SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 51
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
MAKALAH PRESENTASI KASUS
“TUMOR PAROTIS”
Disusun oleh:
Putri Nuraini
108103000003
Pembimbing :
dr. M. Yadi Permana, Sp. B(K)Onk
Kepaniteraan Klinik Bedah
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Periode 8 April 2013 – 16 Juni 2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karuniaNya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tumor parotis dengan baik.
Shalawat beserta salam semoga tak henti-hentinya tercurahkan kepada uswatun hasanah,
Nabi Muhammad saw. bereserta keluarga, sahabat,dan kepada kita semua selaku umatnya
semoga mendapatkan syafa’atnya kelak di akhir zaman, Aamiin. Ribuan terima kasih saya
sampaikan kepada pembimbing saya, dr.M. Yadi Permana, SpB (K) Onk. yang telah banyak
membantu saya menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, maka dari itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Penyusun merasa masih
banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini akan penyusun terima dengan hati terbuka.
Akhir kata, penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca umumnya dan
bagi penyusun khususnya.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Mei 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang mensekresikan cairan
saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor
terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar
sublingual. Kelenjar saliva minor di mukosa traktus aerodigestif atas termasuk rongga
mulut, terutama selaput lendir palatum. 1
Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda.
Kelenjar parotis mensekresikan liur serosa, sedangkan kelenjar submandibula
mensekresikan liur mukosa.1
Kelainan pada parotis meliputi tumor jinak maupun ganas, batu di duktus,
infeksi bakteri maupun virus, dan berbagai gangguan autoimun yang jarang
ditemukan. Pembahasan dalam makalah ini akan lebih fokus kepada tumor yang
terjadi di parotis, baik tumor jinak maupun ganas. Neoplasma kelenjar liur jarang
terjadi, hanya 3-6% dari tumor kepala leher, tumor kelenjar liur mengenai parotis
85%, submandibula 3-15%, kelenjar liur minor 5-8% dan sublingual <1%. Makin
kecil kelenjar liur yang terkena, makin besar kemungkinan keganasan.1
Secara klinis, jika didapatkan benjolan kelenjar parotis, maka cuping telinga
akan terangkat ke atas. Tumor pleiomorf tidak nyeri, tumbuh berangsur dan dapat
menjadi besar sekali bila dibiarkan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi, Histologi, Dan Fisiologi Kelenjar Parotis
2.1.1 Anatomi
Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva
lainnya dengan berat sekitar 15-30 gram. Terletak di lateral wajah, yaitu di
preaurikula, sampai ke posterior mandibula. Dilewati oleh nervus fasialis yang
membaginya menjadi dua lobus, yaitu lobus profunda dan superfisial. Lobus
superficial terletak di superficial dari bagian posterior otot masseter, ke atas, hingga
ke arkus zigomatik, ke bawah mencapai margo inferior os mandibular. Lobus
profunda ke atas berbatasan dengan kartilago meatus akustikus eksternal, terletak
antara prosessus mastoideus tulang temporal dan ramus mandibula.1- 4
Duktus Stensen dengan panjang lebih kurang 4- 7cm, muncul dari anterior
kelenjar. Duktus ini keluar dari permukaan lateral otot maseter, menembus jaringan
lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran ini berada di mukosa pipi rongga mulut,
berhadapan dengan gigi molar kedua bagian atas. Kelenjar parotis aksesorius dapat
ditemukan di sepanjang bagian anterior kelenjar dan pada duktus Stensen. Kelenjar ini
dijumpai berkisar 20%.1-4
Perdarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna, dimana arteri
ini berjalan medial dari kelenjar parotis, kemudian mempercabangkan arteri
maksilaris dan arteri temporalis superior. Arteri temporalis superior
mempercabangkan arteri fasialis tranversalis yang berjalan di anterior zigoma dan
saluran parotis, kemudian memperdarahi kelenjar parotis, saluran parotis dan otot
maseter. Vena maksilaris dan vena temporalis superfisialis bersatu membentuk vena
retromandibuler yang berjalan di sebelah dalam saraf fasialis, kemudian menyatu
dengan vena jugularis eksterna. 4
Fungsi sekretomotorik dihantarkan melalui serabut saraf parasimpatis lewat
saraf glosofaringeus. Dalam perjalanan yang rumit serabut saraf ini memasuki
kelenjar parotis setelah melewati ganglion otik dan dihantarkan melalui saraf
aurikulotemporalis. 3
Lobus superfisial dari kelenjar parotis mengandung lebih kurang 3-20 kelenjar
limfe, terletak diantara kelenjar parotis dengan kapsulnya. Kelenjar limfe ini
merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, daun telinga, kulit kepala,
kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua terdapat pada kelenjar parotis profunda
dan merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, telinga tengah,
nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem ini mengalir ke sistem limfe servikal
superfisialis dan profunda.3
Nervus fasialis sebenarnya terdiri dari serabut saraf motorik saja, namun pada
perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengannya. Nervus intermedius
ini tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang
menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.
Sebagai saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar dari foramen
stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter
posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke
glandula parotis. Disitu ia bercabang cabang lagi untuk mempersarafi otot wajah dan
plastima. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah cabang temporal, zigomatikus,
bukalis, mandibularis dan cabang servikalis.
2.1.2 Histologi
Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan mengandung sejumlah
besar enzim antara lain amylase, lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase.
Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang pada manusia adalah
serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsula jaringan ikat yang tebal, dari sini
ada septa jaringan ikat termasuk kelenjar dan membagi kelenjar menjadi lobulus yang
kecil. Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran keluar yang rumit sekali dan hampir
semua duktus ontralobularis adalah duktus striata. Saluran keluar yang utama yaitu
duktus parotidikius steensen terdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam
vestibulum rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.1,3
2.1.3 Fisiologi
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe mucus,
disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat sekresi menjadi
sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam mempertahankan kesehatan
jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan mulut
yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara membantu membuang bakteri
pathogen juga partikel-partikel makanan yang memberi dukungan metabolic bagi
bakteri dan saliva juga mengandung beberapa factor yang menghancurkan bakteri,
salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik terutama
lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat
menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang menyebabkan karies gigi.3,5,6
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya ditelan
dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut
merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus solitaries dan pada
akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga
dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada
nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat
produksi air liur seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-
obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur
seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat menyebabkan
mulut kering (Xerostomia).3,5,7
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air
liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat.
Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel gigi.7
Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous.
Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.5
2.2 Tumor Parotis
2.2.1 Definisi
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.
Sesuai definisi Willis, neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah
hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.8
Sel bisa menjadi kanker karena adanya kerusakan DNA. Didalam sel
normal, ketika DNA mengalami kerusakan, maka sel yang lain akan
memperbaikinya atau sel rusak tersebut akan mati. Sedangkan didalam sel
kanker, kerusakan DNA tersebut tidak diperbaiki. Sel tersebut juga tidak mati
seperti seharusnya. Bahkan sel ini akan membentuk sel baru yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki kerusakan DNA yang sama seperti sel
pertama.8
2.2.2 Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relative jarang terjadi, presentasinya kurang
2-5% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher. Dari tumor kelenjar saliva,
insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%, tumor submandibular
10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil dalam mulut 1%.1
Sejak periode 2000-2008 angka kejadian lebih sering pada laki-laki
dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan
perempuan yang hanya 1.00. bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan
pasien didiagnosis pada usia >64 tahun.9
Sebagian besar tumor parotis adalah jinak. Tumor jinak yang paling
sering adalah mixed tumor / pleomorfik adenoma, dan Wartin’s tumor. Hanya
sekitar 20% tumor parotis yang ganas.9,10
Keganasan biasanya asimtomatik, tetapi tanda dan gejala yang
menunjukkan keganasan biasanya adalah pertumbuhan tumor yang cepat
membesar, nyeri, trismus, paralisis nervus fasialis atau yang lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang sensitivitasnya 95% pada keganasan kelenjar
saliva adalah dengan FNAB. Semua pasien dengan massa di kelenjar saliva nya
harus dilakukan pemeriksaan FNAB untuk mengetahui diagnosis
histologinyadan untuk perencanaan terapi pembedahan. Pemeriksaan CT Scan
dan MRI juga sangat membantu untuk mengetahui apakah letak tumor di lobus
superfisial atau profunda. Keganasan lebih sering terjadi pada tumor parotis
yang mengenai lobus profunda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa tumor pada lobus profunda sebanyak 35%nya adalah
maligna, dan hanya 10% nya yang benigna.10
2.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya tumor kelenjar parotis masih belum jelas karena
angka kejadiannya yang masih jarang. Paparan rokok dan konsumsi alkohol
tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan tumor parotis. Sejauh ini, paparan
radiasi ion sudah ditetapkan sebagai faktor resiko terjadinya tumor parotis.
Seseorang yang pernah mengalami terapi radiasi dan terapi UV pada kepaladan
leher meningkatkan faktor risiko. Penelitian terakhir mengatakan bahwa terjadi
peningkatan angka kejadian tumor parotis, terutama di Israel dan Inggris.
Terdapat hipotesis bahwa peningkatan angka kejadian tumor parotis ini ada
hubungannya dengan meningkatnya penggunaan telepon genggam. Namun dari
penelitian yang dilakukan oleh Shu, dkk ini didapatkan hasil bahwa tidak ada
hubungan antara peningkatan penggunaan telepon genggam dengan peningkatan
angka kejadian tumor parotis. Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya
karsinoma kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi, dan genetik.9,11
2.2.4 Klasifikasi Tumor Parotis
WHO tahun 2005 mengklasifikasikan tumor kelenjar saliva menjadi
jinak dan ganas. Berdasarkan histopatologinya dibagi menjadi epitelial dan non
epitelial. Jenis epitelial sangat jarang terjadi, sekitar 2-5% dari kasus tumor
kelenjar saliva.
Tabel 1. Klasifikasi histopatologi WHO/AJCC
Tumor jinak Tumor ganas
plemorphic adenoma ( mixed
benign tumor)
monomorphic adenoma
papillarycystadenoma
lymphomatosum (Warthin’s
tumor)
mucoepidermoid carcinoma
acinic cell carcinoma
adenoid cystic carcinoma
adenocarcinoma
epidermoid carcinoma
small cell carcinoma
lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleomorphic adenoma
(carcinosarcoma)
a. Tumor jinak
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi
pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel
epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat berupa benjolan
pada depan bawah daun telinga atau angulus mandibula yang tidak
memberikan gejala. Kondisi ini membuat luput dari perhatian pasien,
sehingga pasien datang untuk pemeriksaan ke petugas kesehatan setelah
muncul benjolan setidaknya 1 tahun. Pada perabaan didapatkan massa
berbentuk bulat, permukaan licin, kadang berbenjol-benjol, dan
konsistensinya lunak, berbatas tegas, tampak berkapsul, dan ukuran
terbesarnya jarang melebihi 6 cm, tidak nyeri tekan dan dapat
digerakkan.12,13
Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka
ragam.biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau seperti
pulau-pulau dari spindel atau stellata. Tumor ini, yang umumnya terbentuk
di parotis superfisial, menyebabkan pembengkakan tak nyeri di sudut
rahang dan mudah diraba sebagai massa diskret. Tumor biasanya sudah ada
selama beberapa tahun sebelum dibawa ke dokter. Walaupun berkapsul,
pemeriksaan histologik sering memperlihatkan tempat tumor menembus
kapsul. Oleh karena itu, diperlukan batas reseksi yang adekuat untuk
mencegah kekambuhan. Hal ini mungkin memerlukan pengorbanan saraf
fasialis, yang berjalan melalui kelenjar parotis. Secara rerata, sekitar 10%
eksisi diikutioleh kekambuhan. Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari
kelenjar yang terkena. 2,12,13
Gambaran histologi adenoma pleomorfik
Adenoma pleomorfik sering mengenai wanita pada dekade umur ke-IV,
namun pada laki-laki adenoma pleomorfik bisa terjadi pada anak-anak dan
orang tua. Sehingga dapat dikatakan bahwa insidensi adenoma pleomorfik
dapat terjadi pada semua umur, dan kasus terbanyak terutama terjadi pada
dekade IV - V. 2,12,13
Umur rata-rata penderita adenoma pleomorfik adalah 43 tahun, dan
hampir 40% kasus yang dicatat AFIP mengenai penderita berumur kurang
dari 40 tahun. Adenoma pleomorfik 10 kali lebih sering terjadi pada
kelenjar liur mayor parotis daripada kelenjar submandibuler, jarang terjadi
pada kelenjar liur sublingual. 2,12,13
2) Warthin's tumor ( kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik
papiler).
Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul
apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multipel.
Histologi Warthin's tumor yaitu : (1) lapisan epitel dua deret yang melapisi
rongga yang bercabag, kistik, atau mirip celah, dan (2) jaringan limfoid
didekatnya yang kadang-kadang membentuk sentrum germinativum. Angka
kekambuhan sekita 10% diperkirakan disebabkan oleh eksisi yang tidak
komplet, sifat multisentrik tumor, atau adanya tumor primer kedua.
Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan.Lebih sering ditemukan
pada kelenjar mayor. 2,8,12,13
3) Tumor monomorphic
Tumor yang tumbuh lambat ini hanya berkisar kurang dari 5% dari
seluruh angka kejadian tumor kelenjar lidah. Monomorfik adenoma
dibedakan dari pleomorfik adenoma karena tumor ini hanya memiliki satu
morfologi sel. Monomorfik adenoma memiliki subklasifikasi menjadi grup
neoplasma epitelial dan mioepitelial yang termasuk didalamnya yaitu basal
cell adenomas, canalicular adenomas, oncocytomas atau oxyphilic
adenomas, dan myoepitheliomas.2,
b. Tumor Jinak Nonepitelial
1) Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis.
Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang kompresibel. berwarna
merah gelap, berlobus-lobus dan tidak berkapsul. Penanganan dengan
pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari.40-60% hemengioma tidak berespon
terhadap steroid. 2
2) Limfangioma (higroma kistik)
Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada
anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada
struktur yang vital.Limfangioma jarang menimbulkan gejala-gejala
obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan kosmetik. 2
c. Tumor Ganas Kelenjar Liur
1) Mukoepidermoid karsinoma
Kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki
gradasi yang rendah.2
Presentasi yang paling umum adalah adanya massa di daerah pipi
posterior tanpa rasa sakit dan tanpa gejala > 80% pasien. Sekitar 30% dari
pasien mengeluhkan rasa sakit yang terkait dengan massa, meskipun
keganasan kelenjar parotis sebagian besar tidak sakit. Kemungkinan besar
rasa sakit menunjukkan adanya invasi perineural yang memungkinkan
adanya keganasan pada pasien dengan massa parotis.
Dari pasien dengan tumor ganas parotis, 70-20% terdapat adanya
kelemahan atau kelumpuhan saraf wajah, yang hampir tidak pernah
menyertai lesi jinak dan menunjukkan prognosis buruk. Sekitar 80% dari
pasien dengan kelumpuhan saraf wajah telah terjadi metastasis nodul pada
saat diagnosis. Pasien-pasien ini memiliki kelangsungan hidup rata-rata 2,7
tahun dan selama 10 tahun sebesar 14-26%.
Aspek penting yang lain dari anamnesis meliputi lama waktu
timbulnya massa, riwayat lesi kulit sebelumnya atau eksisi lesi parotis.
Pertumbuhan massa yang relatif lambat cenderung jinak. Riwayat adanya
karsinoma sel skuamosa, melanoma ganas, atau histiocytoma bersifat ganas
menunjukkan metastasis intraglandular atau metastasis ke kelenjar getah
bening parotis. Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh
menunjukkan reseksi awal yang tidak memadai.
Sebuah laporan adanya sakit pada telinga mungkin menunjukkan
perluasan tumor ke dalam saluran pendengaran. Adanya keluhan mati rasa
sering menunjukkan invasi saraf pada cabang kedua atau ketiga dari saraf
trigeminal.
Pada pasien dengan tumor kelenjar saliva, diindikasikan pemeriksaan
kepala dan leher secara cermat. Perhatian harus langsung pada ukuran,
lokasi dan mobilitas dari tumor. Ada atau tidak ada penekanan dari tumor
sebaiknya dicatat. Adanya paralisis nervus fasialis seharusnya
meningkatkan kecurigaan adanya suatu keganasan pada pasien, walaupun
jarang, tumor jinak dapat juga menyebabkan paralisis nervus facialis.
2) Kista Adenoid karsinoma
Tumor ini merupakan suatu basaloid tumor yang terdiri dari sel-sel
epitel dan myoepitel dengan gambaran morfologi yang bervariasi antara
cribriform, tubular, dan solid. Tumor ini merupakan neoplasma malignan
yang jarang terjadi.1,21
