SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 25
Get Homework/Assignment
Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.Y
Umur : 57 tahun
1
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Taman Mangu Indah A 9/7 RT 003/003, Jurang
Mangu Barat, Pondok Aren, Tanggerang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Datang ke RS : 5 September 2014
No MR : 116694
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 5 September 2014
pukul 11.00 wib di Poliklinik Mata RSAL dr. Mintohardjo.
Keluhan Utama
Mata kanan merah sejak ± 1 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Mata kanan terasa seperti ada yang mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang perempuan, 57 tahun, datang ke Poliklinik Mata RSAL
dr.Mintohardjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 hari yang lalu.
Mata merah timbul secara tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun tidur,
awalnya hanya sedikit saja, tetapi semakin hari semakin meluas. Selain merah,
pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata yang merah,
sehingga terkadang pasien menggosok-gosok matanya karena merasa tidak
2
nyaman. Keluhan ini tidak disertai adanya rasa nyeri, gatal, bengkak pada bola
mata, penurunan penglihatan dan kotoran yang berlebihan pada mata.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk dan bersin sebelumnya.
Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar
sembuh, riwayat trauma juga disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sedang
mengonsumsi obat-obat darah tinggi secara rutin. Pasien memakai kacamata
untuk membaca pada kehidupan sehari-harinya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang serupa pada mata
yang sama sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien mengakui memiliki riwayat
penyakit darah tinggi dan tidak terkontrol. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit kelainan pembekuan darah, kencing manis, penyakit infeksi lainnya,
keganasan, alergi makanan maupun alergi obat. Riwayat trauma pada mata
juga tidak ada. Pasien belum pernah menjalani operasi pada mata sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa
dengan pasien. Riwayat penyakit darah tinggi, kelainan pembekuan darah,
kencing manis, keganasan, dan penyakit infeksi lainnya dalam keluarga
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan saat ini sedang mengonsumsi obat darah tinggi dari
dokter penyakit dalam namun jarang kontrol rutin.
Riwayat Sosial Ekonomi
Riwayat sosial ekonomi dirasakan pasien cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : BB : 70 kg
TB : 152 cm
IMT : 30,30 kg/m2
(obesitas)
B. Tanda Vital
• Tekanan darah : 160/100 mmHg
• Nadi : 84x/ menit, reguler
• Pernafasan : 20 x/menit
• Suhu : 37 °C (afebris)
C. Status Generalis
Kulit
Warna : Sawo matang, Pucat (-), sianosis (-), dan ikterik (-), ruam
Turgor : Baik
Lesi : -
Kepala
4
Bentuk : Normocephali, tidak terdapat deformitas
Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, lurus distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Wajah
Inspeksi : Simetris, Pucat (-), sianosis (-), dan ikterik (-)
Mata
Lihat status ophtalmologis
Telinga
Normotia, nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus -/-, meatus akustikus eksternus
lapang +/+, serumen -/-, secret -/-, membrane timpani intak +/+
Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat deformitas, deviasi septum (-), sekret -/-,
mukosa hiperemis -/-, perdarahan cavum nasi -/-
Mulut
Oral hygine baik, karies -/-, gigi ompong -/-, langit-langit normal
Tenggorokan
Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus -/-, lidah
normal, uvula ditengah, arcus faring simetris, mukosa faring tidak
hiperemis dan tidak granuler.
Leher
Trakea teraba ditengah, JVP 5+2 cmH2O, kelenjar getah bening tidak
teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar.
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Normal, dinding dada simetris baik statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-).
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
5
Palpasi : Tidak teraba iktus cordis
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, dilatasi vena (-) dan ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen, shifting dullness
(-)
Palpasi : Datar, supel, nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Simetris, akral hangat, oedem (-)
D. Status Oftalmologi
OD PEMERIKSAAN OS
6/6 Visus 6/6
NC Koreksi NC
Adde + 2.75 + 2.75
Ortoforia Kedudukan Ortoforia
Baik ke segala arah Gerak Bola Mata Baik ke segala arah
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Trikiasis (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropion (-)
Entropion (-)
Palpebra Superior
dan Inferior
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Trikiasis (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropin (-)
Entropion (-)
Cilia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tenang Konjungtiva Tarsal
Superior dan Inferior
Tenang
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
perdarahan
Konjungtiva Bulbi
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
perdarahan
6
subkonjungtiva (+),
sekret (-)
subkonjungtiva (-),
sekret (-)
Jernih
Edem (-)
Sikatrik (-)
Kornea
Keruh
Edem (-)
Sikatrik (-)
Dalam
Hipopion (-)
Hifema (-)
COA
Dalam
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta baik
Warna coklat
kehitaman
Edema (-)
Sinekia (-)
Atrofi (-)
Iris
Kripta baik
Warna coklat
kehitaman
Edema (-)
Sinekia (-)
Atrofi (-)
Bulat, regular
Letak sentral
Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL :
(+/+)
Pupil
Bulat, regular
Letak sentral
Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL : (+/
+)
Jernih
Shadow test (-)
Lensa Jernih
Shadow test (-)
Tidak dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
IV. RESUME
Pasien seorang perempuan, 57 tahun, datang ke Poliklinik Mata
RSAL dr.Mintohardjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 hari yang
lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun
tidur, awalnya hanya sedikit saja, tetapi semakin hari semakin meluas. Selain
merah, pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata yang
merah, sehingga terkadang pasien menggosok-gosok matanya karena merasa
7
tidak nyaman. Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang serupa
pada mata yang sama sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengaku
memiliki riwayat penyakit darah tinggi yang tidak terkontrol dan sedang
mengonsumsi obat-obat darah tinggi secara rutin. Pasien memakai kacamata
untuk membaca pada kehidupan sehari-harinya. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak sakit ringan, tekanan darah 160/100 mmHg, yang
lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi okuli dekstra dan
sinistra didapatkan Adde + 2.75/+ 2.75, pada konjungtiva okuli dekstra
didapatkan perdarahan subkonjungtiva (+).
V. DIAGNOSIS KERJA
Hematoma Subkonjungtiva OD
VI. DIAGNOSIS BANDING
-
VII.PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Edukasi pasien agar rutin mengontrol dan meminum obat penyakit
darah tingginya
- Edukasi pasien agar tidak menggosok-gosok matanya yang merah
- Edukasi mengenai penyakit dan kemungkinan komplikasi yang terjadi
- Edukasi mengenai tatalaksana yang diberikan
- Edukasi agar tidak mengonsumsi obat yang dapat meningkatkan
