SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 29
SETRATEGI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH 
1 
UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM 
PEMBAHASAN PEMBENTUKAN QANUN 
(Studi kasus di DPRK Aceh Tengah) 
Peroposal 
Di 
S 
U 
N 
Oleh: 
HIDAYAT 
100301044 
Program Studi: Imu Administrasi Negara 
UNIVERSITAS GAJAH PUTIH 
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 
2014
2 
KATA PENGANTAR 
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah penulis persembahkan 
kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya penulis akhirnya 
dapat menyelesaikan Proposal ini, Shalawat dan salam kepangkuan Nabi 
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengubah 
peradaban dari alam kebodohan kealam yang berilmu pengetahuan, Adapun 
yang menjadi judul Proposal penulis adalah “SETRATEGI DEWAN 
PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH UNTUK 
MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN 
QANUN. 
Dalam penulisan ini, Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan 
dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung atau tidak, Maka pada 
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya 
kepada: 
 Ibu dan (ayah), abang adik kaka beserta sanak pamili semuanya. 
 Kepada teman teman semuanya ruang C7b yang telah banyak 
memberikan saran dalam penulisan peroposal ini. 
 Dan kepada para dosen-dosen yang telah memberikan banyak teori-teori 
tentang bagai mana menyelesaikan peroposal ini. 
Takengon, 25 April 2014 
Penulis 
HIDAYAT
3 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1. Latar Belakang Permasalahan 
Pentingya setrategi DPRK dalam meninkatkan Partisipasi masyarakat 
untuk pembuatan qanun agar terwujutnya Akutabilatas demi mewujutkan 
pemeritahan yang good governance dalam lingkungan Kabupaten Aceh 
Tengah berkaitan dengan pokok pokok permasalahan yang di ajukan oleh 
penulis dalam penelitian di DPRK Aceh Tengah agar dapat memberikan 
keterangan lebih dan menambah wawasan pula bagi penulis sendiri, demi 
pembangunan kabupaten aceh tengah. 
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ( Pasal 2 ayat (1) huruf h 
Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara pembentukan qanun) 
merupakan salah satu syarat mutlak dalam era reformasi ini. Pengabaian 
terhadap faktor ini telah menyebabkan terjadinya (deviasi) penyimpangan dari 
peraturan yang cukup Penting terhadap tujuan pembangunan itu sendiri yaitu 
keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itulah 
pelibatan dalam proses legislasi atau penyusunan produk hukum wajib 
terjadinya pelibatan masyarakat di dalamnya. 
Proses pelibatan partisipasi masyarakat dalam implementasi program 
Legislasi Daerah terbukti telah berhasil membawa perubahan mendasar 
dalam peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Pembangunan hukum 
lebih berorientasi pada masyarakat, yang tercermin melalui pengoptimalan 
keterlibatan masyarakat dalam rangkaian penyusunan Peraturan Daerah, di 
Aceh di kenal dengan Qanun. Ini perlu diyakini oleh aparatur Pemerintah Baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebagai strategi yang tepat untuk 
menggalang memperjuangkan kesadaran masyarakat terhadap ketaatan 
4 
pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum. 
Qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan 
yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ 
pembentuk yang tepat, kesesuaian antar jenis dan materi muatan, 
keterlaksanaan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan 
keterbukaan. 
Dalam penjelasan Qanun Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa untuk 
mewujudkan pembangunan hukum dan tertib pemerintahan di Aceh 
diperlukan pembentukan peraturan perundang-undangan sejak perencanaan 
sampai dengan pengundangan. 
Dalam Pasal 1 angka 14 Qanun No.3 Tahun 2007 disebutkan Qanun 
Kabupaten/ Kota adalah Peraturan Perundang-undangan sejenis peraturan 
daerah kabupaten/kota yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan 
kehidupan masyarakat kabupaten/kota di Aceh. 
Qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan Paraturan Perundang-undangan 
yang meliputi kejelasan tujuan, kesesuaian antara jenis dan materi 
muatan, keterlaksanaan, kedayagunaan, kehasil gunaan, kejelasan rumusan, 
keterbukaan dan keterlibatan publik (Pasal 2 Ayat (1) Qanun Aceh No.3 
Tahun 2007). Pembentukan Qanun tersebut tidak boleh bertentangan dengan 
syariat Islam, kepentingan umum, qanun lainnya dan peraturan perundang-undangan 
yang lebih tinggi (Pasal 2 Ayat (2) Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan 
Peraturan Perundang-undangan merupakan landasan yuridis pembentukan 
peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. 
Undang-Undang ini memuat secara lengkap pengaturan baik menyangkut 
sistem, asas, jenis dan materi muatan, proses pembentukan yang dimulai dari 
perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, 
pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Tertib pembentukan 
peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah, diatur 
sesuai dengan proses pembentukan dari jenis dan hirarki serta materi muatan 
5 
peraturan perundang-undangan (Andi Mattalatta,2007:19). 
Dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menggariskan 
materi muatan Qanun adalah seluruh materi muatan dalam rangka: 
a. penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan; 
b. menampung kondisi khusus daerah; serta 
c. penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih 
tinggi. 
Dari segi materi muatan, Qanun adalah peraturan yang paling banyak 
menanggung beban. Sebagai peraturan terendah dalam hierarki peraturan 
perundang-undangan. 
Pasal 239 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang 
Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa : 
a. Rancangan qanun dapat berasal dari DPRA, Gubernur dan DPRK, 
atau Bupati/Walikota.
b. Apabila dalam satu masa sidang, DPRA atau Gubernur dan DPRK 
atau bupati/walikota menyampaikan rancangan qanun mengenai 
materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan qanun 
yang disampaikan oleh DPRA/DPRK, sedangkan rancangan qanun 
yang disampaikan Gubernur dan Bupati/Walikota digunakan sebagai 
6 
bahan untuk dipersandingkan. 
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan 
rancangan qanun yang berasal dari Gubernur dan Bupati/Walikota 
diatur dengan qanun. 
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut maka dikeluarkan Qanun Aceh 
Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, ini 
merupakan acuan yang harus diikuti oleh Pemerintah Aceh, Kabupaten/Kota 
dalam melahirkan qanun, rancangan qanun atas usulan legislatif atau 
eksekutif yang diusulkan dari SKPD, harus melibatkan masyarakat. 
Pasal 238 Undang-Undang Pemerintah Aceh menyebutkan bahwa : 
a. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan 
dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun. 
b. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin 
adanya ruang partisipasi publik. 
Selain itu penyusunan qanun yang berkualitas dalam Pasal 2 Ayat (1) 
Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa qanun dibentuk 
berdasarkan asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas 
pembentukan peraturan perundangan-undangan tersebut meliputi 
diantaranya adalah keterbukaan dan keterlibatan publik. Keterlibatan publik
dalam proses pembentukan qanun tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam 
7 
Pasal 23 Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 sebagai berikut: 
a. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin 
adanya ruang partisipasi publik 
b. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan 
dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun. 
c. Masyarakat dalam memberi masukan harus menyebutkan identitas 
secara lengkap. 
d. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat pokok-pokok 
materi yang diusulkan. 
e. Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
diagendakan dalam rapat penyiapan atau pembahasan rancangan 
qanun. 
Keterlibatan partisipasi masyarakat dalam pembentukan qanun ini 
sesuai dengan yang disebutkan oleh Friedrich Karl von Savigny yang 
menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan 
berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Hukum bukan merupakan 
konsep dalam masyarakat karena hukum tumbuh secara alamiah dalam 
pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring perubahan 
social (Walter Friedmann,1994:54) Sehingga hukum yang baik adalah hukum 
yang hidup dalam masyarakat (living law), dengan kata lain adalah 
pembentukan hukum tersebut haruslah dimulai dari bawah (buttom up) yaitu 