Tumor ini dapat mengenai semua umur dengan insiden paling tinggi
pada usia pertengahan dan usia tua. Tidak ada perbedaan insiden antara pria
dan wanita. Pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang
rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang
beberapa bulan setelah operasi.1,21
Gejala klinis yang terjadi pada tumor ini tergantung pada ukuran tumor
dan lokasi dari tumor. Pada lesi yang dini pada kelenjar liur, tampak adanya
massa dengan pertumbuhan yang lambat tanpa rasa nyeri pada daerah mulut
ataupun wajah. Pada lesi yang sudah lanjut, gejala yang timbul disertai
dengan rasa nyeri dan adanya nervus paralyse oleh karena sel-sel tumor
sudah menginvasi saraf perifer.1,21
Pemeriksaan radiologi berupa MRI dan USG dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosa terutama pada tumor yang sudah meluas
ke organ-organ sekitarnya.1,21
Pada sediaan makroskopis karsinoma ini berbentuk bulat, solid, dan
tidak berkapsul. Warna coklat terang dan konsistensi kenyal dengan ukuran
yang bervariasi. Pada pemeriksaan histopatologi, karsinoma ini mempunyai
tiga gambaran utama: tubular, cribriform, dan solid.1,21
Gambaran histologi kista adenoma karsinoma
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a) Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya
lambat
b) Adenokarsinoma polimorfik
grade rendah
Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c) Adenokarsinoma yang tidak
dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang
cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki
penampakan untuk dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar
parotis dan kelenjar minor.
d) Adenokarsinoma yang jarang:
Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,
musinous adenokarsinoma.8
d. Mixed tumor maligna
Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma dan
mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe
yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker
yang berkembang dari mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan
terjdi pada kelenjar liur mayor. 8
e. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang
• squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat
berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang
sama.
• epitelial-mioepitelial karsinoma
• anaplastik small sel karsinoma
• karsinoma yang tidak berdiferensiasi
• limfoma non hodgkin7
2.2.5 Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang :
a.) Keluhan
1. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di
pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula (tumor
sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)
2. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau
submandibula)
3. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)
4. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus
parotis terlibat)
5. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus
simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
6. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi)
d.) Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil pengobatannya
e.) Berapa lama kelambatan
Pada penelitian retrospective yang dilakukan pada 104 pasien dengan tumor
kelenjar parotis yang diterapi di ENT clinic timisoara pada tahun 2001-2009
didapatkan gejala-gejala yang paling sering dikeluhkan pasien, yaitu paling sering
adalah konsistensi keras, tumbuh cepat, fiksasi dalam, nyeri, nodus yang
terpalpasi, keterlibatan nervus fasialis, pembengkakan dinding faring lateral, dan
keterlibatan perubahan kulit.
2. Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
1. penampilan (Karnofski / WHO)
2. keadaan umum
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks,
abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang
tengkorak, dll)
b.) Satus lokal
1. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan nervus-
nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.
Lintasan nervus kranialis yang dekat dengan kelenjar parotis
c.) Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan
kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran
terbesar, dan mobilitasnya.
Pemeriksaan nervus fasialis:
A. Dalam keadaan diam, perhatikan :
• Asimetri muka (lipatan nasolabial)
• gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus
sardonicus, tremor, dsb)
B. Atas perintah pemeriksa
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa mencoba
membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri).
3. Memperlihatkan gigi (asimetri).
4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing).
6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan
dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk
mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini.
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan
pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
• Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan untuk
diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat
keakuratan yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94%
pada tumor jinak. Biopsi aspirasi jarum halus juga sensitive dalam mendeteksi
keganasan sebesar 58-98 % dengan spesifitas 71-88%. Suatu penelitian
didapatkan diagnosis sitologi tumor jinak negatif palsu sebanyak 4 dari 27
pasien (14.8%). Kesalahan diagnosis ini bisa disebabkan oleh bias sampel
(sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat), dan bisa juga karena kesalahan
interpretasi (salah baca). Tekhnik ini sederhana, dapat ditoleransi dengan
komplikasi yang minimal. Selain untuk menegakan diagnosis defenitif,
pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya
dan untuk evaluasi preoperative..17,18
• Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan
enukleasi massa parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor,
terutama pada adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk
tumor parotis adalah reseksi bedah komplit melalui parotidektomi dengan
identifikasi dan preservasi nervus fasialis. Identifikasi nervus fasialis
ditujukan agar dapat dilakukan eksisi tumor yang adekuat dan mencegah
cedera nervus fasialis. Cara ini memastikan batas jaringan sehat yang adekuat
disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan kasus tidak hanya bersifat
diagnostic, tetapi juga kuratif. Pemeriksaan ini jarang dilakukan dan biasanya
dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioperasi.
Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insisi terbuka berguna dalam diagnostic
histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.17
b. Pemeriksaan Radiologi
• Sialografi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air
atau minyak langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian
anastesi topical pada daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada
kelenjar, dan muara duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur.
Muara duktus dilebarkan dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter
ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk pemberian cairan
intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar 2 cm kedalam
duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik ini sama untuk kelenjar
parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar
submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis.
Film biasa sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi
radioopak, seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras
disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita
merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk ketika penderita
mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik, oblik, dan
anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan sedikit sari
buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang. Normal jika
seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras
dalam kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal.11,12
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut
dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan
kontras yang paling popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis kelenjar
parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus
seperti striktur. sialografi tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari
massa keganasan. Sialografi merupakan kontra indikasi terdapatnya
peradangan akut kelenjar yang baru terjadi.12
• CT-Scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui letak tumor berada di
lobus superfisial atau lobus profunda. Gambaran kalsifikasi dalam massa
biasanya ditemukan pada adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus
stensen sulit dilihat dengan menggunakan CT scan. 12,17, 18
Gambar 4. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa berbatas tegas
dalam kelenjar parotis kiri, yang telah terbukti sebagai adenoma pleomorfik18
• MRI lebih unggul daripada CT scan dalam memvisualisasikan tepi tumor.
Nervus fasialis dan duktus stensen dengan jelas dapat terlihat. Bisa digunakan
untuk mengetahui letak tumor parotis berada dalam lobus superfisial atau
profunda. Selain itu juga untuk membedakan tumor jinak atau ganas. Lesi
jinak biasanya tepinya halus, dengan garis terang atau kapsul; tapi
bagaimanapun juga, banyak keganasan grade rendah yang memiliki
pseudokapsul dan gambaran seperti tumor jinak. Keganasan grade tinggi akan
menunjukkan gambaran tepi yang menginfiltrasi. 12,17,18
Gambar 5. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan axial leher11
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan luasnya.
Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.18
2.2.6 Staging Tumor Parotis
Tabel 3: Klasifikasi TNM The American Joint Committee on Cancer (AJCC) 13
TNM Keterangan ST T N M
Tx Tumor primer tak dapat ditentukan I T1
T2
N0
N0
M0
M0
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim II T3 N0 M0
T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim III T1
T2
N1
N1
M0
M0
T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim
tanpa terlibat n.VII
IV T4
T3
T4
N0
N1
N1
M0
M0
M0
T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar
tengkorak
Tiap
T
N2
N3
M0
M0
Tiap
T
Tiap
T
Tiap
N
M1
Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan
N0 Tidak ada metastase k.g.b
N1 Metastase k.g.b tunggal <3cm, ipsilateral
N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm,
ipsilateral/bilateral/kontralateral
N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm, ipsilateral
N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral
N2c Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral
N3 Metastase k.g.b >6cm
Mx Metastse jauh tak dapat ditentukan
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
2.2.7 Tatalaksana Tumor Parotis15
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi
sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan
pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan
sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum
memuaskan.
1. Tumor operabel
a. Terapi utama ( pembedahan). Pilihan pengobatan untuk neoplasma
kelenjar parotis adalah melalui pembedahan. Sebagian besar tumor parotis
jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi superfisial atau total
sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilis.
 Parotidektomi superfisial. Parotidektomi superfisial adalah
tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis lobus
superfisial. Dilakukan pada tumor jinak parotis lobus superfisialis.
 Parotidektomi total. Parotidektomi total adalah pengangkatan
massa tumor dengan seluruh bagian kelenjar parotis dilakukan
pada:
a. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi
ekstraparenkim dan n.VII
b. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
 Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: Tumor ganas parotis
yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
 Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: Ada metastase
k.g.b.leher yang masih operabel
b. Terapi tambahan
Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan
pembedahan, terapi radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek
menguntungkan jika digabungkan dengan pembedahan yaitu
meningkatkan hasil terapi. Selain itu berperan sebagai terapi primer untuk
tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada keadaan di mana terapi
radiasi merupakan indikasi, yaitu:
1. high grade malignancy
2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n.
asesorius )
4. setiap T3,T4
5. karsinoma residif
6. karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah
dikerjakan alih tandur syaraf.
• Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas
insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
• Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau
high grade malignancy
Baik konvensional dan neutron-beam terapi radiasi telah
dianjurkan sebagai single-modalitas pengobatan untuk T1 dan T2
neoplasma ganas kelenjar ludah. Pendekatan ini kontroversial, tetapi
dapat dipertimbangkan jika ada kontraindikasi nyata untuk operasi.14
2. Tumor inoperabel
a. Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
b. Terapi tambahan
Kemoterapi : Indikasi untuk kemoterapi adalah pasien dengan tumor yang
inoperable. Respon parsial atau lengkap telah dicapai pada hingga 50%
pasien, yang biasanya berlangsung 5-8 bulan dan mungkin termasuk
kontrol nyeri yang signifikan. Sebagian besar pasien memiliki karsinoma
adenoid kistik, karsinoma mucoepidermoid, atau adenokarsinoma. Saat
ini, paclitaxel adalah agen yang paling sering digunakan. Meskipun
kemoterapi saja tidak meningkatkan tingkat ketahanan hidup, integrasi
radiasi dan kemoterapi telah terbukti meningkatkan kontrol lokal dan
menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan keganasan kelenjar ludah.14
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3 minggu
3. Metastase Kelenjar Getah Bening (N)
a. Terapi utama
 Operabel : deseksi leher radikal (RND)
 Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian
dievaluasi
- menjadi operabel  RND
- tetap inoperabel  radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy
b. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
4. Metastase Jauh (M)
Terapi paliatif : kemoterapi
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu
b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7 diulang tiap
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3 minggu
2.2.8 Komplikasi
Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 Januari sampai 2006 Januari
pada pasien dengan tumor parotis yang telah menjalani terapi bedah di University of
Rome “La Sapienza”, Department of Maxillo-Facial surgery. Didapatkan 135 pasien
laki-laki dan 147 pasien perempuan dengan usia antara 10 tahun sampai 85 tahun dan
pasien usia terbanyak adalah 49 tahun. Dari total 282 pasien, setelah dilakukan follow
up ±60 bulan didapatkan 26 pasien mengalami komplikasi post operasi sebagai
berikut:
Komplikasi
yang sering
terjadi setelah
parotidektomi
• Nervus Fasialis
Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar parotis dan membaginya
menjadi lobus superfisialis dan profunda. Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam
100 pasien) nervus fasialisnya mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan
pada otot-otot fasialis. Ini biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan
setelah operasi dan penyembuhan bisa lebih cepat dengan latihan terapi bicara
dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan permanen dari nervus
fasialis. Beberapa pasien mengalami kelemahan nervus fasialis cabang-cabang
tertentu saja.
• Frey’s Syndrome
Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome, Dupuy’s
syndrome, auriculotemporal syndrome, atau Frey-Baillarger syndrome
Merupakan komplikasi tersering pada pasien pasca operasi parotidektomi
yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien. Frey’s syndrome adalah manifestasi
klinik berupa kemerahan dan berkeringat pada hemifasial setelah stimulus
kelenjar saliva dan mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah
cedera traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar, trauma
tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul setelah beberapa
minggu sampai beberapa tahun setelah trauma. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara tes pati-iodine. Iodine cair dioleskan di atas kulit area preaurikular,
tunggu sampai kering, kemudian setelah itu ditaburkan pati jangung di
atasnya. Minta pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk
merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru kehitaman yang
berarti hasilnya positif, karena adanya kompleks iodine-pati yang terdilusi
oleh keringat.
Gambar 6: tes pati – iodine
Patofisiologi Frey’s syndrome adalah karena regenerasi saraf otonom
yang salah arah setelah cedera area parotis. Setelah cedera, serat saraf
parasimpatis sekretomotor post ganglionik yang seharusnyaberinervasi dengan
kelenjar parotis, menjadi bergabung dengan reseptor simpatis, dan berinervasi
dengan kelenjar keringat sehingga menyebabkan berkeringatnya gustatori.
Dengan demikian, seharusnya makanan merangsang kelenjar saliva, menjadi
merangsang kelenjar keringat. Meskipun Frey’s syndrome tidak menyebabkan
gangguan fisiologis yang berbahaya, namun gejala kemerahan dan keringat
berlebihan menyebabkan stres psikologis dan sosial. 20
• Hematoma
Hematoma mengenai 3 dari 26 pasien. Terjadi karena blokade drainase
sehingga pada pasien post parotidektomi dipasang drain untuk mencegah
terjadinya hematoma.
2.2.9 Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histologi, perluasan lokal
dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor
maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk. Untuk tumor
maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar
50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira
5%, namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya.12,13,15
Faktor prognostik rendah termasuk keganasan kelas tinggi, keterlibatan saraf,
penyakit stadium lanjut, usia lanjut, rasa sakit yang terkait, metastasis getah bening
regional node, metastasis jauh, dan akumulasi p53 atau-erbB2 c oncoproteins. Meskipun
pernyataan menyangkut kelangsungan hidup sulit dibuat karena berbagai macam jenis
histologis, 20% dari semua pasien akan berkembang menjadi metastasis jauh. Metastasis