perdarahan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn dan NSAID lainnya.
Medikamentosa
8
- Air mata artifisial : Cendo Lyteers Eye Drops 3-4 x sehari ODS
- Vasokonstriktor : Vasacon Eye Drops 1-3 x sehari OD
VIII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
OD OS
Ad Visam Ad bonam Ad bonam
Ad Fungsionam Ad bonam Ad bonam
Ad Sanationam Ad bonam Ad bonam
9
BAB II
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik
mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kanan
yang muncul secara tiba-tiba, awalnya hanya sebagian kecil tetapi lama-lama
semakin meluas, pasien merasa tidak nyaman seperti ada yang mengganjal di
mata sehingga pasien sering menggosok matanya, tidak ada keluhan nyeri, gatal,
bengkak, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air mata maupun sekret yang
berlebihan, pasien menderita penyakit darah tinggi tidak terkontrol dan sedang
mengonsumsi obat darah tinggi, dan pada pemeriksaan oftalmologi terdapat
hematom subkonjungtiva pada okuli dekstra.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab
timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini bisa disebabkan oleh
penyakit hipertensi pada pasien yang sedang tidak terkontrol ditambah dengan
kebiasaan pasien yang menggosok-gosok matanya yang sedang merah. Pada kasus
ini pasien mendapatkan terapi berupa air mata artifisial yaitu Cendo Lyteers Eye
Drops 3-4 x sehari diteteskan pada mata kanan dan kiri, vasokonstriktor yaitu
Vasacon Eye Drops 1-3 x sehari pada mata kanan, serta beberapa edukasi antara
lain untuk menghindari pemakaian obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen,
naproxyn, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, lalu
untuk kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan
bertambah luas (mata bertambah merah) untuk mengevaluasi respon terapi yang
telah diberikan dan perbaikan dari gejala klinis. Berdasarkan literatur, perdarahan
subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan
terabsorbsi dengan baik selama 1-3 minggu.
10
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena hematom
subkonjungtiva ini tidak mengancam nyawa pasien, begitu pula dengan prognosis
ad visam, ad fungsionam, ad sanationam seluruhnya ad bonam pada kedua mata
pasien ini karena setelah perdarahan pada subkonjungtiva ini diabsorbsi selama 1-
3 minggu, tidak akan meninggalkan bekas apapun maupun penurunan pada
penglihatan pasien.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu
sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada
beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu:1
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda
asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian –
bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar
Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator
palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
• Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau
lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
• Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan
oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
12
• Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
• Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera
di bawahnya.
• Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
• Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
• Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila
terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan
suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
• Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang
yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal,
dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama
tulang palatinum dan zigomatikus.
13
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) :
• Kornea
• Kamera okuli anterior
• Iris
• Lensa
• Kamera okuli posterior (vitreus body)
• Retina
• Nervus optikus
Gambar 1. Anatomi mata 2
2.2 Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang
di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus.
Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah.
Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan
komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari
14
adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula,
yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.2
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:3,4
• Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi
kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior
(pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris.
• Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva
palpebra dan bulbi
• Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung
dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar
membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon
kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali – kali.
Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal,
mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus
internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang.
Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel
superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.
15
Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5
Pasokan darah, limfe dan persarafan
Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring –
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga
membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit
mempunyai serat nyeri.
Histologi konjungtiva :
• Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan
tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang
mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet
terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di
inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya
sekitar 5 – 10% jumlah sel basal.3
Lapisan epitel konjungtiva terdiri
dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial
dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak
mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di dekat
limbus dapat mengandung pigmen.
• Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak
kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
16
lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
2.3 Hematoma (Perdarahan) Subkonjungtiva
A. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva.3
Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera.
Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan
bagi pasien. 4
Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6
B. Sinonim
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:6
1. Bleeding In The Eye
2. Eye Injury
3. Ruptured Blood Vessels
4. Blood In The Eye
5. Bleeding Under The Conjunctiva
6. Bloodshot Eye
17
7. Pinkeye
C. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur.6
Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang
mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30 tahun. Perdarahan
subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).7
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi
hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya
perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah
muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.7
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W
dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa
kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva. 8
