2. Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Taman Mangu Indah A 9/7 RT 003/003, Jurang
Mangu Barat, Pondok Aren, Tanggerang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Datang ke RS : 5 September 2014
No MR : 116694
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 5 September 2014
pukul 11.00 wib di Poliklinik Mata RSAL dr. Mintohardjo.
Keluhan Utama
Mata kanan merah sejak ± 1 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Mata kanan terasa seperti ada yang mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang perempuan, 57 tahun, datang ke Poliklinik Mata RSAL
dr.Mintohardjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 hari yang lalu.
Mata merah timbul secara tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun tidur,
awalnya hanya sedikit saja, tetapi semakin hari semakin meluas. Selain merah,
pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata yang merah,
sehingga terkadang pasien menggosok-gosok matanya karena merasa tidak
2
3. nyaman. Keluhan ini tidak disertai adanya rasa nyeri, gatal, bengkak pada bola
mata, penurunan penglihatan dan kotoran yang berlebihan pada mata.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk dan bersin sebelumnya.
Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar
sembuh, riwayat trauma juga disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sedang
mengonsumsi obat-obat darah tinggi secara rutin. Pasien memakai kacamata
untuk membaca pada kehidupan sehari-harinya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang serupa pada mata
yang sama sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien mengakui memiliki riwayat
penyakit darah tinggi dan tidak terkontrol. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit kelainan pembekuan darah, kencing manis, penyakit infeksi lainnya,
keganasan, alergi makanan maupun alergi obat. Riwayat trauma pada mata
juga tidak ada. Pasien belum pernah menjalani operasi pada mata sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa
dengan pasien. Riwayat penyakit darah tinggi, kelainan pembekuan darah,
kencing manis, keganasan, dan penyakit infeksi lainnya dalam keluarga
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan saat ini sedang mengonsumsi obat darah tinggi dari
dokter penyakit dalam namun jarang kontrol rutin.
Riwayat Sosial Ekonomi
Riwayat sosial ekonomi dirasakan pasien cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3
4. III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : BB : 70 kg
TB : 152 cm
IMT : 30,30 kg/m2
(obesitas)
B. Tanda Vital
• Tekanan darah : 160/100 mmHg
• Nadi : 84x/ menit, reguler
• Pernafasan : 20 x/menit
• Suhu : 37 °C (afebris)
C. Status Generalis
Kulit
Warna : Sawo matang, Pucat (-), sianosis (-), dan ikterik (-), ruam
Turgor : Baik
Lesi : -
Kepala
4
5. Bentuk : Normocephali, tidak terdapat deformitas
Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, lurus distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Wajah
Inspeksi : Simetris, Pucat (-), sianosis (-), dan ikterik (-)
Mata
Lihat status ophtalmologis
Telinga
Normotia, nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus -/-, meatus akustikus eksternus
lapang +/+, serumen -/-, secret -/-, membrane timpani intak +/+
Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat deformitas, deviasi septum (-), sekret -/-,
mukosa hiperemis -/-, perdarahan cavum nasi -/-
Mulut
Oral hygine baik, karies -/-, gigi ompong -/-, langit-langit normal
Tenggorokan
Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus -/-, lidah
normal, uvula ditengah, arcus faring simetris, mukosa faring tidak
hiperemis dan tidak granuler.
Leher
Trakea teraba ditengah, JVP 5+2 cmH2O, kelenjar getah bening tidak
teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar.
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Normal, dinding dada simetris baik statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-).