jauh menandakan prognosis buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4,3-7,3 bulan.
Secara keseluruhan 5-tahun kelangsungan hidup untuk semua tahap dan jenis histologis
adalah sekitar 62%-72%. Kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan untuk penyakit
berulang adalah sekitar 37%. Karena risiko kekambuhan, semua pasien yang menderita
tumor kelenjar ludah histologi yang terbukti ganas harus di kontrol seumur hidup.12,13,15
2.2.10 Kontrol
Pengawasan harus terus tanpa batas waktu, sebagai kekambuhan lokal atau
metastasis jauh dapat menjadi jelas bertahun-tahun setelah pengobatan awal. Pasien harus
menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh setiap 3 bulan selama 2 tahun, setiap 6
bulan selama 3 tahun, kemudian setiap tahun setelahnya. Tes fungsi hati dan rontgen dada
harus diperoleh setiap tahun.9,13,16
BAB III
Kasus dan Pembahasan
1.1 Anamnesis
a) Identitas pasien
Nama : Tn. MH
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat : Cimanggis, Depok
b) Keluhan Utama
Benjolan di bawah telinga kanan sejak ±4 bulan SMRS.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik bedah RSF dengan keluhan satu benjolan dekat
telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS.
Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin
membesar namun lambat menjadi sebesar telur puyuh. Tidak terasa nyeri,
tidak terasa hangat, tidak memerah, dan tidak demam. Keluhan lain seperti
bibir mencong, sulit menutup mata, sulit menelan, nyeri tenggorokan,
gangguan pendengaran disangkal. Benjolan di leher dan di tempat lain juga
disangkal. Terdapat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tidak
diketahui. Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada
Hipertensi, DM, kolesterol, asma, storke, jantung, dan trauma. Pasien juga
tidak pernah menjalani terapi radiasi atau UV pada daerah kepala dan
leher.
e) Riwayat Keluarga
Paman pasien mengalami keluhan benjolan di daerah pipi.
f) Riwayat Kebiasaan dan Sosial
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minum-minuman
beralkohol.
1.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: komposmentis/ GCS:E4M6V5 = 15
Koperasi: kooperatif
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan: 79 kg
BMI: 27.3
Tekanan darah: kanan 110/90 mmHg kiri: 110/90 mmHg
Nadi: 84 x/menit
Suhu: 36,7 o
C
Pernapasan: 20 x/menit
Pemeriksaan Kepala
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : tidak ada pembesaran KGB leher
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V, 1 jari lateral dari linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea para sternalis dekstra.
Batas kiri : ICS V 1 jari lateral dari linea midclavicula sinistra
Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesicular +/+ ; Ronki -/-; Wheezing -/-.
Abdomen:
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : BU (+) normal.
Ekstremitas:
Atas: akral hangat (+), edema (-)
Bawah: akral hangat (+), edema (-)
Status neurologis :
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : baik baik
Motorik Orbicularis : baik baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif : (-)
Tuli Perspeptif : (-)
N. IX, X
Motorik : tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris
Sensorik : refleks muntah (+), refleks menelan (+)
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : baik baik
Menoleh : baik baik
N. XII
Pergerakan Lidah : baik, tidak ada deviasi
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Status lokalis :
Pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm,
padat, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak nyeri, suhu dan warna
seperti jaringan sekitar.
1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. FNAB
Sediaan apusan mengandung banyak darah, di antaranya terlihat
beberapa kelompok-kelompok kecil sel yang terdiri atas sel berinti
bulat/oval, inti tampak uniform, kromatin tersebar merata. Tampak
pula fragmen-fragmen menyerupai chondromyroid. Tidak ditemukan
sel ganas.
Kesan : lesi jinak, kemungkinan adenoma pleomorfik.
b. USG: tidak dilakukan
c. Rontgen thoraks : paru dan jantung dalam batas normal
d. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
27/11/2012
Nilai rujukan Interpretasi
Hematologi
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Leukosit
- Trombosit
- Eritrosit
- LED
14.8
49
6.9
234
5,65
1,0
13.2-17.3 g/dl
33-45 %
5-10 ribu/ul
150-440 ribu/ul
4.40-5.90 juta/ul
0.0-10.0 mm
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
VER/HER/ KHER/RDW
- VER
- HER
- KHER
- RDW
86,9
26,1
30,1
13.6
80.0-100.0 fl
26.0-34.0 pg
32.0-36 mg/dl
11.5-14.5 %
Normal
Normal
Normal
Normal
Kimia Klinik
Fungsi Hati
- SGOT
- SGPT
- Bilirubin total
- Bilirubin direk
25
32
0,80
0,30
0-34 U/I
0-40 U/I
0,10-1,00 mg/dl
< 0,2 mg/dl
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Fungsi Ginjal
- Ureum Darah
- Creatinin Darah
28
1,4
20-40 mg/dl
0.6-1.5 mg/dl
Normal
Normal
Diabetes
- Gula darah sewaktu 83 70-140 mg/dl Normal
1.4 Diagnosis kerja
Tumor parotis superfisial dekstra susp benigna
Pemeriksaan Hasil
24/04/2013
Nilai rujukan Interpretasi
Hematologi
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Leukosit
- Trombosit
- Eritrosit
15.4
49
7.7
232
5.58
13.2-17.3 g/dl
33-45 %
5-10 ribu/ul
150-440 ribu/ul
4.40-5.90 juta/ul
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
VER/HER/ KHER/RDW
- VER
- HER
- KHER
- RDW
86,8
27,6
31,8
13.5
80.0-100.0 fl
26.0-34.0 pg
32.0-36 mg/dl
11.5-14.5 %
Normal
Normal
Normal
Normal
Sero-Imunologi
- Golongan darah A/Rhesus (+)
1.5 Diagnosis banding
Tumor parotis superfisial dekstra susp maligna
1.6 Tata laksana
Parotidektomi superfisial
1.7 Laporan Operasi
• Pasien dalam posisi supine di atas meja operasi dengan general anastesi, bahu
diganjal, dibuat desain blaire modifikasi
• Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya, droupping, tampak sudut
mata kanan dan sudut mulut
• Insisi sesuai desain menembus kutis, subkutis, fasia.
• Dibuat flap ke arah anterior hingga m.maseter, dan posterior hingga
m.sternokleidomastoideus
• Trunkus n.fascialis dikenali, dicari cabang-cabang n.fascialis.
• Dilakukan superfisial parotidektomi dengan diseksi secara tajam dengan
skalpel no. 12
• Kontrol perdarahan
• Luka operasi ditutup lapis demi lapis
• Dipasang 1 buah drain vakum
• Operasi selesai
1.8 Instruksi post-op:
• Awasi TNSP
• IVFD KaenMg3:RL = 3:1/24 jam
• Puasa sampai dengan pasien sadar betul
• Diet biasa
• Ceftriakson 1x2 gr iv
• Ketesse 3x1 amp iv
• Vakum drain / 12 jam
• Senin rawat jalan
1.9 Follow Up
S : Nyeri pada luka post-operasi (VAS 3), gangguan motorik (-)
O: KU: TSR/ CM, TD : 110/90, N: 84, S: 36,5, RR: 18
Status lokalis: luka tertutup kassa, rembesan-,
drain produksi hemoragik 70cc.
A: Tumor parotis dekstra suspek jinak post parotidektomi superfisial
P: Diet biasa
IVFD KaenMg3:RL = 2:2 / 24 jam
Ceftriakson 1x2gr
Ketesse 3x1 amp
Vacum drain/ 12 jam
Hasil PA :
Makroskopik :
Jaringan permukaan tidak teratur, compang camping 30 cc. Penampang irisan
sebagian putih, padat, sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh.
Mikroskopik :
Sediaan dengan keterangan tumor parotis menunjukkan massa tumor dengan
arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik dalam
lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah
ditemukan.
Kesimpulan :
Adenoid cystic carcinoma
1.10 Resume :
Pasien, laki-laki, usia 40 tahun datang ke poliklinik RSUPF dengan keluhan
satu benjolan dekat telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan
yang lalu. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin
membesar namun lambat menjadi sebesar telur puyuh. Tidak terasa nyeri, tidak
terasa hangat, tidak memerah, dan tidak demam. Keluhan lain seperti bibir
mencong, sulit menutup mata, sulit menelan, nyeri tenggorokan, gangguan
pendengaran disangkal. Benjolan di leher dan di tempat lain juga disangkal.
Terdapat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tidak diketahui.
Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya. Pasien tidak pernah menjalani
terapi radiasi atau UV pada daerah kepala dan leher. Paman pasien mengalami
keluhan benjolan pada daerah pipi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio infraaurikula dekstra terdapat
benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm, padat, batas tegas, permukaan licin rata,
immobile, tidak nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar.
Pada pemeriksaan sediaan apusan FNAB didapatkan kesan adenoma
pleomorfik.
Diagnosis sebelum operasi adalah tumor parotis superfisial dekstra susp
benigna dengan recana operasi parotidektomi. Pada saat operasi ditemukan massa
tumor berasal dari parotis superfisial. Kemudian dilakukan parotidektomi
superfisial. Diagnosis setelah operasi adalah tumor parotis superfisial dekstra susp
benigna.
Pada follow up, pada pasien tidak didapatkan pasien keluhan gangguan
motorik. Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan kesimpulan adenoid kistik
karsinoma yang merupakan tumor ganas.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun, sesuai dengan tinjauan pustaka yang
menyatakan bahwa tumor parotis lebih sering pada laki-laki dengan insidensi sekitar 1.41
kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan perempuan yang hanya 1.00. Tumor
parotis bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64
tahun. Baik adenoma pleomorfik maupun adenoid kistik karsinoma, insiden keduanya dapat
terjadi pada semua umur. Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, dimana pasien tidak sering
terpapar oleh sinar radiasi yang menjadi faktor risiko tumor parotis.
Pasien datang dengan keluhan benjolan soliter dekat telinga kanan yang baru disadari
oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS. Gejala tumor parotis adalah adanya benjolan di
pre/infra/retro aurikula. Adenoma pleomorfik merupakan tumor tersering pada kelenjar liur
dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis, sedangkan adenoid kistik karsinoma yang
jarang biasanya terjadi pada kelenjar liur mayor ataupun minor. Pasien tidak mengeluh nyeri,
nyeri biasanya dirasakan pada pasien yang mengalami keganasan tumor parotis. Pada adenoid
kistik karsinoma biasanya tidak ada keluhan nyeri pada lesi yang dini karena
pertumbuhannya yang lambat. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin
lama makin membesar, menjadi sebesar telur puyuh, menunjukkan bahwa adanya
progresivitas dari sel tumor namun lambat, hal ini sesuai dengan adenoid kistik karsinoma
yang pertumbuhannya lambat. Tidak terasa hangat, tidak memerah, tidak demam,
menunjukkan bahwa ini bukan reaksi peradangan/inflamasi. Keluhan lain seperti bibir
mencong, muka asimetris, dan sulit menutup mata tidak ada, hal ini berarti tidak ada
keterlibatan nervus fasialis yang biasanya terjadi pada keganasan tumor parotis. Pasien tidak
mengeluh sulit menelan, nyeri tenggorok, dan gangguan pendengaran disangkal,
menunjukkan bahwa lobus profundus parotis tidak terlibat. Benjolan di leher dan di tempat
lain juga disangkal, hal ini menunjukkan tidak adanya metastasis ke kelenjar limfe dan di
organ jauh. Terdapat penurunan nafsu makan namun penurunan berat badan tidak diketahui
pasien menunjukkan adanya penyakit kronik. Paman pasien mengalami keluhan benjolan
pada daerah pipi, ini untuk mengetahui faktor risiko pasien, yaitu genetik. Pasien tidak pernah
menjalani radioterapi pada daerah kepala dan leher sebelumnya, yang merupakan faktor
risiko terjadinya tumor parotis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan,
soliter, ukuran 5x3x2cm, padat kistik, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak
nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar. Tumor parotis pada umumnya hanya berupa
benjolan soliter. Konsistensinya kenyal padat/kistik, permukaan licin, berbatas tegas, tampak
berkapsul, tidak nyeri, dapat digerakkan, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm
merupakan ciri-ciri adenomapleomorfik. Dari pemeriksaan neurologis tidak didapatkan
parese nervus VII, VII, IX, X, XII, dan XII, hal ini menunjukkan bahwa lobus profunda tidak
terlibat.
Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil terlihat beberapa kelompok-kelompok kecil
sel yang terdiri atas sel berinti bulat/oval, inti tampak uniform, kromatin tersebar merata.
Tampak pula fragmen-fragmen menyerupai chondromyroid. Yang menggambarkan kesan
adenoma pleomorfik.
Pasien didiagnosis dengan tumor parotis superfisial dekstra susp benigna. Kemudian
pasien direncanakan terapi operatif berupa parotidektomi, saat intraoperatif didapatkan tumor
berasal dari lobus superfisial sehingga akhirnya dilakukan parotidektomi superfisial. Lalu
dipasang drain untuk mengalirkan darah dan cairan post op.
Instruksi post operasi Awasi TNSP, hitung produksi drain / 24 jam, diet biasa, IVFD
KaenMg3/RL = 3:1 / 24 jam, ceftriakson 1 x 2 gr iv sebagai antibiotik profilaksis, ketesse 3
x 1 ampul iv sebagai analgesik dan pemeriksaan PA post-operasi.
Pada follow up tidak didapatkan gangguan motorik pada pasien. Hal ini menunjukkan
pasien tidak mengalami komplikasi.
Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan penampang irisan sebagian putih, padat,
sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh. Sediaan tumor parotis menunjukkan massa
tumor dengan arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik
dalam lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah
ditemukan. Kesimpulan adenoid cystic carcinoma yang merupakan tumor ganas. Pasien
masih memerlukan tatalaksana lebih lanjut yaitu berupa terapi radiasi.
KESIMPULAN
Umumnya, tumor kelenjar liur jarang terjadi, dan jika terjadi, sebagian besar tumor
pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal
dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic
adenomas). 1,2
Gambaran klinis tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai
suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan
ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII)
umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari
seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk.4,7
Tumor parotis dapat dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas. Tumor kelenjar jinak
yang paling sering ditemui adalah adenoma Pleomorfik dan Limfomatosum Adenokistoma
Papilar (Tumor Warthin), sedangkan tumor ganas kelenjar liur paling sering pada anak adalah
karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Pada dewasa dapat berupa
Karsinoma mukoepidermoid, Karsinoma sel skuamosa, Adenokarsinoma yang tidak
berdiferensiasi, Karsinoma adenokistik (silindroma). 4,6,7
Untuk terapi dilakukan tergantung stadiumnya, ada tumor yang masih dapat dioperasi
ada pula yang memerlukan terapi lain. Terapi tambahan berupa radiasi pasca operasi atau
kemoterapi. Untuk prognosis sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal
kurang dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul
residif lokal. 12,13,14
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong W. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : R Samsuhidajat, Warko Karnadihardja,
Theddeus OH Prasetyono, Reno Rudiman, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 469-70.
2. F Christopher Holsinger, Dana T Bui. Anatomy, Function, and Evaluation of
Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL editors. Salivary Gland Disorders.
Springer: Berlin; 2007. h 1-14.
3. Susan, Standring. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practise. USA:
Elsevier; 2005. h. 515-18.
4. Arthur C Guyton, John E Hall. Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan. Dalam :
Luqman Yanur Rachman, Huriawati hartanto, Andita Novrianti, Nanda Wulandari,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta; 2007. h. 1013-14.
5. William F Ganong. Fungsi Endokrin Pankreas & Pengaturan Metabolisme
Karbohidrat. Dalam: M Djauhari Widjajakusumah, editor. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2002. h. 320-39.
6. Satish Keshav. In: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia: Blackwell
Science Ltd; 2004. h. 14-15.
7. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins. Pankreas. Dalam: Huriawati
Hartanto, Nurwani Darwaniah, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Patologi Edisi
7 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 711-16.
8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An Overview of
The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy 2011. h. 1-7.
9. Mulholland dkk. Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. Edisi 4.
Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of Malignant
Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to 2009.Epidemiology:
September 2012. Volume 2. h. 766-67.
11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours: Overview
Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On 231 Benign Epithelial
Neoplasms. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2008; 12:
h. 321-325.
12. Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick Gómez-
Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda. Tumors of the salivary gland in
Mexicans. A re-trospective study of 360 cases. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9.
13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th
ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.
14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid Gland Tumors.
Journal of Experimental Medical and Surgical Research 2010; 4: 259-63.
15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1. Bandung : 2004
16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in parotid
lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.
17. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic Adenoma of the
Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: h. 1532-36. `
18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine 2011 may
27.
19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced parotid cancer.
A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20.
20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey Syndrome Using
Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA November 2009; 75: h. 651-54.
21. Lumongga F. Temuan Kasus-kasus Yang Didiagnosa Secara Histopatologi Sebagai
Cylindroma Sejak 1 Januari 1997-31 Oktober 2007. 2008. (diakses 22 Mei 2013).
Tersedia dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2046/1/09E01468.pdf
144455091 case-tumor-parotis

