Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Pengertian sumber hukum kepegawaian
1. PENDAHULUAN
A.Pengertian Sumber Hukum Kepegawaian
Bila mengkaji sumber hukum kepagawaian, maka tidak bisa terlepas dari teori-teori tentang
sumber hukum dan pendapat para ahli berkaitan dengan teori suber hukum secara umum.
Maka jelas bahwa sumber hukum kepegawaian bisa kita temukan dari peraturan perundang-undangan
yang merupakan konsekuensi dari civil law siystem yang dianut oleh Indonesia
yang menempatkan undang-undang pada kedudukan yang penting. Sistem civil law
mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada presiden
sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sitem peradilan yang
bersifat inkuisitorial. Yang dimaksud pengadilan bersifat inkuisitorial adalah dimana hakim
mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus perkara; hakim aktif
dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. Menurut Sastra Jatmika dan
Marsono sumber hukum kepegawaian adalah:
1. Traktat (di Indonesia tidak dikenal)
2. Kebiasaan
3. Peraturan perundang-undangan (UU No.10 Tahun 2004)
Sedangkan menurut Sudibyo Triadmojo sumber hukum kepegwaian meliputi:
1. Sumber hukum Materiil (Pancasila)
2. Sumber hukum Formil (Peraturan perundang-undangan)
Pengertian Pegawai Negeri
Menurut UU No. 43 tahun 1999, Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya
dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil
bertugas menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Pegawai negeri adalah pekerja di sektor publik yang bekerja untuk pemerintah suatu negara.
Pekerja di badan publik non-departemen kadang juga dikategorikan sebagai pegawai negeri.
II. Kewajiban Pegawai Negeri
Kewajiban PNS adalah segala sesuatu yang wajib dikerjakan atau boleh dilakukan oleh setiap
PNS berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kewajiban-kewajiban
PNS tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Kewajiban yang berhubungan dengan tugas di dalam jabatan
2. Kewajiban ini terkait dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja masing-masing PNS.
3. Kewajiban yang berhubungan dengan kedudukan PNS pada umumnya;
2. Kewajiban ini terkait dengan kedudukan PNS sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat. Dapat dirinci sebagai berikut:
a. Kewajiban yang ditetapkan dalam UU No.8 tahun 1974;
b. Kewajiban menurut Peraturan Disiplin Pegawai;
c. Kewajiban menurut Peraturan Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS;
d. Kewajiban mentaati jam kerja kantor dan pemberitahuan jika tidak masuk kerja;
e. Kewajiban menjaga keamanan negara dan menyimpan surat-surat rahasia;
f. Kewajiban mentaati ketentuan tentang pola hidup sederhana dan larangan penerimaan
pemberian hadiah;
g. Kewajiban sebagai anggota KORPRI;
h. Kewajiban mentaati larangan bekerja dalam lapangan swasta dan usaha-usaha/kegiatan-kegiatan
yang wajib mendapat ijin;
i. Kewajiban mentaati larangan menurut kitab UU hukum pidana;
j. Kewajiban mentaati peraturan tentang larangan korupsi;
k. Kewajiban mentaati peraturan tentang larangan mengerjakan judi;
l. Kewajiban mentaati peraturan tentang keanggotaan partai polotik;
3. Kewajiban PNS yang tidak berhubungan dengan tugas dalam jabatan dan tidak
berhubungan dengan kedudukan sebagai PNS pada umumnya.
Kewajiban ini terkait dengan pasal 5, 28 dan 29 UU No.8 tahun 1974.
III. Hak Kewajiban Pegawai Negeri
Hak-hak Kewajiban Pegawai Negeri adalah sesuatu yang diterima oleh Kewajiban Pegawai
Negeri dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi, antara lain:
1. Gaji;
a. Gaji PNS;
b. Perhitungan masa kerja;
c. Kenaikan gaji pokok;
d. Tunjangan.
2. Kenaikan Pangkat;
3. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan;
4. Cuti;
5. Tunjangan cacat dan uang duka;
6. Kesejahteraan;
3. 7. Pensiun.