D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva9
• Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan
dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian
sklera.
• Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama
kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh
di mata.
• Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang
(tipis) atau merah tua (tebal).
• Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan
yang ringan.
18
• Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.
E. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih
dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung
serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-
pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata
mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna
merah terang di sclera.7
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar
secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang
biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah.
Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas.
Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran,
meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata
terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara
ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang
datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat
sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas
tepi kelopak mata.7
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,
ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau
episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.6
.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,
yaitu :6
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
19
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara
tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
F. Etiologi10,11,12,13,14
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara
Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan
terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik
homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor
predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34
diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva
terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan. Mutasi pada
faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau
ruptur bola mata)
4. Hipertensi
20
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa
adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan
D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin.
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam
tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles,
yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari
patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah
jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva
yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis
dan pinguecula.
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan
peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan
subkonjungtiva.
G. Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya
trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan
subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah
diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan,
hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.15
21
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine
(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga
etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan
subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva
traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di
rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah
pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain
pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan
pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan
hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan
subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil,
bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika
perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap
dengan jumlah trombosit. 16
H. Diagnosis banding 6
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya
yaitu mata merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi
I. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati. 3
22
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat
dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air
mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan
sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin
meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin.
Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk
mencegah risiko perdarahan berulang.17
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan kondisi berikut ini :16
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau
kesulitan untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.
J. Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam
waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun
adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata
jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks
D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau
mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan
subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler. 6
K. Prognosis
23
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik.
Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan
tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan
pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Schlote. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. UK: Thieme
2. Ilyas, Sidarta.2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FK UI
3. Kanski JJ. 2011. Clinical Ophthalmology. UK: Elsevier
4. Vaughan D, Asbury T. 2013. General Ophthalmology 18th
Edition.
Singapore: Lange
5. K Lang, Gerhard. 2010. Ophthalmology A Short Textbook. New York:
Thieme Stuttgart
6. Graham R K. 2010. Subconjuntival Hemorrhage 1st
Edition. UK: Lange
7. Fineman MS, Ho AC. 2012. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Ophthalmology: Cornea. China: Lippincott Williams & Wilkins
8. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. 2012. Eye diseases and
control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by
subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas). Germany: Johanniter-
Krankenhauses Bonn
9. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika:
Lange
10. Kaiser PK, Friedman NJ. 2010. The Massachusetts Eye and Ear Infirmary
Illustrated Manual of Ophthalmology. China : Elsevier
24
11. Kaiser PK, Friedman NJ. 2010. The Massachusetts Eye and Ear Infirmary
Illustrated Manual of Ophthalmology. China : Elsevier
12. Wijaya N. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC
13. Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. 2012. Risk factors and
complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin.
USA: Kansan
14. Mimura T, Yamagami S. 2010. Contanc lens-Induced Subconjuntival
Hemorrhage. Tokyo: Lange
15. Mimura T, Yamagami S. 2010. Subconjuntival Hemorrhage and
Conjuntivochalasis. Tokyo: Lange.
16. Chern, K. C. 2010. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment
Guide. Massachusetts: McGraw-Hill
17. Wright W K. 2011. Opthalmology. UK: Springer
25

