsumsi (gula kristal) terpenuhi, baik dari produksi gula petani maupun dari gula rafinasi (apabila masih kurang). 3 Ketiga, untuk menjaga stabilitas harga gula petani, maka perlu dicegah rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi. Harga lelang gula kristal milik petani dan pabrik gula harus mampu memberikan insentif untuk petani meningkatkan produksinya. Biaya usahatani dan pengolahan tebu perlu dihitung dengan cermat untuk dapat menentukan HPP gula yang masih memberikan keuntungan memadai bagi petani tebu. 4 Keempat, untuk mencegah harga gula menyumbang pada inflasi, maka perlu kebijakan stabilisasi harga di dua tingkatan, yaitu stabilisasi harga di tingkat pasar lelang gula milik petani tebu dan stabilisasi harga di tingkat pasar konsumsi gula kristal. Untuk stabilisasi 5
  • 6. harga di dua tingkatan pasar ini, pemerintah perlu memiliki lembaga yang dapat dijadikan instrumen. Jika ada lembaga yang ditunjuk sebagai lembaga dengan tugas menjaga stabilisasi harga di dua tingkatan ini, maka harus ada penguatan dan mekanisme yang membuat lembaga tersebut efektif. Stabilisasi harga di pasar lelang gula milik petani berarti lembaga tersebut harus membeli pada saat harga di bawah HPP. Artinya, membeli dengan harga yang lebih mahal dari seharusnya. Sebaliknya, untuk stabilisasi harga di pasar konsumsi gula kristal, lembaga ini harus mampu menekan harga gula pada saat harga naik di tingkat eceran. Artinya, lembaga ini harus menjual gula dengan harga yang lebih murah dibanding harga yang sedang berlaku agar harga pasar turun. Dengan kondisi harga gula refinasi (impor) yang jauh lebih rendah daripada harga gula di pasar konsumsi domestik dan mudahnya gula rafinasi merembes ke pasar konsumsi gula kristal, maka tingkat efektivitas lembaga ini sebagai stabilisator harga akan rendah jika tidak ada mekanisme penguatannya. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi strategi dan kebijakan untuk keluar dari perangkap lower middle income dan menjadi negara high income adalah: a. Memperkuat Sektor Pertanian Sektor pertanian masih merupakan sektor strategis karena penyerapan tenaga kerja tetap yang terbesar, namun ketersediaan lahan pertanian dan faktor produksi semakin menurun. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan di pedesaan dan menyediakan pasokan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Revitalisasi sektor pertanian harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari strategi intensifikasi (peningkatan kualitas bibit, pupuk, irigasi), ekstensifikasi (pembukaan dan pencetakan lahan pertanian baru), penanganan pada saat panen dan paska panen, hingga akses pasar untuk mendapatkan harga jual yang lebih tinggi, sehingga petani mendapatkan manfaat yang lebih besar dan lebih sejahtera. b. Transformasi Struktural ke Sektor yang Lebih Produktif Pengembangan sektor industri manufaktur perlu diakselerasi untuk meningkatkan penyediaan lapangan kerja dengan tingkat upah yang lebih layak dan produk barang yang lebih murah, lebih baikdan lebih inovatif. Peningkatan teknologi dan nilai tambah dalam sektor Industri mutlak harus dilakukan untuk beralih dari ketergantungan terhadap 6
  • 7. sumber daya alam alokasi tenaga kerja murah (resources and low cost-driven growth)menjadi industri yang bernilai tambah tinggi dengan memanfaatkan modal fisik dan sumber daya manusia terampil (productivity-driven growth), termasuk pengembangan industri agribisnis serta hilirisasi produk pertanian (karet, CPO, kakao) dan mineral (besi, nikel, aluminium). Untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih inovatif, maka diperlukan kemudahan usaha dan akses produksi (peningkatan konektivitas dan sistem logistik) serta insentif bagi sektor industri untuk mengembangkan kegiatan riset dan teknologi untuk menghasilkan produk yang lebih inovatif dan berdaya saing tinggi di pasar domestik dan global. c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang lebih trampil, maka program peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan, baik di bidang kesehatan, pendidikan dan ketrampilan. Modernisasi dan globalisasi ekonomi memacu kompetisi dan persaingan yang sangat ketat melintasi batas-batas negara, sehingga kualitas dan ketrampilan tenaga kerja menjadi faktor penentu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan produktivitas yang lebih tinggi. Tantangan berikutnya adalah penyediaan dan penciptaan lapangan kerja yang sesuai dengan harapan, ketrampilan dan latar belakang pendidikan dari pencari kerja. d. Konsolidasi Fiskal Pengalokasian anggaran belanja Pemerintah harus lebih efisien, terutama terkait dengan pengeluaran subsidi. Kebijakan subsidi harus lebih tepat sasaran, sehingga subsidi harus diarahkan bagi penerima yang berhak dan bukan terhadap produk (seperti BBM) yang berlaku umum serta lebih banyak dinikmati oleh golongan yang mampu. Begitu pula dengan anggaran belanja untuk pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan dan infrastruktur) 7
  • 8. dan perlindungan sosial harus diperbesar, khususnya di daerah yang tertinggal untuk mengurangi ketimpangan daerah, mengurangi kemiskinan dan mewujudkan pemerataan. e. Mempertahankan Stabilitas Makro Ekonomi Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat bersumber dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Agar pertumbuhan ekonomi terus tinggi dan dirasakan manfaat oleh semua lapisan masyarakat (pertumbuhan inklusif) maka diperlukan landasan stabilitasi makro ekonomi seperti tingkat inflasi yang terkendali, menjaga nilai tukar rupiahdan mempertahankan daya beli. Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan akibat ketergantungan pada energi fossil (impor minyak bumi yang semakin besar), maka perlu dikembangkanpemanfaatan energi baru terbarukan bagi transportasi, pembangkitan listrik dan industri. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 8
  • 9. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS): Profil Kemiskinan di Indonesia September 2013, Berita Resmi Statistik Nomor 06/01/Th. XVII, Januari 2014. Badan Pusat Statistik (BPS): Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III/2013, November 2013. Badan Pusat Statistik (BPS): Laporan Data Sosial Ekonomi, November 2013. 9
  • 10. Bambang P.S. Brodjonegoro: Technical Workshop Report untuk Konferensi “Avoiding the Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably”, Bali, 12-13 Desember 2013. Iwan Jaya Azis: Asia and Middle Income Trap, paper dalam Konferensi “Avoiding the Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably”, Bali, 12-13 Desember 2013. Jesus Felipe: Structural Transformation and the Middle Income Trap Notes on Indonesia, paper dalam Konferensi “Avoiding the Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably”, Bali, 12-13 Desember 2013. Mudrajad Kuncoro: Mengurangi Ketimpangan, Artikel dalam Harian Kompas, 2 Maret 2013. Muhammad Chatib Basri: Jebakan Negara Berpendapatan Menengah, Artikel dalam Harian Kompas, 14 Mei 2012. 10