sesuai dengan aspirasi dari masyarakat melalui ruang partisipasi publik.
8 
1.2. Rumusan Masalah 
Berdasarkan urayan di atas, maka dapat di identifikasikan masalahnya 
sebagai berikut: 
1. Apakah keterlibatan masyarakat dalam pembentukan rancangan 
qanun sudah sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang 
berlaku? 
2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat 
Kabupaten Aceh Tengah terhadap partisipasi masyarakat dalam 
proses pembentukan Qanun 
1.3. Tujuan Penelitian 
Adapun Tujuan penulisan Peroposal ini adalah : 
1. Untuk mengetahui tentang pelibatan masyarakat terhadap 
Pembentukan Qanun 
2. Untuk memahami kendala apa saja dalam pelibatan masyarakat 
terhadap Pembentukan Qanun 
1.4. Manfaat Penelitian 
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan, 
baik secara teoritis maupun secara praktis: 
1. Secara teoritis 
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan informasi, guna 
mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana SETRATEGI DEWAN 
PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH UNTUK 
MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBAHASAN 
PEMBENTUKAN QANU
9 
2. Secara praktis 
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau dasar pengambilan 
keputusan/kebijakan bagi pemerintahan DPRK dalam menentukan implementasi 
kebijakan yang diambil guna mendukung dalam Meningkatkan Partisipasi 
Masyarakat. 
1. memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan 
publik, 
2. memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga 
mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik 
3. meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif 
4. efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat 
dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan 
publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi 
kebijakan publik dapat dihemat. 
1.4. Metodelogi Penulisan 
Untuk memperoleh hasil yang tepat, kiranya metodelogi penulisan 
menjadi penting. Untuk dalam penyajian peroposal ini, penulis menggunakan 
pendekatan/ metodelogi Fiel Reseach dan Library Reasech. 
Metode yang di gunakan dalam pengumpulan data penyusunanlaporan 
Peroposal ini antara lain: 
1. Interview (wawancara) 
Peneliti melakukan wawancara. wawancara dengan pihak-pihak yang 
terlibat dalam proses pembentukan qanun dalam hal ini terdiri dari Unsur 
Bagian Hukum, Sekretariat DPRK atau panitian Legislasi di DPRK,
10 
2. Survey (pengamatan) 
Selain melakukan Intervie,peneliti juga melakukan pengamatan aktipitas-aktipitas 
pembahasan Qanun di DPRK Aceh Tengah terkait masalah 
masalah yang timbul di lapangan. 
3. Studi dokumentasi 
Peneliti juga melakukan Studi Dokumen yaitu mengaitkan antara 
sebuahaturan dan ketentuan alur kebijakan yang di tempuh. 
1.5. Penelitian Terdahulu 
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat 
dipakai sebagai bahan pertimbangan yang berkaitan dengan permasalahan 
penelitian ini. 
Philipus M. Hadjon mengemukakan konsep partisipasi masyarakat 
berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan 
pemerintahan tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peran serta dalam 
kegiatan-kegiatan pemerintah. Menurut Philipus M. Hadjon keterbukaan baik 
”openheid”(keterbukaan umum) maupun ”openbaar-heid”(keterbukaan kusus) 
sangat penting artinya bagi pelaksanaan pemerintah yang baik dan 
demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas 
ketatanegaraan mengenai pelaksanaan wewenang secara layak.
11 
BAB II 
KERANGKA TEORITIS 
2.1. Pengertian Strategi 
Setrategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan 
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusip sebuah aktivitas dalam 
kurun waktu tertentu (Edi Soeharto 2005:17). 
Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, 
mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip 
pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan 
memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. 
Strategi dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih 
sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering 
kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut. 
2.2. Pengertian Dewan perawkilan Rakyat 
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering disebut 
Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam 
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan 
rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang 
dipilih melalui pemilihan umum. 
Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota adalah: 
 Membentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kotayang dibahas dengan 
Bupati/Walikota untuk mendapat persetujuan bersama 
 Menetapkan APBD Kabupaten/Kotabersama dengan Bupati/Walikota
 Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah 
12 
Kabupaten/Kota dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, 
Keputusan Bupati/Walikota, APBD Kabupaten/Kota, kebijakan 
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan 
daerah, dan kerjasama internasional di daerah 
 Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati 
atau Walikota/Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui 
Gubernur 
 Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah 
Kabupaten/Kota terhadap rencana perjanjian internasional yang 
menyangkut kepentingan daerah 
 Meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) 
Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. 
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan 
Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan 
wewenangnya, DPRD Kabupaten/Kota berhak meminta pejabat negara 
tingkat Kabupaten/Kota, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau 
warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak 
dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan 
yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai 
dengan peraturan perundang-undangan). 
Alat kelengkapan dan Sekretariat DPRD 
Alat kelengkapan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas: Pimpinan, Komisi,
13 
Panitia Musyawarah, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, dan alat 
kelengkapan lain yang diperlukan. 
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, dibentuk 
Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota yang personelnya terdiri atas Pegawai 
Negeri Sipil. Sekretariat DPRD dipimpin seorang Sekretaris DPRD yang 
diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota. 
2.2. Pengertian Partisipasi 
Istilah partisipasi (participation) seringkali istilah tersebut diasumsikan 
hanya sebagai kontribusi financial, material, dan tenaga dalam suatu 
program. Kadang juga diberi pengertian sebagai self-help, self reliance, 
cooperation dan local autonomy dimana istilah-istilah tersebut kurang 
menggambarkan apa yang dimaksud dengan partisipasi itu sendiri. Self-help, 
self reliance dan local autonomy menggambarkan kondisi akhir yang 
diharapkan dari suatu program yang memakai pendekatan partisipatif. 
Cooperation menunjukkan cara bagaimana partisipasi masyarakat 
diimplementasikan pada suatu kegiatan atau program (Anwar Sadat 
2013.www.google.partisipasi:), 
Bank dunia memberikan batasan partisipasi masyarakat sebagai: 
1. keterlibatan masyarakat yang terkena dampak pengambilan 
keputusan tentang hal-hal yang harus dikerjakan dan cara 
mengerjakannya, 
2. keterlibatan tersebut berupa kontribusi dari masyarakat 
dalam pelaksanaan kegiatan yang telah diputuskan dan
3. bersama-sama memamfaatkan hasil program sehingga 
masyarakat mendapatkan keuntungan dari program 
14 
tersebut. 
Dapat disimpulkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan 
hukum adalah; “Suatu proses keterlibatan yang bertanggung jawab dalam 
suatu kegiatan yang merupakan suatu unit kegiatan (unit of action) dalam 
proses pengambilan keputusan, kontribusi dalam pelaksanaannya dan 
pemamfaatan hasil kegiatan, sehingga terjadi peningkatan kemampuan 
kelompok tersebut dalam mempertahankan perkembangan yang tercapai 
secara mandiri. Dalam pengertian partisipasi tercakup dua sistem dalam 
suatu kegiatan. Kedua system adalah system pemerintah yang merupakan 
icon pembuat regulasi dan sistem masyarakat dipihak lain. 
Kedua pihak secara fungsional sering mempuyai karakteristik dan 
pandangan yang sangat berbeda dalam konteks partisipasi. Berdasarkan 
pandangan bahwa semua program pengembangan masyarakat adalah sama 
dengan pengembangan kelompok masyarakat pedesaan yang miskin (rurar 
poor community). Pandangan ini sering ada pada sudut pandang pemerintah 
atau provider, partisipasi masyarakat seolah-olah merupakan kewajiban yang 
harus diemban oleh masyarakat yang mendapat bantuan. Dalam keadaan 
tersebut, masyarakat tidak mempunyai otoritas terhadap kegiatan karena 