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatNovi Vie Opie
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratAris Rahmanda
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasusaauyahilda
 
Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPVKharima SD
 
Lapkas glaukoma akut
Lapkas glaukoma akutLapkas glaukoma akut
Lapkas glaukoma akutbungasyifa
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikuspeternugraha
 
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan SedangBAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan SedangSyscha Lumempouw
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxAditAditya19
 
Laporan kasus graves disease
Laporan kasus graves diseaseLaporan kasus graves disease
Laporan kasus graves diseaseNoorahmah Adiany
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusAris Rahmanda
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroidhomeworkping3
 
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiUsqi Krizdiana
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKPhil Adit R
 

Mais procurados (20)

Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
 
uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referat
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
Case Report BPPV
Case Report BPPVCase Report BPPV
Case Report BPPV
 
Lapkas glaukoma akut
Lapkas glaukoma akutLapkas glaukoma akut
Lapkas glaukoma akut
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan SedangBAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
 
Laporan kasus ii
Laporan kasus iiLaporan kasus ii
Laporan kasus ii
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
 
2.pemeriksaan ginekologi
2.pemeriksaan ginekologi2.pemeriksaan ginekologi
2.pemeriksaan ginekologi
 
Terapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anakTerapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anak
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Laporan kasus graves disease
Laporan kasus graves diseaseLaporan kasus graves disease
Laporan kasus graves disease
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid
 
Peri apendikuler infiltrat
Peri apendikuler infiltratPeri apendikuler infiltrat
Peri apendikuler infiltrat
 
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 

Destaque (8)

Laporan tutorial skenario 2 blok mata fix
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fixLaporan tutorial skenario 2 blok mata fix
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fix
 
242259868 legal-research-cases
242259868 legal-research-cases242259868 legal-research-cases
242259868 legal-research-cases
 
242266287 case-study-on-guil
242266287 case-study-on-guil242266287 case-study-on-guil
242266287 case-study-on-guil
 
Drug study- Paracetamol and Cefuroxime Na
Drug study- Paracetamol and Cefuroxime NaDrug study- Paracetamol and Cefuroxime Na
Drug study- Paracetamol and Cefuroxime Na
 
241603963 drug-study-final
241603963 drug-study-final241603963 drug-study-final
241603963 drug-study-final
 
242269855 dell-case-study
242269855 dell-case-study242269855 dell-case-study
242269855 dell-case-study
 
Chemoprophylaxis
ChemoprophylaxisChemoprophylaxis
Chemoprophylaxis
 
Tuberculosis: Prevention & Control
Tuberculosis: Prevention & ControlTuberculosis: Prevention & Control
Tuberculosis: Prevention & Control
 

Semelhante a 241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva

Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiKedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiZollananda
 
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxAnnisaRizkaFauziah
 
Lapsus interna ckd
Lapsus interna ckdLapsus interna ckd
Lapsus interna ckdRenitaArdani
 
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfLapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfgabriella946536
 
kejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teachingkejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teachingcendyandestria
 
238831077 case-report-heg-selvia
238831077 case-report-heg-selvia238831077 case-report-heg-selvia
238831077 case-report-heg-selviahomeworkping4
 
Ppt case report mata aini
Ppt case report mata ainiPpt case report mata aini
Ppt case report mata ainiAiniHumaira
 
Ujian kasus kolesistitis ec kolelitiasis
Ujian kasus  kolesistitis ec kolelitiasisUjian kasus  kolesistitis ec kolelitiasis
Ujian kasus kolesistitis ec kolelitiasisfaniputri2
 
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiAskep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiKampus-Sakinah
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yabeequeen_30
 
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxSindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxAvinoMulanaFikri1
 
Fome hipertensi
Fome hipertensiFome hipertensi
Fome hipertensiyopratama
 

Semelhante a 241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva (20)

Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiKedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
 
196496593 case-sn
196496593 case-sn196496593 case-sn
196496593 case-sn
 
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
 
Lapsus interna ckd
Lapsus interna ckdLapsus interna ckd
Lapsus interna ckd
 
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfLapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
 
kejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teachingkejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teaching
 
HIPERTIROID.pptx
HIPERTIROID.pptxHIPERTIROID.pptx
HIPERTIROID.pptx
 
Preskas+nutrisi+metabolik
Preskas+nutrisi+metabolikPreskas+nutrisi+metabolik
Preskas+nutrisi+metabolik
 
238831077 case-report-heg-selvia
238831077 case-report-heg-selvia238831077 case-report-heg-selvia
238831077 case-report-heg-selvia
 
Konjungtivitis.pptx
Konjungtivitis.pptxKonjungtivitis.pptx
Konjungtivitis.pptx
 
refka gea.pptx
refka gea.pptxrefka gea.pptx
refka gea.pptx
 
Ppt case report mata aini
Ppt case report mata ainiPpt case report mata aini
Ppt case report mata aini
 
hepatitis A.pptx
hepatitis A.pptxhepatitis A.pptx
hepatitis A.pptx
 
Ujian kasus kolesistitis ec kolelitiasis
Ujian kasus  kolesistitis ec kolelitiasisUjian kasus  kolesistitis ec kolelitiasis
Ujian kasus kolesistitis ec kolelitiasis
 