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
aauyahilda
 
Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)
meducationdotnet
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
Listiana Dewi
 

Mais procurados (20)

Cairan infuse
Cairan infuseCairan infuse
Cairan infuse
 
P 3b kolesistitis
P 3b kolesistitisP 3b kolesistitis
P 3b kolesistitis
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
Hemoroid
HemoroidHemoroid
Hemoroid
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)Parotid Tumor (Indonesian Language)
Parotid Tumor (Indonesian Language)
 
Prolaps hemoroid
Prolaps hemoroidProlaps hemoroid
Prolaps hemoroid
 
Case hernia putri
Case hernia putriCase hernia putri
Case hernia putri
 
Baca ct scan
Baca ct scanBaca ct scan
Baca ct scan
 
Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Hakim 6 (pagi) Medulla Spinalis dan Jaras
Hakim 6 (pagi) Medulla Spinalis dan JarasHakim 6 (pagi) Medulla Spinalis dan Jaras
Hakim 6 (pagi) Medulla Spinalis dan Jaras
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
 
105810253 case
105810253 case105810253 case
105810253 case
 
Apendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikApendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronik
 
pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisikpemeriksaan fisik
pemeriksaan fisik
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
 

Destaque

Destaque (17)

Tb 1 uwk 2010
 Tb 1 uwk 2010  Tb 1 uwk 2010
Tb 1 uwk 2010
 
Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3
 
Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)
 
57790045 ee-vv-hemofilia
57790045 ee-vv-hemofilia57790045 ee-vv-hemofilia
57790045 ee-vv-hemofilia
 
236542362 crim-basao
236542362 crim-basao236542362 crim-basao
236542362 crim-basao
 
234367531 58710743-vertical-farming
234367531 58710743-vertical-farming234367531 58710743-vertical-farming
234367531 58710743-vertical-farming
 
235794836 project-of-finance
235794836 project-of-finance235794836 project-of-finance
235794836 project-of-finance
 
58474227 envi-case-bulk
58474227 envi-case-bulk58474227 envi-case-bulk
58474227 envi-case-bulk
 
195054337 case-study-on-samsung-mobile-business
195054337 case-study-on-samsung-mobile-business195054337 case-study-on-samsung-mobile-business
195054337 case-study-on-samsung-mobile-business
 
236187652 thi cc-mon-anh-van
236187652 thi cc-mon-anh-van236187652 thi cc-mon-anh-van
236187652 thi cc-mon-anh-van
 
196309496 1290-grand-avenue-is
196309496 1290-grand-avenue-is196309496 1290-grand-avenue-is
196309496 1290-grand-avenue-is
 
58680288 ee
58680288 ee58680288 ee
58680288 ee
 
58270670 sivmarina-karlsen
58270670 sivmarina-karlsen58270670 sivmarina-karlsen
58270670 sivmarina-karlsen
 
236306077 pos-ee
236306077 pos-ee236306077 pos-ee
236306077 pos-ee
 
237082325 case-study34
237082325 case-study34237082325 case-study34
237082325 case-study34
 
142006523 baigent-and-leigh-v-random-house-group-limited-2006
142006523 baigent-and-leigh-v-random-house-group-limited-2006142006523 baigent-and-leigh-v-random-house-group-limited-2006
142006523 baigent-and-leigh-v-random-house-group-limited-2006
 