IV. Tanggung Jawab Pegawai Negeri
Menurut Siti Soetami Ada tiga Pertanggungjawaban:
a. Pertanggungan Jawab Kepidanaan
b. Pertanggungan Jawab Keuangan Perdata
c. Pertanggungan Jawab Disipliner Atau administratif
V. Jenis-Jenis Hukuman:
Jenis Hukuman Disiplin Ringan Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Huruf A Terdiri Dari:
A. Teguran secara lisan
B. Tegran tertulis
C. pernyataan secara tertulis
(3) Jenis Hukuman Disiplin Sedang Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Huruf B Terdiri
Dari:
A.Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Selama 1 (Satu) Tahun;
B.Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (Satu) Tahun; Dan
C.Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah Selama 1 (Satu) Tahun.
(4) Jenis Hukuman Disiplin Berat Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Huruf C Terdiri
Dari:
A. Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah Selama 3 (tiga) tahun
B. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
C. Pembebasan dari jabatan
D. Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai PNS
E. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS
VI. Pemberhentian Pegawai Negeri
Pemberhentian Pegawai negeri Disebabkan:
a. Meninggal Dunia
b. Atas Permintaan sendiri.
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan berhenti, dapat
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Permintaan berhenti tersebut
dapat ditunda untuk paling lama 1 tahun, apabila kepentingan dinas yang mendesak.
Permintaan berhenti dapat ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih
terikat dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, atau masih ada sesuatu hal yang harus dipertanggungjawabkan.
c. Mencapai Batas Usia Pensiun
Batas Usia Pensiun (BUP) Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada dasarnya telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS, yaitu 56
(lima puluh enam) tahun. Dan PP Nomor 32 Tahun 1979 ini telah dua kali mengalami
perubahan yaitu dengan PP Nomor 1 Tahun 1994 dan PP Nomor 65 Tahun 2008.
Perpanjangan usia pensiunan sendiri terbagi menjadi tiga bagian yakni:
4. 1. Perpanjangan batas usia pensiun sampai 65 tahun untuk PNS yang memangku jabatan
peneliti madya dan peneliti utama dengan tugasnya secara penuh di bidang penelitian atau
jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. Kemudian perpanjangan batas usia pensiun bagi
PNS yang memangku jahatan struktural Eselon I tertentu pada saat sampai dengan 62 (enam
puluh dua) tahun, memperhatikan dengan tegas persyaratan sebagai berikut :
- Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi;
- Memiliki kinerja yang baik;
- Memiliki moral dan integritas yang baik dan;
-Sehat jasmanl dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan dokter.
-Ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/lembaga setelah mendapat
pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Jabatan
Struktural Eselon 1.
2. Usia pensiun sampai 60 tahun untuk PNS yang memangku golongan struktural eselon I dan
II serta jabatan dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri
dan jabatan pengawas sekolah menengah atas atau jabatan lain yang ditentukan oleh
Presiden.
3. Usia pensiun 58 tahun untuk PNS yang menjadi hakim pada Mahkamah Pelayaran dan
jabatan lain yang ditentukan Presiden.
Sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 1979, BUP dapat diperpanjang bagi PNS yang
memangku jabatan tertentu. Jabatan-jabatan tertentu yang diduduki PNS yang dapat
diperpanjang BUP-nya ada yang diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan ada diatur
dalam Keputusan Presiden / Peraturan Presiden.
Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979, antara lain :
4. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku jabatan Ahli Peneliti dan Peneliti;
5. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang memangku jabatan : Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Pejabat Struktural Eselon I, Pejabat Struktural Eselon II, Dokter yang
ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai profesinya.
Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam Keputusan Presiden / Peraturan
Presiden, antara lain :
6. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional Pustakawan
Utama; Widyaiswara Utama; Pranata Nuklir Utama; Pengawas Radiasi Utama;
7. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak
(jenjang tertentu); Penilai Pajak Bumi dan Bangunan (jenjang tertentu);Penyuluh Pertanian
(jenjang tertentu); Sandiman (jenjang tertentu); Penyelidik Bumi Utama dan Madya.
5. Selain diatur dalam PP dan Keputusan Presiden / Peraturan Presiden, juga terdapat
pengaturan BUP PNS yang diatur dalam Undang-Undang, antara lain :
8. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan :
Dosen, sedangkan bagi Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang sampai dengan 70
(tujuh puluh) tahun (UU Nomor 14 Tahun 2005);
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Tingkat Banding di lingkungan Peradilan Umum,PTUN,
dan Agama (UU Nomor 8 Tahun 2004, UU Nomor 9 Tahun 2004, dan UU Nomor 3 Tahun
2006).