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiAskep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
 
127608810 case-tb
127608810 case-tb127608810 case-tb
127608810 case-tb
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix ya
 
Cbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sriCbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sri
 
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxSindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
 
Fome hipertensi
Fome hipertensiFome hipertensi
Fome hipertensi
 

Mais de homeworkping4

241985748 plm-case-study
241985748 plm-case-study241985748 plm-case-study
241985748 plm-case-studyhomeworkping4
 
241946212 case-study-for-ocd
241946212 case-study-for-ocd241946212 case-study-for-ocd
241946212 case-study-for-ocdhomeworkping4
 
241941333 case-digest-statcon
241941333 case-digest-statcon241941333 case-digest-statcon
241941333 case-digest-statconhomeworkping4
 
241909563 impact-of-emergency
241909563 impact-of-emergency241909563 impact-of-emergency
241909563 impact-of-emergencyhomeworkping4
 
241905839 mpcvv-report
241905839 mpcvv-report241905839 mpcvv-report
241905839 mpcvv-reporthomeworkping4
 
241767629 ethics-cases
241767629 ethics-cases241767629 ethics-cases
241767629 ethics-caseshomeworkping4
 
241716493 separation-of-powers-cases
241716493 separation-of-powers-cases241716493 separation-of-powers-cases
241716493 separation-of-powers-caseshomeworkping4
 
241573114 persons-cases
241573114 persons-cases241573114 persons-cases
241573114 persons-caseshomeworkping4
 
241566373 workshop-on-case-study
241566373 workshop-on-case-study241566373 workshop-on-case-study
241566373 workshop-on-case-studyhomeworkping4
 
241524597 succession-full-cases
241524597 succession-full-cases241524597 succession-full-cases
241524597 succession-full-caseshomeworkping4
 
241299249 pale-cases-batch-2
241299249 pale-cases-batch-2241299249 pale-cases-batch-2
241299249 pale-cases-batch-2homeworkping4
 
241262134 rubab-thesis
241262134 rubab-thesis241262134 rubab-thesis
241262134 rubab-thesishomeworkping4
 
241259161 citizenship-case-digests
241259161 citizenship-case-digests241259161 citizenship-case-digests
241259161 citizenship-case-digestshomeworkping4
 
241249179 beda-csw-dengan-siadh
241249179 beda-csw-dengan-siadh241249179 beda-csw-dengan-siadh
241249179 beda-csw-dengan-siadhhomeworkping4
 
241131348 javier-v-sandiganbayan
241131348 javier-v-sandiganbayan241131348 javier-v-sandiganbayan
241131348 javier-v-sandiganbayanhomeworkping4
 
241124484 209414970-case-vertigo
241124484 209414970-case-vertigo241124484 209414970-case-vertigo
241124484 209414970-case-vertigohomeworkping4
 
241103490 manual-for-academic-writing
241103490 manual-for-academic-writing241103490 manual-for-academic-writing
241103490 manual-for-academic-writinghomeworkping4
 

Mais de homeworkping4 (20)

241985748 plm-case-study
241985748 plm-case-study241985748 plm-case-study
241985748 plm-case-study
 
241946212 case-study-for-ocd
241946212 case-study-for-ocd241946212 case-study-for-ocd
241946212 case-study-for-ocd
 
241941333 case-digest-statcon
241941333 case-digest-statcon241941333 case-digest-statcon
241941333 case-digest-statcon
 
241909563 impact-of-emergency
241909563 impact-of-emergency241909563 impact-of-emergency
241909563 impact-of-emergency
 
241905839 mpcvv-report
241905839 mpcvv-report241905839 mpcvv-report
241905839 mpcvv-report
 
241767629 ethics-cases
241767629 ethics-cases241767629 ethics-cases
241767629 ethics-cases
 
241716493 separation-of-powers-cases
241716493 separation-of-powers-cases241716493 separation-of-powers-cases
241716493 separation-of-powers-cases
 
241585426 cases-vii
241585426 cases-vii241585426 cases-vii
241585426 cases-vii
 
241573114 persons-cases
241573114 persons-cases241573114 persons-cases
241573114 persons-cases
 
241566373 workshop-on-case-study
241566373 workshop-on-case-study241566373 workshop-on-case-study
241566373 workshop-on-case-study
 
241524597 succession-full-cases
241524597 succession-full-cases241524597 succession-full-cases
241524597 succession-full-cases
 
241356684 citibank
241356684 citibank241356684 citibank
241356684 citibank
 
241299249 pale-cases-batch-2
241299249 pale-cases-batch-2241299249 pale-cases-batch-2
241299249 pale-cases-batch-2
 