85188976 case-study
85188976 case-study85188976 case-study
85188976 case-study
 

Semelhante a 144455091 case-tumor-parotis

52827738 refrat-retensi-urine
52827738 refrat-retensi-urine52827738 refrat-retensi-urine
52827738 refrat-retensi-urine
susanrusli
 
Kelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologiKelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologi
PT.Citra Mulia
 
Kelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologiKelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologi
PT.Citra Mulia
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
jelly hariyati
 

Semelhante a 144455091 case-tumor-parotis (20)

Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
 
Exo 2
Exo 2Exo 2
Exo 2
 
52827738 refrat-retensi-urine
52827738 refrat-retensi-urine52827738 refrat-retensi-urine
52827738 refrat-retensi-urine
 
OMSK
OMSKOMSK
OMSK
 
Kelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologiKelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologi
 
Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Hipospadia
Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan HipospadiaAsuhan Keperawatan pada Anak Dengan Hipospadia
Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Hipospadia
 
Kelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologiKelainan anatomi fisiologi
Kelainan anatomi fisiologi
 
33565900 makalah-reproduksi-pria-dan-wanita-1
33565900 makalah-reproduksi-pria-dan-wanita-133565900 makalah-reproduksi-pria-dan-wanita-1
33565900 makalah-reproduksi-pria-dan-wanita-1
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
 
bo_243_slide_cairan_rongga_mulut.pdf
bo_243_slide_cairan_rongga_mulut.pdfbo_243_slide_cairan_rongga_mulut.pdf
bo_243_slide_cairan_rongga_mulut.pdf
 
Sistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi ManusiaSistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi Manusia
 
Sistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi ManusiaSistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi Manusia
 
organ reproduksi jantan
organ reproduksi jantanorgan reproduksi jantan
organ reproduksi jantan
 
Askep abses hepar kelompok 3
Askep abses hepar kelompok 3Askep abses hepar kelompok 3
Askep abses hepar kelompok 3
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
indera penciuman
indera penciumanindera penciuman
indera penciuman
 
modul smk kurikulum 2013 dasar-dasar pembibitan ternak
modul smk kurikulum 2013 dasar-dasar pembibitan ternakmodul smk kurikulum 2013 dasar-dasar pembibitan ternak
modul smk kurikulum 2013 dasar-dasar pembibitan ternak
 
Spermatogenesis
SpermatogenesisSpermatogenesis
Spermatogenesis
 
Case rian hasni (kista epiglotis) (1)
Case rian hasni (kista epiglotis) (1)Case rian hasni (kista epiglotis) (1)
Case rian hasni (kista epiglotis) (1)
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 

Mais de homeworkping3

Mais de homeworkping3 (20)

238304497 case-digest
238304497 case-digest238304497 case-digest
238304497 case-digest
 
238247664 crim1 cases-2
238247664 crim1 cases-2238247664 crim1 cases-2
238247664 crim1 cases-2
 
238234981 swamping-and-spoonfeeding
238234981 swamping-and-spoonfeeding238234981 swamping-and-spoonfeeding
238234981 swamping-and-spoonfeeding
 
238218643 jit final-manual-of-power-elx
238218643 jit final-manual-of-power-elx238218643 jit final-manual-of-power-elx
238218643 jit final-manual-of-power-elx
 
238103493 stat con-cases-set
238103493 stat con-cases-set238103493 stat con-cases-set
238103493 stat con-cases-set
 
238097308 envi-cases-full
238097308 envi-cases-full238097308 envi-cases-full
238097308 envi-cases-full
 
238057402 forestry
238057402 forestry238057402 forestry
238057402 forestry
 
238057020 envi-air-water
238057020 envi-air-water238057020 envi-air-water
238057020 envi-air-water
 
238056086 t6-g6
238056086 t6-g6238056086 t6-g6
238056086 t6-g6
 
238019494 rule-06-kinds-of-pleadings
238019494 rule-06-kinds-of-pleadings238019494 rule-06-kinds-of-pleadings
238019494 rule-06-kinds-of-pleadings
 
237978847 pipin-study-7
237978847 pipin-study-7237978847 pipin-study-7
237978847 pipin-study-7
 
237968686 evs-1
237968686 evs-1237968686 evs-1
237968686 evs-1
 
237962770 arthur-lim-et-case
237962770 arthur-lim-et-case237962770 arthur-lim-et-case
237962770 arthur-lim-et-case
 
237922817 city-cell
237922817 city-cell237922817 city-cell
237922817 city-cell
 
237778794 ethical-issues-case-studies
237778794 ethical-issues-case-studies237778794 ethical-issues-case-studies
237778794 ethical-issues-case-studies
 
237768769 case
237768769 case237768769 case
237768769 case
 
237754196 case-study
237754196 case-study237754196 case-study
237754196 case-study
 
237750650 labour-turnover
237750650 labour-turnover237750650 labour-turnover
237750650 labour-turnover
 
237712710 case-study
237712710 case-study237712710 case-study
237712710 case-study
 
237654933 mathematics-t-form-6
237654933 mathematics-t-form-6237654933 mathematics-t-form-6
237654933 mathematics-t-form-6
 

Último

Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
MaskuratulMunawaroh
 

Último (20)

Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
 

144455091 case-tumor-parotis

  • 1. Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites MAKALAH PRESENTASI KASUS “TUMOR PAROTIS” Disusun oleh: Putri Nuraini 108103000003 Pembimbing : dr. M. Yadi Permana, Sp. B(K)Onk
  • 2. Kepaniteraan Klinik Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 8 April 2013 – 16 Juni 2013 KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tumor parotis dengan baik. Shalawat beserta salam semoga tak henti-hentinya tercurahkan kepada uswatun hasanah, Nabi Muhammad saw. bereserta keluarga, sahabat,dan kepada kita semua selaku umatnya semoga mendapatkan syafa’atnya kelak di akhir zaman, Aamiin. Ribuan terima kasih saya sampaikan kepada pembimbing saya, dr.M. Yadi Permana, SpB (K) Onk. yang telah banyak membantu saya menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, maka dari itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu. Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Penyusun merasa masih banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini akan penyusun terima dengan hati terbuka. Akhir kata, penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca umumnya dan bagi penyusun khususnya. Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
  • 3. Jakarta, Mei 2013 Penyusun BAB I PENDAHULUAN Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang mensekresikan cairan saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar saliva minor di mukosa traktus aerodigestif atas termasuk rongga mulut, terutama selaput lendir palatum. 1 Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda. Kelenjar parotis mensekresikan liur serosa, sedangkan kelenjar submandibula mensekresikan liur mukosa.1 Kelainan pada parotis meliputi tumor jinak maupun ganas, batu di duktus, infeksi bakteri maupun virus, dan berbagai gangguan autoimun yang jarang ditemukan. Pembahasan dalam makalah ini akan lebih fokus kepada tumor yang terjadi di parotis, baik tumor jinak maupun ganas. Neoplasma kelenjar liur jarang terjadi, hanya 3-6% dari tumor kepala leher, tumor kelenjar liur mengenai parotis 85%, submandibula 3-15%, kelenjar liur minor 5-8% dan sublingual <1%. Makin kecil kelenjar liur yang terkena, makin besar kemungkinan keganasan.1 Secara klinis, jika didapatkan benjolan kelenjar parotis, maka cuping telinga akan terangkat ke atas. Tumor pleiomorf tidak nyeri, tumbuh berangsur dan dapat menjadi besar sekali bila dibiarkan.1
  • 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi, Histologi, Dan Fisiologi Kelenjar Parotis 2.1.1 Anatomi Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva lainnya dengan berat sekitar 15-30 gram. Terletak di lateral wajah, yaitu di preaurikula, sampai ke posterior mandibula. Dilewati oleh nervus fasialis yang membaginya menjadi dua lobus, yaitu lobus profunda dan superfisial. Lobus superficial terletak di superficial dari bagian posterior otot masseter, ke atas, hingga ke arkus zigomatik, ke bawah mencapai margo inferior os mandibular. Lobus profunda ke atas berbatasan dengan kartilago meatus akustikus eksternal, terletak antara prosessus mastoideus tulang temporal dan ramus mandibula.1- 4 Duktus Stensen dengan panjang lebih kurang 4- 7cm, muncul dari anterior kelenjar. Duktus ini keluar dari permukaan lateral otot maseter, menembus jaringan lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran ini berada di mukosa pipi rongga mulut, berhadapan dengan gigi molar kedua bagian atas. Kelenjar parotis aksesorius dapat ditemukan di sepanjang bagian anterior kelenjar dan pada duktus Stensen. Kelenjar ini dijumpai berkisar 20%.1-4
  • 5.
  • 6. Perdarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna, dimana arteri ini berjalan medial dari kelenjar parotis, kemudian mempercabangkan arteri maksilaris dan arteri temporalis superior. Arteri temporalis superior mempercabangkan arteri fasialis tranversalis yang berjalan di anterior zigoma dan saluran parotis, kemudian memperdarahi kelenjar parotis, saluran parotis dan otot maseter. Vena maksilaris dan vena temporalis superfisialis bersatu membentuk vena retromandibuler yang berjalan di sebelah dalam saraf fasialis, kemudian menyatu dengan vena jugularis eksterna. 4 Fungsi sekretomotorik dihantarkan melalui serabut saraf parasimpatis lewat saraf glosofaringeus. Dalam perjalanan yang rumit serabut saraf ini memasuki kelenjar parotis setelah melewati ganglion otik dan dihantarkan melalui saraf aurikulotemporalis. 3
  • 7. Lobus superfisial dari kelenjar parotis mengandung lebih kurang 3-20 kelenjar limfe, terletak diantara kelenjar parotis dengan kapsulnya. Kelenjar limfe ini merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, daun telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua terdapat pada kelenjar parotis profunda dan merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, telinga tengah, nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem ini mengalir ke sistem limfe servikal superfisialis dan profunda.3 Nervus fasialis sebenarnya terdiri dari serabut saraf motorik saja, namun pada perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengannya. Nervus intermedius ini tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.
  • 8. Sebagai saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke glandula parotis. Disitu ia bercabang cabang lagi untuk mempersarafi otot wajah dan plastima. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah cabang temporal, zigomatikus, bukalis, mandibularis dan cabang servikalis. 2.1.2 Histologi Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan mengandung sejumlah besar enzim antara lain amylase, lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase. Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang pada manusia adalah serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsula jaringan ikat yang tebal, dari sini ada septa jaringan ikat termasuk kelenjar dan membagi kelenjar menjadi lobulus yang kecil. Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran keluar yang rumit sekali dan hampir semua duktus ontralobularis adalah duktus striata. Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius steensen terdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam vestibulum rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.1,3 2.1.3 Fisiologi Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat sekresi menjadi sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara membantu membuang bakteri
  • 9. pathogen juga partikel-partikel makanan yang memberi dukungan metabolic bagi bakteri dan saliva juga mengandung beberapa factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik terutama lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang menyebabkan karies gigi.3,5,6 Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus solitaries dan pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat- obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat menyebabkan mulut kering (Xerostomia).3,5,7 Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium, bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel gigi.7 Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous. Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.5 2.2 Tumor Parotis
  • 10. 2.2.1 Definisi Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Sesuai definisi Willis, neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.8 Sel bisa menjadi kanker karena adanya kerusakan DNA. Didalam sel normal, ketika DNA mengalami kerusakan, maka sel yang lain akan memperbaikinya atau sel rusak tersebut akan mati. Sedangkan didalam sel kanker, kerusakan DNA tersebut tidak diperbaiki. Sel tersebut juga tidak mati seperti seharusnya. Bahkan sel ini akan membentuk sel baru yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki kerusakan DNA yang sama seperti sel pertama.8 2.2.2 Epidemiologi Tumor pada kelenjar liur relative jarang terjadi, presentasinya kurang 2-5% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher. Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%, tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil dalam mulut 1%.1 Sejak periode 2000-2008 angka kejadian lebih sering pada laki-laki dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan perempuan yang hanya 1.00. bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64 tahun.9 Sebagian besar tumor parotis adalah jinak. Tumor jinak yang paling sering adalah mixed tumor / pleomorfik adenoma, dan Wartin’s tumor. Hanya sekitar 20% tumor parotis yang ganas.9,10 Keganasan biasanya asimtomatik, tetapi tanda dan gejala yang menunjukkan keganasan biasanya adalah pertumbuhan tumor yang cepat
  • 11. membesar, nyeri, trismus, paralisis nervus fasialis atau yang lainnya. Pemeriksaan penunjang yang sensitivitasnya 95% pada keganasan kelenjar saliva adalah dengan FNAB. Semua pasien dengan massa di kelenjar saliva nya harus dilakukan pemeriksaan FNAB untuk mengetahui diagnosis histologinyadan untuk perencanaan terapi pembedahan. Pemeriksaan CT Scan dan MRI juga sangat membantu untuk mengetahui apakah letak tumor di lobus superfisial atau profunda. Keganasan lebih sering terjadi pada tumor parotis yang mengenai lobus profunda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa tumor pada lobus profunda sebanyak 35%nya adalah maligna, dan hanya 10% nya yang benigna.10 2.2.3 Etiologi Penyebab terjadinya tumor kelenjar parotis masih belum jelas karena angka kejadiannya yang masih jarang. Paparan rokok dan konsumsi alkohol tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan tumor parotis. Sejauh ini, paparan radiasi ion sudah ditetapkan sebagai faktor resiko terjadinya tumor parotis. Seseorang yang pernah mengalami terapi radiasi dan terapi UV pada kepaladan leher meningkatkan faktor risiko. Penelitian terakhir mengatakan bahwa terjadi peningkatan angka kejadian tumor parotis, terutama di Israel dan Inggris. Terdapat hipotesis bahwa peningkatan angka kejadian tumor parotis ini ada hubungannya dengan meningkatnya penggunaan telepon genggam. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Shu, dkk ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara peningkatan penggunaan telepon genggam dengan peningkatan angka kejadian tumor parotis. Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi, dan genetik.9,11 2.2.4 Klasifikasi Tumor Parotis WHO tahun 2005 mengklasifikasikan tumor kelenjar saliva menjadi jinak dan ganas. Berdasarkan histopatologinya dibagi menjadi epitelial dan non epitelial. Jenis epitelial sangat jarang terjadi, sekitar 2-5% dari kasus tumor kelenjar saliva. Tabel 1. Klasifikasi histopatologi WHO/AJCC Tumor jinak Tumor ganas
  • 12. plemorphic adenoma ( mixed benign tumor) monomorphic adenoma papillarycystadenoma lymphomatosum (Warthin’s tumor) mucoepidermoid carcinoma acinic cell carcinoma adenoid cystic carcinoma adenocarcinoma epidermoid carcinoma small cell carcinoma lymphoma Malignant mixed tumor Carcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma) a. Tumor jinak 1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak): Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat berupa benjolan pada depan bawah daun telinga atau angulus mandibula yang tidak memberikan gejala. Kondisi ini membuat luput dari perhatian pasien, sehingga pasien datang untuk pemeriksaan ke petugas kesehatan setelah muncul benjolan setidaknya 1 tahun. Pada perabaan didapatkan massa berbentuk bulat, permukaan licin, kadang berbenjol-benjol, dan konsistensinya lunak, berbatas tegas, tampak berkapsul, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm, tidak nyeri tekan dan dapat digerakkan.12,13 Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka ragam.biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata. Tumor ini, yang umumnya terbentuk di parotis superfisial, menyebabkan pembengkakan tak nyeri di sudut rahang dan mudah diraba sebagai massa diskret. Tumor biasanya sudah ada selama beberapa tahun sebelum dibawa ke dokter. Walaupun berkapsul, pemeriksaan histologik sering memperlihatkan tempat tumor menembus kapsul. Oleh karena itu, diperlukan batas reseksi yang adekuat untuk mencegah kekambuhan. Hal ini mungkin memerlukan pengorbanan saraf fasialis, yang berjalan melalui kelenjar parotis. Secara rerata, sekitar 10%
  • 13. eksisi diikutioleh kekambuhan. Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari kelenjar yang terkena. 2,12,13 Gambaran histologi adenoma pleomorfik Adenoma pleomorfik sering mengenai wanita pada dekade umur ke-IV, namun pada laki-laki adenoma pleomorfik bisa terjadi pada anak-anak dan orang tua. Sehingga dapat dikatakan bahwa insidensi adenoma pleomorfik dapat terjadi pada semua umur, dan kasus terbanyak terutama terjadi pada dekade IV - V. 2,12,13 Umur rata-rata penderita adenoma pleomorfik adalah 43 tahun, dan hampir 40% kasus yang dicatat AFIP mengenai penderita berumur kurang dari 40 tahun. Adenoma pleomorfik 10 kali lebih sering terjadi pada kelenjar liur mayor parotis daripada kelenjar submandibuler, jarang terjadi pada kelenjar liur sublingual. 2,12,13 2) Warthin's tumor ( kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik papiler). Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multipel. Histologi Warthin's tumor yaitu : (1) lapisan epitel dua deret yang melapisi rongga yang bercabag, kistik, atau mirip celah, dan (2) jaringan limfoid
  • 14. didekatnya yang kadang-kadang membentuk sentrum germinativum. Angka kekambuhan sekita 10% diperkirakan disebabkan oleh eksisi yang tidak komplet, sifat multisentrik tumor, atau adanya tumor primer kedua. Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan.Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor. 2,8,12,13 3) Tumor monomorphic Tumor yang tumbuh lambat ini hanya berkisar kurang dari 5% dari seluruh angka kejadian tumor kelenjar lidah. Monomorfik adenoma dibedakan dari pleomorfik adenoma karena tumor ini hanya memiliki satu morfologi sel. Monomorfik adenoma memiliki subklasifikasi menjadi grup neoplasma epitelial dan mioepitelial yang termasuk didalamnya yaitu basal cell adenomas, canalicular adenomas, oncocytomas atau oxyphilic adenomas, dan myoepitheliomas.2, b. Tumor Jinak Nonepitelial 1) Hemangioma Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis. Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang kompresibel. berwarna merah gelap, berlobus-lobus dan tidak berkapsul. Penanganan dengan pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari.40-60% hemengioma tidak berespon terhadap steroid. 2 2) Limfangioma (higroma kistik) Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada struktur yang vital.Limfangioma jarang menimbulkan gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan kosmetik. 2 c. Tumor Ganas Kelenjar Liur 1) Mukoepidermoid karsinoma Kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki gradasi yang rendah.2
  • 15. Presentasi yang paling umum adalah adanya massa di daerah pipi posterior tanpa rasa sakit dan tanpa gejala > 80% pasien. Sekitar 30% dari pasien mengeluhkan rasa sakit yang terkait dengan massa, meskipun keganasan kelenjar parotis sebagian besar tidak sakit. Kemungkinan besar rasa sakit menunjukkan adanya invasi perineural yang memungkinkan adanya keganasan pada pasien dengan massa parotis. Dari pasien dengan tumor ganas parotis, 70-20% terdapat adanya kelemahan atau kelumpuhan saraf wajah, yang hampir tidak pernah menyertai lesi jinak dan menunjukkan prognosis buruk. Sekitar 80% dari pasien dengan kelumpuhan saraf wajah telah terjadi metastasis nodul pada saat diagnosis. Pasien-pasien ini memiliki kelangsungan hidup rata-rata 2,7 tahun dan selama 10 tahun sebesar 14-26%. Aspek penting yang lain dari anamnesis meliputi lama waktu timbulnya massa, riwayat lesi kulit sebelumnya atau eksisi lesi parotis. Pertumbuhan massa yang relatif lambat cenderung jinak. Riwayat adanya karsinoma sel skuamosa, melanoma ganas, atau histiocytoma bersifat ganas menunjukkan metastasis intraglandular atau metastasis ke kelenjar getah bening parotis. Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh menunjukkan reseksi awal yang tidak memadai. Sebuah laporan adanya sakit pada telinga mungkin menunjukkan perluasan tumor ke dalam saluran pendengaran. Adanya keluhan mati rasa sering menunjukkan invasi saraf pada cabang kedua atau ketiga dari saraf trigeminal. Pada pasien dengan tumor kelenjar saliva, diindikasikan pemeriksaan kepala dan leher secara cermat. Perhatian harus langsung pada ukuran, lokasi dan mobilitas dari tumor. Ada atau tidak ada penekanan dari tumor sebaiknya dicatat. Adanya paralisis nervus fasialis seharusnya meningkatkan kecurigaan adanya suatu keganasan pada pasien, walaupun jarang, tumor jinak dapat juga menyebabkan paralisis nervus facialis. 2) Kista Adenoid karsinoma
