Survei Perilaku Anti Korupsi tahun 2013 menunjukkan indeks IPAK Indonesia sebesar 3,63, naik 0,08 dari tahun 2012. Angka ini masih termasuk kategori masyarakat anti korupsi meskipun masih ada yang toleran terhadap korupsi. Survei ini mengukur persepsi masyarakat terhadap korupsi dalam berbagai aspek kehidupan.
1. Press
Release
Peluncuran
IPAK
2013
Memahami
Praktek
Korupsi
dengan
kacamata
Rakyat
Mengukur
konsistensi
Pemerintah
dalam
upayanya
memberantas
korupsi
merupakan
ide
besar
yang
mendasari
mengapa
Indeks
Perilaku
Anti
Korupsi
(atau
I-‐PAK)
muncul.
Konsistensi
Pemerintah
dengan
agenda
kegiatan
memberantas
korupsi
bukanlah
diukur
dari
kemampuan
pengalokasian
anggaran
pemerintah
di
bidang
pemberantasan
korupsi.
Konsistensi
Pemerintah
dengan
agendanya
memberantas
korupsi
–melalui
IPAK,
diukur
melalui
sejauh
mana
masyarakat
mempersepsikan
Korupsi
dalam
berbagai
aktifitas
kesehariannya.
Gambaran
ini
yang
kemudian
coba
direalisasikan
secara
kuantitatif
oleh
BPS
melalui
Survey
Perilaku
Anti
Korupsi
(SPAK).
Survey
PAK
sudah
dilaksanakan
dua
kali,
yaitu
tahun
2012
dan
2013.
Untuk
tahun
2012,
IPAK
berada
pada
angka
3,55
dengan
skala
5.
IPAK
dikumpulkan
dengan
menggabungkan
beberapa
kriteria
penentu
indikator
penentu
seperti
a)
Pengetahuan,
pendapat
dan
pengalaman
terhadap
kebiasaan
di
masyarakat
berhubungan
dengan
layanan
public
dalam
hal
perilaku
penyuapan
(bribery),
pemerasan
(extertion),
dan
nepotisme
(nepotism).
Lalu
bagaimana
untuk
tahun
IPAK
2013?
Melalui
survey
yang
dilakukan
di
33
provinsi,
170
Kabupaten/kota
(49
kota
dan
121
kabupaten)
dengan
sampel
10,000
rumah
tangga
(response
rates:
90,3%),
IPAK
Indonesia
2013
diperoleh
pada
angka
3,63
dalam
skala
0
sampai
5.
Angka
ini
naik
0,08
poin
dibandingkan
hasil
baseline
IPAK
kali
pertama
yaitu
3,55.
Kenaikan
ini
bukan
berarti
sesuatu
yang
positif.
Merunut
rentang
yang
telah
ditetapkan
oleh
BPS,
nilai
yang
berada
pada
kisaran
2,51-‐3,75
dapat
dikatakan
bahwa
masyarakat
Indonesia
ANTI
KORUPSI.
Dalam
laporan
SPAK
yang
dirilis
hari
ini
(15/10),
diilustrasikan
fakta
menarik
terkait
Perilaku
masyarakat
terhadap
Korupsi.
Misal,
IPAK
2013
menunjukkan
bahwa
masyarakat
yang
tinggal
di
wilayah
perkotaan
mempunyai
indeks
yang
lebih
tinggi
(3,71)
daripada
masyarakat
yang
tinggal
di
perdesaan
(3,55);
Lalu
IPAK
2013
juga
menemukan
fakta
bahwa
untuk
penduduk
usia
<
60
tahun
mempunyai
Indeks
yang
lebih
tinggi
(3,65)
daripada
penduduk
usia
>
60
tahun
(3,55).
Dalam
instrument
SPAK
ini
secara
khusus
dimuat
beberapa
pertanyaan
yang
langsung
mengarah
bagaimana
penilaian
masyarakat
atas
kualitas
pelayanan
publik
para
aparatur
pemerintah.
Satu
contoh,
dalam
menilai
apakah
polisi
telah
cukup
baik
dalam
memberikan
pelayanannya
instrument
SPAK
bertanya
tentang
pengalaman
responden
dalam
mengurus
STNK,
BPKB,
SIM
atau
hal
lainnya
yang
terkait
dengan
pelayanan.
Seluruh
pertanyaan-‐pertanyaan
ini
dapat
dilihat
pada
lembar
instrument
SPAK
blok
V
(lima).
Secara
konsep,
SPAK
cukup
menarik
untuk
dikembangkan
menjadi
salah
satu
alat
ukur
yang
mampu
melihat
capaian-‐capaian
pembangunan
hingga
2. kuantitas
terkecil
dengan
pendekatan
wilayah.
Capaian-‐capaian
pembangunan
ini
memang
tidak
ditanyakan
bagaimana
rupa/tampilan
fisiknya.
Capaian-‐
capaian
pembangunan
ditanyakan
pada
level
dampak,
dimana
masyarakat
berhak
menilai
capaian-‐capaian
pembangunan
yang
berorientasi
pelayanan
publik
mampu
menjawab
kebutuhan
publik.
Secara
substantif,
SPAK
dapat
pula
menjadi
alat
ukur
yang
mampu
melihat
sejauh
mana
reformasi
birokrasi
sudah
benar-‐benar
terjadi
dan
dapat
dinikmati
hasilnya
dalam
bentuk
peningkatan
pelayanan
yang
dilakukan
pemerintah
guna
melayani
masyarakat.
Secara
makro,
indikator
tunggal
IPAK
menunjukkan
bahwa
walau
masih
banyak
masyarakat
yang
menyatakan
permisif
terhadap
penyuapan,
pemerasan
dan
nepotisme,
tetap
saja
jumlahnya
masih
dibawah
masyarakat
yang
tidak
permisif
terhadap
perilaku
korupsi
yang
terjadi
di
lingkungannya.
Acara
launching
IPAK
yang
dihadiri
oleh
Menteri
PPN/Kepala
Bappenas
Prof.
Dr
Armida
S.
Alisjahbana,
perwakilan
dari
seluruh
Kementerian/Lembaga
/Institusi
pelaksana
Aksi
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Korupsi
serta
beberapa
perwakilan
Negara
sahabat
dan
mitra
pembangunan
Indonesia
ini
terselenggara
berkat
kerjasama
antara
BPS-‐Bappenas
dan
UNODC
yang
didukung
oleh
AUSAID
(.)