semuanya telah diatur dan dijadwalkan oleh pemberi kegiatan. 
Dipihak lain masyarakat menyatakan bahwa program pengembangan 
itu dapat pada siapa saja, tidak peduli apakah kelompok sasaran tersebut 
merupakan kelompok masyarakat pedesaan yang miskin atau kelompok
masyarakat di kota yang sudah cukup dari segi ekonomi. Pendapat itu 
menganggap bahwa partisipasi merupakan hak dari masyarakat (Walter 
Friedmann1994. hlm 51-61. ). Masyarakat boleh menggunakan atau tidak 
menggunakan “hak” tersebut dalam suatu kegiatan yang diadakan oleh 
pemberi kegiatan. Apa bila pemberi kegiatan menginginkan partisipasi 
15 
masyarakat, diperlukan pendekatan tertentu untuk mendapatkannya. 
Peter Oakley dan David Marsden menyimpulkan bahwa banyaknya 
variasi dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat disebabkan oleh setiap 
batasan menonjolkan dimensi yang berbeda dari partisipasi masyarakat. Satu 
pendapat menyatakan bahwa jika ada keterlibatan dari masyarakat, 
bagaimanapun bentuk dan prosesnya, maka dikatakan bahwa masyarakat 
telah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal itu memang tidak keliru 
tetapi masih kurang tepat karena hanya melihat aspek kuantitatif dari 
partisipasi. Implementasi pendapat itu sering berupa mobilisasi sumber daya 
masyarakat dalam suatu kegiatan tanpa masyarakat tahu apa tujuan kegiatan 
tersebut dan keuntungan apa yang akan diperoleh dengan keterlibatannya. 
Batasan lain menyatakan bahwa secara konseptual, partisipasi terjadi 
apabila telah ada pembangian ulang kekuasaan (redistribution of power) 
dalam menentukan pelaksanaan kegiatan tersebut antara penyedia kegiatan 
(provider) dengan masyarakat. Namun ada juga yang mengatakan bahwa 
wewenang dalam pengambilan keputusan hanyalah salah satu komponen 
dari yang disebut sebagai partisipasi. Kontribusi tenaga kerja, material dan 
finansial juga merupakan komponen dari partisipasi di samping komponen 
lain (Uphoof & Cohen, 1979).
Ann Seidman Robert B mengemukakan Konsep Teori Responsif 
berkaitan dengan Partisipasi masyarakat. Beliau mengemukakan 
bahwa;”pihak-pihak yang dipengaruhi oleh suatu keputusan yang ditetapkan 
the stakholders (pihak yang mempunyai kepentingan) memiliki kesempatan 
seluas-luasnya untuk memberikan masukan, kritik dan mengambil bagian 
16 
dalam pembuatan keputusan-keputusan pemerintah. 
Pengertian partisipasi tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian 
partisipasi politik yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan M. 
Nelson yaitu bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang 
bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi 
pembuatan keputusan oleh pemerintah. 
Philipus M. Hadjon mengemukakan konsep partisipasi masyarakat 
berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan 
pemerintahan tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peran serta dalam 
kegiatan-kegiatan pemerintah. Menurut Philipus M. Hadjon keterbukaan baik 
”openheid” maupun ”openbaar-heid” sangat penting artinya bagi pelaksanaan 
pemerintah yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan 
dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksanaan 
wewenang secara layak. 
Konsep partisipasi terkait dengan konsep demokrasi, sebagaimana 
dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon bahwa sekitar tahun 1960-an muncul 
suatu konsep demokrasi yang disebut demokrasi partisipasi. Dalam konsep 
ini rakyat mempunyai hak untuk ikut memutuskan dalam proses pengambilan 
keputusan pemerintahan. Dalam konsep demokrasi, asas keterbukaan datau
partisipasi merupakan salah satu syarat minimum sebagaimana dikemukakan 
oleh Burkens dalam bukunya yang berjudul ”Beginselen van de 
17 
democratische reschsstaat” yang intinya. 
1. pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama dalam 
pemilihanyang bebas dan rahasia; 
2. pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk dipilih; 
3. setiap orang mempunyai hak untuk dipilih; 
4. badan perwakilan rakyat mempengaruhi pengambilan keputusan 
melalui sarana ”mede beslissing-recht” (hak untuk ikut memutuskan 
dan atau melalui wewenang pengawas); 
5. asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat 
keputusan yang terbuka; 
6. dihormatinya hak-hak kaum minoritas; 
Menurut Sad Dian Utomo mamfaat partisipasi masyarakat dalam pembuatan 
kebijakan publik, termasuk dalam pembuatan Perda adalah: 
5. memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan 
publik, 
6. memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga 
mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik 
7. meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif 
8. efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat 
dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan 
publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi 
kebijakan publik dapat dihemat.
Sesuai dengan negara hukum, (Ibid, Riset Kebijakan Publik Paham 
Unsyiah, 2009. hlm.4)maka partisipasi masayarakat dalam penyusunan 
Perda/qanun mesti diatur secara jelas dalam suatu aturan tertentu. Menurut 
Bagir Manan sendi utama negara hukum adalah hukum merupakan sumber 
tertinggi (supremasi hukum) dalam mengatur dan menentukan mekanisme 
hubungan hukum antara negara dan masyarakat ataun antar anggota 
masyarakat yang satu dengan yang lain. Hukum mempunyai dua pengertian 
18 
yakni hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. 
2.3. Mekanisme Partisipasi Masyarakat 
Dalam BAB VI Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 23 dijelaskan 
bahwa berikut : 
1. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin 
adanya ruang partisipasi publik. 
2. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan 
dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Qanun. 
3. Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas 
secara lengkap 
4. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat pokok-pokok 
materi yang diusulkan 
5. Masukan dari masyarakat sebagimana dimaksud pada ayat (2) 
diagendakan dalam rapat penyiapan atau pembahasan rancangan 
qanun. 
Sterategi pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya diatur 
sebagai berikut (Pasal 25 ayat (1)) :
a. pada fase penyiapan prarancangan qanun oleh pemrakarsa pada 
masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 13 atau oleh Anggota/ Komisi/Gabungan 
Komisi/ Panitia Legislasi DPRA/DPRK sebagaimana dimaksud dalam 
19 
Pasal 19; 
b. pada fase pembahasan oleh Tim Asistensi yang dibentuk oleh 
Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 
melalui forum rapat dengar pendapat; 
c. pada fase pelaksanaan seminar akademik, sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 12; 
d. pada fase pembahasan oleh DPRA/DPRK, sesuai dengan mekanisme 
yang ditetapkan dalam Tata Tertib DPRA/DPRK. 
Lebih lanjut ayat (2) menjelaskan: mekanisme pelibatan dan 
partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 
antara lain melalui Forum Seminar, Lokakarya, Fokus Grup Diskusi, Rapat 
Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan bentuk-bentuk penjaringan aspirasi 
publik lainnya. 
Mekanisme pelibatan dan partisipasi masyarakat sebagaimana 
dimaksud pada ayat (2) meliputi penyebaran draft pra rancangan qanun dan 
jadwal pembahasan kepada masyarakat.(Pasal 25 ayat (3) Qanu Aceh No.3 
Tahun 2007) 
Masa Partisipasi masyarakat ditetapkan dalam jadwal kegiatan pada 
setiap fase penyiapan dan pembahasan pra rancangan qanun/rancangan 
qanun (Pasal 25 ayat (4) Qanu Aceh No.3 Tahun 2007).
Masukan yang diberikan oleh masyarakat melalui mekanisme 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 paling lama 
7 (tujuh) hari sejak dilakukan penyebarluasan sudah harus disampaikan 
kepada DPRA/DPRK atau Gubernur/Bupati/Walikota untuk menjadi bahan 
pertimbangan dalam penyempurnaan materi rancangan qanun (Pasal 26 
20 
Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).
21 
BAB III 
METODE PENELITIAN 
3.1 Ruang Lingkup Penelitian 
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji Setrategi DPRK untuk 
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan Qanun. 
3.2 Lokasi Atau Objek Penelitian 
Lokasi penelitian dilakukan pada Dewan Perwakilan Rakyat 
Kabupaten Aceh Tengah. Sedangkan objek penelitian ini para Angota dewan 
perwakilan patai politik dilingkungan DPRK Aceh Tengah. 
3.3 Pendekatan penelitian 
Jenis pendekatan yang di pakai dengan mengunakan pendekatan 
penelitian kualitatif, Sugiono (2010), Data kualitatif adalah data yang 
berbentuk kata, Kalimat, Skema dan Gambaran. Suharsimi Arikunto (2006), 
Mengemukakan bahwa ,namun demikian tidak berati bahwa dalam penelitian 
kualitatif ini peneliti sama sekali tidak diperbolehkan mengunakan angka. 
Dalam hal tertentu misalnya menyebutkan jumlah anggota keluarga, 