  • 16. Tumor ini merupakan suatu basaloid tumor yang terdiri dari sel-sel epitel dan myoepitel dengan gambaran morfologi yang bervariasi antara cribriform, tubular, dan solid. Tumor ini merupakan neoplasma malignan yang jarang terjadi.1,21 Tumor ini dapat mengenai semua umur dengan insiden paling tinggi pada usia pertengahan dan usia tua. Tidak ada perbedaan insiden antara pria dan wanita. Pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang beberapa bulan setelah operasi.1,21 Gejala klinis yang terjadi pada tumor ini tergantung pada ukuran tumor dan lokasi dari tumor. Pada lesi yang dini pada kelenjar liur, tampak adanya massa dengan pertumbuhan yang lambat tanpa rasa nyeri pada daerah mulut ataupun wajah. Pada lesi yang sudah lanjut, gejala yang timbul disertai dengan rasa nyeri dan adanya nervus paralyse oleh karena sel-sel tumor sudah menginvasi saraf perifer.1,21 Pemeriksaan radiologi berupa MRI dan USG dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa terutama pada tumor yang sudah meluas ke organ-organ sekitarnya.1,21 Pada sediaan makroskopis karsinoma ini berbentuk bulat, solid, dan tidak berkapsul. Warna coklat terang dan konsistensi kenyal dengan ukuran yang bervariasi. Pada pemeriksaan histopatologi, karsinoma ini mempunyai tiga gambaran utama: tubular, cribriform, dan solid.1,21
  • 17. Gambaran histologi kista adenoma karsinoma 3) Adenokarsinoma Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma: a) Karsinoma sel asinik Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya lambat b) Adenokarsinoma polimorfik grade rendah Kebanyakan berasal dari kelenjar minor c) Adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan: Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan untuk dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar minor. d) Adenokarsinoma yang jarang: Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma.8
  • 18. d. Mixed tumor maligna Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma dan mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar liur mayor. 8 e. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang • squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang sama. • epitelial-mioepitelial karsinoma • anaplastik small sel karsinoma • karsinoma yang tidak berdiferensiasi • limfoma non hodgkin7 2.2.5 Prosedur Diagnostik A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesa Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang : a.) Keluhan 1. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor) 2. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau submandibula) 3. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis) 4. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus parotis terlibat) 5. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut) 6. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase) b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
  • 19. c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi) d.) Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil pengobatannya e.) Berapa lama kelambatan Pada penelitian retrospective yang dilakukan pada 104 pasien dengan tumor kelenjar parotis yang diterapi di ENT clinic timisoara pada tahun 2001-2009 didapatkan gejala-gejala yang paling sering dikeluhkan pasien, yaitu paling sering adalah konsistensi keras, tumbuh cepat, fiksasi dalam, nyeri, nodus yang terpalpasi, keterlibatan nervus fasialis, pembengkakan dinding faring lateral, dan keterlibatan perubahan kulit. 2. Pemeriksaan fisik a.) Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan : 1. penampilan (Karnofski / WHO) 2. keadaan umum adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis 3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang tengkorak, dll) b.) Satus lokal 1. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
  • 20. 2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar) 3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan nervus- nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis. Lintasan nervus kranialis yang dekat dengan kelenjar parotis c.) Status regional Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya. Pemeriksaan nervus fasialis: A. Dalam keadaan diam, perhatikan : • Asimetri muka (lipatan nasolabial) • gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb) B. Atas perintah pemeriksa
  • 21. 1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri. 2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri). 3. Memperlihatkan gigi (asimetri). 4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir). 5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing). 6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini. 3. Pemeriksaan Penunjang Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI) a. Pemeriksaan Histopatologik • Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy) Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan untuk diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat keakuratan yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94% pada tumor jinak. Biopsi aspirasi jarum halus juga sensitive dalam mendeteksi keganasan sebesar 58-98 % dengan spesifitas 71-88%. Suatu penelitian didapatkan diagnosis sitologi tumor jinak negatif palsu sebanyak 4 dari 27 pasien (14.8%). Kesalahan diagnosis ini bisa disebabkan oleh bias sampel (sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat), dan bisa juga karena kesalahan interpretasi (salah baca). Tekhnik ini sederhana, dapat ditoleransi dengan komplikasi yang minimal. Selain untuk menegakan diagnosis defenitif, pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi preoperative..17,18 • Bedah Diagnostik Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan enukleasi massa parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor, terutama pada adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk
  • 22. tumor parotis adalah reseksi bedah komplit melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi nervus fasialis. Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan eksisi tumor yang adekuat dan mencegah cedera nervus fasialis. Cara ini memastikan batas jaringan sehat yang adekuat disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan kasus tidak hanya bersifat diagnostic, tetapi juga kuratif. Pemeriksaan ini jarang dilakukan dan biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioperasi. Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insisi terbuka berguna dalam diagnostic histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.17 b. Pemeriksaan Radiologi • Sialografi Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air atau minyak langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian anastesi topical pada daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus dilebarkan dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar 2 cm kedalam duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis. Film biasa sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi radioopak, seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk ketika penderita mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik, oblik, dan anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan sedikit sari buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang. Normal jika seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras dalam kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal.11,12
  • 23. Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan kontras yang paling popular. Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis kelenjar parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus seperti striktur. sialografi tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari massa keganasan. Sialografi merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan akut kelenjar yang baru terjadi.12 • CT-Scan Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui letak tumor berada di lobus superfisial atau lobus profunda. Gambaran kalsifikasi dalam massa biasanya ditemukan pada adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus stensen sulit dilihat dengan menggunakan CT scan. 12,17, 18 Gambar 4. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa berbatas tegas dalam kelenjar parotis kiri, yang telah terbukti sebagai adenoma pleomorfik18 • MRI lebih unggul daripada CT scan dalam memvisualisasikan tepi tumor. Nervus fasialis dan duktus stensen dengan jelas dapat terlihat. Bisa digunakan untuk mengetahui letak tumor parotis berada dalam lobus superfisial atau profunda. Selain itu juga untuk membedakan tumor jinak atau ganas. Lesi jinak biasanya tepinya halus, dengan garis terang atau kapsul; tapi
  • 24. bagaimanapun juga, banyak keganasan grade rendah yang memiliki pseudokapsul dan gambaran seperti tumor jinak. Keganasan grade tinggi akan menunjukkan gambaran tepi yang menginfiltrasi. 12,17,18 Gambar 5. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan axial leher11 CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan luasnya. Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.18 2.2.6 Staging Tumor Parotis Tabel 3: Klasifikasi TNM The American Joint Committee on Cancer (AJCC) 13 TNM Keterangan ST T N M Tx Tumor primer tak dapat ditentukan I T1 T2 N0 N0 M0 M0 T0 Tidak ada tumor primer T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim II T3 N0 M0 T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim III T1 T2 N1 N1 M0 M0 T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII IV T4 T3 T4 N0 N1 N1 M0 M0 M0 T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak Tiap T N2 N3 M0 M0
  • 25. Tiap T Tiap T Tiap N M1 Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan N0 Tidak ada metastase k.g.b N1 Metastase k.g.b tunggal <3cm, ipsilateral N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm, ipsilateral/bilateral/kontralateral N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm, ipsilateral N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral N2c Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral N3 Metastase k.g.b >6cm Mx Metastse jauh tak dapat ditentukan M0 Tidak ada metastase jauh M1 Metastase jauh 2.2.7 Tatalaksana Tumor Parotis15 Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan. 1. Tumor operabel a. Terapi utama ( pembedahan). Pilihan pengobatan untuk neoplasma kelenjar parotis adalah melalui pembedahan. Sebagian besar tumor parotis jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi superfisial atau total sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilis.  Parotidektomi superfisial. Parotidektomi superfisial adalah tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis lobus superfisial. Dilakukan pada tumor jinak parotis lobus superfisialis.
  • 26.  Parotidektomi total. Parotidektomi total adalah pengangkatan massa tumor dengan seluruh bagian kelenjar parotis dilakukan pada: a. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan n.VII b. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus  Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: Tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII  Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: Ada metastase k.g.b.leher yang masih operabel b. Terapi tambahan Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan pembedahan, terapi radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek menguntungkan jika digabungkan dengan pembedahan yaitu meningkatkan hasil terapi. Selain itu berperan sebagai terapi primer untuk tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada keadaan di mana terapi radiasi merupakan indikasi, yaitu: 1. high grade malignancy 2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis 3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n. asesorius ) 4. setiap T3,T4 5. karsinoma residif 6. karsinoma parotis lobus profundus Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf. • Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
  • 27. • Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high grade malignancy Baik konvensional dan neutron-beam terapi radiasi telah dianjurkan sebagai single-modalitas pengobatan untuk T1 dan T2 neoplasma ganas kelenjar ludah. Pendekatan ini kontroversial, tetapi dapat dipertimbangkan jika ada kontraindikasi nyata untuk operasi.14 2. Tumor inoperabel a. Terapi utama Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu b. Terapi tambahan Kemoterapi : Indikasi untuk kemoterapi adalah pasien dengan tumor yang inoperable. Respon parsial atau lengkap telah dicapai pada hingga 50% pasien, yang biasanya berlangsung 5-8 bulan dan mungkin termasuk kontrol nyeri yang signifikan. Sebagian besar pasien memiliki karsinoma adenoid kistik, karsinoma mucoepidermoid, atau adenokarsinoma. Saat ini, paclitaxel adalah agen yang paling sering digunakan. Meskipun kemoterapi saja tidak meningkatkan tingkat ketahanan hidup, integrasi radiasi dan kemoterapi telah terbukti meningkatkan kontrol lokal dan menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan keganasan kelenjar ludah.14 a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma) -adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3minggu -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma) -methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3 minggu
  • 28. 3. Metastase Kelenjar Getah Bening (N) a. Terapi utama  Operabel : deseksi leher radikal (RND)  Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian dievaluasi - menjadi operabel  RND - tetap inoperabel  radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy b. Terapi tambahan Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy 4. Metastase Jauh (M) Terapi paliatif : kemoterapi a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma) -adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma) -methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7 diulang tiap -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3 minggu 2.2.8 Komplikasi Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 Januari sampai 2006 Januari pada pasien dengan tumor parotis yang telah menjalani terapi bedah di University of Rome “La Sapienza”, Department of Maxillo-Facial surgery. Didapatkan 135 pasien laki-laki dan 147 pasien perempuan dengan usia antara 10 tahun sampai 85 tahun dan pasien usia terbanyak adalah 49 tahun. Dari total 282 pasien, setelah dilakukan follow
  • 29. up ±60 bulan didapatkan 26 pasien mengalami komplikasi post operasi sebagai berikut: Komplikasi yang sering terjadi setelah parotidektomi • Nervus Fasialis Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar parotis dan membaginya menjadi lobus superfisialis dan profunda. Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam 100 pasien) nervus fasialisnya mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot fasialis. Ini biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan setelah operasi dan penyembuhan bisa lebih cepat dengan latihan terapi bicara dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan permanen dari nervus fasialis. Beberapa pasien mengalami kelemahan nervus fasialis cabang-cabang tertentu saja. • Frey’s Syndrome
  • 30. Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome, Dupuy’s syndrome, auriculotemporal syndrome, atau Frey-Baillarger syndrome Merupakan komplikasi tersering pada pasien pasca operasi parotidektomi yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien. Frey’s syndrome adalah manifestasi klinik berupa kemerahan dan berkeringat pada hemifasial setelah stimulus kelenjar saliva dan mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah cedera traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar, trauma tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah trauma. Pemeriksaan dilakukan dengan cara tes pati-iodine. Iodine cair dioleskan di atas kulit area preaurikular, tunggu sampai kering, kemudian setelah itu ditaburkan pati jangung di atasnya. Minta pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru kehitaman yang berarti hasilnya positif, karena adanya kompleks iodine-pati yang terdilusi oleh keringat. Gambar 6: tes pati – iodine Patofisiologi Frey’s syndrome adalah karena regenerasi saraf otonom yang salah arah setelah cedera area parotis. Setelah cedera, serat saraf parasimpatis sekretomotor post ganglionik yang seharusnyaberinervasi dengan kelenjar parotis, menjadi bergabung dengan reseptor simpatis, dan berinervasi dengan kelenjar keringat sehingga menyebabkan berkeringatnya gustatori. Dengan demikian, seharusnya makanan merangsang kelenjar saliva, menjadi merangsang kelenjar keringat. Meskipun Frey’s syndrome tidak menyebabkan
  • 31. gangguan fisiologis yang berbahaya, namun gejala kemerahan dan keringat berlebihan menyebabkan stres psikologis dan sosial. 20 • Hematoma Hematoma mengenai 3 dari 26 pasien. Terjadi karena blokade drainase sehingga pada pasien post parotidektomi dipasang drain untuk mencegah terjadinya hematoma. 2.2.9 Prognosis Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histologi, perluasan lokal dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk. Untuk tumor maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%, namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya.12,13,15 Faktor prognostik rendah termasuk keganasan kelas tinggi, keterlibatan saraf, penyakit stadium lanjut, usia lanjut, rasa sakit yang terkait, metastasis getah bening regional node, metastasis jauh, dan akumulasi p53 atau-erbB2 c oncoproteins. Meskipun pernyataan menyangkut kelangsungan hidup sulit dibuat karena berbagai macam jenis histologis, 20% dari semua pasien akan berkembang menjadi metastasis jauh. Metastasis jauh menandakan prognosis buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4,3-7,3 bulan. Secara keseluruhan 5-tahun kelangsungan hidup untuk semua tahap dan jenis histologis adalah sekitar 62%-72%. Kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan untuk penyakit berulang adalah sekitar 37%. Karena risiko kekambuhan, semua pasien yang menderita tumor kelenjar ludah histologi yang terbukti ganas harus di kontrol seumur hidup.12,13,15 2.2.10 Kontrol Pengawasan harus terus tanpa batas waktu, sebagai kekambuhan lokal atau metastasis jauh dapat menjadi jelas bertahun-tahun setelah pengobatan awal. Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh setiap 3 bulan selama 2 tahun, setiap 6 bulan selama 3 tahun, kemudian setiap tahun setelahnya. Tes fungsi hati dan rontgen dada harus diperoleh setiap tahun.9,13,16