9. 62 (enam puluhdua) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan :
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Tingkat Pertama di lingkungan Peradilan Umum,PTUN, dan
Agama (UU Nomor 8 Tahun 2004, UU Nomor 9 Tahun 2004, dan UU Nomor 3Tahun2006);
Jaksa(UU Nomor 16 Tahun 2004).
10. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan Guru (UU Nomor 14 Tahun 2005)
Dengan PP Nomor 65 Tahun 2008, maka bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon
I tertentu, BUP dapat diperpanjang sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun. Adapun
perpanjangan sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan persyaratan sebagaimana yang
telah di sebutkan di atas. Dan Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun
ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga setelah
mendapat pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I.
Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun dilakukan secara selektif bagi
PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I yang sangat strategis. Dengan demikian,
tidak semua PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I dapat diperpanjang BUP-nya
sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun.
d. Adanya Penyederhanaan Organisasi
Perubahan satuan organisasi negara adakalanya mengakibatkan kelebihan pegawai. Apabila
terjadi hal yang sedemikian maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu disalurkan pada
satuan organisasi negara lainnya. Kalau penyaluran dimaksud tidak mungkin dilaksanakan,
maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil atau dari jabatan negeri dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Dan Rohani Berdasarkan peraturan undang-undangan
yang berlakuyang dinyatakan dengan surat Keterangan Tim Penguji Kesehatan
dinyatakan:
1. Tidak dapat berkerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena kesehatannya.
2. Menderita penyakit atau kelainan yan berbahaya bagi diri sendiri atau lingkungan kerjanya.
Pegawai Negeri Sipil Dapat Diberhentikan Dengan Hormat Atau Tidak Hormat karena :
6. a. Melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/Janji Jabatan Selain
Pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia
kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah; atau
b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.
Pegawai Negeri Sipil Dapat Diberhentikan Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri
Atau Tidak Dengan Hormat karena :
1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 tahun
atau lebih; atau
2. Melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat
Pegawai Negeri Sipil Diberhentikan Tidak Dengan Hormat karena :
1. Melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
2. Melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara, Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah; atau
3. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
B.Sejarah Birokrasi dan PNS
Pada tanggal 30 Mei1948 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1948 pemerintah
RI yang berkedudukan di Jogjakarta baru mendirikan Kantor Urusan Pegawai (KUP)
sedangkan pemerintahan RIS yang berkedudukan di Jakarta untuk masalah kepegawaian
dibentuk melalui Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 10 tanggal
20 Februari1946 dengan nama Kantor Urusan Umum Pegawai (KUUP) yang berada di
bawah departemen urusan sosial namun dengan Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di
Hindia Belanda Nomor 13 Tahun 1948 membatalkan keputusan terdahulu dan membentuk
Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) yang langsung dibawah Gubernur Jenderal, antara
Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) masing-masing
melaksanakan kegiatannya sendiri-sendiri hingga terdapat dualisme dalam birokrasi
di Indonesia, kemudian karena adanya pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27
Desember 1949 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah Kantor
Urusan Pegawai (KUP) guna menyatukan Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan
Urusan Umum Pegawai (DUUP) dan berada di bawah dan bertanggugjawab kepada perdana
menteri akan tetapi karena suasana perpolitikan saat itu, Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang
akan menata birokrasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya disusul pada tanggal 17
Agustus1950, terjadi pergantian konstitusi RIS berubah menjadi UUDS 1950 yang berakibat
7. terjadinya perubahan bentuk negara kembali ke negara kesatuan.