241262134 rubab-thesis
241262134 rubab-thesis241262134 rubab-thesis
241262134 rubab-thesis
 
241259161 citizenship-case-digests
241259161 citizenship-case-digests241259161 citizenship-case-digests
241259161 citizenship-case-digests
 
241249179 beda-csw-dengan-siadh
241249179 beda-csw-dengan-siadh241249179 beda-csw-dengan-siadh
241249179 beda-csw-dengan-siadh
 
241131443 tondo
241131443 tondo241131443 tondo
241131443 tondo
 
241131348 javier-v-sandiganbayan
241131348 javier-v-sandiganbayan241131348 javier-v-sandiganbayan
241131348 javier-v-sandiganbayan
 
241124484 209414970-case-vertigo
241124484 209414970-case-vertigo241124484 209414970-case-vertigo
241124484 209414970-case-vertigo
 
241103490 manual-for-academic-writing
241103490 manual-for-academic-writing241103490 manual-for-academic-writing
241103490 manual-for-academic-writing
 

Último

UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 

Último (20)

UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 

241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva

  • 1. Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.Y Umur : 57 tahun 1
  • 2. Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Taman Mangu Indah A 9/7 RT 003/003, Jurang Mangu Barat, Pondok Aren, Tanggerang Agama : Islam Pendidikan : SMA Status : Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tanggal Datang ke RS : 5 September 2014 No MR : 116694 II. ANAMNESIS Dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 5 September 2014 pukul 11.00 wib di Poliklinik Mata RSAL dr. Mintohardjo. Keluhan Utama Mata kanan merah sejak ± 1 hari yang lalu. Keluhan Tambahan Mata kanan terasa seperti ada yang mengganjal. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien seorang perempuan, 57 tahun, datang ke Poliklinik Mata RSAL dr.Mintohardjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 hari yang lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun tidur, awalnya hanya sedikit saja, tetapi semakin hari semakin meluas. Selain merah, pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata yang merah, sehingga terkadang pasien menggosok-gosok matanya karena merasa tidak 2
  • 3. nyaman. Keluhan ini tidak disertai adanya rasa nyeri, gatal, bengkak pada bola mata, penurunan penglihatan dan kotoran yang berlebihan pada mata. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk dan bersin sebelumnya. Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, riwayat trauma juga disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sedang mengonsumsi obat-obat darah tinggi secara rutin. Pasien memakai kacamata untuk membaca pada kehidupan sehari-harinya. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang serupa pada mata yang sama sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien mengakui memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan tidak terkontrol. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kelainan pembekuan darah, kencing manis, penyakit infeksi lainnya, keganasan, alergi makanan maupun alergi obat. Riwayat trauma pada mata juga tidak ada. Pasien belum pernah menjalani operasi pada mata sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien. Riwayat penyakit darah tinggi, kelainan pembekuan darah, kencing manis, keganasan, dan penyakit infeksi lainnya dalam keluarga disangkal. Riwayat Pengobatan Pasien mengatakan saat ini sedang mengonsumsi obat darah tinggi dari dokter penyakit dalam namun jarang kontrol rutin. Riwayat Sosial Ekonomi Riwayat sosial ekonomi dirasakan pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3
  • 4. III.PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum Kesan sakit : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos Mentis Status gizi : BB : 70 kg TB : 152 cm IMT : 30,30 kg/m2 (obesitas) B. Tanda Vital • Tekanan darah : 160/100 mmHg • Nadi : 84x/ menit, reguler • Pernafasan : 20 x/menit • Suhu : 37 °C (afebris) C. Status Generalis Kulit Warna : Sawo matang, Pucat (-), sianosis (-), dan ikterik (-), ruam Turgor : Baik Lesi : - Kepala 4
  • 5. Bentuk : Normocephali, tidak terdapat deformitas Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, lurus distribusi merata, tidak mudah dicabut Wajah Inspeksi : Simetris, Pucat (-), sianosis (-), dan ikterik (-) Mata Lihat status ophtalmologis Telinga Normotia, nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus -/-, meatus akustikus eksternus lapang +/+, serumen -/-, secret -/-, membrane timpani intak +/+ Hidung Bentuk normal, tidak terdapat deformitas, deviasi septum (-), sekret -/-, mukosa hiperemis -/-, perdarahan cavum nasi -/- Mulut Oral hygine baik, karies -/-, gigi ompong -/-, langit-langit normal Tenggorokan Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus -/-, lidah normal, uvula ditengah, arcus faring simetris, mukosa faring tidak hiperemis dan tidak granuler. Leher Trakea teraba ditengah, JVP 5+2 cmH2O, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar. Thoraks Paru-paru Inspeksi : Normal, dinding dada simetris baik statis dan dinamis, retraksi sela iga (-). Palpasi : Gerakan dinding dada simetris Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/- Jantung Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis 5
  • 6. Palpasi : Tidak teraba iktus cordis Perkusi : Tidak dilakukan Auskultasi : S1 normal, S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-). Abdomen Inspeksi : Datar, simetris, dilatasi vena (-) dan ikterik (-) Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen, shifting dullness (-) Palpasi : Datar, supel, nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas Simetris, akral hangat, oedem (-) D. Status Oftalmologi OD PEMERIKSAAN OS 6/6 Visus 6/6 NC Koreksi NC Adde + 2.75 + 2.75 Ortoforia Kedudukan Ortoforia Baik ke segala arah Gerak Bola Mata Baik ke segala arah Nyeri tekan (-) Edema (-) Hiperemis (-) Trikiasis (-) Lagopthalmus (-) Ektropion (-) Entropion (-) Palpebra Superior dan Inferior Nyeri tekan (-) Edema (-) Hiperemis (-) Trikiasis (-) Lagopthalmus (-) Ektropin (-) Entropion (-) Cilia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tenang Konjungtiva Tarsal Superior dan Inferior Tenang injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), perdarahan Konjungtiva Bulbi injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), perdarahan 6