Banyaknya biaya yang di keluarkan untuk belanja. Yang tidak tepat adalah 
apabila mengumpulkan data dan penapsirannya Peneliti menggunakan 
Rumus-rumus statistik. 
Penelitian kualitatif memiliki karateristik dengan mendeskripsikan 
suatu keadaan yang sebenarnya, Tetapi laporannya bukan sekedar 
berbentuk laporan suatu kejadian tanpa suatu interpretasi ilmiah. Tipe 
penelitian ini menyajikan suatu gambar yang terperinci tentang satu situasi 
khusus, setting sosial atau hubungan, yang digunakan jika ada pengetahuan
atau imformasi tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau 
dipermasalahkan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari survey literature, 
22 
Laporan hasil penelitian atau dari hasil studi eksplorasi. 
3.4 Sumber data 
Sugiyono, (2003).Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai 
setting, berbagai sumber,berbagai dan cara. Bila dilihat dari sumber datanya, 
Maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber 
skunder. 
a. Data primer 
Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara 
langsung dari nara sumber. Adapun penentuan narasumber dalam penelitian 
ini dengan mengunakan metode purposive sampling yaitu narasumber atau 
orang yang diwawancara adalah orang yang dianggap paham atau mengerti 
atau mengetahui tentang masalah yang diteliti. Dalam hal ini di ambil 3 orang 
di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan para pegawai Negeri dan 
Non pegawai Negri lingkuan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh 
Tengah. 
b. Data skunder 
Data skunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh 
peneliti secara tidak langsung, melalui media perantara. Sumber data dari 
penelitian ini berasal dari literatur-literatur seperti buku-buku, jurnal-jurnal 
penelitian, makalah-makalah, surat kabar, penelitian penelitian sebelumnya 
maupun data yang telah disediakan oleh pihak lain yang bersangkutan.
23 
3.5. Informan 
Di dalam penelitian ini yang menjadi informan penulis adalah sebagai berikut: 
1. Ibu kasubit bidang HukumDPR Kabupaten Aceh Tengah. 
2. Staf Bagian Kepala bagian persidangan DPR Kabupaten Aceh Tengah 
3. Badan legislasi DPR Kabupaten Aceh Tengah. 
3.6. Teknik Pengumpulan Data 
Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevansi dengan topik 
penelitian, Maka penulis mempergunakan teknik pengumpulan data sebagai 
berikut : 
a. Observasi 
Arikunto, Suharsimi (2010). Metode observasi dilakukan dengan cara 
melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang akan 
diteliti. Dimana pengamatan atau pemusatan perhatian terhadap obyek 
dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat 
dilakukan melalui Penglihatan, Penciuman, Pendengaran, dan Pengecap”. 
Sehingga peneliti melakukan pengamatan langsung di lingkungan Dewan 
Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah. 
b. Wawancara 
Arikunto, Suharsimi, (2010). Metode ini dilakukan dengan percakapan 
oleh dua orang atau lebih yang diperoleh jawaban. Wawancara adalah 
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua 
pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban 
atas pertanyaan itu”.
Tekhnik wawancara menjadi pengumpulan data yang utama dalam 
penelitian ini, karena informasi yang diperoleh dapat lebih mendalam sebab 
peneliti mempunyai peluang lebih luas untuk mengembangkan lebih jauh 
informasi yang diperoleh dan karena melalui tehknik wawancara peneliti 
mempunyai peluang untuk dapat memahami setrategi dewan perwakilan 
rakyat dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pembuatan dan 
24 
pembahasan qanun Kabupaten Aceh Tengah. 
c. Dokumentasi 
Dokumentasi merupakan cara untuk memperoleh sejumlah data dari 
DPRK serta penganalisisan peraturan, nilai, dan catatan tentang, Setrategi 
DPRK untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembauatan 
Qanun Kabupaten Aceh Tengah sehingga menambah keakuratan dalam 
pengumpulan data. 
3.7. Teknik Analisa Data 
Miles dan Michael Huberman (1992). Analisis data penelitian bersifat 
berkelanjutan dan dikembangkan sepanjang program. Analisis data 
dilaksanakan mulai penetapan masalah, Pengumpulan data dan setelah data 
terkempul, Dengan menetapkan masalah penelitian, Peneliti sudah 
melakukan analisis terhadap permasalahan tersebut dalam berbagai 
perspektif teori dan metode yang digunakan yakni metode alur. Analisis 
dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara 
bersamaan, yaitu :
1. Reduksi data, Yang artinya sebagai proses pemilihan, pemusatan 
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang 
25 
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 
2. Penyajian data (display data) dilakukan dengan menggunakan 
bentuk teks naratif, Dan 
3. Penarikan kesimpulan serta verifikasi. 
3.7.Jadwal Penelitian 
Penelitian ini di lakukan pada bulan………… 2014 pada lingkungan 
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tenggah.
26 
DAFTAR PUSTAKA 
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), 
Gunung Agung, Jakarta, 2002, 
Afrizal tjoetra dkk, Modul untuk Perancangan Qanun, Merancang Qanun, 
Merancang Pembaharuan Aceh, 
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar metodologi Penelitian Hukum, PT. 
Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2006 
Bagir Manan, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UUD 
1945, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta, 1994, 
Daud Gaurauf, Belajar Politik Bersama Masyarakat: Membangun demokrasi 
Menuju Masyarakat Partisipasif, JeMP dan Pekab Wonoso, 2002 
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha 
Negara , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993 
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Jakarta, 
Edisi ketiga 1993, 
Khairani dkk, Riset Analisis Kebijakan Publik, Pusham UNSYIAH, 2009 
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan 
Pembentukannya, Kanisius: Yogyakarta, 2007 
Arikunto, Suharsimi. (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, 
(Rineka Cipta, Jakarta). Hal 25. 
Matthew B. Milles dan A Michael Huberman,(1992). Metode Penelitian. 
Kualitatif. Hal 35.
27 
B. Karya Ilmiah dan Artikel di Internet 
Andi Mattalatta, Sambutan Lokakarya Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang 
Baik (Good Governance) Melalui Peningkatan Kompetensi Aparatur 
Pemerintahan Daerah Dalam Tertib Pembentukan Peraturan Daerah, 
Jakarta 19-21 November 2007 
Ni Made Ari Yuliartini Griadhi dan Anak Agung Sri Utari, Partisipasi 
Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah, Artilel Imiah: Kertha 
Patrika, Vol 33 No.1 Januari 2008 
Anwar Sadat, Masyarakat dalam Penyusunan Produk Hukum, www.google, 
partisipasi, 5 Nopember 2009 
Rudi Ismawan, Partisipasi Masyarakat dalam Penetepan Kebijakan Daerah, 
www.google, 4 Nopember 2009 
D. Peraturan Perundang-Undangan 
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan 
Perundang-Undangan. 
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan 
Perundang-Undangan. 
Undang-Undang Nomor 32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan 
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas 
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan 
28 
Qanun 
Kutipan 
Pasal 2 ayat (1) huruf h Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang 
tata cara pembentukan qanun 
2 Khairani dkk, Riset Analisis Kebijakan Publik, Pusham Unsyiah, 
2009, Hlm.16 
3. Ibid. 
Andi Mattalatta, Sambutan Lokakarya Menuju Tata Kelola Pemerintahan 
yang Baik (Good Governance) Melalui Peningkatan Kompetensi Aparatur 
Pemerintahan Daerah Dalam Tertib Pembentukan Peraturan Daerah, 
Jakarta 19-21 November 2007. 
Walter Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum : Idealisme Filosofis dan 
Problema Keadilan (Susunan II). Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 1994. 
hlm 51-61. 
Anwar Sadat, Masyarakat dalam penyusunan produk 
hukum,www.google.partisipasi masyarakat, 5 Nopember 2009 
Rifkin, Primary Health Care: on Measuring Partisipation, Social 
Science and Medicine, 1988, Hlm.931-940 
Arnstein, Shery R, A Ladder of Citizen Participation, Amerikan 
Institutet of Planners Journal, 1969, Hlm. 20. 
]Rudi Ismawan, Partisipasi masyarakat dalam penetuan kebijakan 
daerah, www. Google, 4 Nopember 2009
Ni Made Ari Yuliartini Griadi dan Agung Sri Utami, Partisipasi 
Masyarakat dalam Pembenntukan Peraturan Daerah, Hlm. 3. Artikel Ilmiah: 
29 
Kertha Patrika Vo.33 No.1 Januari 2008 
Edi Soeharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Pengkaji 
Masalah dan Kebijakan social, Alfa Beta Bandung, 2005, Hlm. 13 
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undagan, Proses dan 
Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 262-265