Tahun 1953T.R. Smith membantu menyusun laporan untuk Biro Perancang Negara berjudul
Public Administration Training, setahun kemudian dua orang profesor dari Cornell
University, School of Business and Public AdministrationAmerika yang diundang ke
Indonesia yaitu Edward H. Lichtfeld dan Alan C. Rankin yang berhasil menyusun laporan
rekomendasi yang berjudul Training for Administration in Indonesia. Pada masa kabinet Ali
Sastroamidjojo II (20 Maret1956 – 9 April1957) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1957 dibentuk Panitia Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian
atau Panitia Organisasi Kementerian (PANOK) sebagai pengganti Kantor Urusan Pegawai
(KUP) serta ikut dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang bertugas
menyempurnakan administratur negara atau birokrasi keduanya berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada perdana menteri. Pada tanggal 5 Juli1959, dikeluarkan dekrit
presiden yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan presiden melalui Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 1959 melarang PNS golongan F menjadi anggota dari partai politik
selanjutnya pada tahun 1961 dikeluarkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang
Ketentuan Pokok Kepegawaian dan dibentuk Badan Administrasi Kepegawaian Negara
(BAKN) diikuti dengan lembaga baru bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN)
yang menghasilkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang pokok-pokok organisasi
aparatur pemerintah negara tingkat tertinggi, dua tahun kemudian dikeluarkan Keppres
Nomor 98 Tahun 1964 dibentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi
(KONTRAR) merupakan kelanjutan dari Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN),
retooling atau “pembersihan” dalam dua kepanitian terakhir ini lebih bernuansa politis
dengan penyingkiran birokrat yang tak sehaluan dengan partai yang sedang memerintah (the
ruling party) atau yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan republik.
Dalam perkembangannya pengorganisasian birokrasi mulai diwarnai dengan ketidakpastian
akibat peranan partai-partai politik yang saling bersaing dengan sangat dominan, partai-partai
politik mulai melakukan building block kekuasaan melalui pos-pos kementerian strategis di
jajaran pemerintahan sebagai sumber daya kelangsungan partai politik yang bersangkutan,
program rekrutmen birokrasi ikut mengalami spoil system yang merajalela mulai dari
pengangkatan, penempatan, promosi dan instrumen kepegawaian lainnya tidak didasarkan
kriteria penilaian melainkan berdasarkan pertimbangan politik, golongan serta unsur-unsur
lainnya diluar tugas birokrasi. Pada tahun 1966 awal pemerintahan Suharto bedasarkan
Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera ditunjuk selaku presiden
dan ketua presidium Kabinet Ampera melalui Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor
266 Tahun 1967 kembali membentuk panitia pengorganisasian birokrasi sebagai pembantu
presidium yang kemudian dikenal dengan nama Tim Pembantu Presiden untuk Penertiban
Aparatur dan Administrasi Pemerintah atau disingkat menjadi Tim PAAP yang
beranggotakan sebelas orang dengan Menteri Tenaga Kerja selaku ketua didampingi oleh
direktur LANsebagai sebagai sekretaris serta dibantu oleh lima orang penasehat ahli yang
mengusulkan unit kerja baru bernama Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal dan
Inspektorat tercermin dalam Keputusan Presidium Kabinet Nomor 75/U/KEP/11/1966 serta
dalam pengorganisasian kembali birokrasi pada kementerian negara melalui Keputusan
Presiden Nomor 44 dan 45 Tahun 1966 dilakukan pengubahan penggolongan PNS dari
golongan A sampai dengan F menjadi golongan I sampai dengan IV.
8. Selanjutnya pada tahun 1968 kembali dibentuk Panitia Koordinasi Efisiensi Aparatur
Ekonomi Negara dan Aparatur Pemerintah yang disebut pula sebagai Proyek 13 disusul
dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1968 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan
Presiden Nomor 199 Tahun 1968, Proyek 13 ini kemudian berganti nama menjadi Sektor
Penyempurnaan dan Penertiban Administrasi Negara yang lebih dikenal dengan nama Sektor
P’ dengan anggota terdiri dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Administrasi
Kepegawaian Negara (BAKN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),
Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, Departemen Tenaga Kerja, serta Departemen
Transmigrasi dan Koperasi. yang diketuai oleh Awaloeddin Djamin yang menjabat sebagai
Menteri Tenaga Kerja dengan tugas agar dapat menyempurnakan administrasi pemerintahan.
