WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
Kedudukan Politik Dalam Islam
1. KEDUDUKAN SISTEM POLITIK
DALAM ISLAM
Sampai saat ini, umat Islam berbeda
pendapat tentang kedudukan politik
dalam syari’at Islam, paling tidak
dalam hubungan antara Islam dan
ketatanegaraan. Dalam hal ini ada
tiga aliran / pendapat, yaitu
2. Pendapat pertama yang berpendirian, bahwa Islam bukanlah semata-
mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut
hubungan antara manusia dan Tuhan. Sebaliknya Islam adalah agama
yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala
aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan bernegara. Para
penganut pendapat ini pada umumnya berpendapat bahwa (1) Islam
adalah agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat pula antara
lain sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh karenanya, dalam
bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada system
ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu mengetahui , bahkan jangan
meniru sistem ketatanegaraan Barat, (2) Sistem ketatanegaraan atau
politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat al-Khulafa
‘al-Rasyidin. Tokoh-tokoh utama dari pendapat ini antaralain Syeikh
Hassan al-Banna, Sayyid Quthb, Syeikh Muhammad Rasyid Ridha, dan
yang paling vocal dan agresif adalah Maulana Abul A’la al-Maududi.
3. • Pendapat kedua yang berpendirian, bahwa Islam
adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak
ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.
Menurut pendapat ini, Nabi Muhammad SAW
hanyalah seorang Rasul biasa, seperti halnya Rasul-
rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak
manusia kembali kepada kehidupan yang mulia
dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur,
akhlakul karimah, akhlak yang mulia, dan Nabi tidak
pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan
mengepalai satu Negara. Diantara tokoh-tokoh yang
terkemuka dari pendapat ini adalah Ali Abdul Raziq
dan Dr. Thaha Husein.
4. • Pendapat ketiga yang menolak pendapat, bahwa Islam
adalah suatu agama yang serba lengkap, dan bahwa dalam
Islam terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi golongan ini
juga menolak anggapan, bahwa Islam adalah agama dalam
pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara
manusia dengan Maha Penciptanya saja. Aliran ini
berpendirian, bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem
ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika
bagi kehidupan bernegara. Di antara tokoh-tokoh dari aliran
ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr.
Mohammad Husein Haikal, seorang pengarang Islam yang
cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan
Fi Manzil al-Wahyi (Munawir Sadzali, Islam dan Tata
Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, 1993: 2).
5. • Kalau kita melihat perkembangan
politik Islam di Negara Indonesia,
paling tidak ada beberapa hal yang
kita perlu pikirkan dan mengemasnya
ke dalam perspektif religion politik
baru tentang hubungan antara Islam
dan Negara, antara lain, adalah
sebagai berikut :
6. • Pertama, dalam pandangan mereka, tidak ada
bukti yang tegas bahwa Al Qur’an dan Sunnah
Nabi mewajibkan kaum muslimin untuk
mendirikan Negara Islam. Menurut
pengamatan mereka, eksperimentasi politik
Nabi Muhammad tidak mengandung unsur
proklamsi berdirinya sebuah Negara Islam.
Karenanya mereka menolak agenda politik
para pemimpin dan aktivitas politik Islam yang
lebih awal, yang menuntut pembentukan
sebuah Negara Islam atau Negara yang
berdasarkan ideologi Islam.
7. • Kedua, mereka mengakui bahwa Islam
memberi seperangkat prinsip social
politik. Meskipun demikian, mereka
memandang bahwa Islam bukanlah
ideology. Karenanya dalam pandangan
mereka, ideology Islam itu tidak ada,
bahkan menurut sebagian dari mereka,
ideologisasi Islam dapat dianggap sebagai
mereduksi Islam
8. • Ketiga, karena Islam dipahami sebagai agama yang
kekal dan universal, maka pemahaman kaum
muslimin terhadapnya tidak boleh dibatasi hanya
kepada pengertian formal dan legalnya, khususnya
yang di bangun dalam konteks ruang dan waktu
tertentu. Pemahaman itu harus didasarkan kepada
penafsiran yang menyeluruh, yang menerapkan
petunjuk tekstual dan doktrinalnya ke dalam situasi
dan konteks kontemporernya. Sudut pandang ini
pada gilirannya, meniscayakan transformasi Islam ke
dalam prinsip-prinsip dan praktik-praktik
kontemporer.
9. • Keempat, mereka percaya bahwa hanya Allah SWT yang
mengetahui kebenaran mutlak. Dengan demikian, sebenarnya
hampir tidak mungkin bagi seorang manusia untuk
menjangkau realitas Islam yang mutlak. Dalam penilaian
mereka, pemahaman kaum muslimin terhadap doktrin-
doktrin keagamaan mereka pada dasarnya bersifat relative
dalam nilai, dan karenanya dapat berubah. Dengan adanya
keragaman penafsiran terhadap Islam di satu sisi, dan
kenyataan bahwa Islam tidak mengakui system kependetaan
dalam beragama (la rahbaniyyah fi al-Islam) di sisi lain, maka
tak seorang pun dapat mengklaim bahwa pemahamannya
tentang Islam adalah yang paling benar dan paling otoritatif
dibandingkan yang lain termasuk dalam sistem politik Islam.
(Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran
dan Praktik Politik Islam di Indonesia, 1998: 135). Karena itu,
perlu sekali bagi kaum muslim untuk mengembangkan
toleransi beragama, baik secara internal maupun eksternal
termasuk tentunya dalam sistem politik Islam.
11. Islam itu agama yang lengkap dan
mencakup semua aspek kehidupan.
Allah SWT tidak menjadikan urusan
agama ini sebagai sebuah etika internal
khusus buat orang-orang suci yang
mengucilkan diri di dalam sebuah kuil
dan terputus dengan dunia luar.
12. • Bahkan ayat-ayat Al-Quran al-Kariem banyak sekali
bicara tentang autran hidup manusia dan syariat
yang harus ditegakkannya. Dan mustahil untuk
menegakkan ajaran Islam bila tidak menguasai
dunia politik. Karena hakikat Islam itu adalah
memimpin peradaban manusia, baik yang beriman
kepada Allah SWT maupun yang tidak.
• Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-
amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa? (QS. An-Nuur : 55)
13. • Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama
apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya. ?(QS. As-Syura :
13)
• Karena itu memperjuangkan Islam di dalam sebuah
pemerintahan telah difatwakan wajib oleh para
ulama. Sebab bila tidak, maka pemerintahan itu
akan diisi oleh mereka yang tidak menjalankan
hukum Islam, bahkan mereka yang fasik dan kafir
malah akan berkuasa dan mendominasi.
14. • Dari penjelasan tersebut kita dapat menyimpulkan
kedudukan politik dalam islam harus kita
perjuangkan dalam semua lini untuk menegakkan
agama islam yang ada di dunia ini. Dan kedudukan
politik salam islam di negara kita indonesia
sangatlah bagus. Dan alhamdulilah khalifah (
presiden/ pemimpin ) negara kita Indonesia adalah
umat beragama islam. Dan tidak di negara
Indonesia agama islam sudah tersebar di seluruh
dunia.