  • 7. subkonjungtiva (+), sekret (-) subkonjungtiva (-), sekret (-) Jernih Edem (-) Sikatrik (-) Kornea Keruh Edem (-) Sikatrik (-) Dalam Hipopion (-) Hifema (-) COA Dalam Hipopion (-) Hifema (-) Kripta baik Warna coklat kehitaman Edema (-) Sinekia (-) Atrofi (-) Iris Kripta baik Warna coklat kehitaman Edema (-) Sinekia (-) Atrofi (-) Bulat, regular Letak sentral Diameter 3 mm Refleks pupil L/TL : (+/+) Pupil Bulat, regular Letak sentral Diameter 3 mm Refleks pupil L/TL : (+/ +) Jernih Shadow test (-) Lensa Jernih Shadow test (-) Tidak dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan IV. RESUME Pasien seorang perempuan, 57 tahun, datang ke Poliklinik Mata RSAL dr.Mintohardjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 hari yang lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun tidur, awalnya hanya sedikit saja, tetapi semakin hari semakin meluas. Selain merah, pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata yang merah, sehingga terkadang pasien menggosok-gosok matanya karena merasa 7
  • 8. tidak nyaman. Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang serupa pada mata yang sama sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengaku memiliki riwayat penyakit darah tinggi yang tidak terkontrol dan sedang mengonsumsi obat-obat darah tinggi secara rutin. Pasien memakai kacamata untuk membaca pada kehidupan sehari-harinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan, tekanan darah 160/100 mmHg, yang lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi okuli dekstra dan sinistra didapatkan Adde + 2.75/+ 2.75, pada konjungtiva okuli dekstra didapatkan perdarahan subkonjungtiva (+). V. DIAGNOSIS KERJA Hematoma Subkonjungtiva OD VI. DIAGNOSIS BANDING - VII.PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa - Edukasi pasien agar rutin mengontrol dan meminum obat penyakit darah tingginya - Edukasi pasien agar tidak menggosok-gosok matanya yang merah - Edukasi mengenai penyakit dan kemungkinan komplikasi yang terjadi - Edukasi mengenai tatalaksana yang diberikan - Edukasi agar tidak mengonsumsi obat yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn dan NSAID lainnya. Medikamentosa 8
  • 9. - Air mata artifisial : Cendo Lyteers Eye Drops 3-4 x sehari ODS - Vasokonstriktor : Vasacon Eye Drops 1-3 x sehari OD VIII.PROGNOSIS Ad Vitam : Ad bonam OD OS Ad Visam Ad bonam Ad bonam Ad Fungsionam Ad bonam Ad bonam Ad Sanationam Ad bonam Ad bonam 9
  • 10. BAB II ANALISA KASUS Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kanan yang muncul secara tiba-tiba, awalnya hanya sebagian kecil tetapi lama-lama semakin meluas, pasien merasa tidak nyaman seperti ada yang mengganjal di mata sehingga pasien sering menggosok matanya, tidak ada keluhan nyeri, gatal, bengkak, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air mata maupun sekret yang berlebihan, pasien menderita penyakit darah tinggi tidak terkontrol dan sedang mengonsumsi obat darah tinggi, dan pada pemeriksaan oftalmologi terdapat hematom subkonjungtiva pada okuli dekstra. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini bisa disebabkan oleh penyakit hipertensi pada pasien yang sedang tidak terkontrol ditambah dengan kebiasaan pasien yang menggosok-gosok matanya yang sedang merah. Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa air mata artifisial yaitu Cendo Lyteers Eye Drops 3-4 x sehari diteteskan pada mata kanan dan kiri, vasokonstriktor yaitu Vasacon Eye Drops 1-3 x sehari pada mata kanan, serta beberapa edukasi antara lain untuk menghindari pemakaian obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, lalu untuk kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan bertambah luas (mata bertambah merah) untuk mengevaluasi respon terapi yang telah diberikan dan perbaikan dari gejala klinis. Berdasarkan literatur, perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 1-3 minggu. 10
  • 11. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena hematom subkonjungtiva ini tidak mengancam nyawa pasien, begitu pula dengan prognosis ad visam, ad fungsionam, ad sanationam seluruhnya ad bonam pada kedua mata pasien ini karena setelah perdarahan pada subkonjungtiva ini diabsorbsi selama 1- 3 minggu, tidak akan meninggalkan bekas apapun maupun penurunan pada penglihatan pasien. 11
  • 12. BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu:1 1. Anatomi kelopak mata Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian – bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis. 2. Anatomi sistem lakrimal Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu : • Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. • Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. 3. Anatomi konjungtiva Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : 12
  • 13. • Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. • Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. • Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 4. Anatomi bola mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu : • Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. • Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor). • Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. 5. Anatomi rongga orbita Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama tulang palatinum dan zigomatikus. 13