Ketika Suharto pertama kali membentuk Kabinet Pembangunan I dengan Keputusan Presiden
Nomor 19 Tahun 1968, dibentuk kementerian nomenklatur baru yaitu Kementerian Negara
Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara bertugas antara lain melanjutkan
pembersihan birokrasi dari unsur-unsur apa yang disebut dengan berpolitik kepartaian lalu
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 pada tanggal 29 Nopember 1971
didirikan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai organisasi wadah tunggal
bagi seluruh pegawai pemerintahan Indonesia dan dalam perkembangan selanjutnya Tim
PAAP dan Proyek 13 akhirnya dilebur kedalam Kementerian Negara Penyempurnaan dan
Pembersihan Aparatur Negara sedangkan Sektor Aparatur Pemerintah (Sektor P) tetap dan
berfungsi meliputi penyusunan kebijaksanaan, perencanaan, pembuatan program, koordinasi,
pengendalian, dan penelitian dalam rangka menyempurnakan dan membersihkan aparatur
negara dan Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara yang
dipimpin oleh seorangan menteri merangkap menjadi anggota Sektor N (Penelitian dan
Pengembangan) dan Sektor Q (Keamanan dan Ketertiban) dan dengan Keppres Nomor 45/M
Tahun 1983Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara diubah
kembali menjadi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara yang secara langsung
menteri pada kementerian tersebut merangkap sebagai pula Ketua Bappenas. Tahun 1995
melalui Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tanggal 27 September 1995 pemerintah
mencanangkan dimulai diterapkan lima hari kerja yaitu hari kerja mulai hari Senin sampai
dengan hari Jumat yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1995 sebagai akibat
dari sistem pembinaan Karier PNS, pertumbuhan nol pegawai negeri sipil (PNS) (Zero)serta
pengabungan organisas
Setelah tahun 1998 yang dikenal sebagai gerakan reformasi maka melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 mengenai keberadaan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai
anggota partai politik lalu diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 yang
membuat pegawai negeri sipil (PNS) kembali tertutup dari kemungkinan untuk ikut berkiprah
sebagai keanggotaan dalam partai politik apapun. Peran PNS dari Berbagai Aspek Pada
dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai tiga peran yang serupa.
Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah.
Untuk mengemban tugas ini, netralitas PNS sangat diperlukan. Kedua, melakukan fungsi
manajemen pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi peran ini adalah
seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang diberikan PNS. Apabila tujuan utama
otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga desentralisasi
dan otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada
9. daerah-daerah tersebut mengerti benar keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga,
PNS harus mampu mengelola pemerintahan. Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan
fungsi utama PNS. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan
dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan
tujuan kebijakan tersebut. Dalam hubungan ini maka manajemen dan administrasi PNS harus
dilakukan secara terpusat, meskipun fungsi-fungsi pemerintahan lain telah diserahkan kepada
pemerintah kota dan pemerintah kabupaten dalam rangka otonomi daerah yang diberlakukan
saat ini. Dalam masa mendatang manajemen kepegawaian akan dihadapkan pada berbagai
tantangan yang tidak ringan. Pertama, sejauh mana sistem kepegawaian mampu bertahan dari
tekanan politik. Dalam sistem multipartai yang meyebabkan pemimpin institusi pemerintah,
baik di pusat maupun di daerah, berasal dari partai-partai politik, mampukah PNS bersikap
netral? Artinya jenjang karier dari PNS telah tersusun rapih, sehingga tidak ada jabatan karier
yang akan diisi oleh personil dari suatu partai atau golongan tertentu saja. Kedua, sejauh
mana sistem kepegawaian mampu menterjemahkan setiap peraturan perundangan yang
dikeluarkan pemerintah tanpa meninggalkan azas netralitas dan peran sebagai perekat
kesatuan dan persatuan. Dalam hal ini, profesionalitas dan integritas dalam diri setiap PNS
dipertaruhkan. Untuk itu perlu dijaga tingkat kesejahteraan dan stabilitas dari PNS beserta
keluarganya. Ketiga, sejauh mana “budaya kepegawaian” dapat ditumbuhkan. Artinya ada
rasa kebanggaan menjadi PNS. Ini sangat berhubungan dengan tantangan pertama dan kedua.
Sampai dimana netralitas dan profesionalitas PNS masih dapat diharapakan. Justru untuk
mempertahankan kedua sifat tersebut, pengaturan kepegawaian yang terpusat masih
diperlukan. Keempat, sejauh mana manajemen kepegawaian mampu mengikuti
perkembangan teknologi informasi.