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
5
6. Palpasi : Tidak teraba iktus cordis
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, dilatasi vena (-) dan ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen, shifting dullness
(-)
Palpasi : Datar, supel, nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Simetris, akral hangat, oedem (-)
D. Status Oftalmologi
OD PEMERIKSAAN OS
6/6 Visus 6/6
NC Koreksi NC
Adde + 2.75 + 2.75
Ortoforia Kedudukan Ortoforia
Baik ke segala arah Gerak Bola Mata Baik ke segala arah
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Trikiasis (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropion (-)
Entropion (-)
Palpebra Superior
dan Inferior
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Trikiasis (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropin (-)
Entropion (-)
Cilia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tenang Konjungtiva Tarsal
Superior dan Inferior
Tenang
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
perdarahan
Konjungtiva Bulbi
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
perdarahan
6
7. subkonjungtiva (+),
sekret (-)
subkonjungtiva (-),
sekret (-)
Jernih
Edem (-)
Sikatrik (-)
Kornea
Keruh
Edem (-)
Sikatrik (-)
Dalam
Hipopion (-)
Hifema (-)
COA
Dalam
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta baik
Warna coklat
kehitaman
Edema (-)
Sinekia (-)
Atrofi (-)
Iris
Kripta baik
Warna coklat
kehitaman
Edema (-)
Sinekia (-)
Atrofi (-)
Bulat, regular
Letak sentral
Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL :
(+/+)
Pupil
Bulat, regular
Letak sentral
Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL : (+/
+)
Jernih
Shadow test (-)
Lensa Jernih
Shadow test (-)
Tidak dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
IV. RESUME
Pasien seorang perempuan, 57 tahun, datang ke Poliklinik Mata
RSAL dr.Mintohardjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 1 hari yang
lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun
tidur, awalnya hanya sedikit saja, tetapi semakin hari semakin meluas. Selain
merah, pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata yang
merah, sehingga terkadang pasien menggosok-gosok matanya karena merasa
7
8. tidak nyaman. Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang serupa
pada mata yang sama sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengaku
memiliki riwayat penyakit darah tinggi yang tidak terkontrol dan sedang
mengonsumsi obat-obat darah tinggi secara rutin. Pasien memakai kacamata
untuk membaca pada kehidupan sehari-harinya. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak sakit ringan, tekanan darah 160/100 mmHg, yang
lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi okuli dekstra dan
sinistra didapatkan Adde + 2.75/+ 2.75, pada konjungtiva okuli dekstra
didapatkan perdarahan subkonjungtiva (+).
V. DIAGNOSIS KERJA
Hematoma Subkonjungtiva OD
VI. DIAGNOSIS BANDING
-
VII.PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Edukasi pasien agar rutin mengontrol dan meminum obat penyakit
darah tingginya
- Edukasi pasien agar tidak menggosok-gosok matanya yang merah
- Edukasi mengenai penyakit dan kemungkinan komplikasi yang terjadi
- Edukasi mengenai tatalaksana yang diberikan
- Edukasi agar tidak mengonsumsi obat yang dapat meningkatkan
perdarahan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn dan NSAID lainnya.
Medikamentosa
8
9. - Air mata artifisial : Cendo Lyteers Eye Drops 3-4 x sehari ODS
- Vasokonstriktor : Vasacon Eye Drops 1-3 x sehari OD
VIII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
OD OS
Ad Visam Ad bonam Ad bonam
Ad Fungsionam Ad bonam Ad bonam
Ad Sanationam Ad bonam Ad bonam
9
10. BAB II
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik
mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kanan
yang muncul secara tiba-tiba, awalnya hanya sebagian kecil tetapi lama-lama
semakin meluas, pasien merasa tidak nyaman seperti ada yang mengganjal di
mata sehingga pasien sering menggosok matanya, tidak ada keluhan nyeri, gatal,
bengkak, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air mata maupun sekret yang
berlebihan, pasien menderita penyakit darah tinggi tidak terkontrol dan sedang
mengonsumsi obat darah tinggi, dan pada pemeriksaan oftalmologi terdapat
hematom subkonjungtiva pada okuli dekstra.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab
timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini bisa disebabkan oleh
penyakit hipertensi pada pasien yang sedang tidak terkontrol ditambah dengan
kebiasaan pasien yang menggosok-gosok matanya yang sedang merah. Pada kasus
ini pasien mendapatkan terapi berupa air mata artifisial yaitu Cendo Lyteers Eye
Drops 3-4 x sehari diteteskan pada mata kanan dan kiri, vasokonstriktor yaitu
Vasacon Eye Drops 1-3 x sehari pada mata kanan, serta beberapa edukasi antara
lain untuk menghindari pemakaian obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen,
naproxyn, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, lalu
untuk kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan
bertambah luas (mata bertambah merah) untuk mengevaluasi respon terapi yang
telah diberikan dan perbaikan dari gejala klinis. Berdasarkan literatur, perdarahan
subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan
terabsorbsi dengan baik selama 1-3 minggu.
10
11. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena hematom
subkonjungtiva ini tidak mengancam nyawa pasien, begitu pula dengan prognosis
ad visam, ad fungsionam, ad sanationam seluruhnya ad bonam pada kedua mata
pasien ini karena setelah perdarahan pada subkonjungtiva ini diabsorbsi selama 1-
3 minggu, tidak akan meninggalkan bekas apapun maupun penurunan pada
penglihatan pasien.
11
12. BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu
sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada
beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu:1
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda
asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian –
bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar
Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator
palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
• Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau
lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
• Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan
oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
12
13. • Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
• Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera
di bawahnya.
• Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
• Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
• Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila
terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan
suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
• Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang
yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal,
dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama
tulang palatinum dan zigomatikus.
13
14. Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) :
• Kornea
• Kamera okuli anterior
• Iris
• Lensa
• Kamera okuli posterior (vitreus body)
• Retina
• Nervus optikus
Gambar 1. Anatomi mata 2
2.2 Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang
di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus.
Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah.
Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan
komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari
14
15. adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula,
yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.2
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:3,4
• Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi
kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior
(pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris.
• Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva
palpebra dan bulbi
• Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung
dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar
membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon
kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali – kali.
Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal,
mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus
internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang.
Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel
superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.
15
16. Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5
Pasokan darah, limfe dan persarafan
Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring –
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga
membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit
mempunyai serat nyeri.
Histologi konjungtiva :
• Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan
tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang
mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet
terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di
inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya
sekitar 5 – 10% jumlah sel basal.3
Lapisan epitel konjungtiva terdiri
dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial
dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak
mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di dekat
limbus dapat mengandung pigmen.
• Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak
kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
16
17. lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
2.3 Hematoma (Perdarahan) Subkonjungtiva
A. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva.3
Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera.
Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan
bagi pasien. 4
Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6
B. Sinonim
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:6
1. Bleeding In The Eye
2. Eye Injury
3. Ruptured Blood Vessels
4. Blood In The Eye
5. Bleeding Under The Conjunctiva
6. Bloodshot Eye
17
18. 7. Pinkeye
C. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur.6
Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang
mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30 tahun. Perdarahan
subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).7
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi
hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya
perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah
muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.7
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W
dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa
kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva. 8
D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva9
• Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan
dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian
sklera.
• Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama
kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh
di mata.
• Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang
(tipis) atau merah tua (tebal).
• Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan
yang ringan.
18
19. • Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.
E. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih
dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung
serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-
pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata
mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna
merah terang di sclera.7
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar
secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang
biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah.
Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas.
Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran,
meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata
terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara
ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang
datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat
sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas
tepi kelopak mata.7
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,
ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau
episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.6
.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,
yaitu :6
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
19
20. Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara
tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
F. Etiologi10,11,12,13,14
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara
Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan
terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik
homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor
predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34
diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva
terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan. Mutasi pada
faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau
ruptur bola mata)
4. Hipertensi
20
21. 5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa
adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan
D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin.
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam
tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles,
yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari
patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah
jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva
yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis
dan pinguecula.
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan
peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan
subkonjungtiva.
G. Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya
trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan
subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah
diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan,
hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.15
21
22. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine
(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga
etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan
subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva
traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di
rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah
pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain
pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan
pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan
hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan
subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil,
bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika
perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap
dengan jumlah trombosit. 16
H. Diagnosis banding 6
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya
yaitu mata merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi
I. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati. 3
22
23. Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat
dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air
mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan
sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin
meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin.
Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk
mencegah risiko perdarahan berulang.17
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan kondisi berikut ini :16
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau
kesulitan untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.
J. Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam
waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun
adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata
jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks
D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau
mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan
subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler. 6
K. Prognosis
23
24. Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik.
Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan
tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan
pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Schlote. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. UK: Thieme
2. Ilyas, Sidarta.2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FK UI
3. Kanski JJ. 2011. Clinical Ophthalmology. UK: Elsevier
4. Vaughan D, Asbury T. 2013. General Ophthalmology 18th
Edition.
Singapore: Lange
5. K Lang, Gerhard. 2010. Ophthalmology A Short Textbook. New York:
Thieme Stuttgart
6. Graham R K. 2010. Subconjuntival Hemorrhage 1st
Edition. UK: Lange
7. Fineman MS, Ho AC. 2012. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Ophthalmology: Cornea. China: Lippincott Williams & Wilkins
8. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. 2012. Eye diseases and
control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by
subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas). Germany: Johanniter-
Krankenhauses Bonn
9. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika:
Lange
10. Kaiser PK, Friedman NJ. 2010. The Massachusetts Eye and Ear Infirmary
Illustrated Manual of Ophthalmology. China : Elsevier
24
25. 11. Kaiser PK, Friedman NJ. 2010. The Massachusetts Eye and Ear Infirmary
Illustrated Manual of Ophthalmology. China : Elsevier
12. Wijaya N. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC
13. Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. 2012. Risk factors and
complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin.
USA: Kansan
14. Mimura T, Yamagami S. 2010. Contanc lens-Induced Subconjuntival
Hemorrhage. Tokyo: Lange
15. Mimura T, Yamagami S. 2010. Subconjuntival Hemorrhage and
Conjuntivochalasis. Tokyo: Lange.
16. Chern, K. C. 2010. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment
Guide. Massachusetts: McGraw-Hill
17. Wright W K. 2011. Opthalmology. UK: Springer
25