  • 14. Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) : • Kornea • Kamera okuli anterior • Iris • Lensa • Kamera okuli posterior (vitreus body) • Retina • Nervus optikus Gambar 1. Anatomi mata 2 2.2 Fisiologi Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari 14
  • 15. adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.2 Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:3,4 • Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. • Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi • Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali – kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa. 15
  • 16. Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5 Pasokan darah, limfe dan persarafan Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring – jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. Histologi konjungtiva : • Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal.3 Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. • Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu 16
  • 17. lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. 2.3 Hematoma (Perdarahan) Subkonjungtiva A. Definisi Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien. 4 Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6 B. Sinonim Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:6 1. Bleeding In The Eye 2. Eye Injury 3. Ruptured Blood Vessels 4. Blood In The Eye 5. Bleeding Under The Conjunctiva 6. Bloodshot Eye 17
  • 18. 7. Pinkeye C. Epidemiologi Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).7 Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.7 Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva. 8 D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva9 • Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. • Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. • Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). • Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan. 18
  • 19. • Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. E. Patofisiologi Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh- pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.7 Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6 Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.7 Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.6 .Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :6 1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan 19
  • 20. Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. F. Etiologi10,11,12,13,14 1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan. Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin) 3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata) 4. Hipertensi 20
  • 21. 5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C. 6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva. 8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever). 9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung. 10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula. 11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva. G. Diagnosis dan pemeriksaan Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.15 21
  • 22. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16 Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6 Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit. 16 H. Diagnosis banding 6 1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata merah. 2. Konjungtivitis hemoragik akut 3. Sarcoma kaposi I. Penatalaksanaan Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. 3 22
  • 23. Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.17 Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini :16 1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan. 2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat) 3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan 4. Riwayat hipertensi 5. Riwayat trauma pada mata. J. Komplikasi Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3 Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler. 6 K. Prognosis 23
  • 24. Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6 DAFTAR PUSTAKA 1. Schlote. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. UK: Thieme 2. Ilyas, Sidarta.2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FK UI 3. Kanski JJ. 2011. Clinical Ophthalmology. UK: Elsevier 4. Vaughan D, Asbury T. 2013. General Ophthalmology 18th Edition. Singapore: Lange 5. K Lang, Gerhard. 2010. Ophthalmology A Short Textbook. New York: Thieme Stuttgart 6. Graham R K. 2010. Subconjuntival Hemorrhage 1st Edition. UK: Lange 7. Fineman MS, Ho AC. 2012. Color Atlas and Synopsis of Clinical Ophthalmology: Cornea. China: Lippincott Williams & Wilkins 8. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. 2012. Eye diseases and control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas). Germany: Johanniter- Krankenhauses Bonn 9. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika: Lange 10. Kaiser PK, Friedman NJ. 2010. The Massachusetts Eye and Ear Infirmary Illustrated Manual of Ophthalmology. China : Elsevier 24
  • 25. 11. Kaiser PK, Friedman NJ. 2010. The Massachusetts Eye and Ear Infirmary Illustrated Manual of Ophthalmology. China : Elsevier 12. Wijaya N. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC 13. Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. 2012. Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. USA: Kansan 14. Mimura T, Yamagami S. 2010. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. Tokyo: Lange 15. Mimura T, Yamagami S. 2010. Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis. Tokyo: Lange. 16. Chern, K. C. 2010. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. Massachusetts: McGraw-Hill 17. Wright W K. 2011. Opthalmology. UK: Springer 25