Masalah Kepegawaian
Moratorium (Belanja) Pegawai
Tepat tanggal 1 September 2011, kebijakan moratorium pegawai negeri sipil resmi
diberlakukan selama 16 bulan.Kebijakan yang berlaku sampai 31 Desember 2012 ini
ditetapkan melalui surat keputusan bersama yang ditandatangani Menteri Keuangan, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Dalam
Negeri.Awalnya kebijakan dilontarkan oleh Menkeu, yang mengeluhkan semakin tingginya
beban belanja negara untuk membiayai pegawai di tingkat pusat dan daerah. Tim reformasi
birokrasi kemudian menawarkan moratorium pengangkatan PNS. Padahal, beberapa’ bulan
lalu, Menkeu yang paling ngotot mengusulkan kenaikan gaji pejabat setelah Presiden
Beban belanja pegawai pada APBN memang semakin berat. Pada RAPBN 2012, belanja
pegawai menjadi alokasi belanja tertinggi Rp 215,7 triliun, mengalahkan belanja subsidi yang
selama ini mendominasi.Potret yang sama terjadi di daerah. Analisis Fitra pada APBD 2011,
terdapat 124 daerah yang beban belanja pegawainya melebihi 60 persen dan 16 daerah
diantaranya mencapai 70 persen. Analisis Kementerian Keuangan juga menunjukkan, belanja
10. pegawai terbesar di Kabupaten Demak yang mencapai 89 persen.Bom waktu belanja pegawai
tidak terlepas dari kebijakan kepegawaian yang tidak memperhatikan implikasinya terhadap
anggaran negara. Selain perekrutan pegawai baru, kebijakan seperti pemberian gaji ke-13,
kenaikan gaji pokok 5-20 persen sejak tahun 2006, serta kenaikan berbagai tunjangan dan
pemberian tambahan uang makan tidak hanya menambah beban belanja gaji pokok APBN
juga harus menanggung beban pembayaran pensiun yang sebelumnya sharing pembiayaan
dengan Taspen. Pembayaran pensiun sejak tahun 2009 menjadi beban penuh APBN (Nota
Keuangan RAPBN 2012, IV-80).Kebijakan pemberian remunerasi sebagai salah satu agenda
reformasi birokrasi, mulai tahun 2007 pada tiga kementerian/lembaga dan terakhir pada tahun
2011 pada 14 kementerian/lembaga, juga menambah beban belanja pegawai. Tahun 2010
dialokasikan Rp 13,4 triliun untuk remunerasi. Begitu pula dengan semakin menjamurnya
lembaga non-struktural (LNS). Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun
2007, tercatat terdapat 76 LNS dengan memakan beban belanja pegawai Rp 483,3 miliar.
Kemudian membengkak menjadi 101 LNS dengan belanja pegawai Rp 1,87 triliun pada
tahun 2010. Dana alokasi umum Buruknya potret anggaran daerah juga tidak terlepas dari
kebijakan anggaran dan kepegawaian yang tidak selaras di tingkat pusat. Sumber pendapatan
daerah 80 persen tergantung dari dana perimbangan. Di sisi lain, 68 persen belanja transfer
yang dialokasikan ke daerah sebagian besar diperuntukkan belanja pegawai, seperti dana
alokasi umum (DAU) dan tambahan tunjangan guru. Dengan demikian, tidak ada insentif
bagi daerah yang merampingkan birokrasi atau meningkatkan pendapatannya.Kebijakan
DAU ini juga tidak memberikan disinsentif bagi laju pemekaran daerah. Daerah baru
memerlukan pegawai baru sehingga DAU yang menjadi tumpuan biaya. akibat pemekaran,
penerimaan DAU berkurang dari Rp 358 miliar tahun 2008 menjadi Rp 351,7 miliar tahun
2009 (Nota Keuangan 2011). Sebagai arena zero sum game, belanja pegawai yang
membengkak di daerah otomatis mengorbankan alokasi belanja lain seperti belanja modal.