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Jerry Makawimbang
 
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIAHUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIASanawiyah29
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Dadang Solihin
 
Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008
Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008
Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008taufanfahri
 
Kelompok 8
Kelompok 8Kelompok 8
Kelompok 8olerafif
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahfuji kurniawan
 
Desentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan SempitDesentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan SempitEnchink Qw
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahsyabdan
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerahnovii77
 
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerahPkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerahScout Dan
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negarabruh97
 
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Researcher Syndicate68
 
Harmonisasi Pemerintah Daerah & Pusat
Harmonisasi Pemerintah Daerah & PusatHarmonisasi Pemerintah Daerah & Pusat
Harmonisasi Pemerintah Daerah & PusatEga Anistia
 
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan DaerahHarmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan DaerahPuji Zuaini
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Dadang Solihin
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangAulia Hamunta
 
Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Rizki Gumilar
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahDadang Solihin
 

Mais procurados (20)

Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
 
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIAHUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
 
Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008
Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008
Teori desentralisasi-dan-otonomi-daerah-edisi-revisi-juli-2008
 
Kelompok 8
Kelompok 8Kelompok 8
Kelompok 8
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
 
Desentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan SempitDesentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan Sempit
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerahPkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negara
 
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
 
Harmonisasi Pemerintah Daerah & Pusat
Harmonisasi Pemerintah Daerah & PusatHarmonisasi Pemerintah Daerah & Pusat
Harmonisasi Pemerintah Daerah & Pusat
 
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan DaerahHarmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Harmonisasi Pemerintah Pusat dan Daerah
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
 
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
 
Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan Daerah
 

Semelhante a PartisipasiMasyarakat

PPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdf
PPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdfPPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdf
PPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdfmuldianadhana
 
1023-3450-1-SM.pdf
1023-3450-1-SM.pdf1023-3450-1-SM.pdf
1023-3450-1-SM.pdfNurItrayani
 
Slide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptxSlide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptxdedybachrie
 
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438Andry Heryanto
 
Politik Hukum Ibu Kota negara
Politik Hukum Ibu Kota negaraPolitik Hukum Ibu Kota negara
Politik Hukum Ibu Kota negaraLukmanSantosoAz
 
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMasalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMiftah Ridho
 
Otonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasiOtonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasimaneicon22
 
PERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptx
PERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptxPERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptx
PERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptxaryasyarif
 
Negara dan Konstitusi.pdf
Negara dan Konstitusi.pdfNegara dan Konstitusi.pdf
Negara dan Konstitusi.pdfZukét Printing
 
Negara dan Konstitusi.docx
Negara dan Konstitusi.docxNegara dan Konstitusi.docx
Negara dan Konstitusi.docxZukét Printing
 
Policy brief Penataan Daerah
Policy brief Penataan DaerahPolicy brief Penataan Daerah
Policy brief Penataan DaerahDeny P. Sambodo
 
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahKontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahRustan Amarullah
 
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliNaskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliYohannes Halawa
 
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.henrifayol2
 
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruTugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruairlangga03
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docxSofyan40
 

Semelhante a PartisipasiMasyarakat (20)

PPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdf
PPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdfPPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdf
PPT Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah.pdf
 
1023-3450-1-SM.pdf
1023-3450-1-SM.pdf1023-3450-1-SM.pdf
1023-3450-1-SM.pdf
 
Slide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptxSlide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptx
 
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
Pedoman musrenbang bappeda dan kecamatan pdf-f0ce438
 
Politik Hukum Ibu Kota negara
Politik Hukum Ibu Kota negaraPolitik Hukum Ibu Kota negara
Politik Hukum Ibu Kota negara
 
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMasalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
 
Otonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasiOtonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasi
 
Kajian RUU Desa
Kajian RUU DesaKajian RUU Desa
Kajian RUU Desa
 
PERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptx
PERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptxPERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptx
PERANAN HUKUM DALAM SETIAP ORDE.pptx
 
BITRANET edisi 50.pdf
BITRANET edisi 50.pdfBITRANET edisi 50.pdf
BITRANET edisi 50.pdf
 
Negara dan Konstitusi.pdf
Negara dan Konstitusi.pdfNegara dan Konstitusi.pdf
Negara dan Konstitusi.pdf
 
Negara dan Konstitusi.docx
Negara dan Konstitusi.docxNegara dan Konstitusi.docx
Negara dan Konstitusi.docx
 
Policy brief Penataan Daerah
Policy brief Penataan DaerahPolicy brief Penataan Daerah
Policy brief Penataan Daerah
 
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahKontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
 
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliNaskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
 
Amerashinghe part 1
Amerashinghe part 1Amerashinghe part 1
Amerashinghe part 1
 
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
 
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruTugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docx
 
Legislasi dprd
Legislasi dprdLegislasi dprd
Legislasi dprd
 

Último

mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024ssuser8905b3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptRyanWinter25
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxRyanWinter25
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 

Último (14)

mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 

PartisipasiMasyarakat

  • 1. SETRATEGI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH 1 UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBAHASAN PEMBENTUKAN QANUN (Studi kasus di DPRK Aceh Tengah) Peroposal Di S U N Oleh: HIDAYAT 100301044 Program Studi: Imu Administrasi Negara UNIVERSITAS GAJAH PUTIH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 2014
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya penulis akhirnya dapat menyelesaikan Proposal ini, Shalawat dan salam kepangkuan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengubah peradaban dari alam kebodohan kealam yang berilmu pengetahuan, Adapun yang menjadi judul Proposal penulis adalah “SETRATEGI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN QANUN. Dalam penulisan ini, Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung atau tidak, Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:  Ibu dan (ayah), abang adik kaka beserta sanak pamili semuanya.  Kepada teman teman semuanya ruang C7b yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan peroposal ini.  Dan kepada para dosen-dosen yang telah memberikan banyak teori-teori tentang bagai mana menyelesaikan peroposal ini. Takengon, 25 April 2014 Penulis HIDAYAT
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pentingya setrategi DPRK dalam meninkatkan Partisipasi masyarakat untuk pembuatan qanun agar terwujutnya Akutabilatas demi mewujutkan pemeritahan yang good governance dalam lingkungan Kabupaten Aceh Tengah berkaitan dengan pokok pokok permasalahan yang di ajukan oleh penulis dalam penelitian di DPRK Aceh Tengah agar dapat memberikan keterangan lebih dan menambah wawasan pula bagi penulis sendiri, demi pembangunan kabupaten aceh tengah. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ( Pasal 2 ayat (1) huruf h Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara pembentukan qanun) merupakan salah satu syarat mutlak dalam era reformasi ini. Pengabaian terhadap faktor ini telah menyebabkan terjadinya (deviasi) penyimpangan dari peraturan yang cukup Penting terhadap tujuan pembangunan itu sendiri yaitu keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itulah pelibatan dalam proses legislasi atau penyusunan produk hukum wajib terjadinya pelibatan masyarakat di dalamnya. Proses pelibatan partisipasi masyarakat dalam implementasi program Legislasi Daerah terbukti telah berhasil membawa perubahan mendasar dalam peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Pembangunan hukum lebih berorientasi pada masyarakat, yang tercermin melalui pengoptimalan keterlibatan masyarakat dalam rangkaian penyusunan Peraturan Daerah, di Aceh di kenal dengan Qanun. Ini perlu diyakini oleh aparatur Pemerintah Baik
  • 4. Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebagai strategi yang tepat untuk menggalang memperjuangkan kesadaran masyarakat terhadap ketaatan 4 pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum. Qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antar jenis dan materi muatan, keterlaksanaan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan. Dalam penjelasan Qanun Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa untuk mewujudkan pembangunan hukum dan tertib pemerintahan di Aceh diperlukan pembentukan peraturan perundang-undangan sejak perencanaan sampai dengan pengundangan. Dalam Pasal 1 angka 14 Qanun No.3 Tahun 2007 disebutkan Qanun Kabupaten/ Kota adalah Peraturan Perundang-undangan sejenis peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat kabupaten/kota di Aceh. Qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan Paraturan Perundang-undangan yang meliputi kejelasan tujuan, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, keterlaksanaan, kedayagunaan, kehasil gunaan, kejelasan rumusan, keterbukaan dan keterlibatan publik (Pasal 2 Ayat (1) Qanun Aceh No.3 Tahun 2007). Pembentukan Qanun tersebut tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, kepentingan umum, qanun lainnya dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 2 Ayat (2) Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).
  • 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan landasan yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Undang-Undang ini memuat secara lengkap pengaturan baik menyangkut sistem, asas, jenis dan materi muatan, proses pembentukan yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Tertib pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah, diatur sesuai dengan proses pembentukan dari jenis dan hirarki serta materi muatan 5 peraturan perundang-undangan (Andi Mattalatta,2007:19). Dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menggariskan materi muatan Qanun adalah seluruh materi muatan dalam rangka: a. penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan; b. menampung kondisi khusus daerah; serta c. penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dari segi materi muatan, Qanun adalah peraturan yang paling banyak menanggung beban. Sebagai peraturan terendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Pasal 239 Ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa : a. Rancangan qanun dapat berasal dari DPRA, Gubernur dan DPRK, atau Bupati/Walikota.
  • 6. b. Apabila dalam satu masa sidang, DPRA atau Gubernur dan DPRK atau bupati/walikota menyampaikan rancangan qanun mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan qanun yang disampaikan oleh DPRA/DPRK, sedangkan rancangan qanun yang disampaikan Gubernur dan Bupati/Walikota digunakan sebagai 6 bahan untuk dipersandingkan. c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan qanun yang berasal dari Gubernur dan Bupati/Walikota diatur dengan qanun. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut maka dikeluarkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, ini merupakan acuan yang harus diikuti oleh Pemerintah Aceh, Kabupaten/Kota dalam melahirkan qanun, rancangan qanun atas usulan legislatif atau eksekutif yang diusulkan dari SKPD, harus melibatkan masyarakat. Pasal 238 Undang-Undang Pemerintah Aceh menyebutkan bahwa : a. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun. b. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik. Selain itu penyusunan qanun yang berkualitas dalam Pasal 2 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas pembentukan peraturan perundangan-undangan tersebut meliputi diantaranya adalah keterbukaan dan keterlibatan publik. Keterlibatan publik
  • 7. dalam proses pembentukan qanun tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam 7 Pasal 23 Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 sebagai berikut: a. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik b. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun. c. Masyarakat dalam memberi masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap. d. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat pokok-pokok materi yang diusulkan. e. Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diagendakan dalam rapat penyiapan atau pembahasan rancangan qanun. Keterlibatan partisipasi masyarakat dalam pembentukan qanun ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Friedrich Karl von Savigny yang menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Hukum bukan merupakan konsep dalam masyarakat karena hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring perubahan social (Walter Friedmann,1994:54) Sehingga hukum yang baik adalah hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), dengan kata lain adalah pembentukan hukum tersebut haruslah dimulai dari bawah (buttom up) yaitu sesuai dengan aspirasi dari masyarakat melalui ruang partisipasi publik.
  • 8. 8 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan urayan di atas, maka dapat di identifikasikan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah keterlibatan masyarakat dalam pembentukan rancangan qanun sudah sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku? 2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah terhadap partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Qanun 1.3. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan penulisan Peroposal ini adalah : 1. Untuk mengetahui tentang pelibatan masyarakat terhadap Pembentukan Qanun 2. Untuk memahami kendala apa saja dalam pelibatan masyarakat terhadap Pembentukan Qanun 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis: 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan informasi, guna mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana SETRATEGI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBAHASAN PEMBENTUKAN QANU
  • 9. 9 2. Secara praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau dasar pengambilan keputusan/kebijakan bagi pemerintahan DPRK dalam menentukan implementasi kebijakan yang diambil guna mendukung dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat. 1. memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik, 2. memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik 3. meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif 4. efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik dapat dihemat. 1.4. Metodelogi Penulisan Untuk memperoleh hasil yang tepat, kiranya metodelogi penulisan menjadi penting. Untuk dalam penyajian peroposal ini, penulis menggunakan pendekatan/ metodelogi Fiel Reseach dan Library Reasech. Metode yang di gunakan dalam pengumpulan data penyusunanlaporan Peroposal ini antara lain: 1. Interview (wawancara) Peneliti melakukan wawancara. wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembentukan qanun dalam hal ini terdiri dari Unsur Bagian Hukum, Sekretariat DPRK atau panitian Legislasi di DPRK,