  • 32. BAB III Kasus dan Pembahasan 1.1 Anamnesis a) Identitas pasien Nama : Tn. MH Usia : 40 tahun Jenis kelamin : laki-laki Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : pegawai swasta Alamat : Cimanggis, Depok b) Keluhan Utama Benjolan di bawah telinga kanan sejak ±4 bulan SMRS. c) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik bedah RSF dengan keluhan satu benjolan dekat telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin membesar namun lambat menjadi sebesar telur puyuh. Tidak terasa nyeri, tidak terasa hangat, tidak memerah, dan tidak demam. Keluhan lain seperti bibir mencong, sulit menutup mata, sulit menelan, nyeri tenggorokan, gangguan pendengaran disangkal. Benjolan di leher dan di tempat lain juga
  • 33. disangkal. Terdapat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tidak diketahui. Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya. d) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada Hipertensi, DM, kolesterol, asma, storke, jantung, dan trauma. Pasien juga tidak pernah menjalani terapi radiasi atau UV pada daerah kepala dan leher. e) Riwayat Keluarga Paman pasien mengalami keluhan benjolan di daerah pipi. f) Riwayat Kebiasaan dan Sosial Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minum-minuman beralkohol. 1.2 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: tampak sakit ringan Kesadaran: komposmentis/ GCS:E4M6V5 = 15 Koperasi: kooperatif Tinggi badan : 170 cm Berat badan: 79 kg BMI: 27.3
  • 34. Tekanan darah: kanan 110/90 mmHg kiri: 110/90 mmHg Nadi: 84 x/menit Suhu: 36,7 o C Pernapasan: 20 x/menit Pemeriksaan Kepala Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- Leher : tidak ada pembesaran KGB leher Jantung Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V, 1 jari lateral dari linea midclavicula sinistra Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea para sternalis dekstra. Batas kiri : ICS V 1 jari lateral dari linea midclavicula sinistra Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Paru : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Suara napas vesicular +/+ ; Ronki -/-; Wheezing -/-. Abdomen: Inspeksi : Datar Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
  • 35. Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen Auskultasi : BU (+) normal. Ekstremitas: Atas: akral hangat (+), edema (-) Bawah: akral hangat (+), edema (-) Status neurologis : N. VII Kanan Kiri Motorik Orbitofrontal : baik baik Motorik Orbicularis : baik baik N. VIII Vestibular Vertigo : (-) Nistagmus : (-) Cochlear Tuli Konduktif : (-) Tuli Perspeptif : (-) N. IX, X Motorik : tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris Sensorik : refleks muntah (+), refleks menelan (+) N. XI Kanan Kiri Mengangkat bahu : baik baik Menoleh : baik baik N. XII Pergerakan Lidah : baik, tidak ada deviasi Atrofi : (-) Fasikulasi : (-) Tremor : (-) Status lokalis :
  • 36. Pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm, padat, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar. 1.3 Pemeriksaan Penunjang a. FNAB Sediaan apusan mengandung banyak darah, di antaranya terlihat beberapa kelompok-kelompok kecil sel yang terdiri atas sel berinti bulat/oval, inti tampak uniform, kromatin tersebar merata. Tampak pula fragmen-fragmen menyerupai chondromyroid. Tidak ditemukan sel ganas. Kesan : lesi jinak, kemungkinan adenoma pleomorfik. b. USG: tidak dilakukan c. Rontgen thoraks : paru dan jantung dalam batas normal d. Laboratorium
  • 37. Pemeriksaan Hasil 27/11/2012 Nilai rujukan Interpretasi Hematologi - Hemoglobin - Hematokrit - Leukosit - Trombosit - Eritrosit - LED 14.8 49 6.9 234 5,65 1,0 13.2-17.3 g/dl 33-45 % 5-10 ribu/ul 150-440 ribu/ul 4.40-5.90 juta/ul 0.0-10.0 mm Normal Meningkat Normal Normal Normal VER/HER/ KHER/RDW - VER - HER - KHER - RDW 86,9 26,1 30,1 13.6 80.0-100.0 fl 26.0-34.0 pg 32.0-36 mg/dl 11.5-14.5 % Normal Normal Normal Normal Kimia Klinik Fungsi Hati - SGOT - SGPT - Bilirubin total - Bilirubin direk 25 32 0,80 0,30 0-34 U/I 0-40 U/I 0,10-1,00 mg/dl < 0,2 mg/dl Normal Normal Normal Meningkat Fungsi Ginjal - Ureum Darah - Creatinin Darah 28 1,4 20-40 mg/dl 0.6-1.5 mg/dl Normal Normal Diabetes - Gula darah sewaktu 83 70-140 mg/dl Normal
  • 38. 1.4 Diagnosis kerja Tumor parotis superfisial dekstra susp benigna Pemeriksaan Hasil 24/04/2013 Nilai rujukan Interpretasi Hematologi - Hemoglobin - Hematokrit - Leukosit - Trombosit - Eritrosit 15.4 49 7.7 232 5.58 13.2-17.3 g/dl 33-45 % 5-10 ribu/ul 150-440 ribu/ul 4.40-5.90 juta/ul Normal Meningkat Normal Normal Normal VER/HER/ KHER/RDW - VER - HER - KHER - RDW 86,8 27,6 31,8 13.5 80.0-100.0 fl 26.0-34.0 pg 32.0-36 mg/dl 11.5-14.5 % Normal Normal Normal Normal Sero-Imunologi - Golongan darah A/Rhesus (+)
  • 39. 1.5 Diagnosis banding Tumor parotis superfisial dekstra susp maligna 1.6 Tata laksana Parotidektomi superfisial 1.7 Laporan Operasi • Pasien dalam posisi supine di atas meja operasi dengan general anastesi, bahu diganjal, dibuat desain blaire modifikasi
  • 40. • Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya, droupping, tampak sudut mata kanan dan sudut mulut • Insisi sesuai desain menembus kutis, subkutis, fasia. • Dibuat flap ke arah anterior hingga m.maseter, dan posterior hingga m.sternokleidomastoideus • Trunkus n.fascialis dikenali, dicari cabang-cabang n.fascialis.
  • 41. • Dilakukan superfisial parotidektomi dengan diseksi secara tajam dengan skalpel no. 12
  • 42. • Kontrol perdarahan • Luka operasi ditutup lapis demi lapis • Dipasang 1 buah drain vakum • Operasi selesai
  • 43. 1.8 Instruksi post-op: • Awasi TNSP • IVFD KaenMg3:RL = 3:1/24 jam • Puasa sampai dengan pasien sadar betul • Diet biasa • Ceftriakson 1x2 gr iv • Ketesse 3x1 amp iv • Vakum drain / 12 jam • Senin rawat jalan 1.9 Follow Up S : Nyeri pada luka post-operasi (VAS 3), gangguan motorik (-) O: KU: TSR/ CM, TD : 110/90, N: 84, S: 36,5, RR: 18 Status lokalis: luka tertutup kassa, rembesan-, drain produksi hemoragik 70cc. A: Tumor parotis dekstra suspek jinak post parotidektomi superfisial P: Diet biasa IVFD KaenMg3:RL = 2:2 / 24 jam Ceftriakson 1x2gr
  • 44. Ketesse 3x1 amp Vacum drain/ 12 jam Hasil PA : Makroskopik : Jaringan permukaan tidak teratur, compang camping 30 cc. Penampang irisan sebagian putih, padat, sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh. Mikroskopik : Sediaan dengan keterangan tumor parotis menunjukkan massa tumor dengan arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik dalam lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah ditemukan. Kesimpulan : Adenoid cystic carcinoma 1.10 Resume : Pasien, laki-laki, usia 40 tahun datang ke poliklinik RSUPF dengan keluhan satu benjolan dekat telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan yang lalu. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin membesar namun lambat menjadi sebesar telur puyuh. Tidak terasa nyeri, tidak terasa hangat, tidak memerah, dan tidak demam. Keluhan lain seperti bibir mencong, sulit menutup mata, sulit menelan, nyeri tenggorokan, gangguan pendengaran disangkal. Benjolan di leher dan di tempat lain juga disangkal. Terdapat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tidak diketahui. Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya. Pasien tidak pernah menjalani terapi radiasi atau UV pada daerah kepala dan leher. Paman pasien mengalami keluhan benjolan pada daerah pipi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm, padat, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar. Pada pemeriksaan sediaan apusan FNAB didapatkan kesan adenoma pleomorfik.
  • 45. Diagnosis sebelum operasi adalah tumor parotis superfisial dekstra susp benigna dengan recana operasi parotidektomi. Pada saat operasi ditemukan massa tumor berasal dari parotis superfisial. Kemudian dilakukan parotidektomi superfisial. Diagnosis setelah operasi adalah tumor parotis superfisial dekstra susp benigna. Pada follow up, pada pasien tidak didapatkan pasien keluhan gangguan motorik. Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan kesimpulan adenoid kistik karsinoma yang merupakan tumor ganas.
  • 46. BAB IV ANALISIS KASUS Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun, sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa tumor parotis lebih sering pada laki-laki dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan perempuan yang hanya 1.00. Tumor parotis bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64 tahun. Baik adenoma pleomorfik maupun adenoid kistik karsinoma, insiden keduanya dapat terjadi pada semua umur. Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, dimana pasien tidak sering terpapar oleh sinar radiasi yang menjadi faktor risiko tumor parotis. Pasien datang dengan keluhan benjolan soliter dekat telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS. Gejala tumor parotis adalah adanya benjolan di pre/infra/retro aurikula. Adenoma pleomorfik merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis, sedangkan adenoid kistik karsinoma yang jarang biasanya terjadi pada kelenjar liur mayor ataupun minor. Pasien tidak mengeluh nyeri, nyeri biasanya dirasakan pada pasien yang mengalami keganasan tumor parotis. Pada adenoid kistik karsinoma biasanya tidak ada keluhan nyeri pada lesi yang dini karena pertumbuhannya yang lambat. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin membesar, menjadi sebesar telur puyuh, menunjukkan bahwa adanya progresivitas dari sel tumor namun lambat, hal ini sesuai dengan adenoid kistik karsinoma yang pertumbuhannya lambat. Tidak terasa hangat, tidak memerah, tidak demam, menunjukkan bahwa ini bukan reaksi peradangan/inflamasi. Keluhan lain seperti bibir mencong, muka asimetris, dan sulit menutup mata tidak ada, hal ini berarti tidak ada keterlibatan nervus fasialis yang biasanya terjadi pada keganasan tumor parotis. Pasien tidak mengeluh sulit menelan, nyeri tenggorok, dan gangguan pendengaran disangkal, menunjukkan bahwa lobus profundus parotis tidak terlibat. Benjolan di leher dan di tempat lain juga disangkal, hal ini menunjukkan tidak adanya metastasis ke kelenjar limfe dan di organ jauh. Terdapat penurunan nafsu makan namun penurunan berat badan tidak diketahui pasien menunjukkan adanya penyakit kronik. Paman pasien mengalami keluhan benjolan
  • 47. pada daerah pipi, ini untuk mengetahui faktor risiko pasien, yaitu genetik. Pasien tidak pernah menjalani radioterapi pada daerah kepala dan leher sebelumnya, yang merupakan faktor risiko terjadinya tumor parotis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm, padat kistik, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar. Tumor parotis pada umumnya hanya berupa benjolan soliter. Konsistensinya kenyal padat/kistik, permukaan licin, berbatas tegas, tampak berkapsul, tidak nyeri, dapat digerakkan, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm merupakan ciri-ciri adenomapleomorfik. Dari pemeriksaan neurologis tidak didapatkan parese nervus VII, VII, IX, X, XII, dan XII, hal ini menunjukkan bahwa lobus profunda tidak terlibat. Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil terlihat beberapa kelompok-kelompok kecil sel yang terdiri atas sel berinti bulat/oval, inti tampak uniform, kromatin tersebar merata. Tampak pula fragmen-fragmen menyerupai chondromyroid. Yang menggambarkan kesan adenoma pleomorfik. Pasien didiagnosis dengan tumor parotis superfisial dekstra susp benigna. Kemudian pasien direncanakan terapi operatif berupa parotidektomi, saat intraoperatif didapatkan tumor berasal dari lobus superfisial sehingga akhirnya dilakukan parotidektomi superfisial. Lalu dipasang drain untuk mengalirkan darah dan cairan post op. Instruksi post operasi Awasi TNSP, hitung produksi drain / 24 jam, diet biasa, IVFD KaenMg3/RL = 3:1 / 24 jam, ceftriakson 1 x 2 gr iv sebagai antibiotik profilaksis, ketesse 3 x 1 ampul iv sebagai analgesik dan pemeriksaan PA post-operasi. Pada follow up tidak didapatkan gangguan motorik pada pasien. Hal ini menunjukkan pasien tidak mengalami komplikasi. Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan penampang irisan sebagian putih, padat, sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh. Sediaan tumor parotis menunjukkan massa tumor dengan arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik dalam lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah ditemukan. Kesimpulan adenoid cystic carcinoma yang merupakan tumor ganas. Pasien masih memerlukan tatalaksana lebih lanjut yaitu berupa terapi radiasi.
  • 48. KESIMPULAN Umumnya, tumor kelenjar liur jarang terjadi, dan jika terjadi, sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas). 1,2 Gambaran klinis tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena. Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk.4,7 Tumor parotis dapat dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas. Tumor kelenjar jinak yang paling sering ditemui adalah adenoma Pleomorfik dan Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin), sedangkan tumor ganas kelenjar liur paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Pada dewasa dapat berupa Karsinoma mukoepidermoid, Karsinoma sel skuamosa, Adenokarsinoma yang tidak berdiferensiasi, Karsinoma adenokistik (silindroma). 4,6,7 Untuk terapi dilakukan tergantung stadiumnya, ada tumor yang masih dapat dioperasi ada pula yang memerlukan terapi lain. Terapi tambahan berupa radiasi pasca operasi atau kemoterapi. Untuk prognosis sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal. 12,13,14
  • 49. DAFTAR PUSTAKA 1. De Jong W. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : R Samsuhidajat, Warko Karnadihardja, Theddeus OH Prasetyono, Reno Rudiman, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 469-70. 2. F Christopher Holsinger, Dana T Bui. Anatomy, Function, and Evaluation of Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL editors. Salivary Gland Disorders. Springer: Berlin; 2007. h 1-14. 3. Susan, Standring. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practise. USA: Elsevier; 2005. h. 515-18. 4. Arthur C Guyton, John E Hall. Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan. Dalam : Luqman Yanur Rachman, Huriawati hartanto, Andita Novrianti, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 1013-14. 5. William F Ganong. Fungsi Endokrin Pankreas & Pengaturan Metabolisme Karbohidrat. Dalam: M Djauhari Widjajakusumah, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2002. h. 320-39. 6. Satish Keshav. In: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia: Blackwell Science Ltd; 2004. h. 14-15. 7. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins. Pankreas. Dalam: Huriawati Hartanto, Nurwani Darwaniah, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 711-16. 8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An Overview of The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy 2011. h. 1-7. 9. Mulholland dkk. Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. Edisi 4. Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
  • 50. 10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of Malignant Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to 2009.Epidemiology: September 2012. Volume 2. h. 766-67. 11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours: Overview Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On 231 Benign Epithelial Neoplasms. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2008; 12: h. 321-325. 12. Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick Gómez- Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda. Tumors of the salivary gland in Mexicans. A re-trospective study of 360 cases. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9. 13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86. 14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid Gland Tumors. Journal of Experimental Medical and Surgical Research 2010; 4: 259-63. 15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1. Bandung : 2004 16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in parotid lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011. 17. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic Adenoma of the Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: h. 1532-36. ` 18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine 2011 may 27. 19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced parotid cancer. A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20. 20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey Syndrome Using Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA November 2009; 75: h. 651-54. 21. Lumongga F. Temuan Kasus-kasus Yang Didiagnosa Secara Histopatologi Sebagai Cylindroma Sejak 1 Januari 1997-31 Oktober 2007. 2008. (diakses 22 Mei 2013). Tersedia dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2046/1/09E01468.pdf