Semakin mahalnya “ongkos tukang” di daerah juga disebabkan tidak jelasnya pengaturan
mengenai tambahan tunjangan pegawai daerah. DKI Jakarta sebagai daerah kaya
memberikan tambahan tunjangan pegawai setingkat staf sebesar Rp 2,9 juta Rp 4,7 juta dan
pejabat eselon I sebesar Rp 50 juta.Kebijakan moratorium saja tidak cukup sepanjang
kebijakan reformasi birokrasi masih bersifat parsial dan sebatas “kosmetik politik”. Buktinya,
meskipun ke¬bijakan moratorium PNS diberlakukan, belanja pegawai pada RAPBN 2012
justru meningkat paling tinggi sebesar Rp 32,8 triliun. Di dalamnya juga dialokasikan gaji
bagi tambahan pegawai baru (Nota Keuangan RAPBN 2012 IV-205). Moratorium juga tidak
akan signifikan mengurangi beban be¬lanja pegawai. Dari kajian Fitra, rata-rata kenaikan
jumlah pegawai dalam lima tahun terakhir adalah 2 persen, sementara kenaikan belanja
pegawai jauh lebih signifikan, yakni 20 persen. Artinya, beratnya belanja pegawai lebih
11. disebabkan oleh semakin meningkatnya ongkos pegawai dibandingkan dengan per-tumbuhan
jumlah pegawai.Kebijakan moratorium PNS dan beratnya beban belanja pega-wai merupakan
penanda kegagalan desain reformasi birokrasi karena tidak mempertimbangkan
konsekuensinya terhadap beban anggaran. Kebijakan yang masih bersifat ego sektoral
berimplikasi terhadap kepegawaian dan beban anggaran. Struktur birokrasi yang semakin
gemuk, dengan menjamurnya LNS, dan belanja birokrasi yang semakin boros dengan
tambahan remunerasi dan tunjangan justru bertentangan dengan semangat reformasi
birokrasi.Perbaikan penghasilan dan pemberian remunerasi seharusnya diikuti dengan
peningkatan produktivitas pegawai. Sementara pegawai yang tidak produktif dan tidak
kompeten akibat perekrutan yang masih sarat KKN serta pejabat yang memiliki harta tidak
wajar harus dipangkas. Dengan demikian, hasil pemangkasan dapat dikonversi untuk
menutupi tambahan penghasilan serta dapat menghasilkan birokrasi yang ramping dan efisien
dari sisi biaya.Moratorium bukanlah kebijakan utama reformasi birokrasi. Moratorium harus
dipandang sebagai pintu masuk untuk membenahi desain reformasi birokrasi. Selama
moratorium dilakukan, harus disertai dengan ke¬bijakan dari sektor lain yang terintegrasi dan
sejalan, seperti pembenahan LNS, perampingan pegawai tidak produktif, rasio pe¬gawai,
indikator kinerja pegawai, standar pelayanan, perbaikan skema dana perimbangan, dan
pemekaran daerah.Kebijakan moratorium saja justru akan menghadapkan negara ini pada
“bom waktu” belanja pegawai, yang semakin mempersempit ruang fiskal untuk membiayai
pembangunan.
12. KESIMPULAN
Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan,diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang- undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil bertugas menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Kewajiban PNS adalah segala sesuatu yang wajib dikerjakan atau boleh dilakukan oleh setiap
PNS berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kewajiban-kewajiban
PNS tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Kewajiban yang berhubungan dengan tugas di dalam jabatan. Kewajiban ini terkait
dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja masing-masing PNS.
2. Kewajiban yang berhubungan dengan kedudukan PNS pada umumnya.
13. Referensi
Perpustakaan
Judul, Hukum Kepegawaian Di Indonesia. Pengarang, Sast ra Djatmika, sh , Drs. Marsono.
Judul,Hukum Kepegawaian. Pengarang,Dra.Wiwik Wdayati.
DAFTAR PUSTAKA
Djatmika,sastra.S.H.2007.Hukum kepegawaian Di Indonesia.Jakarta:Djambatan1960
Wdayayati,Wiwik.Dra.Hukum Kepagawaian
http:// Warunghukum.blogspot.com/2011/01/sumber-sumber hukum kepegawaian SKH
Kompas hal.7, 7 September 2011
14. TUGAS
PENGANTAR
HUKUM
INDONESIA
MENGENAL HUKUM KEPEGAWAIAN
Nama:
Hendri tovan
(20110610202)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
15. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya
sehingga Iman dan Islam tetap terjaga.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabiin,
dan tabiut yang senantiasa istiqomah di jalanNya. Berkah dan Rahmat Allah serta
pertolongan-Nyalah sehinnga penulis dapat menyelesaika tugas ini.
“ MENGENAL HUKUM KEPEGAWAIAN”
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar dalam penyusunan laporan selanjutnya
dapat lebih baik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.