  • 10. 10 2. Survey (pengamatan) Selain melakukan Intervie,peneliti juga melakukan pengamatan aktipitas-aktipitas pembahasan Qanun di DPRK Aceh Tengah terkait masalah masalah yang timbul di lapangan. 3. Studi dokumentasi Peneliti juga melakukan Studi Dokumen yaitu mengaitkan antara sebuahaturan dan ketentuan alur kebijakan yang di tempuh. 1.5. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Philipus M. Hadjon mengemukakan konsep partisipasi masyarakat berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintahan tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peran serta dalam kegiatan-kegiatan pemerintah. Menurut Philipus M. Hadjon keterbukaan baik ”openheid”(keterbukaan umum) maupun ”openbaar-heid”(keterbukaan kusus) sangat penting artinya bagi pelaksanaan pemerintah yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksanaan wewenang secara layak.
  • 11. 11 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Pengertian Strategi Setrategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusip sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu (Edi Soeharto 2005:17). Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut. 2.2. Pengertian Dewan perawkilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering disebut Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota adalah:  Membentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kotayang dibahas dengan Bupati/Walikota untuk mendapat persetujuan bersama  Menetapkan APBD Kabupaten/Kotabersama dengan Bupati/Walikota
  • 12.  Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah 12 Kabupaten/Kota dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, Keputusan Bupati/Walikota, APBD Kabupaten/Kota, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah  Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur  Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah  Meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPRD Kabupaten/Kota berhak meminta pejabat negara tingkat Kabupaten/Kota, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Alat kelengkapan dan Sekretariat DPRD Alat kelengkapan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas: Pimpinan, Komisi,
  • 13. 13 Panitia Musyawarah, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, dibentuk Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota yang personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat DPRD dipimpin seorang Sekretaris DPRD yang diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota. 2.2. Pengertian Partisipasi Istilah partisipasi (participation) seringkali istilah tersebut diasumsikan hanya sebagai kontribusi financial, material, dan tenaga dalam suatu program. Kadang juga diberi pengertian sebagai self-help, self reliance, cooperation dan local autonomy dimana istilah-istilah tersebut kurang menggambarkan apa yang dimaksud dengan partisipasi itu sendiri. Self-help, self reliance dan local autonomy menggambarkan kondisi akhir yang diharapkan dari suatu program yang memakai pendekatan partisipatif. Cooperation menunjukkan cara bagaimana partisipasi masyarakat diimplementasikan pada suatu kegiatan atau program (Anwar Sadat 2013.www.google.partisipasi:), Bank dunia memberikan batasan partisipasi masyarakat sebagai: 1. keterlibatan masyarakat yang terkena dampak pengambilan keputusan tentang hal-hal yang harus dikerjakan dan cara mengerjakannya, 2. keterlibatan tersebut berupa kontribusi dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan yang telah diputuskan dan
  • 14. 3. bersama-sama memamfaatkan hasil program sehingga masyarakat mendapatkan keuntungan dari program 14 tersebut. Dapat disimpulkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan hukum adalah; “Suatu proses keterlibatan yang bertanggung jawab dalam suatu kegiatan yang merupakan suatu unit kegiatan (unit of action) dalam proses pengambilan keputusan, kontribusi dalam pelaksanaannya dan pemamfaatan hasil kegiatan, sehingga terjadi peningkatan kemampuan kelompok tersebut dalam mempertahankan perkembangan yang tercapai secara mandiri. Dalam pengertian partisipasi tercakup dua sistem dalam suatu kegiatan. Kedua system adalah system pemerintah yang merupakan icon pembuat regulasi dan sistem masyarakat dipihak lain. Kedua pihak secara fungsional sering mempuyai karakteristik dan pandangan yang sangat berbeda dalam konteks partisipasi. Berdasarkan pandangan bahwa semua program pengembangan masyarakat adalah sama dengan pengembangan kelompok masyarakat pedesaan yang miskin (rurar poor community). Pandangan ini sering ada pada sudut pandang pemerintah atau provider, partisipasi masyarakat seolah-olah merupakan kewajiban yang harus diemban oleh masyarakat yang mendapat bantuan. Dalam keadaan tersebut, masyarakat tidak mempunyai otoritas terhadap kegiatan karena semuanya telah diatur dan dijadwalkan oleh pemberi kegiatan. Dipihak lain masyarakat menyatakan bahwa program pengembangan itu dapat pada siapa saja, tidak peduli apakah kelompok sasaran tersebut merupakan kelompok masyarakat pedesaan yang miskin atau kelompok
  • 15. masyarakat di kota yang sudah cukup dari segi ekonomi. Pendapat itu menganggap bahwa partisipasi merupakan hak dari masyarakat (Walter Friedmann1994. hlm 51-61. ). Masyarakat boleh menggunakan atau tidak menggunakan “hak” tersebut dalam suatu kegiatan yang diadakan oleh pemberi kegiatan. Apa bila pemberi kegiatan menginginkan partisipasi 15 masyarakat, diperlukan pendekatan tertentu untuk mendapatkannya. Peter Oakley dan David Marsden menyimpulkan bahwa banyaknya variasi dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat disebabkan oleh setiap batasan menonjolkan dimensi yang berbeda dari partisipasi masyarakat. Satu pendapat menyatakan bahwa jika ada keterlibatan dari masyarakat, bagaimanapun bentuk dan prosesnya, maka dikatakan bahwa masyarakat telah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal itu memang tidak keliru tetapi masih kurang tepat karena hanya melihat aspek kuantitatif dari partisipasi. Implementasi pendapat itu sering berupa mobilisasi sumber daya masyarakat dalam suatu kegiatan tanpa masyarakat tahu apa tujuan kegiatan tersebut dan keuntungan apa yang akan diperoleh dengan keterlibatannya. Batasan lain menyatakan bahwa secara konseptual, partisipasi terjadi apabila telah ada pembangian ulang kekuasaan (redistribution of power) dalam menentukan pelaksanaan kegiatan tersebut antara penyedia kegiatan (provider) dengan masyarakat. Namun ada juga yang mengatakan bahwa wewenang dalam pengambilan keputusan hanyalah salah satu komponen dari yang disebut sebagai partisipasi. Kontribusi tenaga kerja, material dan finansial juga merupakan komponen dari partisipasi di samping komponen lain (Uphoof & Cohen, 1979).
  • 16. Ann Seidman Robert B mengemukakan Konsep Teori Responsif berkaitan dengan Partisipasi masyarakat. Beliau mengemukakan bahwa;”pihak-pihak yang dipengaruhi oleh suatu keputusan yang ditetapkan the stakholders (pihak yang mempunyai kepentingan) memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan, kritik dan mengambil bagian 16 dalam pembuatan keputusan-keputusan pemerintah. Pengertian partisipasi tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian partisipasi politik yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson yaitu bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Philipus M. Hadjon mengemukakan konsep partisipasi masyarakat berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintahan tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peran serta dalam kegiatan-kegiatan pemerintah. Menurut Philipus M. Hadjon keterbukaan baik ”openheid” maupun ”openbaar-heid” sangat penting artinya bagi pelaksanaan pemerintah yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksanaan wewenang secara layak. Konsep partisipasi terkait dengan konsep demokrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon bahwa sekitar tahun 1960-an muncul suatu konsep demokrasi yang disebut demokrasi partisipasi. Dalam konsep ini rakyat mempunyai hak untuk ikut memutuskan dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan. Dalam konsep demokrasi, asas keterbukaan datau
  • 17. partisipasi merupakan salah satu syarat minimum sebagaimana dikemukakan oleh Burkens dalam bukunya yang berjudul ”Beginselen van de 17 democratische reschsstaat” yang intinya. 1. pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama dalam pemilihanyang bebas dan rahasia; 2. pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk dipilih; 3. setiap orang mempunyai hak untuk dipilih; 4. badan perwakilan rakyat mempengaruhi pengambilan keputusan melalui sarana ”mede beslissing-recht” (hak untuk ikut memutuskan dan atau melalui wewenang pengawas); 5. asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan yang terbuka; 6. dihormatinya hak-hak kaum minoritas; Menurut Sad Dian Utomo mamfaat partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk dalam pembuatan Perda adalah: 5. memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik, 6. memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik 7. meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif 8. efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik dapat dihemat.
  • 18. Sesuai dengan negara hukum, (Ibid, Riset Kebijakan Publik Paham Unsyiah, 2009. hlm.4)maka partisipasi masayarakat dalam penyusunan Perda/qanun mesti diatur secara jelas dalam suatu aturan tertentu. Menurut Bagir Manan sendi utama negara hukum adalah hukum merupakan sumber tertinggi (supremasi hukum) dalam mengatur dan menentukan mekanisme hubungan hukum antara negara dan masyarakat ataun antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lain. Hukum mempunyai dua pengertian 18 yakni hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. 2.3. Mekanisme Partisipasi Masyarakat Dalam BAB VI Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 23 dijelaskan bahwa berikut : 1. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik. 2. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Qanun. 3. Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap 4. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat pokok-pokok materi yang diusulkan 5. Masukan dari masyarakat sebagimana dimaksud pada ayat (2) diagendakan dalam rapat penyiapan atau pembahasan rancangan qanun. Sterategi pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya diatur sebagai berikut (Pasal 25 ayat (1)) :
  • 19. a. pada fase penyiapan prarancangan qanun oleh pemrakarsa pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau oleh Anggota/ Komisi/Gabungan Komisi/ Panitia Legislasi DPRA/DPRK sebagaimana dimaksud dalam 19 Pasal 19; b. pada fase pembahasan oleh Tim Asistensi yang dibentuk oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 melalui forum rapat dengar pendapat; c. pada fase pelaksanaan seminar akademik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; d. pada fase pembahasan oleh DPRA/DPRK, sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam Tata Tertib DPRA/DPRK. Lebih lanjut ayat (2) menjelaskan: mekanisme pelibatan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antara lain melalui Forum Seminar, Lokakarya, Fokus Grup Diskusi, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan bentuk-bentuk penjaringan aspirasi publik lainnya. Mekanisme pelibatan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyebaran draft pra rancangan qanun dan jadwal pembahasan kepada masyarakat.(Pasal 25 ayat (3) Qanu Aceh No.3 Tahun 2007) Masa Partisipasi masyarakat ditetapkan dalam jadwal kegiatan pada setiap fase penyiapan dan pembahasan pra rancangan qanun/rancangan qanun (Pasal 25 ayat (4) Qanu Aceh No.3 Tahun 2007).
  • 20. Masukan yang diberikan oleh masyarakat melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 paling lama 7 (tujuh) hari sejak dilakukan penyebarluasan sudah harus disampaikan kepada DPRA/DPRK atau Gubernur/Bupati/Walikota untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penyempurnaan materi rancangan qanun (Pasal 26 20 Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).
  • 21. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mengkaji Setrategi DPRK untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan Qanun. 3.2 Lokasi Atau Objek Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah. Sedangkan objek penelitian ini para Angota dewan perwakilan patai politik dilingkungan DPRK Aceh Tengah. 3.3 Pendekatan penelitian Jenis pendekatan yang di pakai dengan mengunakan pendekatan penelitian kualitatif, Sugiono (2010), Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, Kalimat, Skema dan Gambaran. Suharsimi Arikunto (2006), Mengemukakan bahwa ,namun demikian tidak berati bahwa dalam penelitian kualitatif ini peneliti sama sekali tidak diperbolehkan mengunakan angka. Dalam hal tertentu misalnya menyebutkan jumlah anggota keluarga, Banyaknya biaya yang di keluarkan untuk belanja. Yang tidak tepat adalah apabila mengumpulkan data dan penapsirannya Peneliti menggunakan Rumus-rumus statistik. Penelitian kualitatif memiliki karateristik dengan mendeskripsikan suatu keadaan yang sebenarnya, Tetapi laporannya bukan sekedar berbentuk laporan suatu kejadian tanpa suatu interpretasi ilmiah. Tipe penelitian ini menyajikan suatu gambar yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting sosial atau hubungan, yang digunakan jika ada pengetahuan
  • 22. atau imformasi tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari survey literature, 22 Laporan hasil penelitian atau dari hasil studi eksplorasi. 3.4 Sumber data Sugiyono, (2003).Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber,berbagai dan cara. Bila dilihat dari sumber datanya, Maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber skunder. a. Data primer Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara langsung dari nara sumber. Adapun penentuan narasumber dalam penelitian ini dengan mengunakan metode purposive sampling yaitu narasumber atau orang yang diwawancara adalah orang yang dianggap paham atau mengerti atau mengetahui tentang masalah yang diteliti. Dalam hal ini di ambil 3 orang di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan para pegawai Negeri dan Non pegawai Negri lingkuan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah. b. Data skunder Data skunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, melalui media perantara. Sumber data dari penelitian ini berasal dari literatur-literatur seperti buku-buku, jurnal-jurnal penelitian, makalah-makalah, surat kabar, penelitian penelitian sebelumnya maupun data yang telah disediakan oleh pihak lain yang bersangkutan.
  • 23. 23 3.5. Informan Di dalam penelitian ini yang menjadi informan penulis adalah sebagai berikut: 1. Ibu kasubit bidang HukumDPR Kabupaten Aceh Tengah. 2. Staf Bagian Kepala bagian persidangan DPR Kabupaten Aceh Tengah 3. Badan legislasi DPR Kabupaten Aceh Tengah. 3.6. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevansi dengan topik penelitian, Maka penulis mempergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Observasi Arikunto, Suharsimi (2010). Metode observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang akan diteliti. Dimana pengamatan atau pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui Penglihatan, Penciuman, Pendengaran, dan Pengecap”. Sehingga peneliti melakukan pengamatan langsung di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah. b. Wawancara Arikunto, Suharsimi, (2010). Metode ini dilakukan dengan percakapan oleh dua orang atau lebih yang diperoleh jawaban. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.
  • 24. Tekhnik wawancara menjadi pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini, karena informasi yang diperoleh dapat lebih mendalam sebab peneliti mempunyai peluang lebih luas untuk mengembangkan lebih jauh informasi yang diperoleh dan karena melalui tehknik wawancara peneliti mempunyai peluang untuk dapat memahami setrategi dewan perwakilan rakyat dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pembuatan dan 24 pembahasan qanun Kabupaten Aceh Tengah. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara untuk memperoleh sejumlah data dari DPRK serta penganalisisan peraturan, nilai, dan catatan tentang, Setrategi DPRK untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembauatan Qanun Kabupaten Aceh Tengah sehingga menambah keakuratan dalam pengumpulan data. 3.7. Teknik Analisa Data Miles dan Michael Huberman (1992). Analisis data penelitian bersifat berkelanjutan dan dikembangkan sepanjang program. Analisis data dilaksanakan mulai penetapan masalah, Pengumpulan data dan setelah data terkempul, Dengan menetapkan masalah penelitian, Peneliti sudah melakukan analisis terhadap permasalahan tersebut dalam berbagai perspektif teori dan metode yang digunakan yakni metode alur. Analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu :
  • 25. 1. Reduksi data, Yang artinya sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang 25 muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 2. Penyajian data (display data) dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif, Dan 3. Penarikan kesimpulan serta verifikasi. 3.7.Jadwal Penelitian Penelitian ini di lakukan pada bulan………… 2014 pada lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tenggah.
  • 26. 26 DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, Afrizal tjoetra dkk, Modul untuk Perancangan Qanun, Merancang Qanun, Merancang Pembaharuan Aceh, Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta, 2006 Bagir Manan, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta, 1994, Daud Gaurauf, Belajar Politik Bersama Masyarakat: Membangun demokrasi Menuju Masyarakat Partisipasif, JeMP dan Pekab Wonoso, 2002 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Jakarta, Edisi ketiga 1993, Khairani dkk, Riset Analisis Kebijakan Publik, Pusham UNSYIAH, 2009 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan Pembentukannya, Kanisius: Yogyakarta, 2007 Arikunto, Suharsimi. (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Rineka Cipta, Jakarta). Hal 25. Matthew B. Milles dan A Michael Huberman,(1992). Metode Penelitian. Kualitatif. Hal 35.
  • 27. 27 B. Karya Ilmiah dan Artikel di Internet Andi Mattalatta, Sambutan Lokakarya Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Melalui Peningkatan Kompetensi Aparatur Pemerintahan Daerah Dalam Tertib Pembentukan Peraturan Daerah, Jakarta 19-21 November 2007 Ni Made Ari Yuliartini Griadhi dan Anak Agung Sri Utari, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah, Artilel Imiah: Kertha Patrika, Vol 33 No.1 Januari 2008 Anwar Sadat, Masyarakat dalam Penyusunan Produk Hukum, www.google, partisipasi, 5 Nopember 2009 Rudi Ismawan, Partisipasi Masyarakat dalam Penetepan Kebijakan Daerah, www.google, 4 Nopember 2009 D. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
  • 28. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan 28 Qanun Kutipan Pasal 2 ayat (1) huruf h Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan qanun 2 Khairani dkk, Riset Analisis Kebijakan Publik, Pusham Unsyiah, 2009, Hlm.16 3. Ibid. Andi Mattalatta, Sambutan Lokakarya Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Melalui Peningkatan Kompetensi Aparatur Pemerintahan Daerah Dalam Tertib Pembentukan Peraturan Daerah, Jakarta 19-21 November 2007. Walter Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum : Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan (Susunan II). Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 1994. hlm 51-61. Anwar Sadat, Masyarakat dalam penyusunan produk hukum,www.google.partisipasi masyarakat, 5 Nopember 2009 Rifkin, Primary Health Care: on Measuring Partisipation, Social Science and Medicine, 1988, Hlm.931-940 Arnstein, Shery R, A Ladder of Citizen Participation, Amerikan Institutet of Planners Journal, 1969, Hlm. 20. ]Rudi Ismawan, Partisipasi masyarakat dalam penetuan kebijakan daerah, www. Google, 4 Nopember 2009
  • 29. Ni Made Ari Yuliartini Griadi dan Agung Sri Utami, Partisipasi Masyarakat dalam Pembenntukan Peraturan Daerah, Hlm. 3. Artikel Ilmiah: 29 Kertha Patrika Vo.33 No.1 Januari 2008 Edi Soeharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Pengkaji Masalah dan Kebijakan social, Alfa Beta Bandung, 2005, Hlm. 13 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undagan, Proses dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 262-265